1.1. Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat dinamis, namun sangat sensitif dan rentan sekali terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kondisi dinamis terumbu karang ditandai dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
komunitas serta adanya interaksi yang kuat antara biota karang dan biota penghuni terumbu lainnya serta kondisi abiotis lingkungan. Terumbu karang memiliki fungsi ekologis, sosisal ekonomis, dan budaya yang sangat penting bagi
masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil seperti di kepulauan Seribu yang mata pencahariannya bergantung pada perikanan laut dangkal. Secara umum, kondisi terumbu karang di dunia, termasuk di Kepulauan Seribu berada dalam kondisi rusak.
Kerusakan ekosistem terumbu karang akan menurunkan fungsi-fungsi ekologisnya yang dapat berdampak hingga ketidakseimbangan lingkungan. Pada dasarnya, ekosistem terumbu karang dapat memperbaiki kondisinya sendiri jika terjadi kerusakan apabila diberi perlindungan, hanya saja waktu pemulihannya membutuhkan waktu yang lama. Secara alami respon terumbu karang terhadap perubahan dan tekanan lingkungan adalah berusaha untuk bertahan (resistency) dan menunjukan gejala pemulihan (recovery) sampai terbentuknya komunitas yang stabil (resiliency) kembali setelah mengalami kerusakan (Obura dan Grimsditch 2009).
2
utama pembentuk terumbu. Di alam pemulihan terumbu karang ditandai dengan kemunculan koloni-koloni karang muda (juvenil) dengan ukuran koloni relatif kecil (Babcok dan Mundy 1996). Substrat batu yang berada di perairan Gosong Pramuka termasuk dalam karakteristik substrat yang baik untuk rekruitmen karang scleractinia karena substrat terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai permukaan yang kompleks. Pengamatan rekruit yang tumbuh di substrat beton dan armoflex pernah diteliti oleh Clark dan Edwards (1995) di Maldives dimana karang rekrut sudah dapat dilihat dengan mata telanjang penyelam setelah berusia lebih dari 10 bulan. Permukaan substrat yang kompleks memberikan variasi orientasi penempelan planula dan sekaligus perlindungan dari pemangsaan dan
perumputan.
Dengan pendataan rekrutmen karang, dapat dilihat karang yang dapat tumbuh (dalam hal ini secara alami) beserta distribusi dan kelimpahan dari spesies terumbu karang yang ada (Connel et al. 1997, in Soong et al. 2003). Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran yang dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran, bentuk pertumbuhan dan genus serta kepadatan karang rekrut yang ada di bagian terlindung dan bagian yang tidak terlindung.
2.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu terdiri atas mata rantai 105 pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga Pulau Sebira di arah utara yang merupakan pulau terjauh dari pantai utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106o 20’ 00” BT hingga 106 o 57’ 00” BT dan 5 o 10’ 00” LS hingga 5 o 57’ 00” LS. Kepulauan Seribu terbagi menjadi dua kecamatan dan enam kelurahan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara ( Kelurahan P. Harapan, Kel. P. Kelapa, dan Kel. P. Panggang) dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (Kel. P. Tidung, Kel. P. Pari, dan Kel. P. Untung Jawa) (Estradivari 2007).
Kedalaman perairan sangat bervariasi, namun umunya Kepulauan Seribu memiliki kedalaman 30 meter dan hampir setiap pulau memiliki paparan karang yang luasnya 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan. Kepulauan Seribu memiliki perairan yang terlindung dan aman dari badai dan gelombang laut yang tinggi . Suhu air dan salinitas di Kepulauan Seribu tidak berfluktuasi nyata. Suhu tercatat antara 28,5– 30 oCpada musim barat dan 28,5- 31 oCpada musim timur. Sedangkan untuk salinitas berkisar antara 30 – 34 ppt (Estradivari 2007).
2.2. Terumbu karang
2.2.1 Ekosistem Terumbu Karang
4
dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
Terumbu didefinisikan sebagai endapan-endapan massif yang penting dari kalsium karbonat (CaCO3) yang terutamadihasilkan oleh hewan karang (filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, ordo Scleractinia), dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (Nybakken 1982). Terumbu adalah salah suatu ekosistem laut yang dibentuk di daerah tropis oleh hewan karang penghasil kapur, khususnya jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota lainnya yang hidup di laut (Sukarno 1994).
2.2.2 Biologi Karang
Karang merupakan hewan yang termasuk sederhana dimana karang memiliki bentuk sepertai tabung dengan mulut yang berfungsi sebagai anus dan terletak di bagian atas (Suharsono 1996). Tentakelnya terdapat disekeliling mulut dan berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut terhubung dengan rongga perut atau disebut gastrovaskuler melalui tenggorokan yang pendek. Didalam rongga perut tersebut terdapat usus yang disebut messentri filament yang berfungsi sebagai alat pencerna (Castro dan Huber 2005).
yang hidup di daerah tropis, organ reproduksinya dapat ditemukan sepanjang tahun mengikuti siklus reproduksinya (Suharsono 2008). Dalam satu polip bisa terdapat organ betina saja atau organ jantan saja ataupun dapat keduanya, namun karang hermaprodit jarang memiliki tingkat kematangan gonad secara bersamaan (Suharsono 2008).
2.2.3 Faktor Pembatas
Terumbu karang merupakan ekosistem khas laut tropis yang terbuka dan kompleks dimana struktur, fungsi, keragaman hayati, dan resiliensinya rentan terhadap perubahan kualitas air dan biogeokimia serta aliran hidrologi (Hughes 1992). Terumbu karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, dimana pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan kualitas air yang alami (pristine) dan lingkungan yang miskin nutrien (oligotrofik) (Veron 1995). Arus bermanfaat untuk distribusi nutrient, larva dan sedimen, juga untuk membersihkan kotoran dan sampah. Karakteristik pasang surut di perairan kepulauan Seribu termasuk jenis campuran atau mix tide cenderung diurnal dengan kisaran pasang surut sampai 80 cm, sedangkan arah arus secara umun dominan dari Timur Laut sampai Tenggara (Retraubun dan Atmini 2004).
Dalam kondisi perairan tertentu, zooxanthellae dapat keluar dari karang misalnya sebagai akibat dari tekanan lingkungan atau adanya penyakit yang menimpa karang tersebut dan menyebabkan karang menjadi putih atau yang biasa disebut coral bleaching (Barnes dan Hughes 1999). Penyebab stress pada terumbu karang dapat berupa nutrient, sedimen, suhu, salinitas, dan polutan lainnya
6
daratan (Dupra 2002, in Paonganan 2008). Total fosfat yang masuk ke Teluk Jakarta mencapai 6741 ton per tahun, adapun silikat mencapai 52417 ton per tahun (Damar 2003, in Paonganan 2008).
2.2.4 Bentuk Pertumbuhan Karang
Rangka karang hampir membentuk seluruh koloni dan dapat terdiri atas berbagai bentuk. Jaringan hidup karang yang sebenarnya hanyalah lapisan tipis di permukaan rangka. Pertumbuhan karang dapat berbentuk seperti piring (plate- like), foliaceous (seperti daun), encrusting, massive, branching, columnar, dan free living (soliter) (Castro dan Huber 2005).
Khusus untuk Acropora, bentuk percabangan dan bentuk radial koralit dibedakan menjadi : arboresen (arborescent), kapitosa (caepitose), kapito-korimbosa (caepito-corymbosa), arboresen meja (arborescent table), digitata (digitate), dan meja (table) (Suharsono 2008).
2.3 Reproduksi dan Rekrutmen
Karang memiliki bentuk reproduksi secara seksual dan aseksual.
Reproduksi secara aseksual dapat berlangsung dengan fragmentasi dan pertunasan atau pembelahan polip (Richmond dan Hunter 1990, in Rudi 2006). Reproduksi seksual menghasilkan larva planula yang berenang bebas, dan bila larva tersebut menemukan substrat menempel yang cocok maka akan berkembang menjadi koloni baru. Untuk memungkinkan pelekatan larva planula dan pembentukan koloni baru, diperlukan substrat yang kuat dan bersih dari lumpur yang
subtropis yang organ reproduksinya dapat menghilang pada saat saat tertentu (Suharsono 2008).
Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran yang dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005). Karena larva yang baru menempel dan metamorfosis belum dapat dilihat
(disensus) dengan mata telanjang, maka pada tahap ini belum terjadi rekruitmen, melainkan penempelan (settlement) larva. Tahapan rekruitmen terjadi setelah rekruit dapat disensus, yaitu setelah berusia beberapa minggu dengan pengamatan mikroskop atau berusia lebih dari 10 bulan (Harrison dan Wallace 1990).
Berdasarkan pengamatan rekruit yang tumbuh di substrat beton dan armoflex di Maldives dan waktu pemijahan, Clark dan Edwards (1995) melaporkan bahwa rekruit sudah dapat dilihat dengan mata telanjang penyelam setelah berusia lebih dari 10 bulan. Wallace (1985) menelaah karakteristik substrat yang baik untuk rekruitmen karang scleractinia. Ia mendapatkan bahwa substrat yang disukai oleh larva planula adalah yang terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai permukaan yang kompleks. Permukaan substrat yang kompleks memberikan variasi orientasi penempelan planula dan sekaligus perlindungan dari pemangsaan dan perumputan.
8
transplantasi sebaliknya meningkatkan mortalitas rekruit (Sammarco 1991). Variasi temporal rekruitmen karang banyak tergantung dari musim pemijahan karang. Karang yang memijah sepanjang tahun, misalnya Pocilloporidae, tidak mengalami banyak perbedaan rekruitmen antar waktu.
Penempelan larva planula dapat terhambat jika substrat tertutupi oleh sedimen. Pada kondisi tutupan sedimen sebanyak 95%, telah menghalangi penempelan larva karang Pocillopora damicornis secara total (Hodgson 1990). Sedangkan penurunan tutupan sedimen dari 90% ke 50% tidak memberikan perbedaan jumlah penempelan larva. Babcock dan Davies (1991) juga melaporkan sedimentasi setinggi 3,1 mg/cm2 per hari dapat menurunkan jumlah planula karang Acropora millepora yang menempel di substrat.
Faktor – faktor yang menjadi pembatas bagi rekrutmen karang diantaranya adalah sedimentasi, grazing, keterbatasan ruang dan biota lain yang menghambat pertumbuhan karang rekrut. Sedimentasi selain dapat menghambat penempelan larva juga dapat menurunkan kelulushidupan rekrut. Bulu babi dan ikan jenis Achanturidae dapat menjadi predator karang rekrut. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hewan-hewan perumput (grazer) dapat memfasilitasi penempelan larva dan mempertinggi kelulushidupan rekruit (Harrison and Wallace 1990). Perumputan yang sangat intensif dapat
3.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2011 hingga Desember 2011 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan koordinat 5,736526 LS – 5,738623 LS dan 106,60856 BT – 106,09267 BT (Gambar 1). Lokasi penelitian dibagi kedalam empat stasiun yang berbeda yaitu stasiun terpapar I (STP I) dan terpapar II (STP II), dan stasiun terlindung I (STL I) dan terlindung II (STL II). Perbedaan antara bagian terpapar dengan terlindung adalah bagian terpapar merupakan bagian permukaan substrat batu yang secara langsung terkena ombak sedangkan bagian terlindung tidak. Substrat batu tersebut merupakan batu pemecah ombak yang mengelilingi Nusa Resto.
Gambar 1. Peta lokasi wilayah penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu STP I
STL I
STP II
Data yang diambil mencakup pengukuran beberapa parameter kualitas perairan beserta karang rekrut yang ada pada substrat batu yang berfungsi sebagai breakwater dimana substrat batu tersebut ada yang dibuat pada tahun 2007 dan 2008. Bentuk substrat yang menjadi tempat rekrut karang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Substrat batu (breakwater) berukuran 50x50x50cm di Gosong Pramuka
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah alat dasar selam untuk mempermudah aktivitas didalam air, kamera underwater untuk mengambil foto dari karang rekrut yang ada ditambah dengan penggaris sebagai acuan ukuran karang. Selain itu, untuk mengetahui kondisi kimia
12
refraktometer. Secara keseluruhan, alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Alat dan Bahan Keterangan
Alat dasar selam Alat bantu selam
Global Positioning System Penentu titik lokasi pengambilan stasiun Kamera underwater Dokumentasi
Meteran dan penggaris Alat ukur
Botol sampel Untuk mengambil sampel air Kertas newtop Menulis data pengamatan Alat tulis Menulis data pengamatan
Termometer Pengukur suhu
Refraktometer Pengukur salinitas
Sampel Termubu karang yang terdapat disana Coral Watch Untuk mengetahui kesehatan karang
Floating Drodge Mengukur arus
3.3. Prosedur Penelitian
Gambar 3. Diagram alir tahapan penelitian Salinitas
Kesehatan
14
3.3.1. Pengamatan Karang Rekrut dan Biota Penempel Lainnya
Tahap pertama adalah pengamatan karang rekrut yang ditemukan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati tiap substrat batu dari awal hingga ujung dan dicatat tiap karang ataupun biota lain yang ditemukan. Setiap karang rekrut yang polipnya terlihat secara kasat mata dihitung dan difoto dengan menggunakan kamera underwater dengan pengaturan macro beserta penggaris sebagai acuan ukuran, selanjutnya akan diidentifikasi hingga tingkat genus dan juga lifeform-nya.
Gambar 4. Pengukuran koloni karang dengan teknik foto
Luasan permukaan substrat yang merupakan tempat menempel karang diukur dengan menggunakan meteran. Bentuk substrat yang berupa batuan beton padat berbentuk kubus diukur panjang, dan lebarnya dengan ulangan sebanyak sepuluh kali.
3.3.2. Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur adalah parameter fisika dan kimia dilakukan secara insitu dan pengamatan melalui analisis laboratorium. Prosedur pengambilan data fisik seperti suhu, kecerahan , kedalaman, dan kecepatan arus dilakukan ditempat penelitian secara insitu. Suhu perairan diperoleh dengan cara memasukkan termometer ke air laut lalu membacanya, pengulangan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan di tiap stasiun. Kedalaman diukur dengan menggunakan meteran gulung dengan tiga kali pengulangan pengukuran tiap stasiunnya. Kecerahan diukur dengan menggunakan sechidisk yang
16
waktu floating drodge menempuh jarak hingga tali meregang lalu digunakan kompas bidik untuk melihat arah arus.
Pengambilan parameter kimia seperti salinitas dilakukan secara langsung di tempat penelitian. Sedangkan untuk pH (derajat keasaman), orthofosfat, nitrat, dan amonia dilakukan di laboratorium dengan membawa contoh air laut dari tempat penelitian. Air contoh yang telah diambil disimpan dalam suhu dingin dan terlindung dari cahaya matahari agar tidak rusak saat sampai di laboratorium. Parameter yang diamati baik fisik dan kimia dapat dilihat secara keseluruhan pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter fisika kimia perairan beserta alat yang digunakan
No Parameter Fisika Satuan Pengukuran Alat / Metode
1 Suhu oC Insitu Termometer
2 Kecerahan Meter Insitu Sechidisk
3 Kedalaman Meter Insitu Floating drauge
4 Kecepatan Arus m/detik Insitu Meteran
No Parameter Kimia Satuan Pengukuran Alat / Metode
1 Salinitas Ppt Insitu Refraktometer
2 Derajat Keasaman (pH)
Laboratorium pH meter
3 Orthofosfat mg/l Laboratorium Spektrofotometer
4 Nitrat mg/l Laboratorium Spektrofotometer
5 Amonia mg/l Laboratorium Spektrofotometer
Salinitas didapatkan dengan meneteskan contoh air laut ke kaca
spektrofotometer untuk melihat nilai absorbansi yang nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai akhir.
3.3.3. Pengolahan Data
18
Gambar 6. Contoh Tampilan Hasil Pengukuran Luas dan Diameter Software Image J
3.4. Analisis Data
3.4.1. Kepadatan Karang Rekrut
Kepadatan karang di substrat batu (breakwater) diperoleh dari penghitungan koloni karang hidup pada permukaan batu breakwater disetiap stasiun dengan rumus (modifikasi dari English et al. 1997)
ni
N =
a
Keterangan :
N = Kepadatan jenis karang (koloni/cm2) ni = Jumlah koloni karang ke-i
3.4.2. Analisis statistik
Analisa statistiknya dilakukan dengan analisa statistik deskriptif yaitu dengan grafik dan tabulasi dan dengan analisis korespondensi dan korelasi. Adapun data-data yang akan diolah dalam bentuk grafik dan tabulasi diantaranya data banyaknya genus, lifeform, luasan dan diameter koloni karang, serta
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Wilayah Penelitian
Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan
Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan
sekitar dapat dipengaruhi oleh aktivitas dari tempat tempat tersebut. Pengamatan
kondisi fisik kimia perairan dilakukan sebanyak dua kali pada waktu yang berbeda
yaitu pada hari Kamis tanggal 22 September 2011 dan hari Sabtu tanggal 24
September 2011 di keempat stasiun. Parameter-parameter tersebut mempengaruhi
biota yang ada didaerah tersebut termasuk karang yang menjadi topik utama dari
penelitian ini. Kondisi fisika kimia perairan Gosong Pramuka secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
4.1.1. Kondisi Fisik Perairan Wilayah Penelitian
Pasang surut mengakibatkan adanya fluktuasi kedalaman perairan yang
mengakibatkan perbedaan penetrasi cahaya matahari bagi karang. Pasang surut di
perairan ini tidak mengalami anomali selama 5 tahun terakhir (Lampiran 2)
dengan kisaran pasang tertingginya adalah 57 cm di atas mean sea level (tinggi
muka air rata-rata) dan surut terendahnya adalah 50,5 cm di bawah mean sea
level.
Nilai kecerahan di seluruh stasiun penelitian memiliki nilai yang sama
yaitu 100%. Hal tersebut terlihat dari substrat dasar perairan yang terlihat jelas.
Nilai kecerahan 100% dapat diakibatkan kedalaman yang relatif dangkal yaitu
antara 70 – 99 cm sehingga penetrasi cahaya matahari masih dapat menembus
fotosintesis bagi karang. Semakin rendah intensitas cahaya yang masuk dalam
kolom perairan mengakibatan semakin rendah laju fotosintesis.
Kondisi arus di stasiun terlindung cenderung stagnan atau statis, kondisi
tersebut biasanya kurang disukai oleh karang yang membutuhkan arus yang cukup
untuk distribusi nutrien, larva dan sedimen, juga untuk membersihkan kotoran dan
sampah (Veron 1995).
Tabel 3. Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011
22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep
STP 1 30 30 80 - 99 80 - 99 100% 100%
STL 1 31 31 88 88 100% 100%
STP 2 30 30 70 - 88 70 - 88 100% 100%
STL 2 32 32 85 85 100% 100%
Stasiun Suhu (°C) Kedalaman (cm) Kecerahan (%)
Keterangan : STP = Stasiun Terpapar ; STL = Stasiun Terlindung
Suhu di keempat stasiun berkisar antara 30– 32oC dimana suhu pada
bagian terlindung I dan II memiliki suhu lebih tinggi dari kisaran suhu optimum
bagi pertumbuhan karang yaitu 28 - 30 oC (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
2004). Suhu perairan sangat penting bagi pertumbuhan karang, efek perubahan
suhu pada karang dapat menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi
rata-rata reproduksi, dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang (Dubinsky 1990).
4.1.2. Kondisi Kimia Perairan Wilayah Penelitian
Parameter pH menunjukkan nilai yang berada pada kisaran yang masih
cukup aman untuk kelangsungan hidup biota. Berdasarkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup tahun 2004, kisaran pH yang optimal adalah 7 – 8,5.
Kandungan nitrat pada stasiun penelitian berkisar antara 0,112 – 0,440 mg/l, nilai
22
kisaran baku mutu. Kadar amonia yang optimal bagi pertumbuhan karang adalah
0,3 mg/l, hal ini berarti kadar amonia yang di stasiun penelitian masih berada
dibawah kisaran baku mutu. Salinitas di lokasi penelitian berkisar dari 30 – 33 ppt
, hali ini berarti nilai tersebut masih berada dalam batas toleransi karang untuk
hidup.
Tabel 4. Kondisi Kimia Perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011
22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep STP 1 0,2321 0,3551 0,229 0,0215 0,1261 0,1950 7,92 8,13 33 30 STL 1 0,2948 0,1767 0,035 0,0363 0,2144 0,1583 8,07 8,13 32 30 STP 2 0,4395 0,1911 0,081 0,1502 0,0768 0,1055 8,01 8,11 32 30 STL 2 0,1116 0,3141 0,856 0,0198 0,0894 0,1697 8,07 8,11 32 30 Salinitas (ppt) Nitrat (mg/l) Orthofosfat (mg/l) Amonia (mg/l) pH
Stasiun
4.2. Karang Rekrut
Karang rekrut ditemukan di empat stasiun dengan total 260 koloni karang.
Ditemukan 210 koloni karang pada Stasiun Terpapar I (STP I) yang merupakan
stasiun dengan koloni karang terbanyak yang ditemukan. Stasiun terlindung I
(STL I) memiliki 37 koloni karang rekrut, pada Stasiun Terpapar II (STP II)
ditemukan 9 koloni karang rekrut dan Stasiun Terlindung II (STL II) memiliki 4
koloni karang rekrut. Jumlah koloni karang rekrut secara keseluruhan dapat dilihat
pada Gambar 7.
Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran
koloni adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari
keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005). Pendataan rekrutmen
karang untuk melihat karang yang dapat tumbuh secara alami beserta distribusi
dan kelimpahan dari spesies terumbu karang yang ada (Connel et al. 1997, dalam
Gambar 7. Histogram populasi koloni karang rekrut
4.2.1 Rekrutmen Berdasarkan Genus
Tahap identifikasi karang dilakukan hingga tahap genus. Identifikasi
karang dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi Veron. Genus yang
ditemukan adalah Acropora, Montipora, Porites, Pavona, Favia, dan Goniastrea
dari keempat stasiun yang ada. Grafik sebaran karang berdasarkan genus secara
24
Karang dengan genus Acropora merupakan yang paling banyak ditemukan
dan tersebar di seluruh stasiun penelitian yang ada. Genus ini dicirikan dengan
adanya koralit yang terbagi menjadi axial dan radial. Sebanyak 179 koloni karang
Acropora ditemukan di STP I dimana jumlah ini merupakan jumlah terbesar
dibandingkan dengan stasiun yang lain dimana di STL I ditemukan 30 koloni
karang, STP II ditemukan 4 koloni karang dan STL II hanya 1 koloni karang.
Karang genus Porites merupakan kedua terbanyak yang ditemukan di
seluruh stasiun setelah Acropora. Stasiun Terpapar I memiliki 23 koloni karang
genus ini dimana jumlah ini merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan
stasiun yang lainnya yaitu 2 koloni karang Porites pada STL I, pada STP II
ditemukan 3 koloni karang dan pada STP II ditemukan sebanyak 2 koloni karang.
Terdapat perbedaan jumlah yang besar antara karang genus Porites di STP I
dengan stasiun lainnya.
Karang genus Montipora hanya ditemukan di tiga stasiun yaitu pada STP I
ditemukan sebanyak 5 koloni karang, pada STL I ditemukan sebanyak 1 koloni
karang, dan pada STP II ditemukan 1 koloni karang. Tidak ditemukan karang
genus Montipora di STL II.
Karang genus Pavona hanya ditemukan di STP I yaitu sebanyak 3 koloni
karang. Selain genus Pavona, terdapat karang genus Favia dan Goniastrea yang
masing-masing juga hanya ditemukan pada salah satu stasiun penelitian. Karang
genus Favia hanya ditemukan di STP II yaitu 1 koloni karang, sedangkan karang
dengan genus Goniastrea hanya ditemukan pada STL II dengan jumlah 1 koloni
4.2.2. Rekrutmen Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan
Rangka karang hampir membentuk seluruh koloni dan dapat terdiri atas
berbagai bentuk. Jaringan hidup karang yang sebenarnya hanyalah lapisan tipis di
permukaan rangka (Castro dan Huber 2005). Adapun bentuk pertumbuhan karang
menurut English et al. (1997) yaitu terbagi atas karang Acropora dan non
Acropora. Untuk karang non Acropora dibagi menjadi digitate, branching,
encrusting, submassive, massive, foliose, mushroom, karang api, dan karang biru.
