ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA UMK DI
KABUPATEN BOGOR
EMA ULFATUL HAZANAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Ema Ulfatul Hazanah
ABSTRAK
EMA ULFATUL HAZANAH. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peranan penting terhadap perekonomian Indonesia baik ditinjau dari penyerapan tenaga kerja maupun sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra UMK, tingkat kemiskinan masih relatif besar. Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode Ordinary Least Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar UMK di Kabupaten Bogor tidak tergolong miskin, namun tingkat kemiskinan UMK masih relatif besar, lebih besar daripada tingkat kemiskinan nasional. Semua variabel independent/bebas (lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, omset usaha/tahun, usia, dan lama jam kerja/tahun) berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor dan semua variabel tersebut sesuai harapan berpengaruh positif.
Kata kunci: Usaha mikro dan kecil, kesejahteraan rumah tangga, Ordinary Least Square
Micro and Small Enterprises (MSEs) have an important role in Indonesian economy, both in terms of the employment and its contribution to Gross Domestic Product (GDP). Bogor, as one of MSEs centers, still has relatively large poverty rate. Thus, the main objective of this study was to analyze the factors that affect household welfare of MSEs in Bogor by using Ordinary Least Square method. The result showed that the majority of MSEs in Bogor was not classified as poor, but MSEs’ poverty rate was still relatively large more than the national poverty level. All independent variables (length of education, number of family member, business turnover per year, age, and working hours per year) were significantly affected MSEs entrepreneurs’ household welfare in Bogor and as expectation, all variables positively affected.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA UMK DI
KABUPATEN BOGOR
EMA ULFATUL HAZANAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur perekonomian rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Desentraliasasi yang berjudul “Strategi Penguatan UMK dalam Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Bogor” yang dilakukan oleh Tim Peneliti (Dr. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr dan Tim) Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Kakek Baskoro, Ibu Ani Sri Murtini, Ayah Abdul Hadi, Adik Irsyad Maulana Khaironi, serta Nenek Sutik. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1 Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu dan motivasi dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 2 Bapak Dr. Alla Asmara, SPtMSi selaku dosen penguji utama dan Ibu Dr.
Eka Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3 Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.
4 Saudara satu bimbingan, Cynthia Prameswari, Shintia Aryani, Muhammad Fakhri, Ria Brilian, Intania, Vina Oktrina yang telah banyak memberikan bantuan, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
5 Para sahabat penulis Irgandhini Agra Kanaya, Riana Nur Qinthara, Maryam Nabila, Wijdanul Latifah, Nindya Ulfilianjani, Desty Chaerunnisa, Iin Zahratain, Bella Ananda, Addin Rayinda, Raissa Bunga Surya, Ridhati Utria, Mirma Prameswari, Andrielina Firdausih, Arisal Bagus, Bagus Prakoso, Kenys Mya Fridiana, Izmy Mawardi, Pangrio Nurjaya, serta segenap sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Akhirya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan mereka yang memerlukannya.
Bogor, November 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 7
Definisi Usaha Mikro dan Kecil 7
Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil 8
Permasalahan Usaha Mikro dan Kecil 10
Definisi Kesejahteraan Rumah Tangga 11
Teori Labor/Leisure Choice 14
Tingkat Utility dan Perubahan Pendapatan 15
Perubahan Tingkat Pendapatan dan Jam Kerja 15
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumahtagga 16
Penelitian Terdahulu 17
Kerangka Pikir 20
Hipotesis Penelitian 21
METODE PENELITIAN 21
Lokasi dan Waktu Penelitian 21
Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data 21
Metode Pengolahan dan Analisis Data 21
Pengujian Model 23
HASIL DAN PEMBAHASAN 24
Gambaran Umum Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor 27 Kesejahteraan Rumah Tangga UMK Sampel di Kabupaten Bogor 30 Analisis Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK 38
SIMPULAN DAN SARAN 39
Simpulan 39
Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 43
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan Jumlah, Tenaga Kerja dan Kontribusi UMK Terhadap
PDB Indonesia Tahun 2010-2012 1
2 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja UMK Menurut Lokasi
Provinsi di Indonesia Tahun 2013 2
3 Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di Jawa Barat Tahun 2013 3 4 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja UMK di Kabupaten BogorPada
Tahun 2010-2012 4
5 Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013 5
6 Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil 9
7 Jenis Data Sekunder Penelitian 22
8 Jumlah Sampel UMK di Kabupaten Bogor 22
9 Tahapan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Bogor Tahun 2012 27 10 Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2012 30 11 Persentase Jenis Kelamin Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor 31 12 Pengalaman Kerja Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor 31 13 Lama Pendidikan Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor 32 14 Jumlah Anggota Keluarga Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor 33
15 Umur Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor 34
16 Nilai Omset/Tahun Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor 35 17 Lama Jam Kerja/Tahun Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor 36 18 Penggolongan Kesejahteraan Rumah Tangga Pengusaha UMK
Berdasarkan Pendapatan Perkapita/Hari 37
19 Hasil Regresi Berganda 38
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013 3 2 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja UMK di Kabupaten Bogor Pada
Tahun 2010-2013 5
3 Kurva Indiferen 14
4 Kurva Pertambahan Pendapatan dan Utility 15
5 Kurva Perubahan Tingkat Pendapatan 16
6 Kerangka Pikir 20
DAFTAR LAMPIRAN
2 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2010 45 3 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2011 47
4 Kuisioner Penelitian 49
5 Hasil Uji Normalitas 58
6 Hasil Uji Autokorelasi 59
7 Hasil Uji Heteroskedastisitas 59
8 Hasil Uji Multikolonearitas 59
9 Hasil Uji-F 60
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia, salah satunya berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, mengatasi masalah kemiskinan. UMK juga merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan ekonomi lokal serta indikator untuk menciptakan kesejahteraan sosial di Indonesia (Tambunan 2009).
Usaha Mikro dan Kecil telah menjadi fokus pemerintah dalam mengembangkan sektor riil pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia dengan dikeluarkannya Undang Undang No 6 tahun 2007 yang berisi tentang kebijakan pembangunan sektor riil dan melaksanakan program percepatan pembangunan infrastruktur serta pemberdayaan UMK. Hal ini didukung dengan adanya fakta bahwa UMK merupakan sektor usaha yang mempunyai daya tahan tangguh menghadapi goncangan ekonomi dan penyedia lapangan kerja.
