• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia"

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

   

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN

SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

DISERTASI

SUGIARTO SUMAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

   

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN

SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

DISERTASI

SUGIARTO SUMAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)
(5)

   

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

disertasi saya yang berjudul :

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN SEKTOR

KESEHATAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI

INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan

pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan

rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang

digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2012

(6)
(7)

   

ABSTRACT

Sugiarto Sumas. Impact of Fiscal Policy for Education and Health Sectors on Human Development Index in Indonesia (Bonar M. Sinaga as Chairman, Nunung Kusnadi and Rukman Sardjadidjaja as Members of the Advisory Committee)

Human Development Index (HDI) as a proxy for performance of human development has been recognized at national and international. Indonesia which has a nominal value of 72.9 in human development index within the scale of 0 to 100 is under the intermediate group (50 > HDI < 80) and ranked at the 111th level in the world, in year 2009. At the national level, the human development index in each province shows some disparities between provinces from year to year. If this phenomenon allowed then could make a social jealousy and a disintegration of the nation. This study has successfully formulated a panel method of simultaneous equations as a tool in formulating fiscal policy to increase a human development index as well as to ensure equal distribution of the development. The result of 5 years data analysis year 2004 through year 2008 is showed that a fiscal policy through education and health sector expenses has a causal relationship to human development index, but with a minimum impact. The most efective fiscal policy used to improve the human development index is through an effort aimed to improve people's purchasing power. The forecast’s results are indicated that the Indonesian millennium development goals of year 2015 can not being achieved. Efforts for improving human development index must be supported by an affirmative policy in order to reduce development gap among regions in Indonesia.

(8)
(9)

   

ABSTRAK

Sugiarto Sumas. Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia (Bonar M. Sinaga sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Nunung Kusnadi dan Rukman Sardjadidjaja sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai proksi kinerja pembangunan manusia telah diakui secara nasional maupun internasional. Indonesia dengan nilai nominal indeks pembangunan manusia 72.9 dalam skala 0 sampai 100 termasuk kedalam kelompok menengah (50 > IPM < 80) dan berada pada peringkat ke 111 di dunia pada tahun 2009. Dalam lingkup nasional, dari tahun ke tahun indeks pembangunan manusia masing-masing provinsi menunjukkan disparitas antar provinsi. Fenomena ini apabila dibiarkan akan menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat memicu disintegrasi bangsa. Studi ini telah berhasil memformulasikan model persamaan simultan dengan metode panel yang layak digunakan untuk keperluan simulasi maupun peramalan dampak kebijakan fiskal terhadap indeks pembangunan manusia dalam rangka pemerataan pembangunan. Hasil analisis data selama 5 tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa kebijakan fiskal melalui sektor pendidikan dan sektor kesehatan mempunyai hubungan kausalitas terhadap indeks pembangunan manusia meskipun dampaknya kecil. Kebijakan fiskal dalam rangka peningkatan indeks pembangunan manusia yang paling efektif adalah melalui upaya yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Hasil ramalan mengindikasikan bahwa tujuan pembangunan milenium Indonesia tahun 2015 tidak dapat dicapai. Upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia harus disertai dengan kebijakan afirmatif sebagai upaya mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah di Indonesia.

(10)
(11)

   

RINGKASAN

Sugiarto Sumas. Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia (Bonar M. Sinaga sebagai Ketua, Nunung Kusnadi dan Rukman Sardjadidjaja sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Pembangunan manusia yang diproksi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) telah menjadi komitmen Perserikatan Bangsa Bangsa melalui United

Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990, juga telah menjadi

konsensus nasional dalam Kongres Nasional Pembangunan Manusia Indonesia pada bulan November 2006. Nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia dan provinsi-provinsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih kalah cepat dengan negara lain, yang mengakibatkan peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia tahun 2009 malahan turun menjadi 111 dibandingkan peringkat 109 setahun sebelumnya. Selain itu, disparitas indeks pembangunan manusia antar provinsi tidak berubah dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut menimbulkan rasa ketidak-adilan dan kecemburuan sosial yang apabila diabaikan dapat mengancam integritas bangsa. Upaya pemerintah meningkatkan indeks pembangunan manusia dilakukan dengan meningkatkan belanja pemerintah di sektor pendidikan dan sektor kesehatan, serta mengakomodasikan indeks pembangunan manusia sebagai salah satu komponen perhitungan dana alokasi umum (DAU).

Keputusan pemerintah untuk memperbesar anggaran sektor pendidikan didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengamanatkan pengalokasiannya minimal 20 persen dari total anggaran. Sementara keputusan memperbesar sektor kesehatan didasarkan alasan bahwa sektor kesehatan mengandung komponen yang menjadi pembentuk persamaan identitas indeks pembangunan manusia yaitu: Angka Harapan Hidup (AHH), melalui peningkatan Angka Kematian Balita (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Juga diupayakan agar terjadi pertumbuhan ekonomi untuk mendorong membaiknya daya beli (PPP) atau pendapatan per kapita penduduk. Pada gilirannya upaya-upaya tersebut akan meningkatkan indeks pembangunan manusia.

Berbagai upaya tersebut patut dihargai, namun masih menyimpan misteri mengenai ketepatan jumlah alokasi fiskal, ketepatan pemilihan sektor, dan jawaban atas pertanyaan kapan target tujuan pembangunan milenium (Millenium

Development Goals/MDGs) dapat tercapai. Karena selama ini belum ada model

yang menempatkan komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai variabel endogen dan menjadi bagian dari model ekonometrika yang konprehensif. Apabila model indeks pembangunan manusia sudah terbangun, maka berbagai misteri yang masih tersembunyi diatas akan dengan mudah untuk mengungkapnya.

(12)

   

perekonomian makro dan indeks pembangunan manusia. Ketiga, meramalkan indeks pembangunan manusia dalam kerangka pencapaian sasaran pembangunan manusia Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia tahun 2015.

Penelitian dilakukan di 21 provinsi di Indonesia, yang terpilih berdasarkan ketersediaan data/variabel penelitian sesuai tujuan penelitian, meliputi deret waktu (time series) selama 5 (lima) tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, yaitu kurun waktu yang datanya cukup tersedia. Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Keuangan, United Nations Development

Programme, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, dan lembaga-lembaga resmi lainnya.

Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah analisis simulasi model simultan, terdiri atas 38 persamaan yang dibagi dalam 23 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas, dengan variabel endogen sebanyak 38 variabel dan variabel eksogen (predetermined) sebanyak 15 variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan simultan dengan metode panel telah berhasil dirumuskan, dan sudah memenuhi kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrika, serta layak digunakan untuk keperluan peramalan maupun simulasi dampak kebijakan fiskal terhadap indeks pembangunan manusia.

Hasil ramalan variabel variabel endogen tanpa alternatif kebijakan tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan pertumbuhan yang kecil. Termasuk pertumbuhan indeks pembangunan manusia per tahun yang hanya sebesar 0.41 persen, sehingga diramalkan pada tahun 2015 pencapaian indeks pembangunan manusia hanya sebesar 73.58 dari sasaran sebesar 80.

Sedangkan hasil peramalan variabel endogen dengan alternatif kebijakan, yang terdiri atas 8 skenario kebijakan, masing masing sebagai berikut:

1. Kebijakan peningkatan belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan sebesar 20 persen akan berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.58 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.86.

2. Kebijakan transfer dana alokasi umum ditingkatkan 20 persen akan berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.63 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.18.

3. Kebijakan meningkatkan belanja pemerintah sektor bangunan dan infrastruktur sebesar 20 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.60 sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.81.

