INDRAMAYU
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
MUHAMAD FAQIHUDIN IKHFA
NIM. 809018300786
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Syarif Hidayatulah Jakarta, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Januari 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode Role Playing (Bermain Peran) di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu. Sebuah Sekolah Dasar swasta yang berdiri dibawah naungan yayasan pondok pesantren. Artinya, Sekolah ini sangat berpotensi memiliki siswa yang multikultural mengingat sebagian besar dari siswanya adalah santri yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa hasil observasi pembelajaran IPS menggunakan metode bermain peran, lembar pengamatan harian siswa dan guru, hasil wawancara terhadap guru dan siswa. Sedangkan data kuantitatif berupa nilai tes hasil belajar siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode Role Playing (Bermain Peran). Seluruh data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif deskriptif dengan sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru IPS SD NU Wanasari (kolaborator), dokumen KTSP sekolah dan peneliti.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil belajar siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya dengan menggunakan metode Role Playing di SD NU Wanasari Indramayu meningkat. Pada saat pree test nilai rata-rata sebesar 52,6, sedangkan pada saat post test nilai rata-rata siswa 79,77, hal ini meningkat sebanyak 27.17 poin. Demikian pula pada siklus I rata-rata diperoleh 63,5, sedangkan pada siklus II diperoleh rata-rata-rata-rata sebesar 70,61, hal ini meningkat sebanyak 7,11 poin.
Pada pree test nilai minimal siswa 38 dan pada post test nilai minimal 60, hal ini mengalami peningkatan sebanyak 22 poin. Demikian pula pada siklus I nilai minimum yang diperoleh 50, sedangkan pada siklus II diperoleh nilai minimum 60, hal ini meningkat 10 poin.
Hasil belajar di atas membuktikan bahwa hasil penelitian pembelajaran IPS pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya dengan menggunakan tehnik bermain peran berpengaruh besar pada hasil belajar IPS siswa. Oleh karena itu salah satu tehnik bermain peran dalam mengajar mampu merangsang siswa lebih termotivasi, mudah danmenyenangkan dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain terbukti dengan penggunaan metode bermain peran (Role Playing) mampu meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya.
penulis panjatkan kehadirat pemilik cosmo sejati, pemegang remot rotasi bumi
dan semesta galaksi; Allah SWT Ilahi Robi. Karena sungguh berkat hidayah, ma’unah serta ‘inayah-Nya penulis mampu mengkatamkan skripsi ini. Tak luput penulispun haturkan shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan
kehadirat Baginda Nabi Muhamad SAW sang Reformis sejati serta ikon uswatun
hasanah yang tak terganti. Berkat suri tauladan akhlak al-karimahnya kita semua
mampu berakhlak (berkarakter) baik. Termasuk mampu berikap toleran terhadap
segala pluralitas.
Kehadiran skripsi yang sangat sederhana ini mudah-mudahan menjadi
salah satu barometer bagi para guru, siswa dan masyarakat pada umumnya agar
senantiasa mampu menerima dan menghargai pluralitas (keragaman) suku bangsa
dan budaya di Indonesia mengingat kuantitas suku bangsa dan budaya di
Nusantara yang sangat berlimpah dan variatif.
Mempergunakan ganja merupakan sebuah budaya dan kearifan lokal yang
dilakukan oleh suku Aceh sejak dahulu kala bahkan sebelum lahirnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Mereka mengonsumsinya dengan berbagai cara
baik sebagai rempah-rempah pada bumbu masak, dijadikan adonan pada aneka
kue, diminum, dihisap, bahkan mereka senantiasa mempergunakannya sebagai
obat yang sangat mujarab dalam membunuh berbagai macam penyakit kronis.
Seiring bergulirnya waktu dengan segala kemunafikan dan arogansi
manusia, Value (nilai) dari budaya tersebut sedikit demi sedikit bergeser dalam
paradigma dan mindset manusia dikarenakan konspirasi dan propaganda politik
kapitalis yang dilakukan oleh USA pada awal abad ke-20 dalam menyudutkan
ganja. Alhasil, PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) mengilegalkannya pada 1961.
Indonesia yang pada masa itu dipimpin oleh Soeharto sebagai anggota
dalam perspektif agama, bahkan legal ataupun ilegal dalam perspektif hukum,
karena sejatinya sebuah budaya lahir dan berasal dari akal manusia. Akal manusia
yang diberikan oleh Tuhan YME mampu membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Maka sebagai warga Negara yang arif dan bijaksana sudah
seyogyanya kita mampu menerima dan menghargai pluralitas tersebut demi
menjaga kokohnya persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.
Selanjutnya, penulis takan khilaf mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah terkait baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penulisan skripsi ini. Karenaitu, bingkisan untaian terimakasih patut
penulis persembahkan kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Nurlena Rifa’I, M.A Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Fauzan, M.A, Kepala Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah yang telah merelakan kesediaan waktunya untuk menyidang
penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.
4. Dra. Djunaidatul Munawwarah, M.A, Dosen pembimbing skripsi yang
tiada henti senantiasa mencurahkan segala pemikiran, arahan, argumen,
ilmu dan motivasi terhadap penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibunda tersayang; Hj. Juminah yang berkat isak tangis dalam setiap
untaian mutiara doanya penulis merasakan semangat yang sangat hangat
untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Ayahanda tercinta; HM. Ikhwan Mus’id, S. Ag. Berkat dukungan moral, spiritual, dan kapital yang senantiasa beliau salurkan kepada penulis demi
8. Sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Dual Mode System (Abdul Azis, Ja’far Sodiq, Marwiyah, Heru Dores, Nani Fitriyani, Dawud dan keluarga besar PGMI DMS Kelas S &
TPG-B) atas doa dan suportnya kepada penulis sehingga memotivasi
penulis agar segera menyelesaikan studi dan skripsi ini sesuai target.
9. Kanda Indrawan Syamsul Ma’arif yang telah memberikan info beasiswa Departemen Agama Republik Indonesia program profesionalisasi guru MI
(PGMI DMS) periode 2010 s/d 2013 sehingga penulis mampu menimba
ilmu di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tercinta.
10.Indrawan dan indrawati Keluarga Besar Persatuan Mahasiswa Indramayu
(PERMAI AYU) DKI JKT yang telah bersedia bertukar fikiran dalam
forum diskusi terkait manfaat ganja, sejarah, politik dan budaya
penggunaannya.
11.Seluruh sugawan dan sugawati Keluarga Besar Keluarga Mahasiswa
Sunan Gunung Djati (KMSGD) JABODETABEK.
12.Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia baik tingkat
cabang, komisariat maupun rayon di seluruh penjuru negeri. Wa bi
al-khusus kepada sahabat Ahmad Fatah Yasin yang telah setia membantu
penulis baik dalam sharing ilmu pengetahuan maupun pengalaman.
13.Keluarga besar lingkar ganja nusantara (LGN), diantaranya; Dhira
Narayana, S. Psi, Peter Dantovsky, Irfan Hardiansyah, Dr.Inang Winarso,
Agus dan seluruh legalizer se-nusantara yang berkat ilmu, data, testimoni,
analisa, fakta, sejarah dan budaya pemanfaatan ganja yang penulis
dapatkan lewat diskusi dan sarasehan baik kasat mata maupun dunia maya.