Tabel 1 Perkembangan jumlah, tenaga kerja dan kontribusi UMK terhadap PDB Indonesia Tahun 2010-2012
No Indikator
Tahun
2010 2011 2012
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Unit Usaha (A+B) 54 397 324 100 55 162 164 100 56 485 594 100 A. Usaha Mikro 53 823 723 98.95 54 559 969 98.91 55 856 176 98.89 B. Usaha Kecil 573 601 1.05 602 195 1.09 629 418 1.11 2 Tenaga Kerja (A+B) 96 641 917 100 98 877 789 100 104 395 487 100 A. Usaha Mikro 93 014 753 96.25 94 957 797 96.04 99 859 517 95.65 B. Usaha Kecil 3 627 164 3.75 3 919 992 3.96 4 535 970 4.35 3 PDB (A+B) 2 608 428 100 3 319 659 100 3 749 242 100 A. Usaha Mikro 2 011 544 77.12 2 579 388 77.70 2 951 120 78.71 B. Usaha Kecil 596 884 22.88 740 271 22.30 798 122 21.29 Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM 2013
2
perlu meningkatkan pengembangan usaha mikro dan kecil agar dapat mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Tabel 2 Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja UMK Menurut Lokasi Provinsi di Indonesia Tahun 2013
Provinsi Jumlah Tenaga
UMK Kerja
Nanggroe Aceh Darussalam 78 568 156 844
Sumatera Utara 82 888 275 291
Kalimantan Selatan 68 390 132 418
Kalimantan Timur 24 383 71 238
Sulawesi Utara 39 685 85 357
Sulawesi Tengah 33 190 79 774
Sulawesi Selatan 102 486 242 984
Sulawesi Tenggara 65 044 165 152
Gorontalo 22 436 49 195
Sumber : BPS Indonesia 2013
3 unit dengan penerapan tenaga kerja sebanyak 9 955. Namun penyerapan tenaga kerja ini tidak yang paling sedikit di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja yang paling sedikit berada di wilayah Papua Barat yaitu 2 822(Tabel 2).
Tabel 3 Jumlah unit dan tenaga kerja UMK di Jawa Barat Tahun 2013
Kabupaten Unit Usaha Tenaga Kerja
Sukabumi 1547 21 427
Bogor 1157 21 172
Bandung 1048 18 985
Garut 981 16 818
Majalengka 736 14 368
Sumedang 513 15 947
Subang 341 14 069
Kuningan 243 19 176
Indramayu 237 12 339
Tasikmalaya 148 17 189
Ciamis 140 18 991
Cianjur 124 1592
Cirebon 106 8897
Sumber : BPS 2013 (diolah)
Tabel 3 menjelaskan bahwa Kabupaten Bogor memiliki jumlah UMK terbesar kedua di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah mencapai 1 157 unit atau 7.71 persen dari jumlah UMK di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, UMK di Kabupaten Bogor mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 21 172 orang atau 6.25 persen dari total tenaga kerja yang berada di Provinsi Jawa Barat dan jumlah tenaga kerja ini merupakan jumlah tenaga kerja terbesar yang diserap UMK di Provinsi Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa Barat 2013).
v Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013.
4
Jumlah UMK di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 adalah 1 115 unit, jumlah UMK mengalami peningkatan pada tahun 2011, yaitu sebanyak 1 138 unit. Jumlah UMK semakin bertambah pada tahun 2012 sebanyak 1239 unit. Pada tahun 2013, jumlah UMK di Kabupaten Bogor mengalami sedikit penurunan yaitu sebanyak 1 157 unit (BPS Kabupaten Bogor 2013).
Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 tenaga kerja yang bekerja dalam bidang UMK sebanyak 19 789 orang, kemudian pada tahun 2011 jumlahnya mengalami peningkatan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 721 orang. Pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja dibidang UMK sebanyak 21 172 orang (BPS Kabupaten Bogor 2013).
Tabel 4 Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2012
Tahun Jumlah Tenaga Kerja
2010 19 789
2011 20 179
2012 21 850
2013 21 172
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2012
Perkembangan tenaga kerja UMK yang selalu meningkat akan berdampak secara langsung terhadap penurunan tingkat pengangguran di Kabupaten Bogor, jika pengangguran menurun maka tingkat kemiskinan akan menurun dan hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, penting melihat bagaimana profil rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor dan faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan suatu usaha yang memiliki peran penting dan sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran dan sebagai sumber pendapatan bagi kelompok miskin. Selain itu, UMK berperan dalam distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan serta pembangunan ekonomi pedesaan. Pertumbuhan UMK dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan pemerintah agar dapat mengatasi masalah perekonomian di suatu daerah.
5 Tabel 5 Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013
Tahun Jumlah UMK
2010 1 115
2011 1 138
2012 1 239
2013 1 157
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013
UMK banyak berkembang di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah UMK yang berada di Kabupaten Bogor. Jumlah UMK pada tahun 2010 sebanyak 1 115 unit, pada tahun 2011 sebanyak 1 138 unit, kemudian pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup pesat dengan jumlah UMK yaitu sebanyak 1 239, dan terakhir pada tahun 2013 jumlah UMK mengalami penurunan yaitu sebanyak 1 157 unit (Tabel 4).
Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Ini terbukti dengan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja oleh UMK di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 tenaga kerja di bidang UMK mencapai 19 789 orang, tahun 2011 naik menjadi 20 179 orang (mengalami peningkatan sekitar 4.70 persen dari tahun lalu). Pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan dengan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 21 850 orang, dan pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sebanyak 21 172 orang (gambar 2).
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013
Gambar 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor 2010-2013
Perkembangan UMK yang pesat dan penyerapan tenaga kerja yang berada di Kabupaten Bogor oleh UMK dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada, harusnya dengan keadaan yang seperti ini dapat mengatasi masalah kemiskinan, namun Kabupaten Bogor masih memiliki angka kemiskinan tertinggi di Provinsi Jawa Barat.
6
kerja. Diperlukan sebuah pemahaman baru terhadap situasi ketenagakerjaan, bahwa masalahnya bukanlah orang bekerja atau tidak bekerja, melainkan kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK tersebut yang nantinya akan berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan yang berada di Kabupaten Bogor.
Dari uraian tersebut, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan tahapan kesejahteraan di Kabupaten Bogor ?
