HUBUNGAN KADAR KOLESTEROL DENGAN
SINDROM KORONER AKUT DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2012
Oleh :
ASYIFA ZULINANDA EKA PUTRI 100100372
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : Hubungan Kadar Kolesterol dengan Sindrom Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Tahun 2011-2012.
NAMA : Asyifa Zulinanda Eka Putri NIM : 100100372
Pembimbing Penguji I
(dr. Andika Sitepu, Sp.JP (K)) (dr. Sake Juli Martina, Sp.FK) NIP : 197911122008011004 NIP : 197807272003122003
Penguji II
(dr. Sri Amelia, M.Kes) NIP : 197409132003122001
Medan, Januari 2014
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengajarkan manusia ilmu dengan cara membaca dan menulis, serta syukur atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Bagi penulis, ini merupakan suatu tugas dan kewajiban yang tidak ringan. Walaupun demikian penulisan ini mempunyai manfaat bagi penulis terutama dalam menulis sebuah karya untuk pengembangan ilmu dalam bidang kedokteran.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini selain atas upaya penulis sendiri juga tidak terlepas dari banyak bantuan, bimbingan, pengarahan, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menyampaikan penghormatan dan terimakasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU.
2. dr. Andika Sitepu, Sp.JP (K) selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. dr. Sake Juli Martina Sp.FK dan dr. Sri Amelia M.kes selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan nasehat dalam penyempurnaan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. dr. Edy Ardiansyah, Sp.OG selaku dosen Penasehat Akademik yang selalu memberika senmangat dan motifasi kepada penulis, dan telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran USU
kasih sayang dan pengorbanan , beserta adik tersayang Fauzan Dwi Putra Lubis, mereka yang selalu memberikan doa, semngat, dan dukungan yang tidak pernah putus sebagai bentuk kasih sayang kepada saya.
6. Tengku Reza Aditya, atas pengertian, kesabaran, perhatian, dukungan, doa, waktu, serta tenaganya dalam membantu penulis untuk menyelasaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Sahabat-sahabat yang tersayang, Eristantya Trisuci, Annisa Putri, Annisa Febrina, Dhaifina Dwi Hasri, dan Bagus Airlangga yang selalu memberikan dukungan dan doa selama masa perkuliahan.
8. Teman-teman seperjuangan, Tya, Patria, Aga, dll yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga mereka serta sama-sama saling mendukung dan memberi masukan agar penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
9. Nina Melina Ginting, sebagai teman se-dosen pembimbing yang sama-sama berjuang, saling mendukung dan bertukar pikiran selama masa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
10.Rekan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2010, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Serta Senior dan Junior yang telah banyak membantu dalam masa perkuliahan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
11.Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan.
12.Pihak RSUP Haji Adam Malik yang mempunyai peran penting dalam membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
13.Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu saya dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Akhir kata penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dan penulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia kesehatan dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, November 2013 Penulis
ABSTRAK
Latar belakang: SKA yaitu STEMI, NSTEMI dan APTS merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang. SKA terjadi karena pecahnya plak atherosklerosis yang lalu diikuti oleh proses trombogenesis. Proses itu erat kaitannya dengan dislipidemia, yaitu kelainan metabolisme lipid. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain.
Tujuan : untuk mengetahui hubungan kadar kolesterol dengan SKA.
Metode : Jenis penelitian yang digunakan observational analitik, dengan rancangan penelitian retrospective study. Populasi dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data rekam medis pasien rawat inap priode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012, semua penderita SKA, dengan usia >18 tahun yang melakukan pemeriksaan kadar kolesterol awal (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) yaitu sebanyak 194 orang, dengan besar sample diperoleh dari uji hipotesis satu populasi.
Hasil : Hasil penelitian, diketahui bahwa mayoritas pasien SKA, ditemukan memiliki kadar kolesterol total normal (70,1 %), kolesterol trigliserida normal (68 %) dan kadar Kolesterol LDL pada optimal dan sub optimal (61,9 %), Sedangkan pada kolesterol HDL ditemukan mayoritas kategori mengkhawatirkan sampai rendah (96,9 %.). Hasil Analisis ditemukan ada hubungan yang signifikan antara SKA dengan kadar kolesterol HDL katagori mengkhawatirkan sampai rendah p = 0,045 (p < 0,05).
Kesimpulan : Pada penelitian ini didapatkan bahwa kejadian SKA berhubungan dengan rendahnya kadar HDL
Kata kunci : sindrom koroner akut, kolesterol, trigliserida, HDL, LDL
ABSTRACT
Background : ACS : STEMI, NSTEMI and APTS are a significant public health problem in industrialized countries, and began to be meaningful in developing countries. ACS occurs because atherosclerotic plaque rupture followed by the process of thrombogenesis. The process is related to dyslipidemia , abnormality lipid metabolism. The most important abnormalities lipid fraction is increased of total cholesterol, LDL cholesterol, and in triglyceride levels and also decreased of HDL levels. All of them have an important role and closely related to one and another.
Objective : To determine the relationship of cholesterol levels with ACS.
Methods : The research used observational analytic study with retrospective study design. The population in this study is a secondary data obtained from the medical records of inpatients period January 1, 2011 - December 31, 2012, all ACS’s patients, with age >18 years who did the initial examination cholesterol levels ( total cholesterol, LDL, HDL, and triglycerides ) there are 194 people, with numbers of sample obtained from one population hypothesis test.
Results : The results of the study, it is known that the majority of ACS patients, were found to have normal levels of total cholesterol (70.1%), normal cholesterol triglycerides (68 %), and LDL cholesterol levels in the optimal and sub- optimal (61.9%), but the majority cholesterol HDL was found in alarming to lower category (96.9%). Analysis of the results found a significant relationship between ACS with alarming to lower category of HDL cholesterol levels p= 0.045 (p < 0.05).
