Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun
dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan – hambatan. Dari hasil penelitian diketahui alasan dikemukakan oleh wanita yang
menggunakan kontrasepsi, alasan yang cukup menonjol adalah karena masalah
kesehatan yang di timbulkan dari efek samping ber- KB, karena masalah agama
dan sosial budaya juga karena alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial
ekonomi (BKKBN, 2010)
Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang
digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilah, serta menghentikan
kesuburan yang digunakan dengan jangka panjang meliputi IUD, implant, dan
kontrasepsi mantap.
Metode kontrasepsi jangka panjang adalah kontrasepsi yang dapat dipakai
dalam jangka waktu lama lebih dari dua tahun, efektif dan efisien untuk tujuan
pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan
pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metoda yang termasuk
dalam kelompok ini adalah metoda kontrasepsi mantap (pria dan wanita), dikenal
dengan Long Acting Contraceptive System(LACS) adalah metoda kontrasepsi
yang penggunannya tidak setiap hari (seperti pil) atau tidak di gunakan setiap
melakukan senggama (seperti kondom), dengan demikian suntikan KB dalam hal
ini di golongkan sebagai MKJP. Long Acting Contraceotive Systen
Pelayanan KB yang berkualitas belum sepenuhnya menjangkau seluruh
wilayah nusantara. Pada saat sekarang ini paradigma program KB telah
mempunyai visi dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan
keluarga berencana yang berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas
adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memilih jumlah anak yang
ideal. berwawasan ke depan, bertanggung jawab dan harmonis. Visi tersebut
dijabarkan dalam 6 visi yaitu memberdayakan masyarakat, menggalang
kemitraan, dalam peningkatan kesejahtera-an, kemandirian dan ketahanan
keluarga. Meningkatkan kegiatan khusus kualitas KB dan kesehatan reproduksi,
meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi
dan meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender melalui program KB serta mempersiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas sejak pembuahan dan kandungan sampai pada usia
lanjut. Salah satu alat kontrasepsi yang digalakkan pemerintah untuk metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah implant (Hartanto, 2010)
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, penduduk Sumatera Utara
berjumlah 12,98 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata rata 1,1% setiap
tahunnya. Persoalan kependudukan yang di hadapi Sumatera Utara dalam satu
decade terakhir adalah masih tingginya angka kelahiran total yakni sebesar
3,8/1000 wanita usia subur, penduduk miskin sebesar 11,31% atau 1,41 juta jiwa,
angka pengangguran terbuka sebesar 7,43%. Sementara angka kematian bayi
berdasarkan riset kesehatan dasar 2010 adalah sebesar 22 per 1000 kelahiran,
adalah tantangan program keluarga berencana untuk segera dipercepat di semua
wilayah dan lini lapangan ( BKKBN Sumut, 2011).
Data WHO menunjukkan bahwa pengguna alat kontrasepsi implant di
seluruh dunia masih di bawah alat kontrasepsi suntik, pil, dan IUD, terutama di
negara-negara berkembang. Persentase pengguna alat kontrasepsi suntik yaitu
35,3%, pil yaitu 30,5%, IUD yaitu 15,2% sedangkan implant di bawah 10% yaitu
7,3%, dan alat kontrasepsi lainnya sebesar 11,7% (Safrina, 2012)
Tingkat kesejahteraan juga dapat ditentukan terhadap seberapa jauh
gerakan keluarga berencana dapat dilakukan dan diterima oleh masyarakat. Salah
satu bagian dari program KB nasional adalah KB implant. Kontrasepsi untuk
kebutuhan KB yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pemasangan norplant
(susuk KB), sederhana dan dapat diajarkan, tetapi masalah mencabut susuk KB
memerlukan perhatian karena sulit dicari metode yang mudah dan aman
(Manuaba, 2010).
Meskipun program KB Implant dinyatakan cukup berhasil di Indonesia,
namun dalam pelaksanaannya hingga saat ini juga masih mengalami
hambatan-hambatan yang dirasakan antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur
(PUS) yang masih belum menjadi peserta KB. Disinyalir ada beberapa faktor
penyebab mengapa wanita PUS enggan menggunakan alat maupun kontrasepsi.
Faktor-faktor tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu: segi pelayanan KB,
segi kesediaan alat kontrasepsi, segi penyampaian konseling maupun Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) dan hambatan budaya. Dari hasil SDKI (2010) diketahui
banyak alasan yang dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan
banyak disebut adalah berkaitan dengan alat/cara KB yaitu: masalah kesehatan,
takut efek samping, alasan karena pasangannya menolak dan alasan yang
berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya terlalu mahal.