2. Bagaimana struktur perekonomian rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor ?
3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor ?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor adalah :
1. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan tahapan kesejahteraan di Kabupaten Bogor
2. Mengkaji tingkat kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga
UMK di Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, serta tujuan penelitian maka diharapakan penelitian ini memiliki manfaat antara lain :
1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan dapat memahami kondisi UMK serta mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK yang terdapat di Kabupaten Bogor.
2. Bagi kalangan akademis seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjut secara lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Kajian di fokuskan pada Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor . Adapun yang menjadi batasan kajian ini adalah sebagai berikut :
7 2, Penelitian ini membagi Usaha Mikro dan Kecil menjadi dua kategori, yaitu kategori pengolahan dan kategori perdagangan yang ada di Kabupaten Bogor.
3. Pembahasan ini meliputi faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 dijelaskan tentang pengertian Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Usaha mikro adalah usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat berusaha, serta memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 300 Juta setiap tahunnya. Sedangkan yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau anak cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki total kekayaan lebih dari Rp 50 juta sampai Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta memiliki hasil penjualan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan Rp 2.5 milyar setiap tahunnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 juga menjelaskan karakteristik Usaha Mikro dalam suatu laporan, yaitu :
1 Bedasarkan latar belakang atau motivasi pengusaha Mikro, sebagian besar pengusaha Mikro memiliki alasan utama melakukan kegiatan tersebut adalah ingin memperoleh perbaikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, disebabkan oleh faktor keturunan, karena merasa telah dibekali keahlian dan tidak ada kesempatan untuk mampu berkarir dibidang lain.
2 Berdasarkan kepemilikan status badan hukum, usaha Mikro lebih banyak memiliki status tidak berbadan hukum, cenderung lebih sulit untuk mengakses ke lembaga keuangan perkreditan formal dalam memperoleh modal usaha.
3 Berdasarkan jenis kelamin pengusaha, Usaha Mikro lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita. Struktur ini menunjukkan ada korelasi positif antara tingkat partisipasi wanita sebagai pengusaha dan skala usaha yang berarti semakin besar skala usaha maka semakin sedikit wanita pengusaha.
4 Berdasarkan struktur umur pengusaha, jumlah pengusaha Mikro tersebar disetiap kelompok umur karena kemudahan untuk mendirikan usaha.
8
Menurut World Bank, kriteria usaha mikro dapat dilihat dari tenaga kerjanya dimana berjumlah kurang dari 10 orang dan tidak lebih. Dari sisi pendapatannya kurang dari Rp 1.2 milyar dan memiliki aset bersih paling banyak adalah sebesar Rp 1.2 milyar.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dijelaskan definisi Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha kecil. Sedangkan menurut Undang-undang No 9 Tahun 1995, definisi usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan aset yang dimiliki oleh pengusaha.
Usaha kecil merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas ekonomi.
Pada dasarnya tujuan utama menjalankan usaha kecil sama dengan tujuan perusahaan besar untuk memperoleh laba dan dan menjaga kelangsungan pertumbuhan usaha dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Tujuan utama usaha kecil dicapai dengan cara melakukan kegiatan penyediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No 9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 000 000 000 per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50 000 000 sampai dengan Rp 500 000 000. Menurut Undang-undang No 20 Tahun 2008 yang
dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai.
Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
9 Tabel 6 Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil
Sumber : Tambunan 2009
Aspek Usaha Mikro Usaha Kecil
Formalitas Beroperasi di sektor informal, usaha tidak terdaftar dan tergolong jarang membayar pajak
Dijalankan oleh pemilik, tidak menerapkan pembagian tenaga kerja internal (ILD), manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), sistem anggota keluarga dan tidak dibayar
Derajat mekanisasi sangat rendah/umumnya manual
Beberapa memakai mesin-mesin terbaru dengan teknologi yang bagus
Orientasi pasar Umumnya menjual ke pasar lokal untuk
Pendidikan rendah dan berasal dari rumah tangga
menggunakan bahan baku lokal dan uang sendiri
Beberapa memakai bahan baju impor dan memiliki akses kredit formal
Hubungan-hubungan eksternal
Kebanyakan tidak memiliki akses terhadap program-program
pemerintah dan tidak mempunyai hubungan
Wanita pengusaha Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat tinggi
Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha cukup tinggi
10
Permasalahan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Mikro dan Kecil, antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Tambunan 2009). Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam UMK, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar UMK.
Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan dikarenakan UMK merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang memiliki sifat tertutup yang hanya mengandalkan modal usaha dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
2. Sumberdaya Manusia (SDM) Yang Terbatas
Sebagian besar usaha mikro dan kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Keterbatasan SDM yang dimiliki oleh usaha mikro kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelola usaha, sehingga usaha tersebut jarang dapat berkembang secara optimal. Selain itu, dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh UMK menyebabkan UMK sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
UMK yang pada umumnya merupakan usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena penduduk yang dihasilkan memiliki jumlah terbatas dan memiliki kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha yang memiliki jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau dunia internasional dan promosi yang baik.
Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Yang Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijakan pemerintah untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan kecil, meskipun dari tahun ke tahun terus-menerus disempurnakan, namun belum sepenuhnya kondusif. Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha besar dan pengusaha kecil.
2. Keterbatasan Sarana dan Prasarana
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh UMK tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha seperti apa yang diharapkan.
11 Dengan berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis mikro dan kecil berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Mikro dan Kecil. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka menurunkan daya saing UMK. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan dapat berakibat pada kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
4. Implikasi Perdagangan Bebas
AFTA yang mulai berlaku pada tahun 2003 dan APEC pada tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap Usaha Mikro dan Kecil untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, UMK dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas.
5. Sifat Produk dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk Industri kecil memiliki karakteristik sebagai produk-produk kerajinan dengan lifetime pendek.
6. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik dipasar nasional dan internasional.
Definisi Kesejahteraan Rumah Tangga
Rumah tangga merupakan bagian dari sistem dan berinteraksi dengan beragam lingkungan, artinya keluarga akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi akan berpengaruh pada kualitas kehidupan Rumah Tangga, atau dikenal dengan istilah kesejahteraan rumah tangga. Kesejahteraan rumah tangga adalah terciptanya suatu keadaan yang harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi anggota keluarga, tanpa mengalami hambatan-hambatan yang serius di dalam lingkungan keluarga, dan dalam menghadapi masalah-masalah rumah tangga akan mudah untuk diatasi secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan rumah tangga dapat terwujud. Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsi pendapatan, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan suatu yang bersifat relatif dan dibentuk masyarakat melalui interaksi sosial.
