• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Lingkungan Sosial Budaya Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0 - 7 Hari Di Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Lingkungan Sosial Budaya Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0 - 7 Hari Di Kabupaten Langkat"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Gunawan : Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Lingkungan Sosial Budaya Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0 - 7 Hari Di Kabupaten Langkat, 2009

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN LINGKUNGAN

SOSIAL BUDAYA TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI

HEPATITIS B PADA BAYI 0 - 7 HARI

DI KABUPATEN LANGKAT

T E S I S

Oleh

G U N A W A N

047023008/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN LINGKUNGAN

SOSIAL BUDAYA TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI

HEPATITIS B PADA BAYI 0 – 7 HARI

DI KABUPATEN LANGKAT

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

G U N A W A N

047023008/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN LINKUNGAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI 0 - 7 HARI DI KABUPATEN LANGKAT Nama Mahasiswa : Gunawan

Nomor Pokok : 047023008

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) Ketua

(drh. Hiswani, M.Kes) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs Surya Utama, MS)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal:21 Januari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si

Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

2. dr. Surya Dharma, MPH

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN LINGKUNGAN

SOSIAL BUDAYA TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI

HEPATITIS B PADA BAYI 0 - 7 HARI

DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 21 Januari 2009

(6)

ABSTRAK

Penyakit Hepatitis B adalah penyakit infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), bersifat akut atau kronis yang dapat menyebabkan sirosis hati, kanker hati dan kematian. Menurut WHO, Indonesia termasuk negara endemis sedang dan tinggi penyakit hepatitis B yang sebagian besar pengidap merupakan anak-anak. Risiko terjadinya hepatitis B kronis jauh lebih besar (90%) bila infeksi terjadi pada awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi terjadi pada usia dewasa. Kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk memberikan imunisasi hepatitis B pada usia 0-7 hari telah dilaksanakan di Kabupaten Langkat, namun cakupan imunisasi hepatitis B 0-7 hari masih rendah yaitu 45,1%.

Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan disain cross-sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik ibu dan lingkungan sosial budaya terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi 0-7 hari di Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel berjumlah 116 orang, teknik pengambilan sampling dengan menggunakan teknik sistim gugus bertahap (multistage sampling). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisa data yang digunakan adalah Chi-Square Test dan Regresi Logistik.

Hasil uji chi-square menunjukkan dari 12 variabel independen ada 4 variabel yang berhubungan signifikan dengan pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari (nilai p valuenya < 0,05), yaitu pengetahuan, sikap, tindakan, dan penolong persalinan. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan ada 2 variabel yang berpengaruh terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari di Kabupaten Langkat (nilai p valuenya < 0,05) yaitu pengetahuan (p = 0,018) dan penolong persalinan (p = 0,041). Bila dilihat nilai beta (B) maka diketahui variabel pengetahuan merupakan variabel paling berpengaruh.

Disarankan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat untuk meningkatkan cakupan imunisasi hepatitis B dengan meningkatkan pengetahuan ibu dan penolong persalinan yang dapat dilakukan melalui peningkatan upaya promosi kesehatan.

(7)

ABSTRACT

Hepatitis B is an infectious disease occurs in the liver which is transmitted by acute or chronic Hepatitis B Virus that can cause liver cirrhosis, liver cancer and death. According to WHO, Indonesia is endemic country which has middle and high hepatitis B which most of the carriers are children. The risk of chronic hepatitis will be more 90 % if children are infected in their early age compared to that if occurs in adult age. The Indonesia Ministry of Health make policy to give the Hepatitis B immunization for the babies from 0 to 7 days old, and has been implemented in Langkat District, but the coverage is still lower, only 45.1%.

The purpose of this analytical observational study with cross sectional design are to analyze the influence of mother’s characteristics and socio-cultural environment on the Hepatitis B immunization to the babies of 0 to 7 days old in Langkat District. The samples for this study are 116 mothers who were selected through multi-stage sampling technique. The data were collected through questionnaire-based interviews and the data obtained were anlyzed by means of Chi-square Test and Regression logistic.

The result of Chi-square test reveals that 4 from 12 independent variables such as knowledge, attitude, action, and delivery attendant (p= 0.005) have a significant relationship with the Hepatitis B immunization to the babies of 0 to 7 days old (p <0.05). The result of multivariate analysis with multiple logistic regression test shows that two variables such as knowledge (p=0.018) and delivery attendant (p=0.041) have an influence on the Hepatitis B immunization to the babies of 0 to 7 days old (p < 0.05) in terms of ß value, knowledge is the most influencing variable.

It is suggested to Langkat District of Health to increase the quantity of reported Hepatitis B immunization by improving the knowledge of mothers and delivery attendants through health promotion.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT, di mana atas rahmat dan hidayahNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengaruh

Karakteristik Ibu dan Lingkungan Sosial Budaya terhadap Pemberian

Imunisasi Hepatitis B pada Bayi 0 - 7 Hari di Kabupaten Langkat”.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan di Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan penuh

keikhlasan dan cinta kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp.

A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Sekolah Pascasarjana.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan yang diberikan menjadi

mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua dan Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang

dijabat Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS dan Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana

(9)

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kami ucapkan kepada Dr. Ir. Evawany Aritonang, MSi, selaku ketua komisi

pembimbing yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. drh. Hiswani,

M.Kes, selaku pembimbing dua, yang telah banyak meluangkan waktu dengan penuh

kesabaran, membimbing dan mengarahkan penulisan tesis ini. Kepada Bapak dr.

Surya Dharma, MPH, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan

masukan demi kesempurnaan penulisan ini dan Bapak Nurman Achmad, S.Sos,

M.Soc.Sc selaku dosen pembanding yang telah banyak membantu penulisan ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Langkat yang dijabat oleh Bapak dr. H. Indra Salahudin, M.Kes yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. Pimpinan Puskesmas Bukit

Lawang, Puskesmas Bahorok, Puskesmas Sambirejo, Puskesmas Securai dan

Puskesmas Pangkalan Brandan yang telah ikut berperan dalam memfasilitasi lokasi

penelitian dan para ibu-ibu yang telah bersedia untuk diwawancarai serta semua

rekan-rekan seperjuangan yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih kepada Ayahanda H.M. Sukari dan Ibunda Hj. Sutini,

serta keluarga besar tercinta, yang telah membantu memberi dorongan dan dukungan

baik moril maupun materil yang tak terbatas kepada penulis.

Teristimewa juga buat istri dan anak-anak tercinta yang tidak henti-hentinya

(10)

Akhirnya dengan satu harapan, semoga penulisan akhir ini berguna dan

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 21 Januari 2009

Gunawan

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Gunawan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 Oktober 1961 Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah Jumlah Anak : 3 Orang

Alamat Rumah : Jl. Suluh No. 56 Medan Alamat Kantor : Jl. Imam Bonjol No. 53 Stabat

Riwayat Pendidikan :

1967 - 1973 : SD Taman Harapan Medan

1973 - 1976 : SMP Taman Harapan Medan

1976 - 1980 : SMA Methodis Hang Tuah Medan

1981 - 1988 : FK USU Medan

2004 - 2009 : Sekolah Pascasarjana USU Medan

Riwayat Pekerjaan :

1. 12 April 1989, Diangkat menjadi CPNS.

