• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUBILEUM JUNI 2020 i

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUBILEUM JUNI 2020 i"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Dari

Redaksi

Dasamuka atau Rahwana adalah salah satu tokoh antagonis dalam cerita Ramayana. Dasamuka adalah Raja Alengka sekaligus iblis yang memiliki sifat-sifat angkara murka seperti kejam, rakus, dan sebagainya. Berwujud raksasa yang berkepala sepuluh dan memiliki sepuluh pasang tangan. Dengan kekuatannya, Dasamuka menyerang ras manusia, makhluk jahat lain, dan makhluk surgawi. Di akhir cerita bagian ini, Dasamuka dikalahkan Sri Rama dengan menggunakan Panah Brahmastra.

Sosok Dasamuka tampak pada bagaimana Covid-19 ‘membunuh’ pasien yang terinfeksi. Virus dengan ‘banyak wajah’, menyerang organ manusia yang sedang lemah. “Dari data yang kita kaji lebih dalam ternyata banyak faktor komorbid (penyakit bawaan) yang menjadi dasar meninggalnya (pasien) kasus ini. Diantaranya hipertensi, kelainan paru-paru, asma, TBC, hingga diabetes”, menurut Achmad Yurianto, Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 dalam akun YouTube BNPB pada Selasa, 14 April lalu.

Sembari peneliti dan ilmuwan terus berusaha menemukan ‘Panah Brahmastra’ untuk mengalahkan Covid-19 yang masuk tubuh manusia. Kita harus beradaptasi dengan mengubah pola hidup, menjalankan protokol kesehatan yang benar, dan disiplin. Pola hidup itulah viral dengan istilah New Normal atau Kenormalan Baru. Bagaimanakah Kenormalan Baru dalam peribadatan? Menteri Agama pada 29 Mei 2020 membagikan Surat Edaran No. 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid di Masa Pandemi. Dari surat edaran tersebut, Keuskupan Surabaya menindaklanjuti dengan Ketentuan Pastoral (IV) Keuskupan Surabaya dalam Menghadapi Masa Pandemi Covid-19 dan Ketentuan Umum Peribadatan dan Pelayanan Sakramen Keuskupan Surabaya dalam Masa Pandemi yang terdapat dalam edisi ini.

Tahun Berdiri : Maret 2000

Pendiri : Mgr. Johannes Hadiwikarta (alm.) dan RD. Yosef Eko Budi Susilo Pelindung : Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono

Penasihat : RD. Yosef Eko Budi Susilo. AM Errol Jonathans Pemimpin Umum : RD. Agustinus Tri Budi Utomo

Pemimpin Redaksi : RD. Alphonsus Boedi Prasetijo Sekretaris Redaksi : S. Vondy Kumala

Redaktur Pelaksana : G. Adrian Teja, S. Vondy Kumala, Yung Setiadi Editor : Yung Setiadi, Amelia Clementine

Layout & Desain : M. C. Stefani D. P., Angelina Nina Arini Putri, Amelia Clementine Distribusi : B. Adi Koesoemo Wardojo

Alamat Redaksi : Jl. Mojopahit 38-B Surabaya 60265

Telepon : (031) 5624141, (031) 5665061 ext. 21, 0812 5296 8051 Email : [email protected]

Rekening Bank : Mandiri - 140-00-1692964-9

Atas Nama : Pers Keuskupan Surabaya Gereja, Cabang Gedung Sampoerna Penerbit : Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Surabaya

SUSUNAN RED

AK

(4)

D

AF

T

A

R

I

S

I

Model Cover : RD. Sabas Kusnugroho Fotographer : Richard Angkapranoto COVER STORY

04

RD. Sabas Kusnugroho dan Aksi Kemanusiaan OBROLAN CAK KLOWOR

05

Hidup Normal dalam Tatanan Baru MIMBAR

09

The Power of WA Group

KATEKESE LITURGI

13

Dengan Tindakan Moral Orang Mewujudkan Imannya LAPORAN UTAMA

17

Kebijakan Pastoral di Era

New Normal

18

Ketentuan Pastoral (VI) Keuskupan Surabaya

dalam Menghadapi Masa Pandemi Covid-19

21

Ketentuan Umum Peribadatan dan Pelayanan Sakramen Keuskupan Surabaya dalam Masa Pandemi

(5)