Setiap orang memiliki penilaian terhadap tingkat kesejahteraan dimana antara satu dan yang lainnya tidak sama. Sejahtera bagi seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman dan tingkat kepuasan yang sangat berbeda dan bergantung pada kepribadian masing-masing individu terhadap tingkat kepuasan dan persepsi yang dimilikinya karena pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya.
12
dapat dilihat dari tingkat pendapatan. Tingkat kesejahteraan dapat diukur melalui dua cara, yaitu kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan objektif (Sunarti 2008).
Kesejahteraan subjektif merupakan pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subjektif terhadap keadaannya dalam waktu tertentu. Tingkat kesejahteraan subjektif secara langsung menggambarkan perasaan seseorang dalam konteks standar yang telah ditetapkannya. Semakin tinggi tingkat kepuasan dibandingkan standar hidup yang berlaku, maka semakin tinggi kepuasan terhadap kualitas hidupnya. Kesejahteraan objektif diperoleh melalui hasil pengamatan atau observasi dari suatu objek. Kesejahteraan objektif dapat diukur menggunakan dua indikator yaitu indikator utama dan indikator tambahan. Indikator utama merupakan tingkat pendapatan per kapita per bulan dengan mengacu standar garis kemiskinan daerah, sedangkan tambahan meliputi indikator pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, perumahan, pendidikan anak dan perawatan kesehatan. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan objektif yaitu menggunakan batas garis kemiskinan BPS yang didasarkan pada data konsumsi dan pengeluaran pangan dan non pangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) membagi tahapan kesejahteraan rumah tangga menjadi 5 kategori, yaitu tahapan keluarga pra sejahtera, tahapan keluarga sejahtera I, tahapan keluarga sejahtera II, tahapan sejahtera III, dan tahapan keluarga sejahtera III+. Keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I dinilai sebagai keluarga yang tertinggal. Sementara keluarga sejahtera II, III, dan III+ merupakan keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dengan baik dan hidup berkecukupan atau lebih.
Badan Pusat Statistik menetapkan beberapa tahapan keluarga sejahtera, antara lain : keluarga prasejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III, dan keluarga sejahtera III+.
Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga prasejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern. Keluarga pra sejahtera bisa disebut juga sebagai keluarga tertinggal.
Keluarga Sejahtera I
Keluarga sejahtera I merupakan keluarga yang dapat memenuhi kebutuhannya secara minimal, yaitu :
1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga
2. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda antara di rumah, di sekolah atau bekerja, dan bepergian
4. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan berasal dari tanah
13 Keluarga Sejahtera II
Keluarga sejahtera II merupakan keluarga yang sudah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I dan memenuhi syarat sosial psikologis, antara lain :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur
2. Paling tidak, sekali dalam seminggu keluarga menyediakan daging, atau telur, dan ikan sebagai lauk pauk
3. Seluruh anggota keluarga memiliki 1 pakaian baru dalam setahun 4. Memiliki luas lantai rumah 8m2 tiap penghuni rumah
5. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat 6. Paling tidak 1 orang anggota keluarga berumur 15 tahun ke atas memiliki
penghasilan tetap
7. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin
8. Seluruh anak yang memiliki usia 5-15 tahun bersekolah pada saat itu 9. Bila memiliki 2 anak atau lebih, keluarga yang masih dalam usia pasangan
subur dan produktif memakai kontrasepsi kecuali pasangan tersebut dalam keadaan hamil.
Keluarga Sejahtera III
Keluarga sejahtera III merupakan keluarga yang sudah memenuhi syarat keluarga sejahtera I dan II, selain itu dapat memenuhi syarat pengembangan keluarga, antara lain :
1. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama
2. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga
3. Biasanya memiliki jadwal makan bersama paling tidak sehari sekali dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar keluarga
4. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya 5. Rutin mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling tidak 1 kali
dalam 6 bulan
6. Dapat memperoleh berita dari surat kabar, atau televise, atau majalah 7. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai
dengan kondisi daerah setempat Keluarga Sejahtera III+
Keluarga sejahtera III+ merupakan keluarga yang dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I,II, dan III, serta dapat memenuhi kriteria pengembangan keluarga, yaitu :
1. Secara teratur atau dalam jangka waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi
14
Teori Labor/Leisure Choice
Setiap individu memiliki pilihan untuk menggunakan waktunya selama 168 jam per minggu dengan variasi pilihan yang berbeda, apakah untuk bekerja atau untuk beristirahat, karena pada dasarnya setiap individu membutuhkan waktu biologis yang tetap untuk tidur, makan dan lain sebagainya. Dengan asumsi bahwa untuk kebutuhan yang tetap tesebut adalah 68 jam per minggu (atau paling sedikit 10 jam per hari), maka waktu yang tersisa sebanyak 100 jam per minggu dapat dilakukan pilihan yang berbeda. Pada intinya seseorang tersebut membutuhkan waktu untuk kegiatan pokok, seperti bekerja, makan, istirahat dan kebutuhan hidup lainnya. Ada dua hal yang mungkin dilakukan yaitu bekerja dan
leisure (beristirahat). (Kaufman & Hotchkiss 1999: 45).
Preferensi individu terhadap pilihan bekerja atau leisure untuk menghasilkan pendapatan ditunjukkan oleh kurva indiferen yang menggambarkan hubungan anatara income dan leisure untuk menghasilkan tingkat kepuasaan yang tidak sama. Kurva indiferen memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Pertama, kurva indiferen yang mempunyai slope negatif. Kedua, kurva indiferen yang berbentuk cembung. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan
Diminishing Marginal Rate of Substitution (MRS) atau income dan leisure.
Ketiga, kuva indeferen menunjukkan tingkat kepuasan yang berbeda-beda, semakin ke kanan maka tingkat kepuasaan semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat kepuasan maka akan semakin banyak pendapatan dan leisure yang diperoleh. Keempat, kurva indiferen tidak pernah berpotongan. Jika terjadi perpotongan berarti terjadi ketidakkonsistenan prefendi individu.