2. 01 Juni 1990, Menjadi Pegawai Negeri Sipil.

3. 1989 – 1990, Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.

4. 1990 – 1995, Kepala Puskesmas Sei Bamban Langkat.

5. 1995 – 1997, Kepala Puskesmas Gebang.

6. 1997 – 2001, Kepala Seksie P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.

7. 2001 – 2005, Kepala Sub Dinas P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.

8. 2005 sampai sekarang Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Definisi Penyakit Hepatitis B... 8

2.2. Epidemiologi Penyakit Hepatitis B... 8

2.3. Patofisiologi Penyakit Hepatitis B ... 9

2.4. Konsep Perilaku Kesehatan ... 12

2.5. Program Imunisasi Hepatitis B di Indonesia... 18

2.6. Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B... 21

2.7. Landasan Teori ... 23

2.8. Kerangka Konsep ... 27

BAB 3. METODE PENELITIAN... 28

3.1. Jenis Penelitian... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3. Populasi dan Sampel ... 29

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 33

3.6. Metode Pengukuran ... 34

3.7. Metode Analisis Data... 40

(13)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 42

4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Lingkungan Sosial Budaya ... 59

4.4. Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 hari ... 67

4.5. Hubungan Karakteristik Responden dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 hari ... 68

4.6. Hubungan Lingkungan Sosial Budaya dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 79

5.1. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 79

5.2. Hubungan Lingkungan Sosial Budaya dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 88

5.3. Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 92

5.4. Keterbatasan Penelitian ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1. Kesimpulan ... 94

6.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Pola Serologik yang Sering Ditemukan pada Infeksi

Hepatitis B ... 10

2.2 Jadwal Pelaksanaan Program Imunisasi Nasional ... 20

3.1 Perhitungan Besar Sampel ... 31 4.1 Cakupan Imunisasi Rutin di Kabupaten Langkat Tahun 2006 ... 44

4.2 Tenaga Kesehatan di Kabupaten Langkat pada Tahun 2006 ... 45

4.3 Sarana Kesehatan yang ada di Kabupaten Langkat Tahun 2006 46 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Ibu ... 46

4.5 Umur Ibu Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 48 4.6 Pendidikan Ibu Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 49

4.7 Pekerjaan Ibu Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 50 4.8 Jumlah Anak Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 50

4.9 Pengetahuan Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 51

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 52

4.11 Sikap Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 54

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 55

4.13 Tindakan Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0-7 Hari ... 56 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan ... 57

4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkungan

(15)

4.16 Penolong Persalinan Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 60

4.17 Tempat Persalinan Berdasarkan Wilayah Cakupan

Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari... 61

4.18 Pelayanan Petugas Kesehatan Berdasarkan Wilayah Cakupan

Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 62 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Pelayanan Petugas

Kesehatan ... 63

4.20 Norma Berdasarkan Wilayah Cakupan Imunisasi Hepatitis

B 0 - 7 Hari... 64

4.21 Dukungan Keluarga Dekat Berdasarkan Wilayah Cakupan

Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari... 65

4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga ... 66 4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Imunisasi

Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 67

4.24 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pemberian

Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 69

4.25 Hubungan Lingkungan Sosial Budaya dengan Pemberian

Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 Hari ... 74 4.26 Pengaruh Variabel Karakteristik Ibu dan Lingkungan

Sosial Budaya terhadap Pemberian Imunisasi

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Alur Pikir Penelitian ... 26

2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 27

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Kabupaten Langkat ... 100

2. Kuisioner Penelitian... 101

3. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 109

4. Hasil Uji Realibilitas Kuesioner ... 112

5. Gambar Vaksin Hepatitis B Recombinan ... 115

6. Surat Permohonan Melaksanakan Penelitian ... 116

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Hepatitis-B merupakan salah satu penyakit menular berbahaya yang

dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) laten dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat dunia. Di dunia, setiap tahun sekitar 10 juta hingga 30 juta

orang terinfeksi penyakit Hepatitis B yang dapat terjadi pada setiap orang dari semua

golongan umur tetapi umumnya yang terinfeksi adalah orang pada usia produktif. Ini

berarti merugikan baik bagi si penderita, keluarga, masyarakat atau negara.

Penderita penyakit hepatitis B kronis terdeteksi dengan pemeriksaan serum

darah, semen, air liur, urin, dan cairan tubuh yang lain yaitu Hepatitis B surface

Antigen (HbsAg). Penyakit hepatitis B tersebar luas dengan tingkat endemisitas yang

berbeda menurut geografi dan etnis, disebut endemisitas rendah bila angka prevalensi

HbsAg kurang dari 2%, endemisitas sedang bila angka prevalensi HbsAg 2 – 7 %,

dan endemisitas tinggi bila prevalensi HbsAg lebih dari 8% (Chin, 2000).

Prevalensi tertinggi terdapat di daerah endemisitas tinggi yaitu kawasan

Afrika dan Asia Pasifik Barat yaitu satu per lima atau lebih dari penduduk. Daerah

endemisitas sedang di kawasan Amerika Latin, Timur Tengah, Eropa Selatan dan

(19)

rendah. Tingkat endemisitas di Indonesia tergolong sedang sampai tinggi dengan

prevalensi HbsAg bervariasi menurut geografis (Depkes RI, 2002).

Menurut WHO (2004) diperkirakan penyakit hepatitis B kasusnya terjadi pada

350 juta orang di dunia terutama di Asia Tenggara dan Afrika, yang dapat

menyebabkan kematian sekitar 1,2 juta orang per tahun. Dari jumlah itu 15 – 25

persen yang hepatitis B kronis akan meninggal dunia karena komplikasi penyakit

seperti sirrosis hepatitis dan kanker hati. Hepatitis B termasuk pembunuh diam-diam

karena banyak orang tak mengetahui sudah terinfeksi sehingga terlambat ditangani.

Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 11 juta orang pengidap penyakit

hepatitis B di Indonesia (Sulaiman, 2001). Selain itu lebih dari 3,9 % populasi ibu

hamil di Indonesia mengidap hepatitis B dengan risiko menularkan kepada bayinya

sebesar 45 % (IDAI, 2005). Penyakit hepatitis B ini disebabkan oleh Virus Hepatitis

B (VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun

(penyakit hati kronis). Keadaan ini sangat berbahaya karena penderita merasa tidak

sakit tetapi terus menerus menularkan virus VHB kepada orang lain sehingga dapat

terjadi wabah penyakit Hepatitis B, dan juga dapat mengalami komplikasi penyakit

yaitu pengerasan hati yang disebut dengan liver cirrhosis, dan dapat pula berkembang

menjadi kanker hati yang disebut dengan carcinoma hepatocelluler.

Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk

mencegah penularan penyakit hepatitis B. WHO melalui program The Expanded

(20)

jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu: BCG,

DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.

Pada ibu hamil di Indonesia tidak dilakukan uji saring hepatitis B berdasarkan

pemikiran bahwa pemberian imunisasi hepatitis B (HB) yang pertama dilakukan pada

usia 0 - 7 hari. Kebijakan tersebut didukung oleh beberapa studi yang menunjukkan

bahwa bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif dan tidak diimunisasi hepatitis B, 90%

akan menjadi pengidap hepatitis B kronis. Apabila bayi diberi imunisasi hepatitis B

dosis pertama pada umur 0 - 7 hari maka yang menjadi pengidap kronis tinggal 23%,

dan bila bayi diberi imunisasi dosis pertama pada bulan pertama kehidupannya, maka

yang menjadi pengidap kronis sebesar 40% (Sampana, 2000).

Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok setelah empat tahun pelaksanaan

program uji coba imunisasi hepatitis B 0 - 7 hari menunjukkan prevalensi pengidap

hepatitis B pada balita di bawah usia 4 tahun menurun dari 6,2% sebelum program

menjadi 1,4% setelah program pada anak-anak yang mendapat imunisasi tepat waktu

(0 - 7 hari setelah kelahiran) dengan dosis lengkap. Sementara anak-anak yang

mendapat imunisasi pada usia lebih dari 7 hari penurunannya lebih kecil yaitu dari

6,2% menjadi 3% (Ruff, 1995).

Pelaksanaan program imunisasi merupakan program penting dalam upaya

pencegahan primer bagi individu dan masyarakat terhadap penyebaran penyakit

menular. Pelaksanaan imunisasi menjadi kurang efektif bila banyak bayi yang tidak

diimunisasi. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan imunisasi menurut WHO

(21)

dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi, mobilitas keluarga,

ketidakstabilan politik, sikap petugas kesehatan, pembiayaan dan pertimbangan

hukum. Sebaliknya faktor pendorong pelaksanaan imunisasi adalah tersedianya

petugas kesehatan di desa, tersedianya logistik vaksin uniject hepatitis B, keamanan

yang kondusif dan pembiayaan gratis.

Peranan ibu dan lingkungan sosial dalam pelaksanaan program imunisasi

hepatitis B sangat penting. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh

Siswandoyo dan Putro (2003) yang menyatakan bahwa penerimaan ibu terhadap

imunisasi anak usia 12 - 23 bulan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan,

waktu tempuh, dukungan keluarga dan pelayanan petugas imunisasi. Penelitian

lainnya di Kecamatan Bayan, Jawa Tengah dalam Kasniyah (2001) sebaliknya

menyatakan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi bayi dapat disebabkan adanya

faktor di luar pengetahuan atau pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Faktor

tersebut berupa anjuran dari pemimpin formal maupun non formal di masyarakat

serta anjuran dari petugas kesehatan.

Tiga faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu mengimunisasikan anaknya

yaitu perilaku ibu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan selama kehamilan (ANC),

akses ke pelayanan kesehatan dan tingkat pendidikan ibu (Sofie, 2004). Studi

Siswandoyo dan Putro (2003) juga menyatakan adanya peran lingkungan sosial

terhadap pelaksanaan imunisasi yaitu adanya hubungan bermakna antara pelayanan

(22)

penelitian Ismail (1994) yang menyatakan ada pengaruh antara penolong persalinan

dengan pemberian imunisasi hepatitis B pada anak usia 0 - 7 hari.

Di Kabupaten Langkat dari tahun 2003 sampai tahun 2007 hasil cakupan

imunisasi Hepatitis B1 sudah sangat baik yaitu 91% sedangkan pencapaian imunisasi

HB 0 - 7 hari masih di bawah target 80%. Hal ini terlihat dari banyaknya puskesmas

yang cakupan imunisasi HB 0 - 7 hari di bawah target yang ditetapkan. Cakupan

imunisasi HB 0 - 7 di Puskesmas Bahorok merupakan puskesmas dengan cakupan

imunisasi yang paling rendah yaitu 4%. Hal ini sangat jauh berbeda dengan cakupan

imunisasi di Puskesmas Sambirejo yang melampaui target yang ditetapkan yaitu

89,7%.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka di Kabupaten Langkat perlu

dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh karakteristik ibu dan lingkungan sosial

terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0 - 7 hari.

1.2. Permasalahan

Masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Hepatitis B

dan masih rendahnya cakupan imunisasi HB 0 - 7 hari di Kabupaten Langkat,

penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruh karakteristik ibu dan lingkungan

sosial budaya terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 7 hari di

(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan,

jumlah anak, pengetahuan, sikap, tindakan) dan lingkungan sosial budaya (penolong

persalinan, tempat persalinan, pelayanan petugas kesehatan, norma, dukungan

keluarga dekat) terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 7 hari

di Kabupaten Langkat.

1.4. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh karekteristik ibu (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah

anak, pengetahuan, sikap, tindakan) terhadap pemberian imunisasi hepatitis B

pada bayi 0 - 7 hari.

2. Ada pengaruh lingkungan sosial budaya (penolong persalinan, tempat persalinan,

pelayanan petugas kesehatan, norma, dukungan keluarga dekat) terhadap

pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 7 hari.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, untuk peningkatan cakupan

(24)

2. Dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan

kesehatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular terutama upaya

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Penyakit Hepatitis B

Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh Virus

Hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi acut atau kronis dan dapat pula

menyebabkan radang hati, gagal hati, sirosis hati, kanker hati, dan kematian (Ling

dan Lam, 2007).

2.2. Epidemiologi Penyakit Hepatitis B

Hepatitis virus adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi

hati. Lima kategori virus telah diketahui: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B

(HBV), virus hepatitis C (HCV), agen delta yang berhubungan dengan HBV atau

virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV) (Isselbacher, 2000). Dari

beberapa penyebab, hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis B menjadi masalah

kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia karena manifestasinya sebagai

hepatitis akut dengan segala komplikasinya serta risiko menjadi kronik. Penyakit

hepatitis B sangat berbahaya karena penderita hepatitis B dapat berbentuk carrier

chronic yang merupakan sumber penularan bagi lingkungan dan dapat berkembang

menjadi penyakit hati kronik seperti Chronic Active Hepatitis (CAH), Sirosis dan

(26)

Pada tahun 1993 dilakukan penelitian pada pendonor darah dengan bantuan

Palang Merah Indonesia (PMI) dan dengan menggunakan metode Elisa oleh

NAMRU-2 (Naval American Research Unit 2). Prevalensi HbsAg bervariasi dari

2,5% sampai dengan 36,17%, dengan prevalensi sangat tinggi yaitu lebih dari 10%

dilaporkan di beberapa tempat di luar Pulau Jawa, yaitu: Ujung Pandang, Manado,

Kupang dan Mataram (Sulaiman, 1995). Penelitian pada pendonor darah pada PMI

Cabang Kota Yogyakarta tahun 2005, diperoleh prevalensi HbsAg adalah 2,2%

(Rahayujati, 2005).

2.3. Patofisiologi Penyakit Hepatitis B

Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat

kompleks (Isselbacher, 2000). Virus hepatitis B berupa virus DNA sirkuler berantai

ganda, termasuk famili Hepadnaviradae, yang mempunyai tiga jenis antigen. Ketiga

jenis antigen tersebut yaitu antigen Surface Hepatitis (HbsAg) yang terdapat pada

mantel (envelope virus), antigen ”cor” hepatitis B (HbcAg) dan antigen ”e” hepatitis

B (HbeAg) yang terdapat pada nucleocapsid virus. Ketiga jenis antigen ini dapat

merangsang timbulnya antibodi spesifik masing-masing yang disebut anti HBs, anti

HBc dan anti HBe (Sulaiman, 1995).

