• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KERANGKA KELEMBAGAAN DAN REGULASI KABUPATEN MINAHASA SELATAN - DOCRPIJM 5e3f945f10 BAB VIBAB 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 6 KERANGKA KELEMBAGAAN DAN REGULASI KABUPATEN MINAHASA SELATAN - DOCRPIJM 5e3f945f10 BAB VIBAB 6"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 6 KERANGKA KELEMBAGAAN DAN REGULASI

KABUPATEN MINAHASA SELATAN

(2)

i.

Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan

kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan Kabupaten Minahasa Selatan.

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Dalam UU

32/2004.

Disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu

Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat

daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya

urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi

perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan,

kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan,

jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan

kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani,

dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi

perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan.

PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang

menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan

pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.

PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat

dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi

“(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.

(3)

Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib

yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM sebagai salah satu

perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota.

3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah

Berdasarkan PP 41 tahun 2007.

Bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang.

Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas

ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri

dari 3 subbagian dan masing- masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/ Kota

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014. Dalam Buku II

Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan

ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan

penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan

aparaturnya.

Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk

memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan

standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi.

Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah,

seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem

ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien

(4)

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand

Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012

tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada

Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada

pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan

berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan

panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan,

penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.

Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai

sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi,

yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan

dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu

:

1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen

perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi

manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai

peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan

fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana,

pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi,

serta pembangunan dan pengembangan e-government;

5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen

pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan,

asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

(5)

7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan

Indikator Kinerja Utama (IKU);

8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja

masing- masing;

9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010 -2014 Cipta Karya

6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional.

Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses

pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua

instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah.

Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna Sumber:

Road Map Reformasi Birokrasi terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,

(6)

berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan

masing-masing.

Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai

menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Keciptakaryaan. Untuk itu perlu

diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan

prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang Cipta Karya.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar

Pelayanan Minimum.

Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang

menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang

ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari

beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke-PU-an, khususnya

untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM.

Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi

penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung

jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan

penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang

baik provinsi maupun kabupaten/kota.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis

Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah.

Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan

Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan

Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan.

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk

memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal

kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat

(7)

seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air

limbah.

10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan

Pegawai Berdasarkan Beban Kerja.

Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil Pedoman ini dimaksudkan

sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai

berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan

kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar

kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan

pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati melaksanakan dan

memfasilitasi penyediaan pelayanan di daerah.

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan

daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan

pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada

sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani

urusan pemerintah pada bidang/sub bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan

kinerja pelayanan kelembagaan.

ii. Kondisi Kelembagaan

Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan Pemerintah

Kabupaten Minahasa Selatan yang menangani bidang Cipta Karya.

Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya

Penataan dan penguatan organisasi merupakan Program ke-3 dari Sembilan Program Reformasi

Birokrasi. Keorganisasian yang dimaksud dalam pedoman ini adalah struktur, tugas, dan fungsi

pemerintah daerah yang menangani bidang Cipta Karya.

Untuk mengetahui kondisi dari keorganisasian bidang cipta karya, informasi yang perlu

disajikan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Daerah yang menjadi dasar penetapan Struktur Organisasi Pemerintah

Kabupaten Minahasa Selatan.

2. Gambaran struktur organisasi Pemerintah Kab. Minahasa Selatan saat ini.

3. Gambaran struktur organisasi instansi yang menangani urusan bidang Cipta Karya saat ini.

4. Penjelasan tentang tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya dalam Struktur

(8)

Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana merupakan salah satu

prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu

dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan

menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan

tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja.

Secara internal, keorganisasian urusan pemerintah bidang keciptakaryaan, perlu

mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam

melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing- masing bidang/seksi.

Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi

di dalam keorganisasian urusan keciptakaryaan, maupun untuk hubungan kerja lintas

dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan

secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah.

Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan

Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan, khususnya

menyangkut tupoksi dari masing- masing instansi pemerintah bidang keciptakaryaan.

Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi

dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional

Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai

dalam melakukan tugasnya.

Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur

merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan

tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan kondisi SDM di

keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya, yang dapat dilakukan dengan

(9)

6.2. Kerangka Regulasi

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya mengacu pada Undang-Undang yang

berlaku. Adapun amanat perundangan yang terkait dengan keciptakaryaan antara lain:

 Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional

 Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, maka

pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi

diarahkan pada: (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam

penyediaan air minum dan sanitasi; (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum

dan sanitasi dasar bagi masyarakat; (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan

sanitasi yang kredibel dan profesional; dan (4) penyediaan sumber-sumber

pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

 Percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara

pemerintah dan dunia usaha; Pengembangan perumahan dan permukiman.

 Ketersediaan infrastruktur sesuai tata ruang; Terpenuhinya penyediaan air minum

untuk kebutuhan dasar pengembangan infrastruktur pedesaan mendukung pertanian;

Pemenuhan kebutuhan hunian didukung sistem pembiayaan jangka panjang;

Terwujudnya kota tanpa pemukiman kumuh.

 Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan

perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel sehingga

terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

 Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

 Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang

dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama lima

(5) tahun terhitung sejak diberlakukannya UU ini.

 Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga

dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya

pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran

(10)

sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan

pemrosesan akhir.

 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

 Peraturan ini mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,

pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian,

kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem

pembiayaan, dan peran masyarakat.

 Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

 Bangunan gedung harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan

gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan

lingkungannya. Sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara

dilakukan dengan prinsip-prinsip penghematan energi (amanat green building).

 Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan.

 Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia

merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

 Infrastruktur air minum, air limbah permukiman, persampahan, merupakan bagian

dari sistem jaringan prasarana yang mendukung sistem permukiman dan membentuk

struktur ruang kota.

 Peraturan ini mengamanatkan penyediaan ruang terbuka hijau

 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

 Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan Urusan Pemerintahan

yang wajib diselenggarakan seluruh Daerah dan bersifat Pelayanan Dasar untuk

memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Pemda telah diamanatkan untuk

memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan

Pelayanan Dasar sehingga mendapat perlakuan khusus dalam penyusunan

kelembagaan, perencanaan dan penganggaran di pusat dan di daerah.

 Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan

dengan Pelayanan Dasar berpedoman pada SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat, sekaligus mendukung indikator kinerja utama kementerian dan kinerjanya

(11)

 Dalam pembangunan bidang infrastruktur permukiman, Pemerintah Pusat memiliki

kewenangan untuk mengembangkan sistem permukiman secara nasional, lintas

provinsi, atau untuk kepentingan strategis nasional. Pembagian kewenangan antara

Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota ditunjukan pada tabel Berikut

(12)

Di samping Undang-Undang tersebut, Ditjen Cipta Karya dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya juga mengacu pada peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri PUPR. Adapun peraturan pelaksanaan bidang

Cipta Karya antara lain:

 PP No. 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG (Undang Undang

Bangunan Gedung);

 PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

 PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis

Sampah Rumah Tangga;

 PP No. 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan

Permukiman;

 PP No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air

 PP No. 122 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum;

 Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam

Penyediaan Infrastruktur, dengan perubahannya Perpres No. 13 Tahun 2010 dan Perpres

No. 56 Tahun 2011;

 Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;

 Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas

Rumah Kaca;

 Perpres No. 185 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi;

 Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(13)

 Perpres No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat;

 Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur;

 Permen PU No. 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP);

 Permen PU No. 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan;

 Permen PU No. 45/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan

Gedung Negara;

 Permen PU No. 16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP);

 Permen PU No. 24/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Perawatan

Bangunan Gedung;

 Permen PU No. 16/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala

Bangunan Gedung;

 Permen PU No. 18/PRT/M/2012 Tentang Pedoman Pembinaan Penyelenggaraan

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

 Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana

Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah

Tangga;

 Permen PU No. 13/PRT/M/2013 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