15 Tingkat Utility dan Perubahan Pendapatan
Kurva indiferen digunakan untuk menggambarkan tingkat kepuasan yang diperoleh oleh pekerja dalam mengambil keputusan antara pilihan untuk bekerja atau leisure. Tingkat kepuasan individu yang satu dan yang lainnya berbeda-beda. Menurut Payaman, pertambahan pendapatan meningkatkan tingkat kepuasan baik melalui pertambahan konsumsi maupun melalui penambahan waktu senggang. Menambah waktu senggang berarti mengurangi jam kerja.
Gambar 4 Kurva Pertambahan Pendapatan dan Utility
Pertambahan pendapatan dapat dilukiskan dengan garis sejajar yang lebih tinggi seperti B2C2 dan B3C3 yang sejajar dengan B1C1 (ganbar 4). Pertambahan pendapatan seperti dilukiskan oleh D2E2 mengakibatkan :
1. Peningkatan Utility dari U1 menjadi U2
2. Penambahan waktu senggang sebesar D1D2 (OD1 menjadi OD2) 3. Pengurangan waktu yang disediakan untuk bekerja sebesar D2D1
(dari HD1 menjadi HD2)
Perubahan Tingkat Pendapatan dan Jam Kerja
Peningkatan status ekonomi seseorang akan mengakibatkan seseorang akan cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih banyak, yang berarti mengurangi jam kerja (income effect). Disisi lain kenaikan tingkat pendapatan berarti mengakibatkan harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja menambah konsumsi barang. Penambahan waktu tersebut dinamakan substitution effect dari kenaikan tingkat pendapatan (Payaman 1985)
16
Selanjutnya perubahan harga waktu menimbulkan substitution effect yaitu menggantikan waktu senggang untuk pertambahan barang-barang konsumsi (melalui waktu kerja yang lebih banyak). Substitution effect tersebut diperlihatkan dengan pertambahan jam kerja dari HD2 menjadi HD3 atau dari titik E2 menjadi E3. Total effect dari perubahan tingkat upah tersebut adalah selisih dari income effect dan substitution effect. Pertambahan tingkat upah akan mengakibatkan pertambahan jam kerja bila substitution effect lebih dari income effect (Payaman 1995).
Gambar 5 Kurva Perubahan Tingkat Pendapatan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antara variabel kesejahteraan rumhatangga sebagai variabel dependen dengan variabel independen (lama pendidikan, jumlah naggota keluarga, usia, jam kerja dan omset usaha) yang diakomodasi dari teori yang relevan dan serta beberapa penelitian sebelumnya.
Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Pendidikan
17 Hubungan antara Pendapatan dengan Jumlah Anggota Keluarga
Tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan bagi kepala rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan yang ada. Besarnya jumlah tanggungan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kemauan untuk melakukan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan keluarga. Karena semakin banyak tanggungan dalam keluarga, maka waktu yang disediakan untuk bekerja akan semakin efektif. Dengan semakin efektifnya waktu, maka akan berakibat pada pendapatan rumah tangga yang akan bertambah (Sihol Sutangkir 2007).
Hubungan antara Pendapatan dengan Usia
Usia memiliki hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan penawaran tenaga kerjanya. Semakin meningkat usia seseorang maka akan semakin meningkat pula penawaran kerjanya. Selama masih dalam usia produktif, karena semakin tinggi usia seseorang maka semakin besar tanggung jawab yang harus ditanggung. Meskipun pada titik tertentu penawaran akan menurung seiring dengan bertambahnya usia (Payaman 1985).
Pendapat yang sama disampaikan oleh Gusti Bagus Wirya Gupta, umur bagi seseorang berperan penting dalam menghadapi kehidupan rumah tangga, karena umur berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam siklus hidupnya. Salah satu bagian dari siklus hidup tersebut dapat mempengaruhi kesempatan kerjanya. Semakin tua usia maka akan semakin banyak pengalaman kita sebagai pengusaha sehingga mengetahui dengan baik cara untuk mengelola suatu usaha.
Hubungan antara Pendapatan dengan Jam Kerja
Menurut hasil penelitian Sihol Situngkir (2007) jam keja merupakan alasan utama seseorang sebagai bentuk usaha meningkatkan pendapatan. Semakin tinggi jam kerja diharapkan akan semakin meningkat pula pendapatan. Lama jam kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Oleh karena itu, jika jam kerja seseorang meningkat maka pendapatan juga akan meningkat.
Hubungan antara Pendapatan dan Omset Usaha
Menurut hasil penelitian Novita Elina dan Rita Ratina (2010) omset usaha juga merupakan alasan utama seseorang sebagai bentuk usaha meningkatkan pendapatan. Semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi pula omset usaha yang akan didapatkan oleh pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
Penelitian Terdahulu
18
simple random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Pendapatan adalah variable dependen, dan lama pendidikan, umur, jumlah tanggungan, jarak tempuh, serta dummy usaha merupakan variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pendidikan, umur, jumlah tanggungan serta dummy usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan rumah tangga, sedangkan jarak tempuh tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga pedagang sayur di Kotamadya Jambi.
Penelitian oleh Novita Elina dan Rita Ratina (2007) mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pengusaha Olahan Kayu di Kelurahan Bentuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 21 responden pengusaha olahan kayu sebagai sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi linier berganda. Variabel dependen adalah pendapatan, sedangkan variabel independennya adalah umur, jumlah tanggungan, jarak dari tempat tinggal ke tempat kerja, tingkat pendidikan dan pengeluaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, jumlah tanggungan, jarak dari tempat tinggal ke tempat kerja, tingkat pendidikan,serta pengeluaran berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumah tangga pengusaha olahan kayu yang berada di Kelurahan Bentuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda.
Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Gusti Ngurah Marheini (2008) mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Nelayan di Daerah Sanur Kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 200 responden nelayan sebagai sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Variabel dependen adalah pendapatan, sedangkan variabel independen adalah umur, umur anak terakhir, lama jam kerja, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama jam kerja, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan berpengaruh positif signifikan, sedangkan umur dan umur anak terakhir berpengaruh negatif signifikan terhadap pendapatan rumah tangga nelayan di Daerah Sanur Kecamatan Denpasar Selatan.
Penelitian oleh Istatuk Budi Yustanto (2008) mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 60 responden pedagang kaki lima sebagai sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan adalah metode regresi linier berganda dan uji – t beda rata-rata. Variabel dependen adalah pendapatan, dan variabel independennya adalah lama pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat kerja, lama jam kerja, dan umur. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempuh tempat tinggal ke tempat kerja, lama jam kerja, dan umur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan pedagang kaki lima sehingga berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan pedagang kaki lima yang berada di Kabupaten Jember.
19 Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 169 responden yang berada di Kabupaten Tabanan. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama jam kerja, konsumsi, dan umur sebagai variabel independen. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama jam kerja, konsumsi, dan umur memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan rumah tangga pengusaha industry pengolahan di Desa Pandak Gede Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan.
Penelitian oleh Sugeng Haryanto (2011) mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pedagang Kaki Lima di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 60 pedagang kaki lima yang berada di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, jumlah tanggungan, konsumsi, umur, lama jam kerja, dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat bekerja. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, konsumsi, umur, lama jam kerja, dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat bekerja berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pedagang kaki lima di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek.
Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Ni Wayan Putu Artini (2012) dengan penelitian berjudul Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pembuat Makanan Olahan di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 50 pembuat makanan olahan yang berada di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, umur, lama usaha, jumlah tanggungan, dan konsumsi sebagai variabel independen. Hasil menunjukkan bahwa lama pendidikan, umur dan konsumsi berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumah tangga pembuat makanan olahan. Sedangkan untuk lama usaha dan konsumsi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pendapatan pembuat makanan olahan yang berada di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang.
20
Kerangka Pikir
Penelitian ini menganalisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari pendapatan rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana struktur perekonomian rumah tangga UMK dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
Gambar 6 Kerangka Pikir Perekonomian
Indonesia
Sektor UMK
Usaha Mikro Usaha Kecil
Profil Rumah Tangga Pengusaha
UMK
Kondisi Usaha Mikro dan
Kecil di Kabupaten
Bogor
Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan
Rumah Tangga UMK (Regresi Linier)
21 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat diberikan jawaban sementara (hipotesis) terhadap permasalahan tersebut. Hipotesisnya adalah sebagai berikut :
1. Lama pendidikan berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. 2. Jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan positif terhadap
kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
3. Usia pengusaha berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. 4. Omset usaha/usaha berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan
rumah tangga pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
5. Jam kerja/tahun berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor, khususnya di Kecamatan Dramaga, Ciampea, dan Cibinong. Kabupaten Bogor merupakan sentra UMK di Provinsi Jawa Barat dan Ketiga kecamatan tersebut merupakan sentra usaha mikro dan kecil di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2013.
Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data
22
Tabel 7 Jenis Data Sekunder Penelitian
Data Sekunder Sumber
1. Data Sekunder Utama
Studi Sebelumnya a. Lama Pendidikan
b. Jumlah Anggota Keluarga c. Omset Usaha/tahun d. Usia
e. Jam Kerja/tahun f. Dummy Usaha
2. Data Sekunder Lainnya
a. Perkembangan Jumlah, Tenaga Kerja, Kontribusi
Kementrian Koperasi dan UKM UMK Terhadap PDB Indonesia
b. Perkembangan Jumlah UMK di Indonesia BPS Indonesia
c. Jumlah Unit UMK di Jawa Barat BPS Indonesia
d. Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor BPS Kabupaten Bogor
e. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten
BPS Kabupaten Bogor Bogor
f. Penduduk Miskin Kabupaten Bogor BPS Kabupaten Bogor
g. Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil Tambunan
Dalam Hibah Penelitian Desentralisasi dimana penulis menggunakan data yang dikumpulkan dalam studi tersebut sebagai data utama dalam penelitian ini, penentuan responden sampel peneltian dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih mencakup usaha mikro dan kecil dimana usaha mikro harus lebih banyak jumlahnya dan di masing-masing kelompok usaha tersebut harus terdiri dari usaha pengolahan dan perdagangan dimana kedua sektor tersebut merupakan jenis usaha yang dominan dari UMK di Kabupaten Bogor. Sample yang digunakan sebanyak 51 responden dari sektor pengolahan dan 49 responden dari sektor perdagangan. Sampel yang terpilih pada sektor pengolahan terdiri dari makanan-minuman, bahan dasar logam/ kayu/ bambu, bahan dasar kulit dan konveksi. Sementara Ssampel yang terpilih pada sektor perdagangan terbagi atas warung/ rumah makan, sembako/ kelontong, dan PKL.
Tabel 8 Jumlah Sampel UMK di Kabupaten Bogor
23
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan terdiri dari metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif diperoleh dalam bentuk tabulasi dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 untuk menjawab tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui struktur perekonomian rumah tangga pengusaha Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor.
Analisis Kuantitatif
Dalam menjawab tujuan penelitian yang kedua yaitu mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kabupaten Bogor. Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan Software Eviews. Dalam menguji keberartian koefisien regresi secara simultan dilakukan uji-F dan untuk menguji pengaruh secara parsial dilakukan uji-t.
Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk memudahkan dalam pengolahan data, maka data tersebut dimasukkan ke
Microsoft Excel 2007 dan diolah menggunakan Eviews 6.
Regresi berganda dirumuskan sebagai berikut :
Yt = ẞ0 + ẞ1X1 + ẞ2X2 + ẞ3X3 + ẞ4X4 + ẞ5X5 + ẞ6DX6 + ὲ Keterangan :
Yt = Variabel dependent (Pendapatan/tahun) X1 = Lama Pendidikan
X2 = Jumlah Anggota Keluarga X3 = Omset Usaha/tahun X4 = Usia
X5 = Jam Kerja/tahun DX6 = Dummy Usaha
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah variable dependent
yaitu pendapatan/tahun pengusaha Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor. X1 menunjukkan lama pendidikan pengusaha UMK, X2 menunjukkan jumlah anggota keluarga pengusaha UMK, sedangkan X3 menunjukkan omset usaha/tahun pengusaha UMK, X4 merupakan usia kepala keluarga, X5 menunjukkan lama jam kerja/tahun yang dilakukan oleh pengusaha UMK, dan DX6 menunjukkan dummy usaha, dimana usaha mikro=1 dan usaha kecil =0.