Bagian virus hepatitis B terdiri dari selubung luar HbsAg, inti pusatnya

(HbcAg), pembawa sifat (DNA), dan enzim pelipatganda DNA (DNA polimerase)

(27)

subdeterminan yang sama yaitu a dan 4 subdeterminan yang berlainan, yaitu d, y, w

dan r (Isselbacher, et al, 2000).

Berikut ini pola serologi pada darah penderita hepatitis B (Isselbacher, 2000).

Tabel 2.1. Pola Serologik yang Sering Ditemukan pada Infeksi Hepatitis B

HbsAg Anti-HBs Anti-HBc HbeAg Anti-Hbe Interpelasi

+ - IgM + - Infeksi HBV akut, infektivitas

yang tinggi.

+ - IgG + - Infeksi HBV kronik,

infektivitas yang tinggi.

+ - IgG - + Infeksi HBV akut atau kronik

lambat, infektivitas yang

rendah.

+ + + +/- +/- 1. HbsAg dari satu subtipe

dan anti HBs heterotipik

(sering).

2. Proses serokonversi dari

HbsAg menjadi AntiHBs

(jarang).

- - IgM +/- +/- 1. Infeksi HBS akut.

2. Jendela Anti-HBc.

- - IgG - +/- 1. Carrier HBsAg berkadar

rendah.

2. Infeksi pada masa lalu.

- + IgG - +/- Sembuh dari infeksi HBV.

- + - - - 1. Imunisasi dengan HbsAg

(setelah vaksinasi).

2. infeksi pada masa lalu.

(28)

Semua partikel virus hepatitis B bersifat imunogenik dan mampu merangsang

pembentukan antibodi. Bila seseorang terinfeksi virus hepatitis B, maka pada tubuh

penderita terdapat antigen yang berasal dari partikel virus dan antibodi humoral yang

dibentuk untuk melawan antigen tersebut.

HbsAg telah diidentifikasi pada darah dan produk darah, saliva, cairan

serebrospinal, peritonial, pleural, percardial, cairan sinovial, cairan amnion, semen,

sekresi vagina, dan cairan tubuh lainnya. Penularan melalui perkutaneus meliputi

intra vena, intra muscular, subkutan atau intra dermal (Chin, 2000). Penularan non

perkutaneus melalui ingesti oral telah dicatat sebagai jalur pemajanan potensial tetapi

efisiensinya cukup rendah. Di lain pihak dua jalur penularan non perkutaneus yang

dianggap memiliki dampak terbesar adalah hubungan seksual dan penularan

perinatal.

Penularan perinatal terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan dari ibu

carrier HBsAg atau ibu yang menderita hepatitis B akut selama kehamilan trimester

ketiga atau selama periode awal pasca partus. Meskipun kira-kira 10% dari infeksi

dapat diperoleh in utero, bukti epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua

infeksi timbul kira-kira pada saat persalinan dan tidak berhubungan dengan proses

menyusui. Pada hampir semua kasus, infeksi akut pada neonatus secara klinis

asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan besar menjadi seorang karir HbsAg

(Isselbacher, 2000).

Penyebaran perinatal merupakan masalah yang besar di negara-negara

(29)

HbeAg yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg

positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga dari kehidupannya. Peranan

adanya HbeAg pada ibu sangat dominan untuk penularan. Sebaliknya walaupun ibu

mengandung HbsAg positif namun bila HbeAg dalam darah negatif maka daya

tularnya menjadi rendah (Shikata T, 1984, cit Sulaiman, 1995).

Masa masuknya virus kedalam tubuh sampai timbulnya gejala (masa

inkubasi) bervariasi mulai dari 45 – 180 hari dan rata-rata 60 – 90 hari (Chin, 2000).

Kemungkinan hepatitis B akut menjadi kronik, bervariasi tergantung usia terinfeksi

virus hepatitis B. Infeksi pada saat kelahiran umumnya tanpa manifestasi klinik tapi

90% kemungkinan kasus menjadi kronik, di lain pihak apabila infeksi hepatitis B

terjadi pada usia dewasa muda akan timbul manifestasi klinik namun risiko

berkembang menjadi kronik hanya 1% (Isselbacher, 2000).

Kurang dari 10% infeksi hepatitis virus akut pada anak-anak dan 30% - 50%

pada orang dewasa terdeteksi secara klinis. Penderita umumnya mengalami gejala

klinis nafsu makan menurun, nyeri perut, mual, muntah kadang-kadang disertai

dengan nyeri sendi dan rash dan sering berlanjut ke jaundice (Chin, 2000).

2.4. Konsep Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

(30)

Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi hubungan dengan

lingkungannya. Semua makhluk hidup mempunyai perilaku, maka yang dimaksud

dengan perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas manusia seperti berbicara,

menangis, tertawa, bekerja dan lain sebagainya (Machfoed dan Suryani, 2006).

Perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu

dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang

kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 2004).

Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Notoatmodjo (2005), menjelaskan bahwa perilaku kesehatan itu merupakan

respons seseorang (organisme) terhadap rangsangan stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok, sebagai berikut:

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenace)

Perilaku atau upaya individu untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar

tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan

kesehatan terdiri dari 3 aspek yang meliputi:

1. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

Kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, di mana orang yang sehat pun perlu

(31)

3. Perilaku gizi berkaitan dengan makanan dan minuman yang dapat memelihara

kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan akan dapat menjadi

penyebab menurunnya kesehatan seseorang. Hal ini sangat tergantung pada

perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking

behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari

mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan baik lingkungan fisik, sosial

budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi

kesehatannya, keluarga dan masyarakat. Dengan perkataan lain bagaimana seseorang

mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,

keluarga, atau masyarakatnya.

c. Domain perilaku

Perilaku merupakan bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat

(32)

Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama beberapa orang, namun respons setiap

orang berbeda.

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda

disebut determinan perilaku (Notoatmodjo, 2007).

Faktor determinan perilaku itu ditentukan atau dipengaruhi oleh perilaku

(individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) itu sendiri. Untuk membedakan

determinan perilaku, Notoatmodjo (2007) membaginya menjadi 2 bahagian, yaitu:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik dan lain sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Berdasarkan pembagian domain Bloom dan untuk kepentingan pendidikan

praktis, Notoatmodjo (2005) mengembangkan domain, tanah atau kawasan perilaku

itu menjadi 3 tingkat yang terdiri dari: (1) pengetahuan peserta didik terhadap materi

pendidikan yang diberikan (attitude), (3) praktek atau tindakan yang dilakukan oleh

peserta yang diberikan (practice).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada

domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang

berupa materi atau subjek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada

(33)

subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang

telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons lebih

jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus

atau objek tadi.

Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang

digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO

dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga:

a. Perubahan alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena

kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan

lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat

di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana (Planned Change)

Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya Pak

Anwar adalah perokok berat. Karena pada suatu saat ia terserang batuk sangat

mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan

akhirnya ia berhenti merokok sama sekali.

c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk

(34)

lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini

disebabkan setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah

yang berbeda-beda walaupun kondisinya sama.

Strategi Perubahan Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), strategi untuk memperoleh perubahan perilaku

dikelompokkan 3 kelompok, yaitu:

1. Memberikan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan pada sasaran atau masyarakat

sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat

ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang

harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang

cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena

perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.