4. Kebijakan kombinasi belanja sektor pendidikan, belanja sektor kesehatan, dan belanja pemerintah sektor bangunan dan infrastruktur ditingkatkan 20 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.59 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.99.

(13)

   

6. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan dana alokasi umum sebesar 40 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.65 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.43.

7. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan belanja daerah sebesar 40 persen dan provinsi lainnya naik 20 persen, berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.62 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.12.

8. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan anggaran belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan masing masing 40 persen, dan provinsi lainnya naik 20 persen, berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.60 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.15.

Dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penyediaan anggaran pembangunan, maka kebijakan yang paling realistis adalah kebijakan meningkatkan belanja sektor pendidikan dan belanja sektor kesehatan dalam persentase tertentu pada provinsi quantil 1 dan 2 dengan indeks pembangunan manusia terendah daripada kebijakan meningkatkan dana alokasi umum maupun kebijakan menaikan total belanja dalam persentase yang sama. Karena kedua kebijakan terakhir ini memerlukan jumlah nominal anggaran yang jauh lebih banyak daripada kebijakan pertama. Di samping itu, kebijakan pertama ini, paling baik dalam rangka mengatasi pengangguran dan memeratakan pembangunan antar provinsi, serta cukup baik dalam rangka meningkatkan indeks pembangunan manusia dan mengurangi kemiskinan.

Untuk mengetahui signifikansi dampak belanja pemerintah di sektor pendidikan dan belanja pemerintah di sektor kesehatan dalam jangka panjang terhadap indeks pembangunan manusia, tingkat kemiskinan, dan angka pengangguran, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan data deret waktu (time series) yang lebih lama.

(14)
(15)

   

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(16)
(17)

   

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN

SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

SUGIARTO SUMAS

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

   

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Heny K.S Daryanto, M.Ec

Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS

Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Djoharis Lubis, M.Sc

Staf Ahli Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat,

Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia

2. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc

(19)

   

Judul Disertasi : Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia

Nama : Sugiarto Sumas

Nomor Pokok : H361064204

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Dr. Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA Anggota Anggota

Mengetahui:

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian,

(20)
(21)

   

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penulisan disertasi ini. Tema yang penulis pilih adalah “Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia“ .

Tema tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini sangat populer secara nasional maupun internasional, dibicarakan banyak kalangan, disusun target sasaran pembangunan milenium, dan didanai dalam jumlah yang besar. Tetapi sejauh ini peningkatan IPM di Indonesia masih lambat, dan tidak mampu mempersempit disparitas antar wilayah. Penelitian ini secara khusus ingin menjawab apakah komponen indeks pembangunan manusia dapat dintegrasikan dengan indikator makroekonomi membentuk persamaan simultan yang mampu menjawab tentang sektor apa yang paling berdampak untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia dan mempersempit disparitas antar wilayah.

Penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih penulis sampaikan, kepada: Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga MA sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Dr. Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Arahan dan masukan yang diberikan oleh komisi pembimbing selama penelitian dan penulisan sangat membantu dalam penyelesaian disertasi ini. Kepada dosen penguji ujian tertutup dan terbuka serta semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas S3 Ilmu Ekonomi Pertanian. Dedikasi para penguji dan dosen yang sangat tinggi telah menjadikan penulis mampu menyelesaikan studi S3 ilmu ekonomi pertanian.

(22)

   

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan pula, kepada: rekan-rekan satu kelas S3 Ilmu Ekonomi Pertanian Khusus Angkatan 3 atas dorongan dan kerjasamanya selama ini, kepada Bapak Usman yang telah membantu dalam masalah komputasi dan pengolahan data, kepada Mas Iwan Hermawan dan Mbak Aam yang bantu memperbaiki format penulisan, kepada Mbak Ruby, Mbak Yani, dan Mas Iwan yang telah banyak membantu dalam berbagai urusan dan kegiatan, kepada berbagai lembaga yang menyediakan data yang diperlukan untuk disertasi ini, yaitu: BPS, Universitas Indonesia, Bappenas, dan UNDP, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan, kepada: Bapak Ir. Harry Heriawan Saleh MSc selaku Direktur Jenderal P4Trans pada tahun 2007 telah memberikan izin belajar, kepada para Kasubdit dan seluruh staf Direktorat Partisipasi Masyarakat Ditjen P2KTrans Kemenakertrans yang telah memberikan dukungan moriel maupun materiel, kepada Bapak Ir. Jamaluddin Malik MM selaku Direktur Jenderal P2KTrans Kemenakertrans atas pengertian yang tulus terutama pada akhir penyelesaian tugas akhir sangat memberikan ketenangan kepada penulis dan merupakan dukungan positif saat hadir pada ujian terbuka, kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis tetapi tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan berkah kepada Bapak, Ibu, Sudara dan Saudari sekalian.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri (Maisaroh) dan anak–anakku (Mulia Tawang Wisudha dan Herbowo) atas dukungan pengertian dan keikhlasan, terutama hilangnya waktu kebersamaan keluarga saat hari libur. Tanpa pengertian, keikhlasan, dan dukungan istri dan anak-anak, tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

Bogor, Januari 2012

(23)

   

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 17 April 1958 di Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai anak bungsu dari 5 bersaudara, dari pasangan Sujoko Rais (almarhum) dan Masdiah (almarhumah). Penulis beristrikan Maisaroh dengan 2 orang anak yaitu Mulia Tawang Wisudha dan Herbowo.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada pada bulan Agustus tahun 1981. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung dan meraih gelar Magister Teknik pada bulan Oktober tahun 1998. Pada bulan Februari tahun 2007, penulis menempuh pendidikan S3 di bidang Ilmu Ekonomi Pertanian pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis selaku pegawai negeri sipil juga mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi, mulai dari prajabatan yang ditempuh tahun 1983 hingga Sekolah Pendidikan Administrasi Tingkat I pada tahun 2011.

Pengalaman kerja yang pernah dijalani penulis selaku pegawai negeri sipil diawali sebagai Staf pada Kandep Departemen Transmigrasi Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1983. Kemudian pada tahun yang sama mutasi bekerja sebagai Staf pada Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 1987 penulis mendapatkan kepercayaan dan mendapatkan tugas dalam penyiapan lahan permukiman pada Kanwil Departemen Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan tahun 1992.

(24)

   

Atas kepercayaan pimpinan Departemen, penulis diberikan kesempatan untuk promosi sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan sehingga menangani pekerjaan yang bersifat meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia di lingkungan instansi tempat penulis bekerja sampai dengan tahun 2000.

Dengan perubahan puncak kepemerintahan pada era Presiden Abdurrahman Wahid, terjadi perubahan yang sangat mendasar pada instansi tempat penulis bekerja karena berubahnya nama Departemen menjadi Menteri Negara dan saat itu penulis mendapatkan tugas sebagai Asisten Deputi Urusan Pendidikan Kependudukan Jalur Masyarakat sampai tahun 2001.