Semoga apa yang telah diberikan selama ini kepada penulis segera
diganjar oleh Tuhan YME berupa termanifestasinya cita-cita agung LGN.
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ...v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....,,,... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORI, PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teori ... 11
1. Hasil Belajar IPS a. Hasil Belajar ………... 8
b. Hasil Belajar IPS ……….… 9
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPS ………... 10
d. Macam-macam Hasil Belajar IPS ……….. 15
e. Instrumen Penilaian Hasil Belajar IPS ………... 17
f. Tujuan Pembelajaran IPS ………... 18
g. Karakteristik Pembelajaran IPS ………. 19
a. Pengertian Role Playing………. 24
b. Tujuan Penggunaan Metode Role Playing………. 25
c. Penggunaan Metode Role Playing ………..………...26
d. Kelebihan Metode Role Playing ……… 26
e. Kekurangan Metode Role Playing ………... 28
f. Langkah-langkah dan Persiapan Role Playing ………...29
g. Prasyarat optimalisasi pembelajaran Role Playing……… 31
B. Penelitian Yang Relevan ……….. 32
C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan ………. 32
D. Hipotesis Tindakan ………... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ………... 34
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ………... 34
C. Subjek Penelitian ……….. 38
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ……….. 39
E. Tahapan Intervensi Tindakan ………... 39
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……… 43
G. Data dan Sumber Data ………. 44
H. Instrumen Pengumpulan data ………... 44
I. Tehnik Pengumpulan Data ………... 45
J. Tehnik Pemeriksaan Keterpercayaan ………... 46
K. Analisis dan Interpretasi Data ……….. 46
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ……… 48
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ……….. 49
5. Tindakan Pembelajaran Siklus I ………. 54
a. Tahap Perencanaan ………... 55
b. Tahap Pelaksanaan ………... 55
c. Tahap Observasi dan Analisis ……….. 58
d. Tahap Refleksi ………. 56
6. Tindakan Pembelajaran Siklus II ………... 66
a. Tahap Perencanaan ………... 66
b. Tahap Pelaksanaan ………... 67
c. Tahap Observasi dan Analisis ……….. 69
B. Analisis Data ……… 77
C. Pembahasan ……….. 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 79
B. Saran ………. 79
DAFTAR PUSTAKA ………. 82
Tabel II Data Subjek Penelitian ………... 38
Tabel III Tahap Pelaksanaan Siklus I ……….. 40
Tabel IV Tahap Pelaksanaan Siklus II ………. 42
Tabel V Klasifikasi Aktivitas Guru ………. 47
Tabel VI Data Siswa Kelas IV SD NU Wanasari Tahun Pelajaran 2012-2013 .. 50
Tabel VII Distribusi Frekuensi Pree Test ………... 53
Tabel VIII Hasil Observasi Aktifitas Guru Selama Proses Pembelajaran Siklus I ………... 58
Tabel IX Hasil Observasi Aktifitas Siswa Selama Proses Pembelajaran Siklus I ………... 62
Tabel X Distribusi Frekuensi Siklus I ……….………... 64
Tabel XI Hasil Observasi Aktifitas Guru Selama Proses Pembelajaran Siklus II ………... 69
Tabel XII Hasil Observasi Aktifitas Siswa Selama Proses Pembelajaran Siklus II ……….. 74
Tabel XIII Distribusi Frekuensi Siklus II ………...…….... 75
Awram Al-
Syifa ”
”
(Ibn Al-Baytar, seorang
‘Ulama dan ahli Botani
asal Andalusia, dalam
kitabnya Al-
Mi’ Li
-mufradat Al-adwiya Wa Al-Agdiya, Andalusia: 1291,
Abad ke-13).
“
Ganja dapat mengobati panu (Ibriya) dan makula/ plak (Hazaz), bagian tubuh
yang terkena harus dicuci dengan jus daun ganja. Ganjapun mampu merangsang
pertumbuhan rambut””
(Al-Razi, dalam kitabnya Al-Hawi Fi Al-Tibb,
Haydarabad: Da’irat Al
-Ma’arif Al
-
’Utmaniyya,
1968).
“
Ganja dideskripsikan sebagai obat yang lezat, menyerap cairan empedu, sebuah
pembangkit selera makan, dan penggunaannya secara tidak berlebihan
memperpanjang umur, dapat menghidupkan hayalan, memperdalam pemikiran
dan mempertajam pertimbangan
”
(Makhsanul Adwiya, sebuah kumpulan resep obat-obatan herbal Arab).
“
Anatolian Hemp/ Al-Qinab Al-Rumi ( rebusan daun ganja) dapat membunuh
cacing, parasit, kutu dan telur-telurnya yang tinggal dan berkembang biak di
dalam lubang telinga. Minyak dari daun ganja bila diteteskan pada lubang
telinga sampai penuh dapat mengeluarkan semua benda asing dan kotoran di
dalam telinga
”
(Al-Antaki, abad ke-16).
Biji ganja/ salep ganja jika dioleskan pada perut akan membunuh ascaris/ cacing
kremi/ Habb Al-Qar . Ganjapun dapat mengobati Viltigo (Al-Bahaq/ semacam
panu) & Kusta (Al-Baras).
(Al-Firuzabadi, dalam kitabnya Al-Qamus Al-Muhit, Cairo: 1952).
“
Ganja mengobati berbagai macam rasa sakit yang parah, khususnya sakit
kepala & migrain, mencegah keguguran, mengurangi sakit pada rahim &
menjaga rahim agar te
tap berada dalam abnomen ibunya”
“
Daun dan biji ganja dapat mengobati dan mengeluarkan gas (rih) dari perut
”
(Ibn Sinna, dalam kitabnya Al-Qanun Fi Al-Tibb, Bulaq: abad ke-10).
“
Daun ganja dapat menyembuhkan flatus (gas/ masuk angin pada perut),
beberapa orang menggiling bijinya dan memakan ekstraknya untuk sakit pada
telinga, saya juga percaya bahwa ganja dapat dipakai juga untuk rasa sakit
yang kronis
”
(Al-Biruni, dalam kitabnya Al-Saydana, Karaci: 1973).
“
Daun ganja dapat dipakai untuk mengeluarkan gas dari rahim, usus dan
lambung. Jus daun ganja yang dimasukkan ke dalam hidung mampu mengobati
epilepsi
”
(Al-Masi, dalam kitabnya Kamil Al-Sinna Al-Tibbiya, Bulaq: 1877).
“
Ganja dapat mengurang
i kekentalan cairan dalam tubuh”
(Ishaq B. Sulayman, dalam kitabnya Al-Agdiya, Frankrut Ain Main: Institute
For The History Of Arabic Islamic Science, 1986).
“
Daun ganja dapat dipakai untuk menghilangkan dahak dari perut
”
(Al-Mayusi,
Leaves Purportedly Used To Treat “Uterine Gases”
Carminative,
1877).
“
Biji ganja baik untuk menge
luarkan cairan empedu dan dahak”
(Ibnu Habal, dalam kitabnya Al-Mujtarat FI AL-Tibb,
Haydarabad: Da’irat
Al-Ma;arif Al-
’Utmaniyya,
1362).
“
Ganja berfungsi dalam melancarkan buang air kecil
”
(B. Imran & Ibn Al-Baytar, 1291).
“
Ganja mampu menyembuhkan sakit kepala
”
(Umar Ibnu Yusuf Ibn Rasul, Dokter kerajaan pada masa Raja Al-Zahir
Baybars, Abad ke-13).
