PERANAN DAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH
DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
SMA NEGERI DI KOTA BINJAI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ARMANSYAH
077003032/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Judul Tesis : PERANAN DAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SMA NEGERI DI KOTA BINJAI
Nama Mahasiswa : Armansyah Nomor Pokok : 077003032
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, S.E) Ketua
(Prof. Aldwin Surya, S.E., M.Pd., Ph.D) (Kasyful Mahalli, S.E., M.Si)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.M.Sc)
PERANAN DAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH
DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
SMA NEGERI DI KOTA BINJAI
TESIS
Oleh
ARMANSYAH
077003032/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji pada
Tanggal : 30 September 2009
_________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, S.E
Anggota : 1. Prof. Aldwin Surya, S.E., M. Pd., Ph.D 2. Kasyful Mahalli, S.E, M.Si
A B S T R A K
ARMANSYAH, Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai, Tesis, 2009
Pembentukan Komite Sekolah pada setiap satuan pendidikan merupakan pelaksanaan dari desentralisasi pendidikan yang menjadikan pelaksanaan pendidikan bukan hanya tugas pemerintah, sekolah, tetapi perlu melibatkan peranserta masyarakat lingkungan sekolvah maupun stake holder serta dunia usaha/dunia industri. Dasar pembentukan Komite Sekolah adalah Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, kemudian dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 56, masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi
program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya
peran yang dilakukan oleh Komite Sekolah dalam membuat perencanaan pendidikan pada SMA Negeri di Kota Binjai setelah terbentuknya Komite Sekolah. Metodologi dalam penulisan tesis ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan analisis domain, pengumpulan data menggunakan teknik observasi, kuesioner, dokumentasi dan wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Komite Sekolah pada SMA Negeri di Kota Binjai pada prinsipnya melaksanakan perannya sebagaimana yang diharapkan, dalam hal dukungan dana Komite Sekolah belum berhasil berhasil mendapatkan dana dari masyarakat sekitar seperti dari dunia usaha/dunia industri maupun dari masyarakat yang peduli pendidikan, dan masih hanya dari bantuan orang tua siswa melalui iuran komite sekolah. Kemudian dalam pelaksanaan perannya hanya pemberi pertimbangan dan pengawasan yang lebih utama sedang peran lainnya sebagai pendukung dan mediator belum sepenuhnya terlaksana. Namun dalam hal pemberdayaan yang dilakukan terhadap Komite Sekolah belum sepenuhnya terlaksana, hal ini karena pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kota Binjai, Dewan Pendidikan Kota Binjai maupun yang dilaksanakan oleh pihak sekolah masih sebatas pemahaman tentang komite sekolah.
ABSTRACT
ARMANSYAH, The Role and of Empowerment Committee in the Organization of School of Education high Schools in Binjai, a Thesis, 2009
Establishment of School Committee in any education unit is the implementation of education decentralization that makes the implementation of education not only as a duty, the school but also required to involve active participation of the community around the school or stakeholders and even business/industrial worldwide. The foundation of establishing the school committee is the Ministerial Decree of National Education No. 044/U/2002 regarding the education board and school committee and the confirmed by the Laws No. 20 of 2003 regarding the National Education System in the article 56, the community plays a role in improving the education service quality involving plan, control and evaluation of the education program trough the education Board and school committee/madrasah.
The purpose of this study was to find out how exactly the role performed by the School Committee in educational planning in high schoosl in State of Binjai after the formation of the School Committee. Methodology in the writing of this thesis uses a qualitativedescriptive approach to domain analysis, data collection using observational techniques, questionnaire, documentation and interview.
The result indicate that the presence of the School Committee at haigh school in the State of Binjai principle carry out its role as expected, in terms of funding support for the School Committee has not managed to successfully obtain funding from local people such as from the business/industrial world or the community who care education, and still only from the parents help students through the school committee fee. Then his role in the implementation considerations and the only giver greater supervision are other roles as advocates and mediator has not been fully implemented. But in terms of empowerment of school committees do not yet fully implemented, this is because empowermwnt is implemented by the Department of Education the State of Binjai, Binjai City Board of Education and administered by the schools is still limited understanding of the school committee.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Kuasa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (Konsentrasi Perencanaan Pendidikan) pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan, hal ini disebabkan oleh kemampuan dan pengetahuan
penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
menerima kritikan dan saran dari berbagai pihak guna kesempurnaan tulisan ini.
Dalam hal ini penulis sudah banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi
dari berbagai pihak dalam menyelesaikan tulisan ini. Oleh karena itu dengan hati
yang tulus penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada :
1. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan
melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian tugas akhir Tesis
berdasarkan DIPA Sekretaris Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007
2. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H,Sp. A(k) selaku Rektor USU yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
dapat mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan pada Program Magister
Perencanaan Pembangunan dan Wilayah Perdesaan di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswa Program
Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
4. Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, S. E., selaku Ketua Pembimbing yang
penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran serta
meluangkan waktu kepada penulis untuk memberikan masukan sampai
selesainya penulisan tesis ini.
6. Prof. Aldwin Surya, S.E., M.Pd. Ph.D, selaku Anggota Pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran sampai selesainya
7. Kasyful Mahalli, S.E., M.Si., selaku Anggota Pembimbing dan Sekretaris
Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, yang telah
memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis
ini.
8. Drs. Rujiman, M A, selaku Penguji Tesis yang telah meluangkan waktu dan
memberikan bantuan, saran dalam penyelesaian tesis ini.
9. Agus Suriadi, S.E.,M.Si., selaku Penguji Tesis yang telah meluangkan
waktunya untuk mengoreksi dan memberikan masukan/saran sehingga tesis
ini dapat diselesikan dengan baik.
10.Burhanuddin Lubis (Alm) dan Sauyah Parinduri (Alm), ayah dan Ibu yang
telah memberikan motivasi semasa hidupnya untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi, doa dan nasihat almarhum telah menjadi
motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
11.Fifi Handayani, A.Md., istri tercinta yang selalu memberikan dorongan dan
semangat serta anak-anak tercinta Burhanudin Raihan, Afzal Burhan, dan
Faiz Akbar Burhan, yang selalu menghibur dan pemberi semangat bagi
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
12.Kepada teman-teman mahasiswa Program Perencanaan Pembangunan
Pendidikan kuhususnya yang tetap setia memberikan dorongan dan saran
dalam penulisan tesis ini.