Khusus untuk Acropora, bentuk pertumbuhannya dibagi menjadi digitate,
branching, encrusting, tabulate dan submassive (Veron 1995).
4.2.2.1. Acropora
Bentuk pertumbuhan pada karang genus Acropora yang ditemukan di
stasiun penelitian diantaranya adalah tabulate, branching, encrusting, dan
digitate. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang Acropora dapat dilihat pada
Gambar 9. Karang dengan bentuk pertumbuhan tabulate ditemukan dengan
jumlah total 56 koloni. Sebanyak 45 koloni karang ditemukan di STP I, di STL I
ditemukan 6 koloni karang, 4 koloni pada STP II, dan STL II ditemukan 1 koloni
karang.
Acroporadigitate ditemukan di STP I sebanyak 2 koloni, sedangkan di
ketiga stasiun lainnya tidak ditemukan. Bentuk tersebut merupakan bentuk
pertumbuhan yang yang paling sedikit dan juga hanya ditemukan di stasiun
26
Gambar 9. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Acropora di seluruh stasiun
Bentuk pertumbuhan branching ditemukan di STP I dan STL I. Stasiun
Terpapar I memiliki 98 koloni karang Acropora yang berbentuk branching,
sedangkan pada STL I terdapat 25 koloni karang.
Karang encrusting merupakan bentuk awal pertumbuhan karang Acropora
dimana nantinya bentuk tersebut dapat berubah. Ditemukan 36 koloni karang
dengan bentuk ini STP I dan 3 koloni karang di STL I sedangkan pada STP II dan
STL II tidak ditemukan.
Bentuk pertumbuhan yang dapat ditemui di seluruh stasiun adalah tabulate
dimana jumlah terbanyak terdapat pada stasiun terpapar I yatu 45 koloni karang.
Sementara itu, bentuk pertumbuhan yang jumlahnya paling banyak adalah
branching dengan total 123 koloni karang walaupun tidak ditemukan diseluruh
4.2.2.2. Non Acropora
Bentuk pertumbuhan pada karang non Acropora yang ditemukan adalah
massive, encrusting dan sub massive, namun yang ditemukan di seluruh stasiun
hanya bentuk massive dan encrusting. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang
non Acropora dapat dilihat pada Gambar 10. Bentuk pertumbuhan massive pada
STP I adalah 11 koloni karang, pada STL I terdapat 2 koloni karang, di STP II
terdapat 1 koloni karang, dan di STL II terdapat 1 koloni karang. Total jumlah
karang non Acropora dengan bentuk massive dari seluruh stasiun adalah 14
koloni.
Gambar 10. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Non Acropora di seluruh stasiun
Bentuk pertumbuhan encrusting merupakan yang paling banyak bagi
karang non Acropora. Total jumlah karang berbentuk encrusting adalah 22 koloni
karang. Pada STP I ditemukan 17 koloni karang, di STL I ditemukan 1 koloni
28
Bentuk pertumbuhan sub massive hanya ditemukan di 2 stasiun yaitu STP
I dan II. Stasiun terpapar I memiliki 1 koloni karang dengan bentuk tersebut, dan
STP II memliki 2 koloni karang. Bentuk ini merupakan yang paling sedikit
jumlahnya jika dibandingkan dengan bentuk lainnya.
4.2.3. Rekrutmen Berdasarkan Luas dan Diameter
Karang rekrut yang telah diketahui nilai luasannya dikelompokkan
berdasarkan rentang nilai seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5. Secara
kesuluruhan, rentang nilai luasan yang paling banyak adalah pada kisaran 0 – 25
cm2 dengan jumlah 93 koloni karang sedangkan yang paling sedikit adalah pada
kisaran luas 150 – 175 cm2 dengan jumlah 5 koloni karang. Pada STP I kisaran
luas yang memiliki jumlah terbanyak adalah 0 – 25 cm2 yang artinya mayoritas
karang di stasiun tersebut masih dalam ukuran yang kecil. Kisaran luas yang
dominan di STL I adalah 50 – 75 cm2 dengan jumlah karang 12 koloni. Kisaran
luas yang dominan di STP II adalah 50 – 75 cm2 dengan jumlah 3 koloni karang.
Stasiun terlindung II didominasi oleh karang berukuran 50 – 75 cm2 dengan
jumlah 2 koloni karang.
Karang rekrut juga dikelompokkan berdasarkan tiap genusnya agar terlihat
perbandingan rataan luasan koloni karang (Gambar 11). Untuk genus Acropora,
rataan luas koloni yang terbesar terdapat pada STP I, untuk genus Montipora dan
Porites rataan luasan terbesarnya terdapat di STL I dan STP II.
Selain luasan, diukur pula diameter karang sebagai pembanding. Karang
rekrut yang telah diukur diameternya dikelompokkan berdasarkan rentang nilai
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Adapun pengkelasan diameter karang
4 – 8 cm. Kisaran diameter yang dominan pada STP I adalah 6 – 9 cm, kisaran ini
masuk kedalam ukuran karang rekrut yang kecil (Engelhardt 2000). Stasiun
Terlindung I didominasi oleh karang berdiameter 6 – 9 cm dan 12 – 15 cm,
masing-masing memiliki 8 koloni karang. Kisaran diameter yang dominan pada
STP II adalah 9 -12 cm dengan jumlah 3 koloni karang. Pada STP II, kisaran yang
dominan adalah 9 - 12 cm dengan jumlah 3 koloni karang.
Tabel 5. Tabel luasan karang rekrut di seluruh stasiun
Acropora Montipora Porites Pavona Acropora Montipora Porites Acropora Montipora Porites Favia Acropora Porites Goniastrea
0 - 25
76
0
4
1
10
0
1
0
0
0
0
0
0
1
93
25 - 50
49
1
5
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
57
50 - 75
17
0
2
1
12
0
0
0
0
2
1
0
2
0
37
75- 100
10
0
1
0
4
0
0
2
0
0
0
1
0
0
18
100 - 125
12
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
125 - 150
1
1
3
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
150 - 175
2
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
175 - 200
0
0
1
0
2
0
1
1
0
1
0
0
0
0
6
>200
12
3
1
0
4
1
0
1
1
0
0
0
0
0
23
Jumlah
Luas (cm²)
Terpapar I
Terlindung I
Terpapar II
Terlindung II
Tabel 6. Tabel diameter karang rekrut di seluruh stasiun
Acropora Pavona Montipora Porites Acropora Montipora Porites Acropora Favia Montipora Porites Acropora Goniastrea Porites
0 - 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
3 6 53 1 0 2 6 0 0 0 0 0 0 0 1 0 63
6 9 69 1 0 9 7 0 1 0 0 0 0 0 0 0 87
9 – 12 17 0 0 0 5 0 0 0 1 0 2 1 0 2 28
12 15 18 0 1 5 8 0 0 2 0 0 0 0 0 0 34
15 - 18 7 1 0 6 4 0 1 1 0 0 1 0 0 0 21
18 - 21 4 0 0 1 4 1 0 1 0 1 0 0 0 0 12
>21 9 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12
Jumlah Diameter (cm)
Terpapar I Terlindung I Terpapar II Terlindung II
30
[image:30.612.128.493.78.297.2]
Gambar 11. Histogram luasan karang rekrut
Secara keseluruhan, kisaran diameter yang paling dominan dari semua
stasiun adalah 6 – 9 cm dengan jumlah 87 koloni karang. Kisaran diameter
tersebut merupakan ukuran karang yang terbilang kecil dan dapat disimpulkan
bahwa karang tersebut didominasi oleh karang yang masih terbilang muda.
4.3. Kesehatan Karang
Rata-rata kesehatan fragmen karang beraada di nilai lima. Nilai maksimum
hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari
skala nol sampai enam. Nilai enam dan lima dari pengukuran menggunakan skala
warna menunjukan bahwa fragmen karang tersebut dalam kondisi sehat. Nilai
empat dan tiga menunjukan kondisi karang yang kurang sehat, sedangkan nilai
dua hingga nol berarti kritis dan mulai terjadi bleaching (Seabeck et al 2006).