Pengujian Model
Uji Koefisien Determinasi ( )
24
tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel terikatnya. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas, sedangkan jika R2 sebesar satu, maka terdapat kecocokan yang sempurna antara variabel terikat dengan variabel bebas.
Uji t-Statistik
Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas secara parsial berpengaruh pada variabel terikatnya. Probability t-statistik menunjukkan besarnya pengaruh nyata untuk masing-masing variabel. Apabila probability
untuk masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata, maka variabel bebas tersebut berpengaruh nyata. Begitu pula, jika probability lebih besar daripada taraf nyata, maka variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK.
Uji F-Statistik
Probability F-statistic digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas terhadap kesejahteraan rumah tangga Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor. Hipotesis untuk melakukan uji F-statistik adalah sebagai berikut.
H0 : Semua α = 0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
H1 : α ≠ 0, maka minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
Apabila probability F-statistic kurang dari taraf nyata (prob < α ), maka tolak H0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor secara nyata. Namun sebaliknya jika probability F-statistic lebih besar dari taraf nyata, dapat disimpulkan bahwa terima H0 , artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor .
Uji Pelanggaran Asumsi
Uji pelanggaran asumsi klasik adalah sebagai berikut : Multikolienaritas
25 Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas. Salah satu caranya menurut Gujarati (2007) yaitu melalui correlation matric, dimana batas terjadinya korelasi antarsesama variabel bebas adalah tidak lebih dari |0.80|.
Selain itu ada cara lain menurut Gujarati (2007) untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonearitas yaitu dengan menggunakan Uji Klein. Menurut Uji Klein, apabila terjadi nilai korelasi yang lebih tinggi dari |0.80|, maka multikolonearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi
Adjusted R-squared-nya. Heteroskedastisitas
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Adanya heteroskedastisitas akan menyebabkan parameter yang diduga menjadi tidak efisien. Heteroskedastisitas tidak merusak ketakbiasan dan konsistensi dari penarik Ordinary Least Square (OLS), tetapi penduga OLS tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (yaitu asimtotik) (Gujarati 1997). Untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran ini dengan menggunakan White Heteroscedasticity Test. Nilai probabilitas Obs*R-Squared dijadikan sebagai acuan untuk menolak atau menerima H0 : homoskedastisitas.
Probabilitas Obs*R-Squared < taraf nyata α, maka tolak H0 Probabilitas Obs*R-Squared > taraf nyata α, maka terima H0
Apabila H0 ditolak maka akan terjadi gejala heteroskedastisitas, begitu juga sebaliknya apabila terima H0 maka tidak akan terjadi gejala heteroskedastisitas. Autokorelasi
Kendall dan Buckland dalam Gujarati (1997) mengatakan istilah autokorelasi bisa didefinisikan sebagai korelasi diantara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala) atau ruang (seperti data lintas sektoral). Sebagaimana halnya dengan masalah heteroskedastisitas, penduga OLS tidak lagi efisien atau ragamnya tidak lagi minimum jika ada autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Probabilitas Obs*R-Squared < taraf nyata α, maka terdapat autokorelasi
Probabilitas Obs*R-Squared > taraf nyata α, maka tidak ada autokorelasi
Uji Normalitas
Uji ini dilakukan karena data yang digunakan kurang dari 30. Uji ini digunakan untuk melihat apakah error term mendekati distribusi normal. Kriteria uji yang digunakan :
1. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera taraf nyata (α), maka
model tidak memiliki masalah normalitas atau dapat dikatakan error term
terdistribusi secara normal.
26
Uji Kriteria Statistik :
Untuk mengevaluasi model berdasarkan kriteria statistik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pengujian di bawah ini :
Uji Koefisien Determinasi ( )
Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikat. Nilai mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel terikatnya. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas, sedangkan jika sebesar satu, maka terdapat kecocokan yang sempurna antara variabel terikat dengan variabel bebas.
Uji t-Statistik
Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas secara parsial berpengaruh pada variabel terikatnya. Probability t-statistik menunjukkan besarnya pengaruh nyata untuk masing-masing variabel. Apabila probability
untuk masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata, maka variabel bebas tersebut berpengaruh nyata. Begitu pula, jika probability lebih besar daripada taraf nyata, maka variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK.
Uji F-Statistik
Probability F-statistic digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. Hipotesis untuk melakukan uji F-statistik adalah sebagai berikut.
H0 : Semua α = 0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap perkembangan UMK di Kabupaten Bogor.
H1 : α ≠ 0, maka minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap perkembangan UMK di Kabupaten Bogor.
Apabila probability F-statistic kurang dari taraf nyata (prob < α ), maka tolak H0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi perkembangan UMK di Kabupaten Bogor secara nyata. Namun sebaliknya jika
probability F-statistic lebih besar dari taraf nyata, dapat disimpulkan bahwa terima H0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga Usaha Mikro dan Kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
Kelemahan Metode Ordinary Least Square (OLS)
Ketika menggunakan data time series, seringkali muncul kesulitan-kesulitan yang sama sekali tidak dijumpai pada saat menggunakan data cross section. Ada beberapa hal yang menjadi kelemahan dari metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan data time series (Sarwoko 2005) antara lain :
27 mendahului variabel lain, tidak dapat dipastikan bahwa variabel tersebut menyebabkan variabel lain berubah, namun hampir dapat dipastikan bahwa kebalikannya adalah bukan hal itu.
2 Variabel independent nampak lebih signifikan dibandingkan sebenarnya, yaitu variabel dependentnya dalam kurun waktu periode sampel.
3 Terkadang variabel time series tidak stasioner. Maksudnya rata-rata dan variannya tidak konstan sepanjang waktu dan nilai kovarian antara dua periode waktu bergantung dari jarak atau lag antara dua periode dari waktu sesungguhnya dimana kovarian itu dihitung dan bukan dari periode pada waktu itu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor
Pada tahun 2012, jumlah seluruh keluarga yang berada di Kabupaten Bogor mencapai 1 188 676 keluarga, dimana jumlah keluarga prasejahtera sebanyak 219 193 atau sebesar 18.44%, keluarga sejahtera I yaitu, 320 050 atau sebesar 26.92% dan jumlah keluarga sejahtera II,III, III+ sebanyak 649 442 atau sebesar 54.64%. Pada tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah keluarga yang masuk dalam kategori keluarga sejahtera II,III, dan III+ jumlahnya mendominasi jika dibandingkan dengan jumlah keluarga dengan kategori prasejahtera dan kategori sejahtera I (Tabel 9).
