TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Jalar Oranye (Ipomea batatas L.)
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) memiliki banyak sebutan di Indonesia seperti mantang di Banjar Kalimantan, ketela rambat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak hanya Indonesia, ubi jalar juga memiliki nama yang berbeda di berbagai negara, seperti Spanyol dan Philipina dikenal dengan nama camote, shaharkuand di India, kara-imo di Jepang, anamo di Nigeria, getica di Brazil, apichu di Peru, dan ubitora di Malaysia (Koswara, 2009b).
Gambar 1. Ubi jalar oranye
Adapun klasifikasi tanaman ubi jalar berdasarkan Juanda dan Cahyono (2000) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L. Sin batatas edulis choisy.
pertumbuhannnya, suhu optimal berkisar 24-25 oC dengan curah hujan baik kisaran 750-1250 mm (Koswara, 2009b). Umur panen ubi jalar relatif pendek, yaitu 4-5 bulan dengan produktivitas 10-30 ton/ha. Umumnya dalam satu tahun ubi jalar dapat ditanam hingga dua kali. Semakin lama umur penyimpanan ubi jalar akan membuat semakin manis rasanya (Widowati, 2009).
Secara umum ubi jalar terbagi dalam dua golongan, antara lain ubi jalar yang berumbi keras karena kadar patinya yang tinggi dan ubi jalar berumbi lunak karena banyak mengandung air. Warna daging ubi jalar bermacam-macam, ada yang berwarna putih, kuning, jingga atau oranye, dan ungu (Koswara, 2009b). Kulit umbi dari ubi jalar ada dua jenis, yaitu tebal dan tipis. Begitu juga dengan kandungan getahnya, terdapat jenis yang bergetah banyak dan sedang atau sedikit. Secara umum bentuk umbi dapat dibedakan seperti bentuk bulat dan lonjong dengan bagian permukaannya rata atau tidak rata (Winarno dan Laksmi, 1973). Secara umum kandungan proksimat ubi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan proksimat ubi jalar oranye
No Komposisi Gizi Jumlah
Pantastico (1986) menyatakan bahwa ubi jalar kuning memiliki warna daging jingga atau oranye dengan bentuk cenderung lonjong dengan permukaan
kulit tidak rata, lunak dan kandungan vitamin A dan C tinggi. β-karoten
β-karoten yang tinggi, seperti pada ubi jalar putih mengandung β-karoten
260 µg/100 g, ubi jalar berwarna kuning mengandung 2.900 µg/100 g, dan ubi jalar oranye berwarna jingga mengandung 9.900 µg/100 g. Semakin pekat warna
jingga pada ubi, semakin tinggi pula β-karoten yang terkandung di dalamnya.
Adanya ikatan rangkap pada struktur kimia β-karoten menyebabkan β-karoten
tidak stabil terhadap reaksi oksidasi ketika terkena udara, cahaya, dan panas
(Tungriani, dkk., 2012). Struktur kimia β-karoten dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur β-karoten (Mac Dougall, 2002)
Tepung Ubi Jalar
Secara umum tepung terbuat dari padi-padian dan umbi-umbian yang dihasilkan melalui beberapa tahapan hingga menjadi tepung kering. Tepung jika diamati di mikroskop akan tampak seperti zat berbentuk butir-butir granula. Tepung memiliki sifat tidak larut dalam air, sehingga akan mengendap jika bercampur dengan air, tetapi jika dipanaskan sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan lalu mulai mengental pada suhu 64-72 oC. Ini dinamakan proses gelatinisasi (Tarwotjo, 1998).
dapat dihasilkan melalui proses pengolahan yang tepat. Jika kurang tepat akan menurunkan mutu warna tepung menjadi berwarna kecoklatan. Umumnya tepung umbi memiliki indeks glikemik rendah dengan pati resistennya yang tinggi sehingga mampu mencegah timbulnya penyakit degeneratif (Widowati, 2009). Warna tepung ubi jalar akan semakin gelap seiring dengan makin tingginya kandungan abu dan juga akan cepat mengalami kerusakan jika kandungan lemaknya tinggi (Zuraida dan Supriati, 2001). Standar mutu tepung ubi jalar dan komposisi kimia tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Standar mutu tepung ubi jalar
Kriteria Tepung ubi jalar
Tabel 3. Komposisi kimia tepung ubi jalar oranye
Komponen Jumlah
Pati
Pati adalah bentuk homopolimer dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri
dari amilosa (senyawa berantai lurus) dan amilopektin (senyawa bercabang).
Unit-unit glukosa pada amilosa liner yang dihubungkan melalui ikatan
α-1,4-glukosidik dengan jumlah unit glukosa antara ratusan sampai ribuan unit.
Struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 3. Sedangkan unit-unit glukosa pada
amilopektin bercabang karena adanya ikatan α-1,6 pada titik tertentu. Struktur
amilopektin dapat dilihat pada Gambar 4. Percabangannya relatif pendek karena hanya 20-30 unit glukosa. Pati sering dijumpai dalam umbi-umbian, biji-bijian, kentang, dan kacang-kacangan (Muchtadi, dkk., 1993).
Gambar 3. Struktur amilosa (Eliasson, 2004)
Gambar 4. Struktur amilopektin (Eliasson, 2004)
Umumnya pati umbi dan batang mengandung material antara lebih sedikit daripada pati biji.