(25)

xxi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xxv

DAFTAR GAMBAR ... xxix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxxiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 14 1.4. Kegunaan Penelitian ... 14 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1. Pembangunan Manusia ... 17 2.2. Indeks Pembangunan Manusia ... 21 2.3. Tujuan Pembangunan Milenium ... 25 2.4. Kebijakan Fiskal di Beberapa Negara ... 27 2.5. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks

Pembangunan Manusia ... 29 2.6. Tinjauan Studi Terdahulu ... 31

III. KERANGKA TEORITIS ... 37 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter... 37

3.1.1. Dampak Kebijakan Fiskal pada Permintaan

Agregat ... 41 3.1.2. Dampak Kebijakan Fiskal pada Penawaran

(26)

xxii

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 55 4.1. Kerangka Pemikiran ... 55

4.2. Hipotesis Penelitian ... 58 4.3. Sumber Data ... 58 4.4. Spesifikasi Model ... 58 4.4.1. Blok Pendapatan Daerah ... 59 4.4.2. Blok Belanja Daerah ... 60 4.4.3. Blok Permintaan Agregat ... 61 4.4.4. Blok Penawaran Agregat ... 62 4.4.5. Blok Tenaga Kerja ... 63 4.4.6. Blok Indeks Pembangunan Manusia ... 64 4.5. Prosedur Analisis Data ... 66 4.5.1. Identifikasi Model ... 66 4.5.2. Metode Pendugaan Model ... 67 4.5.3. Validasi Model ... 67 4.5.4. Simulasi Model ... 69

(27)

xxiii

5.6.5. Indeks Pembangunan Manusia ... 92 5.6.6. Tingkat Kemiskinan Desa dan Kota ... 94

VI. MODEL INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA: HASIL

ANALISA PARSIAL PERSAMAAN STRUKTURAL ... 97

6.1. Analisis Umum Model Estimasi ... 97 6.2. Dugaan Parameter Persamaan Struktural ... 98 6.2.1. Blok Pendapatan Daerah ... 98 6.2.2. Blok Belanja Daerah ... 101 6.2.3. Blok Permintaan Agregat ... 109 6.2.4. Blok Penawaran Agregat ... 112 6.2.5. Blok Tenaga Kerja ... 118 6.2.6. Blok Indeks Pembangunan Manusia ... 121

VII. RAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN SEKTOR KESEHATAN

TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

TAHUN 2013-2015 ... 129 7.1. Validasi Model ... 129 7.2. Ramalan Variabel Endogen Tanpa Alternatif Skenario

Kebijakan ... 131 7.3. Dampak Skenario Kebijakan Periode Tahun 2013-2015 ... 134

7.3.1. Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja

Sektor Kesehatan Naik 20 Persen ... 136 7.3.2. Kebijakan Transfer Dana Alokasi Umum Naik

20 Persen ... 137 7.3.3. Kebijakan Belanja Pemerintah Sektor Bangunan

dan Infrastruktur Naik 20 Persen ...

138 7.3.4. Kombinasi Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan,

Belanja Sektor Kesehatan, Belanja Pemerintah

Sektor Bangunan, dan Infrastruktur Naik 20 Persen 139 7.3.5. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen ... 141 7.3.6. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40

(28)

xxiv

7.3.7. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Belanja 40 Persen ... 144 7.3.8. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan

2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan

Sektor Kesehatan 40 Persen ... 145 7.4. Hasil Ramalan Alternatif Kebijakan terhadap

Pemerataan Pembangunan Daerah ... 146

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 151 8.1. Kesimpulan ... 151 8.2. Implikasi Kebijakan ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155

LAMPIRAN ... 160

(29)

xxv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Indeks Pembangunan Manusia dan Variabel Turunannya

Tahun 2008 dan 2009 ... 11 2. Tujuan dan Target Pembangunan Milenium bagi Indonesia... 26 3. Indikator Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun

1990 dan 2015 ... 27 4. Nama Variabel Model Dampak Kebijakan Fiskal Sektor

Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks

Pembangunan Manusia ... 57 5. Provinsi dengan Anggaran Belanja Sektor Pendidikan

Tertinggi dan Terendah Tahun 2004-2008 ... 76 6. Perbandingan Belanja Sektor Kesehatan dengan Total

Belanja Pemerintah di 21 Provinsi Penelitian Tahun

2004-2008 ... 78 7. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pajak Daerah Tahun

2004-2008 ... 99 8. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Dana Alokasi Umum

Tahun 2004-2008 ... 100 9. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor

Pendidikan Tahun 2004-2008 ... 102 10. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor

Kesehatan Tahun 2004-2008 ... 103 11. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Pertanian Tahun 2004-2008 ... 105 12. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Industri Tahun 2004-2008 ... 106 13. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 107 14. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 108 15. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Konsumsi

(30)

xxvi

16. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pembentukan Modal

Tetap Bruto Tahun 2004-2008 ... 111 17. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Pertanian Tahun 2004-2008 ... 112 18. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Industri Tahun 2004-2008 ... 114 19. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 115 20. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 116 21. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Pertanian Tahun 2004-2008 ... 118 22. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Industri Tahun 2004-2008 ... 119 23. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 120 24. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 121 25. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Angka Harapan Hidup

Tahun 2004-2008 ... 122 26. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Angka Melek Huruf

Tahun 2004-2008 ... 123 27. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Rata-Rata Lama

Sekolah Tahun 2004-2008 ... 125 28. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Daya Beli Tahun

2004-2008 ... 126 29. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tingkat Kemiskinan

Desa dan Kota Tahun 2004-2008 ... 128 30. Hasil Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 130 31. Hasil Ramalan Variabel Endogen tanpa Alternatif Kebijakan

Tahun 2013-2015 ... 132 32. Sasaran dan Ramalan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun

2015 tanpa Skenario Kebijakan ... 134 33. Dampak Simulasi Kebijakan terhadap Indikator Indeks

(31)

xxvii

34. Dampak Kenaikan Belanja Pendidikan dan Kesehatan Sebesar 20 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan

Milenium Tahun 2015 ... 137 35. Dampak Kenaikan Dana Alokasi Umum Sebesar 20 Persen

terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun

2015 ... 138 36. Dampak Kenaikan Belanja Sektor Bangunan dan

Infrastruktur terhadap Sasaran dan Pencapaian Milenium

Tahun 2015 ... 139 37. Dampak Kenaikan Belanja Sektor Pendidikan, Sektor

Kesehatan, dan Sektor Bangunan dan Infrastruktur Masing-Masing 20 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan

Milenium Tahun 2015 ... 141 38. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen terhadap

Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 142 39. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan

2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen terhadap

Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 143 40. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja 40 Persen terhadap Sasaran dan

Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 145 41. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan Kesehatan 40 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium

Tahun 2015 ... 146 42. Hasil Ramalan Alternatif Kebijakan terhadap Pemerataan

(32)
(33)

xxix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Disparitas Indeks Pembanguna n Manusia Norwegia,

Indonesia, dan Nigeria Tahun 1980-2007 ... 6 2. Grafik Linier Indeks Pembangunan Manusia Norwegia,

Indonesia, dan Nigeria ... 7 3. Indeks Pembangunan Manusia Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, dan Papua ... 8 4. Kecendrungan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia

Tahun 1980-2007 ... 24 5. Skema Hubungan Pasar Uang dan Pasar Barang ... 37 6. Kurva Investment Saving ... 38 7. Kurva Liquidity Preference Money Supply ... 39 8. Kurva Permintaan Agregat ... 41 9. Kurva Penawaran Agregat ... 42 10. Dampak Kebijakan Fiskal pada Pasar Barang ... 44 11. Hubungan Kekakuan Upah dengan Jumlah Pengangguran ... 48 12. Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta

Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan ... 53 13. Kerangka Pemikiran Hubungan Kebijakan Fiskal dengan

Indeks Pembangunan Manusia ... 55 14. Model Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan

Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di

Indonesia ... 56 15. Perkembangan Pajak Daerah pada 21 Provinsi... 72 16. Konstribusi Pajak Daerah Tertinggi dan Terendah dalam