Medan, September 2009 Penulis
Armansyah
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Armansyah
2. Tempat/Tanggal Lahir : Tapanuli Selatan ( Sekarang Mandailing
Natal) 12 Oktober 1967
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Status : Kawin
6. Nama Ayah : Burhanuddin Lubis (Alm.)
7. Nama Ibu : Sauyah Parinduri (Alm.)
8. Nama Istri : Fifi Handayani, A.Md
9. Nama Anak : 1. Burhanudin Raihan Lubis
2. Afzal Burhan Lubis 3. Faiz Akbar Burhan Lubis
11.Alamat : Jl. Cendana No. 62 Binjai
12.Telp./HP : 08126300255
13.Pendidikan :
Tahun 2007 – 2009 : S-2 Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) USU Medan
Tahun 1986 - 1991 : S-1 Administrasi Negara Fisipol UISU Medan
Tahun 1983 - 1986 : SMA Negeri Kotanopan
Tahun 1980 - 1983 : SMP Negeri 1 Kotanopan
Tahun 1974 - 1980 : SD Negeri No. 142661 Muaratagor.
14.Pengalaman Kerja :
Tahun 1992 : CPNS pada Departemen Penerangan Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 1994-1996 : Juru Penerang Kec.Pahae Jae Kabupaten
Tapanuli Utara
Tahun 1996-1998 : Kepala Sub Seksi Ceramah dan Diskusi pada Kantor Departemen Penerangan
Kota Binjai
Tahun 1998-1999 : Kepala sub. Seksi Pertunjukan Rakyat pada Kantor Departemen Penerangan Kota Binjai
Tahun 1999-2000 : Staf pada Kantor Peternakan Kota Binjai
Tahun 2004-2006 : Kepala Seksi Dokumentasi dan Publikasi pada Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Binjai
Tahun 2006- sekarang : Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga pada Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kota Binjai
Pengalaman Organisasi :
Tahun 1992-1994 : Sekretaris Remaja Mesjid Kec. Tarutung
Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 1994-1996 : Sekretaris Remaja Mesjid Kec.Pahae Jae
Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 2005-Sekarang : Sekretaris III Dewan Kesenian Binjai
Tahun 2009-2012 : Sekretaris Umum Himpunan Keluarga Besar Mandailing (HIKMA) Kota Binjai
Tahun 2009-2012 : Sekretaris I Forum Aspiratif Masyarakat
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK . ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...
1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan ... 10
1.4 Manfaat ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Konsep Pemberdayaan ... 12
2.2 Hubungan Sekolah dengan Masyarakat ... 12
2.3 Komite Sekolah ... 18
2.4 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ... 26
2.5.Pengembangan Wilayah ... 28
2.6 Penelitian Sebelumnya ... 29
2.7 Kerangka Pemikiran ... 31
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 33
3.1 Tempat dan Waktu ... 34
3.2 Populasi, Sampel dan Informan... 35
3.3 Sumber dan Jenis Data ... ... 37
3.4 Teknik Pengumpulan Data .. ... 37
3.6 Defenisi Operasional ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Gambaran Umum Komite Sekolah SMA Negeri di Kota Binjai ... 45
4.1.1 SMA Negeri 2 Binjai ... 46
4.1.2 SMA Negeri 3 Binjai ... 47
4.1.3 SMA Negeri 4 Binjai ... 49
4.1.4 SMA Negeri 5 Binjai ... 50
4.1.5 SMA Negeri 6 Binjai... 51
4.1.6 SMA Negeri 7 Binjai ... 52
4.2 Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan dan Perencanaan Pendidikan di Kota Binjai ... 53
4.2.1 Peran Komite Sekolah sebagai Pemberi Pertimbangan (Advisory Agency) ... 58
4.2.2 Peran Komite Sekolah sebagai Pendukung (Supporting Agency) ... 62
4.2.3 Peran Komite Sekolah sebagai Pengontrol (Controling Agency) ... 65
4.2.4 Peran Komite Sekolah sebagai Penghubung (Mediator Agency) ... 68
4.3 Pendidikan dalam Pengembangan Wilayah ... 75
5.1 Kesimpulan ... 82
5.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Banyaknya Sekolah, Lokal, Guru dan Murid SMA
Negeri di Kota Binjai Tahun 2007 ... 34
3.2 Rincian Jumlah Populasi dan Sampel ... 35
3.3 Analisis Kualitatif Model Spradley tentang Peranan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan
SMA Negeri Kota Binjai ... 41
4.1 Hasil Penelitian peran Pemberdayaan Komite Sekolah Dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri
4.2 Analisis Domain Pemberdayaan Komite Sekolah pada
SMA Negeri Kota Binjai ... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual Pemberdayaan Komite Sekolah pada Jenjang Pendidikan Menengah
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner tentang Peranan Komite Sekolah ………… 86
2. Jawaban Kuesioner tentang PerananKomite Sekolah ... 93
3. Surat Permohonan Fasilitas Penelitian ……….. 107
4. Surat Izin Penelitian ……….. 108
5. Surat Keterangan Penelitian pada SMA Negeri 2 Binjai .. 109
6. Surat Keterangan Penelitian pada SMA Negeri 3 Binjai .. 110
7. Surat Keterangan Penelitian pada SMA Negeri 4 Binjai .. 111
8. Surat Keterangan Penelitian pada SMA Negeri 5 Binjai .. 112
9. Surat Keterangan Penelitian pada SMA Negeri 6 Binjai .. 113
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan
pemerintah. Dapat dikatakan pada saat ini tanggung jawab masing-masing belum
optimal, terutama peran serta masyarakat yang masih dirasakan belum banyak
diberdayakan. Oleh karena itu, secara hakiki, pembangunan pendidikan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pembangunan manusia. Upaya-upaya
pembangunan di bidang pendidikan, pada dasarnya diarahkan untuk mewujudkan
kesejahteraan manusia itu sendiri. Karena pendidikan merupakan hak setiap warga
negara, di dalamnya terkandung makna bahwa pemberian layanan pendidikan
kepada individu, masyarakat, dan warga negara adalah tanggung jawab bersama
antara pemerintah, masyarakat dan keluarga.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan salah satu misinya adalah memberdayakan peranserta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan
dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah. Pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan
Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan
Komite Sekolah di tingkat sekolah.
Konsep desentralisasi dalam pendidikan muncul sejalan dengan
perkembangan pola pikir masyarakat sebagai salah satu dampak pembangunan
pendidikan. Pemikiran pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah melahirkan
konsep gagasan untuk mengembangkan sistem desentralisasi dalam pengelolaan
pendidikan nasional.