 Permen PU No. 1/PRT/M/2014 Tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan

Ruang;

 Permen PU No. 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan;

 Permen PU No. 25/PRT/M/2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan

Sistem Penyediaan Air Minum;

(14)

 Permen PUPR No. 03/PRT/M/2015 Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus

Bidang Infrastruktur;

 Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

 Permen PU No. 34/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana

Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

 Permendagri No. 57 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Perkotaan;

 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan

Kualitas Air minum

Meskipun perangkat peraturan perundangan yang dimiliki Ditjen Cipta Karya sudah cukup

lengkap, namun ke depan fungsi pengaturan perlu terus diperkuat. Dalam rangka mendukung

pencapaian sasaran pembanguan 2015-2019, perangkat peraturan yang perlu disusun antara lain:

 RUU Sanitasi

 RPP tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman

 RPP Rumah Negara

 RPP Penyelenggaraan Rumah Susun

 Raperpres tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Kawasan

Permukiman

 Raperpres Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung

 Raperpres Bangunan Gedung Negara

 Raperpres tentang Badan Peningkatan Sistem Penyediaan Air Minum

 Rapermen PUPR tentang Pedoman Pemberian Izin Penyelenggaraan Sistem Penyediaan

Air Minum oleh Badan Usaha dan Masyarakat untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri

 Rapermen PUPR tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Pengembangan SPAM

 Rapermen Pemberian Dukungan Pemerintah Daerah dalam Rangka Kerjasama BUMN/

BUMD dengan Badan Usaha

 Rapermen PUPR tentang POS Pengelolaan SPAM

(15)

 Rapermen PUPR tentang Pemberlakuan Standar Kompetansi Kerja Nasional Indonesia

 Rapermen PUPR tentang Penyelenggaraan SPAM

 Rapermen PUPR Tentang Sistem Pengelolaan Air Limbah

 Rapermen PUPR tentang Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Perumahan dan

Kawasan Permukiman

 Rapermen PU tentang Pedoman Teknis Pembangunan Infrastruktur Kawasan Perdesaan

 Rapermen PUPR tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan

Permukiman Kumuh

 Rapermen Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa

 Rapermen Pedoman Teknis Kemudahan pada Bangunan Gedung

 Rapermen PUPR tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman

 Rapermen PUPR tentang Tim Ahli Perumahan dan Kawasan Permukiman

 Rapermen PUPR tentang Pembangunan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Negara

 Rapermen PUPR tentang Pembangunan Infrastruktur Permukiman Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat

 Rapermen PUPR tentang Spesifikasi Teknis dan Biaya Peningkatan Kualitas

Permukiman Kumuh Perkotaan

 SE Direktur Jenderal Cipta Karya tentang Model Peraturan Daerah tentang Pencegahan

dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Kerangka regulasi ini diarahkan untuk memfasilitasi, mendorong dan/atau mengatur perilaku

masyarakat, termasuk swasta dan penyelenggara negara dalam mewujudkan permukiman layak

huni dan berkelanjutan. Kerangka regulasi ini disusun dengan mempertimbangkan regulasi yang

ada, untuk melengkapi kebutuhan regulasi yang belum diatur, maupun untuk perbaikan bilamana

(16)

Gambar

Tabel 6.1 Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

Referensi

Dokumen terkait

Struktur organisasi perangkat kerja daerah yang menangani kegaiatn bidang cipta karya sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.Tugas serta fungsi

Kelembagaan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Tabanan menyangkut 3 (tiga) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan 1 (satu) BUMD yakni : Badan Perencanaan Penelitian dan

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA TAHUN 2016 - 2020. Tabel 9.4 Matriks Analisis

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Uraian Serta Tata Kerja Perangkat daerah Bidang Cipta Karya dalam Struktur Organisasi Pemerintah Kota Payakumbuh.. Badan Perencanaan

 Semua jabatan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang terkait dengan bidang Cipta Karya telah terisi sehingga tidak ada

Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan

kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang Cipta Karya?. Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan

perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang