Lampiran 1. Tabel Standart Mutu Cabai Kering (SNI 01-3389-1994)
No. Jenis Uji Satuan
Persyaratan Mutu I Mutu II
1 Bau dan Rasa Khas Khas
2 Berjamur dan Berserangga % Tidak Ada Maks 3
3 Exctera mg/kg Maks 2 Maks 3
4 Kadar Air % Maks 11 Maks 11
5 Benda Asing % Maks 11 Maks 3
6 Buah Cacat % Maks 5 Maks 5
Lampiran 2. Hasil Kadar Air Cabai Merah Keriting Basis Basah
Lampiran 3. Hasil Kadar Air Cabai Merah Keriting Setelah Pengeringan dengan Alat Pengering Pompa Kalor
Lampiran 4. Hasil Kadar Vitamin C Cabai Merah Keriting Basis Basah
Lampiran 5. Hasil Kadar Vitamin C Cabai Merah Keriting Setelah Pengeringan dengan Alat Pengering Pompa Kalor
Lampiran 6. Foto Hasil Pengeringan Cabai Merah Utuh
Cabai Merah Keriting Utuh Sebelum Dikeringkan
Lampiran 7. Foto Hasil Pengeringan Cabai Merah Belah
Cabai Merah Keriting Belah Sebelum Dikeringkan
Lampiran 8. Dokumentasi Perakitan & Pengujian Alat Pengering Bahan Pertanian dengan Sistem Pompa Kalor
2. Hasil Sementara Chasis Alat Pengering Sistem Pompa Kalor
4. Hasil Akhir dari APK untuk Alat Pengering Sistem Pompa Kalor
6. Alat Pengering Sistem Pompa Kalor telah selesai dirancang
8. Cabai Merah telah disusun pada rak untuk selanjutnya dikeringkan
Lampiran 9. Temperatur dan RH Udara Masuk Ruang Pengering Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Lampiran 10. Temperatur dan RH Udara Keluar Ruang Pengering Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Lampiran 11. Temperatur dan RH Udara Masuk Ruang Pengering Pada Pengujian Cabai Merah Keriting Utuh dan Belah 3 s/d 5 September 2015
Temperatur dan RH Udara Masuk Ruang Pengring Pada Tanggal 3 September 2015
Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Temperatur dan RH Udara Masuk Ruang Pengring Pada Tanggal 4 September 2015
Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Temperatur dan RH Udara Masuk Ruang Pengring Pada Tanggal 5 September 2015
Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Lampiran 12. Temperatur dan RH Udara Keluar Ruang Pengering Pada Pengujian Cabai Merah Keriting Utuh dan Belah 3 s/d 5 September 2015
Temperatur dan RH Udara Keluar Ruang Pengring Pada Tanggal 3 September 2015
Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Temperatur dan RH Udara Keluar Ruang Pengring Pada Tanggal 4 September 2015
Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Temperatur dan RH Udara Keluar Ruang Pengring Pada Tanggal 5 September 2015
Waktu Temperatur
Relative
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Waktu Temperatur
Lampiran 1. Tabel Refrigeran R22 DuPont Table 1
Table 1 continued)
Table 1 continued)
Table 1 continued)
Table 2 continued)
DuPont™ Freon® 22 Superheated Vapor — Constant Pressure Tables
[102] Prayudi, B. 2010. Budi Daya dan Pasca Panen Cabai Merah (Capsicum ammum L). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.
[103] Anonima, 2011. Pasca Panen Cabai.
(Maret
2011).
[104] Henderson, S. M. And R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd ed. The AVI Publ. Co., Inc., Wesport, Connecticut, USA.
[105] Brooker, D. B. F. W Bakker-arkema, and C. W. Hall. 1981. Drying Cereal Grains. AVI Publishing Company Inc. West Port, Connecticut.
[106] Rahman dan Yuyun. 2005. Penanganan Pasca Panen Cabai Merah. Kanisius: Yogyakarta.
[107] Taib, G.,Gumbira Said, dan S Wiraatmajda. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
[108] S. Meyers, V. H. Franco, A. B. Lekov, L. Thompson and A. Sturges, "Do Heat Pump Clothes Dryers Make Sense for the U.S Market?," 2010 ACEE Summer Study on Energy Efficiency in Buildings, Berkeley, 2010.
[109] Muchtadi Tien R. 1989. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pangan. Depdikbud PAU IPB, Bogor.
[110] Ricardo. Nainggolan. Rancang Bangun Kondesor Untuk Mesin Pengering Pakaian Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1PK. Jurnal tugas akhir, Teknik
Mesin USU. 2014.
[111] A. S. Mujumdar, Handbook of Industrial Drying, CRC Press, 2006
[112] Indra Hermawan. Kajian Pengering Pakaian Sistem Pompa Kalor. Tesis Program Magister Teknik Mesin USU. 2014.
[113] Purba. Indra Gunawan. Analisa Alat Pengerinng Hasil Pertanian yang Menggunakan Energi Radiasi Surya Sebagai Sumber Panas dengan Luas
Kolektor 1m2. Skripsi, Teknik Mesin USU. 2013.
[114] Muhardityah. Pengujian Performansi Mesin Pengering Tenaga Surya dengan Menggunakan Kolektor Bersirip dan Produk yang Dikeringkan
[115] A. Ameen and S. Bari, "Investigation into the effectiveness of heat pump assisted clothes dryer for humid tropics," Energy Conversion and Management, pp. 137-1405, 2004.
[116] W. W. Carr, H. S. Lee and H. Ok, "Drying of Textile Products," in Handbook of Industrial Drying, CRC Press, 2006.
[117] Ambarita, Himsar. 2013. Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II (Aplikasi Siklus Thermodinamika). Medan : Untuk Kalangan Sendiri.
[118] Ambarita, Himsar. 2012. Buku Kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian udara. Medan : Untuk Kalangan Sendiri.
[119] Abadi, Cakra Messa. Karakteristik Laju Pengeringan Pada Mesin Pengering Pakaian Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1 PK. Jurnal tugas
akhir. Teknik Mesin USU. 2014.
[120] Cengel, Yunus A. 2002. Thermodynamics And Engeenering Approach. Mc. Graw Hill. Boston.
[121] H. Ambarita, "Perancangan dan Simulasi Mesin Refrigerasi Siklus Kompresi Uap Hibrida dengan Refrigeran HCR-12 sebagai Mesin
Refrigerasi pada Lemari Pendingin (Cold Storege) dan Pompa Kalor pada
Lemari Pengering (Drying Room)," ITB, Bandung, 2001
[122] Suntivarakorn, P. S. Satmarong, et al., 2010. An Experimental Study on Clothes Drying Using Waste Heat from Spilt Type Air Conditioner.