Simon dalam Komariah dan Triatna (2004 :70) mendefenisikan desentralisasi
sebagai suatu organisasi administratif adalah sentralisasi yang luas apabila keputusan
yang dibuat pada level organisasi yang tinggi, desentralisasi yang luas apabila
keputusan didelegasikan dari top management kepada level yang rendah dari
wewenang eksekutif. Berdasarkan pengertian tersebut, desentralisasi merupakan
wujud kepercayaan pusat kepada daerah untuk melaksanakan pembangunannya
berdasarkan prakarsa sendiri. Implikasinya adalah daerah harus bertanggung jawab
secara profesional untuk menampilkan kinerja terbaiknya.
Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya
pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah yang dapat
mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk
adalah Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah di tingkat
satuan pendidikan.
Upaya pemerintah untuk peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi
penyelenggaraan pendidikan nasional perlu dukungan dari semua stakeholder,
mengingat masalah pendidikan sudah menjadi tanggung jawab kita bersama. Bukti
konkrit keseriusan dan kesungguhan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan adalah diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, karena Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dianggap tidak memadai lagi dan perlu disempurnakan
agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-undang Dasar 1945.
Penyempurnaan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi managemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Selain itu
pemerintah juga mengganti Keputuasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Nomor 0293/U/1993 tentang Pembentukan Badan Pembantu dan Penyelenggaraan
Pendidikan (BP3) dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI. Nomor
044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Komite Sekolah merupakan penyempurnaan dan perluasan badan kemitraan
dan komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Sampai tahun 1994 mitra sekolah
hanya terbatas dengan orang tua peserta didik dalam wadah yang disebut dengan
tahun 2002 dengan perluasan peran menjadi Badan Pembantu Penyelenggaraan
Pendidikan (BP3) yang personilnya terdiri atas orang tua dan masyarakat di sekitar
sekolah. Pada pertengahan tahun 2002 wadah BP3 bertambah peran dan fungsinya
sekaligus perluasan personilnya yang terdiri atas orang tua dan masyarakat luas yang
peduli terhadap pendidikan yang tidak hanya di sekitar sekolah dengan nama Komite
Sekolah. Perbedaan yang prinsip antara BP3 dengan Komite Sekolah adalah dalam
peran dan fungsinya, keanggotaan serta dalam pemilihan dan pembentukan
pengurus.
Komite Sekolah dibentuk sebagai bagian dari penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS), dan mempunyai kewenangan untuk mengelola dirinya
sendiri. Pengelolaan sekolah ini dijalankan dengan asas partisipasi, transparansi dan
akuntabilitas, artinya dalam pengelolaan sekolah dewan pendidikan khususnya
kepala sekolah bekerja sama dengan masyarakat sekolah. Oleh sebab itu, diperlukan
wadah yang bisa dipakai oleh masyarakat sekolah untuk mengemban amanat
tersebut. Wadah tersebut adalah Komite Sekolah.
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan amanat rakyat yang telah
tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Amanat rakyat ini selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah
memposisikan kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dan tanggung jawab
dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya
diserahkan kepada kabupaten/kota, melainkan juga dalam beberapa hal telah
sekolah. Dengan kata lain, keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan tidak
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah
propinsi, kabupaten/kota, dan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau
stakeholder pendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep partisipasi berbasis
masyarakat (community-based participation) dan manajemen berbasis sekolah
(school-based management), yang kini tidak hanya menjadi wacana, tetapi telah
mulai dilaksanakan di Indonesia.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional
pada pasal 54 disebutkan bahwa :
1. Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran perorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan.
2. Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna
hasil pendidikan.
Secara lebih spesifik dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pada
pasal 56 menyebutkan bahwa di masyarakat ada Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah / Madrasah yang berperan sebagai berikut :
1. Masyarakat berperan dalam peningkatan perannya yang meliputi
perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan
2. Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan
pendidikan di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis.
3. Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan
dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan,
sekolah perlu memberdayakan masyarakat dengan mengajak bekerjasama
(togetherness) stakeholder dan memanfaatkan potensi yang ada, sehingga semua
potensi itu dikembangkan secara maksimal sesuai dengan kapabilitas
masing-masing. Kebersamaan merupakan potensi yang sangat vital untuk membangun
masyarakat untuk menciptakan demokrasi pendidikan.
Di samping itu sekolah bertanggung jawab terhadap proses pengelolaan
sehingga memberikan keputusan dan memiliki kebenaran untuk dikoreksi oleh
stakeholder. Dengan kata lain, sekolah bersedia memberikan kepuasan publik dan
menerima kritik untuk perbaikan terhadap penyelenggaraan pendidikan sekolah.
Selanjutnya Jalal dan Supriadi (2001:199) berpendapat bahwa sumbangan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan diharapkan tidak hanya berbentuk
otonomi daerah, sekolah lebih bergerak secara mandiri dalam meningkatkan kinerja
manajemen penyelenggaraan pendidikan.
Namun dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya dalam proses belajar
mengajar komite sekolah belum berperan aktif dalam peningkatan mutu. Komite
sekolah hanya pada saat adanya bantuan-bantuan pendidikan yang diberikan, komite
sekolah lebih berperan sebagai input (dana) dibandingkan berperan dalam proses
sehingga seringkali komite sekolah sebagai formalitas suatu satuan pendidikan.
Kondisi riil komite sekolah sebagai lembaga otonom menunjukkan indikasi
kurang berfungsi sesuai dengan perannya yang telah ditentukan dan hanya berfungsi
saat adanya bantuan dari pemerintah dan input (dana), juga adanya indikasi komite
sekolah kurang berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
Pelaksanaan tranformasi konsep komite sekolah memerlukan proses bertahap
dari waktu ke waktu, mulai pada tingkat menyadarkan perlunya fungsi komite
sekolah baik kepada masyarakat maupun penyelenggara pendidikan sebagai peluang
partisipasi masyarakat di bidang pendidikan. Tingkat berikutnya menyebarluaskan
konsep pelibatan publik dalam komite sekolah kepada masyarakat dan
penyelenggara pendidikan. Berikutnya adalah penyelenggara pendidikan melakukan
konsultasi ke masyarakat untuk mendapat masukan dalam proses menetapkan
kebijakannya, kerjasama segenap potensi yang ada di masyarakat secara sinergis
dalam bentuk saran dengan penyelenggaraan pendidikan memutuskan kebijakan.
sebagai wadah pemecahan masalah bersama yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Pada tingkat tertinggi ini masyarakat ikut memutuskan dan memecahkan
masalah tanpa ada peran oposisi. Pada kondisi ini perlunya kematangan internal
penyelenggara pendidikan, perubahan tatanan dalam pola berpikirnya,
mengedepankan demokrasi, keterbukaan, dan akuntabilitas, disamping prinsif
lainnya yang harus dilaksanakan secara komprehensif.
Masalah lain adalah susunan pengurus komite sekolah akan senantiasa
berubah pada tiap beberapa tahun secara priodik dan ini berdimensi jangka pendek.
Bagaimana wawasan jangka panjang suatu proses perubahan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan di tingkat lokal bisa ditransformasikan secara
berkesinambungan dan konsisten oleh pengurus komite sekolah yang akan berubah
dalam jangka pendek secara terus menerus.
Berdasarkan penelitian awal pada SMA Negeri di Kota Binjai diperoleh
informasi/data bahwa :
1. Komite Sekolah sudah terbentuk sejak tahun pelajaran 2002/2003,
kecuali di SMA Negeri 1 Binjai. Setelah terbentuknya komite sekolah
pada setiap satuan pendidikan, seharusnya pengurus dan anggota
Komite Sekolah harus menyusun Anggaran Dasar (AD)/Anggaran
Rumah Tangga (ART) untuk mengatur tata laksana pengelolaan Komite
Sekolah, termasuk di dalamnya mekanisme pembentukan Komite
pada setiap SMA Negeri di Kota Binjai belum ada Komite Sekolah
yang sudah menyusun AD/ART nya
2. Pemberdayaan yang dilakukan terhadap Komite Sekolah adalah
sosialisasi tentang peran Komite Sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai.
3. Komite Sekolah pada prinsipnya masih sebatas melaksanakan rapat
maupun pertemuan kepala sekolah, komite sekolah, tokoh masyarakat
dan guru tentang perencanaan dalam rangka pembuatan Rencana
Program Sekolah (RPS) dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja
Sekolah (RAPBS).
4. Adanya pendapat dari beberapa orang tua sisiwa/masyarakat yang
beranggapan bahwa fungsi Komite Sekolah ini tidak jauh beda dengan
apa yang dilakukan oleh BP3 yang tidak berhasil memobilisasi
partisiapasi dan tanggung jawab masyarakat.
Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang
peranan pemberdayaan komite sekolah pada satuan pendidikan SMA Negeri di Kota
Binjai.
1.2 Perumusan Masalah
Fokus masalah yang telah dirumuskan menjadi pertanyaan penelitian adalah
Bagaimana peranan dan pemberdayaan Komite Sekolah dalam
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang konkrit
tentang peranan dan pemberdayaan Komite Sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan pada SMA Negeri di Kota Binjai.
Secara rinci dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pemberdayaan, penyelenggaraan perencanaan
pendidikan /pengembangan wilayah di Kota Binjai.
2. Untuk mengetahui peran Komite Sekolah dalam peningkatan pelayanan
pendidikan pada satuan pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai, sebagai
badan pertimbangan, badan penghubung, badan pengontrol dan sebagai
mediator.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat secara teoretis dan praktis.
1.4.1 Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam
rangka perencanaan pendidikan dan pengembangan implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) di samping itu akan memberikan kontribusi terhadap
perkembangan penyelenggaraan pendidikan / perencanaan pendidikan dan
berperannya pemberdayaan Komite Sekolah khususnya pada SMA Negeri di Kota
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis
sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk membuat suatu perencanaan
pendidikan dalam membenahi kualitas pemberdayaan pendidikan melalui
peningkatan peran komite sekolah.
2. Sebagai bahan masukan bagi perencanaan wilayah program perencanaan
pendidikan dalam meningkatkan kualitas kinerja penyelenggaraan pendidikan
pada satuan pendidikan.
3. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lainnya yang berminat melakukan
kajian tentang perencanaan pendidikan melalui peranan dan pemberdayaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata empowerment yang bermakna pemberian
kekuasaan. Konsep pemberdayaan merupakan ide yang menempatkan manusia lebih sebagai subyek dari dunianya sendiri. Pemberdayaan mempunyai makna harfiah
membuat (seseorang) berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguatan
(empowerment).
Wrihatnolo dan Dwidowijoto (2007:2) dalam Manajemen Pemberdayaan
menyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses yang mempunyai tiga
tahapan : yaitu penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Penyadaran dimana
pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk
pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu.
Prinsip dasarnya adalah membuat target bahwa mereka perlu membangun ”demand”
diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka bukan
dari orang luar.
Kemudian pengkapasitasan yang sering disebut ”capacity building” atau
dalam bahasa sederhana memampukan, untuk diberikan daya atau kuasa, yang
Selanjutnya yang ketiga adalah pemberian daya atau empowerment, dimana
pada tahap ini diberikan daya, kekuasaaan, otoritas atau peluang.
Rappaport dalam Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:177) menyatakan
bahwa pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme; dalam hal
ini, individu, organisasi dan masyarakat menjadi ahli akan masalah yang mereka
hadapi.
Sedangkan menurut Perkins dan Zimmermen, dalam Wrihatnolo dan
Dwijowijoto (2007:179) pada tingkat masyarakat pemberdayaan berarti tindakan
kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup suatu masyarakat dan hubungan antara
organisasi masyarakat.
Selanjutnya Kristiadi (2007:117) melihat bahwa ujung dari pemberdayaan
masyarakat harus membuat masyarakat menjadi swadiri, mampu mengurusi dirinya
sendiri, swadana, mampu membiayai keperluan sendiri, swasembada, mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri secara berkelanjutan.
Cook dan Macaulay yang dikutip Mulyasa (2006:32) dalam Manajemen
berbasis sekolah mendefenisikan pemberdayaan sebagai alat penting untuk
memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan dan
tanggung jawab.
Jadi pemberdayaan dapat disimpulkan adalah upaya menggalang potensi
yang ada di masyarakat secara praktis dan produktif untuk mencapai tujuan dengan
pemberian daya dan kekuatan untuk mampu melaksanakan ataupun target yang ingin
Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan dalam arti mendorong orang
untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Dalam pemberdayaan
terkandung unsur pengakuan dan penguatan posisi seseorang melalui penegasan
terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki dalam seluruh tatanan kehidupan. Dalam
proses pemberdayaan diusahakan agar orang berani menyuarakan dan
memperjuangkan ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban. Pemberdayaan
mengutamakan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih
keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi
ketergantungan.
Mulyasa (2006 :32) menyatakan dalam dunia pendidikan pemberdayaan
merupakan cara yang praktis dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
dari kepala sekolah, para guru dan para pegawai. Pemberdayaan dimaksud untuk
memperbaiki kinerja sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan
efisien. Pada sisi lain untuk memberdayakan sekolah harus pula ditempuh
upaya-upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat setempat.
Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap, antara lain :
masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan
tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat
keterampilan agar mampu bekerja lebih baik. Kemudian mereka akan mengalami
pengurangan perasaan ketidakmampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan
diri. Kemudian seiring dengan tumbuhnya kepercayaan diri, masyarakat bekerjasama
yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka.
Pemahaman tentang memberdayakan masyarakat ini adalah dengan
memberikan pendidikan praktis, latihan kepemimpinan dan akses ke sumber-sumber
daya dan dilaksanakan oleh dan dengan masyarakat.
Pentingnya ikut berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat adalah
merupakan alat untuk mengubah citra masyarakat awam terhadap pengertian salah
tentang kebijakan sekolah dan para petugas sekolah, kemudian dapat memberikan
informasi tentang program dan kebijakan sekolah serta menghilangkan atau
mengurangi kritik-kritik tajam atau negatif terhadap sekolah.
2.2. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Mulyasa (2006:50) menyatakan hubungan sekolah dengan masyarakat pada
hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan
mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah
dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk memajukan kualitas pembelajaran
dan pertumbuhan anak, memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan
penghidupan masyarakat, menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan
dengan sekolah.
Sedangkan Suparlan dalam Pengantar Pemberdayaan Komite Sekolah
menyatakan bahwa dalam paradigma lama, hubungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat dipandang sebagai institusi yang terpisah-pisah. Pihak keluarga dan
pendidikan di sekolah, apalagi sampai masuk ke wilayah kewenangan profesional
para guru.
Dewasa ini, paradigma lama ini dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan,
keluarga memiliki hak untuk mengetahui tentang apa saja yang diajarkan oleh guru
di sekolah. Orangtua siswa memiliki hak untuk mengetahui dengan metode apa
anak-anaknya diajar oleh guru-guru mereka.
Dalam paradigma transisional, hubungan keluarga dan sekolah sudah mulai
terjalin, tetapi masyarakat belum melakukan kontak dengan sekolah. Sedangkan
dalam paradigma baru hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus terjalin
secara sinergis untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, termasuk untuk
meningkatkan mutu hasil belajar siswa di sekolah. Sekolah harus membina
hubungan dengan masyarakat, dimana dalam pembinaan pendidikan terdapat tiga
macam tanggung jawab yang dilakukan oleh orang tua, sekolah dan masyarakat.
Ketiga komponen ini secara tidak langsung telah melaksanakan kerjasama yang erat
dalam pelaksanaan pendidikan.
Menurut Ihsan (2003:90) bahwa orang tua anak meletakkan dasar-dasar
pendidikan di dalam rumah tangga terutama dalam segi pembentukan kepribadian,
nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kelahirannya. Kemudian dilanjutkan dan
dikembangkan dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan keterampilan
yang dilakukan oleh sekolah. Orang tua siswa menilai dan mengawasi hasil didikan
sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian pendidikan di lingkungan
meningkatkannya, karena masyarakat adalah lingkungan pemakai atau the user dari
produk pendidikan yang diberikan oleh rumah tangga dan sekolah.
Proses pendidikan yang dilakukan oleh ketiga lingkungan ini dapat di
katakan bahwa secara mental dan spritual dasar-dasar pendidikan diletakkan oleh
rumah tangga dan secara akademik konseptual dikembangkan oleh sekolah sehingga
perkembangan diri anak mulai terarah.
Kemudian perlunya hubungan yang harmonis antara sekolah dengan
masyarakat yang diwadahi dalam organisasi komite sekolah, sangat diharapkan
mampu mengoptimalkan peranserta orang tua dan masyarakat dalam memajukan
program pendidikan dalam bentuk seperti ; orang tua dan masyarakat membantu
menyediadakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau
sumbang saran yang diperlukan untuk kemajuan sekolah.
Kemudian orang tua memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi
yang dimiliki anaknya serta memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang
program pendidikan yang sedang diperlukan oleh masyarakat. Masyarakat
berkewajiban untuk memberikan dukungan terhadap tujuan, program, kebutuhan sekolah
atau pendidikan. Sebaliknya, sekolah harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan,
harapan dan tuntutan masyarakat terhadap sekolah.
Dengan perkataan lain, antara sekolah dan masyarakat harus dibina suatu
hubungan yang harmonis, dengan hubungan yang harmonis ini diharapkan akan dapat
saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang
masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing.
Terbinanya kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak masyarakat dan
mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Kepada masyarakat harus diberikan kesempatan untuk ikut berperanserta
memajukan sekolah serta mengikutkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam
merencanakan dan mengawasi program sekolah. Jika hubungan sekolah dengan
masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat
untuk memajukan sekolah akan semakin tinggi dan semakin baik.
2.3 Komite Sekolah
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 56 ayat 3 menyatakan bahwa : Komite Sekolah/madrasah sebagai lembaga
mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat pendidikan.
Esensi dari partisipasi komite sekolah adalah peningkatan kualitas
pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah yang dapat mengubah pola pikir,
keterampilan, dan distribusi kewenangan atas individual dan masyarakat yang dapat
memperluas kapasitas manusia meningkatkan taraf hidup dalam sistem manajemen
pemberdayaan sekolah.
Pemberdayaan Komite Sekolah adalah membuat orang-orang yang duduk
penyelenggaraan pendidikan. Misalnya memobilisasi dana masyarakat ataupun
dalam bentuk sumbangan lainnya seperti memberikan pertimbangan dan pemikiran.
Menurut Hasbullah (2006:95), pemberdayaan komite sekolah secara optimal,
termasuk dalam mengawasi penggunaan keuangan, transparansi alokasi dana
pendidikan lebih dapat dipertanggung jawabkan. Pengembangan pendidikan secara
lebih inovatif juga akan semakin memungkinkan, disebabkan lahirnya ide-ide
cemerlang, dan kreatif semua pihak terkait (stakeholder) pendidikan.
Konsep pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah yang
terkandung didalamnya memerlukan pemahaman berbagai pihak terkait, dimana
posisinya dan apa manfaatnya.
Posisi komite sekolah berada di tengah-tengah antara orang tua murid, murid,
guru, masyarakat setempat, dan kalangan swasta di satu pihak dengan pihak sekolah
sebagai institusi, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan pemerintah daerah di pihak
lainnya. Komite Sekolah menjembatani kepentingan keduanya.
Penyelenggaraan Pendidikan adalah pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan sekolah dengan mengacu pada standar pelayanan minimal meliputi :
kurikulum, peserta didik, ketenagaan, sarana, organisasi, pembiayaan, manajemen
sekolah, dan peranserta masyarakat.