Pendapatan Asli Daerah di 21 Provinsi Tahun 2004-2008 .... 73 17. Dana Alokasi Umum di 21 Provinsi Tahun 2004-2008 ... 74 18. Dana Alokasi Umum Tertinggi dan Terendah Dibandingkan

dengan Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

(34)

xxx

19 Perbandingan Alokasi Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja Pemerintah di 21 Provinsi Penelitian Tahun 2004-

2008 ... 77 20. Belanja Sektor Kesehatan Tertinggi dan Terendah dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2004-2008 78 21. Proporsi Komponen dalam Produk Domestik Bruto Sisi

Pengeluaran Tahun 2004-2008 ... 80 22. Proporsi Komponen dalam Produk Domestik Bruto Sektoral

Tahun 2004-2008 ... 80 23. Provinsi dengan Pengangguran Terendah dan Tertinggi

Tahun 2008 ... 81 24. Perbandingan Rata-Rata Lama Sekolah Tertinggi dan

Terendah, Pendapatan Per Kapita, dan Persentase Belanja

Sektor Pendidikan Tahun 2008 ... 83 25. Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah Tertinggi dan

Terendah Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 84 26. Perbandingan Angka Melek Hurup Tertinggi dan Terendah,

Persentase Belanja Sektor Pendidikan, dan Rata-Rata Lama

Sekolah Tahun 2008 ... 85 27. Perkembangan Angka Melek Hurup Tertinggi dan Terendah

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 86 28. Perbandingan Angka Harapan Hidup Tertinggi dan

Terendah, Persentase Belanja Sektor Kesehatan, dan

Pengeluaran Rumah Tangga Per Kapita Tahun 2008 ... 87 29. Perkembangan Angka Harapan Hidup Tertinggi dan

Terendah Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 88 30. Perkembangan Pengeluaran Rumah Tangga Per Kapita

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 89 31. Perbandingan Kemampuan Daya Beli Tertinggi dan

Terendah, Persentase Pengangguran, dan Pengeluaran

Rumah Tangga Per Kapita Tahun 2008 ... 90 32. Perkembangan Daya Beli Tertinggi dan Terendah

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 91 33. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi dan

Terendah, Indeks Hidup Panjang, Indeks Pendidikan, dan

Indeks Hidup Layak Tahun 2008 ... 93 34 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi dan

(35)

xxxi

35. Perbandingan Tingkat Kemiskinan Desa dan Kota Terendah

dan Tertinggi dengan Daya Beli Tahun 2008 ... 95 36. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Desa Kota Terendah

(36)
(37)

xxxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Program Estimasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 161 2. Hasil Estimasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 163 3. Program Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 187 4. Hasil Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 191 5. Program Simnlin Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia (Kebijakan Afirmatif terhadap Provinsi Quantil 1

IPM Terendah) ... 195 6. Ringkasan Hasil Simulasi Kebijakan Fiskal terhadap

Indeks Pembangunan Manusia Periode Tahun 2004-2008 201 7. Ringkasan Hasil Simulasi Kebijakan Fiskal terhadap

Indeks Pembangunan Manusia Periode Tahun 2009-2015 203 8. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan dan Sektor

Kesehatan Meningkat 20 Persen ... 205 9. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Dana Alokasi Umum Meningkat 20 Persen ... 206 10. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Belanja Pemerintah Sektor Bangunan dan

Infrastruktur Meningkat 20 Persen ... 207 11. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Sektor Pendidikan, Sektor Kesehatan, Sektor

Bangunan, dan Infrastruktur 20 Persen ... 208 12. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan

Dana Alokasi Umum 40 Persen ... 209 13. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

(38)

xxxiv

14. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Total Belanja 40 Persen ... 211 15. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja

(39)

   

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), peningkatan angka nominal

indeks pembangunan manusia, dan pencapaian sasaran Millennium Development

Goals (MDGs) tahun 2015 telah menjadi komitmen Indonesia dalam

pembangunan di segala bidang. Indeks pembangunan manusia merupakan proksi

kinerja pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development),

sedangkan MDGs merupakan sasaran pembangunan manusia hingga tahun 2015.

Tujuan MDGs terdiri dari, yaitu: (1) mengurangi kemiskinan dan kelaparan

(reducing poverty and hunger), (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua

(achieving universal primary education), (3) mempromosikan kesetaraan dan

keadilan gender, khususnya di pendidikan (promoting gender equality, especially

in education) serta pemberdayaan perempuan (empowering women), (4)

menurunkan angka kematian balita (reducing child mortality), (5) meningkatkan

kesehatan ibu (improving maternal health), (6) mencegah HIV/AIDS, malaria,

dan penyakit lainnya (combating HIV/AIDS, malaria, and other diseases), (7)

menjamin lingkungan berkelanjutan (ensuring environmental sustainability), dan

(8) memperkuat kemitraan global antara negara kaya dan negara miskin

(strengthening partnership between rich and poor countries) (United Nations

Development Programme, 2003).

UNDP menguraikan MDGs ke dalam target spesifik tahun 2015, yaitu: (1)

menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1

(40)

2

 

waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (2) menjamin seluruh anak laki-laki

dan perempuan untuk menyelesaikan pendidikan dasar, (3) mengeleminasi

perbedaan gender di semua jenjang pendidikan, (4) mengurangi kematian anak

balita sebesar dua per tiganya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan

tahun 2015, (5) mengurangi rasio kematian ibu melahirkan sebesar tiga per

empatnya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (6)

menghentikan dan mulai membalikkan penyebaran HIV/AIDS dan kejadian

malaria dan penyakit utama lainnya, (7) mengurangi setengah proporsi dari

penduduk tanpa akses air minum yang baik, dan (8) menaruh perhatian lebih besar

kepada kebutuhan khusus negara negara sedang berkembang yang terisolir dan

pulau-pulau kecil (Todaro and Smith, 2006).

Berdasarkan cara pengukuran indeks pembangunan manusia yang dilakukan

di seluruh dunia, maka indeks pembangunan manusia Indonesia diukur dengan

rumus tertentu yang terdiri atas tiga dimensi pokok pembangunan manusia di

Indonesia, yaitu: (1) hidup layak yang diukur dari Indeks Hidup Layak (IHL), (2)

hidup panjang yang diukur dari Indeks Hidup Panjang (IHP), dan (3) hidup

mudah yang diukur dari Indeks Pendidikan (IP). Masing masing komponen diberi

bobot satu per tiga. Meskipun pembobotan indeks hidup panjang, indeks

pendidikan, indeks hidup layak dihitung berdasarkan persamaan identitas, tetapi

memberikan hasil yang hampir sama dengan analisis multivarians, dimana masing

masing bernilai 0.34, 0.34, dan 0.32 (Biswas and Caliendo, 2001).

Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP)

tanggal 5 Oktober 2009 bahwa indeks pembangunan manusia untuk Indonesia

(41)

negara-3

 

   

negara tetangga sesama anggota Association of Southeast Asian Nations

(ASEAN), maka peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia masih jauh,

khususnya dari Singapura yang berada pada peringkat 23 dan Malaysia berada

pada peringkat 66. Pemerintah Indonesia sepertinya masih belum menemukan

formula yang tepat untuk mencapainya. Oleh sebab itu nilai nominal indeks

pembangunan manusia Indonesia masih tertinggal di belakang dari sasaran

MDGs. Misalnya Pemerintah Jawa Barat masih belum menemukan bagaimana

cara mencapai indeks pembangunan manusia menjadi sebesar 80, yang notabene

menjadi nilai paling rendah dari kelompok negara maju dengan nilai indeks

pembangunan manusia antara 80 dan 100.1

Secara logika angka nominal indeks pembangunan manusia Indonesia akan

meningkat apabila indeks pembangunan manusia seluruh provinsi di Indonesia

meningkat, padahal angka nominal indeks pembangunan manusia akan meningkat

apabila meningkatnya indeks-indeks komponen pembentuknya, yaitu: indeks

hidup layak yang unsur utamanya adalah pendapatan per kapita berdasarkan

kemampuan daya beli, indeks hidup panjang yang unsurnya adalah Angka

Harapan Hidup (AHH), dan Indeks Pendidikan yang unsurnya adalah Angka

Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Sementara itu, upaya

meningkatkan ketiga indeks tersebut secara ekonomi dapat dilakukan dengan

meningkatkan investasi di provinsi yang bersangkutan, baik investasi dalam

bentuk sumber daya modal maupun investasi dalam bentuk sumber daya

manusia.