International Journal of Aerospace and Mechanical Engineering 4:4 2010. [123] Tim Komisi TA. Pedoman Penulisan Skripsi.2008. Medan: Program Studi
Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015 sampai dengan bulan September 2015. Kegiatan penelitian ini mencakup perancangan dan pembuatan alat, pengujian sampai dengan pengambilan dan pengolahan data. Lokasi pembuatan alat bertempat di Bengkel Las Rudi Karya Jalan Pasar Baru No. 34 Padang Bulan Medan, Sumatera Utara dan Lokasi pengujian alat bertempat di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan yaitu di Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan, Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan
3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam rancang bangun alat pengering bahan pertanian sistem pompa kalor dengan APK ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Alat utama
Alat utama yang digunakan pada alat pengering bahan pertanian sistem pompa kalor dengan APK adalah sebagai berikut:
a. Air conditioner (AC)
Air conditioner (AC) digunakan sebagai pompa kalor yang
Gambar 3.1Air conditioner (AC) Spesifikasi:
Kapasitas pendinginan : 9000 Btu/h
Rata-rata tegangan dan frekuensi : 220 V dan 50 Hz
Kuat arus rata-rata : 4.3 A
Konsumsi daya rata-rata : 950 W
Refrigeran : R22
b. Alat Penukar Kalor Tipe Flat Plate
Gambar 3.2 Alat Penukar Kalor Tipe Flat Plate c. Exhaust fan
Exhaust fan berfungsi untuk menghasilkan udara
bertekanan dan mensirkulasikan udara panas dan memberikan kecepatan pada udara di ruang pengering. Model exhaust fan yang digunakan BPT12-13B3 ceilingexhaust fan dengan merek Visalux. Dimensinya adalah 265x185x265mm, dengan daya 30 watt, tegangan 220V~50Hz serta memiliki berat 1,4kg.
d. Kontrol Panel
Kontrol panel terdiri dari sekumpulan alat kontrol yang bertujuan untuk mengatur atau mensetting kerja pada alat pengering bahan pertanian sistem pompa kalor dengan APK.
Gambar 3.4 Kontrol Panel Keterangan:
1. Display termostat 2. Lampu indikator 3. Saklar
4. Voltmeter 5. Amperemeter 6. Switch exhaust fan
4
5 1
2
3
2. Alat pendukung dan alat ukur
Adapun alat pendukung dan alat ukur yang digunakan dalam pengujian alat pengering bahan pertanian system pompa kalor dengan APK adalah:
a. Laptop
Laptop digunakan untuk menyimpan dan mengolah data yang telah diperoleh dari Agilent dan Rh (Relative Humidity) meter.
Gambar 3.5 Laptop b. Timbangan Digital
Gambar 3.6 Timbangan Duduk Digital
c. Agilent 34972 A
Alat ini dihubungkan dengan termokopel yang dipasang pada titik-titik yang akan diukur temperaturnya. Pencatatan data pengukuran disimpan pada flashdisk yang dihubungkan pada bagian belakang alat ini.
Gambar 3.7 Agilient 34972 A Spesifikasi Alat:
Daya 35 Watt
Jumlah saluran termokopel 20 buah
Tegangan 250 Volt
Mempunyai 3 saluran utama
Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik
Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol
Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, Resistance Temperature Detector (RTD), dan termistor,
serta arus listrik AC d. RH (Relative Humidity) Meter
RH meter digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban udara yang mengalir di dalam saluran udara pada pompa kalor. Jenis RH meter yang digunakan adalah EL-USB-2 (High Accuracy Humidity, Temperature and Dew Point Data Logger).
Gambar 3.8 RH Meter Spesifikasi:
Temperature range : -400F to 1580F (-400C to 700C)
Humidity range : 0 to 100% RH
Long battery life : 1 year 3.6V Lithium battery
Comes with Windows 98, 2000, XP and Vista Compatible
Complete with Protective USB Cap, Mounting Bracket and Software
e. Hot Wire Anemometer
Digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara yang mengalir di dalam suatu aliran. Jenis Anemometer yang digunakan adalah Hot wire anemometer Krisbow KW0600653.
Gambar 3.9Hot Wire Anemometer
General Spesifications
Display 46.7 mm x 60 mm LCD display
Dual function meter’s display
Measurement m/s (meters per second)
Km/h (kilometers per hour0
Ft/min (feet per minute)
MPH (miles per hour)
Knot (nautical miles per hour)
Memory Maximum and minimum with recall
Sampling Approx. 0.8 sec
Operating Humidity Less than 80% RH
Power Supply 9V battery
Power Current Approx. DC 60-90 mA
Weight 280g
Dimension 210mmx75mmx50mm
Accessories Hot wire sensor 9V battery
Electrical Specifications
Air Velocity
Measurement: Range: Resolution: Accuracy:
m/s 0.1 – 25.0 m/s 0.01 m/s ±(5%+1d)
reading or
±(1%+1d)
full scale
Km/h 0.3 – 90.0 km/h 0.1 km/h
Ft/min 20 – 4925/min 1ft/min
MPH 0.2 – 55.8
MPH
0.1MPH
Knot 0.2 – 55.8knots 0.1knots
Temperature
Measuring
Range
0oC to 50oC (32oF to 122oF)
Accuracy ±1oC/1.8oF
Digunakan untuk mengukur tekanan refrigran yang masuk kompresor, keluar kompresor dan juga masuk ke katup ekspansi.
Gambar 3.10Pressure Gauge
Spesifikasi :
Dimensi : diameter 66mm
Kisaran tekanan : -1 …14 Bar / -30”Hg… + 200 psi
Sambungan : 1/4" SAE (Bottom Connection)
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Bahan uji
Gambar 3.11 Cabai Merah Keriting
3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian
Usulan Penelitian Studi Literatur
Gambar 3.12 Diagram Alir Proses Pelaksanaan Penelitian
Buku Referensi, Jurnal-jurnal Pendukung, dan Internet
Start
Tahap Persiapan:
1. Membuat Alat Pengering Pompa Kalor 2. Pengujian Alat Pengering
ya
Finish
Kesimpulan/ Pembuatan Laporan
Pengolahan dan Analisis Data
Tidak
Validasi
Merancang dan mendesain alat pengering pompa kalor
Tidak
3.4 Experimental Set Up
Udara yang mengalir dalam sistem berlangsung secara terbuka, seperti terlihat pada gambar 3.37. Dimana udara sekitar dihisap oleh blower evaporator dan dialirkan melewati alat penukar kalor tipe flat plate menuju kondensor, udara yang dialirkan melewati kondensor merupakan udara bersuhu rendah dan kering. Setelah melewati kondensor suhu udara menjadi naik (kondensor melepaskan panas) dan kelembaban udara turun. Kemudian udara dihisap oleh Exhaust fan dan diteruskan ke ruang pengering untuk mengeringkan bahan pertanian. Setelah melewati ruang pengering suhu udara mulai turun dan kelembaban udara naik, hal ini disebabkan udara menyerap uap air yang ada pada bahan pertanian yang dikeringkan (terjadinya perpindahan massa). Sebelum dibuang ke lingkungan sekitar udara yang melewati ruang pengering selanjutnya dialirkan melewati alat penukar kalor tipe flat plate tujuannya untuk menaikkan suhu udara yang keluar dari evaporator menuju kondensor, selanjutnya udara yang berasal dari ruang pengering dibuang ke lingkungan sekitar. Demikian selanjutnya proses ini berlangsung secara berulang.
Pada gambar 3.13 juga diperlihatkan titik-titik penempatan alat-alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel yang menjadi objek penelitian dan selanjutnya menjadi bahan untuk proses analisis lebih lanjut.
Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan pada titik 1 dan 2, yaitu pada saat udara akan masuk ke ruang pengering dan keluar ruang pengering dengan menempatkan Rh meter pada masing-masing titik tersebut. Sedangkan pengukuran kecepatan udara yang mengalir dalam saluran dilakukan pada tutuk dimana udara akan masuk ke dalam ruang pengering dengan menempatkan hot wire anemometer.