Kondisi kesehatan karang di stasiun terpapar I terbilang baik karena
rata-rata berada dalam kisaran 5-6, namun adapula karang yang berada pada kisaran 2
sehat dan berpotensi terjadi bleaching di stasiun ini. Data kesehatan karang
seluruh stasiun dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kondisi kesehatan pada stasiun terlindung I berada pada kisaran 5-6 yang
berarti berada dalam kondisi sehat. Karang yang berada di stasiun terpapar II
berada dalam kisaran 5-6, hal ini berarti karang berada dalam kondisi yang sehat.
Kondisi karang pada stasiun terlindung II berada dalam kisaran 5-6 yang berarti
berada dalam kondisi sehat, namun ada satu karang dengan warna yang berada di
angka 3.
4.4. Kepadatan Karang
Kepadatan koloni karang muda dapat digunakan sebagai standar untuk
mengukur tingkat rekrutmen karang pada suatu tempat. Nilai kepadatan pada STP
I adalah 1,3697 koloni/m2, di STP I nilainya 0,2266 koloni /m2, di STP II nilainya
0,0513 koloni /m2, dan di STL II nilainya adalah 0,0251 koloni /m2 (Tabel 7).
Nilai kepadatan karang di stasiun terpapar I adalah yang paling besar
dibandingkan ketiga stasiun lainnya, namun nilai tersebut masih terbilang rendah
untuk kepadatan karang (Engelhardt 2000), sedangkan kepadatan yang paling
rendah adalah pada stasiun terlindung II. Adapun penelitian tentang kepadatan
karang yang dilakukan oleh Abrar (2011) di Pulau Pari menyatakan bahwa
kepadatan karang yang didapat sebesar 7,3 koloni/m2. Nilai kepadatan yang
rendah tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat rekrutmen diseluruh stasiun,
namun permukaan substrat yang masih luas dapat membuat tingkat rekrutmen
naik. Terdapat korelasi positif antara jumlah karang rekrut dengan luas permukaan
32
Tabel 7. Tabel kepadatan karang di seluruh stasiun
Keterangan STP I STL I STP II STL II
Jumlah Batu 262 279 300 272
Luas Permukaan
Batu (m2)
0,5852 ±0,05 0,5852±0,05 0,5852±0,05 0,5852±0,05
Luas Permukaan
Total (m2)
153,3224 163,2708 175,5600 159,1744
Kepadatan (koloni
/m2)
1,3697 0,2266 0,0513 0,0251
4.5. Analisis Statistik
4.5.1. Analisis Korespondensi
Data dari genus, diameter, dan stasiun diplotkan (Gambar 12) sehingga
terlihat bahwa genus Goniastrea terdapat pada STL II, sedangkan STP II
didominasi oleh genus Favia dan Montipora. Genus Acropora dan Pavona lebih
dekat ke STP I yang dominan oleh karang berdiameter kurang dari 9 cm. Genus
Porites lebih dekat dengan STL I yang dominan oleh karang berdiameter lebih
dari 9 cm. Dimensi 1 dapat menjelaskan keragaman data sebesar 52,896% dan
dimensi 2 dapat menjelaskan keragaman data sebesar 49,869%. STP I dan STL I
Gambar 12. Analisis korespondensi antara stasiun, diameter karang, dan genus karang
4.5.2. Korelasi
Hubungan antara genus dengan stasiun lebih kuat dibandingkan dengan
hubungan antara genus dengan diameter. Korelasi antara stasiun dengan genus
sebesar 0,428 . kuatnya hubungan antara genus dengan stasiun lebih besar dari
hubungan antara stasiun dengan diameter karena korelasi antara stasiun dengan
diameter sebesar 0,259 , sedangkan diameter dengan genus memiliki korelasi
paling kecil yaitu sebesar 0,170 (Tabel 8).
Tabel 8. Variabel korelasi antara genus karang, diameter karang, dan stasiun
Stasiun Genus Diameter
Stasiun 1,000 0,428 0,259
Genus 0,428 1,000 0,170
Diameter 0,259 0,170 1,000
34
4.6. Biota Penempel Lainnya
Permukaan batu yang menjadi tempat menempel karang tidak hanya
ditempeli oleh karang saja namun terdapat biota lain yang menempel dan dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup karang. Biota penempel lain yang ditemukan
adalah bulu babi (Diadema sp.), alga Padina sp. dan Caulerpa sp., tunikata,
spons, anemon pasir (Heteractis malu), dan Cypraea sp (Gambar 13).
Tutupan alga atau tunikata dapat menghambat penempelan larva karang
atau menurunkan kelulusan hidup karang rekrut karena kompetisi ruang. Adanya
hewan perumput (grazer) menyebabkan keberadaan alga tidak menjadi pembatas.
Penelitian yang menunjukkan bahwa keberadaan hewan-hewan perumput seperti
bulu babi dapat memfasilitasi penempelan larva dan mempertinggi kelulusan
hidup rekrut (Harrison and Wallace 1990). Namun, perumputan yang intensif
dapat menghancurkan karang rekrut yang hidup di antara alga tersebut. Karang
rekrut juga mengalami kerusakan dan terluka akibat pemangsaan oleh ikan dan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Banyaknya koloni karang rekrut pada STP I mungkin dikarenakan terjadi perputaran arus pada daerah tersebut. Genus yang paling dominan baik di stasiun terpapar maupun stasiun terlindung adalah Acropora. Ditemukan 5 genera pada stasiun terpapar yaitu Acropora, Porites, Montipora, Pavona, Goniastrea, dan 4 genera pada stasiun terlindung yaitu Acropora, Porites, Montipora, Favia sehingga dapat dikatakan bahwa stok populasi karang rekrut di lokasi penelitian normal. Ukuran dan jumlah koloni karang rekrut di lokasi tersebut dipengaruhi oleh perkembangan usia karang selama kurang lebih 4 tahun sejak substrat diletakkan.
Bentuk pertumbuhan karang Acropora tabulate maupun branching tidak mempengaruhi keberadaan pada dua lokasi terpapar dan terlindung. Bentuk pertumbuhan untuk karang non Acropora yang dominan di STL adalah encrusting dan massive, sedangkan untuk STP hanya encrusting saja. Bentuk encrusting dapat tumbuh baik di STP maupun STL sedangkan bentuk massive tumbuh lebih baik di STL.
5.2. Saran
Terkait dengan kondisi kimia fisik lingkungan yang terpengaruh oleh
adanya karamba dan industri yang berada di dekatnya, perlu dilakukan pengamatan pertumbuhan, mortalitas, dan karang rekrut baru secara berkala.
REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI
GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
NORIHIKO ZIKRIE
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
REKRUITMEN KARANG PADA SUBSTRAT BATU DI
GOSONG PRAMUKA, KECAMATAN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
RINGKASAN
NORIHIKO ZIKRIE. Rekrutmen Karang pada Substrat Batu di Gosong Pramuka, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan BEGINER SUBHAN.
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat dinamis, namun sangat sensitif dan rentan sekali terhadap perubahan kondisi lingkungan. Secara umum, kondisi terumbu karang di dunia, termasuk di kepulauan Seribu berada dalam kondisi rusak. Pemulihan terumbu karang di alam ditandai dengan kemunculan koloni-koloni karang muda dengan ukuran koloni relatif kecil dimana proses penempelan hingga tumbuhnya larva karang disebut sebagai rekrutmen karang. Karang rekrut yang menempel pada substrat batu diamati untuk mengetahui ukuran, genus, dan bentuk pertumbuhannya. Substrat batu yang berada di perairan Gosong Pramuka termasuk dalam karakteristik substrat yang baik untuk
rekruitmen karang scleractinia karena substrat terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai permukaan yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari variasi ukuran, bentuk pertumbuhan dan kekayaan generik serta kepadatan karang rekrut yang ada di substrat batu struktur pemecah ombak di Gosong Pramuka.
Karang yang ditemukan pada substrat batu difoto dengan kamera underwater untuk pengukuran dan identifikasi. Karang rekrut yang ditemukan dari seluruh stasiun berjumlah 270 koloni dimana jumlah koloni karang terbanyak yaitu pada STP I dengan jumlah 210 koloni. Genus yang paling dominan baik di STP maupun STL adalah Acropora. Ditemukan 5 genera pada STP yaitu Acropora, Porites, Montipora, Pavona, Goniastrea dan 4 genera pada STL yaitu Acropora, Porites, Montipora, Favia.
Bentuk pertumbuhan yang dominan untuk karang Acropora di STP adalah Acropora branching, sedangkan di STL yang dominan adalah Acropora tabulate. Bentuk pertumbuhan untuk karang non Acropora yang dominan di STL adalah encrusting dan massive, sedangkan dan di stasiun terpapar bentuk yang dominan adalah encrusting saja. Kisaran luasan karang terbanyak di STP adalah pada kisaran 0 – 25 cm2, sedangkan di STL adalah 25 – 50 cm2. Stasiun terpapar didominasi oleh karang dengan kisaran diameter 6 – 9 cm, dan pada STL didominasi oleh kisaran 6 – 9 cmdan 12 – 15 cm.
Kepadatan yang didapat untuk STP I adalah 1,3697 koloni/m2, pada STP II didapatkan 0,0513 koloni/m2, di STL I kepadatannya adalah 0,2266 koloni/m2 dan di STL II adalah 0,0251 koloni/m2. Seluruh nilai kepadatan yang didapat termasuk dalam kategori rendah. Selain itu, terdapat juga biota lain yang menempel pada substrat diantaranya adalah bulu babi, Padina sp., Caulerpa sp., tunikata, spons, Cypraea sp., dan anemon pasir.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpamencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
REKRUITMEN KARANG PADA SUBSTRAT BATU DI
GOSONG PRAMUKA, KECAMATAN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
Oleh
NORIHIKO ZIKRIE C54070045
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Judul Skripsi : REKRUITMEN KARANG PADA SUBSTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
Nama Mahasiswa : Norihiko Zikrie Nomor Pokok : C54070045
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. NIP. 19580909 198303 1 003 Utama
Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA NIP. 19460218 197301 1 001
Anggota
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, bantuan dana penelitian serta kesabaran dalam membimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan baik.
2. Bapak Beginer Subhan, S.Pi. M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah bersabar dalam memberikan arahan serta masukan dan informasi kepada penulis hingga penyelesaian penelitian dan skripsi.
3. Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi sebagai dosen penguji ujian skripsi
4. Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T sebagai ketua komisi pendidikan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 5. Staf dosen dan Tata Usaha Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. 6. Dondi Arafat, S.Pi. M.Si atas arahan dan bimbingan pada saat penelitian 7. Kornel Aditya Warman, S.Ik sebagai rekan kerja ketika pelaksanaan penelitian 8. Retno Wulandari, Amandangi W.H., Agus M., teman-teman ITK 44 serta
sahabat-sahabat atas dukungan dan kerja sama selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skipsi.
9. Rosalia Kundarudinny S, S.Pd dan keluarga atas doa dan motivasi yang diberikan selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi
DAFTAR ISI ... viii DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta lokasi wilayah penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan
Seribu ... 10 2. Substrat batu (breakwater) di Gosong Pramuka ... 11 3. Diagram alir tahapan penelitian ... 13 4. Pengukuran koloni karang dengan teknik foto ... 15 5. Contoh tampilan penentuan skala pada Software Image J ... 17 6. Contoh tampilan hasil pengukuran luas dan diameter
Software Image J ... 18 7. Histogram Populasi Koloni Karang Rekrut ... 23 8. Histogram Sebaran Genus Karang Rekrut ... 23 9. Histogram Sebaran Bentuk Pertumbuhan Karang Acropora
di seluruh stasiun ... 26 10. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Non Acropora di seluruh stasiun ... 27 11. Histogram luasan karang rekrut ... 30 12. Analisis korespondensi antara stasiun, diameter karang, dan
genus karang ... 33 13. Biota penempel lainnya : A. Caulerpa sp.; B.Cyprea sp.;
C. Heteractis malu.; D. Tunicate.; E. Bulu babi.; F. Padina sp.;
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat dinamis, namun sangat sensitif dan rentan sekali terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kondisi dinamis terumbu karang ditandai dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
komunitas serta adanya interaksi yang kuat antara biota karang dan biota penghuni terumbu lainnya serta kondisi abiotis lingkungan. Terumbu karang memiliki fungsi ekologis, sosisal ekonomis, dan budaya yang sangat penting bagi
masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil seperti di kepulauan Seribu yang mata pencahariannya bergantung pada perikanan laut dangkal. Secara umum, kondisi terumbu karang di dunia, termasuk di Kepulauan Seribu berada dalam kondisi rusak.
Kerusakan ekosistem terumbu karang akan menurunkan fungsi-fungsi ekologisnya yang dapat berdampak hingga ketidakseimbangan lingkungan. Pada dasarnya, ekosistem terumbu karang dapat memperbaiki kondisinya sendiri jika terjadi kerusakan apabila diberi perlindungan, hanya saja waktu pemulihannya membutuhkan waktu yang lama. Secara alami respon terumbu karang terhadap perubahan dan tekanan lingkungan adalah berusaha untuk bertahan (resistency) dan menunjukan gejala pemulihan (recovery) sampai terbentuknya komunitas yang stabil (resiliency) kembali setelah mengalami kerusakan (Obura dan Grimsditch 2009).
utama pembentuk terumbu. Di alam pemulihan terumbu karang ditandai dengan kemunculan koloni-koloni karang muda (juvenil) dengan ukuran koloni relatif kecil (Babcok dan Mundy 1996). Substrat batu yang berada di perairan Gosong Pramuka termasuk dalam karakteristik substrat yang baik untuk rekruitmen karang scleractinia karena substrat terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai permukaan yang kompleks. Pengamatan rekruit yang tumbuh di substrat beton dan armoflex pernah diteliti oleh Clark dan Edwards (1995) di Maldives dimana karang rekrut sudah dapat dilihat dengan mata telanjang penyelam setelah berusia lebih dari 10 bulan. Permukaan substrat yang kompleks memberikan variasi orientasi penempelan planula dan sekaligus perlindungan dari pemangsaan dan
perumputan.
Dengan pendataan rekrutmen karang, dapat dilihat karang yang dapat tumbuh (dalam hal ini secara alami) beserta distribusi dan kelimpahan dari spesies terumbu karang yang ada (Connel et al. 1997, in Soong et al. 2003). Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran yang dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran, bentuk pertumbuhan dan genus serta kepadatan karang rekrut yang ada di bagian terlindung dan bagian yang tidak terlindung.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu terdiri atas mata rantai 105 pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga Pulau Sebira di arah utara yang merupakan pulau terjauh dari pantai utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106o 20’ 00” BT hingga 106 o 57’ 00” BT dan 5 o 10’ 00” LS hingga 5 o 57’ 00” LS. Kepulauan Seribu terbagi menjadi dua kecamatan dan enam kelurahan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara ( Kelurahan P. Harapan, Kel. P. Kelapa, dan Kel. P. Panggang) dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (Kel. P. Tidung, Kel. P. Pari, dan Kel. P. Untung Jawa) (Estradivari 2007).
Kedalaman perairan sangat bervariasi, namun umunya Kepulauan Seribu memiliki kedalaman 30 meter dan hampir setiap pulau memiliki paparan karang yang luasnya 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan. Kepulauan Seribu memiliki perairan yang terlindung dan aman dari badai dan gelombang laut yang tinggi . Suhu air dan salinitas di Kepulauan Seribu tidak berfluktuasi nyata. Suhu tercatat antara 28,5– 30 oCpada musim barat dan 28,5- 31 oCpada musim timur. Sedangkan untuk salinitas berkisar antara 30 – 34 ppt (Estradivari 2007).
2.2. Terumbu karang
2.2.1 Ekosistem Terumbu Karang
dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
Terumbu didefinisikan sebagai endapan-endapan massif yang penting dari kalsium karbonat (CaCO3) yang terutamadihasilkan oleh hewan karang (filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, ordo Scleractinia), dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (Nybakken 1982). Terumbu adalah salah suatu ekosistem laut yang dibentuk di daerah tropis oleh hewan karang penghasil kapur, khususnya jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota lainnya yang hidup di laut (Sukarno 1994).