Conclusion : In this study were found that the incidence of ACS is associated with low levels of HDL
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN... i
KATA PENGANTAR... ii
ABSTRAK ..…... v
DAFTAR ISI…... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR SINGKATAN... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1. Kolesterol ... 6
2.1.1 Defenisi dan Fungsi Kolesterol ... 6
2.1.2 Pengukuran Kadar Kolesterol ... 7
2.1.3 Interpretasi Kadar Kolesterol dalam Darah ... 8
2.2. Sindrom Koroner Akut ... 10
2.2.1 Defenisi SKA ………... 10
2.2.3 Patogenesis dan Patofisiologi SKA ... 13
2.2.4 Faktor Resiko ………... 17
2.3. Kolesterol dan Sindrom Koroner Akut …………... 17
2.3.1 Hubungan Peningkatan Kadar Kolesterol dengan SKA. 18 2.3.2 Interpretasi Hasil Laboratorium Pemeriksaan Kolesterol Berhubungan dengan SKA ………... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.... 23
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 23
3.2. Definisi Operasional ... 24
3.3. Sindrom Koroner Akut STEMI, NSTEMI, Angina Pektoris Tidak Stabil... 25
3.4. Hipotesa ... 25
BAB 4 METODE PENELITIAN………... 26
4.1. Jenis Penelitian ... 26
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
4.2.1 Lokasi Penelitian ………..…... 26
4.2.2 Waktu Penelitian …………... 26
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
4.3.1 Populasi Penelitian ... 27
4.3.2 Sample Penelitian………... 27
4.4. Teknik Pengumpulan Data... 30
4.4. Pengolahan dan Analisa Data ... 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 32
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32
5.2.1 Karakteristik Responden……... 33
5.2.2 Hubungan Kadar Kolesterol dengan Sindrom Koroner Akut di RS. Haji Adam Malik Tahun 2011-2012... 35
5.3. Pembahasan ... 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ……...………... 42
4.1. Kesimpulan ... 42
4.2. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ………...……... 44
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Kolesterol Total, Kolesterol LDL, Kolesterol HDL, dan Trigliserida
9
Tabel 4.1 Gambaran Data Pasien SKA Rawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012
29
Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Kadar Kolesterol, dan Kriteria SKA
33
Tabel 5.2 Kadar Kolesterol Pasien SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011-2012
34
Tabel 5.3 Hubungan Kadar Kolesterol Total dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012
35
Tabel 5.4 Hubungan Kadar Kolesterol Trigliserida dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012
36
Tabel 5.5 Hubungan Kadar Kolesterol HDL dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012
36
Tabel 5.6 Hubungan Kadar Kolesterol LDL dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Spektrum Sindrom Koroner Akut 10
Gambar 2.2 Anatomi Arteri Koronaria 12
Gambar 2.3 Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initation, Progression, dan Complication) Pada Plak Aterosklerosis
14
Gambar 2.4 Karakteristik plak yang rentan/ tidak stabil (vulnerable)
15
DAFTAR SINGKATAN
APTS Angina Pektoris Tidak Stabil
Depkes Departemen Kesehatan
EKG Elektrokardiogram
HDL High Density Lipoprotein
IMA Infark Miokard Akut
Kanwil Kantor Wilayah
LDL Low Density Lipoprotein
NCEP-ATP III National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III
NSTEMI non ST Elevation Myocardial Infraction
PBB Persatuan Bangsa Bangsa
PJK Penyakit Jantung Koroner
RSUP Rumah Sakit Umum Pemerintah
SKA Sindrom Koroner Akut
SKRT Survei Kesehatan Rumah Tangga
STEMI ST Elevation Myocardial Infraction
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Surat Persetujuan Komisi Etik
Lampiran 4 Data Induk
Lampiran 5 Hasil Analisis Data
ABSTRAK
Latar belakang: SKA yaitu STEMI, NSTEMI dan APTS merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang. SKA terjadi karena pecahnya plak atherosklerosis yang lalu diikuti oleh proses trombogenesis. Proses itu erat kaitannya dengan dislipidemia, yaitu kelainan metabolisme lipid. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain.
Tujuan : untuk mengetahui hubungan kadar kolesterol dengan SKA.
Metode : Jenis penelitian yang digunakan observational analitik, dengan rancangan penelitian retrospective study. Populasi dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data rekam medis pasien rawat inap priode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012, semua penderita SKA, dengan usia >18 tahun yang melakukan pemeriksaan kadar kolesterol awal (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) yaitu sebanyak 194 orang, dengan besar sample diperoleh dari uji hipotesis satu populasi.
Hasil : Hasil penelitian, diketahui bahwa mayoritas pasien SKA, ditemukan memiliki kadar kolesterol total normal (70,1 %), kolesterol trigliserida normal (68 %) dan kadar Kolesterol LDL pada optimal dan sub optimal (61,9 %), Sedangkan pada kolesterol HDL ditemukan mayoritas kategori mengkhawatirkan sampai rendah (96,9 %.). Hasil Analisis ditemukan ada hubungan yang signifikan antara SKA dengan kadar kolesterol HDL katagori mengkhawatirkan sampai rendah p = 0,045 (p < 0,05).
Kesimpulan : Pada penelitian ini didapatkan bahwa kejadian SKA berhubungan dengan rendahnya kadar HDL
Kata kunci : sindrom koroner akut, kolesterol, trigliserida, HDL, LDL
ABSTRACT
Background : ACS : STEMI, NSTEMI and APTS are a significant public health problem in industrialized countries, and began to be meaningful in developing countries. ACS occurs because atherosclerotic plaque rupture followed by the process of thrombogenesis. The process is related to dyslipidemia , abnormality lipid metabolism. The most important abnormalities lipid fraction is increased of total cholesterol, LDL cholesterol, and in triglyceride levels and also decreased of HDL levels. All of them have an important role and closely related to one and another.
Objective : To determine the relationship of cholesterol levels with ACS.
Methods : The research used observational analytic study with retrospective study design. The population in this study is a secondary data obtained from the medical records of inpatients period January 1, 2011 - December 31, 2012, all ACS’s patients, with age >18 years who did the initial examination cholesterol levels ( total cholesterol, LDL, HDL, and triglycerides ) there are 194 people, with numbers of sample obtained from one population hypothesis test.
Results : The results of the study, it is known that the majority of ACS patients, were found to have normal levels of total cholesterol (70.1%), normal cholesterol triglycerides (68 %), and LDL cholesterol levels in the optimal and sub- optimal (61.9%), but the majority cholesterol HDL was found in alarming to lower category (96.9%). Analysis of the results found a significant relationship between ACS with alarming to lower category of HDL cholesterol levels p= 0.045 (p < 0.05).
Conclusion : In this study were found that the incidence of ACS is associated with low levels of HDL
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kardiovaskular berguna dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kardiovaskular yang cenderung semakin bertambah. Pada awal abad ke dua puluhan penyakit kardiovaskular hanya bertanggung jawab sebesar kurang dari 10% seluruh penyebab kematian di dunia. Pada akhir abad tersebut angka kematiannya sudah mencapai hampir 50% di negara yang sudah maju dan 25% di negara yang sedang berkembang (Murray & Lopez, 1996). Menurut estimasi para ahli badan kesehatan sedunia PBB (WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010 (World Health Organization, 1999). Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskular. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian 25 juta penderita setiap tahunnya (Irawan, 2007).
Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Utara tahun 2007 yang mengutip hasil SKRT 2001 proporsi kematian karena penyakit infeksi menurun secara signifikan, tetapi proporsi kematian karena penyakit degeneratif (jantung dan pembuluh darah, neoplasma dan endokrin) meningkat 2-3 kali lipat, terutama di daerah perkotaan. Penyakit kardiovaskuler yang semula menempati urutan ke-11 penyebab kematian (SKRT, 1972) menjadi urutan ke-3 (SKRT, 1986) dan penyebab kematian pertama (SKRT, 2001) (Kanwil Depkes RI, 2007). Oleh karena itu, sindrom koroner akut (SKA) menjadi salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan di dunia maupun di Indonesia khususnya Sumatera Utara.
Sindrom koroner akut masih tetap merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang. Di Amerika Serikat, 1,36 juta penyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta di antaranya adalah kasus infark miokardium, sisanya angina tidak stabil (Myrtha, 2012).
Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave. Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan adanya infark transmural. Sedangkan infark non Q-wave menggambarkan infark yang terjadi hanya pada lapisan subendokardium. Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina pektoris tidak stabil, ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom koroner akut. Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama, hanya berbeda derajat keparahannya (Myrtha, 2012).
atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di sirkulasi (Myrtha, 2012).
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner (Antmen & Braunwald, 2008 ). Dari berbagai penelitian dengan bukti-bukti eksperimental menunjukan bahwa SKA terjadi oleh karena pecahnya (ruptur) plak atherosklerosis yang ada pada dinding pembuluh darah koroner oleh proses inflamasi, yang kemudian diikuti oleh proses trombogenesis (Kalim et al, 2003). Proses ini berlangsung menahun, progresif, secara diam-diam sehingga sulit untuk diketahui sebelum timbulnya gejala klinis. Aterosklerosis merupakan suatu proses penyakit yang bersifat multifaktorial karena banyak faktor-faktor yang ikut berperan dalam patogenesisnya yang disebut faktor resiko. Inflamasi memegang peranan penting dalam progresifitas. Trombosis merupakan faktor yang mendasari manifestasi akut SKA (Antmen & Braunwald, 2005).
Dalam proses terjadinya aterosklerosis erat kaitannya dengan terjadinya dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid (Anwar, 2004).
Faktor-faktor resiko tinggi tertentu dikaitkan dengan peningkatan insiden aterosklerosis dalam penyakit jantung koroner. Diantara faktor-faktor tersebut adalah predisposisi genetik, kegemukan, usia lanjut, merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kurang berolahraga, ketegangan syaraf dan yang paling signifikan kelebihan kolesterol dalam darah (Sherwood, 2001).
yang mempengaruhi tinggi rendahnya kolesterol darah. Faktor- faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah keturunan, jenis kelamin dan umur, kegemukan, stress, alkohol, dan aktifitas. Peninggian kadar kolestrol dalam darah disebut hiperkolesterolemi (Anwar, 2004).
Mengingat latar belakang tersebut penelitian ini hendak mencari hubungan kadar kolesterol pada SKA . Dimana kadar kolesterol dalam hal ini adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL yang didapatkan dari gambaran profil lipid pada pemeriksaan laboratorium pasien SKA.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara kadar kolesterol dengan sindrom koroner akut di RS. Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012 ?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kadar kolesterol dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Memberikan informasi mengenai hubungan kadar kolesterol dengan SKA kepada pembaca, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dan perubahan pola hidup menjadi lebih sehat.
2. Menambah pengalaman peneliti dalam meneliti dan pengetahuan di bidang ilmu kardiovaskular, khususnya tentang SKA.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam mendiagnosis penyakit kadiovaskular khususnya SKA.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kolesterol
2.1.1. Defenisi dan Fungsi Kolesterol
Kolesterol merupakan lipid amfipatik yang penting dalam pengaturan permeabilitas dan fluiditas membran, dan juga sebagai lapisan luar lipoprotein plasma (Botham dan Mayes, 2012).
Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol mempunyai fungsi ganda yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain membahayakan, bergantung seberapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di bagian mana (Almatsier, 2009).
Kolesterol merupakan sebuah struktur organik yang mempunyai berat molekul 386 Da dan memiliki 27 atom karbon, dimana 17 diantaranya tergolong kepada empat cincin yang tergabung, dua termasuk kepada kelompok metil bersegi yang lengket pada pertemuan cincin AB dan CD, dan delapan adalah pada rantai sisi perifer. Kolesterol tersusun oleh karbon hidrogen dan karbon, dengan kelompok hidroksil soliter berlekatan pada C3. Kolesterol juga hampir jenuh secara sempurna, memiliki hanya satu ikatan ganda C5 dan C6 (Dominiczak dan Wallace, 2009).
koroner dan bila pada pembuluh darah otak penyakit serebrovaskular (Almatsier, 2009).
Sumber dari kolesterol tubuh adalah baik dari sintesis kolesterol pada sel-sel tubuh, terutama hati, dan juga dari asupan diet terutama produk hewani seperti, putih telur, daging merah, dan mentega (Sherwood, 2007).
2.1.2. Pengukuran Kadar Kolesterol
Pasien yang akan melakukan pengukuran lipid harus melakukan puasa dengan rekomendasi 12 jam pada waktu pengambilan sampel darah. Puasa dibutuhkan dikarenakan kadar trigliserida meningkat dan menurun secara dramatis pada keadaan post prandial, dan nilai kolesterol LDL dihitung melalui perhitungan kolesterol serum total dan konsentrasi kolesterol HDL. Perhitungan ini berdasarkan sebuah rumus yang disebut Friedwald equation, paling akurat untuk konsentrasi trigliserida dibawah 400 mg/dl. Equasi Friedwald memberikan perkiraan kadar kolesterol LDL puasa yang umumnya diantara 4 mg/dl dari nilai sebenarnya ketika konsentrasi trigliserida dibawah 400 mg/dl (Carlson, 2000).
Metode-metode baru untuk secara langsung menghitung LDL telah dikembangkan. Ketika akurasi, presisi dan harga untuk perhitungan ini bisa diterima, laboratorium dapat tidak menggunakan lagi equasi Friedewald untuk perhitungan kolesterol LDL. Namun, konsentrasi trigliserida tetap perlu untuk dilakukan perhitungan ketika profil lipid ditentukan, sehingga puasa tetap diperlukan (Carlson, 2000).
Tes yang lebih canggih dari fraksi komposisi lipoprotein yang terisolasi digunakan pada keadaan tertentu, termasuk rasio kolesterol pada trigliserida. Pengayaan VLDL oleh kolesteril ester terdapat biasanya pada
2.1.3. Interpretasi Kadar Kolesterol dalam Darah
Tinggi kolesterol dalam darah adalah kondisi dimana terdapat banyak kolesterol di dalam darah. Semakin tinggi level kolesterol dalam darah, semakin besar risiko terjadinya PJK dan serangan jantung (National Heart Lung and Blood Institute, 2011).