Untuk mengukur berat bahan pertanian yang dikeringkan dengan menggunakan timbangan duduk digital, Selanjutnya alat-alat pengukuran tersebut akan dihubungkan ke Laptop untuk memindahkan data yang terekam pada alat-alat pengukuran tersebut. Data yang diperoleh ini selanjutnya akan diolah dan dilakukan analisis untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini.
3.5 Prosedur Pengoperasian Kerja Alat Pengering Bahan Pertanian Sistem Pompa Kalor
Adapun cara pengoperasian kerja alat pengering bahan pertanian adalah sebagai berikut:
1. Cabai merah keriting dicuci bersih dan dibuang tangkainya
2. Cabai direndam ke dalam waterbath degan temperatur 600C selama 10 menit guna mempertahankan warna pada cabai, selanjutnya ditiriskan 3. Letakkan cabai pada baki/wadah yang terdapat pada alat pengering,
kemudian tutup pintu ruang pengering 4. Sambungkan stop kontak pada sumber listrik 5. Naikkan stutt yang ada di dalam kontrol panel 6. Putar sakelar utama ke posisi ON
7. Putar sakelar fan ke posisi ON
8. Atur suhu maksimal thermostat sebesar 600C
9. Pengeringan dilakukan 8 jam setiap harinya atau sesuai kebutuhan
10. Seletah melakukan proses pengeringan putar sakelar fan ke posisi OFF dan sakelar utama ke posisi OFF
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Performansi Teknis 4.1.1 Data Hasil Pengukuran
Proses pengumpulan data dilakukan pada Senin, 2 Agustus 2015, Pukul 9.30 WIB s/d selesai. Awal mula mesin pompa kalor dihidupkan selama ± 90 menit atau temperatur ruang pengering mencapai 37,6 0C selama ± 5 jam. Adapun data yang diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Kecepatan Udara
Udara yang mengalir dalam sistem pengeringan bervariasi kecepatannya. Pengukuran kecepatan dilakukan pada titik dimana udara akan masuk ke kondensor dengan menggunakan hot wire anemometer. Adapun data hasil pengukuran kecepatan udara ini
diperlihatkan pada tabel 4.1. Dimana data yang diperoleh adalah kecepatan udara dan temperatur rata-rata.
Tabel 4.1 Kecepatan dan Temperatur Udara Menuju Kondensor No. Jam ke Kecepatan Udara
(m/s)
Temperatur (0C)
1 I 0,39 35,6
2 II 0,15 39,8
3 III 0,30 41,0
4 IV 0,31 40,8
5 V 0,25 40,1
6 VI 0,22 41,8
2. Temperatur dan Kelembaban Udara
Pengukuran temperatur dan kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan alat ukur RHT meter, dimana RHT meter diletakkan pada 2 titik pengukuran, yaitu pada saat udara keluar kondensor menuju ruang pengering dan udara pada saat keluar ruang pengering menuju APK. Adapun data temperatur dan kelembaban terlihat pada tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 Data Temperatur dan Kelembaban
No. Titik Pengukuran
Temperatur (0C)
Kelembaban (%)
Rata-rata Maks Min Rata-rata Maks Min
1 Titik 1 54,17 57,2 31,4 23,36 65,9 17,5
2 Titik 2 45,43 48,6 31,1 35,24 69,1 26,6
Keterangan:
Titik 1 : Udara Masuk Ruang Pengering Titik 2 : Udara Keluar Ruang Pengering
3. Tekanan Refrigeran
Pengukuran tekanan refrigeran dilakukan dengan menggunakan alat ukur Pressure Gauge, dimana pengukuran dilakukan pada saat refrigeran masuk ke kompresor (titik A), keluar kompresor (titik B) dan keluar kondensor (titik C). Hasil pengukuran untuk masing-masing titik tersebut adalah:
Titik A; P1gage = 40 Psi = 377,115 kPa, tekanan absolutnya adalah P1abs = 477,115 kPa = 0,477 MPa
Titik C; P3gage = 200 Psi = 1480,27 kPa, tekanan absolutnya adalah P3abs = 1580,27 kPa = 1,580 MPa
4.1.2 Menghitung Coefficient of performance (COP) Pompa Kalor
Coefficient of performance (COP) pompa kalor adalah
perbandingan antara kalor yang dilepas oleh kondensor dengan kerja (energi) yang di konsumsi dalam siklus. Dimana energi yang dikonsumsi pada siklus ini adalah :
1. Energi menggerakkan kompressor; �̇� 2. Energi menggerakkan kipas; �̇�
Data-data teknis berikut saya peroleh dari saudara Chairil Anwar yang melakukan tugas rancang bangun alat pengering sistem pompa kalor.
Coefficient of performance (COP) pompa kalor dihitung dari persamaan
(2.5), yaitu:
�����,ℎ = �̇��
�̇�
Atau:
�����,ℎ = �̇��
�̇�+�̇�
Dimana:
Kalor yang dilepaskan oleh kondensor dihitung dengan persamaan (2.6), yaitu:
�̇�� =�.�.�
Dimana:
� adalah density (berat jenis) udara, ρ = 1,22 kg/m3. A adalah luas penampang saluran udara, dimana:
�= ���
Panjang, � = 0,6m dan Lebar, � = 0,5m � = 0,6�� 0,5�
� = 0,3 �2
� adalah kecepatan udara mengalir dalam saluran kondensor. Untuk kecepatan udara 0,27 m/s diperoleh laju aliran massa udara adalah:
�̇�� = 1,22 �� �⁄ 3� 0,3 �2� 0,27 � �⁄
�̇�� = 0,099 ����
Panas jenis spesifik udara: Cp,udara = 1,005 kJ kg .K
Suhu rata-rata udara keluar kondensor: To,udara = 54,17℃ = 327,17 K Suhu rata-rata udara masuk kondensor: Ti,udara = 40,31℃ = 313,31 K Kalor yang dilepaskan oleh kondensor adalah:
�̇�� = 0,099�� �⁄ � 1,005����.�(327,17� −313,31�)
�̇�� = 1,379��
Energi menggerakkan kompresor dihitung dengan persamaan: �̇� =�̇���(ℎ2− ℎ1)
�̇��� =ℎ �̇��
2 − ℎ3
Dari hasil pengukuran tekanan refrigeran, dengan menggunakan tabel dan diagram refrigeran R22 DuPont (Lampiran 13), diperoleh data termodinamik refrigeran R22 seperti terlihat pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Data Termodinamik Refrigeran R22 DuPont Titik T,
Data pada tabel 4.3 diperoleh berdasarkan perhitungan dengan cara interpolasi pada tabel R22 yang dijelaskan sebagai berikut:
Maka nilai h1 vapour pada tekanan 477 kPa adalah 404,57 kJ/kg. Dengan cara yang sama diperoleh nilai h2 superheated pada tekanan 1925 kPa adalah 446,966 kJ/kg, dan h3 liquid pada tekanan 1580 kPa adalah 251,3 kJ/kg. berdasarkan siklus kompresi uap ideal nilai h4 sama dengan h3 yaitu 251,3 kJ/kg dimana tekanan h4 sama dengan h1 yaitu 477 kPa.
Selanjutnya nilai laju aliran massa refrigeran diperoleh: �̇��� =
1,379��
446,966��� −�� 251,3�����
�̇��� = 0,007 ��/�
Maka energi (daya) kompresor adalah:
�̇� = 0,007��/� (446,966�� ��⁄ −404,57�� ��⁄ )
�̇� = 0,296 ��
Kalor yang diserap oleh evaporator sebesar: �� =�̇���(ℎ1− ℎ4)
�� = 0,007��/� (404,57�� ��⁄ −251,3�� ��⁄ )
�� = 1,07289��
Daya menggerakkan kipas (fan) diperoleh sebesar 0,105kW
Maka coefficient of performance (COP) dari pompa kalor dengan kecepatan udara mengalir melalui kondensor sebesar 0,27m/s diperoleh:
�����,ℎ =
1,379 ��
Total Performance (TP) diperoleh:
�� =�� +�̇�� �̇�
�� =1,07289��+ 1,379 ��
0,296 �� = 8,28
4.1.3 Pengukuran Temperatur dan Relative Humidity (RH)
Pengambilan data temperatur dan relative humidity dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2015 dengan menggunakan alat RHT meter. Dimana pemasangan RHT meter di tempatkan pada 2 titik yaitu pada saat udara masuk ruang pengering dan udara keluar ruang pengering. Tabel 4.5 Temperatur dan RH Udara Masuk Ruang Pengering
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 11:07:13 31.4 65.9
2 11:37:13 49.6 29.1
3 12:07:13 52.8 24.8
4 12:37:13 53.6 23.6
5 13:07:13 55.6 21.6
6 13:37:13 56.3 21.1
7 14:07:13 56.4 20.8
8 14:37:13 57 20.6
9 15:07:13 56.9 20
10 15:37:13 56.6 19.2
11 16:07:13 57 17.8
Grafik perbandingan Temperatur, RH dan Waktu pada saat udara masuk ke ruang pengering dapat dilihat pada gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Temperatur, Rh dan Waktu Pada Saat Udara Masuk Ruang Pengering
Kelembaban udara masuk ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini sebesar 23,36% dan temperatur rata-rata 54,170C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 65,9% pada temperatur 31,40C dan kelembaban udara minimum sebesar 17,5% pada temperatur 56,60C.
Tabel 4.6 Temperatur dan RH Udara Keluar Ruang Pengering
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 11:07:14 31.1 69.1
2 11:37:14 41.1 43.6
3 12:07:14 43.6 38.5
4 12:37:14 45.3 35.4
5 13:07:14 46.2 33.9
6 13:37:14 46.3 33.9
7 14:07:14 47.3 32.2
8 14:37:14 47.9 31.7
9 15:07:14 48.2 30.5
10 15:37:14 47.9 29.2
11 16:07:14 47.6 28
Grafik perbandingan Temperatur, RH dan Waktu pada saat udara keluar ke ruang pengering dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Temperatur, RH dan Waktu Pada Saat Udara Keluar Ruang Pengering
Setelah udara melewati ruang pengeringan kelembaban udara naik menjadi rata-rata 35,24% dan temperatur rata-rata 45,430C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 69,1% pada temperatur 31,10C dan kelembaban udara minimum sebesar 26,6% pada temperatur 48,10C.
4.2 Hasil Pengujian Cabai Merah Keriting 4.2.1 Cabai Merah Keriting Utuh
1. Hasil Pengujian Moisture Ratio (MR)
menit. Hal ini dilakukan guna mempertahankan warna pada cabai merah keriting.
Gambar 4.3 Kadar Air Cabai Merah Basis Basah
Berikut adalah data-data yang diambil pada saat pengujian pengeringan cabai merah keriting utuh.
Berat awal : 200 gr
Kadar air : 157 gr (78,50%) Berat akhir : 43 gr
Kadar air akhir masa : 10% Masa cabai kering : 63 gr
Nilai MR awal pengujian pada pukul 10.30 WIB adalah: ��= 200−63
200−63 �� = 1
Nilai MR pengujian pada pukul 11.30 WIB adalah: ��= 194−63
200−63 ��= 0,956204
Dengan menggunakan cara yang sama nilai MR berikutnya pada pengeringan cabai merah keriting utuh dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini:
Tabel 4.7 Moisture Ratio Pada Pengeringan Cabai Merah Utuh
Tanggal Pukul Masa Kadar air kadar air MR
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Moisture Ratio dengan Waktu Pengeringan Pada Pengeringan Cabai Merah Keriting Utuh
2. Hasil Perhitungan SMER dan SEC
Dari data yang didapat, maka dapat dihitung laju pengeringan untuk cabai merah kering utuh sebagai berikut:
Laju pengeringan:
�̇� = ��− �� �
Dimana :
Wo = 200 gr = 0,2 kg Wf = 63 gr = 0,063 kg t = 18 jam
�̇� =
0,2−0,063 18
= 0,00761�� ℎ
SMER = �̇� �̇�+�̇�
= 0,00761 0,296 + 0,135
= 0,0176 �� ��ℎ⁄
Sedangkan SEC diperoleh:
SEC = 1 SMER
= 1
0,0176
= 56,81��ℎ ��⁄
4.2.2 Cabai Merah Keriting Belah
1. Hasil Pengujian Moisture Ratio (MR)
Perhitungan nilai Moisture Ratio dari hasil pengeringan cabai merah keriting belah adalah sebagai berikut:
Berat awal : 200 gr
Kadar air : 157 gr (78,50%) Berat akhir : 43 gr
Kadar air akhir masa : 10% Masa cabai kering : 63 gr
Tabel 4.8 Moisture Ratio Pada Pengeringan Cabai Merah Belah Tanggal Pukul Masa Kadar air kadar air MR
(WIB) (gr) (%) (gr)
3-Sep-15
10,30 200 68.5 137 1
11,30 175 56 112 0.817518
12,30 169 53 106 0.773723
13,30 152 44.5 89 0.649635
14,30 134 35.5 71 0.518248
15,30 119 28 56 0.408759
16,30 106 21.5 43 0.313868
4-Sep-15
09,30 81 9 18 0.131386
10,30 77 7 14 0.102189
11,30 71 4 8 0.058394
12,30 64 0.5 1 0.007299
Grafik Moisture Ratio pada pengeringan cabai merah keriting utuh dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Moisture Ratio dengan Waktu Pengeringan Pada Pengeringan Cabai Merah Keriting Belah
2. Hasil Perhitungan SMER dan SEC
Laju pengeringan:
�̇� = ��− �� �
Dimana :
Wo = 200 gr = 0,2 kg Wf = 63 gr = 0,063 kg t = 10 jam
�̇� =0,2−100,063
= 0,0137 ��/ℎ
Diperoleh SMER:
SMER = �̇� �̇�+�̇�
= 0,0137 0,296 + 0,135
= 0,0317 �� ��ℎ⁄
Sedangkan SECdiperoleh;
SEC = 1 SMER
= 1
0,0317
4.2.3 Hasil Pengukuran Relative Humidity (RH) Pada Pengeringan Cabai Merah Keriting Utuh dan Cabai Merah Keriting Belah
Pengukuran RH pada pengeringan cabai merah keriting utuh dan belah tidak jauh berbeda dikarenakan pengujiannya dilakukan secara bersamaan yang membedakan hanyalah lama waktu pengeringannya saja.
Tabel 4.9 Temperatur dan RH Saat Udara Masuk Ruang Pengering pada tanggal 3 September 2015
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 10:28:45 31.5 67.4
2 11:28:45 49.9 28.8
3 12:28:45 54.5 23.8
4 13:28:45 55.7 23
5 14:28:45 56.4 20.9
6 15:28:45 57.3 19.8
7 16:28:45 57.5 18.7
Grafik perbandingan Temperatur, RH dan Waktu pada saat udara masuk ke ruang pengering dapat dilihat pada gambar 4.6.
Kelembaban udara masuk ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini pada tanggal 3 september 2015 sebesar 25,35% dan temperatur rata-rata sebesar 53,350C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 67,4% dan kelembaban udara minimum sebesar 18,5% serta temperatur udara maksimum 57,80C dan temperatur udara minimum sebesar 31,50C.
Tabel 4.10 Temperatur dan RH Saat Udara Masuk Ruang Pengering pada tanggal 4 September 2015
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 9:31:20 29.8 72.8
2 10:31:20 42.7 40.2
3 11:31:20 49.9 26.4
4 12:31:20 54.3 22.4
5 13:31:20 55.1 21.4
6 14:31:20 55.2 21.7
7 15:31:20 56.1 21.6
8 16:31:20 56.5 23.8
Grafik perbandingan Temperatur, RH dan Waktu pada saat udara masuk ke ruang pengering dapat dilihat pada gambar 4.7.
Kelembaban udara masuk ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini pada tanggal 4 september 2015 sebesar 28,85% dan temperatur rata-rata sebesar 51,120C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 72,8% dan kelembaban udara minimum sebesar 20,7% serta temperatur udara maksimum 57,50C dan temperatur udara minimum sebesar 29,80C
Tabel 4.11 Temperatur dan RH Saat Udara Masuk Ruang Pengering pada tanggal 5 September 2015
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 9:59:36 29.9 74.8
2 10:59:36 52.3 27.4
3 11:59:36 57.3 21.6
4 12:59:36 60.1 18.5
Catatan : Untuk data yang lebih lengkap lihat pada lampiran 11
Grafik perbandingan Temperatur, RH dan Waktu pada saat udara masuk ke ruang pengering dapat dilihat pada gambar 4.8.
Kelembaban udara masuk ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini pada tanggal 5 september 2015 sebesar 27,44% dan temperatur rata-rata sebesar 53,040C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 74,8% dan kelembaban udara minimum sebesar 18% serta temperatur udara maksimum 60,10C dan temperatur udara minimum sebesar 29,90C. Tabel 4.12 Temperatur dan RH Saat Udara Keluar Ruang Pengering pada tanggal 3 September 2015
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 10:28:59 31 70
2 11:28:59 41.7 43
3 12:28:59 44.3 38.5
4 13:28:59 45.9 36.4
5 14:28:59 46.6 33.2
6 15:28:59 47.2 32
7 16:28:59 47.8 29.6
Catatan : Untuk data yang lebih lengkap lihat pada lampiran 12
Grafik perbandingan Temperatur, RH dan Waktu pada saat udara keluar ke ruang pengering dapat dilihat pada gambar 4.9.
Udara Keluar Ruang Pengering Pada 3 September 2015 Kelembaban udara keluar ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini pada tanggal 3 september 2015 sebesar 38,94% dan temperatur rata-rata sebesar 43,970C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 70% dan kelembaban udara minimum sebesar 29,6% serta temperatur udara maksimum 47,90C dan temperatur udara minimum sebesar 310C. Tabel 4.13 Temperatur dan RH Saat Udara Keluar Ruang Pengering pada tanggal 4 September 2015
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 9:31:24 29.3 75.8
2 10:31:24 35.3 57.6
3 11:31:24 41.6 39.3
4 12:31:24 44.4 36.1
5 13:31:24 45.2 33.8
6 14:31:24 45.6 33.9
7 15:31:24 47.6 32.8
8 16:31:24 46.3 42.1
Catatan : Untuk data yang lebih lengkap lihat pada lampiran 12
Grafik perbandingan Temperatur, RH dan Waktu pada saat udara keluar ke ruang pengering dapat dilihat pada gambar 4.10.
Udara Keluar Ruang Pengering Pada 4 September 2015 Kelembaban udara keluar ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini pada tanggal 4 september 2015 sebesar 42,11% dan temperatur rata-rata sebesar 42,490C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 75,8% dan kelembaban udara minimum sebesar 32,3% serta temperatur udara maksimum 47,70C dan temperatur udara minimum sebesar 29,20C.
Tabel 4.14 Temperatur dan RH Saat Udara Keluar Ruang Pengering pada tanggal 5 September 2015
No. Waktu (WIB)
Temperatur (◦C)
Relative Humidity (%)
1 9:59:39 28.8 77.3
2 10:59:39 41.7 45.1
3 11:59:39 46.1 36.5
4 12:59:39 48.5 31.8
Catatan : Untuk data yang lebih lengkap lihat pada lampiran 12
Gambar 4.11 Grafik Perbandingan Temperatur, RH dan Waktu Saat Udara Keluar Ruang Pengering Pada 5 September 2015
Kelembaban udara keluar ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini pada tanggal 5 september 2015 sebesar 42,67% dan temperatur rata-rata sebesar 43,850C. Dimana kelembaban udara maksimum sebesar 77,4% dan kelembaban udara minimum sebesar 31,7% serta temperatur udara maksimum 48,60C dan temperatur udara minimum sebesar 28,80C.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Kinerja Pompa Kalor
Pompa kalor yang dimanfaatkan untuk proses pengeringan mampu menghasilkan udara panas diruangan rata-rata sebesar 44,270C dan temperatur udara maksimum adalah 52,50C dan temperatur udara minimum sebesar 32,70C, dengan temperatur yang tidak terlalu tinggi bahan pertanian yang dikeringkan tidak menjadi rusak baik kadar warna maupun kadar vitamin yang terkandung di dalam bahan pertanian yang dikeringkan tersebut.
Kelembaban udara menuju ruang pengeringan rata-rata dari pompa kalor ini sebesar 23,36% dan temperatur rata-rata 54,170C. dimana kelembaban udara maksimum sebesar 65,9% pada temperatur 31,40C dan kelembaban udara minimum sebesar 17,5% pada temperatur 56,60C.
Kinerja dari pompa kalor yang dinyatakan coefficient of performance (COP) dari sistem pompa kalor yang dibangun untuk
pengeringan bahan pertanian ini bernilai sebesar 3,4 sedangkan kinerja total atau total performance (TP) dari sistem pompa kalor ini adalah 8,28.
4.3.2 Karakiteristik Pengeringan
Dari hasil penelitian, nilai SEC dan SMER dari proses pengeringan bahan pertanian dengan sistem pompa kalor dengan APK ini berbeda-beda, jika bahan uji (cabai merah keriting utuh dan belah) dilakukan bersamaan maka nilai SEC berkisar 31,54 kWh/kg – 56,81 kWh/kg. Hal ini berarti bahwa energi dikonsumsi untuk menghilangkan 1 kg uap air dari bahan yang dikeringkan antara 31,54 kWh – 56,81 kWh.