2.2.2 Biologi Karang
Karang merupakan hewan yang termasuk sederhana dimana karang memiliki bentuk sepertai tabung dengan mulut yang berfungsi sebagai anus dan terletak di bagian atas (Suharsono 1996). Tentakelnya terdapat disekeliling mulut dan berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut terhubung dengan rongga perut atau disebut gastrovaskuler melalui tenggorokan yang pendek. Didalam rongga perut tersebut terdapat usus yang disebut messentri filament yang berfungsi sebagai alat pencerna (Castro dan Huber 2005).
5
yang hidup di daerah tropis, organ reproduksinya dapat ditemukan sepanjang tahun mengikuti siklus reproduksinya (Suharsono 2008). Dalam satu polip bisa terdapat organ betina saja atau organ jantan saja ataupun dapat keduanya, namun karang hermaprodit jarang memiliki tingkat kematangan gonad secara bersamaan (Suharsono 2008).
2.2.3 Faktor Pembatas
Terumbu karang merupakan ekosistem khas laut tropis yang terbuka dan kompleks dimana struktur, fungsi, keragaman hayati, dan resiliensinya rentan terhadap perubahan kualitas air dan biogeokimia serta aliran hidrologi (Hughes 1992). Terumbu karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, dimana pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan kualitas air yang alami (pristine) dan lingkungan yang miskin nutrien (oligotrofik) (Veron 1995). Arus bermanfaat untuk distribusi nutrient, larva dan sedimen, juga untuk membersihkan kotoran dan sampah. Karakteristik pasang surut di perairan kepulauan Seribu termasuk jenis campuran atau mix tide cenderung diurnal dengan kisaran pasang surut sampai 80 cm, sedangkan arah arus secara umun dominan dari Timur Laut sampai Tenggara (Retraubun dan Atmini 2004).
Dalam kondisi perairan tertentu, zooxanthellae dapat keluar dari karang misalnya sebagai akibat dari tekanan lingkungan atau adanya penyakit yang menimpa karang tersebut dan menyebabkan karang menjadi putih atau yang biasa disebut coral bleaching (Barnes dan Hughes 1999). Penyebab stress pada terumbu karang dapat berupa nutrient, sedimen, suhu, salinitas, dan polutan lainnya
daratan (Dupra 2002, in Paonganan 2008). Total fosfat yang masuk ke Teluk Jakarta mencapai 6741 ton per tahun, adapun silikat mencapai 52417 ton per tahun (Damar 2003, in Paonganan 2008).
2.2.4 Bentuk Pertumbuhan Karang
Rangka karang hampir membentuk seluruh koloni dan dapat terdiri atas berbagai bentuk. Jaringan hidup karang yang sebenarnya hanyalah lapisan tipis di permukaan rangka. Pertumbuhan karang dapat berbentuk seperti piring (plate- like), foliaceous (seperti daun), encrusting, massive, branching, columnar, dan free living (soliter) (Castro dan Huber 2005).
Khusus untuk Acropora, bentuk percabangan dan bentuk radial koralit dibedakan menjadi : arboresen (arborescent), kapitosa (caepitose), kapito-korimbosa (caepito-corymbosa), arboresen meja (arborescent table), digitata (digitate), dan meja (table) (Suharsono 2008).
2.3 Reproduksi dan Rekrutmen
Karang memiliki bentuk reproduksi secara seksual dan aseksual.
Reproduksi secara aseksual dapat berlangsung dengan fragmentasi dan pertunasan atau pembelahan polip (Richmond dan Hunter 1990, in Rudi 2006). Reproduksi seksual menghasilkan larva planula yang berenang bebas, dan bila larva tersebut menemukan substrat menempel yang cocok maka akan berkembang menjadi koloni baru. Untuk memungkinkan pelekatan larva planula dan pembentukan koloni baru, diperlukan substrat yang kuat dan bersih dari lumpur yang
7
subtropis yang organ reproduksinya dapat menghilang pada saat saat tertentu (Suharsono 2008).
Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran yang dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005). Karena larva yang baru menempel dan metamorfosis belum dapat dilihat
(disensus) dengan mata telanjang, maka pada tahap ini belum terjadi rekruitmen, melainkan penempelan (settlement) larva. Tahapan rekruitmen terjadi setelah rekruit dapat disensus, yaitu setelah berusia beberapa minggu dengan pengamatan mikroskop atau berusia lebih dari 10 bulan (Harrison dan Wallace 1990).
Berdasarkan pengamatan rekruit yang tumbuh di substrat beton dan armoflex di Maldives dan waktu pemijahan, Clark dan Edwards (1995) melaporkan bahwa rekruit sudah dapat dilihat dengan mata telanjang penyelam setelah berusia lebih dari 10 bulan. Wallace (1985) menelaah karakteristik substrat yang baik untuk rekruitmen karang scleractinia. Ia mendapatkan bahwa substrat yang disukai oleh larva planula adalah yang terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai permukaan yang kompleks. Permukaan substrat yang kompleks memberikan variasi orientasi penempelan planula dan sekaligus perlindungan dari pemangsaan dan perumputan.
transplantasi sebaliknya meningkatkan mortalitas rekruit (Sammarco 1991). Variasi temporal rekruitmen karang banyak tergantung dari musim pemijahan karang. Karang yang memijah sepanjang tahun, misalnya Pocilloporidae, tidak mengalami banyak perbedaan rekruitmen antar waktu.
Penempelan larva planula dapat terhambat jika substrat tertutupi oleh sedimen. Pada kondisi tutupan sedimen sebanyak 95%, telah menghalangi penempelan larva karang Pocillopora damicornis secara total (Hodgson 1990). Sedangkan penurunan tutupan sedimen dari 90% ke 50% tidak memberikan perbedaan jumlah penempelan larva. Babcock dan Davies (1991) juga melaporkan sedimentasi setinggi 3,1 mg/cm2 per hari dapat menurunkan jumlah planula karang Acropora millepora yang menempel di substrat.
Faktor – faktor yang menjadi pembatas bagi rekrutmen karang diantaranya adalah sedimentasi, grazing, keterbatasan ruang dan biota lain yang menghambat pertumbuhan karang rekrut. Sedimentasi selain dapat menghambat penempelan larva juga dapat menurunkan kelulushidupan rekrut. Bulu babi dan ikan jenis Achanturidae dapat menjadi predator karang rekrut. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hewan-hewan perumput (grazer) dapat memfasilitasi penempelan larva dan mempertinggi kelulushidupan rekruit (Harrison and Wallace 1990). Perumputan yang sangat intensif dapat
9
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
[image:59.612.110.499.383.669.2]Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2011 hingga Desember 2011 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan koordinat 5,736526 LS – 5,738623 LS dan 106,60856 BT – 106,09267 BT (Gambar 1). Lokasi penelitian dibagi kedalam empat stasiun yang berbeda yaitu stasiun terpapar I (STP I) dan terpapar II (STP II), dan stasiun terlindung I (STL I) dan terlindung II (STL II). Perbedaan antara bagian terpapar dengan terlindung adalah bagian terpapar merupakan bagian permukaan substrat batu yang secara langsung terkena ombak sedangkan bagian terlindung tidak. Substrat batu tersebut merupakan batu pemecah ombak yang mengelilingi Nusa Resto.
Gambar 1. Peta lokasi wilayah penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu STP I
STL I
STP II
11
[image:60.612.235.406.210.373.2]Data yang diambil mencakup pengukuran beberapa parameter kualitas perairan beserta karang rekrut yang ada pada substrat batu yang berfungsi sebagai breakwater dimana substrat batu tersebut ada yang dibuat pada tahun 2007 dan 2008. Bentuk substrat yang menjadi tempat rekrut karang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Substrat batu (breakwater) berukuran 50x50x50cm di Gosong Pramuka
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah alat dasar selam untuk mempermudah aktivitas didalam air, kamera underwater untuk mengambil foto dari karang rekrut yang ada ditambah dengan penggaris sebagai acuan ukuran karang. Selain itu, untuk mengetahui kondisi kimia
refraktometer. Secara keseluruhan, alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Alat dan Bahan Keterangan
Alat dasar selam Alat bantu selam
Global Positioning System Penentu titik lokasi pengambilan stasiun Kamera underwater Dokumentasi
Meteran dan penggaris Alat ukur
Botol sampel Untuk mengambil sampel air Kertas newtop Menulis data pengamatan Alat tulis Menulis data pengamatan
Termometer Pengukur suhu
Refraktometer Pengukur salinitas
Sampel Termubu karang yang terdapat disana Coral Watch Untuk mengetahui kesehatan karang
Floating Drodge Mengukur arus
3.3. Prosedur Penelitian
13
Gambar 3. Diagram alir tahapan penelitian Salinitas
Kesehatan
3.3.1. Pengamatan Karang Rekrut dan Biota Penempel Lainnya
Tahap pertama adalah pengamatan karang rekrut yang ditemukan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati tiap substrat batu dari awal hingga ujung dan dicatat tiap karang ataupun biota lain yang ditemukan. Setiap karang rekrut yang polipnya terlihat secara kasat mata dihitung dan difoto dengan menggunakan kamera underwater dengan pengaturan macro beserta penggaris sebagai acuan ukuran, selanjutnya akan diidentifikasi hingga tingkat genus dan juga lifeform-nya.