Kadar lipid serum normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor risiko koroner. National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) membuat batasan yang dapat digunakan secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang (Adam, 2006).
Tabel 2.1. Klasifikasi kolesterol total , kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida (Adam, 2006).
Klasifikasi kolesterol total , kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida menurut NCEP-ATP III (mg/dl)
Kolest erol Tot al
< 200 Norm al
200- 239 Mengkhaw at irkan
> 240 Tinggi
Kolest erol LDL
< 100 Opt im al
100- 129 Sub Opt im al
130- 159 Mengkhaw at irkan
160- 189 Tinggi
> 190 Sangat Tinggi
Kolest erol HDL
> 60 Tinggi
41- 59 Mengkhaw at irkan
< 40 Rendah
Trigliserida
< 150 Norm al
150- 199 Am bang t inggi
200- 499 Tinggi
2.2. Sindrom Koroner Akut (SKA)
2.2.1. Definisi SKA
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium (Nawawi, 2006).
SKA adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI) (Departemen Kesehatan, 2006).
APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila pertanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS (Departemen Kesehatan, 2006).
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrose miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang
ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur (Departemen Kesehatan, 2006).
Ketiga jenis kejadian koroner itu sesungguhnya merupakan suatu proses berjenjang: dari fenomena yang ringan sampai yang terberat. Dan jenjang itu terutama dipengaruhi oleh kolateralisasi, tingkat oklusinya, akut tidaknya dan lamanya iskemia miokard berlangsung (Departemen Kesehatan, 2006) .
2.2.2. Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil (Carleton, 1994).
Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardial yang khas. Arteria desendens anterior kiri membentuk percabangan septum yang memasok dua pertiga bagian anterior septum, dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri, permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteria sirkumfleksa.
Gambar 2.2. Anatomi arteri koronaria (Netter, 2006)
2.2.3. Patogenesis dan Patofisologi SKA
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta penyakit arteri perifer. Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis (Departemen Keshatan, 2006).
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells),
massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups
dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil (Departemen Kesehatan, 2006).
Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerosis dipahami bukan proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses inflamas juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah (Kleinschmidt, 2006).
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis (Departemen Kesehatan, 2006). Beberapa faktor resiko koroner akut berperan dalam prosees aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabtes dan merokok (Myrtha, 2012).
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication
pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil / progresif yang dikenal juga dengan SKA (Rustika, 2001).
[image:30.595.157.475.370.542.2]Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsula fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur (Myrtha, 2012).
Gambar 2.3. Perjalanan Prosese Aterosklerosis (Initation, Progression, dan
Complication) Pada Plak Aterosklerosis (Departemen Kesehatan, 2006)
2. Trombosis
Kesehatan, 2006). Dari sumber lain di katakan, tedapat 2 macam trombus yang dapat terbentuk, yaitu trombus putih yang merupakan bekuan kaya trombosit, trombus ini hanya menybabkan oklusi sebagian. Dan trombus merah yang merupakan bekuan yang kaya fibrin, terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri, bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menybabkan terjadinya oklusi total (Kumar dan Cannon, 2009)
Komponen- komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah (Ismantri, 2009).
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisura, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar,
[image:31.595.160.469.599.713.2]fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak (Muchid et al, 2006).
Erosi, fisura, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya
transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20
menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural (Muchid et al, 2006).
2.2.4. Faktor Resiko
Braunwald membagi faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis. Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, homocystein dan Lipoprotein(a) (Ridker dan Libby, 2007).
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Santoso dan Stiawan, 2005).
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori (Santoso, 2005).
SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda (Wiliam et al, 2007).
2.3. Kolesterol dan Sindrom Koroner Akut
(Ganong, 2002).
Karena kadar kolesterol yang tinggi dapat mengganggu kesehatan bahkan mengancam kehidupan manusia maka perlu kiranya dilakukan penanggulangan untuk menurunkan kadar kolesterol darah. Salah satu usaha yang paling baik adalah menjaga agar makanan yang kita makan sehari-hari rendah kolesterol (Anwar, 2004).
2.3.1. Hubungan Peningkatan Kadar Kolesterol dengan SKA
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lubang dari pembuluh darah tersebut menyempit, proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen (O2)
ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 ini akan menyebabkan fungsi otot
jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 ini akan menyebabkan otot jantung
menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian (Anwar, 2004). Pada setiap saat, kecukupan aliran darah koroner adalah relatif terhadap kebutuhan O2. Namun, pada penyakit arteri koroner aliran darah koroner mungkin
tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan O2. Kecepatan aliran darah koroner
tertentu mungkin adekuat pada keadaan istirahar, tetapi menjadi tidak menjadi adekuat pada peningkatan aktivitas fisik atau stress (Sherwood,2001).
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan risiko terjadinya ateroslerosis akan meningkat bila kadar kolesterol darah meninggi. Telah dibuktikan pula bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol darah seperti juga halnya menurunkan tekanan darah tinggi dan menghindarkan rokok dapat mengurangi risiko tersebut. Faktor risiko lainnya di samping kadar kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi dan merokok adalah adanya riwayat PJK dalam keluarga pada umur < 55 tahun, penyakit gula, penyakit pembuluh darah, kegemukan dan jenis kelamin laki-laki (Anwar, 2004).
merupakan suatu faktor resiko yang berdiri sendiri (Botham, 2012).
2.3.2. Interpretasi Hasil Laboratorium Pemeriksaan Kolesterol Berhubungan dengan SKA
Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh masuknya makanan ke dalam tubuh (diet). Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah di samping diet adalah keturunan umur dan jenis kelamin stress, alkohol dan exercise. Beberapa parameter yang dapat dipakai untuk mengetahui adanya risiko SKA dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah :
1. Kolesterol Total
Kadar kolesterol total darah yang sebaiknya adalah < 200mg/dl, bila >200 mg/dl berarti risiko meningkat. Bila kadar kolesterol darah berkisar antara 200-239 mg/dl, tetapi tidak ada faktor risiko lainnya, maka biasanya tidak perlu penanggulangan yang serius. Akan tetapi bila dengan kadar tersebut didapatkan 2 faktor risiko lainnya, maka perlu pengobatan yang intensif seperti halnya penderita dengan kadar kolesterol yang tinggi atau >240 mg/dl (Anwar, 2004).