Melalui investasi sumber daya modal dan sumber daya manusia akan terjadi

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik.

-

(42)

4

 

Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pembangunan manusia dan sebaliknya

pembangunan manusia pada gilirannya juga akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi (Ranis and Steward,2002; Ranis, 2004).

Kebijakan fiskal menjadi salah satu instrumen investasi dari Pemerintah

yang disalurkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini di bawah

pengelolaan dan kendali aparatur Pemerintah dengan harapan akan lebih mudah

dan cepat dilaksanakan, serta dengan sasaran yang dapat diarahkan langsung

menyentuh komponen pembentuk indeks pembangunan manusia tersebut.

Bersamaan dengan itu, melalui pertumbuhan ekonomi akan menyediakan fiskal

bagi belanja Pemerintah yang bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh dunia

usaha dan masyarakat.

Kontribusi masyarakat dan dunia usaha tidak hanya sebagai pembayar pajak

dan retribusi yang pada akhirnya menjadi pendapatan negara dan daerah, namun

mereka juga berkonstribusi langsung dalam peningkatan indeks pembangunan

manusia melalui pengeluaran konsumsi dan investasi, terutama melalui konsumsi

rumah tangga untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan.

1.2. Perumusan Masalah

Indeks pembangunan manusia memberikan makna yang penting dalam

pembangunan suatu negara. Makna dari angka nominal indeks pembangunan

manusia adalah untuk menggambarkan pencapaian pembangunan manusia, yang

biasanya dibagi menjadi tiga kelompok pencapaian, yaitu: (1) kelompok indeks

pembangunan manusia bernilai nominal lebih kecil dari 50 dengan predikat

(43)

5

 

   

manusia yang memiliki nilai indeks pembangunan manusia di antara 50 dan 80

dengan predikat tingkat pembangunan manusia sedang, dan (3) indeks

pembangunan manusia bernilai 80 dan 100 dengan predikat tingkat pembangunan

manusia tinggi (Badan Pusat Statistik, 2008).

Peringkat indeks pembangunan manusia menggambarkan tentang

perbandingan pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara, antar daerah

antar wilayah yang diukur. Peringkat satu merupakan peringkat yang tertinggi

dalam pencapaian pembangunan manusia. Setiap negara atau daerah tentunya

ingin mencapai peringkat yang lebih baik dari waktu ke waktu, sehingga kenaikan

nilai nominal indeks pembangunan manusia saja menjadi kurang berarti jika tidak

diikuti dengan kenaikan peringkat indeks pembangunan manusia. Kondisi ini

menstimulasi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menaikkan nilai nominal

indeks pembangunan manusia masing-masing, sehingga pada saatnya nanti

disparitas nilai nominal satu sama lainnya akan semakin menyempit dan

kesejahteraan rakyat semakin merata.

Mengikuti laporan UNDP dari tahun 1995 hingga tahun 2009, maka setiap

negara yang diukur indeks pembangunan manusianya secara berkelanjutan

memiliki angka nominal indeks pembangunan manusia dengan kecendrungan

meningkat. Sebagai contoh Norwegia sebagai pemegang peringkat tertinggi dalam

laporan UNDP tahun 2009 selama tahun 1980 hingga 2007, sedangkan Nigeria

berada pada peringkat terendah, yaitu diurutan 182 dalam laporan UNDP tahun

2009. Di sisi lain Indonesia berada pada peringkat 111 dalam laporan UNDP

tahun 2009 memiliki kecendrungan yang meningkat pula dari tahun ke tahun.

(44)

6

 

dengan konvergensi pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara,

sehingga disparitas indeks pembangunan manusia antar negara belum teratasi.

Untuk melihat disparitas indeks pembangunan manusia ketiga negara tersebut

disajikan pada Gambar 1.

[image:44.595.88.477.194.464.2]

Sumber: United Nations Development Programme, 2009.

Gambar 1. Disparitas Indeks Pembangunan Manusia di Norwegia, Indonesia, dan Nigeria Tahun 1980-2007

Grafik di atas menunjukkan bahwa ketiga negara memiliki indeks

pembangunan manusia yang cendrung meningkat, namun disparitas antar negara

masih relatif dalam. Hal ini juga menunjukan bagaimana perbedaan kedalaman

disparitas pembangunan manusia di ketiga negara tersebut. Bagi Indonesia, perlu

diakui jika relatif sangat jauh untuk mengejar ketertinggalan indeks pembangunan

manusia Norwegia.

Pada Gambar 2 menampilkan kecendrungan indeks pembangunan manusia

Norwegia, Indonesia, dan Nigeria dengan menggunakan persamaan linier

(45)

7

 

   

Berdasarkan regresi sederhana dengan menggunakan bantuan Microsoft Office

Excel, maka persamaan linier indeks pembangunan manusia masing-masing

negara adalah sebagai berikut:

Norwegia : Y = 1.1095X + 89.432 sehingga X = 0.9013Y - 89.432

Indonesia : Y = 3.1321X + 51.218 sehingga X = 0.3192Y - 51.218

Nigeria : Y = 2,51X + 15.26 sehingga X = 0.3984Y-15.26

Sumber: United Nations Development Programme, 2009 (diolah). 

Gambar 2. Grafik Linier Indeks Pembangunan Manusia di Norwegia, Indonesia, dan Nigeria

Y adalah besaran nilai indeks pembangunan manusia dan X adalah jangka

waktu (tahun), maka secara sederhana dapat dihitung waktu yang harus ditunggu

Indonesia untuk mencapai nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia

sama dengan nilai nominal indeks pembangunan manusia Norwegia adalah sekitar

19 tahun. Sedangkan nilai nominal indeks pembangunan manusia Nigeria berada

(46)

8

 

pada kenyataannya, pencapaian angka nominal indeks pembangunan manusia

suatu negara tidak sesederhana persamaan linier tersebut, karena berkaitan dengan

banyak faktor yang menjadi variabel peubahnya, yang terdiri atas variabel di

bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.

Indeks pembangunan manusia Indonesia merupakan rata-rata dari

akumulasi indeks pembangunan manusia yang terjadi di 33 provinsi. Pada tahun

2008, indeks pembangunan manusia di 33 provinsi menunjukan selang antara

indeks pembangunan manusia tertinggi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar

77.03 dan indeks pembangunan manusia terendah di Papua sebesar 64, sedangkan

yang berada di peringkat moderat, yaitu peringkat 17, adalah Daerah Istimewa

Aceh sebesar 70.76.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009c (diolah).

(47)

9

 

   

Indeks pembangunan manusia provinsi Daerah Khusus Ibukota, Daerah

Istimewa Aceh, dan Papua dapat dijadikan sebagai contoh disparitas capaian

indeks pembangunan manusia antar daerah di Indonesia. Indeks pembangunan

manusia tertinggi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berada di Daerah

Khusus Ibukota Jakarta. Indeks pembangunan manusia moderat diwakili Daerah

Istimewa Aceh, sedangkan indeks pembangunan manusia terendah dimiliki oleh

Provinsi Papua. Kecendrungan indeks pembangunan manusia dan disparitas tiga

provinsi tersebut dijelaskan secara grafis dalam Gambar 3.