Nilai SMER untuk pengeringan bahan secara bersamaan adalah 0,0176 kg/kWh – 0,0317 kg/kWh, yang artinya adalah jumlah uap air yang mampu dihilangkan dari bahan yang dikeringkan setiap 1 kWh adalah 0,0176 kg – 0,0317 kg.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Telah diuji suatu produk hasil pertanian yaitu cabai merah keriting pada sebuah alat pengering sistem pompa kalor dimana :
a. Ukuran alat PxLxT (1800mm x 1300mm x 1600mm) yang terdiri dari :
rangka utama, satu unit AC split 1PK, APK tipe flat plate, exhaust fan, ruang pengering, baki/wadah, dudukkan alat
pengering dan kontrol panel.
b. Temperatur udara rata-rata masuk ruang pengering ≤ 54,170C c. Kelembaban udara rata-rata ≤ 23,36 %
d. Coefficient of performance (COP) dari pompa kalor = 3,4 e. Total Performance (TP) sistem pompa kalor = 8,2
f. Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC)
Untuk cabai merah keriting baik utuh maupun belah adalah 31,54 kWh/kg – 56,81 kWh/kg
g. Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER)
2. Hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa : a. Kadar air cabai merah keriting segar ≤ 78,50%
(lampiran 2)
b. Untuk mencapai nilai kadar air (Moisture Ratio) hingga10% (sesuai dengan Standar Mutu Cabai Kering) maka :
Pengeringan cabai merah keriting utuh ≤ 18 jam (bab IV tabel 4.7)
Pengeringan cabai merah keriting belah ≤ 10 jam (bab IV tabel 4.8)
3. Hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa :
a. Kadar vit. C cabai merah keriting segar ≤ 119,7 mg/100 gr (lampiran 4)
b. Setelah bahan dikeringkan maka kadar vit. C menjadi :
cabai merah keriting utuh ≤ 62,9 mg/100 gr
5.2 Saran-Saran
Dari hasil penelitian dan juga kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa hal yang perlu disarankan antara lain:
1. Untuk perancangan pada bagian rak/tray perlu dipirkan kembali perancangannya supaya dapat dihubungkan langsung ke alat ukur agar penuruan massa bahan yang diuji dapat dihitung secara kontinu tidak lagi secara manual.
2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap produk hasil pertanian dan perkebunan yang lainnya seperti bahan herbal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan
Pemanfaatan pompa kalor untuk pengering sangat menarik dan praktis. Pengering pompa kalor memiliki koefisien kinerja yang tinggi dan berpotensi memperbaiki kualitas produk yang dikeringkan karena kemampuan pompa kalor untuk beroperasi pada suhu yang lebih rendah. Keuntungan utamanya yaitu pengering kompatibel dan pada suhu rendah. Bagi perkembangan pengering pompa kalor, teknologi pompa kalor digunakan untuk meningkatkan nilai ekonomis dan efisiensi pengering udara panas konvensional. Penurunan kadar air di alat pengering pompa kalor menerima banyak perhatian karena kemampuannya untuk membalikkan panas laten dan mentransfernya ke pengeringan udara yang mampu mengeringkan pada temperatur rendah, biaya rendah dan operasi bahkan di bawah kondisi ruangan lembab dan menyebabkan pencemaran lingkungan yang minimum [1]. Perlu diingat bahwa jika pengering bekerja secara efisien, udara keluar harus memiliki suhu yang dekat dengan temperatur wet bulb dan juga pada kelembaban yang tinggi. Oleh karena itu, sebagian besar entalpi gas panas laten dalam uap air dan harus mengembalikan panas , bila memungkinkan, termasuk kondensasi uap air dari udara pengeringan. Metode ini diterapkan dalam Penurun kadar air di alat pengering pompa kalor [2].
Tiga keunggulan utama dari pengering pompa kalor adalah [3]: 1. Pengeringan pada suhu rendah dapat meningkatkan kualitas.
2. Efisiensi energi yang tertinggi dicapai karena keduanya sensible dan panas laten evaporasi diperlukan.
Prinsip dari pompa kalor, sama dengan yang terlibat dalam siklus pendinginan, telah dikenal selama lebih dari 100 tahun. Dalam tiga dekade terakhir, aplikasi pompa kalor telah dibatasi hanya oleh kondisi ekonomi [2]. Perlu dicatat bahwa melawan keunggulan ini, menggunakan energi listrik yang umumnya lebih mahal daripada bentuk-bentuk dari energi lain dan munculnya krisis energi pada awal tahun 1970 menyebabkan beberapa kekhawatiran terkait untuk menemukan sumber energi alternatif untuk pembangkit listrik dalam bidang industri, oleh karena itu, penerapan pompa kalor pengeringan terbatas.
Siklus refrigerasi tradisional digerakkan oleh listrik atau panas, yang sangat meningkatkan konsumsi listrik dan energi fosil. The International Institute of Refrigeration di Paris (IIF / IIR) memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh listrik diproduksi di seluruh dunia digunakan untuk pendinginan dan AC proses dari berbagai jenis, dan konsumsi energi untuk sistem pendingin udara baru-baru ini diperkirakan 45% dari seluruh rumah tangga dan bangunan komersial. Selain itu, konsumsi beban puncak listrik selama musim panas sedang ditegakkan kembali oleh penyebaran peralatan AC [4-6].
pada proses industri dengan suhu rendah dan sedang (maksimum 100 0C). Aplikasi utama mengering pulp dan kertas, berbagai produk makanan, kayu dan potongan kayu. Karena pengeringan dijalankan dalam sistem tertutup, bau dari pengeringan produk makanan, dll berkurang [10].
2.2. Heat Pump
Pompa kalor adalah pendingin (refrigerators) yang meningkatkan energi yang didapat dengan mendinginkan dari energi bersuhu rendah ke tingkat suhu yang lebih tinggi dengan bantuan eksternal (pendorong) energi dan dikirim dari kompresor ke refrigeran [11- 13]. Pompa kalor merujuk pada fakta bahwa baik pendinginan dan kinerja pemanasan pada refrigerator yang digunakan [17].
2.2.1 Dasar dari Pompa Kalor
Gambar 2.1.Diagram siklus dasar pompa kalor dengan media udara
2.2.2 Refrigerants
menemukan alternatif refrigeran murni. Ada sejumlah besar refrigeran alternatif di pasar.
Tabel 2.1 mencantumkan beberapa alternatif ini [23].Dalam ASHRAE Standard 34 [24], refrigeran diklasifikasikan sesuai dengan bahaya yang terlibat dalam penggunaannya. Klasifikasi toksisitas dan mudah terbakar menghasilkan enam kelompok keamanan (A1, A2, A3, B1, B2, dan B3) untuk pendingin. Kelompok A1 pendingin yang paling tidak berbahaya, Grup B3 yang paling berbahaya.
Tabel 2.1 Beberapa Refrigeran Alternatif
2.2.3 Aplikasi Pompa Kalor
Ada beberapa aplikasi pemanasan dan pendinginan yang tidak bisa mendapatkan keuntungan dari teknologi pompa kalor dan dengan demikian memberikan efisiensi energi yang signifikan.
Pompa kalor juga bisa untuk mengklaim panas gratis atau limbah dari sejumlah tempat seperti: udara ambien, air tanah, tanah itu sendiri, aplikasi komersial di mana panas yang tidak diinginkan akan dibuang.
2.3 Pengering Pompa Kalor
Ada berbagai cara untuk pengeringan bahan basah dan seringkali diperlukan untuk membandingkan efisiensi dari metode yang berbeda. Parameter yang mudah digunakan adalah 'efektivitas' yang mengacu pada jumlah air yang diambil per masukan satuan energi, dinyatakan dalam kg H2O kW h-1 [26]. Metode pengeringan yang paling sederhana adalah untuk meniup udara panas di atas bahan lembab dan untuk membuang udara lembab ke atmosfer [27,28]. Peningkatan dapat dilakukan dengan cara menghitung ulang sebagian dari udara tetapi jumlah peningkatan dibatasi dan itu adalah dengan mengorbankan peningkatan waktu pengeringan.