Pemberdayaan Manajemen Komite Sekolah adalah suatu pengaturan atau
pemanfaatan potensi yang ada pada badan mandiri yang mewadahi peranserta
masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
Sagala (2008:191) menyatakan peranserta masyarakat mendukung
manajemen sekolah adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi
keharusan, dimana agar peranserta masyarakat menjadi suatu sistem yang
terorganisasi.
Komite Sekolah juga merupakan wadah bagi orang tua atau masyarakat yang
peduli pendidikan untuk membantu memajukan pendidikan di sekolah seperti
membantu menyediakan fasilitas pembelajaran, meningkatkan kesejahteraan guru.
Intinya tugas Komite Sekolah dapat membantu mempercepat atau mengoptimalkan
upaya peningkatan mutu pendidikan, dan memberikan pemahaman kepada
masyarakat sekitar tentang program-program yang akan dilaksanakan oleh sekolah.
Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tujuan
pembentukan Komite Sekolah adalah :
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan
Sedangkan fungsi Komite Sekolah adalah :
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai :
1. kebijakan dan program pendidikan
2. rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS).
3. kriteria kinerja satuan pendidikan
4. kriteria tenaga pendidikan
5. kriteria fasilitas pendidikan
6. hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna
mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
Sedangkan peranan Komite Sekolah secara kontekstual sesuai dengan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 adalah :
a. Pemberi Pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Badan Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran , maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
c. Badan Pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Departemen Pendidikan Nasional dalam Partisipasi Masyarakat (2001:17),
menguraikan tujuh peran Komite Sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni :
1. Membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di sekolah baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan.
2. Melakukan pembinaan sikap dan prilaku siswa. Membantu usaha pemantapan
sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan
berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, kewarga
kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolah raga, daya kreasi dan cipta,
serta apresiasi seni dan budaya.
3. Mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu.
4. Melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum,
baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler dan pelaksanaan manajemen
sekolah, kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah
6. Melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan
Belanja Sekolah (RAPBS)
7. Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu.
Dalam penjabaran kegiatan operasional dari tujuh peran di atas Komite
Sekolah selaku pemberi pertimbangan melaksanakan berbagai kegiatan seperti :
a. Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi keluarga peserta didik
dan sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat.
b. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan
Visi, Misi tujuan, kebijakan dan kegiatan sekolah.
c. Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan,
pertimbangan dan rekomendasi kepala sekolah.
d. Menyampaikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis
kepada sekolah dengan tembusan Kepala Dinas Pendidikan dan Dewan
e. Memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam rangka pengembangan
kurikulum muatan lokal, dan meningkatkan proses pembelajaran dan
pengajaran yang menyenangkan..
f. Memverifikasi RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, memberikan
pengesahan terhadap RAPBS setelah proses verifikasi dalam rapat pleno
komite sekolah.
Dalam peran pemberian dukungan Komite Sekolah melaksanakan beberapa
kegiatan seperti :
Memberikan dukungan kepada sekolah untuk secara preventif dalam
memberantas penyebarluasan narkoba di sekolah, serta pemeriksaan kesehatan
siswa.
a. Memberikan dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler.
b. Mencari bantuan dana dari dunia industri untuk biaya pembebasan uang
sekolah bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.
c. Melaksanakan konsep subsidi silang dalam penarikan iuran dari orang tua
siswa.
Sedangkan dalam peran sebagai pengontrol Komite Sekolah melakukan
beberapa hal seperti ;
b. Menyebarkan kuisioner untuk memberoleh masukan, saran, dan ide kreatif
dari masyarakat.
c. Menyampaikan laporan kepada sekolah secara tertulis tentang hasil
pengamatan Komite Sekolah terhadap sekolah.
Peran sebagai penghubung/mediator Komite Sekolah melaksanakan berbagai
kegiatan seperti;
a. Membantu sekolah dalam menciptakan hubungan dan kerja sama antara
sekolah dengan orang tua dan masyarakat.
b. Mengadakan rapat atau pertemuan secara rutin atau insidental dengan kepala
sekolah dan dewan guru.
c. Mengadakan kunjungan atau silaturahmi ke sekolah, atau dengan dewan guru
di sekolah.
d. Bekerja sama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni.
e. Membina hubungan dan kerja sama yang harmonis dengan seluruh stake
holder pendidikan dengan dunia usaha/dunia industri.
f. Mengadakan penjajakan kerja sama atau MOU dengan lembaga lain untuk
memajukan sekolah.
g. Mengadakan kegiatan inovatif untuk meningkatkan kesadaran dan kemitraan
masyarakat, misalnya panggung hiburan untuk sekolah dan masyarakat.
h. Mengadakan rapat atau pertemuan secara berkala dan insidental dengan
Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan akuntabilitas
sebagai berikut :
1. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program
sekolah kepada stake holder secara periodik, baik yang berupa
keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran
program sekolah.
2. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban bantuan masyarakat
baik berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak),
maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan
pemerintah setempat.
2.4 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah dapat dikatakan suatu pergeseran paradigma
dalam pengelolaan pendidikan, yang tujuannya ingin mengembalikan sekolah kepada
pemiliknya yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab
kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan pada satuan
pendidikan. Dari sisi moralnya adalah bahwa hanya sekolah dan masyarakatlah yang
paling mengetahui berbagai persoalan pendidikan yang dapat menghambat
peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian merekalah yang seharusnya
menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan yang bermutu dan relevan
Mulyasa (2006:24) mendefenisikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Otonomi diberikan agar sekolah lebih leluasa mengelola sumber daya dan sumber
dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih
tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber
daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi, sedangkan peningkatan
mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas
pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala
sekolah. Sedangkan peningkatan pemerataan diperoleh melalui peningkatan
partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah berkonsentrasi pada
kelompok tertentu.
Dengan manajemen berbasis sekolah, pemecahan masalah internal sekolah
baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya
cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakat, sehingga tidak perlu di
angkat ke tingkat pemerintah daerah. Tugas pemerintah adalah memberikan fasilitasi
dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat menemui jalan buntu dalam suatu
pemecahan masalah.
Mulyasa (2006:33) mengatakan pemberdayaan berhubungan dengan upaya
lingkungannya); dari konsepsi itu perlu perlu dilakukan upaya ysng mrmperhatikan
prinsip-prinsip, (a) melakukan pembangunan yang bersifat local, (b) mengutamakan
dan merupakan aksi sosial, (c) menggunakan pendekatan organisasi kemasyarakatan
setempat.