46

Sikap Iman dalam Kondisi Normal Baru

OPINI

44

Kenormalan Baru yang Baru

LINTAS PAROKI

54

Minimal dalam Kuantitas Umat, Maksimal dalam Kualitas Pelayanan Sosial

56

Gerakan Kasih dari Paroki Santo Yosef, Kediri selama Masa Pandemi

58

Sayuka Peduli Warga Terdampak Pandemi

61

Renovasi Gua Maria & Misa Pemberkatan

Rumah Doa Maria

Gereja Katedral Hati Kudus Yesus, Surabaya

LINTAS KOMISI

63

REHAN (Renungan Harian Anak ) versi Audio

KOLOM FILSAFAT

65

Sosialitas Inversi

SEMINARIUM

68

Tahbisan Diakon Keuskupan Surabaya, 14 juni 2020

71

‘Cak Pas’ dan Dua Rekannya Jadi Romo OBITUARI

75

Agustinus “Abah” Adi Kurdi (71 th)

76

RD. Agustinus Widodo (48 th)

77

Romo Lambertus R Sugiri, SJ (90 th)

78

Frater Antonius Joko Merdiko, O.Carm (34 th) RESENSI BUKU

79

Ajaran Sosial Katolik dalam Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia KOMIK

(6)

RD. Sabas Kusnugroho. Dok: Richard Angkapranoto

RD. SABAS KUSNUGROHO

DAN AKSI KEMANUSIAAN

Cover

Story

Aktif dalam aksi kemanusiaan bukanlah hal baru bagi Romo Sabas, panggilan akrab RD. Sabas Kusnugroho, Romo Stasi Pacitan sekaligus Ketua UNIO Keuskupan Surabaya ini. Pada 2008, Romo Sabas bergerak di dalam

Community Managed Disaster Risk (CMDRR) dari Karina saat terjadi letusan Gunung Kelud yang membuat beberapa stasi di Paroki Santo Matheus, Pare menjadi lokasi rawan bencana. Tahun 2017 lalu, Romo Sabas turun di lapangan saat terjadi bencana tanah longsor di Dusun Tangkil dan Dusun Banaran, Desa Banaran, Ponorogo.

Pada masa pandemi Covid-19, Romo Sabas dengan Karina Segoberkat menjadikan Gereja Santo Fransiscus Xaverius, Pacitan sebagai salah satu posko Komporsiyum yang saat ini melakukan aksi Respon Covid-19. “Komporsiyum adalah Komunitas para orang koplak yang suka bikin senyum. Inti kegiatannya adalah bagaimana agar orang yang sedang berkesusahan, terutama dari kelompok masyarakat rentan tetap bisa tersenyum”, jelas Romo kelahiran Lampung ini.

Saat giat dalam aksi kemanusiaan tahun ini pun, Romo Sabas tetap berpegang pada moto tahbisannya, “Jangan takut, Aku akan menyertai engkau” yang diambil dari Yeremia 1:8. Dalam menjalani perutusan di wilayah manapun dengan segala keterbatasannya, tetap dijalani dengan penuh semangat. Kerajaan Allah perlu diciptakan (atau diusahakan); tidak ditunggu lalu datang dengan sendiri. Hal tersebut senada dengan perutusan Bapak Uskup dalam rangka Plantatio Ecclesae

(Penanaman Nilai-Nilai Gerejani). Stasi Pacitan dengan jumlah umat yang sedikit -kurang dari 300 orang- secara kuantitas harus menghadirkan wajah Gereja yang dan Tuhan secara nyata di tengah masyarakat. “Minimal dalam kuantitas umat, tapi maksimal dalam kualitas pelayanan sosial”, jelas Alumni Filsafat Teologi lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi, Malang ini.

(7)

HIDUP NORMAL

DALAM TATANAN BARU

Obrolan

Cak Klowor

Virus Corona menyebar dan menghantam 200 lebih negara di dunia ini, termasuk di Indonesia. Kita masih ingat pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan ada 2 orang terkena virus ini, tetapi 2 orang ini selamat. Selanjutnya Indonesia berbenah untuk melawan virus ini supaya tidak menyebar dengan membentuk Gugus Tugas Tingkat nasional sampai tingkat daerah. Bapak Uskup Surabaya pada tanggal 21 Maret 2020, menulis Surat Ketentuan Pastoral ke 2, menyatakan dalam masa pandemi virus corona ini, Misa atau Perayaan Ekaristi dilakukan secara Live Streaming.

Banyak pihak memaknai “pagebluk” virus atau pandemi Covid-19, dalam kerangka spiritual, kesehatan, lingkungan hidup, agama, keamanan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya. Semuanya baik untuk menjadi permenungan perjalanan hidup kita selanjutnya. Setelah ada PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), Atau di daerah lain menyebut PKM (Pembatasan Kegiatan Masarakat), barangkali di wilayah lain ada istilah lainnya lagi. Maklum masyarakat kita pinter

buat istilah. Sekarang ini kita masuk pada tahap New Normal.

Apa itu New Normal? “Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita, New Normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19”, ungkap Cak

(8)

“Maksudnya kehidupan normal yang baru itu bagaimana? Atau nanti ada perilaku normal yang baru dalam kehidupan bermasyarakat?” tanya Cak Widodo.

“Kira-kira demikian, karena prediksi beberapa ahli bahwa pandemi ini akan berlangsung lama sebelum ditemukan vaksin virus tersebut. Dan untuk itu kita harus meninggalkan kehidupan normal yang lama, supaya kita bisa beraktivitas dan tidak tertular virus corona”, Cik Lily menyela.

“ Iya Cik, kita tidak tahan kalau hidup dalam karantina terus, kalau di rumah terus kita mau makan apa? Bagaimana orang bisa bekerja dari rumah kalau pekerjaannya tukang batu? Bagaimana bisa bekerja dari rumah kalau pekerjaan mereka pedagang asongan?”, Cak Robert ikut nimbrung.

“Ya tapi saya membaca kalau sebuah negara mau mencabut batasan kegiatan sosial, menurut direktur jenderal WHO Tedros Adhanom harus terlebih dahulu memenuhi enam syarat :1. Penularan penyakit terkendali 2. Sistem kesehatan dapat "mendeteksi, menguji, mengisolasi dan menangani setiap kasus dan melacak setiap kontak" 3. Risiko hotspot diminimalkan di tempat-tempat rentan, seperti panti jompo 4. Sekolah, tempat kerja dan tempat-tempat penting lainnya telah menetapkan langkah-langkah pencegahan 5. Risiko mengimpor kasus baru "dapat dikelola" 6. Masyarakat sepenuhnya dididik, dilibatkan dan diberdayakan untuk hidup di bawah normal baru“, ujar Cak Klowor yang katanya membaca sebuah sumber dari internet. “Makanya kita harus menyiapkan diri untuk hidup normal dengan pola yang baru”.

“Saya membayangkan nanti kalau restoran sudah dibuka dan tamu boleh makan di tempat, maka harus disiapkan situasi dimana ada jarak di tempat duduk,

(9)

mungkin dalam satu meja makan ada sekat antara tamu yang satu dengan tamu yang lain, meskipun itu satu keluarga, atau ada tempat khusus yang steril untuk satu keluarga yang serumah. Semua harus dipikirkan terlebih dahulu, disiapkan terlebih dahulu, Cik Lily membayangkan bagaimana nanti kalau pola normal baru diberlakukan.

“Lha terus bagaimana ya kira-kira nanti kalau gereja sudah dibuka kembali dan umat boleh datang untuk merayakan Ekariti secara langsung?” tanya Cak Robert.

“Kalau hal seperti itu secara umum sudah ada di dalam surat edaran Menteri Agama RI, SE. 15, tanggal 29 Mei 2020. Misalnya apa yang harus dipersiapkan oleh pengelola rumah ibadah yaitu :

a. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah;

b. Melakukan pembersihan dan desinfeksi secara berkala di area rumah ibadah; c. Membatasi jumlah pintu/jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan

penerapan dan pengawasan protokol kesehatan;

d. Menyediakan fasilitas cuci tangan/sabun/hand sanitizer di pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah;

e. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah ibadah. Jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu > 37,5°C (2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit), tidak diperkenankan memasuki area rumah ibadah;Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/kursi, minimal jarak 1 meter;

f. Melakukan pengaturan jumlah jemaah/pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan, untuk memudahkan pembatasan jaga jarak;

(10)

g. Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan beribadah;

h. Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat-tempat yang mudah terlihat;

i. Membuat surat pernyataan kesiapan menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan; dan

j. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jemaah tamu yang datang dari luar lingkungan rumah ibadah.

Sedangkan dari pihak umat harus yang akan melaksanakan ibadah harus dipahami :

a. Jemaah dalam kondisi sehat;

b. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki Surat Keterangan aman Covid-19 dari pihak yang berwenang;

c. Menggunakan masker/masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah;

d. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer;

e. Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan;

f. Menjaga jarak antar jemaah minimal 1 (satu) meter;

g. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib;

h. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi terhadap Covid-19;

i. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan” Kata Cak Klowor, diucapkan sekalian diseminasi protokol kesehatan di masa new normal.

“Iya terimakasih Cak, tinggal nanti mendetilkan aturan peribadatan di gereja, misalnya bagaimana membagi komuni, dan lain-lain”, sambung Cik Lily. (EBS).

Pembagian Komuni Kudus pada masa New Normal. Sumber gambar: mediaindonesia.com

(11)

Masa Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan menantang kita untuk kreatif dalam berkomunikasi sosial. Umat tidak bisa beribadah dan berkumpul untuk berdoa di gereja dan memperdalam iman di lingkungan, karena anjuran jaga jarak dan hindari kerumunan. Maka betapa pentingnya memanfaatkan media sosial untuk membangun persekutuan umat Allah. Salah satu yang terbukti powerful di kalangan umat selain Misa Live Streaming ialah berkomunikasi dengan WA Group (WhatsApp Group).

I

Pada hari Jumat, 11 Juni 2020 selama rapat koordinasi para ketua lingkungan di wilayah E, Paroki Santo Yusup Karangpilang Surabaya bersama para romo dan sekretaris DPP, ditemukan bahwa semua ketua lingkungan mengisahkan pengalaman mereka berkomunikasi dengan warga umat di lingkungan dengan WA

Mimbar

THE

POWER

OF WA

GROUP

RD. Alphonsus Boedi Prasetijo

Ketua Komisi Komsos Keuskupan Surabaya Tinggal di Pastoran Santo Yusup Karangpilang, Surabaya

(12)

hidup menggereja di tingkat akar rumput di lingkungan. Hal ini menjadi kekuatan, sekaligus juga peluang untuk membangun persekutuan murid-murid Kristus yang semakin dewasa dalam iman, guyub, penuh pelayanan dan misioner. Sampai di sini saya teringat akan kalimat yang tertulis di cover depan majalah Jubileum di garis merah bawah: “Dalam Semangat Ardas, Gereja Katolik Keuskupan Surabaya Mendewasakan Paroki Berakar Lingkungan, yang Hidup di Tengah Masyarakat”.

Seorang ketua lingkungan mengisahkan bagaimana mereka mengajak warganya di lingkungan untuk sepakat berdoa Rosario bersama, pada jam yang sama di malam hari, yang diawali oleh sapaan ketua lingkungan sebelum berdoa bersama, namun di rumah masing-masing, lalu diakhiri dengan kode kira-kira setelah 40 menit dengan bagian penutup oleh bapak ketua.

Sumber gambar: www.mycatholic.life

Ketua lingkungan E2, Pak Wahyu Setiadi, men-sharingkan pengalamannya mengadakan Ibadat Sabda secara virtual dengan aplikasi zoom meeting bersama umat di lingkungan yang diikuti sekitar 10 keluarga dalam rangka doa arwah memperingati 7 hari wafatnya warga lingkungan. Doa Ibadat Arwah Virtual ini juga mengundang saya via WA sebagai pastor pendamping wilayah E di Paroki Sayuka (Santo Yusup Karangpilang) untuk ikut berdoa dan menutup dengan berkat.

Ketua lingkungan E6, Pak Burhan, membagikan pengalamannya berjualan dari rumah ke rumah yang sebelumnya dikomunikasikan via WA Group tentang hasil kebun dan telur yang menjadi titipan para suster ALMA dan biarawati Karmel di masa Pandemi ini.

II

Para romo di Paroki Sayuka melayani umat di masa Pandemi Covid-19 ini dengan Misa Live Streaming setiap hari, baik Misa Minggu maupun Misa Harian di pagi hari, pada jam 6.30 atau setengah tujuh. Misa online ini bisa diikuti oleh umat dengan membuka aplikasi YouTube. Paroki Sayuka 2020. Selain Misa, kami juga membuat rekaman video Saat Teduh yang masuk dalam youtube di channel yang sama. Sebelumnya, video klip Saat Teduh yang berisi nyanyi bersama para romo di meja makan pastoran Sayuka itu, kami kirimkan kepada lima WA Group yang kami ikuti di Paroki Sayuka, yakni DPP BGKP INTI Santo Yusup, DPP-BGKP Harian Santo Yusup, PPNK Sayuka, Brayat Timbalan Sayuka, dan Legio RRYAS Sayuka.