“
Jus Ganja dapat dipakai untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh
radang pada bola mata
”
(Tibbnamma, The Book Of Medicine, The Manuscript Of The Institute Of
Manuscript (Baku). Code: C331/ 1894, (Mediaval Azerbaijani), 1712).
“
Minyak biji Ganja dapat mengobati tumor pada rahim
”
(Muhamad Riza
Ahirwani, abad ke-17).
“
Dalam Herbarium Amboinence yang ditulis pada tahun 1095, Rumphius
mencatat bahwa pengikut Muhamad (orang-orang Arab) menggunakan ganja
untuk mengobati asma dan penyakit kencing bernanah. Ganja diklaim bisa
mengurangi pengeluaran cairan empedu dan diare serta mengurangi tekanan dari
penyempitan pembuluh darah akibat hernia
”
(Copra & Chopra, 1957).
“
Ganja adalah teman bagi kaum miskin, para darwis dan orang-orang
berpengetahuan, yaitu semua yang tidak merasa dikaruniai dengan kekayaan
dunia dan kekuatan sosial”
(Penyair Turki, Hamba Allah).
“
Suku Pygmies yang masih mencari makanan dengan berburu dan
mengumpulkan, mengonsumsi ganja terlebih dahulu sebelum berburu, dengan
maksud untuk menghilangkan rasa bosan ketika nanti harus menunggu mangsa
buruan
”
(Suku Pygmies adalah salah satu suku di Afrika).
“Kertas pertama di dunia berbahan dasar serat batang ganja”
(Tsai Lun, Pejabat Istana Kerajaan China, 300 M).
“
Rebusan akar ganja digunakan oleh suku Aceh untuk mengobati diabetes
”
(Suku Aceh, adalah salah satu suku di Indonesia).
“
Tidak ada dalil pengharaman ganja di dalam Al-Quran
”
(MUI Aceh Barat, 2013).
“Semua Ciptaan Allah Tidak ada yang sia
-sia, termasuk ganja
”
adalah kejahatan sistemik USA, memperjuangkan legalisasi ganja adalah ibadah
yang tak ternilai harganya
”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan
merupakan kunci dari masa manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran.
Pendidikan memiliki peranan penting untuk menjamin perkembangan dan
kelangsungan hidup satu bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Kemajuan iptek dan mengglobalnya dunia informasi dan komunikasi
sebenarnya membutuhkan pribadi-pribadi yang matang dan berwatak. Pendidikan
adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia sebagai
suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Aktifitas dalam mendidik yang merupakan
suatu pekerjaan memiliki tujuan dan ada suatu yang hendak dicapai dalam
pekerjaan tersebut, maka dalam pelaksanannya berada dalam suatu proses yang
berkesinambungan di setiap jenis dan jenjang pendidikan, semua berkaitan dalam
suatu sistem pendidikan yang integral.
Pada dasarnya pendidikan memiliki peranan penting bagi kehidupan suatu
bangsa dalam rangka mencerdaskan sumber daya manusia guna menjamin
kelangsungan hidup bangsa tersebut. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan, bukan semata-mata menjadi tanggungjawab orang
tua atau siswa itu sendiri akan tetapi menjadi tanggungjawab bangsa secara
keseluruhan.
Penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar akan terjadi interaksi edukatif antara peserta didik
atau siswa dan pendidik. Siswa adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai
pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkan. Sedangkan pendidik adalah
seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan
belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan
Belajar adalah suatu proses yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang
hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang
dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan
dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh
terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya.
Kemampuan pendidik sebagai fasilitator belajar mengajar sangat
mempengaruhi perubahan sikap yang terjadi. Setiap siswa mempunyai perubahan
yang berbeda, ada yang perubahannya baik dan ada juga yang kurang baik bahkan
tidak sedikit anak yang memiliki perubahan buruk.
Di Indonesia arti pendidikan dirumuskan dalam Undang-Undang
Pendidikan No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS),
dinyatakan dalam bab I ketentuan umum pasal I bahwa: Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.1
Profesionalisme seorang guru mutlak diperlukan sebagai bekal dalam
mengakses perubahan baik itu metode pembelajaran ataupun kemajuan teknologi
yang kesemuanya ditujukan untuk kepentingan proses belajar mengajar. Sebab
jika ditinjau dari UU sebagaimana tersebut di atas tugas guru tidak sekedar
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi lebih kepada bagaimana
menyiapkan mereka menjadi sumber daya manusia yang terampil dan siap
mengakses kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta liberalisasi yang akan
terjadi di masa nanti.
Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk
memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka
penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjungjung tinggi
1
pekerjaaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan
untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance
(penampilan) seorang profesional: secara fisik, inetelektual, relasi sosial,
kepribadian, nialai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator.
Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif
dan kolaburatif demi kemanusiaan secara utuh setiap peserta didik. Sehingga
tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai dengan yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Repulik Indonesia No.20 Th.2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Untuk menarik minat siswa dalam memahami konsep-konsep yang tercakup
dalam kurikulum secara keseluruhan tidaklah mudah. Guru dituntut mampu
menggunakan metode mengajar secara stimulan untuk menghidupkan suasana
pembelajaran dengan baik. Tugas guru adalah mendiagnosis kebutuhan belajar,
merencanakan pelajaran, memberikan presentasi, mengajukan pertanyaan, dan
mengevaluasi pengajaran.
Disadari atau tidak, praktik pembelajaran di kelas dewasa ini lebih
menekankan terhadap aspek kognitif dan psikomotorik siswa. Padahal, ada aspek
yang juga dianggap begitu penting bahkan lebih penting daripada dua aspek
tersebut dalam membentuk karakter siswa agar berkepribadian baik, baik di dalam
kelas, keluarga dan sampai pada kesempatan berikutnya hidup bermasyarakat.
Aspek tersebut adalah aspek afektif. Afektif sebagai kompetensi inti berperan
penting dalam membentuk dan membina karakter siswa.
Begitu pentingnya pendidikan karakter ini sehingga Negara mengaturnya
dalam Undang-Undang Dasar 1945 bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan
pasal 31 yang berbunyi sebagai berikut: “Negara mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang.”2
Berbicara pendidikan, sudah seharusnya mengikuti dan berpedoman kepada
kurikulum pendidikan. Boleh saja kurikulum senantiasa berubah-ubah setiap
2
tahunnya, akan tetapi tidak boleh melenceng dari UU (undang-undang)
Pendidikan, dan UU Pendidikan sebagai implementasi daripada UUD
(undang-undang dasar) 1945 tidak dibenarkan keluar koridor ataupun melenceng daripada
UUD 1945 itu sendiri, begitupun UUD harus tetap berkiblat kepada Pancasila
sebagai falsafah negara. Artinya, praktik pembelajaran di kelas wajib
mengaplikasikan proses dan hasil belajar sesuai dengan yang diamanatkan oleh
UUD 1945 bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 tersebut yang
salah satu poin amanatnya adalah pendidikan karakter (akhlak mulia). Dalam hal
ini terdapat beberapa mata pelajaran yang dianggap mampu menopang pembinaan
karakter salah satunya adalah IPS.