Sedangkan Hasbullah (2007:80) menyebutkan Manajemen pendidikan
berbasis sekolah pada dasarnya dimaksudkan untuk mengurangi peran pemerintah
dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi memberikan kesempatan kepada
masyarakat seluas-luasnya memberikan konstribusi berupa gagasan dan pelaksanaan
pendidikan di tempat mereka masing-masing.
Masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami kompleksitas
pendidikan, membantu serta turut mengontrol pengelolaan pendidikan, dan MBS
menuntut perubahan prilaku kepala sekolah, guru, dan tenaga admiistrasi menjadi
lebih professional dan manajerial dalam pengelolaan sekolah.
Dalam MBS, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja
sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Untuk
memberdayakan sekolah harus ditempuh upaya memberdayakan peserta didik dan
masyarakat setempat.
2.5 Pengembangan Wilayah
Alkadri, Muchdie, Suhandojo dalam Tiga Pilar Pengembangan Wilayah
dilakukan dengan meningkatkan tingkat pendidikan penduduk secara masal, atau
mengerahkan orientasi pendidikan kepada kebutuhan daerah masing-masing.
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan bangsa dan merupakan
salah satu pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas .
Pendidikan sebagai salah satu pilar pengembangan wilayah disamping teknolongi
dan sumber daya alam. Pengembangan sumber daya manusia untuk menghasilkan
sumber daya manusia Indonesia yang unggul, inovatif dan profesional, pada Sekolah
(SMA) baik negeri / swasta dipantau oleh komite sekolah. Pendidikan merupakan
sarana dan cara utama yang paling strategis bagi perkembangan sumber daya
manusia. Melalui pendidikan dapat membekali seseorang berbagai pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang diperlukan untuk dapat bekerja secara produktif.
Pentingnya perencanaan pendidikan adalah untuk menghasilkan kualitas
pendidikan yang merata pada setiap wilayah dan mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Upaya peningkatan sistem pengelolaan pendidikan dalam
memantapkan desentralisasi pendidikan dilakukan melalui pemberdayaan komite
sekolah dalam hal perannya sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan
pengontrol dan badan penghubung.
2.6 Penelitian Sebelumnya
Adapun penelitian yang berhubungan dengan peranan komite sekolah yang
1. Muhammad (2005) dengan judul tesisnya “ Strategi Manajemen Komite Sekolah
dalam Pemberdayaan Dana Pembelajaran di SMP Negeri 3 Sunggal Deli
Serdang.
Tesis ini menyimpulkan bahwa strategi manajemen sekolah dengan
memberdayakan komite sekolah belum dapat memenuhi Kepmen Diknas Nomor
044 Tahun 2002, dimana masih terjadi seperti sistem BP3, yaitu lebih banyak
campur tangan pihak sekolah (kepala Sekolah). Kemudian upaya-upaya yang
dilakukan oleh komite sekolah dalam menghimpun dana untuk kelancaran proses
pemblajaran hanya tertumpu pada kemampuan orang tua siswa. Faktor
penghambat pelaksanaan tugas komite sekolah disebabkan komite sekolah
kurang memahami tugas-tugas komite sekolah seperti yang ditetapkan Kepmen
Diknas Nomor 044 tahun 2002, mereka tidak membuka diri untuk menerima
masukan atau menambah pengetahuan terutama tentang arti pentingnya komite
sekolah
2. Pandiangan (2008) dengan judul tesisnya “ Peran Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Sesuai Kepmen Diknas Nomor 044/U/2002 (Studi
Komparatif di SMK Negeri 9 Medan dan SMK Negeri 11 Medan).
Tesis ini menyimpulkan bahwa dalam melaksanakan perannya, komite sekolah
SMKN 9 Medan masih kurang terlibat secara keseluruhan guna memperlancar
pendidikan. Komite sekolah masih berpartisipasi di bidang anggaran dan
pendanaan, belum menggali potensi-potensi yang ada dengan kata lain partisipasi
11 Medan, kurangnya perhatian pemerintah dalam mengalokasilkan dan
pembinaan tamatan sekolah ini khususnya untuk pengembangan seni budaya
Indonesia dan juga dunia usaha/industri yang cukup terbatas jumlahnya.
2.7 Kerangka Pemikiran
Berubahnya paradigma pendidikan yang berbasiskan sekolah dan menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah dan seluruh stakeholder mengharuskan
masyarakat untuk ikut ambil bagian atau berpartisipasi dalam pendidikan . Dengan
adanya wadah partisipasi masyarakat melalui lembaga otonom yakni komite sekolah
mengharuskan untuk dapat berfungsi semaksimal mungkin sesuai Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002. Komite sekolah diharapkan
mampu menjawab dan mencari solusi permasalahan pendidikan pada satuan
pendidikan sehingga dapat memacu peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kerangka konseptual pemberdayaan komite sekolah pada jenjang pendidikan
menengah (SMA) Negeri di Kota Binjai dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
PERAN
MEDIATOR (Mediator Agency)
BADAN PENGONTROL
(Controling Agency)
BADAN PENDUKUNG (Supporting Agency) BADAN PEMBERI
PERTIMBANGAN (Advisory Agency)
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
PENINGKATAN KUALITAS SUMBER
DAYA MANUSIA (SDM)
PENGEMBANGAN WILAYAH
Gambar 1 : Kerangka Konseptual Pemberdayaan Komite Sekolah pada Jenjang Pendidikan Menengah (SMA) Negeri di Kota Binjai
BAB III
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan analisis
kualitatif. Pemilihan metode ini didasarkan pada pertimbangan adalah data yang
memberikan gambaran dan melukiskan realita sosial yang lebih kompleks
sedemikian rupa menjadi gejala sosial yang konkrit.
Moleong (2006:6) mendefenisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian
misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Sedangkan Bogdan dan Taylor dalam Basrowi dan Suwandi (2008:21)
mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati.
Sementara itu Margono yang dikutip Zuriah (2007:21) mengemukakan
bahwa fungsi penelitian pendidikan khususnya dan sosial pada umumnya adalah
membantu manusia meningkatkan kemampuannya untuk menginterpretasikan
fenomena-fenomena masyarakat yang kompleks dan kait-mengait, demi kemajuan
dan eksistensi manusia itu sendiri.
Dalam penelitian ini peneliti berusaha memahami makna peranan dan
3.1 Tempat dan Waktu
Lokasi penelitian ini adalah Kota Binjai yang memiliki 7 SMA Negeri.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Pebruari 2009 (penelitian awal atau pra
penelitian) sampai dengan bulan September 2009.