Tabel 9 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2012 Kecamatan
Keluarga Keluarga Keluarga Sejahtera Jumlah
pra Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ Keluarga
28
Lanjutan Tabel 9 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2012 Kecamatan
Keluarga Keluarga Keluarga Sejahtera Jumlah
pra Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ Keluarga
29
Lanjutan Tabel 9 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2012 Kecamatan
Keluarga Keluarga Keluarga Sejahtera Jumlah
pra Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ Keluarga
Gunung Sindur 3 881 8 218 10 737 22836
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Total kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor berjumlah 40 kecamatan. Sebanyak 28 Kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor, termasuk dalam kelompok keluarga prasejahtera (miskin) yang cukup tinggi dari total 40 Kecamatan. 28 Kecamatan tersebut, adalah Kecamatan Nanggung (31.01%), Kecamatan Leuwiliang (27.95%), Kecamatan Leuwisadeng (29.22%), Kecamatan Pamijakan (31.24%), Kecamatan Cibungbulang (25.29%), Kecamatan Tenjolaya (29.72%), Kecamatan Dramaga (30.68%), Kecamatan Cijeruk (32.38%), Kecamatan Casingin (26.32%), Kecamatan Ciawi (23.91%), Kecamatan Cisarua (28.91%), Kecamatan Megamendung (23.45%), Kecamatan Sukaraja (18.5%). Kemudian ada Kecamatan Sukamakkur (37.62%), Kecamatan Cariu (31.71%), Kecamatan Tanjungsari (24.78%), Kecamatan Klapanunggal (23.46%), Kecamatan Bojonggede (31.24%), Kecamatan Tajurhalang (25,29%), Kecamatan Kemang (22.6%), Kecamatan Ciseeng (29.6%), Kecamatan Rumpin (20.17%), Kecamatan Cigudeg (28.24%), Kecamatan Sukajaya (42.12%), Kecamatan Jasinga (42.83%), Kecamatan Tenjo (48.63%), dan Kecamatan Parung Panjang (28.56%) (Tabel 9). 40 Kecamatan tersebut merupakan Kecamatan yang memiliki persentase tinggi dibandingkan dengan persentase keluarga prasejahtera yang berada di Kabupaten Bogor.
Tahapan keluarga sejahtera Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 2009-2012 terus mengalami peningkatan. Perkembangan prasejahtera dalam kurun waktu 2009-2012 adalah sebesar 20 persen, sedangkan sejahtera I adalah 26.8 persen. Selanjutnya, yaitu tahapan sejahtera II,III,III+ memiliki perkembangan yang cukup besar, yaitu 53.2 persen dalam kurun waktu 2009-2012 (Tabel 10).
30
kategori keluarga prasejahtera berkurang. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Bogor memiliki jumlah keluarga sejahtera yang semakin meningkat.
Tabel 10 Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor Pada Tahun 2009-2012
Tahapan Keluarga Sejahtera Tahun
%
Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Tahapan keluarga sejahtera I pada tahun 2009 memiliki presentase 26.5 persen. Sedangkan dalam kurun waktu 2010-2012 memiliki persentase tetap, yaitu sebesar 26.9. hal ini menandakan bahwa tidak ada banyak perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 2009-2012 untuk kategori tahapan keluarga sejahtera I yang berada di Kabupaten Bogor.
Tahapan keluarga sejahtera II,III, dan III+ terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2009-2012 di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2009, persentase keluarga sejahtera II,III, dan III+ adalah sebesar 50.5 persen. Pada tahun 2010, persentasenya naik menjadi 53.1 persen. Sedangkan pada tahun 2011, persentase keluarga sejahtera II, III, dan III+ memiliki persentase sebesar 54.2 persen, dan ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2012. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan persentase, yaitu sebesar 54.6 persen pada tahun 2012. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu 2009-2012 jumlah keluarga sejahtera di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan.
Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Usaha Mikro dan Kecil Sampel di Kabupaten Bogor
Karakteristik merupakan suatu kriteria yang digunakan untuk menjelaskan suatu hal tertentu. Dalam penelitian ini, sosial ekonomi usaha mikro dan kecil memberikan informasi mengenai kondisi sosial ekonomi pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. Dalam bab ini akan dijelaskan karakteristik pengusaha usaha mikro dan kecil, karakteristik usaha, dan kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor.
Karakteristik Pengusaha Usaha Mikro dan Kecil Kabupaten Bogor
31 usaha, lama pendidikan pengusaha, jumlah anggota keluarga, serta umur pengusaha.
Tabel 11 Persentase Jenis Kelamin Pengusaha Usaha Mikro dan Kecil
Jenis Kelamin Total
Kategori Laki-Laki Perempuan
Mikro
a. Pengolahan 27 11 38
b. Perdagangan 22 14 36
Total 49 25 74
(66.22) (33.78) (100)
Kecil
a. Pengolahan 8 5 13
b. Perdagangan 9 4 13
Total 17 9 26
(65.38) (34.62) (100)
Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Dalam usaha mikro, rata-rata pengusaha berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 49 orang atau sebesar 66.22 % , dan selebihnya dijalankan oleh perempuan dengan jumlah 25 orang atau sebesar 33.78 %. Kondisi pelaku usaha kecil tidak jauh berbeda dengan usaha mikro. Untuk usaha kecil, rata-rata dijalankan oleh laki-laki dengan jumlah 17 orang atau sebesar 65.38 % dan perempuan dengan jumlah 9 orang atau 34.62 % (Tabel 11). Jumlah pengusaha laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengusaha berjenis kelamin perempuan disebabkan karena kebanyakan usaha mikro dan kecil yang dijalankan oleh responden di Kabupaten Bogor berupakan penghasilan utama dan yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga adalah laki-laki.
Tabel 12 Pengalaman Kerja Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Kategori Pengalaman Usaha Total
<3 tahun 3-10 tahun >10 tahun Mikro
a. Pengolahan 2 14 23 39
b. Perdagangan 5 11 19 35
Total 7 25 42 74
(9.46) (33.78) (56.76) (100) Kecil
a. Pengolahan 2 3 7 12
b. Perdagangan 2 4 8 14
Total 4 7 15 26
(15.38) (26.92) (57.70) (100)