Lebih jauh bahwa disparitas indeks pembangunan manusia tersebut

mengandung arti pula disparitas sebagian hingga keseluruhan dari variabel

pembentuk indeks pembangunan manusia, seperti angka harapan hidup, angka

melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan per kapita yang didekati

dengan daya beli. Disparitas pembangunan sosial ekonomi antara

provinsi/kabupaten/kota maju dan provinsi/kabupaten/kota tertinggal di Indonesia,

menunjukan jurang kemiskinan yang dalam di provinsi/kabupaten/kota yang

tertinggal tersebut. Membiarkan hal ini terus berlangsung telah melanggar amanat

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial antar

penduduk dan antar daerah di Indonesia, yang pada akhirnya dapat menimbulkan

disintegritas bangsa. Oleh sebab itu disparitas indeks pembangunan manusia dapat

menjadi disintegritas bangsa apabila tidak diantisipasi dengan baik.

Laporan pencapaian pembangunan manusia Indonesia tahun 2007

menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah terhadap pencapaian

MDGs sudah dalam jalur yang benar. Namun menurut Alisyahbana, Menteri

-

(48)

10

 

Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada tanggal 20

April tahun 2010, capaian MDGs berpotensi gagal dicapai pada tahun 2015.2 Begitu juga dengan Susilo pada Harian Kompas tanggal 4 Agustus tahun 2010

yang mengutip progress report MDGs di kawasan Asia dan Pasifik, dimana

Indonesia masih masuk kategori negara yang lamban langkahnya dalam mencapai

MDGs pada tahun 2015. Agar hal ini tidak terjadi maka diperlukan penguatan

komitmen Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (political will), dan peran

pemuka masyarakat dalam mempercepat pencapaian MDGs tersebut. 3

Sumber potensi kegagalan yang disebutkan oleh Alisyahbana sama dengan

sumber kelambanan yang disebutkan oleh Susilo, yaitu merujuk kepada masih

tingginya angka kematian ibu (AKI) melahirkan, belum teratasinya laju penularan

HIV/AIDS, makin meluasnya laju deforestrasi, rendahnya tingkat pemenuhan air

minum dan sanitasi yang buruk, serta beban utang luar negeri yang terus

menggunung (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the

Pacific, 2010). Ditambahkan oleh Wakil Presiden, Budiono, bahwa penyebab

lambannya kemajuan pencapaian MDGs adalah dukungan fiskal dari negara maju

dan alokasi dana dalam negeri yang kurang memadai untuk melanjutkan MDGs

tahun 2015. Komitmen negara maju seperti yang dicetuskan pada pertemuan di

Montereym, Meksiko pada tahun 2002 dan di Gleneagles, Skotlandia pada tahun

2005 telah memudar akibat krisis global tahun 2008. Komitmen semula dari

negara maju menyisihkan 0.7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun

pada kenyataannya mereka hanya merealisasikan 0.31 persen PDB-nya guna

membantu negara miskin dalam mencapai MDGs. 4

-

---3 Harian Kompas, 21 April 2010. 3(3-4): Tujuan Milenium Berpotensi Gagal

(49)

11

 

   

Susilo juga menyebut penyebab utama potensi kegagalan atau kelambanan

pelaksanaan anggaran Pemerintah adalah karena pencapaian MDGs dan

penanggulangan kemiskinan tidak dijadikan indikator keberhasilannya. Selama

ini indikator-indikator yang dipakai untuk penyusunan APBN dan APBD hanya

indikator-indikator makroekonomi tanpa menyertakan indikator target MDGs dan

indeks pembangunan manusia. Semestinya harus ada perubahan mendasar dalam

menilai keberhasilan pembiayaan negara bukan hanya pada tingkat penyerapan

anggaran tetapi juga pada dampak penggunaan anggaran terhadap pencapaian

target MDGs dan indikator indeks pembangunan manusia yang terukur.

Sama dengan fenomena pencapaian agregat MDGs tingkat nasional,

pencapaian MDGs provinsi-provinsi di Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai.

Untuk sebagai contoh, berikut adalah data pencapaian tiga provinsi di Indonesia

menyangkut indeks pembangunan manusia dan variabel-variabel turunannya pada

tahun 2008 dan tahun 2009.

Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia dan Variabel Turunannya Tahun 2008-2009

No. Provinsi

(ranking)

Angka Harapan Hidup (Tahun) Angka Melek Huruf (Persen) Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) Pengeluaran per Kapita (Rp. 1 000*)

Indeks Pembangunan

Manusia

2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009

1. Daerah Khusus

Ibukota (1) 73.90 73.05 98.76 98.94 10.80 10.9 625.70 627.46 77.03 77.36 2. Daerah Istimewa

Aceh (17) 68.50 68.60 96.20 96.39 8.50 8.63 605.56 610.27 70.76 71.31 3. Papua (33) 68.10 68.35 75.41 75.58 6.52 6.57 599.65 603.88 64.53 64.53

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010.

Keterangan: *) Pengeluaran riil per kapita disesuaikan (Purchacing Power Pariety atau PPP).

Betapapun Indonesia dinyatakan sudah berada pada jalur pencapaian

MDGs, menurut Palupi (2010), walaupun telah terjadi peningkatkan anggaran

(50)

12

 

`triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 70 triliun pada tahun 2008, namun angka

kemiskinan hanya berkurang 1 persen. Hal ini karena program penanggulangan

kemiskinan sama sekali tidak efektif, dan karena itu data capaian target MDGs

terkait pengurangan kemiskinan diragukan.5

Landasan hukum, konsensus dan komitmen Indonesia sesungguhnya sudah

sangat kuat dalam pembangunan yang berpusat pada manusia yang didekati

dengan peningkatan indeks pembangunan manusia. Salah satunya adalah

digunakannya indikator indeks pembangunan manusia untuk dasar mengukur

besaran anggaran transfer pusat ke daerah melalui dana alokasi umum (DAU).

Kebijakan yang sudah baik ini, dari sisi anggaran pendapatan daerah, seharusnya

diikuti dengan memberikan landasan yang kuat dari sisi belanja daerah, yaitu

dengan menunjukkan sektor apa yang paling tepat sebagai dasar kebijakan fiskal

untuk percepatan pembangunan daerah. Dengan kata lain, setidaknya ada landasan

ilmiah mengapa sektor pendidikan dan atau sektor kesehatan yang dijadikan

prioritas pembangunan manusia di Indonesia selama ini.

Fakta di lapangan menunjukan bahwa kebijakan fiskal yang menjadi

kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, yang

dikaitkan dengan upaya peningkatan angka nominal indeks pembangunan

manusia, dilakukan lebih bersifat coba-coba karena tidak adaa model ekonominya,

sehingga tidak mampu meramalkan kombinasi besaran dan jangka waktu dalam

mencapai sasaran pembangunan manusia yang ditetapkan dalam MDGs. Sejauh

ini, kebijakan fiskal oleh Pemerintah atau Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

kebanyakan adalah dengan memperbesar anggaran sektor pendidikan dan atau

sektor kesehatan. Pilihan memperbesar anggaran sektor pendidikan berdasarkan

-

(51)

13

 

   

Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengamanatkan pengalokasiannya

minimal 20 persen dari total anggaran. Sedangkan pilihan memperbesar sektor

kesehatan tentunya didasarkan asumsi bahwa sektor kesehatan mengandung

komponen angka harapan hidup yang menjadi pembentuk persamaan identitas

indeks pembangunan manusia.