IPS mengkaji bagaimana cara manusia bersosialisasi dengan kehidupan
sosial. lewat mata pelajaran ini siswa diharapkan mampu bertindak dan
berperilaku sesuai dengan norma sosial baik yang tertulis ataupun tidak termasuk
di dalamnya adalah diharapkan siswa mampu mengenal, memahami, menerima
dan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya.
Untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima
keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia dibutuhkan ketepatan dalam
pemilahan metode ajar. Artinya seorang guru harus tepat dalam memilih metode
agar materi yang diajarkan bisa sampai dan diterima oleh siswa.
Atas kesadaran akan permasalahan yang ada, dengan sedikit keberanian
berbekal ilmu pengetahuan dari para dosen budiman dan juga dosen pembimbing
skripsi yang sangat bijak maka peneliti tertarik untuk mengkaji masalah hasil
belajar IPS siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa dan
Budaya di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu. Dengan melihat seberapa
besar pengaruh yang dilakukan oleh guru dalam dalam menggunakan metode ajar
yang tepat terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa Pada Pokok Bahasan
Menerima Keragaman Suku Bangsa yang didapatkan siswa selama menjalani
proses belajar mengajar (PBM).
B. Identifikasi Masalah
Melirik pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa
masalah yang berhubungan dengan peningkatan hasil belajar IPS siswa pada
pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode
“Role Playing”. diantaranya yaitu:
1. Pendidikan dewasa ini masih lemah dalam membentuk karakter siswa
terutama karakter toleransi
2. Tingkat intelegensi siswa yang yang rendah
3. Kesehatan jasmani siswa yang kurang baik
4. Motivasi belajar siswa yang rendah
5. Disiplin siswa yang rendah
6. Infrastrukstur yang belum lengkap
7. Lingkungan keluarga yang kurang baik
8. Tingkat pemahaman siswa terhadap keberagaman suku bangsa dan
budaya masih sangat minim .
9. Kurang optimalnya pemilihan metode yang tepat yang dilakukan guru
C. Pembatasan Masalah Penelitian
Dari beragam permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas ternyata
banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan
menerima keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia baik faktor internal
maupun faktor eksternal karena keterbatasan penelitian dalam hal waktu, tenaga
dan biaya serta untuk menjaga agar penelitian lebih terarah dan fokus, maka
diperlukan adanya pembatasan masalah penelitian. Dengan demikian, maka
peneliti memutuskan bahwa penelitian ini dibatasi pada masalah “peningkatan
hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa
dan budaya melalui metode “Role Playing” di SD NU Wanasari Kabupaten
Indramayu”.
SK/KD yang akan dijadikan bahan ajar dalam tindakan penelitian adalah
Standar Kompetensi (SK): Memahami sejarah, kenampakan alam dan keragaman
(KD): Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota,
provinsi).
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan di atas, maka
dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah metode Role Playing mampu meningkatkan hasil belajar IPS
siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya
di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu?
2. Bagaimanakah hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima
keragaman suku bangsa dan budaya di SD NU Wanasari Kabupaten
Indramayu sebelum mengikuti pembelajaran dengan metode Role Playing?
3. Bagaimanakah hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima
keragaman suku bangsa dan budaya di SD NU Wanasari Kabupaten
Indramayu sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode Role Playing?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengetahui faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat
hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman
suku bangsa dan budaya
2. Seberapa efektif penerapan metode Role Playing (Bermain peran)
dalam meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan
menerima keragaman suku bangsa dan budaya.
F. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Pengembangan akademik pada umumnya, terutama peningkatan hasil
pembelajaran.
Memiliki sebuah Mindset (pemahaman) yang matang tentang
mengenal, menerima, memahami dan menghargai keragaman suku
bangsa dan budaya yang dimiliki Indonesia.
3. Bagi para Guru, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman
untuk menerapkan pembelajaran yang bersifat afektif.
4. Sedangkan bagi peneliti sendiri, untuk menambah wawasan tentang
metode pembelajaran atau cara yang tepat untuk menunjang proses
A. Kajian Teori
1. Hasil Belajar IPS
a. Hasil Belajar
Hasil belajar didefinisikan oleh banyak pakar pendidikan. Hasil
belajar sebagai suatu hasil yang diharapkan dari pembelajaran yang telah
ditetapkan dalam rumusan perilaku tertentu sebagai akibat dari proses
pembelajarannya.3
Menurut A. Tambrani Rusyan dalam bukunya pendekatan dalam
proses belajar mengajar berpendapat bahwa hasil belajar merupakan hasil
yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar
mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru
pada suatu saat.4 Menurut Nana Sudjana hasil belajar pada dasarnya
merupakan akibat dari suatu proses belajar.5
Berbeda lagi menurut aliran psikologi kognitif memandang hasil
belajar adalah mengembangkan berbagai strategi untuk mencatat dan
memperoleh informasi, siswa harus aktif menemukan
informasi-informasi tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses
penemuan berbagai informasi dan makna-makna dari informasi yang
diperolehnya dalam pelajaran yang dibahas dan dikaji bersama.6
Dari pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli
maka intinya adalah perubahan. Oleh karena itu seseorang yang
3 Veitzal Rifai, Upaya-upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kepemimpinan
Peserta Diklat Spama Survei di DIKLATDEPKES, (Jurnal Pendidikikan dan Kebudayaan No. 40, tahun ke-9, Jakarta: DEPDIKNAS, Januari 2003), h. 130.
4 Tabrani Rusyan, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2000), h. 65.
5 NanaSudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Menagajar, (Bandung: PT. Sinar
Baru Algesindo, 2000), h. 28.
6 DedeRosyada, Paradigma Pendidiikan Demokrasi (Jakarta: Prenada Media,
melakukan aktivitas belajar dan memperoleh perubahan dalam
dirinya dengan memperoleh pengalaman baru, maka individu itu
dikatakan telah belajar.
Perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi dalam hasil belajar
memiliki ciri-ciri:
1. Perubahan terjadi secara sadar
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
3. Perubahan bersifat positif dan aktif
4. Perubahan bukan bersifat sementara
5. Perubahan bertujuan dan terarah
6. Mencakup seluruh aspek tingkah laku.7
b. Hasil Belajar IPS
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan
terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat. Dengan berbagai pendekatan mata
pelajaran IPS diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman
yang lebih luas dan mendalam dalam bidang IPS.
Kompetensi yang dikembangkan dalam mata pelajaran IPS
meliputi kemampuan pengembangan aspek intelektualisme serta
pengembangan keterampilan sosial yang dibutuhkan oleh siswa dalam
kehidupan bermasyarakat.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam rumpun
mata pelajaran IPS adalah berupa keterampilan intelektual yang meliputi
keterampilan dasar sebagai kemampuan yang terendah, kemudian diikuti
dengan keterampilan melakukan proses, dan keterampilan tertinggi
berupa keterampilan investigasi. Keterampilan mencari, memilih,
mengolah, dan menggunakan informasi untuk memberdayakan diri serta
keterampilan bekerjasama dengan kelompok yang majemuk nampaknya
7 Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT.
merupakan aspek yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik yang
kelak akan menjadi warga negara dewasa dan berpartisipasi aktif di era
globalisasi. Alasannya adalah, era globalisasi yang ditandai dengan
persaingan dan kerjasama yang sarat dengan kemajuan tehnologi serta
informasi di segala aspek kehidupan mempersyaratkan mereka memiliki
keterampilan-keterampilan tertentu. Kompetensi hasil belajar yang
dimaksud adalah sejumlah kemampuan yang dapat dipahami, dikuasai
dan ditunjukan oleh siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran IPS di
dalam kelas.
Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar IPS merupakan
keseluruhan kemampuan yang mampu difahami, dikuasai dan ditunjukan
secara sadar dan berkesinambungan oleh siswa sebagai akibat dari proses
pembelajaran IPS di dalam kelas.
c. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPS
Menurut Kartini Kartono kegiatan proses belajar mengajar
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal
yang dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (Internal), diantaranya
meliputi:
a) Intelegensi
Intelegensi merupakan suatu kemampuan dasar yang bersifat
umum untuk memperoleh sesuatu kecakapan yang
mengandung berbagai komponen
b) Bakat
Merupakan potensi atau kemampuan yang jika dikembangkan
melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata
c) Minat dan perhatian
Minat dan perhatian dalam belajar sangat berhubungan erat.
Seseorang yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu, biasa
Begitu juga jika seseorang menaruh perhatian secara kontinue baik secara
sadar maupun secara tidak sadar pada objek tertentu biasanya akan
membangkitkan minat pada objek tersebut.
d) Kesehatan jasmani
Kondisi fisik yang baik akan sangat berpengaruh terhadap
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Seseorang apabila
memiliki badan atau kondisi fisik yang sehat maka ia akan
mempunyai semangat dalam belajar. Namun sebaiknya
seseorang yang sedang dalam kondisi sakit maka akan sulit
untuk bisa berkonsentrasi dalam belajar.
e) Cara belajar
Cara belajar yang efektif dan efisien akan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan dalam belajar. Ada beberapa cara belajar
yang efisien. Diantaranya yaitu: berkonsentrasi baik sebelum
belajar ataupun pada saat proses belajar mengajar (PBM)
berlangsung, mempelajari kembali materi pelajaran yang telah
diterima, membaca dengan teliti dan betul materinya, mencoba
menyelesaikan latihan-latihan soal dari materi yang telah
diajarkan.8
2. Faktor (Eksternal) yang berasal dari luar diri siswa, yaitu
lingkungan, lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Abu Ahmadi yang menyatakan
bahawa ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar siswa
baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor
tersebut digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
a) Faktor-faktor stimulasi belajar, mencakup panjangnya bahan
pelajaran kesulitan bahan pelajaran, beraratinya bahan
pengajaran, berat ringannya tugas dan suasana lingkungan
eksternal.
8 Kartini Kartono, Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta:
b) Faktor-faktor metode belajar, mencakup kegiatan berlatih
resistensi dalam belajar, pengenalan tentang hasil-hasil
belajar, bimbingan dalam belajar dan kondisi-kondisi intensif.
c) Faktor-faktor individual, mencakup usia kronologis,
perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas
mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi kesehatan rohani
dan motivasi.9
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa diasumsikan
oleh banyak peneliti disebabkan oleh 2 faktor yaitu internal dan
eksternal. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri siswa); segala hal
yang bersumber dari dalam diri siswa meliputi tingkat intelegensi siswa,
kesehatan jasmani, motivasi belajar siswa dan disiplin siswa. Sedangkan
faktor eksternal (yang berasal dari luar diri siswa); segala hal yang
bersumber dari luar diri siswa bisa berupa teman, guru, sarana dan
prasarana sekolah dan lingkungan keluarga.10
Intelegensi adalah salah satu hal yang berpengaruh di dalam hasil
belajar yang diperoleh siswa. Dimana biasanya individu yang meiliki
intelegensi yang tinggi dia akan memiliki hasil belajar yang baik yang
membanggakan di kelasnya, dan dengan hasil belajar yang baik yang
dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan. Intelegensi atau
tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap
keberhasilan belajar seseorang.11
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik
yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai
sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan
otak, panca indera, anggota tubuh. Kondisi fisik yang sehat dan segar
9 Abu Ahmadi, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), h.
130-138.
10 Indra, Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, dalam Jurnal
Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 10 juni tahun 2009, tersedia: http://educare.e-fkipunla. net. h. 1.
11 Fatkhul Muin, Intelegensi dan Emosi, Blog pada Wodpress.com diakses pada
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar.12 Di dalam menjaga
kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
makan dan minum yang teratur, olah raga serta cukup tidur.
Siswa akan memperoleh hasil belajar yang baik apabila ia
mempunyai motivasi (dorongan) belajar yang tinggi. Baik motivasi dari
dalam dirinya sendiri untuk terus belajar maupun dari luar yang akan
membantunya agar tetap berkeinginan untuk belajar dan berprestasi.
Tentunya hasilnya akan berbeda antara siswa yang mempunyai motivasi
tinggi dengan yang bermotivasi rendah untuk belajar. Motivasi siswa
terkadang naik dan turun, sehingga hasil yang diperolehpun naik dan
turun. Saat motivasi siswa mulai menurun, peran guru sebagai pendidik
sangat penting. Guru diharapkan dapat membangkitkan semangat siswa
untuk belajar.13
Disiplin siswa diharapkan dapat menciptakan pribadi siswa yang
bertanggungjawab. Sikap yang cakap untuk dapat memilih tindakan yang
akan dilakukan. Sehingga akhirnya akan memberikan hasil belajar yang
baik. Seperti peratuan-peraturan yang dibuat oleh setiap sekolah
mengenai kedisiplinan siswa dalam belajar. Namun peraturan yang ada
hanya dijadikan peraturan saja. Pada kenyataan masih banyak siswa yang
sering melanggar peraturan dan tata tertib yang ada.14
Teman, adalah orang lain dari diri kita yang senantiasa tidak akan
meninggalkan kita disaat kita sangat membutuhkan pertolongan. Seorang
teman akan rela mengorbankan segalanya demi menolong seorang teman
(sahabat) nya. Memilih teman yang tepat untuk menunjang keberhasilan
prestasi akademik. Artinya, dalam hal ini jika tujuannya untuk
12 Muhamad Saufi, Upaya Meningkatkan Jasmani Melalui Pendekatan Bermain
Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Blog pada Wordpress.com diakses pada tanggal 5 maret 2013 pukul 17.00 WIB.
13 Uus Manzilatusifa, Pemberian Motivasi Guru dalam Pembelajaran, dalam
Jurnal Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 6 Maret 2013, tersedia: http/educare.e-fkipunla.net. h.1.
14 Cucu Listinawati, Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Budi Pekerti di
meningkatkan prestasi akademik maka teman yang tepat untuk digauli
adalah teman yang memiliki kecerdasan pada mata pelajaran tersebut
agar bisa berdiskusi dan berbagi ilmu dengannya.
Guru, adalah orang tua kedua bagi siswa. Dimana seorang guru
harus mampu memahami berbagai masalah yang dialami siswa jika siswa
mengalami penurunan motivasi belajar. Disamping itu, Gurupun harus
mampu menrasfer ilmu-ilmu yang dimilikinya tepat kepada para siswa.
Artinya, tidak cukup seorang guru hanya mampu menguasai materi ajar
yang akan diajarkan kepada siswa. Akan tetapi seorang guru pun harus
cerdik menggunakan segala metode dan pendekatan dalam pembelajaran
agar ilmu yang akan diajarkan tepat kepada sasarannya yaitu siswa.
Sarana dan prasarana yang tersedia juga memberikan dampak
langsung terhadap hasil belajar siswa secara optimal. Setiap guru dan
siswa mengharapkan agar di sekolah tersedia infrastrukstur yang baik dan
lengkap karena dianggap mampu menimbulkan semangat dan kegairahan
siswa dalam belajar dan dapat mendukung terselenggaranya proses
belajar mengajar. Akan tetapi tidak semua sekolah dapat memenuhi
semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh guru dan siswa yang
diakibatkan karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh sekolah.15
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan faktor
eksternal yang paling penting dan utama dalam menentukan keberhasilan
belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya
perhatian orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan
anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya.16
Sedangkan menurut Jhon M. Keller sebagaimana yang dikutip oleh
mulyono abdurrahman berpandangan bahwa belajar sangat dipengaruhi
dua macam masukan, yaitu kelompok masukan pribadi (Personal Inputs)
15 Raden Adelina Fauzie, Anggaran Pendidikan Untuk Masa Depan Bangsa
Yang Lebih Baik, dalam Jurnal Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 3 Maret 2013, tersedia: http://educare.efkipunla.net. h.1.
16 Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, dalam Jurnal Pendidikan dan Budaya,
dan kelompok masukan yang berasal dari lingkungan (Enviromental
Input)”.17
Pendapat lain yang diungkapkan Muslim dalam jurnal penelitian
bidang pendidikan menyebut faktor-faktor yang mempengaruhi belajar,
yaitu:
1. Strategi pembelajaran, salah satu strategi yang dapat meningkatkan
keterlibatn siswa dalam proses belajar adalah: pra pembelajaran,
penyajian informasi, peran serta siswa, evaluasi, dan tindak lanjut.
2. Gaya kognitif siswa, yaitu kebiasaan bertindak yang relatif tetap
dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah ataupun dalam
informasi.18
Dari berbagai penjabaran tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat peneliti kelompokan menjadi dua yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor
yang timbul dari dalam diri anak didik tersebut sedangkan faktor
eksternal faktor yang disebabkan oleh stimuli eksternal terhadap siswa
sehingga siswa terpengaruh atau terkondisi oleh faktor eksternal tersebut.
d. Macam-Macam Hasil Belajar IPS
Hasil belajar menempatkan seorang dari tingkat abilitas yang satu
ke tingakat abilitas yang lain. Dalam sistem pendidikan nasional maupun
rumusan tujuan pndidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi 3 domain. Yakni kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
1. Domain kognitif,
Kognitif (cognitive) berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari 6 aspek, yakni; Knowledge (pengetahuan),
17 Mulyono Abdurrahman Psikologi Belajar, Op.Cit, h. 106.
18 Roestiah N. K, Masalah-masalah Keguruan (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2000),
Comprehention (pemahaman), application (aplikasi), analysis
(analisis), Synthesis (sintesis), dan evaluation (evaluasi).
2. Domain Afektif,
Afektif (Affective) berhubungan dengan respon emosional yang
terdiri dari 5 aspek, yakni; Receiving (penerimaan; sikap menerima),
Resonding (jawaban atau respon), Value (menghargai, menilai),
Organization (pengorganisasian), dn Characterization (karakerisasi).
3. Domain Psikomotorik,
Psikomotorik (pshycomotoric) berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada 6 aspek ranah
psikomotorik yakni; gerak reflek, gerak fundamental dasar,
kemampuan perseptual, kemampuan fisik, gerakan terlatih, dn
kemampuan nondiskusif.19
Pendapat Bloom ini dikuatkan lagi oleh Akhmad Sudrajat dalam
bukunya hakikat belajar, beliau mengungkapkan bahwa hasil belajar
yang diperoleh oleh peserta didik dari proses belajar akan menciptakan
perubahan baik dalam aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap
dan nilai), dan aspek psikomotorik (keterampilan). Masalah hasil belajar
dalam pencapaian tentu tidak mudah seperti halnya membalikkan telapak
tangan.20
Sebenarnya hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari
kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil
belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam
bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun
keterampilan motorik.21
Hasil belajar akan menunjukan pengetahuan dan pengertian dalam
diri seorang sehingga ia dapat mempunyai kemampuan berupa
19 Jhon W santrock, Psikologi Pendidikan, (jakatra: kencana, 2008), Ed. 2, cet 2,
h. 468-469.
20 Akhmad Sudrajat, Hakikat Belajar, Puncak Wordpress Blog Indonesia diakses
pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 03.00 WIB.
21 Nana Saudih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung:
keterampilan dalam bentuk kebiasaan, sikap dan cita-cita hidupnya.
Orang yang telah berhasil dalam belajar akan menjadi orang yang
mandiri dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya, serta dapat
menentukan arah hidupnya.22
Bahar mengemukakan bahwa ada dua hal yang sangat penting
untuk dijadikan sasaran evaluasi dalam pelaksanaan kurikulum, yaitu
hasil belajar siswa tiap catur wulan dan daya capai kurikulum pada tiap
sekolah.23
Dari beberapa macam hasil belajar diatas yang dikemukakan oleh
beberapa para ahli pendidikan, maka dapat disimpulkan esensi dari hasil
belajar yaitu perubahan peserta didik secara signifikan dari segi
pengetahuan, keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik.
Dengan menilai hasil belajar murid-muridnya sebenarnya guru tidak
hanya menilai hasil usaha muridnya saja akan tetapi sekaligus juga
menilai hasil usahanya sendiri. Menilai hasil belajar siswa berfungsi
untuk dapat membantu guru dalam menilai kesiapan anak pada suatu
mata pelajaran, mengetahui status siswa dalam kelas, membantu guru
dalam usaha memperbaiki metode belajar mengajar. Selain bagi seorang
guru kegunaan hasil belajar bagi seorang adminitrator adalah untuk
memberi laporan kemajuan siswa kepada orangtua siswa atau wali murid
dan memberi ikhtisar mengenai hasil usaha yang dilakukan oleh suatu
lembaga pendidikan”.24
e. Instrument Penilian Hasil Belajar IPS
Instrumen penilaian hasil belajar merupakan alat untuk
mengumpulkan data yang digunakan untuk mngetahui informasi
keberhasilan belajar siswa. Setelah guru beserta siswa melakukan proses
22 Wawan Koester, Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar
Siswa SLTPN di Jakarta (Bandung: Mimbar Pendidikan UPI, No. 2/XIX, 2002), h. 2.
23 Yusmidah, Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Media
Peta (Surabaya: Pelangi Pendidikan, volume 5, no. 1, 2002), h. 2.
24 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo
belajar mengajar, maka kemudian diadakan suatu penilian menganai
keefektifan proses tersebut.
Adapun dasar-dasar penyusunan tes hasil adalah sbb:
1. Tes hasil belajar dapat mengukur apa-apa yang telah dipelajari
dalam proeses belajar mengajar sesuai dengan tujuan intruksional
yang tercantum di dalam kurikulum yang berlaku.
2. Tes hasil belajar disusun sedemikian baik sehingga benar-benar
mewakili bahan yang harus dipelajari.
3. Pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan
aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.
4. Tes hasil belajar disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu
sendiri.
5. Tes hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang
dianut apakah mengacu pada kelompok (norm reference/ standar
relatif) ataukah mengacu pada patokan tertentu (criterion
reference/ standar mutlak).
6. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki
proses belajar mengajar.25
Dengan demikian penilian penilian hasil belajar IPS bukan hanya
sekedar untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar IPS. Namun juga penilaian hasil belajar ini digunakan
untuk mengetahui keefektifan penerapan sebuah strategi pembelajaran
IPS. Sehingga dengan penilaian tersebut dapat memperbaiki proses
belajar mengajar IPS berikutnya.
f. Tujuan Pelajaran IPS
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
25 Wahidmurni, dkk, evaluasi pembelajaran kompetensi dan praktik,
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global.
g. Karakteristik Pembelajaran IPS
Karakteristik mata pelajaran IPS adalah pada upaya untuk
mengembangkan kompetensi sebagai warga negara yang baik. Warga
negara yang baik berarti yang dapat menjaga keharmonisan hubungan
diantara masyarakat sehingga terjalin persatuan dan keutuhan bangsa.
Hal ini dapat dibangun apabila dalam diri setiap orang terbentuk perasaan
yang menghargai terhadap segala perbedaaan. Baik itu perbedaan
pendapat, etnik, agama, kelompok, budaya dan sebagainya.
Bersikap terbuka dan senantiasa memberikan kesempatan yang
sama bagi setiap orang atau kelompok untuk dapat mengembangkan
dirinya. Karena dari bersikap terbuka akan membawa siswa kepada sikap
arif selanjutnya yakni toleransi, toleransi dapat diartikan sebagai sebuah
sikap yang menganggap dan mengakui adanya eksistensi hal lain yang
selain dari dalam dirinya. Dari sikap toleransi ini akan menggiring siswa
kepada sikap bijaksana berikutnya yakni pluralis. Sikap Pluralis dapat
diartikan sebagai suatu sikap yang tidak hanya mengakui eksistensi hal
lain selain dari dirinya tetapi juga mampu bekerjasama dengan hal yang
berbeda tersebut sehingga mencapai kesepakatan dalam keberagaman.
Oleh karena itu pembelajaran IPS diharuskan mampu melatih
penulis simpulkan bahwa mata pelajaran IPS memiliki tanggung jawab
moral tersendiri dibandingkan mata pelajaran lainnya dalam membangun
dan melatih siswa agar berkepribadian dan berkarakter sesuai yang
diamanatkan UUD 1945.
h. Ruang Lingkup Pelajaran IPS di SD
Ruang lingkup mata pelajaran IPS ajar di tingkat SD meliputi
aspek-aspek sebagai berikut:
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan
Pada jenjang Sekolah Dasar, penyajian IPS dilakukan secara
terpadu karena perspektif siswa pada usia SD lebih tendentif pada hal-hal
yang bersifat konkrit dan utuh. Barulah Pada jenjang pendidikan
berikutnya diperkenalkan cabang-cabang IPS yakni geografi, sejarah,
ekonomi, akuntansi, sosiologi, antropologi dan budaya.
Akan tetapi walaupun cabang-cabang dari IPS tersebut telah
berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, dalam pengkajiannya tetap saja
tidak memisahkan secara ketat Antara masing-masing mata pelajaran
tersebut, ini semua dikarenakan mata pelajaran IPS merupakan integrasi
dari berbagai cabang ilmu sosial yang saling berkaitan satu dengan
lainnya karena memang IPS dirumuskan berdasarkan realitas kehidupan.
i. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Sebagai Materi Pada Mata
Pelajaran IPS SD
Mata pelajaran IPS sebagai ilmu sosial yang erat sekali
hubungannya dengan kehidupan sosial merupakan wahana untuk
mengenal, menerima dan menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya di Indonesia. Mengingat Indonesia adalah sebuah negara
adat istiadat bahasa daerah yang berbeda satu sama lain. Keragaman
(Pluralitas) ini sangat rentan terjadi disintegrasi jika tidak ada pondasi
yang memersatukan keragaman tersebut. Karena itu muncullah Bhineka
Tunggal Ika sebagai semboyan Negara Indonesia.
Bhineka Tunggal Ika mengandung arti yang sangat dalam. Bhina
yang berarti beda, Tunggal yang berarti satu dan Ika yang berarti itu.
Jadi, Bhineka Tunggal Ika bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu.
Kalimat Bhineka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma karangan
empu Tantular.26
Dengan lahirnya semboyan ini diharapkan mampu dijadikan
Pedoman hidup warga Negara Republik Indonesia dalam menjaga
persatuan dan kesatuan Negara. Siswa diharapkan mampu mengenal,
menerima dan memahami beragam macam ras, suku bangsa, bahasa dan
budaya yang dimiliki oleh Indonesia demi terwujudnya persatuan bangsa.
Tercapainya pemahaman yang baik kepada masyarakat tentang
pentingnya persatuan dan kesatuan Negara sangat bergantung kepada
aspek pendidikan. Pendidikan dianggap berperan penting dalam
membentuk karakter bangsa. Penanaman pemahaman tentang kekayaan
bangsa yang multikulral ini harus ditanam sedini mungkin kepada siswa.
Diharapkan peserta didik mampu memahami bahwa negara ini kaya.
Kaya akan suku bangsa, bahasa daerah, kearofan lokal, adat istiadat dan
budaya.
Berangkat dari pluralitas budaya dan pengandaian pendidikan
konstruktifisme (constructivism) maka dalam pengelolaan pendidikan
harus berangkat dari suatu keyakinan bahwa setiap warga masyarakat
memiliki konstruks mengenai identitas budaya yang mereka pilih.
Dengan demikian maka pendidikan harus membuka pengakuan dan
keterbukaan bagi masyarakat untuk mengekspresikan simbol dan
lambang-lambang partikularitas budaya mereka. Hanley (2004)
26 Redaksi Bukuné, Undang-Undang Dasar 1945 & Perubahannya, (Jakarta:
menegaskan, bahwa pendidikan harus memberi sumbangan dalam
menumbuhkan kesadaran akan pluralisme budaya.27
Sebagaimana terlampir di dalam Undang-Undang Dasar 1945
tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.28
Pada level sekolah dasar siswa diberi ruang untuk menciptakan
struktur pengetahuan dan konstruks tentang identitas budaya mereka
sendiri. Perspektif ini mengimplikasikan keharusan menerima keragaman
konstruk siswa, karena memang siswa sekolah datang dari berbagai latar
belakang nilai, keyakinan, kultur, etnisitas, ideologi maupun agama. Oleh
karena itu pendidikan tidak bisa dikemas dengan cara monokultural,
melainkan tetap harus menyediakan ruang bagi siswa untuk bisa
memasuki arus transformasi sosial yang menuntut egalitarian,
demokratisasi, dan keadilan di tengah pluralitas budaya.
Dengan demikian yang mendesak dalam pengembangan
pendidikan multikultural adalah penyadaran akan pentingnya nilai-nilai
yang menopang budaya plural. Nilai-nilai itu harus dikembangkan
menjadi bagian dari budaya sekolah. Artinya sekolah tidak bisa hanya
dikonsep sebagai institusi untuk menguasai pengetahuan dan
pengembangan potensi dalam perspektif monokultur. Institusi pendidikan
juga harus menjadi arena bagi siswa yang dikembangkan atas dasar
prinsip multikultur. Dalam institusi seperti itu pendidikan menjadi sebuah
media menumbuhkan seperangkat nilai pluralisme, seperti cara
memberikan penghargaan terhadap diri sendiri secara adil. Dari cara
menghargai diri sendiri yang proporsional, akan berdampak kepada cara
bersikap dan menghargai orang lain secara adil pula. Lebih jauh akan
27 Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2008), h. 252.