Rincian sebaran SMA Negeri Kota Binjai tersebut disajikan dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 3.1 : Banyaknya Sekolah, Lokal, Guru, dan Murid SMA Negeri di Kota Binjai Tahun 2007
___________________________________________________________________
Kecamatan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Sekolah Kelas/local Guru Murid ___________________________________________________________________
Binjai Selatan 3 57 219 2.661
Binjai Kota 1 20 71 659
Binjai Timur 1 14 66 594
Binjai Utara 1 12 36 641
Binjai Barat 1 7 28 303
Jumlah 7 110 430 4.858
Sumber : BPS Kota Binjai Tahun 2008 3.2. Populasi, Sampel dan Informan
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah
pengurus Komite Sekolah SMA Negeri di Kota Binjai yang berjumlah 67 orang,
Kepala Sekolah berjumlah 6 orang, Pembantu Kepala Sekolah sebanyak 6 orang, dan
Dewan Pendidikan Kota Binjai 2 orang. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah
sebanyak 81 orang.
Secara rinci jumlah populasi dalam kajian ini dapat disajikan pada tabel 3.2
di bawah ini sebagai berikut :
Tabel 3.2 : Rincian Jumlah Populasi
___________________________________________________________________
Nama Sekolah Komite Kepala PKS 1 Dewan Total Sekolah Sekolah Pendidikan
___________________________________________________________________
SMA Negeri 2 19 1 1 21
SMA Negeri 3 11 1 1 13
SMA Negeri 4 6 1 1 2 8
SMA Negeri 5 15 1 1 17
SMA Negeri 6 11 1 1 13
SMA Negeri 7 5 1 1 7 ___________________________________________________________________
Jumlah 67 6 6 2 79+2 =
81
___________________________________________________________________ Sumber : Data Olahan
Bungin (2007:78) dalam Metodologi Penelitian Kualitatif menyebutkan
bahwa dari beberapa literatur atau bacaan tentang metodolongi penelitian dapat
persen dari populasi sementara ada pula yang menyatakan minimal 15 persen dari
populasi.. Namun perlu dingat dalam menentukan besarnya sampel, pertama adalah
tingkat keragaman populasi merujuk dua kondisi yaitu kondisi populasi yang sangat
beragam (hetrongen) dan kondisi populasi yang tidak beragam (homogen), semakin
tinggi tingkat hetrogenitas populasi maka semakin besar jumlah sampel yang
dibutuhkan. Sebaliknya semakin tinggi tingkat homegenitasnya, bahkan satu sampel
dapat dikatakan cukup repersentatif. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
10 persen dari populasi (81 orang) yaitu sebanyak delapan orang.
Menurut Bungin (2008:76) Informan penelitian adalah subjek yang
memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang
memahami objek penelitian. Informan adalah orang yang dianggap menguasai dan
memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian.
Jadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Peneliti sendiri dan orang
yang dianggap memahami tentang keberadaan serta perkembangan Komite Sekolah
di SMA Negeri Kota Binjai.
Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip Moleong (2006:107) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Sumber dan Jenis data dalam kajian ini adalah keterangan berupa kata-kata
maupun cerita dan tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai, sumber
data utama dicatat melalui catatan tertulis atau rekaman, poto.
Kemudian hasil kuesioner yang dirancang khusus dalam kajian ini
merupakan data utama (primer), selain itu sumber data skunder atau sumber kedua
yaitu bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis seperti buku, majalah ilmiah,
media cetak dan elektronik seperti artikel, jurnal, poto, data statistik dan lain
sebagainya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpul data dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
teknik, antara lain :
1. Observasi.
Observasi diartikan sebagai pengalaman dan pencatatan secara
sistematis terhadap segala yang tampak pada objek penelitian, observasi
data yang diperoleh dalam penelitian ini, dilakukan guna mendapatkan
informasi tambahan dari hasil wawancara.
2. Kuesioner (Angket) dan wawancara, yaitu pertanyaan yang disusun
wawancara ataupun tanya jawab secara langsung (secara lisan) dari
responden . Responden yang akan dimintai angket adalah pengurus
komite sekolah, Kepala Sekolah dan Pembantu Kepala Sekolah (PKS)
dan Dewan Pendidikan Kota Binjai. Data yang diperoleh dari
kuesioner/angket ini dan wawancara secara langsung merupakan sumber
data utama primer dalam penelitian ini.
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data tentang lokasi yang nyata dijadikan sebagai objek
penelitian ini, yaitu SMA Negeri yang ada di Kota Binjai (kecuali SMA
Negeri 1 Binjai), baik keberadaan fisik maupun keadaan administrasi
sekolah. Kemudian objek penelitian lainnya adalah Komite Sekolah SMA
Negeri Kota Binjai dan Dewan Pendidikan Kota Binjai.
3.5 Metode / Teknik Analisis
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif
kualitatif artinya data yang diperoleh melalui penelitian tentang peranan Komite
Sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA Negeri Kota Binjai, dilaporkan
apa adanya kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan data.
Bungin (2008:204) menyatakan analisis hasil penelitian hanya ditargetkan
untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari objek yang diteliti, tanpa harus
diperincikan secara detail unsur-unsur yang ada dalam keutuhan objek penelitian
tersebut.
Sehubungan dengan kemungkinan bervariasinya domain, maka Spradley
menyarankan Hubungan Semantik (Semantik Relationship) yang bersifat universal
dalam analisis domain sebagai berikut :
1. Jenis ( Strict Inclution)
2. Ruang (spatial)
3. Sebab akibat (cause effect)
4. Rasional atau alasan (rasionale)
5. Lokasi Kegiatan (Location for
Action)
6. Cara ke Tujuan (Means-End)
7. Fungsi (Function)
8. Urutan (Sequence)
9. Atribut (Atribution)
X merupakan urutan / tahap dalam Y
X merupakan atribut atau karakteristik Y
Demikian hubungan semantik yang dipakai dalam teknik analisis domain,
hubungan-hubungan semantik dalam analisis domain dari Spradley terhadap
peranan Komite Sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan pada SMA Negeri di
Tabel 3.3 : Analisis Kualitatif Model Spradley tentang Peranan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai
___________________________________________________________________
Merupakan wadah bagi orang tua siswa atau Masyarakat yang peduli pendidikan untuk membantu memajukan pendidikan pada satuan pendidikan.
Ruang (Spatial) x adalah bagian dari y
x bertempat di y
Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi dan menyalurkan aspirasi, prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan, dan peranserta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan pendidikan pada satuan pendidikan SMA Negeri Kota Binjai.
Sebab Akibat
(Cause Effect)
x adalah akibat dari y
y adalah sebab dari x
Komite sekolah dibentuk adalah sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 56 ayat (3) tentang Sistem Pendidikan