Salah satu cara yang paling efisien serta dapat dikendalikan untuk mengeringkan bahan basah adalah dengan menggunakan pengeringan pompa kalor. Selama bertahun-tahun pompa kalor telah dikenal sebagai metode yang efisien energi. untuk pengeringan adalah perbedaan panas panas yang dihasilkan oleh kondensor dan panas dingin evaporator akan menggunakan secara bersamaan selama operasi. Panas dari kondensor akan diproduksi panas dan akan digunakan untuk memanaskan material dan panas dingin dari evaporator akan digunakan dalam proses (Gbr. 2.2).
Penerapan pompa kalor di bidang pertanian mulai dengan penggunaannya sebagai perangkat tambahan untuk pemanas. Penelitian dan pengembangan selanjutnya telah menghasilkan pengembangan proses pengeringan yang berjalan hanya dengan pompa kalor. Penggunaan komersial pengering pompa kalor yang terintegrasi telah dilaporkan di banyak bagian Eropa, Asia dan Australia di mana teknologi telah diterapkan terutama di sektor pengolahan makanan laut [29].
2.3.1 Klasifikasi Pompa Kalor
pompa air panas telah banyak digunakan dalam aplikasi pengeringan. Skema klasifikasi untuk pengering pompa kalor diberikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.2. Skema diagram pompa kalor
2.3.2 Ulasan mengenai Pompa Kalor-Pengering tambahan (Heat Pump-Assisted Dryer)
Kemampuan pompa kalor untuk mengkonversi panas laten kondensasi uap ke dalam panas sensibel dari aliran udara yang melewati kondensor membuat mereka menarik dalam aplikasi pengeringan terutama bila dikombinasikan dengan kemampuan untuk menghasilkan kondisi pengeringan yang terkendali dengan baik [30]. Untuk alasan ini pengering pompa kalor telah digunakan selama puluhan tahun di pembakaran kayu untuk mengurangi kelembapan udara dan meningkatkan kualitas kayu [31].
a. Sistem pengering Pompa Kalor dengan media Udara
Mengikuti tren secara umum untuk meningkatkan kualitas produk dan mengurangi konsumsi energi, banyak peneliti telah mengakui fitur khusus pompa kalor, yang telah menghasilkan pertumbuhan yang cepat dari kedua teori dan penelitian tentang pengeringan pompa kalor dengan media udara (Tabel 2.2) diterapkan.
Keuntungan utama dan keterbatasan pengering pompa kalor adalah sebagai berikut [66]:Keuntungan:
• Efisiensi energi yang lebih tinggi dengan profil temperatur terkontrol untuk memenuhi persyaratan produk.
• Kualitas produk yang lebih baik dengan profil temperatur terkontrol untuk memenuhi persyaratan produk
• Beragam pengeringan kondisi biasanya dari -200C sampai 100 0C (dengan pemanasan tambahan) layak.
• Output Produk yang konsiten
• Cocok untuk produk bernilai tinggi dan bernilai rendah. • Memungkinkan pengolahan Aseptik.
• Fitur lain dari pengering pompa kalor adalah sifat konsumsi energi yang rendah [67,68].
• Studi awal menemukan bahwa kualitas warna dan aroma produk pertanian kering dengan menggunakan pompa kalor lebih baik dari produk mereka yang menggunakan pengering udara panas konvensional [38,41,43,53].
• Pemanas tambahan mungkin diperlukan untuk pengeringan bersuhu tinggi karena tingkat tekanan kritis beberapa refrigeran.
• Biaya modal awal mungkin tinggi karena banyak komponen pendingin. Sistem Membutuhkan waktu steady state untuk mencapai kondisi pengeringan yang diinginkan.
• Diperlukan perawatan secara berkala untuk komponen. • Kebocoran refrigeran ke lingkungan dapat terjadi jika ada
keretakan pada pipa karena sistem bertekanan. b. Sistem Pompa Kalor Dengan Cairan Kimia
Pompa kalor kimia (CHP) adalah sistem manajemen energi panas yang memiliki beberapa kegunaan memungkinkan sejumlah fungsi simultan dan tidak memerlukan masukan energi mekanik. Penggunaan ini termasuk penyimpanan panas energi, pompa kalor, meningkatkan kualitas panas dan pendinginan [69,70]. Di antara proses industri, unit usaha tertentu seperti pengeringan, distilasi, penguapan dan kondensasi berurusan dengan sejumlah besar perubahan entalpi dimana CHP dapat secara efektif dimanfaatkan [71]. Dalam beberapa tahun terakhir beberapa penelitian telah dilakukan dalam menggunakan panas kimia sistem pompa pengeringan.
pengering pompa kalor kimia (CHPD). Potensi komersial CHPDs dibahas [72].
Hasil dari studi eksperimental dari pompa kalor kimia (CHP) dibantu pengering konvektif (Gbr. 4) menunjukkan bahwa hal itu dapat digunakan untuk produksi air panas untuk bets pengeringan menggunakan suhu udara ambien pada tahap pelepasan kalor. Unit CHP dapat dioperasikan untuk meningkatkan tingkat suhu dan juga untuk mengurangi kelembapan udara, yang merupakan fitur yang sangat menarik untuk pengeringan. Hasil disajikan untuk reaktor silinder tunggal untuk mempelajari efek dari kondisi pertukaran panas pada produksi udara panas. Hasil menunjukkan bahwa produksi udara panas ditingkatkan dengan memperbesar alat penukar kalor, meningkatkan kecepatan transfer kalor dengan menggunakan jala stainless dan meningkatkan laju aliran udara [73].
Gambar 2.4 Type standart dari Pompa kalor kimia
c. Pengering Pompa Kalor bersumber dari Bumi (Geothermal) Sebuah pompa kalor yang bersumber dari dalam tanah (Bumi) (GSHP) mengubah energi bumi menjadi energi yang berguna untuk panas dan dingin. Ini menyediakan panas suhu rendah dengan mengekstraksi dari tanah atau reservoar air. Ini sebenarnya dapat menghasilkan lebih banyak energi daripada yang digunakannya, karena memperoleh energi bebas tambahan dari tanah [75]. Ada berbagai penelitian pada pompa kalor sistem geothermal (GSHP) [76-96], sedangkan, beberapa studi telah dilakukan mengenai pemanfaatan jenis pompa kalor untuk aplikasi pengeringan.
GSHP menyerap panas dari tanah dan menggunakannya untuk kalor fluida kerja. GSHPs merupakan alternatif yang efisien untuk metode konvensional rumah pendingin karena mereka menggunakan tanah sebagai sumber energi atau tenggelam daripada menggunakan udara ambien. Tanah adalah media pertukaran panas termal lebih stabil daripada udara, pada dasarnya tidak terbatas dan selalu tersedia. Para GSHPs bertukar kalor dengan tanah, dan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi bahkan di iklim dingin [97].
2.4 Komoditas Hortikultura dan Pasca Panen Cabai
Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran atau produksi, survei Ditjen Hortikultura pada tahun 2008 menyatakan luas wilayah Indonesia memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayur-sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias.
Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditas Cabai Merah, terutama Cabai Merah besar dan Cabai Merah keriting. Beberapa alasan penting pengembangan komoditas Cabai Merah adalah :
a. Komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity). b. Komoditas unggulan nasional dan daerah.
c. Menduduki posisi penting dalam menu pangan.
d. Mempunyai manfaat yang cukup beragam dan bahan baku industri.
e. Memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional, pasar modern (supermarket),maupun untuk industri pengolahan.
Gambar 2.5 Struktur Kimia Capsaicin (8-metil-N-vanilil-6 nonenamida)
Cabai rawit Paprika Cabai merah besar
Cabai kriting Pimento Bhut Jolokia
Red savina papper Habanero Papper Thai Papper
Gambar 2.6 Berbagai Jenis Cabai
Tabel 2.3 Kualitas Cabai Merah Besar Segar Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4480-1998)
Sumber: Departemen Pertanian, Standar Mutu Indonesia SNI 01-4480-1998
2.5 Konsep Dasar Pengeringan Bahan Pertanian Cabai Merah
Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung, yaitu penjemuran di bawah sinar matahari. Sementara pengering buatan adalah pemanfaatan panas dari suatu media tanpa bergantung dari sinar matahari.
sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan [105].
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringan adalah memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal sebelum pengeringan. Sehingga akan menghambat ruang [106].
Pengeringan produk atau hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara serta kadar air. Ukuran bahan juga mempengaruhi cepat lambatnya pengeringan. Selain itu jenis alat pengering juga mempengaruhi proses pengeringan [107].
Kelembaban udara (RH) juga mempengaruhi proses pengeringan. Kelembaban udara berbandingan lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara maka proses pengeringan (waktu pengeringan) akan berlangsung lebih lama. Apabila bahan pangan dikeringkan dengan udara sebagai media pengering, maka semakin panas udara tersebut semakin cepat pengeringan. Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding terbalik dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat [105].
Tabel 2.4 Tabel Standart Mutu Cabai Kering berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3389-1994)
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
Mutu I Mutu II
1 Bau dan Rasa ~ Khas Khas
2 Berjamur dan Berserangga % Tidak Ada Maks 3
3 Exctera Mg/kg Maks 2 Maks 3
4 Kadar Air % 11 11
5 Benda Asing % 1 3
6 Buah Cacat % 5 5
Sumber: Departemen Pertanian, Standar Mutu Nasional SNI 01-3389-1994
Bila bahan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau dibelah maka proses pengeringan akan berlangsung dengan lebih cepat. Hal ini dikarenakan pembelahan atau pemotongan memperluas permukaan bahan sehingga akan lebih banyak permukaan bahan yang berhubungan dengan udara panas dan mengurangi jarak gerak panas untuk sampai ke bahan yang dikeringkan [109].
2.5.1 Kadar Air
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan [107].
Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
� = ��−��
�� � 100% =
��
�� � 100%...(2.1)
Dimana:
M = Kadar air basis basah (%bb) Wm = Berat air dalam bahan (g) Wd = Berat bahan kering (g) Wt = Berat total (g)
Kadar air basis kering (b,k) adalah perbandingan antara berat air yang aada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
� = �� −���� �100%...(2.2)
Dimana:
M = Kadar air basis kering (%bk) Wm = Berat akhir sampel+air (g) Wd = Berat bahan kering (g) Wt = Berat total (g)
Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak seluruhnya diuapkan meskipun demikian hasil yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering [10].
2.5.2 Defenisi Vitamin C
askrobat). Bila asam dehidro askrobat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketuglukonat yang tidak aktif secara biologis. Manusia lebih banyak menggunakan asam askrobat dalam bentuk L; bentuk D asam askrobat hanya dimetabolisme dalam jumlah sedikit. D asam askrobat banyak digunakan sebagai bahan pengawet (daging). Manusia tidak dapat mensintesis asam askrobat dalam tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa menjadi asam askrobat, sehingga harus disuplai dari makanan.
2.5.3 Metode Penetapan Kadar Vitamin C
1. Metode Fisika
a. Metode Spektroskopis
Metode ini berdasarkan apda kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air menyerap ultraviolet dengan panjang maksimum 265 mm.
b. Metode Polarografik
Metode ini berdasarkan pada potensial okksidasi asam askorbat dalam larutan asam atau pangan yang bersifat asam.
2. Metode Kimia
Metode kimmia merupakan metode yang paling banyak dan paling sering digunakan. Sebagian bessar metode didasarkan pada kemampuan daya reduksi yang kuat dari vitamin C.
Macam-macam penetapan metode kimmia antara lain: a. Titrasi dengan Iodimetri
Iodimetri akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang leih kecil dibandingkan iodium dimana hal ini potensial reduksi iodium +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
Vitamin C dapat direduksi oleh metylen blue dengan bantuan cahaya menjadi senyawa leuco (leuco-metylen blue). Reaksi ini sering digunakan untuk menentukan vitamin C secara kuantitatif. c. Titrasi dengan 2,6-dikhlorofenol indofenol
Metode ini adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan vitamin C dalam bahan pangan. Disamping mengoksidasi vitamin C, pereaksi indofenol juga mengoksidasi senyawa lain, misalnya senyawa-senyawa sulfidhril, thiosianat, senyawa-senyawa piridium,bentuk tereduksi dari turunan asam nikosianat dan riboflavin. Dalam larutan vitamin C, terdapat juga bentuk dehidro asam askrobat yang harus diubah menjadi asam askrobat.
2.6 Jenis – Jenis Pengeringan Bahan Pertanian
Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa pengering konvensional dibagi atas 8 bagian[110], yaitu :
a. Baki atau wadah
Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang langsung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.
b. Rotary
c. Flash
Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan. Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone. d. Spray
Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspense menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi sus bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone.
e. Fluidezed Bed
Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.
f. Vacum
g. Membekukan
Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya.
h. Batch dryer
Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.
Pada bagian tugas sarjana ini akan dilakukan simulasi pada pengeringan tipe Baki (wadah) dengan menggunakan udara panas yang berasal dari kondensor air conditioner (AC).
2.7. Alat Pengering Sistem Pompa Kalor untuk Bahan Pertanian
Prinsip kerja pengering bahan pertanian sistem pompa kalor diilustrasikan seperti gambar 2.6 pompa kalor memberikan panas dengan mengekstraksi energi dari udara sekitar. Panas kering udara diproses memasuki ruang pengering dan berinteraksi dengan bahan pertanian.
Udara lembab yang hangat dari ruang pengering digunakan kembali untuk menaikkan temperatur udara yang keluar dari evaporator di dalam alat penukar kalor yang nantinya akan dialirkan ke kondensor dan kembali ke ruang pengering.
Keterangan gambar:
1. Alat pengering pompa kalor 2. Udara panas dari kondensor
3. Udara panas memenuhi ruang pengering 4. Udara lingkungan diserap evaporator
5. Udara dari ruang pengering dan evaporator di kondisikan dalam alat penukar kalor
Melalui skema siklus refrigerasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh kondensor dimanfaatkan untuk mengeringkan bahan pertanian. Udara panas dari kondensor dialirkan ke ruang pengering, selanjutnya udara hasil pengeringan menjadi lembab (basah). Udara dari ruang pengeringan kemudian dialirkan ke alat penukar kalor untuk menaikkan udara dingin yang keluar dari evaporator, udara tersebut selanjutnya akan menuju kondensor. Demikian seterusnya siklus udara pengering tersebut bersirkulasi. Skema dari pengering bahan pertanian ini terlihat pada gambar 2.7.