Metode fisika dalam proses modifikasi pati, seperti perlakuan pemanasan atau perlakuan suhu dapat mengakibatkan permukaan granula pati terbuka sehingga menyebabkan daya penetrasi lebih cepat dan pori-pori lebih besar. Dengan adanya modifikasi pada ubi jalar oranye dapat mempengaruhi sifat tahan panas yang dapat diminimalkan dan agar viskositas serta gelatinisasinya lebih baik. Pati termodifikasi bersifat tidak larut air dingin. Kemampuan molekul pati dalam mengikat molekul air melalui pembentukan ikatan hidrogen berpengaruh terhadap swelling power (Retnaningtyas dan Putri, 2014).
Sodium Metabisulfit
Natrium metabisulfit atau sodium metabisulfit (Na2S2O5) secara fisik
berbentuk serbuk berwarna putih yang mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol, memiliki bau khas seperti sulfur dioksida dan mempunyai rasa asam atau asin, dan lebih stabil daripada natrium bisulfit (Desrosier, 1988). Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit, dan
Gambar 5. Sodium metabisulfit (Praja, 2015)
Menurut Lindsay (1996) dalam Erawati (2006) penggunaan metabisulfit juga dapat dilakukan dengan cara disemprot atau direndam. Perlakuan ini akan memberi kontrol yang efektif terhadap enzim pencoklatan yang dapat mengkatalis proses oksidasi senyawa fenolik, seperti polifenol oksidase.
Salah satu komoditas yang mudah mengalami reaksi pencoklatan setelah dikupas adalah ubi jalar. Terbentuknya reaksi pencoklatan diakibatkan karena reaksi oksidasi dengan udara karena pengaruh enzim pencoklatan yang terdapat dalam bahan pangan. Pencoklatan enzimatis adalah reaksi antara oksigen dan senyawa fenol yang dikatalis oleh polifenol oksidase. Untuk menghindarinya, setelah buah dikupas dan diiris hendaknya direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0,3 % selama lebih kurang satu jam (Widowati, 2009). Reaksi pencoklatan dapat dicegah dengan penambahan sulfit sebelum bahan dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gas SO2 (sulfur dioksida) dapat diberikan dalam bentuk sulfit, bisulfit,
atau metabisulfit, selain bersifat sebagai zat pemucat sulfit juga dapat mengurangi jumlah mikroba, menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan browning enzimatik, mencegah reaksi browning nonenzimatik, serta bekerja sebagai agen pereduksi (Winarno, 1993). Konsentrasi sodium metabisulfit yang semakin tinggi akan membuat kandungan abu dalam tepung menjadi semakin meningkat karena dalam sodium metabisulfit terdapat mineral Na dan S. Suhu pengeringan yang rendah akan menghasilkan lebih sedikit kandungan abu pada bahan yang mengalami penguraian (Kusumawati, dkk., 2012).
Pengeringan
Pengeringan merupakan proses berkurangnya kandungan air dari suatu bahan hingga pada batas tertentu yang bertujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Beberapa keuntungan produk yang diolah dengan proses pengeringan adalah masa simpannya lebih panjang, praktis karena volumenya lebih kecil, mudah dalam penyimpanan dan pengangkutan. Semakin tinggi suhu pengeringan berbanding terbalik dengan kadar patinya yang semakin rendah, hal ini dikarenakan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan rusaknya molekul pati pada saat pengeringan (Lidiasari, dkk., 2006).
β-karoten yang terdapat di dalamnya. Menurut Bengtson, dkk., (2008) dalam
Oloo, dkk., (2014) pengolahan tepung ubi jalar dapat menurunkan kandungan
β-karoten hingga 25 % jika proses dilakukan dengan cara pengukusan,
pengeringan, dan penggorengan.
Proses pengeringan memberikan pengaruh perubahan sifat fisis dan kimia terhadap pigmen warna dalam pangan. Bahan pangan segar biasanya berwarna lebih terang dibandingkan setelah melalui proses pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan maka semakin banyak pula zat warna yang akan berubah. Pigmen warna karotenoid akan mengalami perubahan selama proses pengeringan. Tidak hanya zat warna, vitamin-vitamin seperti vitamin C dapat hilang selama proses pengeringan karena sangat peka terhadap panas dan oksidasi (Desrosier, 1988).
Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian Pangastuti, dkk. (2013) menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan perendaman 24 jam dan perebusan 90 menit dapat meningkatan kadar air, namun menurunkan kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan jika dilakukan pengupasan kulit dengan adanya perlakuan pendahuluan maka dapat menurunkan kadar air dan kadar lemak pada tepung kacang merah. Pengupasan kacang merah dapat meningkatkan kecerahan, derajat putih sekaligus menurunkan densitas kamba dan padat.
askorbat pada tepung yang mengalami perlakuan tidak dikupas menunjukkan retensi lebih tinggi terhadap asam askorbat. Ada tidaknya pengupasan dan pemberian sulfit dapat bertindak sebagai perisai terhadap panas dan oksidasi. Perlakuan pemberian sulfit memberikan efek terhadap kualitas karakteristik tepung ubi jalar dibandingkan yang tidak diberi perlakuan, sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dari segi warna, rasa, tingkat kemanisan, dan nutrisinya.
Menurut Akaerue dan Onwuka (2010) dalam Pangastuti, dkk. (2013) menunjukkan hasil penelitian bahwa tepung yang diproses tanpa pengupasan kulit lebih cepat basah atau lebih cepat menyerap air dibandingkan tepung yang diproses dengan adanya pengupasan kulit pada tepung kacang hijau. Hasil penelitian menurut Adepoju dan Adejumo (2015) menunjukkan bahwa adanya kulit pada ubi jalar dapat membantu mempertahankan nilai protein, karbohidrat, tetapi menurunkan kandungan lemak di ubi jalar rebus.