Pilihan-pilihan tersebut masih menyimpan pertanyaan mengenai ketepatan

jumlah alokasi fiskal, ketepatan pemilihan sektor, dan jawaban tentang pertanyaan

kapan target MDGs dapat tercapai, karena selama ini belum ada model yang

menempatkan komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai

variabel endogen dan menjadi bagian dari model ekonometrika. Jika model

ekonometrika indeks pembangunan manusia sudah terbangun secara terintegrasi,

maka berbagai permasalahan di atas dapat dengan lebih mudah diselesaikan.

Berdasarkan uraian di atas dan uraian pada latar belakang, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana model ekonometrika mampu menjelaskan kaitan

komponen-komponen perekonomian makro (APBD, pasar barang dan pasar tenaga

kerja) dengan komponen-komponen indeks pembangunan manusia (angka

harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan

per kapita), serta bagaimana dampak kebijakan fiskal terhadap indeks

pembangunan manusia di Indonesia?

2. Bagaimana stategi kebijakan fiskal yang efektif dalam rangka mengurangi

pengangguran dan kemiskinan, serta mendukung pemerataan pembangunan

(52)

14

 

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan mampu mengurai permasalahan tersebut di

atas dan menemukan solusi terbaik sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Membangun model makro ekonometrika yang diperluas dengan

mengintegrasikan komponen perekonomian makro dan indeks

pembangunan manusia.

2. Mempelajari dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor

kesehatan, serta sektor lainnya terhadap perekonomian makro dan indeks

pembangunan manusia.

3. Meramalkan indeks pembangunan manusia dalam kerangka pencapaian

MDGs di Indonesia tahun 2015.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil identifikasi hubungan kausalitas perekonomian makro dengan indeks

pembangunan manusia serta dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan

sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia dapat digunakan untuk:

1. Bahan masukan dalam rangka pembangunan yang berpusat pada manusia

(people centred development) di Indonesia.

2. Salah satu sumber informasi untuk perumusan alternatif kebijakan dalam

rangka mencapai sasaran MDGs di Indonesia.

3. Sebagai referensi penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan dampak kebijakan fiskal,

(53)

15

 

   

manusia di Indonesia pada tahun 2015. Penelitian ini memiliki berbagai

keterbatasan:

1. Alokasi belanja sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor lainnya

tidak semata-mata tergantung pada pertimbangan ekonomi (pertumbuhan

dan pemerataan), tetapi juga tergantung pada politik anggaran Pemerintah

setempat. Namun dalam penelitian ini diasumsikan bahwa politik anggaran

Pemerintah setempat sudah mempertimbangkan aspek ekonomi tersebut.

2. Belanja sektor, termasuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan, meliputi

belanja sektor yang tertampung dalam anggaran pendapatan dan belanja

provinsi maupun kabupaten/kota di provinsi masing-masing, tidak termasuk

belanja sektor yang berasal dari dana dekonsentrasi maupun dana

pembantuan, serta tidak diurai lebih lanjut berdasarkan jenis pengeluaran

maupun jenis kegiatan.

3. Disesuaikan dengan ketersediaan data dan waktu penelitian, maka hanya

sasaran kunci dari MDGs yang dijadikan variabel endogen dalam model

yang dibangun (angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama

sekolah, dan daya beli sebagai proksi pendapatan riil per kapita), serta hanya

meliputi 21 provinsi dengan jenis data cross section dan time series selama

(54)
(55)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Manusia

Menurut United Nations Development Programme (UNDP, 1990)

pembangunan manusia adalah proses memperluas pilihan orang, dimana yang

paling utama adalah mengarah pada tingginya harapan hidup dan kesehatan, dapat

menikmati pendidikan, dan dapat memenuhi standar kehidupan yang layak.

Pembangunan manusia mempunyai makna lebih dari pada sekedar peningkatan

pendapatan nasional semata. Pembangunan manusia harus dimaknai sebagai

upaya multi dimensi, dalam rangka menciptakan kemampuan insaninya,

merangsang tumbuhnya kreativitas kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan dan

minatnya, serta akhirnya dalam rangka meningkatkan produktivitasnya.

Keadaan ini dapat menjadi dasar anggapan bahwa sumber daya manusia

adalah sumber kekayaan negara sesungguhnya. Termasuk orang miskin, meskipun

hampir tidak memiliki apa-apa, tetapi setidaknya memilki aset berupa tenaga

fisiknya, yang juga merupakan bagian kekayaan negara sesungguhnya.

Potensi dari sumber daya manusia tersebut, dengan tenaga fisik sebagai aset

awalnya, akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya pengetahuan,

kesehatan, dan pendapatan yang dimilikinya. Keadaan ini menempatkan sektor

pendidikan dan sektor kesehatan menjadi kunci pokok dalam mencapai

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik dalam

jangka panjang.

Sejumlah tujuan pembangunan milenium (MDGs) yang dicanangkan oleh

(56)

18

pendidikan dan kesehatan, yaitu: mencapai pendidikan dasar untuk semua,

mengurangi angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu, dan

menanggulangi penyakit HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.

Tujuan MDGs lainnya juga mempunyai keterkaitan dengan bidang pendidikan

dan kesehatan seperti mengurangi kemiskinan, dimana sektor pendidikan dan

kesehatan juga berperan dalam hal ini. Dengan demikian setiap negara akan

menyadari betapa pentingnya sektor pendidikan dan kesehatan sebagai upaya

untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan mendapatkan prioritas dalam

perencanaan pembangunan.

Laporan UNDP tahun 1990 secara tegas telah menjelaskan pentingnya

pembangunan manusia (human development) bahwa manusia adalah kekayaan

bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah

menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati

umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini

tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi hal ini seringkali

terlupakan oleh kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang.

Selain itu laporan tersebut juga mendifinisikan pembangunan manusia sebagai

perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people). Perluasan

pilihan yang terpenting adalah hal-hal yang menjadikan penduduk paling tidak

memiliki, yaitu: peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan

keterampilan yang memadai, dan menikmati standar hidup layak. Pilihan-pilihan

lainnya meliputi kebebasan politik, jaminan hak azasi manusia, dan menghormati

(57)

19

Sedangkan dalam Human Development Report tahun 1996 dari UNDP,

bahwa pembangunan berpusat pada manusia dipromosikan melalui penegasan

bahwa pembangunan manusia adalah tujuan akhir pembangunan (the ultimate

end), sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah sarana (the principal means) untuk

mencapai tujuan akhir pembangunan tersebut.

Semakin jelas bahwa perluasan pilihan dimaksud berada pada tataran

proses dan tataran hasil akhir pembangunan. Perluasan pilihan dalam tataran

proses disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai pelaku pembangunan.

Sedangkan perluasan pilihan dalam tataran hasil akhir disediakan untuk manusia

dalam perannya sebagai penikmat pembangunan. Sehingga, pembangunan

manusia pada dasarnya adalah suatu upaya dalam rangka membangun

kemampuan manusia, tidak perduli apakah mereka miskin atau kaya, melalui

perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, sekaligus sebagai

pemanfaatan (utilizing) kemampuan atau keterampilan mereka tersebut. Konsep

pembangunan manusia demikian ini jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan

dengan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan kepada pertumbuhan

(economic growth), kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat

(social welfare), atau pengembangan sumberdaya manusia (human resource

development) (Qureshi, 2010).

