DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN
SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
DISERTASI
SUGIARTO SUMAS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN
SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
DISERTASI
SUGIARTO SUMAS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul :
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN SEKTOR
KESEHATAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI
INDONESIA
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan
pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2012
ABSTRACT
Sugiarto Sumas. Impact of Fiscal Policy for Education and Health Sectors on Human Development Index in Indonesia (Bonar M. Sinaga as Chairman, Nunung Kusnadi and Rukman Sardjadidjaja as Members of the Advisory Committee)
Human Development Index (HDI) as a proxy for performance of human development has been recognized at national and international. Indonesia which has a nominal value of 72.9 in human development index within the scale of 0 to 100 is under the intermediate group (50 > HDI < 80) and ranked at the 111th level in the world, in year 2009. At the national level, the human development index in each province shows some disparities between provinces from year to year. If this phenomenon allowed then could make a social jealousy and a disintegration of the nation. This study has successfully formulated a panel method of simultaneous equations as a tool in formulating fiscal policy to increase a human development index as well as to ensure equal distribution of the development. The result of 5 years data analysis year 2004 through year 2008 is showed that a fiscal policy through education and health sector expenses has a causal relationship to human development index, but with a minimum impact. The most efective fiscal policy used to improve the human development index is through an effort aimed to improve people's purchasing power. The forecast’s results are indicated that the Indonesian millennium development goals of year 2015 can not being achieved. Efforts for improving human development index must be supported by an affirmative policy in order to reduce development gap among regions in Indonesia.
ABSTRAK
Sugiarto Sumas. Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia (Bonar M. Sinaga sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Nunung Kusnadi dan Rukman Sardjadidjaja sebagai Anggota Komisi Pembimbing)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai proksi kinerja pembangunan manusia telah diakui secara nasional maupun internasional. Indonesia dengan nilai nominal indeks pembangunan manusia 72.9 dalam skala 0 sampai 100 termasuk kedalam kelompok menengah (50 > IPM < 80) dan berada pada peringkat ke 111 di dunia pada tahun 2009. Dalam lingkup nasional, dari tahun ke tahun indeks pembangunan manusia masing-masing provinsi menunjukkan disparitas antar provinsi. Fenomena ini apabila dibiarkan akan menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat memicu disintegrasi bangsa. Studi ini telah berhasil memformulasikan model persamaan simultan dengan metode panel yang layak digunakan untuk keperluan simulasi maupun peramalan dampak kebijakan fiskal terhadap indeks pembangunan manusia dalam rangka pemerataan pembangunan. Hasil analisis data selama 5 tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa kebijakan fiskal melalui sektor pendidikan dan sektor kesehatan mempunyai hubungan kausalitas terhadap indeks pembangunan manusia meskipun dampaknya kecil. Kebijakan fiskal dalam rangka peningkatan indeks pembangunan manusia yang paling efektif adalah melalui upaya yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Hasil ramalan mengindikasikan bahwa tujuan pembangunan milenium Indonesia tahun 2015 tidak dapat dicapai. Upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia harus disertai dengan kebijakan afirmatif sebagai upaya mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah di Indonesia.
RINGKASAN
Sugiarto Sumas. Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia (Bonar M. Sinaga sebagai Ketua, Nunung Kusnadi dan Rukman Sardjadidjaja sebagai Anggota Komisi Pembimbing)
Pembangunan manusia yang diproksi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) telah menjadi komitmen Perserikatan Bangsa Bangsa melalui United
Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990, juga telah menjadi
konsensus nasional dalam Kongres Nasional Pembangunan Manusia Indonesia pada bulan November 2006. Nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia dan provinsi-provinsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih kalah cepat dengan negara lain, yang mengakibatkan peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia tahun 2009 malahan turun menjadi 111 dibandingkan peringkat 109 setahun sebelumnya. Selain itu, disparitas indeks pembangunan manusia antar provinsi tidak berubah dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut menimbulkan rasa ketidak-adilan dan kecemburuan sosial yang apabila diabaikan dapat mengancam integritas bangsa. Upaya pemerintah meningkatkan indeks pembangunan manusia dilakukan dengan meningkatkan belanja pemerintah di sektor pendidikan dan sektor kesehatan, serta mengakomodasikan indeks pembangunan manusia sebagai salah satu komponen perhitungan dana alokasi umum (DAU).
Keputusan pemerintah untuk memperbesar anggaran sektor pendidikan didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengamanatkan pengalokasiannya minimal 20 persen dari total anggaran. Sementara keputusan memperbesar sektor kesehatan didasarkan alasan bahwa sektor kesehatan mengandung komponen yang menjadi pembentuk persamaan identitas indeks pembangunan manusia yaitu: Angka Harapan Hidup (AHH), melalui peningkatan Angka Kematian Balita (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Juga diupayakan agar terjadi pertumbuhan ekonomi untuk mendorong membaiknya daya beli (PPP) atau pendapatan per kapita penduduk. Pada gilirannya upaya-upaya tersebut akan meningkatkan indeks pembangunan manusia.
Berbagai upaya tersebut patut dihargai, namun masih menyimpan misteri mengenai ketepatan jumlah alokasi fiskal, ketepatan pemilihan sektor, dan jawaban atas pertanyaan kapan target tujuan pembangunan milenium (Millenium
Development Goals/MDGs) dapat tercapai. Karena selama ini belum ada model
yang menempatkan komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai variabel endogen dan menjadi bagian dari model ekonometrika yang konprehensif. Apabila model indeks pembangunan manusia sudah terbangun, maka berbagai misteri yang masih tersembunyi diatas akan dengan mudah untuk mengungkapnya.
perekonomian makro dan indeks pembangunan manusia. Ketiga, meramalkan indeks pembangunan manusia dalam kerangka pencapaian sasaran pembangunan manusia Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia tahun 2015.
Penelitian dilakukan di 21 provinsi di Indonesia, yang terpilih berdasarkan ketersediaan data/variabel penelitian sesuai tujuan penelitian, meliputi deret waktu (time series) selama 5 (lima) tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, yaitu kurun waktu yang datanya cukup tersedia. Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Keuangan, United Nations Development
Programme, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, dan lembaga-lembaga resmi lainnya.
Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah analisis simulasi model simultan, terdiri atas 38 persamaan yang dibagi dalam 23 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas, dengan variabel endogen sebanyak 38 variabel dan variabel eksogen (predetermined) sebanyak 15 variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan simultan dengan metode panel telah berhasil dirumuskan, dan sudah memenuhi kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrika, serta layak digunakan untuk keperluan peramalan maupun simulasi dampak kebijakan fiskal terhadap indeks pembangunan manusia.
Hasil ramalan variabel variabel endogen tanpa alternatif kebijakan tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan pertumbuhan yang kecil. Termasuk pertumbuhan indeks pembangunan manusia per tahun yang hanya sebesar 0.41 persen, sehingga diramalkan pada tahun 2015 pencapaian indeks pembangunan manusia hanya sebesar 73.58 dari sasaran sebesar 80.
Sedangkan hasil peramalan variabel endogen dengan alternatif kebijakan, yang terdiri atas 8 skenario kebijakan, masing masing sebagai berikut:
1. Kebijakan peningkatan belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan sebesar 20 persen akan berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.58 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.86.
2. Kebijakan transfer dana alokasi umum ditingkatkan 20 persen akan berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.63 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.18.