2. Pemberian informasi

Dengan memberikan informasi informasi tentang cara mencapai hidup sehat,

cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya, akan

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan

pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya

menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

3. Diskusi partisipasi

Cara ini adalah sebagai cara peningkatan cara yang kedua yang dalam

(35)

Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga

harus aktif berpartisifasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya.

Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan mereka

peroleh dengan mantap dan lebih mendalam. Dengan partisipasi adalah suatu cara

yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.

2.5. Program Imunisasi Hepatitis B di Indonesia

Imunisasi hepatitis B pada individu dimaksudkan agar individu membentuk

antibodi yang ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi oleh virus hepatitis B.

Tujuan utama pemberian imunisasi hepatitis B yaitu untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B dan manifestasinya,

secara tidak langsung menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker hati

dan pengerasan hati (Depkes RI, 2000).

Pemberian imunisasi hepatitis B sesuai dengan jadwal imunisasi rekomendasi

IDAI tahun 2000 harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan. Bayi

yang dilahirkan dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui, diberikan vaksin

rekombinan (HB Vax-II 5 g atau engerix B 10 g) atau vaksin plasma derived 10

mg secara intra muscular dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan

pada umur 1 – 2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan. Apabila pada

pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif segera diberikan 0,5 ml HBIF

sebelum usia anak satu minggu. Bayi lahir dari ibu HbsAg positif, dalam waktu 12

(36)

Vax-II 5 mg atau engerix B 10 mg) intra muskular di sisi tubuh yang berlainan. Dosis

kedua diberikan 1 – 2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga pada usia 6 bulan. Bayi

yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif, diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II

dengan dosis minimal 2,5 g atau engerix B 10 g, vaksin plasma derived dengan

dosis 10 g intra muscular saat lahir sampai usia 2 bulan. Dosis kedua diberikan 1 – 2

bulan kemudian dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis pertama.

Pemberian imunisasi hepatitis B segera setelah lahir di Indonesia masih sulit.

Kesulitan itu antara lain karena masyarakat belum biasa menerima penyuntikan pada

bayi baru lahir dan kontak tenaga kesehatan dengan bayi baru lahir kurang karena

sebagian persalinan masih ditolong oleh dukun (Depkes RI, 2000). Koordinasi

pelaksanaan imunisasi hepatitis B dilakukan oleh petugas KIA dan imunisasi.

Pemberian imunisasi HB 0 - 7 hari menjadi kewenangan petugas KIA sedangkan HB

2 dan HB 3 kewenangan petugas imunisasi. Penjangkauan bayi baru lahir dengan

memantau kohort ibu hamil yang dimulai saat ANC. Persalinan yang ditolong oleh

nakes dosis pertama imunisasi hepatitis B diberikan segera setelah lahir sedangkan

persalinan yang ditolong oleh dukun, penjangkauannya berdasarkan laporan keluarga/

(37)
[image:37.612.111.533.141.395.2]

Tabel 2.2. Jadwal Pelaksanaan Program Imunisasi Nasional

Umur Vaksin Tempat

Bayi lahir di rumah 0 bulan (0-7 hari) 1 bulan

2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan

Bayi lahir di RS/RB/Bidan Praktek 0 bulan (0-7 hari)

2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan HB1 BCG HB2

HB2, DPT1, Polio 1 HB3, DPT2, Polio 2 Campak dan Polio 4

HB1, Polio 1, BCG HB2, DPT1, Polio 2 HB3, DPT2, Polio 3 DPT3, Polio 4 Campak Dirumah Posyandu Posyandu Posyandu Posyandu Posyandu RS/RB/Bidan Praktek Posyandu Posyandu Posyandu Posyandu

Sumber: Depkes RI, (2000)

Vaksin hepatitis B dibuat dari bagian virus yaitu lapisan paling luar (mantel

virus) yang telah mengalami proses pemurnian. Vaksin HB akan rusak karena

pembekuan dan karena pemanasan. Vaksin ini paling baik disimpan pada suhu

2 – 8 0C. Adanya perkembangan baru untuk vaksin hepatitis B yang disebut uniject

prefilled syring hepatitis B (Uniject HB). Penggunaan uniject HB oleh bidan di desa

adalah salah satu alternatif utama dalam upaya pengembangan hepatitis B agar bisa

segera memberikan imunisasi pada bayi baru lahir (0 - 7 hari) untuk mencegah

(38)

2.6. Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi merupakan program penting dalam upaya pencegahan primer bagi

individu dan masyarakat terhadap penyebaran penyakit menular. Imunisasi menjadi

kurang efektif bila ibu tidak mau anaknya diimunisasi dengan berbagai alasan.

Beberapa hambatan pelaksanaan imunisasi menurut WHO (2000) adalah

pengetahuan, lingkungan dan logistik, urutan anak dalam keluarga dan jumlah

anggota keluarga, sosial ekonomi, mobilitas keluarga, ketidakstabilan politik, sikap

petugas kesehatan, pembiayaan dan pertimbangan hukum.

Gust, (2004) menyebutkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua

bayi berhubungan dengan status imunisasi bayi. Tiga pertanyaan meliputi

ketidakinginan orang tua untuk mengimunisasikan bayi jika mempunyai bayi lagi

(sikap), ketidakyakinan orang tua tentang keamanan imunisasi (pengetahuan) dan

pernah menolak bayinya untuk diimunisasi (perilaku) berhubungan dengan status

imunisasi bayi. Selain itu faktor sosio ekonomi keluarga, pelayanan kesehatan dan

jumlah balita dalam keluarga juga ikut memberikan kontribusi terhadap status

imunisasi bayi. Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kelengkapan imunisasi pada anak. Ibu yang mempunyai banyak anak kesulitan dalam

mendatangi tempat pelayanan kesehatan. Karateristik ibu yang mempengaruhi

ketidaklengkapan imunisasi anak adalah ibu kulit hitam dan hispanic, janda,

berpendidikan rendah (< 12 tahun) dan hidup di bawah garis kemiskinan (Luman,

(39)

Dombkowski, (2004) menyebutkan ketepatan usia pemberian imunisasi

dipengaruhi oleh pengasuhan oleh orang tua tunggal, jumlah anggota keluarga,

pendidikan orang tua, tidak adanya asuransi kesehatan dan kepemilikan telepon.

Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin

banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi

pada anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan

terpecah, sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk

setiap anak tidak dapat maksimal.

Ismail, (1999) menemukan adanya hubungan antara status imunisasi dasar

lengkap dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi, pendidikan orang tua, pendapatan

orang tua dan jumlah anak. Diantara beberapa faktor tersebut, pengetahuan ibu

tentang imunisasi merupakan suatu faktor yang sangat erat hubungannya dengan

status imunisasi anak.

Siswandoyo dan Putro (2003) melakukan survey terhadap ibu-ibu anak usia

12-23 bulan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kelengkapan

imunisasi hepatitis B menyebutkan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi anak

dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan, waktu tempuh, dukungan keluarga

dan pelayanan petugas imunisasi. Suatu penelitian di Kecamatan Bayan, Jawa Tengah

menyebutkan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi pada bayinya dikarenakan

oleh faktor di luar pengetahuan ataupun pemahaman masyarakat tentang imunisasi.