Perubahan asupan asam-asam lemak dri makanan dapat mengubah kadar kolesterol darah total dengan mempengaruhi satu atau lebih mekanisme yang melibatkan keseimbangan kolesterol. Kadar kolesterol darah cenderung meningkat oleh ingesti asam-asam lemak jenuh yang terutam terdapat di lemak hewan dan minyak tumbuhan tropis. Asam-asam lemak ini merangsang sintesis kolesterol dan menghambat perubahannya menjadi garam-garam empedu (Sherwood, 2001).
2. LDL Kolesterol
daripada kadar kolesterol total saja. Kadar LDL kolesterol > 130 mg/dl akan meningkatkan risiko. Kadar LDL kolesterol yang tinggi ini dapat diturunkan dengan diet (Anwar, 2004).
Bukti yang mengisyaratkan bahwa kecenderungan mengalami aterosklerosis secara bermakna meningkat jika kadar LDL meningkat. Pada salah satu penyakit herediter, para pengidapnya tidak memiliki gen untuk membentuik protein reseptor LDL. Karena sel-sel mereka tdiak dapat menyerap LDL dari darah. Konsentrasi lipoprotein yang banyak mengandung kolesterol ini sangat meningkat ( Sherwood, 2001).
3. HDL Kolesterol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol), karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar resiko (Wardani, 2011).
Juga terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dengan penyakit jantung koroner sehungga rasio kolesterol LDL : HDL merupakan parameter prediktif yang penting (Botham, 2009). Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok (Anwar, 2004).
4. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol
Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya <4,6 pada laki-laki dan <4,0 pada perempuan. Makin tinggi rasio kolesterol total: HDL kolesterol, makin meningkat resiko (Ismantri, 2009).
Pada beberapa orang dengan kadar kolesterol total yang normal, dapat menderita SKA juga jika ternyata didapatkan rasio kolesterol total: HDL kolesterol yg meninggi. Sebagai contoh penderita dengan kolesterol total 140-185 mg/dl, HDL kolesterol 20-22 mg/dl, maka rasio kolesterol total: HDL kolesterol > 7. Jadi tidak hanya kadar kolesterol total yang meninggi saja yang berbahaya, akan tetapi rasio kolesterol total: HDL kolesterol yang meninggi juga merupakan faktor risiko (Anwar, 2004). Pada kenyataannya prediktor yang lebih akurat untuk resiko timbulnya arterosklerosis adalah rasio kolesterol HDL / kolesterol total darah. Semakin tinggi konsentrasi kolesterol HDL dalam kaitannya dengan kadar kolesterol darah total, semakin kecil resiko (Sherwood, 2001).
5. Kadar Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh. Dari sudut ilmu kimia trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang mengikat gugus asam lemak. Trigliserida dalam tubuh digunakan untuk menyediakan energi berbagai proses metabolisme. Fungsi lipid ini mempunyai peranan yang hampir sama dengan karbohidrat yaitu memberi energi untuk tubuh (Guyton dan Hall, 2007).
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPRASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kadar LDL, HDL, Trigliserida, dan Total Kolesterol merupakan pendukung penyebab terjadinya SKA :
Kadar Kolesterol
• Kolesterol total
• LDL
• HDL
• Trigliserida
Kasus
Sindrom Koroner Akut
• STEMI
• NSTEMI
3.2. Defenisi Operasional 3.2.1. Sindrom Koroner Akut
Merupakan spektrum kegawat daruratan koroner dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada / gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium yang terdiri dari : infark miokard akut dengan elevasi ST-segmen (STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi ST-segmen (NSTEMI) dan angina pektoris tak stabil (APTS).
3.2.2. LDL (Low Density Lipoprotein)
Merupakan lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam darah, terdiri dari jumlah protein sedang dan sejumlah kolesterol yang banyak. Derajat satuan nilai kadar LDL adalah mg/dL. Kadar LDL yang tinggi berhubungan dengan terjadinya SKA. Data didapat dari rekam medis dengan sekala ukur numerik, yang dikatagorikan optimal - sub optimal dan mengkhawatirkan – sangat tinggi.
3.2.3. HDL (High Density Lipoprotein)
Merupakan lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam darah, terdiri dari proporsi protein yang tinggi dan kolesterol yang relatif sedikit. Derajat satuan nilai kadar HDL adalah mg/dL.Tingkat HDL yang tinggi dianggap berhubungan dengan penurunan resiko terjadinya SKA. Data didapat dari rekam medis dengan sekala ukur numerik, yang dikatagorikan tinggi dan mengkhawatirkan – rendah.
3.2.4. Trigliserida
normal dan ambang tinggi – sangat tinggi. 3.2.5. Kolesterol Total
Merupakan lemak yang terdapat di dalam aliran darah / berada dalam sel tubuh. Derajat satuan nilai kadar kolesterol total adalah mg/dL. Data didapat dari rekam medis dengan sekala ukur numerik, yang dikatagorikan normal dan mengkhawatirkan – tinggi.
3.3. Sindrom Koroner Akut STEMI, NSTEMI, dan Angina Pektoris Tidak Stabil
Pada penelitian ini SKA dibagi menjadi STEMI, NSTEMI, dan angina pektoris tidak stabil. Alat ukur yang digunakan adalah rekam medis, dengan cara melihat hasil diagnosis pasien oleh dokter pada rekam medik atau kartu status di RSUP Haji Adam Malik Medan.
4.3.1. STEMI
Pada EKG tampak ST-segmen elevasi dan gelombang Q-patologis yang disebut ST-segmen Elevasi Miokard Infark. Apabila hanya cabang profunda yang tersumbat, atau mungkin tidak tersumbat namun tiba-tiba terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang hebat, maka kerusakan miokard terjadi hanya terbatas pada subendokard.
4.3.2. NSTEMI
Pada EKG tampak gelombang Q-patologis dan ST-elevasi yang disebut Non ST-segmen Elevasi Miokard Infrak.
4.3.3. Angina pektoris tidak stabil
APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Tetapi pada APTS pertanda biokimia nekrosis miokard tidak meninggi.
3.4 Hipotesa
Haji Adam Malik Medan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat observational analitik yang menilai hubungan kadar kolesterol dengan SKA. Desain penelitian ini adalah retrospective study
untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kadar kolesterol dengan SKA. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data rekam medik pasien penderita SKA di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2012.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit pemerintahan sekaligus rumah sakit tipe A. Berdasarkan status rumah sakit tersebut, maka segala hal yang berhubungan dengan pengobatan rumah sakit ini dapat dijangkau oleh masyarakat kota Medan dan dari semua kalangan. Selain itu, rumah sakit ini juga berperan sebagai rumah sakit rujukan dari beberapa rumah sakit yang ada di kawasan Sumatera.