Kegembiraan para romo di Sayuka kami bagikan kepada umat, baik di paroki Sayuka, maupun umat di paroki lain dengan jejaring media sosial lewat WA

(13)

Group dll. Selain menyanyikan lagu rohani Kristen/Katolik, kami juga menyanyikan lagu dolanan Nusantara atau folklore/folksong atau lagu pop Nostalgia (misalnya Koes Plus, Panbers, Waljinah, Mus Mulyadi). Umumnya lagu-lagu daerah (folksong) dan lagu pop di atas berisi storytelling yang mengangkat realitas hidup manusia, binatang dan alam semesta dalam sebuah cerita. Untuk menyampaikan pesan kepada umat dan sekaligus memberi hiburan/semangat di masa pandemi ini maka kami para romo bersama menggubah syair baru pada bait-bait berikutnya.

III

Bapak Uskup Surabaya dalam tayangan Obrolan OMK Keuskupan Surabaya menyampaikan pesan kepada kamu muda untuk memanfaatkan peluang dengan

smart phone (telepon pintar) untuk berkomunikasi sosial dengan sesama kaum muda. Jaman sekarang dibutuhkan kecepatan dalam informasi, namun tetap harus berhati-hati dengan hoax atau berita bohong!

Bapak Presiden Joko Widodo juga mengingatkan kepada para menteri dan kepada kita semua untuk memanfaatkan media komunikasi bagi ideologi Pancasila. Peluang menggunakan media komunikasi sosial. Yang pertama, layanan chatting

seperti WA, telegram, line; kedua, layanan video seperti tv, youtube, netflix, iflix,

dan media sosial seperti instagram, facebook, twitter, snapture) untuk secara massif (membumi secara cepat) untuk penguatan ideologi Pancasila.

Kembali kepada the power of WA Group. Sekilas kita bisa mengenal media macam apa itu? WA atau WhatsApp adalah aplikasi pesan instan untuk smartphone, jika dilihat dari fungsinya WhatsApp hampir sama dengan aplikasi SMS yang biasa kita pergunakan di ponsel lama. Tetapi WhatsApp tidak menggunakan pulsa, melainkan data internet. Jadi, di aplikasi ini kita tak perlu khawatir soal panjang pendeknya karakter. Tidak ada batasan, selama data internet kita cukup dan

(14)

WhatsApp yang didirikan oleh Brian Acton dan Jan Koum ini mempunyai

beberapa fitur: Pertama, mengirim pesan teks, foto dari galeri ataupun dari kamera,

video, berkas-berkas kantor atau yang lainnya; Kedua, menelpon melalui suara dan video, termasuk mengirim pesan suara kita yang dapat didengarkan oleh penerima setiap saat; Ketiga, berbagi lokasi memanfaatkan GPS; Keempat, mengirimkan kartu kontak, stiker, dll. Kita juga bisa mengadakan panggilan video dengan empat sampai delapan orang di saat yang sama! Luar biasa. Ini menjadi peluang untuk mengadakan meeting atau pertemuan dengan warga di lingkungan.

IV

Dalam “Ketentuan Umum Peribadatan dan Pelayanan Sakramen Keuskupan Surabaya dalam Masa Pandemi” kita temukan point, bahwa “Komunikasi adalah Kunci”. Setiap kali ada kebijakan yang dibuat atau diperbaharui, pastor paroki bersama tim harus mengkomunikasikan hal itu kepada semua umat beriman. Kebijakan harus dikomunikasikan sejelas mungkin kepada setiap umat paroki, melalui surat dari romo paroki, atau video yang diposting di situs paroki-paroki, dan/atau pesan singkat melalui media sosial.

Himbauan Bapak Uskup di atas menjadi peluang kita dalam menggunakan media sosial, khususnya WA Group sebagai sarana komunikasi yang efektif dan

powerful. Hal ini juga dicontohkan sendiri oleh Bapak Uskup Surabaya, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono dalam WA Group “Pastores K Sby”, media komunkasi para imam di paroki se-Keuskupan Surabaya bersama Kuria Keuskupan, pada tanggal 15 Juni 2020.

Mgr. Sutikno: Halo2x. Sy ada 20 thermogun (merk Honeywell, made in China). Bgmna kl u/ 10 paroki (a/ dua buah ... kira2 u/ yg di luar Sby ya). Ok? (17.18).

