• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Hidup Pasien Asma di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kualitas Hidup Pasien Asma di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pharmascience, Vol 1, No. 2, Oktober 2014, hal: 27 - 37 ISSN : 2355 – 5386

Research Article

Analisis Kualitas Hidup Pasien Asma

di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)

*Chynthia Pradiftha Sari, Saepudin, Suci Hanifah Prodi Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

*Email: chynthiaFarm@yahoo.com

Abstrak

Pengobatan yang diperoleh pasien asma tidak selamanya dapat memulihkan kondisi asma yang dialami. Biaya pengobatan yang dapat dikatakan tidak murah menyebabkan tidak semua pasien asma dapat menjangkau biaya pengobatan, sehingga pasien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas serta meningkatnya frekuensi kekambuhan yang akan mempengaruhi kualitas hidup pasien asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien asma dan pengaruh terapi yang digunakan terhadap kualitas hidup pasien di BP4 unit Minggiran Yogyakarta. Sampel penelitian ini adalah pasien dewasa dengan diagnosa asma tanpa penyakit penyerta. Metode penelitian ini menggunakan metode cross sectional yang bersifat observatif, dari hasil wawancara serta pengisian Asthma Quality of Life Quessioner (AQLQ). Analisis data meliputi data kualitas hidup, terapi obat yang digunakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien asma. Hasil analisis kualitas hidup diolah dalam bentuk persentase dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil penelitian pada pasien dewasa di BP4 unit Minggiran Yogyakarta menunjukkan, sekitar 82,2% pasien memiliki kualitas hidup baik dan 17,8% pasien dengan kualitas hidup kurang baik. Berdasarkan hasil uji chi-square terapi antiasma yang digunakan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien asma.

Kata kunci: asma, kualitas hidup, chi-square, BP4 unit Minggiran Yogyakarta

Abstract

Obtained treatment of asthma patients are not always able to restore the condition of asthma is experienced. The cost of treatment that can be said is not cheap cause not all asthma patients can reach medical expenses, so that patients have limitations in activity and an increase in the frequency of recurrence that will affect the quality of life of asthma patients. This study aims to describe the quality of life of asthma patients and the effect of therapy that is used for quality of life patients asthma in BP4 unit Minggiran Yogyakarta. Samples were adult patients with a diagnosis of asthma without concomitant diseases. This research method using cross sectional observational, from interviews as well as charging the Asthma Quality of Life Quessioner (AQLQ). Data analysis included the data quality of life, therapeutic drugs used and the factors that affect the quality of life of asthma patients. The results of the analysis of the quality of life in the form of a percentage processed and presented in tabular form. The results of the study in adult, BP4 unit Minggiran Yogyakarta shows, approximately 82.2% of patients have a good quality of life and 17.8% of patients with a poor quality of life. Based on the results of chi-square test antiasma therapy is used to influence the quality of life of patients asthma.

(2)

I. PENDAHULUAN

Kasus asma meningkat secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima besar penyebab kematian di dunia, yaitu mencapai 17,4% (Gershwin, 2005). Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pada tahun 2005 terdapat 2.550.000 penderita meninggal dunia karena asma, dan saat ini jumlah penderita asma mencapai 300.000.000 di seluruh dunia (WHO, 2005). Pada tahun 2002 Centers for Disease Control and Prevention

Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya paling tidak sekitar 2.000.000 penderita asma dirawat di unit gawat darurat dan 500.000 diantaranya harus dirawat inap (Fuhlbrigge, 2002).

Di Indonesia yang merupakan negara berkembang, asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian, dengan jumlah penderita sebanyak 12.500.000 pada tahun 2002 (Prajnaparamita, 2004). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia tahun 2005 mencatat 225.000 orang meninggal karena asma (Anonim, 2009). Penelitian yang dilakukan Matondang dan kawan-kawan pada tahun 2004 menyatakan, di Indonesia prevalensi rata-rata di pedesaan sekitar 4,3%, sementara di perkotaan 6,5%. Di Yogyakarta, menurut penelitian tersebut, angkanya sekitar 16,4% (Sundaru, 2006).

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis jalan nafas yang melibatkan berbagai tipe sel dan merupakan obstruksi saluran nafas yang bersifat reversible, baik secara spontan atau dengan adanya tindakan pengobatan (Wells et al, 2008). Pengobatan yang diperoleh pasien asma tidak selamanya dapat memulihkan kondisi asma yang dialami. Hal tersebut dapat memberikan dampak buruk berupa penurunan kualitas hidup pasien asma. Selain tindakan pengobatan, faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien asma adalah tingkat pemahaman pasien tentang asma dan pengobatan (Sullivan, 2006). Masalah tersebut masih ditambah lagi dengan biaya pengobatan yang dapat dikatakan tidak murah, dan menyebabkan tidak semua pasien asma dapat menjangkau biaya pengobatan tersebut. Penurunan kualitas hidup pasien asma berpengaruh pada banyak hal, seperti keterbatasan pasien dalam beraktivitas sehari-hari, frekuensi kekambuhan pasien asma, dan bahaya kematian yang mungkin terjadi (Junnifer, 2005).

Kualitas hidup pasien asma berupa perbaikan kualitas hidup dapat dinilai dengan menggunakan Asthma Quality of Life

Questionnaire (AQLQ). Kuesioner ini

(3)

di uji dan divalidasi (dibakukan) penggunaannya di Indonesia. Kuesioner ini ada dalam bentuk bahasa Indonesia sehingga tidak perlu lagi dilakukan uji validasi dan reliabilitas. Dibandingkan dengan kuesioner kualitas hidup yang lain, kuesioner ini juga spesifik dalam penggunaanya. AQLQ untuk anak, dewasa dan geriatrik dibedakan pada setiap skor penilaian dan spesifikasi pertanyaan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Profesor Chhabar dari India, telah melakukan validasi dari kuesioner AQLQ ini dan dari hasil yang didapat kuesioner ini memiliki tingkat validitas yang tinggi dan layak digunakan (Chabrra, 2005).

Analisis kualitas hidup pasien asma dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) unit Minggiran Yogyakarta yang merupakan balai kesehatan dengan catatan medis pasien asma paling banyak kedua dibandingkan dengan penyakit lain. Setiap bulannya pasien asma di BP4 unit Minggiran Yogyakarta mencapai 89 orang (Anonim, 2009). Selain itu di BP4 unit Minggiran Yogyakarta belum pernah dilakukan penelitian mengenai kualitas hidup pasien asma. Hal inilah yang menjadi alasan penelitian kualitas hidup pasien asma penting dan menarik untuk dilakukan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta.

II. METODEPENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan survei epidemiologi yang bersifat observasional dengan rancangan cross sectional yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabelnya

dilakukan hanya satu kali saja, pada satu saat tanpa adanya follow-up. Data diambil secara concurrent, pada saat itu juga ketika dilakukan

penelitian. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan penelusuran rekam medik pasien asma di instalasi rawat jalan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) unit Minggiran Yogyakarta pada tahun 2009. Kualitas hidup pasien diukur dengan menggunakan kuesioner Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) yang diberikan kepada

pasien yang bersedia menjadi responden dan untuk pasien yang mengalami kesulitan membaca, kuesioner dapat dibacakan tanpa mengubah isi dari kuesioner tersebut. Penelitian ini dilakukan atas persetujuan dari komite etik dan pasien. Pasien menandatangani informed consent yang merupakan surat persetujuan ikut

serta dalam penelitian ini. .

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian diadakan setiap hari Senin-Sabtu selama bulan Maret-Mei 2010 dan tempat diadakannya penelitian yaitu di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Unit Minggiran Yogyakarta.

.

3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kuesioner Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ).

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari jawaban pasien pada kuesioner Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ),

(4)

4. Populasi dan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien asma dewasa yang menjalani rawat jalan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta pada tahun 2009. Sampel dalam penelitian ini merupakan anggota populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria Inklusi sebagai berikut: a. Usia 18 sampai 65 tahun

b. Menyetujui untuk dilibatkan dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.

Kriteria Eksklusi sebagai berikut:

a. Pasien memiliki penyakit pernapasan yang lain.

Tahun 2009 rata-rata jumlah sampel diseluruh BP4 Yogyakarta adalah 1543, dan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta tiap bulannya sekitar 89 orang yang merupakan kunjungan berulang, populasi total di BP4 unit Minggiran Yogyakarta tahun 2009 sekitar 680 pasien. Ukuran atau jumlah pasien asma di BP4 unit Minggiran Yogyakarta yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah kunjungan pasien pada periode Maaret-Mei 2010. Jumlah sampel yang diperoleh selama dilakukan penelitian ini dari bulan Maret-Mei 2010 adalah 107 orang. Data diambil secara

concurrent, yaitu dengan melakukan

wawancara dan pengisian kuesioner Astma Quality Life of Quessioner (AQLQ) oleh pasien yang bersedia menjadi responden, serta mengumpulkan dan mencocokkan data dari catatan medik pasien yang ditemui. Data yang

diambil dalam penelitian ini meliputi identitas pasien (usia, jenis kelamin, durasi asma, riwayat alergi, riwayat keluarga dan terapi yang digunakan).

5. Batasan Operasional Penelitian

a. Asma dalam penelitian ini adalah suatu penyakit saluran nafas berdasarkan hasil diagnosa dokter yang tercacat dalam rekam medik pada pasien asma dewasa yang menjalani rawat jalan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta tahun 2009.

b. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ (s)) dengan aktivitas yang telah distandarisasi dan berisi 32 pertanyaan dalam versi Indonesia kemudian diisi sendiri oleh pasien.

c. Kualitas hidup adalah evaluasi dan penilaian mengenai kesejahteraan individu atau masyarakat. Kualitas hidup dinilai menurut kuesioner AQLQ, yang meliputi domain: gejala yang dialami pasien, aktivitas pasien asma yang terbatas, fungsi emosional, rangsangan atau pengaruh lingkungan

d. Kulitas hidup dikatakan baik jika skor pada kuesioner AQLQ ≥ 4 dan kualitas hidup dikatakan kurang baik apabila skor pada kuesioner AQLQ < 4

e. Terapi yang digunakan didasarkan atas catatan yang ada dalam rekam medik.

6. Cara Penelitian

(5)

meminta surat ijin penelitian dari Universitas Islam Indonesia fakultas MIPA jurusan Farmasi yang ditujukan kepada Kepala di BP4 unit Minggiran Yogyakarta. Selanjutnya peneliti mengajukan informed consent (surat persetujuan bagi pasien untuk

mengikuti penelitian ini) kepada komite etik di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan menyertakan proposal.

b. Melakukan survei

Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati kartu indeks penyakit penderita yang dirawat di di BP4 unit Minggiran Yogyakarta dengan diagnosa asma.

c. Pengambilan data

Data yang digunakan adalah seluruh data pasien yang didiagnosis asma pada tahun 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Pengambilan data meliputi:

i. Data karakteristik pasien: jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, , riwayat pendidikan dan riwayat pekerjaan

ii. Data penyakit asma: riwayat alergi, durasi asma dan onset asma

iii. Data penggunaan obat: golongan obat dan jenis obat antiasma

iv. Data kualitas hidup

7. ANALISIS HASIL

Analisis hasil merupakan proses pengolahan data yang telah diperoleh, meliputi:

a. Karakteristik pasien, antara lain: jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, riwayat

alergi, durasi dan onset asma, jenis pekerjaan dan riwayat pendidikan

b. Penghitungan skor kualitas hidup pasien untuk masing-masing domain yang diukur dengan menggunakan kuesioner Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ).

Berdasarkan kuesioner AQLQ range skor kualitas hidup pasien asma antara 1 sampai 7. Kualitas hidup pasien asma dinyatakan baik apabila skor mendekati angka 7 dan kualitas hidup dinyatakan kurang baik apabila semakin jauh dari angka 7.

Dilakukan uji stastistik chi-square untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh terapi antiasma yang digunakan terhadap kualitas hidup pasien asma.

III. HASILDANPEMBAHASAN

1. Karakteristik Pasien

a. Jenis kelamin

Pasien asma perempuan lebih besar daripada laki-laki, perbandingan kejadian asma pada orang dewasa antara laki-laki dan perempuan lebih kurang sama dan pada masa menopouse perempuan lebih banyak dari laki-laki. Salah satu gejala yang terjadi pada wanita yang mengalami menopouse adalah emosional, dan peningkatan emosi dapat mengaktifkan sistem parasimpatis yang dapat menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus sehingga terjadi bronkokonstriksi (Juniper et al, 2005).

b. Usia pasien

(6)

25-44 tahun, yaitu 47,7%. Hasil tersebut berbeda dengan data statistik di Kanada yang menunjukkan bahwa kejadian asma paling tinggi pada tingkat umur 15-24 tahun yaitu sebanyak 11,7%, tingkat umur 24-44 tahun sebanyak 8,1% populasi dan tingkat umur 45-64 tahun sebanyak 6,9% (Spilker, 2006). Perbedaan ini mungkin disebabkan karena pasien asma dewasa usia 25-44 termasuk usia produktif, sebagian besar pasien asma masih aktif bekerja dan memiliki beban pekerjaan yang berat.

c. Riwayat asma dalam keluarga

Penelitian yang dilakukan di BP4 Unit Minggiran Yogyakarta menunjukkan Ayah/Ibu berpeluang paling besar dalam menurunkan asma terhadap anaknya sekitar 42,1%. Pentingnya faktor genetik pada asma juga ditunjukkan pada penelitian asma di Indonesia, bahwa ternyata orangtua yang menderita asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orangtua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap debu. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibandingkan dengan bapak. Riwayat keluarga hanya mempengaruhi sekitar 30% seseorang dapat menderita asma, dan peran faktor lingkungan dianggap lebih penting memicu terjadinya asma (Junniper, 2005).

d. Alergi

Hasil penelitian menunjukkan 48,6% pasien asma memiliki alergi terhadap udara dingin dan sekitar 46,7% pasien alergi terhadap debu. Sebuah penelitian menyatakan paparan terhadap

alergen seperti debu, binatang-binatang kecil, jamur, bulu binatang atau kecoak, udara dingin dan udara panas, dapat mengiritasi saluran pernafasan yang sensitif sehingga terjadi penyempitan saluran lebih lanjut, produksi cairan lendir yang berlebihan dan kontraksi otot sekitar saluran pernafasan. (Junniper, et al., 2001). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini.

e. Onset dan durasi asma

Data yang tersedia di BP4 unit Minggiran Yogyakarta menunjukkan asma yang terjadi sejak pasien anak-anak sekitar 36,4%, dan pasien dewasa 63,5%. Fakta tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Yusuf et al., yang menyatakan pasien asma pada usia dini dan anak-anak, 60% dapat disembuhkan dengan kontrol asma yang baik, sedangkan pada usia dewasa pasien asma yang telah terdiagnosa asma sejak kecil kemungkinan sembuh sekitar 20%. Seharusnya asma yang diderita sejak anak-anak bisa sembuh dengan dilakukannya kontrol asma dengan memberikan obat inhaler secara teratur untuk pelega pernafasan sesuai petunjuk dokter (Mintz, M., 2004). Cara lain mengontrol asma dapat dilakukan dengan berolah raga cukup dan menjaga kebersihan udara tempat tinggal.

f. Riwayat pendidikan

(7)

didasarkan pada penelitian Stevanload et al., tahun 2006 yang menjelaskan bahwa seseorang mengalami pematangan (kemantapan) cara pikir, pola pandang yang baik ke depan, dan memahami, menentukan pilihan serta menganalisa masalah yang ada ketika ada di bangku Universitas (VanHerwerden et al., 2002) Hasil penelitian di BP4 unit Minggiran Yogyakarta menunjukkan pasien dengan riwayat pendidikan SMA/SMK memiliki persentase kejadian asma paling besar yaitu 51,4%, dan 11,2% pasien dengan tingkat pendidikan strata satu.

g. Riwayat pekerjaan

Penelitian terhadap riwayat pekerjaan dibagi menjadi pekerjaan formal (PNS, mahasiswa) dan nonformal (wiraswasta, petani, ibu rumah tangga, karyawan buruh, penjahit). Penelitian di Australia menyatakan jenis pekerjaan dan paparan alergen di tempat kerja dapat memperburuk kondisi pasien asma. Hasil penelitian di BP4 unit Minggiran Yogyakarta menunjukkan pasien asma mayoritas memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta dengan persentase 24,3%, sedangkan mahasiswa sekitar 4, 7%. Sesuai dengan penelitian Imelda et al., tahun 2007 yang menjelaskan bahwa pasien dengan pekerjaan nonformal memiliki risiko terkena asma lebih besar.

2. Gambaran Penggunaan Obat

a. Gambaran terapi antiasma yang digunakan Golongan obat yang digunakan untuk terapi asma pada pasien yang menjalani rawat jalan di

BP4 unit Minggiran Yogyakarta tersaji pada tabel I. Tabel II menggambarkan penggunaan obat pada pasien asma dan terapi kombinasi asma yang biasa digunakan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta.

Tabel I. Golongan dan jenis obat antiasma yang digunakan di BP4 unit minggiran

Tabel II. Distribusi penggunaan obat antiasma pada pasien dewasa di BPp4 unit minggiran Yogyakarta

(8)

memperbesar efek samping dari penggunaan obat tersebut, selain itu banyaknya jumlah obat yang dikonsumsi akan menurunkan tingkat kepatuhan pasiem dalam mengkonsumsi obat karena beberapa pasien malas untuk meminum obat dalam jumlah banyak sehingga pasien meminum obat cenderung tidak sesuai dengan aturan pakai. Hal lain yang menjadi masalah dalam pemberian kombinasi obat adalah mahalnya harga obat, semakin banyak obat yang dikonsumsi pasien pun harus membayar dengan harga yang semakin mahal, namun hal tersebut tidak menjadi masalah untuk pasien asma di BP4 unit Minggiran karena obat yang diresepkan dokter diberikan secara gratis, karena obat berasal dari subsidi pemerintah.

b. Gambaran terapi obat tambahan

Obat-obat tambahan yang digunakan oleh pasien asma yang menjalani rawat jalan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Jenis obat tambahan pasien asma di BP4 unit Minggiran Yogyakarta

Pada pasien asma, salah satu gejala yang sering dijumpai yaitu batuk disertai dengan adanya dahak atau sputum yang kental. Sehingga untuk mengurangi dahak dan mempercepat ekspektorasinya pada penyakit

asma digunakan mukolitik-ekspektoran (Reach, 2007).

Dari hasil penelitian terlihat sebagian besar pasien asma yang dirawat jalan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta diberikan antialergi yaitu cetirizin, loratadin, meptin inhaler, CTM dan yang paling banyak digunakan adalah cetirizin.

3. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Asma

Penelitian ini menggunakan alat ukur Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ)

yang telah distandarisasi dan telah diuji serta divalidasi (dibakukan) penggunaannya di Indonesia dan ada dalam bentuk bahasa Indonesia sehingga tidak perlu dilakukan uji validasi dan reliabilitas kembali (Junniper, 2004).

Kuesioner AQLQ terdiri dari 32 pertanyaan dan terbagi menjadi empat domain yaitu gejala-gejala yang dialami pasien, keterbataan aktivitas pasien, fungsi emosional, dan rangsangan atau pengaruh lingkungan. Tiap pertanyaan memiliki skor kualitas hidup 1 sampai 7. Kualitas hidup pasien asma dikatakan baik apabila semakin mendekati angka 7 dan dikatakan kurang baik apabila semakin jauh dari angka 7 (Junniper, 2005).

(9)

rata-rata pasien memiliki durasi asma lebih dari 10 tahun yang kemungkinan besar asma pasien tersebut telah terkontrol dengan baik dan pasien rajin melakukan kunjungan kontrol ke BP4 unit Minggiran Yogyakarta.

Untuk melihat gambaran kualitas hidup secara total, juga dilakukan perhitungan skor total seperti terlihat pada tabel IV.

Tabel IV. Gambaran Skor Kualitas Hidup pasien asma di BP4 unit Minggiran

Kategori skor kualitas hidup

Rata-rata skor total

Jumlah pasien

Persentase (%)*

Kurang baik <4 19 17,8

Baik ≥4 88 82,2

Total 107 100

Secara umun kualitas hidup dinilai dari skala 1-100. Penilaian ini dibuat oleh Overseas

Development Council atau dewan

perkembangan luar negeri pada pertengahan tahun 1970-an oleh Morris. Akan tetapi pada penilaian skor kualitas hidup pasien asma, Juniper et al menyebutkan semakin mendekati angka 7 bahwa semakin baik pula kualitas hidupnya. Tabel tersebut menunjukkan 82,2% pasien asma memiliki kualitas hidup yang baik dan 17,8% pasien dengan kualitas hidup yang kurang baik. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar pasien asma yang menjalani rawat jalan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta memiliki kualitas hidup yang baik.

Dari empat domain yang mempengaruhi kulitas hidup pasien asma, skor rata-rata paling tinggi ada pada domain aktivitas yang terbatas yaitu 4,85 sedangkan skor domain yang paling

rendah adalah domain gejala yaitu 4,17. Hal ini bisa dikarenakan pasien selalu berusaha mengontrol penggunaan obat dan sediaan obat di rumah, agar ketika pasien mengalami serangan asma secara tiba-tiba pasien dapat dengan segera mengkonsumsi obat, dan setelah beristirahat sebentar dengan cukup dapat beraktivitas kembali sehingga aktivitas pasien sehari-hari tidak terganggu dan dapat berjalan dengan baik. Walaupun pada domain gejala didapat skor yang paling rendah diantara domain yang lain, akan tetapi angka 4,17 mengindikasikan bahwa kualitas hidup pasien tetap baik terkait gejala yang dialami. Sebagian pasien merasakan gejala asma cukup menganggu kegiatan dan aktivitas, dikarenakan asma pasien tersebut belum terkontrol dengan baik dan respon tiap individu terhadap asma tentu saja berbeda.

4. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Asma

Terkait Terapi Antiasma

Pada tabel V terlihat gambaran kualitas hidup pasien asma terkait terapi antiasma yang digunakan.

Tabel V. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Asma Terkait Terapi Antiasma

*Score rata-rata Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) berkisar 1-7 (n=jumlah pasien)

(10)

β2 adrenergik + kortikosteroid paling banyak digunakan pasien, sekitar 55 pasien. Skor kualitas hidup pada terapi tersebut adalah 4,57. Skor kualitas hidup yang paling tinggi ada pada terapi golongan metilxantin + kortikosteroid yaitu 5,71. Akan tetapi nilai tersebut tidak cukup untuk menggambarkan keberhasilan terapi dalam mengontrol kualitas hidup, dikarenakan pasien yang menggunakan terapi tersebut paling sedikit dengan jumlah 13 orang. Terapi menggunakan golongan metilxantin + agonis β2 adrenergik memiliki skor kualitas hidup yang paling rendah yaitu 3,47. Hal yang paling berpengaruh pada terapi ini adalah pada domain aktivitas yang terbatas ter. dapat skor 1,17 dan domain rangsang/pengaruh lingkungan dengan skor 3,87.

Pada tiap domain yaitu domain gejala, aktivitas yang terbatas, fungsi emosional dan rangsangan/pengaruh lingkungan memiliki skor rata-rata yang berbeda pada terapi yang digunakan. Domain gejala memiliki skor paling tinggi pada golongan metilxantin + kortikosteroid yaitu 5,18 sedangkan skor paling rendah 4,46 pada golongan metilxantin + agonis β2 adrenergik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kualitas hidup pasien asma khususnya pada domain gejala sama-sama baik dengan nilai ≥ 4 yang berari bahwa terapi yang yang digunakan sama-sama efektif pada domain gejala dan memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas hidup pasien asma. Skor paling tinggi pada domain rangsangan/pengaruh lingkungan yaitu golongan rendah kortikosteroid + agonis β2 adrenergik 5,5 skor paling rendah

3,87 yaitu golongan metilxantin + agonis β2 adrenergik (Stewar et al, 2003).

Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa terapi yang digunakan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta berpengaruh terhadap tiap domain pada kuesioner AQLQ dengan nilai pearson Chi-Square < 0,05 yaitu domain gejala 0,012, domain aktivitas yang terbatas 0,012, domain fungsi emosi 0,022 dan domain rangsangan / pengaruh lingkungan 0,023.

Tabel VI. Gambaran Skor Kualitas Hidup pasien asma di BP4 unit Minggiran

IV. KESIMPULAN

1. Gambaran kualitas hidup pasien asma di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) unit Minggiran Yogyakarta yaitu 17,76% pasien memiliki kualitas hidup yang kurang baik dan 82,24% pasien memiliki kualitas hidup yang baik

2. Berdasarkan hasil uji Chi-square terapi antiasma yang digunakan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien asma

DAFTARPUSTAKA

Anonim. 2009. Kejadian asma di Indonesia. http://www.depkes.go.id. (diakses 12 oktober 2009)

(11)

Clinical Research Centre, Vallabhbhai Patel Chest Institute, University of Delhi, Delhi-110 007, India; Indian J Chest Dis Allied Sci 2005; 47: 167-173]

Fuhlbrigge A.L, Adams R.J, Guilbert T.W, Grant E, Lozano P, Janson SL, The burden of asthma in the United States: Level and distribution are dependent on interpretation of the National Asthma Education and Prevention Program Guidelines. Am J Respir Crit Care Med, 2002; 166:1044-9. Gershwin, L. 2005. Asthma, Gender , and ETS:

Pathogenic Synergy.

http://www.trdrp.org/research/PageGrant.asp /grant_id=4046 (diakses 9 Mei 2009)

Imelda, Syifa., Yunus, Faisal., Wiyono, H.W. 2007. Hubungan Jenis Pekerjaan dan Pendidikan Dengan Kualitas Hidup Yang Diukur dengan Asma Quality Of Life Quessioner. Fakultas Kedoteran, Universitas Indonsia. Jakarta (diakses 8 Juni 2010) Juniper EF, Guyatt GH, Ferrie PJ, Griffith LE.

Measuring quality of life in astma. Am Rev Respir Dis J. 2005; 147; 832-838

Juniper EF, Wisniewki ME, Cox FM, Emment AH, Nielsen KE, O=Byrne PM. Relatoinship between quality life and measures of clinical status in astma: a factor analysis. Eur Respir J. 2004; 23: 287-291

Junniper, Buist AS, Cox FM, Ferrie PJ, King D. Development and validation of standardized Aatma Quality of Life (AQLQ(S)). J. Allergy Clin Immunol 2001; 101; S177 Mintz, M., 2004, Astma Update : Part II.

Medical Management, American Family Physiciani,

http://www.aafp.org/afp/20040915/1061..ht ml, (diakses 9 Mei 2008)

Pradjnaparamita, Sp.P. Dr., 2004. Yayasan

Asma Indonesia. www.infoastma.org

(diakses 17 Oktober 2009)

Reach, Sally. 2007. MSN, RN, CHN,. Bronchodilator and Antiasthma Drugs in Introductory Pharmacologi, J. of England, 333-341

StevanLoad J.L., Vasiljev, M.K., Colbourn, W.A., 2003, Spesific related Job and Educated for Astma., J. Pharm. Sci., 65 (11): 1768-1777

Stewar Fransiusus., EP. Rose Guyn. quality of life in astma and domain. J. Pubmed.gov. 2003. 4447: 446

Sundaru, H. 2006. Empat Klasifikasi Asma. Semi jurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical digest No. 24, 12, 16-17

Sullivan S, Elixhauser A, Buist AS, Luce BR, Eisenberg J, Weiss KB. National Asthma Education and Prevention Program working group report on the cost effectiveness of asthma care. Am J Respir Crit Care Med 2006; 154:S84-9

Spilker, B. 2006. Quality of life and Pharmacoeconomic in Clinical Trial 2nd. Edisi 983-993. Lippinott. Rava. Philadelphia VanHerwerden, L., Harrap, S., Wong, Z.,

Abramson, M., Kutin, J., Forbes, A., Raven, J., Lanigan, A., and Walters, E. 2002. Linkage of high-affinity IgE receptor gene with bronchial hyperreactivity, even in the absence of topy. J. Lancet. 346: 1262-1265 Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.

Hamilton, Pharmacoterapy Handbook 6th, edisi International edition, Singapore, McGrawHill, 2008:826-848.

World Health Organization. 2005. Facts about

Asthma. Available from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/f s307/en/index.html (diakses 15 Mei 2009) Yunus, Faisal, Prof dr, Ph.D, Sp. P(K). Pasien

Gambar

Tabel V. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Asma Terkait Terapi Antiasma
Tabel VI. Gambaran Skor Kualitas Hidup pasien asma di BP4 unit Minggiran

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Effect of self care, self efficacy, social upport on glycemic control in adults with type 2 diabetes, BMC family practice, 14 (66)... Diabetes , http://www.who.int/

Diamendemen oleh Dewan Pengatur pada Pertemuan ke-14, pada tanggal. 28 Maret – 1 April 2003, di Yangon, Myanmar), yang

Berdasarkan model yang dibangun selanjutnya dapat disusun suatu model sistem deteksi dini krisis pangan yang mampu memberikan gambaran jangka pendek dan menengah ancaman

Having analyzed the data, the writer finds that the forms of commanding utterances and its translation are word is translated into word, phrase is translated into word,

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, sebagai berikut: a. Melaksanakan pretes pada

Universitas Kristen Maranatha

Peneliti bertanya terkait dengan sejarah berdirinya SPS Mutiara Hati, strategi pemasaran yang dilakukan oleh SPS Mutiara Hati, bagaimana peran pengelola, tenaga pendidik, orang