4.2.2. Waktu Penelitian
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita SKA, dengan usia >18 tahun yang melakukan pemeriksaan kadar kolesterol awal (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) dan tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik Medan pada periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2012.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah penderita Sindrom Koroner Akut rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 serta melakukan pemeriksaan kadar kolesterol yang diperoleh dari data rekam medik. Pengambilan sampel adalah berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sempel di peroleh dari rumus uji hipotesis satu populasi:
n = [ ZI -α/2 √ P0 (1-P0) + ZI-β√ Pa (1-Pa)] 2
( Pa-P0 )2
Keterangan :
n = besar sample minimum
ZI -α/2 = nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu
digunakan α = 0,05 , pada rumus = 1,96
ZI-β = nilai distribusi normal baku (table Z) pada β tertentu
digunakan β = 0,10 , pada rumus = 0,842
Po = proporsi di populasi
Pa = perkiraan proporsi di populasi)
pada rumus = 0,4
Pa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang di teliti dengan proporsi di populasi
Pada rumus = 0,4 – 0,5 = -0,1
n = [ 1,96 √ 0,5 (0,5) + 0,842 √ 0,4 (0,6) ] 2
(0,4 - 0,5)2
n = [ 1,96 √ 0,25 + 0,842 √ 0,24 ] 2
( -0,1)2
n = [ 1,96 (0,5) + 0,842 (0,489) ] 2
0,01
n = [ 0,98 + 0,4117 ] 2 = [ 1,39 ]2
0,01 0,01
n = 1,9328
0,01
n = 193,68 = 194
Dihasilkan sampel penelitian yang dibutuhkan sebanyak 194 orang pada kasus SKA. Lalu pada kasus SKA di bagi menjadi 3 kategori yaitu STEMI, NSTEMI, dan APTS. Banyaknya sample pada setiap kategori pada kasus akan ditentukan secara proportsional Allocation Methode dengan rumus :
nh = Nh x n
Keterangan :
nh = besarnya sample untuk masing-masing stratum
Nh = besar populasi dalam stratum ke –h
N = besar populasi, yaitu jumlah keseluruhan pasien SKA
[image:45.595.110.385.375.734.2]n = besarnya sample, pada rumus = 194
Table 4.1. Gambaran data pasien SKA rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012
Pada STEMI
nh = Nh x n = 447 x 194 = 113,50 ≈ 114
N 764
Pada NSTEMI
nh = Nh x n = 162 x 194 = 41,13 ≈ 41
N 764
Pada APTS
nh = Nh x n = 155 x 194 = 39,35 ≈ 39
N 764
TAHUN Stratum / Katagori Jumlah (N)
STEMI (n) NSTEMI (n) APTS (n)
Dari perhitungan di atas, didapatkan sample yang dibutuhkan pada kategori :
STEMI : 114 pasien
NSTEMI : 41 pasien
APTS : 39 pasien
dengan total keseluruhan mencapai 194 pasien.
1. Kriteria Inklusi
• Seluruh pasien rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun
2011-2012 yang didiagnosa menderita SKA dan melakukan pemeriksaan kadar kolesterol dengan batas umur >18 tahun.
2. Kriteria Eksklusi
• Status rekam medik pasien yang tidak lengkap.
• Pasien yang di diagnosis SKA <18 tahun.
4.4. Tehnik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik pasien periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2012 sebagai sumber informasi. Data diperoleh dari bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Dari tiap sampel diteliti dan di bandingkan kadar kolesterolnya antara penderita SKA STEMI, NSTEMI, dan APTS , lalu dilihat keterkaitannya.
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel dan analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga mempunyai hubungan atau korelasi. Analisis akan dilakukan dengan menggunakan analisis Spearman Correlation .
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan yang berada di jalan Bunga Lau nomer 17 Medan, Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK VII/1990, sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, dan sebagai pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Karakteristik Responden
Tabel 5.1. Karakteristik dasar reponden berdasarkan jenis kelamin, umur, kadar kolesterol, dan kriteria SKA
V a r ia b e l N % M e a n St a n d a r D e v ia si
Je n is Ke la m in 1 9 4
- -
Laki- laki 158 81,4
Perem puan 36 18,6
U m u r 1 9 4
- -
< 40 5 2,6
40- 60 130 67,0
> 60 59 30,4
Ka d a r Ko le st e r o l
Kolest erol Tot al 179,63 46,936
Trigliser ida 137,07 57,415
HDL 36,12 12,099
LDL 122,36 41,015
Kr it e r ia SKA 1 9 4
- -
STEMI 114 58,9
NSTEMI 41 21,1
APTS 39 20,1
Tabel 5.2. Kadar Kolesterol pasien SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011-2012
Variable n %
Kadar Kolest erol Tot al ( m g/ dL)
Norm al < 200 136 70,1
Mengkhawat irkan- Tinggi > 201 58 29,9
Kadar Trigliserida ( m g/ dL)
Norm al < 150 132 68
Am bang Tinggi- Sangat Tinggi > 151 62 32
Kadar Kolest erol HDL ( m g/ dL)
Tinggi > 60 6 3,1
Mengkhawat irkan- Rendah < 59 188 96,9
Kadar Kolest erol LDL ( m g/ dL)
Opt im al- Sub opt im al < 129 120 61,9
Mengkhawat irkan- Sangat Tinggi > 130 74 38,1
5.2.2 Hubungan Kadar Kolesterol dengan Sindrom Koroner Akut di RS Haji Adam Malik Tahun 2011-2012.
[image:51.595.110.515.287.414.2]Kadar kolesterol pada penelitian ini meliputi kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL dan dilihat hubungannya dengan kejadian SKA yaitu STEMI, NSTEMI, dan APTS.
Tabel 5.3 Hubungan kadar kolesterol total dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012.
Kadar Kolest erol
SKA
Jum lah
p
STEMI NSTEMI APTS
Tot al n % n % n % n %
Norm al 79 58,1 32 23,5 25 18,4 136 100 0,933
Mengkhaw at irkan-
Tinggi 35 60,3 9 15,6 14 24,1 58 100 0,877
Tabel 5.4 Hubungan kadar kolesterol trigliserida dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012.
Kadar Kolest erol
SKA
Jum lah
p
STEMI NSTEMI APTS
Trigliser ida n % n % N % n %
Norm al 80 60,6 29 22,0 23 17,4 132 100 0,253
Am bang
Tinggi-Sangat Tinggi 34 54,8 12 19,4 16 25,8 62 100 0,131
Hasil tabulasi silang atau cross tab pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada kolesterol trigliserida normal mayoritas pada STEMI (60,6 %) minoritas pada APTS (17,4 %). Kolesterol trigliserida ambang tinggi – sangat tinggi mayoritas pada STEMI (54,8%), minoritas pada NSTEMI (19,4 %). Hasil analisis
Spearman correlation yang dilakukan pada kadar kolesterol trigliserida Normal terhadap SKA diperoleh hasil tidak signifikan p = 0,253 (p > 0,05); Trigliserida ambang tinggi – sangat tinggi diperoleh hasil tidak signifikan p = 0,131( p > 0,05).