15
Gambar 4. Pengukuran koloni karang dengan teknik foto
Luasan permukaan substrat yang merupakan tempat menempel karang diukur dengan menggunakan meteran. Bentuk substrat yang berupa batuan beton padat berbentuk kubus diukur panjang, dan lebarnya dengan ulangan sebanyak sepuluh kali.
3.3.2. Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur adalah parameter fisika dan kimia dilakukan secara insitu dan pengamatan melalui analisis laboratorium. Prosedur pengambilan data fisik seperti suhu, kecerahan , kedalaman, dan kecepatan arus dilakukan ditempat penelitian secara insitu. Suhu perairan diperoleh dengan cara memasukkan termometer ke air laut lalu membacanya, pengulangan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan di tiap stasiun. Kedalaman diukur dengan menggunakan meteran gulung dengan tiga kali pengulangan pengukuran tiap stasiunnya. Kecerahan diukur dengan menggunakan sechidisk yang
waktu floating drodge menempuh jarak hingga tali meregang lalu digunakan kompas bidik untuk melihat arah arus.
[image:65.612.116.498.354.579.2]Pengambilan parameter kimia seperti salinitas dilakukan secara langsung di tempat penelitian. Sedangkan untuk pH (derajat keasaman), orthofosfat, nitrat, dan amonia dilakukan di laboratorium dengan membawa contoh air laut dari tempat penelitian. Air contoh yang telah diambil disimpan dalam suhu dingin dan terlindung dari cahaya matahari agar tidak rusak saat sampai di laboratorium. Parameter yang diamati baik fisik dan kimia dapat dilihat secara keseluruhan pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter fisika kimia perairan beserta alat yang digunakan
No Parameter Fisika Satuan Pengukuran Alat / Metode
1 Suhu oC Insitu Termometer
2 Kecerahan Meter Insitu Sechidisk
3 Kedalaman Meter Insitu Floating drauge
4 Kecepatan Arus m/detik Insitu Meteran
No Parameter Kimia Satuan Pengukuran Alat / Metode
1 Salinitas Ppt Insitu Refraktometer
2 Derajat Keasaman (pH)
Laboratorium pH meter
3 Orthofosfat mg/l Laboratorium Spektrofotometer
4 Nitrat mg/l Laboratorium Spektrofotometer
5 Amonia mg/l Laboratorium Spektrofotometer
Salinitas didapatkan dengan meneteskan contoh air laut ke kaca
17
spektrofotometer untuk melihat nilai absorbansi yang nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai akhir.
3.3.3. Pengolahan Data
[image:66.612.106.496.417.683.2]Tahap terakhir adalah melakukan pengolahan data foto dengan menggunakan software Image J , sedangkan untuk pengolahan data berupa tampilan grafik digunakan software Microsoft Excel 2007. Pengolahan foto karang pada software Image J dilakukan untuk mendapatkan nilai luasan area karang rekrut beserta diameter nya. Untuk mendapatkannya, dilakukan penentuan skala (Tool Bar Set Scale) pada foto karang yang telah dibuka dalam software Image J sesuai dengan acuan ukuran yang ada (Gambar 5). Setelah itu dilakukan proses digitasi dengan memilih Polygon Selections pada Tool Bar kemudian buka Set Measurements lalu pilih Area dan Feret’s Diameter nya. Langkah terakhir adalah mengukur hasil digitasi dengan memilih Measure pada Tool Bar. Hasil pengukuran akan ditampilkan pada Results secara otomatis (Gambar 6).
Gambar 6. Contoh Tampilan Hasil Pengukuran Luas dan Diameter Software Image J
3.4. Analisis Data
3.4.1. Kepadatan Karang Rekrut
Kepadatan karang di substrat batu (breakwater) diperoleh dari penghitungan koloni karang hidup pada permukaan batu breakwater disetiap stasiun dengan rumus (modifikasi dari English et al. 1997)
ni
N =
a
Keterangan :
19
3.4.2. Analisis statistik
Analisa statistiknya dilakukan dengan analisa statistik deskriptif yaitu dengan grafik dan tabulasi dan dengan analisis korespondensi dan korelasi. Adapun data-data yang akan diolah dalam bentuk grafik dan tabulasi diantaranya data banyaknya genus, lifeform, luasan dan diameter koloni karang, serta
4.1. Kondisi Wilayah Penelitian
Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan
Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan
sekitar dapat dipengaruhi oleh aktivitas dari tempat tempat tersebut. Pengamatan
kondisi fisik kimia perairan dilakukan sebanyak dua kali pada waktu yang berbeda
yaitu pada hari Kamis tanggal 22 September 2011 dan hari Sabtu tanggal 24
September 2011 di keempat stasiun. Parameter-parameter tersebut mempengaruhi
biota yang ada didaerah tersebut termasuk karang yang menjadi topik utama dari
penelitian ini. Kondisi fisika kimia perairan Gosong Pramuka secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
4.1.1. Kondisi Fisik Perairan Wilayah Penelitian
Pasang surut mengakibatkan adanya fluktuasi kedalaman perairan yang
mengakibatkan perbedaan penetrasi cahaya matahari bagi karang. Pasang surut di
perairan ini tidak mengalami anomali selama 5 tahun terakhir (Lampiran 2)
dengan kisaran pasang tertingginya adalah 57 cm di atas mean sea level (tinggi
muka air rata-rata) dan surut terendahnya adalah 50,5 cm di bawah mean sea
level.
Nilai kecerahan di seluruh stasiun penelitian memiliki nilai yang sama
yaitu 100%. Hal tersebut terlihat dari substrat dasar perairan yang terlihat jelas.
Nilai kecerahan 100% dapat diakibatkan kedalaman yang relatif dangkal yaitu
antara 70 – 99 cm sehingga penetrasi cahaya matahari masih dapat menembus
21
fotosintesis bagi karang. Semakin rendah intensitas cahaya yang masuk dalam
kolom perairan mengakibatan semakin rendah laju fotosintesis.
Kondisi arus di stasiun terlindung cenderung stagnan atau statis, kondisi
tersebut biasanya kurang disukai oleh karang yang membutuhkan arus yang cukup
untuk distribusi nutrien, larva dan sedimen, juga untuk membersihkan kotoran dan
[image:70.612.133.479.254.338.2]sampah (Veron 1995).
Tabel 3. Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011
22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep
STP 1 30 30 80 - 99 80 - 99 100% 100%
STL 1 31 31 88 88 100% 100%
STP 2 30 30 70 - 88 70 - 88 100% 100%
STL 2 32 32 85 85 100% 100%
Stasiun Suhu (°C) Kedalaman (cm) Kecerahan (%)
Keterangan : STP = Stasiun Terpapar ; STL = Stasiun Terlindung
Suhu di keempat stasiun berkisar antara 30– 32oC dimana suhu pada
bagian terlindung I dan II memiliki suhu lebih tinggi dari kisaran suhu optimum
bagi pertumbuhan karang yaitu 28 - 30 oC (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
2004). Suhu perairan sangat penting bagi pertumbuhan karang, efek perubahan
suhu pada karang dapat menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi
rata-rata reproduksi, dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang (Dubinsky 1990).
4.1.2. Kondisi Kimia Perairan Wilayah Penelitian
Parameter pH menunjukkan nilai yang berada pada kisaran yang masih