Faktor tersebut berupa anjuran dari pemimpin formal maupun non formal

(40)

2.7. Landasan Teori

Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2003) ada 4 faktor yang mempengaruhi

status kesehatan individu atau masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan dan keturunan di mana perilaku memberi pengaruh terbesar kedua setelah

faktor lingkungan.

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa determinan perilaku merupakan

faktor-faktor yang menentukan atau mempengaruhi perilaku (individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat) itu sendiri. Sejalan dengan itu ada beberapa teori yang

mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku yang berhubungan dengan sehat, antara lain teori Lawrence Green (1980),

Snehandu B Kar (1983), dan WHO (1984).

Menurut Green (1980), kesehatan seseorang itu dipengaruhi oleh 2 faktor

pokok yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non

behavior causes). Selanjutnya perilaku ini ditentukan oleh tiga faktor utama, yakni:

faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan

faktor penguat (reinforcing factors).

Faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor pemungkin

(enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,

(41)

yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain,

yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Notoatmodjo (2003) juga berpendapat bahwa dalam domain perilaku di mana

faktor determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal adalah merupakan karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal yaitu

lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain

sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang

mewarnai perilaku seseorang.

Health belief model merupakan teori yang digunakan untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi preventive health behavior (perilaku kesehatan

pencegahan) seperti pemeriksaan kesehatan berkala dan imunisasi (Rosenstock &

Kirscht, 1979 cit. Gochman, 1988). Komponen kunci dari teori ini adalah

(1) perceived susceptibility (persepsi akan kerentanan), (2) perceived severity

(persepsi akan keparahan suatu penyakit), (3) perceived benefit (persepsi akan

manfaat), (4) perceived bariers (persepsi hambatan suatu perilaku pencegahan),

(5) cues to action (isyarat untuk bertindak), (6) Faktor lainnya seperti sosial

demografi, kebudayaan dan kepercayaan. Secara garis besar, individu akan

melakukan tindakan pencegahan, melakukan uji saring atau mengendalikan keadaan

sehat-sakit bila individu tersebut menganggap dirinya rentan terhadap penyakit,

(42)

mengurangi kerentanan dan keparahan serta percaya bahwa keuntungan yang didapat

dari upaya tersebut lebih besar daripada hambatannya (Rosenstock, 1974 cit. Glanz et

al., 1997).

Health belief model merupakan model yang baik untuk dapat menentukan

sikap dan persepsi yang berhubungan dengan pengambilan keputusan untuk

melakukan tindakan pencegahan berupa imunisasi. Intervensi yang dilakukan

terhadap komponen persepsi yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dapat

meningkatkan cakupan imunisasi. Individu akan mengambil imunisasi sebagai

tindakan pencegahan bila ia merasa rentan terhadap penyakit tersebut, penyakit

tersebut berbahaya atau dapat menjadi parah, merasa adanya manfaat dari imunisasi,

tidak merasakan adanya hambatan yang berarti untuk mendapatkan imunisasi dan

(43)
[image:43.612.113.527.107.673.2]

Gambar 2.1. Alur Pikir Penelitian Rendahnya Akses Pelayanan Kesehatan Karakteristik Ibu yang Belum Kondusif Lingkungan Sosial Budaya yang Kurang Kondusif Masalah Penelitian Tingginya Angka Kematian Karena Hepatitis-B Tingginya Angka Kesakitan Hepatitis-B Rendahnya Cakupan Imunisasi Hepatitis-B

Masalah Pembangunan Kesehatan

Pemahaman Ibu terhadap Pentingnya Imunisasi Hepatitis B

0 – 7 hari

Perbaikan Lingkungan Sosial Budaya

(44)

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang mendukung penelitian ini, maka dapat

[image:44.612.117.484.217.601.2]

digambarkan secara skematis kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik ibu : - Umur

- Pendidikan - Pekerjaan - Jumlah anak - Pengetahuan - Sikap

- Tindakan

Pemberian imunisasi HB 0 - 7 hari

Lingkungan Sosial Budaya

− Penolong Persalinan

− Tempat Persalinan

− Pelayanan Petugas Kesehatan

− Norma

− Dukungan Keluarga

(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi Observasional Analitik dengan rancangan

cross-sectional. Untuk melihat pengaruh variabel independen dengan pemberian

imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 7 hari.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

dengan pertimbangan masih rendahnya cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 7

hari dan masih relatif tingginya angka kesakitan hepatitis B maupun angka kematian

akibat penyakit hepatitis B kronis.

Sesuai dengan karakteristik Kabupaten Langkat dan tujuan penelitian, lokasi

penelitian dikelompokkan menjadi tiga wilayah, yakni wilayah kecamatan dengan

cakupan imunisasi hepatitis B tinggi, daerah dengan cakupan menengah dan daerah

cakupan imunisasi rendah. Dari 20 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Langkat

diambil tiga kecamatan yang mewakili tipe wilayah dimaksud, yakni Kecamatan

Binjai untuk daerah cakupan tinggi (88,7%), Kecamatan Babalan untuk daerah

cakupan sedang (42,3%), dan Kecamatan Bahorok untuk daerah cakupan rendah

(46)

Bahorok, Puskesmas Bukit Lawang, Puskesmas Sambi Rejo, Puskesmas Pangkalan

Brandan dan Puskesmas Securai. Masing-masing puskesmas terdiri dari beberapa

desa, yakni:

Puskesmas Bahorok terdapat: 16 desa.

Puskesmas Bukit Lawang terdapat: 6 desa.

Puskesmas Sambirejo terdapat: 7 desa

Puskesmas Pangkalan Brandan terdapat: 4 kelurahan.

Puskesmas Securai terdapat: 4 desa.

Dari setiap puskesmas dipilih satu desa atau kelurahan secara acak sederhana

yang dapat mewakili sampel penelitian, sehingga desa yang terpilih dalam penelitian

ini ada 4 desa dan 1 kelurahan, yaitu:

1. Desa Empus di wilayah Puskesmas Bahorok.

2. Desa Perkebunan Bukit Lawang di wilayah Puskesmas Bukit Lawang.

3. Desa Sambi Rejo di wilayah Puskesmas Sambi Rejo.

4. Kelurahan Berandan Timur Baru di wilayah Puskesmas Pangkalan Brandan.

5. Desa Securai Utara di wilayah Puskesmas Securai.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, mulai dari bulan

Februari 2008 sampai dengan Agustus 2008. Penelitian ini diawali dengan

(47)

kolokium (seminar proposal), penelitian kelapangan, pengumpulan, pengolahan dan

analisa data, penyusunan hasil penelitian, dan seminar hasil penelitian/tesis.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang akan diteliti

(Arikunto, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki bayi

berusia 8 hari sampai dengan 12 bulan yang berdomisili di 5 desa penelitian.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 8 hari

sampai dengan 12 bulan yang terpilih. Kriteria inklusi untuk penelitian ini, yaitu: Ibu

kandung dari anak yang memiliki KMS, anak yang memiliki berat badan lahir normal

yang berdomisili di 5 desa terpilih.