Tabel 5.5 Hubungan kadar kolesterol HDL dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012.
Kadar Kolest erol
SKA
Jum lah
p
STEMI NSTEMI APTS
HDL n % n % n % n %
Tinggi 4 66,7 0 - 2 33,3 6 100 0,543
Mengkhaw at
[image:52.595.111.515.579.704.2]Hasil tabulasi silang atau cross tab pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa pada kolesterol HDL tinggi mayoritas pada STEMI (66,7 %) minoritas pada APTS (33,3 %). Kolesterol HDL mengkhawatirkan - rendah mayoritas pada STEMI (58,5%), minoritas pada APTS (19,7 %). Hasil analisis Spearman correlation yang dilakukan pada kadar kolesterol HDL Tinggi terhadap SKA diperoleh hasil tidak signifikan p = 0,543 ( > 0,05); sedangkan kolesterol HDL menghawatirkan - rendah diperoleh hasil signifikan p = 0,045 ( p < 0,05)
Tabel 5.6 Hubungan kadar kolesterol LDL dengan SKA di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012.
Kadar Kolest erol
SKA
Jum lah
p
STEMI NSTEMI APTS
LDL n % n % n % n %
Opt im al- Sub opt im al 73 60,8 26 21,7 21 17,5 120 100 0,615
Mengkhaw at
irkan-Sangat Tinggi 41 55,4 15 20,3 18 24,3 74 100 0,250
Hasil tabulasi silang atau cross tab pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa pada kolesterol LDL optimal – sub optimal mayoritas pada STEMI (60,8 %) minoritas pada APTS (17,5 %). Kolesterol LDL mengkhawatirkan – sangat tinggi mayoritas pada STEMI (55,4%), minoritas pada NSTEMI (20,3 %). Hasil analisis
5.3 Pembahasan
Dari hasil penelitian di dapat bahwa jumlah pasien yang menderita SKA lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, yaitu sebesar 158 orang pasien laki-laki (81,4%) dan 36 orang pasien perempuan (18,6%) . Hal ini sejalan dengan penelitian Abidin (2012) yaitu dari 132 pasien yang menjadi responden didapati 99 orang laki-laki yang menderita penyakit kardiovaskuler (75%). Sedangkan pada perempuan sebanyak 33 orang (25%). Pada penelitian Jamal (2004) yaitu dari 3.325 pasien ditemukan angka kematian akibat penyakit system sirkulasi pada laki-laki 496 orang pasien (14,9%). Dari penelitian Sulviana (2008) dari 31 orang sample, 19 orang (61,3%) diantaranya berjenis kelamin laki-laki. Berarti terdapat perbedaan bermakna dari kejadian penyakit atau kematian diakibatkan penyakit kardiovaskuler pada laki-laki .
Hal ini sejalan dengan pernyataan Patel (1994) bahwa pria <50 thn memiliki resiko 3-5x lebih besar terkena atau meninggal akibat penyakit kardiovaskuler dibandingkan wanita. Mungkin dikarenakan laki-laki lebih banyak memiliki factor resiko, misalnya pravalensi merokok pada laki-laki hampir 10x lebih banyak dari perempuan ( Darmojo et al, 1994).
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa penderita sindrom koroner akut terbanyak pada umur antara 40-60 tahun yaitu sebanyak 130 kasus (67%). Masih sejalan dengan penelitian Abidin (2012) yang menyatakan bahwa dari 132 responden, sebagian besar kejadian penyakit kardiovaskuler terjadi pada usia 40-60 tahun yaitu sebanyak 87 kasus (65,9%). Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Santoso dan Stiawan, 2005).SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut (William et al, 2007).
yaitu sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan NSTEMI dan APTS. Sejalan dengan penelitian Sibarani (2012) bahwa jenis infark miokard akut (SKA) yang paling banyak diderita adalah STEMI, yaitu empat kali lebih banyak dibandingkan NSTEMI. Asumsi penulis, penderita SKA datang berobat ke Rumah Sakit setelah kondisi lanjut atau gejala lebih berat yang biasa terjadi pada STEMI.
Dari hasil yang diperoleh, didapati hasil analisis Spearman Correlation
yang dilakukan, pada kadar kolesterol total baik normal dan mengkhawatirkan sampai tinggi terhadap SKA diperoleh hasil tidak signifikan (p >0,05), yang berarti bahwa pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol total dengan kejadian SKA. Tidak sesuai dengan Anwar (2004) yaitu kadar kolesterol total darah yang sebaiknya adalah <200 mg/dl, bila >200 mg/dl berarti resiko meningkat.
Hasil analisis Spearman Correlation pada kadar kolesterol trigliserida normal dan ambang tinggi sampai tinggi diperoleh hasil tidak signifikan ( p > 0,05). Dalam artian bahwa pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol trigliserida dengan kejadian SKA. Menurut Anwar (2004) dimana kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor resiko, namun kadar trigliserida perlu diperiksa pada keadaan ditemukannya kolesterol total >200 mg/dl dan ditambahi oleh faktor-faktor resiko lainnya.
Hasil analisis Spearman Correlation pada kadar kolesterol HDL rendah dan menghawatirkan diperoleh hasil signifikan p = 0,045 (p < 0,05); sedangkan kadar kolesterol HDL Tinggi diperoleh hasil tidak signifikan p = 0.543 ( p > 0,05). Dalam artian bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol HDL menghawatirkan dan rendah dengan kejadian SKA sedangkan kadar kolesterol HDL Tinggi tidak ada hubungan dengan kejadian SKA. Sesuai dengan Wardani (2011) makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar resiko terjadinya SKA.
kolesterol > 130 mg/dl akan meningkatkan resiko SKA, karena kadar LDL kolesterol yang meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Juga terdapat hubungan yang terbalik antara kadar HDL dengan penyakit jantung koroner sehingga ratio kolesterol LDL : HDL merupakan parameter prediktif yang penting (Botham,2009).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Herawati (2008) yang mengatakan bahwa lebih banyak orang menderita penyakit jantung disebabkan oleh kadar HDL nya yang rendah dan bukan karena kadar LDL nya yang tinggi. Dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa dari 20 pasien yang menjadi responden dalam penelitian tersebut, 60% pasien memiliki kadar trigliserida lebih dari normal (>150 mg/dL), 75% pasien memiliki kadar kolesterol HDL kurang dari normal (<40 mg/ dL), dan 70% pasien memiliki kadar kolesterol LDL lebih tinggi dari normal (>130 mg/dL). Dari penelitian Sulviana (2008) dari 31 orang sample lebih dari separuh contoh memiliki kadar trigliserida baik (61,3 % ), lebih dari separuh contoh (74,2%) memiliki kadar kolesterol total dan kadar HDL yang rendah, dan sebanyak 29% dari contoh memiliki kadar LDL pada kategori mendekati optimal dan sedang.