28 Sekretariat Jenderal MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik
tumbuh kemudian sikap menghormati dan peduli atas hak-hak orang lain
yang memiliki berbagai perbedaan, baik dalam berpendapat, temperamen
maupun latar belakang.
Kendati demikian, di samping menumbuhkan kesadaran akan
perbedaan, penting pula untuk ditumbuhkan nilai-nilai (equality). Dengan
pandangan kesederajatan ini, dikembangkan pemahaman bahwa setiap
siswa memiliki hak-hak dasar (basic right) yang sama, tanpa
membedakan perbedaan ras, gender, usia, kapabilitas, keyakinan
keagamaan, afiliasi politik, kewarganegaraan, wilayah dan latar belakang
mereka. Pengakuan hak-hak dasar yang setara tanpa pandang bulu itu
akan terwujud jika ditanamkan nilai-nilai tanggung jawab bersama
sebagai anak bangsa. Nilai-nilai yang mampu mendorong sikap terbuka
bagi setiap siswa untuk turut berpartisipasi dalam proses sosial maupun
politik. Terbuka bagi partisipasi setiap siswa dalam memecahkan
masalah dan menciptakan kebaikan bersama.29
j. Metode-Metode Dalam Pembelajaran IPS
Dalam menyampaikan pelajaran membutuhkan metode yang tepat
agar materi yang ditransfer oleh guru bisa diterima, difahami dan
diaplikasikan oleh peserta didik. Metode dalam pembelajaran IPS adalah
suatu cara yang digunakan oleh guru agar siswa dapat belajar
seluas-luasnya dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran yang efektif.30
Secara garis besar metode pembelajaran yang dapat dikembangkan
dalam IPS meliputi: metode ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan,
kerja kelompok, demonstrasi, Talking Stick, karya wisata, simulasi, sosio
drama, inquiri, Examples Non Examples dan Role Playing.
29 Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2008), h. 266-267.
30 Supriatna dkk, Pendidikan IPS di SD, (Bandung, UPI PRESS, cet-1 2007) h.
2. Metode Role Playing
a. Pengertian Role Playing
Bermain peran (Role Playing) menurut Wina Sanjaya adalah
metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk
mengkreasikan peristiwa sejarah, mengkreasikan peristiwa-peristiwa
aktual, atau kejadian-kejadian yang muncul pada masa mendatang.
Sedangkan menurut Masitoh dan Laksmi Dewi bermain peran (Role
Playing) merupakan jenis model simulasi yaitu permainan dalam bentuk
dramatisasi, sekelompok siswa melaksanakan kegiatan tertentu yang
telah diarahkan oleh guru.
Adapun menurut Abu Ahmadi, dkk metode bermain peran (Role
Playing) disebut juga sosiodrama. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan
dalam menggambarkan, mengungkapkan, atau mengekspresikan suatu
sikap, tingkah laku, atau penghayatan sesuatu yang dipikirannya
dirasakan, atau diinginkannya seandainya ia menjadi tokoh yang sedang
diperankannya itu, semua sikap dan tingkah laku hendaknya diungkapkan
secara spontan. Itulah sebabnya para pelaku suatu peranan tidak
memerlukan teks kata-kata atau kalimat yang sudah disiapkan terlebih
dahulu. Mereka cukup memahami garis-garis besar apa yang akan
didramatisasikan. Bermain peran (Role Playing) merupakan bagian dari
metode simulasi, dalam proses pembelajarannaya metode ini
mengutamakan pola permainan dalam bentuk dramatisasi.
Pada hakikatnya, metode ini diangkat dari situasi kehidupan,
khususnya sehari-hari. Simulasi berasal dari kata simulate yang berarti
berpura-pura atau berbuat seolah-olah, atau simulation yang berarti tiruan
atau perbuatan yang hanya berpura-pura saja. Dalam konteks ini, guru
dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menjalankan simulasi,
baik di dalam maupun di luar kelas.31
31 Tim LPP-SDM, Ensiklopedi Pendidikan Islam, (Depok, CV: Bina Muda
Metode bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan
dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis. Bermain peran adalah
salah satu bentuk permainan pendidikan yang digunakan untuk
menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk
menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain.
Dari beberapa pengertian tentang metode bermain peran (Role
Playing) dapat ditarik kesimpulan bahwa metode bermain peran (Role
Playing) adalah bagian dari metode simulasi melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan serta pengkreasian peristiwa-peristiwa yang
diimajinasikan dengan cara memerankan tokoh hidup atau mati yang
bertujuan agar siswa dapat perilaku sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Melalui metode bermain peran siswa diajak untuk belajar
memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial yang
anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain metode ini
berupaya membantu individu melalui proses kelompok sosial. Melalui
bermain peran, para siswa mencoba mengeksploitasi masalah-masalah
hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya
didiskusikan dalam kelas.
Proses belajar dengan menggunakan metode bermain peran
diharapkan siswa mampu menghayati tokoh yang dikehendaki,
keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah
proses pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai
berkembang.
b. Tujuan Penggunaan Metode Role Playing
Tujuan penggunaan metode bermain peran (Role Playing) menurut
Abu Ahmadi yaitu:
a. Untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa dengan melibatkan
siswa dalam mempelajari situasi yang hampir serupa dengan
b. Untuk melatih siswaagar menguasai keterampilan tertentu;
baik yang bersifat profesional maupun yang penting bagi
kehidupan sehari-hari.
c. Untuk pelatihan memecahkan masalah.
d. Untuk memberikan rangsangan kegairahan belajar siswa.
e. Untuk merasakan atau memahami tingkah laku manusiadan
situasi-situasi.
c. Penggunaan Metode Role Playing
Adapun metode bermain peran dapat dilakukan ketika:
a. secara lisan tidak dapat menerangkan pengertian yang
dimaksud.
b. Memberikan gambaran bagaimana orang bertingkah laku dalam
situasi sosial tertentu.
c. Memberikan kesempatan untuk menilai atau memberikan
pandangan mengenai tingkah laku sosial menurut pandangan
masing-masing.
d. Belajar menghayati sendiri keadaan “seandainya saya berada
dalam situasi sosial seperti yang dialami sekarang ini (yang
disosiodramakan)”.
e. Memberikan kesempatan untuk belajar mengemukakan
penghayatan sendiri mengenai suatu sosial tertentu dengan
mendramatisasikannya di depan penonton dan bukan
memberikan keterangan secara lisan.
f. Memberikan gambaran mengenai bagaimana seharusnya
seseorang bertindak dalam situasi sosial tertentu.
d. Kelebihan Metode Bermain Peran Role Playing
Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi ada beberapa kelebihan
metode bermain peran (Role Playing) diantaranya:
[image:43.595.116.516.94.671.2]b. Siswa terlibat langsung dalam pembelajaran.
c. Siswa dapat memahami permaslahan sosial.
d. Membina hubungan personal yang positif.
e. Membina hubungan personal yang komunikatif.
f. Dapat membangkitkan imajinasi dan estetika siswa dan guru.
Menurut Abu Ahmadi, dkk beberapa kelebihan metode bermain
peran (Role Playing) diantaranya:
a. Memperjelas sistuasi sosial yang dimaksud.
b. Menambah pengalama