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan

rumus acak stratifikasi (Lemeshow, 1997). Rumus yang dipergunakan adalah sebagai

berikut:

Keterangan:

n = besar sampel N = ukuran populasi W = proporsi ukuran populasi Z = reability coefficient

Z2 1- /2 ∑ [N2 h P h (1-Ph)]/ Wh L

h-1

N2d2 + Z21- /2 ∑ [N h P h (1-Ph)] L

h-1

(48)

P = proporsi variabel yang ingin diduga d = presisi (0,05) L = jumlah strata

Sehingga pada tingkat kemaknaan 95% ( = 0,05%) dan Kekuatan Uji 90%, maka

akan didapat:

n =

= 105

untuk menjaga kemungkinan mendapatkan sampel data yang tidak baik maka sampel

tersebut ditambah 10% sehingga jumlah sampel menjadi 116 orang.

Jumlah sampel tiap puskesmas diperoleh dengan perhitungan:

nh = n X (Nh/3482)

Berdasarkan data laporan cakupan imunisasi HB 0 - 7 hari di Kabupaten

Langkat tahun 2007 dan jumlah ibu yang memiliki bayi usia 0 sampai 12 bulan

di 3 (tiga) kecamatan maka dapat dihitung sampel yang diperlukan seperti pada Tabel

[image:48.612.113.527.573.701.2]

3.2.

Tabel 3.1. Perhitungan Besar Sampel

Puskesmas Desa Nh Wh N2h Ph NhPh NhPh

(1-Ph)

Nh2Ph

(1-Ph)/Wh Nh

Bahorok Empus 870 0,25 756900 0,03 26,1 25,32 2643,08 29

B. Lawang Perk. Bkt

Lawang 323 0,09 104329 0,03 9,69 9,39 1011,99 11 Sambi Rejo Sambi Rejo 886 0,25 784996 0,89 788,54 86,73 73589,95 29

Pkl. Brandan Brandan

Timur Baru 740 0,21 547600 0,49 362,6 184,93 319305,56 25 Securai Securai

Utara 663 0,19 439569 0,49 324,87 165,68 283292,97 22

Jumlah 3482 472,05 879843,55 116

(1,962 X 879843,55 )

(49)

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

Ada dua jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang dikumpulkan/diukur langsung oleh peneliti sedangkan

data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengutip dari sumber-sumber yang

terkait. Data primer terdiri dari: data karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan,

jumlah anak, pengetahuan, sikap, tindakan) dan data lingkungan sosial budaya

(penolong persalinan, tempat persalinan, norma, dukungan keluarga dekat, pelayanan

petugas kesehatan).

3.4.2. Cara Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terhadap ibu dan

petugas puskesmas sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara mengambil

data dari puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.

3.4.3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas

1. Pengujian Validitas

Berdasarkan hasil pengujian kuesioner yang dilakukan ujicoba terhadap 30

responden, kuesioner penelitian ini dinyatakan valid karena berdasarkan hasil uji

statistik yang dilakukan diketahui bahwa thitung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

(50)

2. Pengujian Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan, diketahui bahwa hasil uji

statistik (r-hitung) lebih tinggi daripada r-tabel, sehingga kuesioner penelitian ini

dinyatakan reliabel (Lampiran 3).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel

Variabel dependen (terikat) penelitian ini adalah pemberian imunisasi

hepatitis B 0 - 7 hari dan variabel independen (bebas) adalah umur, pendidikan,

pekerjaan, jumlah anak, pengetahuan, sikap, tindakan ibu, penolong persalinan,

tempat persalinan, dukungan keluarga dekat, norma, dan pelayanan petugas

kesehatan.

3.5.2. Definisi Operasional

1. Pemberian imunisasi HB 0 - 7 hari adalah pelaksanaan imunisasi hepatitis B dosis

pertama pada bayi berusia antara 0 sampai dengan 7 hari setelah kelahirannya.

2. Umur ibu adalah usia ibu sewaktu dilakukan wawancara.

3. Pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah ditamatkan

ibu.

4. Pekerjaan ibu adalah kegiatan yang dilakukan ibu baik di rumah ataupun di luar

rumah dengan tujuan untuk menghasilkan uang ataupun barang untuk pemenuhan

(51)

5. Jumlah anak adalah banyaknya anak kandung yang dilahirkan ibu.

6. Pengetahuan ibu adalah pemahaman ibu tentang penyakit hepatitis B, penularan,

dan dampaknya serta manfaat imunisasi hepatitis B 0 - 7 hari.

7. Sikap adalah respon dari ibu terhadap penyakit hepatitis B dan imunisasi HB 0 - 7

hari.

8. Tindakan adalah upaya nyata ibu terhadap pemberian imunisasi HB 0 - 7 hari.

9. Penolong persalinan adalah orang yang membantu proses persalinan bayi.

10.Tempat persalinan adalah lokasi di mana bayi dilahirkan.

11.Norma adalah nilai-nilai atau aturan yang diterapkan ibu dalam pemberian

imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 7 hari.

12.Dukungan keluarga dekat adalah sokongan dari suami, orang tua, mertua, saudara

kandung ibu, dan tetangga dalam pemberian imunisasi hepatitis B pada anaknya

usia 0 - 7 hari.

13.Pelayanan petugas kesehatan adalah tindakan petugas kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada saat pemeriksaan kehamilan dan

pertolongan persalinan serta upaya pemberian imunisasi hepatitis B dosis pertama

usia 0 - 7 hari.

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan indikator

dari variabel yang telah ditentukan. Bentuk pengukuran yang digunakan yaitu

(52)

3.6.1. Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0 - 7 hari

Diberikan : bila diberikan pada usia 0 - 7 hari

Tidak diberikan : bila diberikan lebih dari 7 hari atau tidak diberikan imunisasi

hepatitis B 0-7 hari

Skala ukur: Nominal

3.6.2. Umur

Untuk mengetahui umur responden diberikan pertanyaan berbentuk kuesioner,

yang diukur dalam tiga katagori, yaitu:

Umur < 20 tahun

Umur 20 – 35 tahun

Umur > 35 tahun

Skala ukur: Ordinal

3.6.3. Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat pendidikan responden diukur dengan

mengkatagorikan kedalam 3 jenjang, yaitu:

Dasar : bila responden menamatkan SLTP, SD dan tidak tamat SD

Menengah : bila responden menamatkan SLTA sederajat

Tinggi : bila responden menamatkan S1/DIII

(53)

3.6.4. Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden didapat dengan mengajukan

pertanyaan dalam kuesioner yang terbagi 2 katagori, yaitu:

Bekerja : bila ibu bekerja melakukan kegiatan rutin selain ibu rumah

tangga

Tidak Bekerja : kegiatan rutinitas hanya sebagai ibu rumah tangga

Skala ukur: Nominal

3.6.5. Jumlah Anak

Jumlah anak adalah banyaknya anak dalam satu keluarga yang dikategorikan

dalam keluarga kecil dan keluarga besar (Kamus istilah, BKKBN, 2007)

Keluarga kecil : bila keluarga memiliki anak 1 – 2 orang

Keluarga besar : bila keluarga memiliki anak > 2 orang

Skala ukur: Ordinal

3.6.6. Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dalam

kuesioner untuk mengetahui pengetahuan ibu. Masing-masing pertanyaan

mempunyai nilai/bobot tertentu. Pertanyaan ada 10 buah dan masing-masing pilihan

mempunyai nilai/bobot : a = 3, b = 2, c = 1 (Arikunto, 1998).