Dari data diatas ternyata lebih banyak orang menderita penyakit kardiovaskuler khususnya SKA disebabkan karena kolesterol HDL yang rendah dan bukan karena LDLnya yang tinggi. Kadar kolesterol HDL yang rendah menunjukkan gambaran plak-plak yang menempel pada dinding pembuluh darah sulit dibersihkan. Namun tingginya kadar LDL yang meningkat dapat menimbulkan plak di dalam darah, sehingga dinding pembuluh darah koroner mengalami penebalan. Hasil kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL dalam batas normal mungkin disebabkan karena penderita sudah terapi dan berobat secara berkala (Herawati, 2008).
ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 ini akan menyebabkan fungsi otot
jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 ini akan menyebabkan otot jantung
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
6.1.1. Ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol HDL rendah dengan kejadian SKA.
6.1.2. Tidak ditemukan hubungan antara kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL dengan kejadian SKA.
6.1.3. Pada sebagian besar pasien terlihat kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL yang normal, namun terlihat kadar kolesterol HDL yang rendah.
6.1.4. Penderita SKA lebih banyak berjenis kelamin laki-laki.
6.1.5. Kejadian SKA terbanyak pada usia 40-60 tahun.
6.2 Saran
6.2.1. Diharapkan pada para klinisi untuk dapat memberikan informasi, atau keterangan klinis dengan lebih lengkap. Agar didapatkan informasi yang lebih baik dan akurat sehingga lebih banyak lagi aspek yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya yang akan dapat dijadikan bahan rujukan untuk pihak-pihak yang berkepentingan.
dikemudian hari, sehingga penelitian dengan cara pencarian data pada rekam medis dapat diselesaiakan dengan lebih mudah dan rapih.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal., 2012. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner, FK UNHAS. Available from Desember 2013]
Adam, J.M.E., 2006. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo A.W., dkk editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta
Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Antman, E.M., Braunwald E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infraction
Dalam: Kasper, D.L. Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill 1449-1450.
Antman, E.M., Braunwald, E., 2008. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. Dalam: Braunwald E. ed. Braunwald’s Heart Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier 1207-31
Anwar, T.B., 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung
Koroner, FK USU. Available from:
Anwar, T.B., 2004. Manfaat Diet pada Penanggulangan Hiperkolesterolemi, FK USU. Available from: [Accesed 20 April 2013]
Anwar, T.B., 2004. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner, FK USU. Available from: 2013]
Anwar, T.B., 2004. Angina Pektoris Tak Stabil, FK USU. Available from:
Botham, K.M., Mayes, P.A., 2012. Harper’s Illustrated Biochemistry: Cholesterol Synthesis, Transpor & Excretion. Amerika Serikat: McGraw Hill
Botham, K.M., Mayes, P.A., 2012. Harper’s Illustrated Biochemistry: Lipid Transport & Storage. Amerika Serikat: McGraw Hill
Carleton, F.P., 1994. Anatomi sistem kardiovaskular. Dalam: Wijaya C editor.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 4. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta: 467-477
Carlson, T.H., 2000. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy: Laboratory Data in Nutrition Assessment. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Darmojo, R. B., et al,. 1994. Monica II 1994: Seminar Sehari Penyajian Hasil dan Tindakan Lanjut, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta.
Dominiczak, M.H., Wallace, A.M., 2009. Medical Biochemistry: Biosynthesis of Cholesterol and Steroids. Philadelphia: Mosby Elseviers.
Ganong, W.F., 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Herawati, Ratna., 2008. Pemeriksaan Trigliserida, HDL-Cholesterol, LDL-Cholesterol pada penderita Jantung Koroner. Available from: http://biomedika.setiabudi.ac.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=115:pemeriksaan-trigliserida-hdl-cholesterol-dan-ldl-cholesterol-pada-penderita-jantung-koroner&catid=72:nomor-02-september-2008 [Accesed 27 November 2013]
Irawan, B., 2007. Pencegahan Primer Penyakit Jantung Koroner Guna Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian akibat Serangan Jantung. FK UGM. Available from:
Ismantri, F., 2009. Preevalensi Penderita Penyakit Jantung Koroner yang Menjalani Intervensi Koroner Perkutan di Rumah Sakit Binawaluya Tahun 2008-2009. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Jamal, Sarjaini., 2004. Deskripsi Penyakit Sistem Sirkulasi Penyebab Utama Kematian di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 143: 5-9
Kalim, H., Soerianata, S., Karo-karo, S., Irmalita., Idham, I., 2003. Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. Dalam : Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia. PERKI. Jakarta: 333-92
Kleinschmidt, K.C., 2006. Epidemiology and Patophysiology of Acute Coronary Syndrome. Adv Stud Med. 6 (6B) : 477- 482. Available from http://www.jhasim .com/files/articlefiles/pdf/ASIM_6_6Bp477_482_R1.pdf [Accesed 25 April 2013]
Kumar, A., Cannon, C.P., 2009. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management Part I. Mayo Clin Proc. 84 (10): 917-938. Available from : 24 April 2013]
Malloy, J.M., Kane, J.P., 2011. Disorders of Lipoprotein Metabolism. Amerika Serikat: McGraw Hill.
Muchid, A., Umar, F., Purnama, N.R., et al. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. Departemen Kesehatan. Jakarta: 5-22
Murray, C.J.L., Lopez, A.D., 1996. The Global Burden of Disease. Cambridge: MA, Harvard School of Public Health.
Myrtha, R., 2012. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. Cermin Dunia Kedokteran 4 (39): 261-264.
National Heart and Blood Institute, 2011. Coronary heart disease risk factors.
Available from
National Heart and Blood Institute, 2011. What are the signs and symptoms of
coronary heart disease?. Available from:
Nawawi, R.A., Fitriani, B., Hardjono, R., 2006. Nilai Troponin T (cTnT) Penderita Sindrom Koroner Akut (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 3 (12): 123-126.
NCEP-ATP III, 2004. Executive Summary of The Third Report of The National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, And Treatment of High Blood Cholesterol In Adults ( Adult Treatment Panel III). NIH Publication.
Netter F.H., 2006. Atlas of human anatomy 4th eds. Ph