Berdasarkan data dari SDKI 2012, angka pemakaian kontrasepsi
(contraceptive prevalence rate atau CPR) mengalami peningkatan dari 57,4%
pada tahun 1997 menjadi 60,3% pada tahun 2003. Pada tahun 2007 angka CPR
sebesar 61,4% dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 61,9%. Sementara angka
TFR (Total Fertily Rate) relative stagnan di angka 2,6 dari tahun 2003 sampai
2012.
Survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003 memperlihatkan proporsi peserta KB untuk semua tercatat sebesar 60,3%. Bila di
rinci lebih lanjut proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (27,8%) di
ikuti oleh pil (13,2%), IUD (6,2%) implant atau susuk KB (4,3%) sterilisasi
wanita (3,7%), Kondom (0,9%) sterilisasi pria (0,4%) (BKKBN, 2006)
Dalam pemilihan metode, penggunaan MKJP tercatat sebanyak 10,6% dan
penggunaan non MKJP sebanyak 47,3%. Data tersebut terus meningkat dari tahun
2007 sampai 2012. Terlihat bahwa rasio penggunaan non MKJP lebih besar di
bandingkan dengan pemakaian kontrasepsi MKJP (DEPKES RI, 2012)
Di propinsi Sumatera Utara, perkembangan pasangan usia subur yang aktif
sebagai peserta KB yang dilaporkan dari kabupaten/kota sampai akhir Desember
2012 mencapai 1.312.405 pasangan atau 65.19% dari 2.013.452 pasangan usia
subur yang ada di Sumatera Utara. Berdasarkan pemakaian metode/alat
kontrasepsi para pasangan usia subur yang masih aktif sebagai peserta KB terdiri
Suntikan mencapai 33,53%, menggunakan IUD mencapai 10,63%, dengan
metode medis operasi wanita (MOW) mencapai 8,34%, peserta Implant mencapai
7,41%, pemakaian Kondom mencapai 4,58% dan dengan metode medis operasi
pria (MOP) hanya 0,28% dari jumlah pasangan usia subur yang aktif sebagai
peserta KB (Wiratno, 2012)
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Josia Simamora,
mengemukakan bahwa faktor – faktor yang memengaruhi pemilihan kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Losung Kecamatan Padang
Sidempuan adalah pengetahuan, sikap, sarana dan pra sarana serta dukungan
suami.
Pada tahun 2014 tercatat dari seluruh peserta KB di Kecamatan Medan
Denai berjumlah 16.898jiwa , dengan jumlah PUS yang menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang sebanyak 4694 jiwa yaitu pemakaian IUD 2951 jiwa
(18,5%), MOW 649 jiwa (4,1%), Implant 1094 jiwa (6,8%).
Setiap metode kontrasepsi memiliki keunggulan dan kelemahan. Tidak ada
satupun metode yang sesuai untuk semua pemakai. Sebagian metode tidak
digunakan oleh kelompok tertentu karena adanya kontra indikasi.
Menurut Green dan Kreuter, determinan perilaku atau tindakan seseorang
dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, nilai
kepercayaan, budaya, dan sebagainya), faktor pendukung (tersedia atau tidaknya
fasilitas kesehatan), faktor pendorong (sikap, perilaku, keahlian dan dukungan
petugas).
Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti yang di peroleh langsung
mengatakan bahwa jumlah akseptor KB MKJP ini terus meningkat setiap
tahunnya, alasannya beliau mengatakan bahwa sekarang sudah sering
dilakukannya safari KB ke daerah daerah kecamatan yang menurut beliau sangat
efektif untuk mengajak para istri menggunakan kontrasepsi. Selain tidak terlalu
banyak biaya, juga mudah di jangkau. Kemudian peneliti juga melakukan
wawancara ke beberapa ibu – ibu yang sudah memakai alat kontrasepsi MKJP, ada yang mengatakan bahwa metode ini membuatnya nyaman karna tidak harus
setiap bulan suntik atau setiap hari minum pil.
Berdasarkan data yang telah di temukan di atas, maka peneliti
berkeinginan melakukan penelitian ini di Kecamatan Medan Denai. Peneliti ingin
meneliti faktor – faktor yang mempengaruhi istri dalam menggunakan alat kontrasepsi MKJP.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor predisposisi
(pengetahuan dan sikap), faktor enabling (sarana dan prasarana), faktor
reinforcing (peran petugas kesehatan dan dukungan pasangan) berpengaruh dalam
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap) yang
memengaruhi PUS dalam pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang
b. Untuk mengetahui faktor reinforcing (peran petugas kesehatan, dan
dukungan pasangan) yang memengaruhi PUS dalam pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Memberikan masukan bagi Kecamatan Medan Denai dalam membuat
kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan Keluarga Berencana dan
penggunaan alat kontrasepsi.
b. Sebagai masukan bagi Badan Kordinasi Keluarga Nasional dalam upaya
meningkatkan pelayanan alat kontrasepsi.
c. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan pengembangan
dan pengetahuan tentang faktor yang berpengaruh dalam pemakaian alat