Berdasarkan total skor jawaban pengetahuan dari 10 pertanyaan yang

(54)

Baik : jika ibu mendapat score sebanyak > 75 % dari total nilai tertinggi

Sedang : jika ibu mendapat score sebanyak 40 % - 74 % dari total nilai tertinggi

Kurang : jika ibu mendapat score sebanyak < 40 % dari total nilai tertinggi

Skala ukur: Ordinal

3.6.7. Sikap

Pengukuran sikap dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dalam kuesioner

untuk mengetahui sikap ibu. Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai/bobot

tertentu. Pertanyaan ada 10 buah dan masing-masing pilihan mempunyai nilai/bobot:

a = 3, b = 2, c = 1 (Arikunto, 1998).

Berdasarkan total skor jawaban sikap dari 10 pertanyaan yang diajukan, maka

sikap responden digolongkan dalam 3 katagori, yaitu:

Baik : jika ibu mendapat score sebanyak > 75 % dari total nilai tertinggi

Sedang : jika ibu mendapat score sebanyak 40 % - 74 % dari total nilai tertinggi

Kurang : jika ibu mendapat score sebanyak < 40 % dari total nilai tertinggi

Skala ukur: Ordinal

3.6.8. Tindakan

Pengukuran tindakan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dalam

kuesioner untuk mengetahui tindakan ibu. Masing-masing pertanyaan mempunyai

nilai/bobot tertentu. Pertanyaan ada 10 buah dan masing-masing pilihan mempunyai

(55)

Berdasarkan total skor jawaban tindakan dari 10 pertanyaan yang diajukan,

maka tindakan responden digolongkan dalam 3 katagori, yaitu:

Baik : jika ibu mendapat score sebanyak > 75 % dari total nilai tertinggi

Sedang : jika ibu mendapat score sebanyak 40 % - 74 % dari total nilai tertinggi

Kurang : jika ibu mendapat score sebanyak < 40 % dari total nilai tertinggi

Skala ukur: Ordinal

3.6.9. Penolong Persalinan

Untuk mengetahui jenis profesi tenaga penolong persalinan didapat dengan

mengajukan pertanyaan dalam kuesioner yang terbagi 2 katagori, yaitu:

Petugas kesehatan

Bukan petugas kesehatan (Dukun beranak)

Skala ukur: Nominal

3.6.10. Tempat Persalinan

Untuk mengetahui di mana lokasi ibu melahirkan didapat dengan mengajukan

pertanyaan dalam kuesioner yang terbagi 2 katagori, yaitu:

1. Tempat pelayanan kesehatan (RS, PKM, RB, Polindes)

2. Di rumah

(56)

3.6.11. Pelayanan Petugas Kesehatan

Pengukuran tingkat pelayanan petugas kesehatan terhadap pemberian

imunisasi hepatitis B 0 - 7 hari didapat dengan mengajukan pertanyaan dalam

kuesioner untuk mengetahui tingkat pelayanan. Pertanyaan ada 8 buah dan masing-

masing pilihan mempunyai nilai/bobot : a = 3, b = 2, c = 1 (Arikunto, 1998).

Berdasarkan total skor jawaban pelayanan petugas kesehatan dari 8 pertanyaan yang

diajukan dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu:

Baik : jika didapat score sebanyak > 75% dari total nilai tertinggi.

Sedang : jika didapat score sebanyak 40% - 74% dari total nilai teringgi

Kurang :bila didapatkan score < 40% dari total nilai tertinggi

Skala ukur: Ordinal

3.6.12. Norma

Untuk mengetahui norma-norma yang ada pada ibu yang berkaitan dengan

nilai nilai atau tatanan ibu terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0 - 7 hari didapat

dengan mengajukan pertanyaan dalam kuesioner yang terbagi 2 katagori, yaitu:

1. Menganjurkan

2. Melarang

(57)

3.6.13. Dukungan Keluarga Dekat

Pengukuran dukungan keluarga terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0

-7 hari dengan mengajukan pertanyaan untuk mengetahui dukungan keluarga.

Pertanyaan ada 4 buah dan masing-masing pilihan mempunyai nilai/bobot: a = 3, b =

2, c = 1 (Arikunto, 1998). Berdasarkan total skor jawaban dukungan keluarga dekat

dari 4 pertanyaan yang diajukan dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu:

Sangat mendukung : bila didapat skornya > 75 % dari total nilai tertinggi

Mendukung : bila didapat skornya 40 % -70% dari total nilai tertinggi

Kurang mendukung : bila didapat skornya < 40 %

Skala ukur: Ordinal

3.7. Metode Analisis Data

Analisis univariat dipakai untuk mengetahui gambaran deskriptif dengan

menampilkan tabel frekuensi, sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen secara

statistik. Jenis datanya adalah kategori, maka analisis yang digunakan adalah Chi

Square.

Analisis bivariat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan

variabel independen (umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, pengetahuan, sikap,

tindakan, penolong persalinan tempat persalinan, pelayanan petugas kesehatan,

norma, dan dukungan keluarga terdekat) dengan variabel dependen (pemberian

(58)

Analisis multivariat untuk melihat pengaruh antara variabel independen

dengan variabel dependen dengan melakukan Uji Regresi Logistik yang didapat dari

uji bivariat di mana variabel yang memiliki nilai p < 0,05 dapat dijadikan variabel

yang berpengaruh terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0 - 7 hari. Dari uji

multivariat ini akan diketahui variabel mana yang paling dominan pengaruhnya

terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0 - 7 hari. Analisis ini akan menggunakan

program komputer.

(59)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografis

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kebupaten yang terdapat di Provinsi

Sumatera utara yang terletak diantara 3°4’ dan 4°3’ Lintang Utara serta antara 97°52’

dan 98°45’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan selat Sumatera dan Kabupaten Aceh Tamiang

(Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) dan Selat Malaka.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sumatera dan Kabupaten Aceh Tenggara/

Tanah Alas (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam).

Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 6.263,29 km (626.329 Ha) yang <

Gambar

Tabel 2.1. Pola Serologik yang Sering Ditemukan pada Infeksi Hepatitis B
Tabel 2.2. Jadwal Pelaksanaan Program Imunisasi Nasional
Gambar 2.1. Alur Pikir Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari jurnal-jurnal penelitian dan buku-buku tentang persediaan bahan baku dalam mengoptimalkan total biaya persediaan

Penyebab tidak validnya informasi alamat yang diberikan dikarenakan alumni lebih memilih menuliskan alamat tempat kerja hanya dengan menuliskan nama tempat kerjanya

Penelitian dilakukan pada bank syariah yang merupakan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia. Penelitian ini dibatasi untuk menganalisis Pengaruh Resiko Kredit,

PERL INDUSGAN HUKOM I’BHEADAP PIHAK IANG BEBITIKAD B A IK ..... Apa yang pada

Latihan ini harus dibarengi pula dengan penanaman sikap dan nilai yang luhur, yaitu sikap seorang ilmuwan dan nilai yang berlandaskan pada

Damata Arta Nugraha Lamongan sebagai salah satu bank yang sampai sekarang masih eksis di dunia perbankan Indonesia perlu melakukan penyesuaian diri dan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Therefore, the topic chosen will explore the racial prejudice that triggered by the Whites’ view toward Blacks on the rise of Jim Crow Law practices in South America society which