3. Kebijakan meningkatkan belanja pemerintah sektor bangunan dan infrastruktur sebesar 20 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.60 sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.81.
4. Kebijakan kombinasi belanja sektor pendidikan, belanja sektor kesehatan, dan belanja pemerintah sektor bangunan dan infrastruktur ditingkatkan 20 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.59 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.99.
6. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan dana alokasi umum sebesar 40 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.65 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.43.
7. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan belanja daerah sebesar 40 persen dan provinsi lainnya naik 20 persen, berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.62 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.12.
8. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan anggaran belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan masing masing 40 persen, dan provinsi lainnya naik 20 persen, berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.60 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.15.
Dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penyediaan anggaran pembangunan, maka kebijakan yang paling realistis adalah kebijakan meningkatkan belanja sektor pendidikan dan belanja sektor kesehatan dalam persentase tertentu pada provinsi quantil 1 dan 2 dengan indeks pembangunan manusia terendah daripada kebijakan meningkatkan dana alokasi umum maupun kebijakan menaikan total belanja dalam persentase yang sama. Karena kedua kebijakan terakhir ini memerlukan jumlah nominal anggaran yang jauh lebih banyak daripada kebijakan pertama. Di samping itu, kebijakan pertama ini, paling baik dalam rangka mengatasi pengangguran dan memeratakan pembangunan antar provinsi, serta cukup baik dalam rangka meningkatkan indeks pembangunan manusia dan mengurangi kemiskinan.
Untuk mengetahui signifikansi dampak belanja pemerintah di sektor pendidikan dan belanja pemerintah di sektor kesehatan dalam jangka panjang terhadap indeks pembangunan manusia, tingkat kemiskinan, dan angka pengangguran, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan data deret waktu (time series) yang lebih lama.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN
SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
SUGIARTO SUMAS
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :
1. Dr. Ir. Heny K.S Daryanto, M.Ec
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :
1. Dr. Djoharis Lubis, M.Sc
Staf Ahli Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat,
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia
2. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc
Judul Disertasi : Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Nama : Sugiarto Sumas
Nomor Pokok : H361064204
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Dr. Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA Anggota Anggota
Mengetahui:
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penulisan disertasi ini. Tema yang penulis pilih adalah “Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia“ .
Tema tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini sangat populer secara nasional maupun internasional, dibicarakan banyak kalangan, disusun target sasaran pembangunan milenium, dan didanai dalam jumlah yang besar. Tetapi sejauh ini peningkatan IPM di Indonesia masih lambat, dan tidak mampu mempersempit disparitas antar wilayah. Penelitian ini secara khusus ingin menjawab apakah komponen indeks pembangunan manusia dapat dintegrasikan dengan indikator makroekonomi membentuk persamaan simultan yang mampu menjawab tentang sektor apa yang paling berdampak untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia dan mempersempit disparitas antar wilayah.
Penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih penulis sampaikan, kepada: Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga MA sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Dr. Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Arahan dan masukan yang diberikan oleh komisi pembimbing selama penelitian dan penulisan sangat membantu dalam penyelesaian disertasi ini. Kepada dosen penguji ujian tertutup dan terbuka serta semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas S3 Ilmu Ekonomi Pertanian. Dedikasi para penguji dan dosen yang sangat tinggi telah menjadikan penulis mampu menyelesaikan studi S3 ilmu ekonomi pertanian.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan pula, kepada: rekan-rekan satu kelas S3 Ilmu Ekonomi Pertanian Khusus Angkatan 3 atas dorongan dan kerjasamanya selama ini, kepada Bapak Usman yang telah membantu dalam masalah komputasi dan pengolahan data, kepada Mas Iwan Hermawan dan Mbak Aam yang bantu memperbaiki format penulisan, kepada Mbak Ruby, Mbak Yani, dan Mas Iwan yang telah banyak membantu dalam berbagai urusan dan kegiatan, kepada berbagai lembaga yang menyediakan data yang diperlukan untuk disertasi ini, yaitu: BPS, Universitas Indonesia, Bappenas, dan UNDP, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan, kepada: Bapak Ir. Harry Heriawan Saleh MSc selaku Direktur Jenderal P4Trans pada tahun 2007 telah memberikan izin belajar, kepada para Kasubdit dan seluruh staf Direktorat Partisipasi Masyarakat Ditjen P2KTrans Kemenakertrans yang telah memberikan dukungan moriel maupun materiel, kepada Bapak Ir. Jamaluddin Malik MM selaku Direktur Jenderal P2KTrans Kemenakertrans atas pengertian yang tulus terutama pada akhir penyelesaian tugas akhir sangat memberikan ketenangan kepada penulis dan merupakan dukungan positif saat hadir pada ujian terbuka, kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis tetapi tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan berkah kepada Bapak, Ibu, Sudara dan Saudari sekalian.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri (Maisaroh) dan anak–anakku (Mulia Tawang Wisudha dan Herbowo) atas dukungan pengertian dan keikhlasan, terutama hilangnya waktu kebersamaan keluarga saat hari libur. Tanpa pengertian, keikhlasan, dan dukungan istri dan anak-anak, tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
Bogor, Januari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 17 April 1958 di Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai anak bungsu dari 5 bersaudara, dari pasangan Sujoko Rais (almarhum) dan Masdiah (almarhumah). Penulis beristrikan Maisaroh dengan 2 orang anak yaitu Mulia Tawang Wisudha dan Herbowo.
Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada pada bulan Agustus tahun 1981. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung dan meraih gelar Magister Teknik pada bulan Oktober tahun 1998. Pada bulan Februari tahun 2007, penulis menempuh pendidikan S3 di bidang Ilmu Ekonomi Pertanian pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis selaku pegawai negeri sipil juga mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi, mulai dari prajabatan yang ditempuh tahun 1983 hingga Sekolah Pendidikan Administrasi Tingkat I pada tahun 2011.
Pengalaman kerja yang pernah dijalani penulis selaku pegawai negeri sipil diawali sebagai Staf pada Kandep Departemen Transmigrasi Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1983. Kemudian pada tahun yang sama mutasi bekerja sebagai Staf pada Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 1987 penulis mendapatkan kepercayaan dan mendapatkan tugas dalam penyiapan lahan permukiman pada Kanwil Departemen Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan tahun 1992.
Atas kepercayaan pimpinan Departemen, penulis diberikan kesempatan untuk promosi sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan sehingga menangani pekerjaan yang bersifat meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia di lingkungan instansi tempat penulis bekerja sampai dengan tahun 2000.
Dengan perubahan puncak kepemerintahan pada era Presiden Abdurrahman Wahid, terjadi perubahan yang sangat mendasar pada instansi tempat penulis bekerja karena berubahnya nama Departemen menjadi Menteri Negara dan saat itu penulis mendapatkan tugas sebagai Asisten Deputi Urusan Pendidikan Kependudukan Jalur Masyarakat sampai tahun 2001.
xxi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... xxv
DAFTAR GAMBAR ... xxix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxxiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 14 1.4. Kegunaan Penelitian ... 14 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17
2.1. Pembangunan Manusia ... 17 2.2. Indeks Pembangunan Manusia ... 21 2.3. Tujuan Pembangunan Milenium ... 25 2.4. Kebijakan Fiskal di Beberapa Negara ... 27 2.5. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks
Pembangunan Manusia ... 29 2.6. Tinjauan Studi Terdahulu ... 31
III. KERANGKA TEORITIS ... 37 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter... 37
3.1.1. Dampak Kebijakan Fiskal pada Permintaan
Agregat ... 41 3.1.2. Dampak Kebijakan Fiskal pada Penawaran
xxii
IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 55 4.1. Kerangka Pemikiran ... 55
4.2. Hipotesis Penelitian ... 58 4.3. Sumber Data ... 58 4.4. Spesifikasi Model ... 58 4.4.1. Blok Pendapatan Daerah ... 59 4.4.2. Blok Belanja Daerah ... 60 4.4.3. Blok Permintaan Agregat ... 61 4.4.4. Blok Penawaran Agregat ... 62 4.4.5. Blok Tenaga Kerja ... 63 4.4.6. Blok Indeks Pembangunan Manusia ... 64 4.5. Prosedur Analisis Data ... 66 4.5.1. Identifikasi Model ... 66 4.5.2. Metode Pendugaan Model ... 67 4.5.3. Validasi Model ... 67 4.5.4. Simulasi Model ... 69
xxiii
5.6.5. Indeks Pembangunan Manusia ... 92 5.6.6. Tingkat Kemiskinan Desa dan Kota ... 94
VI. MODEL INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA: HASIL
ANALISA PARSIAL PERSAMAAN STRUKTURAL ... 97
6.1. Analisis Umum Model Estimasi ... 97 6.2. Dugaan Parameter Persamaan Struktural ... 98 6.2.1. Blok Pendapatan Daerah ... 98 6.2.2. Blok Belanja Daerah ... 101 6.2.3. Blok Permintaan Agregat ... 109 6.2.4. Blok Penawaran Agregat ... 112 6.2.5. Blok Tenaga Kerja ... 118 6.2.6. Blok Indeks Pembangunan Manusia ... 121
VII. RAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN SEKTOR KESEHATAN
TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
TAHUN 2013-2015 ... 129 7.1. Validasi Model ... 129 7.2. Ramalan Variabel Endogen Tanpa Alternatif Skenario
Kebijakan ... 131 7.3. Dampak Skenario Kebijakan Periode Tahun 2013-2015 ... 134
7.3.1. Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja
Sektor Kesehatan Naik 20 Persen ... 136 7.3.2. Kebijakan Transfer Dana Alokasi Umum Naik
20 Persen ... 137 7.3.3. Kebijakan Belanja Pemerintah Sektor Bangunan
dan Infrastruktur Naik 20 Persen ...
138 7.3.4. Kombinasi Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan,
Belanja Sektor Kesehatan, Belanja Pemerintah
Sektor Bangunan, dan Infrastruktur Naik 20 Persen 139 7.3.5. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1
Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan
Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen ... 141 7.3.6. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1
dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40
xxiv
7.3.7. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan
Meningkatkan Belanja 40 Persen ... 144 7.3.8. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan
2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan
Sektor Kesehatan 40 Persen ... 145 7.4. Hasil Ramalan Alternatif Kebijakan terhadap
Pemerataan Pembangunan Daerah ... 146
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 151 8.1. Kesimpulan ... 151 8.2. Implikasi Kebijakan ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 155
LAMPIRAN ... 160
xxv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Indeks Pembangunan Manusia dan Variabel Turunannya
Tahun 2008 dan 2009 ... 11 2. Tujuan dan Target Pembangunan Milenium bagi Indonesia... 26 3. Indikator Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun
1990 dan 2015 ... 27 4. Nama Variabel Model Dampak Kebijakan Fiskal Sektor
Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia ... 57 5. Provinsi dengan Anggaran Belanja Sektor Pendidikan
Tertinggi dan Terendah Tahun 2004-2008 ... 76 6. Perbandingan Belanja Sektor Kesehatan dengan Total
Belanja Pemerintah di 21 Provinsi Penelitian Tahun
2004-2008 ... 78 7. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pajak Daerah Tahun
2004-2008 ... 99 8. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Dana Alokasi Umum
Tahun 2004-2008 ... 100 9. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor
Pendidikan Tahun 2004-2008 ... 102 10. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor
Kesehatan Tahun 2004-2008 ... 103 11. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah
Sektor Pertanian Tahun 2004-2008 ... 105 12. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah
Sektor Industri Tahun 2004-2008 ... 106 13. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah
Sektor Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 107 14. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah
Sektor Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 108 15. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Konsumsi
xxvi
16. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pembentukan Modal
Tetap Bruto Tahun 2004-2008 ... 111 17. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor
Pertanian Tahun 2004-2008 ... 112 18. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor
Industri Tahun 2004-2008 ... 114 19. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor
Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 115 20. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor
Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 116 21. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor
Pertanian Tahun 2004-2008 ... 118 22. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor
Industri Tahun 2004-2008 ... 119 23. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor
Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 120 24. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor
Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 121 25. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Angka Harapan Hidup
Tahun 2004-2008 ... 122 26. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Angka Melek Huruf
Tahun 2004-2008 ... 123 27. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Rata-Rata Lama
Sekolah Tahun 2004-2008 ... 125 28. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Daya Beli Tahun
2004-2008 ... 126 29. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tingkat Kemiskinan
Desa dan Kota Tahun 2004-2008 ... 128 30. Hasil Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan
Manusia ... 130 31. Hasil Ramalan Variabel Endogen tanpa Alternatif Kebijakan
Tahun 2013-2015 ... 132 32. Sasaran dan Ramalan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun
2015 tanpa Skenario Kebijakan ... 134 33. Dampak Simulasi Kebijakan terhadap Indikator Indeks
xxvii
34. Dampak Kenaikan Belanja Pendidikan dan Kesehatan Sebesar 20 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan
Milenium Tahun 2015 ... 137 35. Dampak Kenaikan Dana Alokasi Umum Sebesar 20 Persen
terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun
2015 ... 138 36. Dampak Kenaikan Belanja Sektor Bangunan dan
Infrastruktur terhadap Sasaran dan Pencapaian Milenium
Tahun 2015 ... 139 37. Dampak Kenaikan Belanja Sektor Pendidikan, Sektor
Kesehatan, dan Sektor Bangunan dan Infrastruktur Masing-Masing 20 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan
Milenium Tahun 2015 ... 141 38. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1
Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan
Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen terhadap
Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 142 39. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan
2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen terhadap
Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 143 40. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1
Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja 40 Persen terhadap Sasaran dan
Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 145 41. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1
Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan
Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan Kesehatan 40 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium
Tahun 2015 ... 146 42. Hasil Ramalan Alternatif Kebijakan terhadap Pemerataan
xxix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Disparitas Indeks Pembanguna n Manusia Norwegia,
Indonesia, dan Nigeria Tahun 1980-2007 ... 6 2. Grafik Linier Indeks Pembangunan Manusia Norwegia,
Indonesia, dan Nigeria ... 7 3. Indeks Pembangunan Manusia Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, dan Papua ... 8 4. Kecendrungan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia
Tahun 1980-2007 ... 24 5. Skema Hubungan Pasar Uang dan Pasar Barang ... 37 6. Kurva Investment Saving ... 38 7. Kurva Liquidity Preference Money Supply ... 39 8. Kurva Permintaan Agregat ... 41 9. Kurva Penawaran Agregat ... 42 10. Dampak Kebijakan Fiskal pada Pasar Barang ... 44 11. Hubungan Kekakuan Upah dengan Jumlah Pengangguran ... 48 12. Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta
Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan ... 53 13. Kerangka Pemikiran Hubungan Kebijakan Fiskal dengan
Indeks Pembangunan Manusia ... 55 14. Model Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan
Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di
Indonesia ... 56 15. Perkembangan Pajak Daerah pada 21 Provinsi... 72 16. Konstribusi Pajak Daerah Tertinggi dan Terendah dalam
Pendapatan Asli Daerah di 21 Provinsi Tahun 2004-2008 .... 73 17. Dana Alokasi Umum di 21 Provinsi Tahun 2004-2008 ... 74 18. Dana Alokasi Umum Tertinggi dan Terendah Dibandingkan
dengan Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
xxx
19 Perbandingan Alokasi Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja Pemerintah di 21 Provinsi Penelitian Tahun 2004-
2008 ... 77 20. Belanja Sektor Kesehatan Tertinggi dan Terendah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2004-2008 78 21. Proporsi Komponen dalam Produk Domestik Bruto Sisi
Pengeluaran Tahun 2004-2008 ... 80 22. Proporsi Komponen dalam Produk Domestik Bruto Sektoral
Tahun 2004-2008 ... 80 23. Provinsi dengan Pengangguran Terendah dan Tertinggi
Tahun 2008 ... 81 24. Perbandingan Rata-Rata Lama Sekolah Tertinggi dan
Terendah, Pendapatan Per Kapita, dan Persentase Belanja
Sektor Pendidikan Tahun 2008 ... 83 25. Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah Tertinggi dan
Terendah Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 84 26. Perbandingan Angka Melek Hurup Tertinggi dan Terendah,
Persentase Belanja Sektor Pendidikan, dan Rata-Rata Lama
Sekolah Tahun 2008 ... 85 27. Perkembangan Angka Melek Hurup Tertinggi dan Terendah
Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 86 28. Perbandingan Angka Harapan Hidup Tertinggi dan
Terendah, Persentase Belanja Sektor Kesehatan, dan
Pengeluaran Rumah Tangga Per Kapita Tahun 2008 ... 87 29. Perkembangan Angka Harapan Hidup Tertinggi dan
Terendah Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 88 30. Perkembangan Pengeluaran Rumah Tangga Per Kapita
Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 89 31. Perbandingan Kemampuan Daya Beli Tertinggi dan
Terendah, Persentase Pengangguran, dan Pengeluaran
Rumah Tangga Per Kapita Tahun 2008 ... 90 32. Perkembangan Daya Beli Tertinggi dan Terendah
Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 91 33. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi dan
Terendah, Indeks Hidup Panjang, Indeks Pendidikan, dan
Indeks Hidup Layak Tahun 2008 ... 93 34 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi dan
xxxi
35. Perbandingan Tingkat Kemiskinan Desa dan Kota Terendah
dan Tertinggi dengan Daya Beli Tahun 2008 ... 95 36. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Desa Kota Terendah
xxxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Program Estimasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan
Manusia ... 161 2. Hasil Estimasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan
Manusia ... 163 3. Program Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan
Manusia ... 187 4. Hasil Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan
Manusia ... 191 5. Program Simnlin Model Fiskal dan Indeks Pembangunan
Manusia (Kebijakan Afirmatif terhadap Provinsi Quantil 1
IPM Terendah) ... 195 6. Ringkasan Hasil Simulasi Kebijakan Fiskal terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Periode Tahun 2004-2008 201 7. Ringkasan Hasil Simulasi Kebijakan Fiskal terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Periode Tahun 2009-2015 203 8. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi
Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan dan Sektor
Kesehatan Meningkat 20 Persen ... 205 9. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi
Kebijakan Dana Alokasi Umum Meningkat 20 Persen ... 206 10. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi
Kebijakan Belanja Pemerintah Sektor Bangunan dan
Infrastruktur Meningkat 20 Persen ... 207 11. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi
Kebijakan Sektor Pendidikan, Sektor Kesehatan, Sektor
Bangunan, dan Infrastruktur 20 Persen ... 208 12. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi
Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan
Dana Alokasi Umum 40 Persen ... 209 13. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi
Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan
xxxiv
14. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan
Meningkatkan Total Belanja 40 Persen ... 211 15. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi
Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), peningkatan angka nominal
indeks pembangunan manusia, dan pencapaian sasaran Millennium Development
Goals (MDGs) tahun 2015 telah menjadi komitmen Indonesia dalam
pembangunan di segala bidang. Indeks pembangunan manusia merupakan proksi
kinerja pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development),
sedangkan MDGs merupakan sasaran pembangunan manusia hingga tahun 2015.
Tujuan MDGs terdiri dari, yaitu: (1) mengurangi kemiskinan dan kelaparan
(reducing poverty and hunger), (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua
(achieving universal primary education), (3) mempromosikan kesetaraan dan
keadilan gender, khususnya di pendidikan (promoting gender equality, especially
in education) serta pemberdayaan perempuan (empowering women), (4)
menurunkan angka kematian balita (reducing child mortality), (5) meningkatkan
kesehatan ibu (improving maternal health), (6) mencegah HIV/AIDS, malaria,
dan penyakit lainnya (combating HIV/AIDS, malaria, and other diseases), (7)
menjamin lingkungan berkelanjutan (ensuring environmental sustainability), dan
(8) memperkuat kemitraan global antara negara kaya dan negara miskin
(strengthening partnership between rich and poor countries) (United Nations
Development Programme, 2003).
UNDP menguraikan MDGs ke dalam target spesifik tahun 2015, yaitu: (1)
menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1
2
waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (2) menjamin seluruh anak laki-laki
dan perempuan untuk menyelesaikan pendidikan dasar, (3) mengeleminasi
perbedaan gender di semua jenjang pendidikan, (4) mengurangi kematian anak
balita sebesar dua per tiganya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan
tahun 2015, (5) mengurangi rasio kematian ibu melahirkan sebesar tiga per
empatnya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (6)
menghentikan dan mulai membalikkan penyebaran HIV/AIDS dan kejadian
malaria dan penyakit utama lainnya, (7) mengurangi setengah proporsi dari
penduduk tanpa akses air minum yang baik, dan (8) menaruh perhatian lebih besar
kepada kebutuhan khusus negara negara sedang berkembang yang terisolir dan
pulau-pulau kecil (Todaro and Smith, 2006).
Berdasarkan cara pengukuran indeks pembangunan manusia yang dilakukan
di seluruh dunia, maka indeks pembangunan manusia Indonesia diukur dengan
rumus tertentu yang terdiri atas tiga dimensi pokok pembangunan manusia di
Indonesia, yaitu: (1) hidup layak yang diukur dari Indeks Hidup Layak (IHL), (2)
hidup panjang yang diukur dari Indeks Hidup Panjang (IHP), dan (3) hidup
mudah yang diukur dari Indeks Pendidikan (IP). Masing masing komponen diberi
bobot satu per tiga. Meskipun pembobotan indeks hidup panjang, indeks
pendidikan, indeks hidup layak dihitung berdasarkan persamaan identitas, tetapi
memberikan hasil yang hampir sama dengan analisis multivarians, dimana masing
masing bernilai 0.34, 0.34, dan 0.32 (Biswas and Caliendo, 2001).
Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP)
tanggal 5 Oktober 2009 bahwa indeks pembangunan manusia untuk Indonesia
negara-3
negara tetangga sesama anggota Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN), maka peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia masih jauh,
khususnya dari Singapura yang berada pada peringkat 23 dan Malaysia berada
pada peringkat 66. Pemerintah Indonesia sepertinya masih belum menemukan
formula yang tepat untuk mencapainya. Oleh sebab itu nilai nominal indeks
pembangunan manusia Indonesia masih tertinggal di belakang dari sasaran
MDGs. Misalnya Pemerintah Jawa Barat masih belum menemukan bagaimana
cara mencapai indeks pembangunan manusia menjadi sebesar 80, yang notabene
menjadi nilai paling rendah dari kelompok negara maju dengan nilai indeks
pembangunan manusia antara 80 dan 100.1
Secara logika angka nominal indeks pembangunan manusia Indonesia akan
meningkat apabila indeks pembangunan manusia seluruh provinsi di Indonesia
meningkat, padahal angka nominal indeks pembangunan manusia akan meningkat
apabila meningkatnya indeks-indeks komponen pembentuknya, yaitu: indeks
hidup layak yang unsur utamanya adalah pendapatan per kapita berdasarkan
kemampuan daya beli, indeks hidup panjang yang unsurnya adalah Angka
Harapan Hidup (AHH), dan Indeks Pendidikan yang unsurnya adalah Angka
Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Sementara itu, upaya
meningkatkan ketiga indeks tersebut secara ekonomi dapat dilakukan dengan
meningkatkan investasi di provinsi yang bersangkutan, baik investasi dalam
bentuk sumber daya modal maupun investasi dalam bentuk sumber daya
manusia.
Melalui investasi sumber daya modal dan sumber daya manusia akan terjadi
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik.
-
4
Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pembangunan manusia dan sebaliknya
pembangunan manusia pada gilirannya juga akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi (Ranis and Steward,2002; Ranis, 2004).
Kebijakan fiskal menjadi salah satu instrumen investasi dari Pemerintah
yang disalurkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini di bawah
pengelolaan dan kendali aparatur Pemerintah dengan harapan akan lebih mudah
dan cepat dilaksanakan, serta dengan sasaran yang dapat diarahkan langsung
menyentuh komponen pembentuk indeks pembangunan manusia tersebut.
Bersamaan dengan itu, melalui pertumbuhan ekonomi akan menyediakan fiskal
bagi belanja Pemerintah yang bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh dunia
usaha dan masyarakat.
Kontribusi masyarakat dan dunia usaha tidak hanya sebagai pembayar pajak
dan retribusi yang pada akhirnya menjadi pendapatan negara dan daerah, namun
mereka juga berkonstribusi langsung dalam peningkatan indeks pembangunan
manusia melalui pengeluaran konsumsi dan investasi, terutama melalui konsumsi
rumah tangga untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
1.2. Perumusan Masalah
Indeks pembangunan manusia memberikan makna yang penting dalam
pembangunan suatu negara. Makna dari angka nominal indeks pembangunan
manusia adalah untuk menggambarkan pencapaian pembangunan manusia, yang
biasanya dibagi menjadi tiga kelompok pencapaian, yaitu: (1) kelompok indeks
pembangunan manusia bernilai nominal lebih kecil dari 50 dengan predikat
5
manusia yang memiliki nilai indeks pembangunan manusia di antara 50 dan 80
dengan predikat tingkat pembangunan manusia sedang, dan (3) indeks
pembangunan manusia bernilai 80 dan 100 dengan predikat tingkat pembangunan
manusia tinggi (Badan Pusat Statistik, 2008).
Peringkat indeks pembangunan manusia menggambarkan tentang
perbandingan pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara, antar daerah
antar wilayah yang diukur. Peringkat satu merupakan peringkat yang tertinggi
dalam pencapaian pembangunan manusia. Setiap negara atau daerah tentunya
ingin mencapai peringkat yang lebih baik dari waktu ke waktu, sehingga kenaikan
nilai nominal indeks pembangunan manusia saja menjadi kurang berarti jika tidak
diikuti dengan kenaikan peringkat indeks pembangunan manusia. Kondisi ini
menstimulasi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menaikkan nilai nominal
indeks pembangunan manusia masing-masing, sehingga pada saatnya nanti
disparitas nilai nominal satu sama lainnya akan semakin menyempit dan
kesejahteraan rakyat semakin merata.
Mengikuti laporan UNDP dari tahun 1995 hingga tahun 2009, maka setiap
negara yang diukur indeks pembangunan manusianya secara berkelanjutan
memiliki angka nominal indeks pembangunan manusia dengan kecendrungan
meningkat. Sebagai contoh Norwegia sebagai pemegang peringkat tertinggi dalam
laporan UNDP tahun 2009 selama tahun 1980 hingga 2007, sedangkan Nigeria
berada pada peringkat terendah, yaitu diurutan 182 dalam laporan UNDP tahun
2009. Di sisi lain Indonesia berada pada peringkat 111 dalam laporan UNDP
tahun 2009 memiliki kecendrungan yang meningkat pula dari tahun ke tahun.
6
dengan konvergensi pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara,
sehingga disparitas indeks pembangunan manusia antar negara belum teratasi.
Untuk melihat disparitas indeks pembangunan manusia ketiga negara tersebut
disajikan pada Gambar 1.
[image:44.595.88.477.194.464.2]Sumber: United Nations Development Programme, 2009.
Gambar 1. Disparitas Indeks Pembangunan Manusia di Norwegia, Indonesia, dan Nigeria Tahun 1980-2007
Grafik di atas menunjukkan bahwa ketiga negara memiliki indeks
pembangunan manusia yang cendrung meningkat, namun disparitas antar negara
masih relatif dalam. Hal ini juga menunjukan bagaimana perbedaan kedalaman
disparitas pembangunan manusia di ketiga negara tersebut. Bagi Indonesia, perlu
diakui jika relatif sangat jauh untuk mengejar ketertinggalan indeks pembangunan
manusia Norwegia.
Pada Gambar 2 menampilkan kecendrungan indeks pembangunan manusia
Norwegia, Indonesia, dan Nigeria dengan menggunakan persamaan linier
7
Berdasarkan regresi sederhana dengan menggunakan bantuan Microsoft Office
Excel, maka persamaan linier indeks pembangunan manusia masing-masing
negara adalah sebagai berikut:
Norwegia : Y = 1.1095X + 89.432 sehingga X = 0.9013Y - 89.432
Indonesia : Y = 3.1321X + 51.218 sehingga X = 0.3192Y - 51.218
Nigeria : Y = 2,51X + 15.26 sehingga X = 0.3984Y-15.26
Sumber: United Nations Development Programme, 2009 (diolah).
Gambar 2. Grafik Linier Indeks Pembangunan Manusia di Norwegia, Indonesia, dan Nigeria
Y adalah besaran nilai indeks pembangunan manusia dan X adalah jangka
waktu (tahun), maka secara sederhana dapat dihitung waktu yang harus ditunggu
Indonesia untuk mencapai nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia
sama dengan nilai nominal indeks pembangunan manusia Norwegia adalah sekitar
19 tahun. Sedangkan nilai nominal indeks pembangunan manusia Nigeria berada
8
pada kenyataannya, pencapaian angka nominal indeks pembangunan manusia
suatu negara tidak sesederhana persamaan linier tersebut, karena berkaitan dengan
banyak faktor yang menjadi variabel peubahnya, yang terdiri atas variabel di
bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.
Indeks pembangunan manusia Indonesia merupakan rata-rata dari
akumulasi indeks pembangunan manusia yang terjadi di 33 provinsi. Pada tahun
2008, indeks pembangunan manusia di 33 provinsi menunjukan selang antara
indeks pembangunan manusia tertinggi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar
77.03 dan indeks pembangunan manusia terendah di Papua sebesar 64, sedangkan
yang berada di peringkat moderat, yaitu peringkat 17, adalah Daerah Istimewa
Aceh sebesar 70.76.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009c (diolah).
9
Indeks pembangunan manusia provinsi Daerah Khusus Ibukota, Daerah
Istimewa Aceh, dan Papua dapat dijadikan sebagai contoh disparitas capaian
indeks pembangunan manusia antar daerah di Indonesia. Indeks pembangunan
manusia tertinggi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berada di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Indeks pembangunan manusia moderat diwakili Daerah
Istimewa Aceh, sedangkan indeks pembangunan manusia terendah dimiliki oleh
Provinsi Papua. Kecendrungan indeks pembangunan manusia dan disparitas tiga
provinsi tersebut dijelaskan secara grafis dalam Gambar 3.
Lebih jauh bahwa disparitas indeks pembangunan manusia tersebut
mengandung arti pula disparitas sebagian hingga keseluruhan dari variabel
pembentuk indeks pembangunan manusia, seperti angka harapan hidup, angka
melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan per kapita yang didekati
dengan daya beli. Disparitas pembangunan sosial ekonomi antara
provinsi/kabupaten/kota maju dan provinsi/kabupaten/kota tertinggal di Indonesia,
menunjukan jurang kemiskinan yang dalam di provinsi/kabupaten/kota yang
tertinggal tersebut. Membiarkan hal ini terus berlangsung telah melanggar amanat
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial antar
penduduk dan antar daerah di Indonesia, yang pada akhirnya dapat menimbulkan
disintegritas bangsa. Oleh sebab itu disparitas indeks pembangunan manusia dapat
menjadi disintegritas bangsa apabila tidak diantisipasi dengan baik.
Laporan pencapaian pembangunan manusia Indonesia tahun 2007
menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah terhadap pencapaian
MDGs sudah dalam jalur yang benar. Namun menurut Alisyahbana, Menteri
-
10
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada tanggal 20
April tahun 2010, capaian MDGs berpotensi gagal dicapai pada tahun 2015.2 Begitu juga dengan Susilo pada Harian Kompas tanggal 4 Agustus tahun 2010
yang mengutip progress report MDGs di kawasan Asia dan Pasifik, dimana
Indonesia masih masuk kategori negara yang lamban langkahnya dalam mencapai
MDGs pada tahun 2015. Agar hal ini tidak terjadi maka diperlukan penguatan
komitmen Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (political will), dan peran
pemuka masyarakat dalam mempercepat pencapaian MDGs tersebut. 3
Sumber potensi kegagalan yang disebutkan oleh Alisyahbana sama dengan
sumber kelambanan yang disebutkan oleh Susilo, yaitu merujuk kepada masih
tingginya angka kematian ibu (AKI) melahirkan, belum teratasinya laju penularan
HIV/AIDS, makin meluasnya laju deforestrasi, rendahnya tingkat pemenuhan air
minum dan sanitasi yang buruk, serta beban utang luar negeri yang terus
menggunung (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific, 2010). Ditambahkan oleh Wakil Presiden, Budiono, bahwa penyebab
lambannya kemajuan pencapaian MDGs adalah dukungan fiskal dari negara maju
dan alokasi dana dalam negeri yang kurang memadai untuk melanjutkan MDGs
tahun 2015. Komitmen negara maju seperti yang dicetuskan pada pertemuan di
Montereym, Meksiko pada tahun 2002 dan di Gleneagles, Skotlandia pada tahun
2005 telah memudar akibat krisis global tahun 2008. Komitmen semula dari
negara maju menyisihkan 0.7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun
pada kenyataannya mereka hanya merealisasikan 0.31 persen PDB-nya guna
membantu negara miskin dalam mencapai MDGs. 4
-
---3 Harian Kompas, 21 April 2010. 3(3-4): Tujuan Milenium Berpotensi Gagal
11
Susilo juga menyebut penyebab utama potensi kegagalan atau kelambanan
pelaksanaan anggaran Pemerintah adalah karena pencapaian MDGs dan
penanggulangan kemiskinan tidak dijadikan indikator keberhasilannya. Selama
ini indikator-indikator yang dipakai untuk penyusunan APBN dan APBD hanya
indikator-indikator makroekonomi tanpa menyertakan indikator target MDGs dan
indeks pembangunan manusia. Semestinya harus ada perubahan mendasar dalam
menilai keberhasilan pembiayaan negara bukan hanya pada tingkat penyerapan
anggaran tetapi juga pada dampak penggunaan anggaran terhadap pencapaian
target MDGs dan indikator indeks pembangunan manusia yang terukur.
Sama dengan fenomena pencapaian agregat MDGs tingkat nasional,
pencapaian MDGs provinsi-provinsi di Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai.
Untuk sebagai contoh, berikut adalah data pencapaian tiga provinsi di Indonesia
menyangkut indeks pembangunan manusia dan variabel-variabel turunannya pada
tahun 2008 dan tahun 2009.
Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia dan Variabel Turunannya Tahun 2008-2009
No. Provinsi
(ranking)
Angka Harapan Hidup (Tahun) Angka Melek Huruf (Persen) Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) Pengeluaran per Kapita (Rp. 1 000*)
Indeks Pembangunan
Manusia
2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009
1. Daerah Khusus
Ibukota (1) 73.90 73.05 98.76 98.94 10.80 10.9 625.70 627.46 77.03 77.36 2. Daerah Istimewa
Aceh (17) 68.50 68.60 96.20 96.39 8.50 8.63 605.56 610.27 70.76 71.31 3. Papua (33) 68.10 68.35 75.41 75.58 6.52 6.57 599.65 603.88 64.53 64.53
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010.
Keterangan: *) Pengeluaran riil per kapita disesuaikan (Purchacing Power Pariety atau PPP).
Betapapun Indonesia dinyatakan sudah berada pada jalur pencapaian
MDGs, menurut Palupi (2010), walaupun telah terjadi peningkatkan anggaran
12
`triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 70 triliun pada tahun 2008, namun angka
kemiskinan hanya berkurang 1 persen. Hal ini karena program penanggulangan
kemiskinan sama sekali tidak efektif, dan karena itu data capaian target MDGs
terkait pengurangan kemiskinan diragukan.5
Landasan hukum, konsensus dan komitmen Indonesia sesungguhnya sudah
sangat kuat dalam pembangunan yang berpusat pada manusia yang didekati
dengan peningkatan indeks pembangunan manusia. Salah satunya adalah
digunakannya indikator indeks pembangunan manusia untuk dasar mengukur
besaran anggaran transfer pusat ke daerah melalui dana alokasi umum (DAU).
Kebijakan yang sudah baik ini, dari sisi anggaran pendapatan daerah, seharusnya
diikuti dengan memberikan landasan yang kuat dari sisi belanja daerah, yaitu
dengan menunjukkan sektor apa yang paling tepat sebagai dasar kebijakan fiskal
untuk percepatan pembangunan daerah. Dengan kata lain, setidaknya ada landasan
ilmiah mengapa sektor pendidikan dan atau sektor kesehatan yang dijadikan
prioritas pembangunan manusia di Indonesia selama ini.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa kebijakan fiskal yang menjadi
kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, yang
dikaitkan dengan upaya peningkatan angka nominal indeks pembangunan
manusia, dilakukan lebih bersifat coba-coba karena tidak adaa model ekonominya,
sehingga tidak mampu meramalkan kombinasi besaran dan jangka waktu dalam
mencapai sasaran pembangunan manusia yang ditetapkan dalam MDGs. Sejauh
ini, kebijakan fiskal oleh Pemerintah atau Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
kebanyakan adalah dengan memperbesar anggaran sektor pendidikan dan atau
sektor kesehatan. Pilihan memperbesar anggaran sektor pendidikan berdasarkan
-
13
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengamanatkan pengalokasiannya
minimal 20 persen dari total anggaran. Sedangkan pilihan memperbesar sektor
kesehatan tentunya didasarkan asumsi bahwa sektor kesehatan mengandung
komponen angka harapan hidup yang menjadi pembentuk persamaan identitas
indeks pembangunan manusia.
Pilihan-pilihan tersebut masih menyimpan pertanyaan mengenai ketepatan
jumlah alokasi fiskal, ketepatan pemilihan sektor, dan jawaban tentang pertanyaan
kapan target MDGs dapat tercapai, karena selama ini belum ada model yang
menempatkan komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai
variabel endogen dan menjadi bagian dari model ekonometrika. Jika model
ekonometrika indeks pembangunan manusia sudah terbangun secara terintegrasi,
maka berbagai permasalahan di atas dapat dengan lebih mudah diselesaikan.
Berdasarkan uraian di atas dan uraian pada latar belakang, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana model ekonometrika mampu menjelaskan kaitan
komponen-komponen perekonomian makro (APBD, pasar barang dan pasar tenaga
kerja) dengan komponen-komponen indeks pembangunan manusia (angka
harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan
per kapita), serta bagaimana dampak kebijakan fiskal terhadap indeks
pembangunan manusia di Indonesia?
2. Bagaimana stategi kebijakan fiskal yang efektif dalam rangka mengurangi
pengangguran dan kemiskinan, serta mendukung pemerataan pembangunan
14
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan mampu mengurai permasalahan tersebut di
atas dan menemukan solusi terbaik sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Membangun model makro ekonometrika yang diperluas dengan
mengintegrasikan komponen perekonomian makro dan indeks
pembangunan manusia.
2. Mempelajari dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor
kesehatan, serta sektor lainnya terhadap perekonomian makro dan indeks
pembangunan manusia.
3. Meramalkan indeks pembangunan manusia dalam kerangka pencapaian
MDGs di Indonesia tahun 2015.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil identifikasi hubungan kausalitas perekonomian makro dengan indeks
pembangunan manusia serta dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan
sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia dapat digunakan untuk:
1. Bahan masukan dalam rangka pembangunan yang berpusat pada manusia
(people centred development) di Indonesia.
2. Salah satu sumber informasi untuk perumusan alternatif kebijakan dalam
rangka mencapai sasaran MDGs di Indonesia.
3. Sebagai referensi penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan dampak kebijakan fiskal,
15
manusia di Indonesia pada tahun 2015. Penelitian ini memiliki berbagai
keterbatasan:
1. Alokasi belanja sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor lainnya
tidak semata-mata tergantung pada pertimbangan ekonomi (pertumbuhan
dan pemerataan), tetapi juga tergantung pada politik anggaran Pemerintah
setempat. Namun dalam penelitian ini diasumsikan bahwa politik anggaran
Pemerintah setempat sudah mempertimbangkan aspek ekonomi tersebut.
2. Belanja sektor, termasuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan, meliputi
belanja sektor yang tertampung dalam anggaran pendapatan dan belanja
provinsi maupun kabupaten/kota di provinsi masing-masing, tidak termasuk
belanja sektor yang berasal dari dana dekonsentrasi maupun dana
pembantuan, serta tidak diurai lebih lanjut berdasarkan jenis pengeluaran
maupun jenis kegiatan.
3. Disesuaikan dengan ketersediaan data dan waktu penelitian, maka hanya
sasaran kunci dari MDGs yang dijadikan variabel endogen dalam model
yang dibangun (angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama
sekolah, dan daya beli sebagai proksi pendapatan riil per kapita), serta hanya
meliputi 21 provinsi dengan jenis data cross section dan time series selama
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Manusia
Menurut United Nations Development Programme (UNDP, 1990)
pembangunan manusia adalah proses memperluas pilihan orang, dimana yang
paling utama adalah mengarah pada tingginya harapan hidup dan kesehatan, dapat
menikmati pendidikan, dan dapat memenuhi standar kehidupan yang layak.
Pembangunan manusia mempunyai makna lebih dari pada sekedar peningkatan
pendapatan nasional semata. Pembangunan manusia harus dimaknai sebagai
upaya multi dimensi, dalam rangka menciptakan kemampuan insaninya,
merangsang tumbuhnya kreativitas kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan dan
minatnya, serta akhirnya dalam rangka meningkatkan produktivitasnya.
Keadaan ini dapat menjadi dasar anggapan bahwa sumber daya manusia
adalah sumber kekayaan negara sesungguhnya. Termasuk orang miskin, meskipun
hampir tidak memiliki apa-apa, tetapi setidaknya memilki aset berupa tenaga
fisiknya, yang juga merupakan bagian kekayaan negara sesungguhnya.
Potensi dari sumber daya manusia tersebut, dengan tenaga fisik sebagai aset
awalnya, akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya pengetahuan,
kesehatan, dan pendapatan yang dimilikinya. Keadaan ini menempatkan sektor
pendidikan dan sektor kesehatan menjadi kunci pokok dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik dalam
jangka panjang.
Sejumlah tujuan pembangunan milenium (MDGs) yang dicanangkan oleh
18
pendidikan dan kesehatan, yaitu: mencapai pendidikan dasar untuk semua,
mengurangi angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu, dan
menanggulangi penyakit HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.
Tujuan MDGs lainnya juga mempunyai keterkaitan dengan bidang pendidikan
dan kesehatan seperti mengurangi kemiskinan, dimana sektor pendidikan dan
kesehatan juga berperan dalam hal ini. Dengan demikian setiap negara akan
menyadari betapa pentingnya sektor pendidikan dan kesehatan sebagai upaya
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan mendapatkan prioritas dalam
perencanaan pembangunan.
Laporan UNDP tahun 1990 secara tegas telah menjelaskan pentingnya
pembangunan manusia (human development) bahwa manusia adalah kekayaan
bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah
menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati
umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini
tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi hal ini seringkali
terlupakan oleh kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang.
Selain itu laporan tersebut juga mendifinisikan pembangunan manusia sebagai
perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people). Perluasan
pilihan yang terpenting adalah hal-hal yang menjadikan penduduk paling tidak
memiliki, yaitu: peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan
keterampilan yang memadai, dan menikmati standar hidup layak. Pilihan-pilihan
lainnya meliputi kebebasan politik, jaminan hak azasi manusia, dan menghormati
19
Sedangkan dalam Human Development Report tahun 1996 dari UNDP,
bahwa pembangunan berpusat pada manusia dipromosikan melalui penegasan
bahwa pembangunan manusia adalah tujuan akhir pembangunan (the ultimate
end), sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah sarana (the principal means) untuk
mencapai tujuan akhir pembangunan tersebut.
Semakin jelas bahwa perluasan pilihan dimaksud berada pada tataran
proses dan tataran hasil akhir pembangunan. Perluasan pilihan dalam tataran
proses disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai pelaku pembangunan.
Sedangkan perluasan pilihan dalam tataran hasil akhir disediakan untuk manusia
dalam perannya sebagai penikmat pembangunan. Sehingga, pembangunan
manusia pada dasarnya adalah suatu upaya dalam rangka membangun
kemampuan manusia, tidak perduli apakah mereka miskin atau kaya, melalui
perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, sekaligus sebagai
pemanfaatan (utilizing) kemampuan atau keterampilan mereka tersebut. Konsep
pembangunan manusia demikian ini jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan
dengan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan kepada pertumbuhan
(economic growth), kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat
(social welfare), atau pengembangan sumberdaya manusia (human resource
development) (Qureshi, 2010).
Uraian-uraian di atas semakin memperkokoh paradigma pembangunan
berpusat pada manusia (people centered development) yang menempatkan
manusia sebagai tujuan akhir pembangunan dan bukan hanya sebagai alat
20
4 hal pokok yang harus diperhatikan sebagai komponen kunci pembangunan
manusia, yaitu:
1. Produktivitas (productivity), mengandung makna bahwa manusia yang
produktif akan mampu menghasilkan pendapatan bagi dirinya dan bagi
keluarganya serta bagi bangsanya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi
merupakan bagian dari model pembangunan manusia, dan merupakan
variabel endogen yang akan berpengaruh terhadap indeks pembangunan
manusia.
2. Keadilan (equality), mengandung makna bahwa manusia sebagai mahluk
sosial harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Praktik
monopoli, seperti monopoli ekonomi dan monopoli politik, harus
dihapuskan melalui pengaturan-pengaturan yang dilakukan secara
demokratis. Semua orang boleh memilih apa yang terbaik bagi
kehidupannya sepanjang tidak melanggar aturan main yang telah disepakati
bersama secara konstitusional dan demokratis.
3. Keberlanjutan (sustainability), mengandung makna bahwa sumberdaya yang
tersedia dapat digunakan secara bijaksana untuk kepentingan manusia, baik
generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi masa
kini harus sadar dan menjamin ketersediaan sumberdaya yang sama-sama
diperlukan oleh generasi masa yang akan datang. Sumberdaya yang tidak
dapat diperbaharui hanya digunakan secara hemat sambil menanamkan
kewajiban bagi generasi sekarang untuk mencari alternatif sumberdaya
21
4. Pemberdayaan (empowerment), mengandung arti bahwa adalah fitrah
manusia yang tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengakses peluang
dan kesempatan yang sama untuk mensejahterakan diri dan keluarganya.
Karena itu perlu adanya pemberdayaan agar pembangunan manusia dapat
dilakukan oleh semua orang, bukan semata-mata dilakukan untuk semua
orang. Dengan pemberdayaan, maka semua orang dapat berpartisipasi penuh
dalam pengambilan keputusan dan proses mempengaruhi kesejahteraan
mereka (United Nations Development Programme, 1995).
2.2. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia dicetuskan untuk menjawab ketidakpuasan
para ahli dalam mengukur kinerja pembangunan yang hanya bertumpu pada
indikator makroekonomi saja. Pencetus awalnya adalah Mahbub Ul Haq seorang
ekonom Pakistan yang pada tahun 1970-an menyatakan ketidakpuasannya
terhadap ukuran kinerja sosial ekonomi yang hanya didasarkan pada indikator rata
rata pendapatan nasional per kapita (Gross National Product/Capita) beserta
turunannya, seperti tingkat inflasi, pengangguran, tingkat investasi, tingkat belanja
pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran (Anand et al., 2000).
Gagasan Mahbub Ul Haq tersebut inti dari paradigma pembangunan
berpusat pada manusia (people centred development), yang menempatkan
manusia sebagai pelaku sekaligus penikmat pembangunan. Oleh karenanya,
indikator–indikator makroekonomi sebagai ukuran kinerja pertumbuhan ekonomi
bukan akhir pencapaian pembangunan manusia, tetapi ia hanya sebagai sasaran
antara yang harus dilalui dalam rangka mencapai sasaran akhir pembangunan
22
Pembangunan berpusat pada manusia ini telah dipromosikan secara
konsisten pada Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNDP
sejak tahun 1990. Sejak itu UNDP mengeluarkan laporan tahunan perkembangan
pembangunan manusia untuk negara-negara di dunia berdasarkan tema yang
berbeda, namun masih seputar kepentingan manusia (UNDP 1990 sd. 2009).
Bersamaan dengan itu UNDP terus mempromosikan Human Development Index
(HDI) atau indeks pembangunan manusia sebagai alat utama untuk mengukur
pembangunan manusia, disamping indikator-indikator turunannya seperti Indeks
Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), dan Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM), dan lainnya yang diterapkan kemudian, serta
indikator indikator makroekonomi yang sudah ada sebagai indikator
komplementernya.
Masih digunakannya indikator makroekonomi sebagai indikator
komplementer pembangunan manusia dapat dimengerti karena indikator
makroekonomi menggambarkan pencapaian kinerja pertumbuhan ekonomi
sebagai proses antara menuju pembangunan manusia. Alasan lain penggunaan
indikator makroekonomi untuk mengukur kinerja pembangunan manusia adalah
(1) aspek ekonomi lebih cepat tampak di permukaan diantara berbagai aspek
dalam kehidupan manusia, (2) dampak ekonomis lebih mudah dikuantitatifkan
daripada dampak sosial yang pada dasarnya bersifat kualitatif, (3) pengkajian
kinerja pembangunan dari aspek ekonomi sudah lebih banyak dibandingkan dari
aspek-aspek lainnya dalam ilmu-ilmu sosial, dan (4) indikator makroekonomi,
seperti pendapatan, sudah dikaji sebagai variabel endogen dari suatu model
23
Indeks pembangunan manusia sebagai pengukur kinerja pembangunan
manusia memang belum terlampau sempurna, karena tidak mengukur semua
indikator pembangunan manusia disebabkan tidak seluruhnya dapat
dikuantitatifkan. Kelemahan lainnya dari indeks pembangunan manusia beserta
komponen pembentuknya (Angka Harapan Hidup/AHH, Angka Melek Huruf
/AMH, Rata-rata Lama Sekolah/RLS, dan pendapatan per kapita) adalah belum
dijadikan sebagai variabel endogen dari suatu persamaan simultan, sehingga tidak
diketahui hubungan ekonomi antar variabel dan tidak dapat disimulasikan
bagaimana cara pencapaiannya. Namun secara faktual indeks pembangunan
manusia setidaknya diakui dan diadopsi secara luas oleh negara-negara anggota
PBB, termasuk Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (2008), indeks pembangunan manusia adalah
nilai tunggal yang terangkum untuk mempresentasikan 3 dimensi pembangunan
manusia, yaitu: (1) dimensi umur panjang dan sehat dipresentasikan oleh indikator
angka harapan hidup, dan (2) dimensi pengetahuan dipresentasikan oleh indikator
angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta (3) di