Uraian-uraian di atas semakin memperkokoh paradigma pembangunan

berpusat pada manusia (people centered development) yang menempatkan

manusia sebagai tujuan akhir pembangunan dan bukan hanya sebagai alat

(58)

20

4 hal pokok yang harus diperhatikan sebagai komponen kunci pembangunan

manusia, yaitu:

1. Produktivitas (productivity), mengandung makna bahwa manusia yang

produktif akan mampu menghasilkan pendapatan bagi dirinya dan bagi

keluarganya serta bagi bangsanya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi

merupakan bagian dari model pembangunan manusia, dan merupakan

variabel endogen yang akan berpengaruh terhadap indeks pembangunan

manusia.

2. Keadilan (equality), mengandung makna bahwa manusia sebagai mahluk

sosial harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Praktik

monopoli, seperti monopoli ekonomi dan monopoli politik, harus

dihapuskan melalui pengaturan-pengaturan yang dilakukan secara

demokratis. Semua orang boleh memilih apa yang terbaik bagi

kehidupannya sepanjang tidak melanggar aturan main yang telah disepakati

bersama secara konstitusional dan demokratis.

3. Keberlanjutan (sustainability), mengandung makna bahwa sumberdaya yang

tersedia dapat digunakan secara bijaksana untuk kepentingan manusia, baik

generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi masa

kini harus sadar dan menjamin ketersediaan sumberdaya yang sama-sama

diperlukan oleh generasi masa yang akan datang. Sumberdaya yang tidak

dapat diperbaharui hanya digunakan secara hemat sambil menanamkan

kewajiban bagi generasi sekarang untuk mencari alternatif sumberdaya

(59)

21

4. Pemberdayaan (empowerment), mengandung arti bahwa adalah fitrah

manusia yang tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengakses peluang

dan kesempatan yang sama untuk mensejahterakan diri dan keluarganya.

Karena itu perlu adanya pemberdayaan agar pembangunan manusia dapat

dilakukan oleh semua orang, bukan semata-mata dilakukan untuk semua

orang. Dengan pemberdayaan, maka semua orang dapat berpartisipasi penuh

dalam pengambilan keputusan dan proses mempengaruhi kesejahteraan

mereka (United Nations Development Programme, 1995).

2.2. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks pembangunan manusia dicetuskan untuk menjawab ketidakpuasan

para ahli dalam mengukur kinerja pembangunan yang hanya bertumpu pada

indikator makroekonomi saja. Pencetus awalnya adalah Mahbub Ul Haq seorang

ekonom Pakistan yang pada tahun 1970-an menyatakan ketidakpuasannya

terhadap ukuran kinerja sosial ekonomi yang hanya didasarkan pada indikator rata

rata pendapatan nasional per kapita (Gross National Product/Capita) beserta

turunannya, seperti tingkat inflasi, pengangguran, tingkat investasi, tingkat belanja

pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran (Anand et al., 2000).

Gagasan Mahbub Ul Haq tersebut inti dari paradigma pembangunan

berpusat pada manusia (people centred development), yang menempatkan

manusia sebagai pelaku sekaligus penikmat pembangunan. Oleh karenanya,

indikator–indikator makroekonomi sebagai ukuran kinerja pertumbuhan ekonomi

bukan akhir pencapaian pembangunan manusia, tetapi ia hanya sebagai sasaran

antara yang harus dilalui dalam rangka mencapai sasaran akhir pembangunan

(60)

22

Pembangunan berpusat pada manusia ini telah dipromosikan secara

konsisten pada Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNDP

sejak tahun 1990. Sejak itu UNDP mengeluarkan laporan tahunan perkembangan

pembangunan manusia untuk negara-negara di dunia berdasarkan tema yang

berbeda, namun masih seputar kepentingan manusia (UNDP 1990 sd. 2009).

Bersamaan dengan itu UNDP terus mempromosikan Human Development Index

(HDI) atau indeks pembangunan manusia sebagai alat utama untuk mengukur

pembangunan manusia, disamping indikator-indikator turunannya seperti Indeks

Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), dan Indeks

Kemiskinan Manusia (IKM), dan lainnya yang diterapkan kemudian, serta

indikator indikator makroekonomi yang sudah ada sebagai indikator

komplementernya.

Masih digunakannya indikator makroekonomi sebagai indikator

komplementer pembangunan manusia dapat dimengerti karena indikator

makroekonomi menggambarkan pencapaian kinerja pertumbuhan ekonomi

sebagai proses antara menuju pembangunan manusia. Alasan lain penggunaan

indikator makroekonomi untuk mengukur kinerja pembangunan manusia adalah

(1) aspek ekonomi lebih cepat tampak di permukaan diantara berbagai aspek

dalam kehidupan manusia, (2) dampak ekonomis lebih mudah dikuantitatifkan

daripada dampak sosial yang pada dasarnya bersifat kualitatif, (3) pengkajian

kinerja pembangunan dari aspek ekonomi sudah lebih banyak dibandingkan dari

aspek-aspek lainnya dalam ilmu-ilmu sosial, dan (4) indikator makroekonomi,

seperti pendapatan, sudah dikaji sebagai variabel endogen dari suatu model

(61)

23

Indeks pembangunan manusia sebagai pengukur kinerja pembangunan

manusia memang belum terlampau sempurna, karena tidak mengukur semua

indikator pembangunan manusia disebabkan tidak seluruhnya dapat

dikuantitatifkan. Kelemahan lainnya dari indeks pembangunan manusia beserta

komponen pembentuknya (Angka Harapan Hidup/AHH, Angka Melek Huruf

/AMH, Rata-rata Lama Sekolah/RLS, dan pendapatan per kapita) adalah belum

dijadikan sebagai variabel endogen dari suatu persamaan simultan, sehingga tidak

diketahui hubungan ekonomi antar variabel dan tidak dapat disimulasikan

bagaimana cara pencapaiannya. Namun secara faktual indeks pembangunan

manusia setidaknya diakui dan diadopsi secara luas oleh negara-negara anggota

PBB, termasuk Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (2008), indeks pembangunan manusia adalah

nilai tunggal yang terangkum untuk mempresentasikan 3 dimensi pembangunan

manusia, yaitu: (1) dimensi umur panjang dan sehat dipresentasikan oleh indikator

angka harapan hidup, dan (2) dimensi pengetahuan dipresentasikan oleh indikator

angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta (3) di

Gambar

Gambar 1.  Disparitas
Gambar 5. Skema Hubungan Pasar Uang dan Pasar Barang
Gambar 8. Kurva Permintaan Agregat
Gambar 9. Kurva Penawaran Agregat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian menunjukkan peran pengeluaran sektor kesehatan belum mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua di karenakan anggaran

Idiopatik trombositopenia purpura sendiri ditegakkan bila ditemukan antara lain adanya purpura pada kulit, uji tourniquete positif, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mL,

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Alokasi dana BMT al-Amin terhadap pelaku usaha mikro di Kota Makassar

Motif yang sama juga muncul pada informan lainnya yang mengungkapkan bahwa dirinya memilih lembaga tersebut sebagai tempat belajar bagi putra putrinya karena factor

H 0 0, Artinya tidak terdapat hubungan antara penyampaian pesan keagamaan Tsani Liziah dengan dimensi ritual (the ritualistic dimension) Komunitas MCM (Muslimah Cerdas Multitalenta)

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menyajikan hasil perawatan ortodontik dengan teknik Begg pada kasus maloklusi Angle klas III dengan hubungan skeletal klas III

(2) Lembaga Pendukung Penatausahaan dan Penyelesaian Transaksi Surat Berharga Komersial yang tidak menyampaikan laporan dalam hal terdapat perubahan data pendukung

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan Kuliah