Selang dua menit ada respons dari Rm. Joko Sulistyo: Siap menerima. Terima kasih bapak uskup (17.20). Mgr. Sutikno: Ok Mater Dei ... akan dikirim 2 thermogun lwt kurir besok. (17.23). RD. Robertus Joko Sulistyo: Terima kasih Bapak Uskup (17.24). RP. Lino Quintao F. Assis Belo, SDB: Yang mulia BPK Uskup paroki Santo Mikael Perak siap menerima. Terima ksh BPK uskup (17.25).

RD. Skolastikus Agus Wibowo: Klepu siyaaaap menerima ... matur nuwun Bapa Uskup. (17:38). RP. Antonius Yuni Wimarta,CM.: Bojonegoro mau juga (18.11). RD. Paul Gusti Purnomo: Pare yo. (18.13). Pare 2 saja bp uskup...ndk banyak2 hehe (18:14). RD. B. Prima Novianto Saputro: Seminari apakah juga bisa minta Mgr? (18:23) RD. F.X. Otong Setiawan: bumi wali, ronggolawe'an kalo masih ada juga mau, matur suwun, msgr. Tiek (18:24). tuban bumi wali (18:27).

Mgr. Sutikno: Yg Sby, Perak ... silahkan ambil ya Lino! (18:28). Ok Petrus-Paulus Toeban, kami kirim 2 ya. (18:30). RD. F.X. Otong Setiawan: nggih Mgr. matur suwun, hanya St. Petrus tidak pake Paulus, msgr (18:31). Mgr. Sutikno: Paroki2 Sby cari sendiri ya (yg Sby hny Perak saja ya). Persediaan terbatas (a/o hari jam ini baru 3: Mater Dei, Madiun; Petrus Tuban; Mikael Perak, dr 10 jd sisa 7 paroki luar Sby). Yg nyusul? (18:35).

Dan seterusnya. Demikian cuplikan komunikasi Bapak Uskup Surabaya, Mgr. Tikno dengan para romo paroki berkenaan dengan pembagian thermogun

(15)

Katekese

DENGAN TINDAKAN MORAL

ORANG MEWUJUDKAN

IMANNYA

Tindakan Moral

Kata ‘moral’ selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Moralitas menentukan benar/salahnya, baik atau buruknya sikap dan tindakan manusia.

Suatu tindakan disebut sebagai tindakan moral dengan beberapa syarat tertentu, yaitu:

• Kebebasan

Kita bisa membedakan kebebasan ini menjadi 2 bagian

1. Kebebasan eksistensial. Orang dari dalam dirinya memiliki kebebasan untuk menentukan sikap tanpa dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya. Ada suatu otonomi moral dalam kebebasan eksistensial. Orang menentukan norma dari dalam dirinya sendiri.

2. Kebebasan sosial. Dalam arti tertentu, masyarakat di sekitar kita tinggal dapat membatasi kebebasan eksistensial yang kita miliki. Akan tetapi sebenarnya masyarakat memberikan suatu ruang bagi kebebasan eksistensial kita dengan norma-norma yang menjamin hak setiap orang demi kemajuan bersama. • Kesadaran

Manusia dikaruniai akal budi sehingga memiliki tingkat kesadaran paling tinggi dibanding makhluk lainnya. Dengan kesadaran yang ia miliki ini, manusia dapat melakukan suatu tindakan moral. Bila seseorang melakukan suatu tindakan tanpa kesadaran maka, tindakannya itu tak bisa disebut sebagai tindakan moral. • Tanggung jawab

Hal ini ada kaitannya dengan kebebasan sosial. Manusia diandaikan mampu

RD. Laurensius Rony

(16)

Dasar Tindakan Moral : Suara hati manusia

Arti Suara Hati adalah kesadaran akan kewajiban yang bersifat mutlak, rasional dan bertanggung-jawab dalam suatu situasi kongkret. Suara hati meliputi pengakuan, pertimbangan nilai dan juga keputusan untuk bertindak. Tindakan moral didasarkan pada adanya pertimbangan-pertimbangan nilai dan juga keputusan berdasarkan suara hati. Dengan Suara Hati ini manusia melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral (kebaikan, keadilan, kejujuran, cinta kasih, dan sebagainya). Suara hati dipandang menjalankan 2 fungsi, yaitu :

• Pernyataan (atau keputusan) yang menentukan nilai. Dengan suara hatinya orang menangkap nilai-nilai yang menjadi sasaran perbuatan kita; suara hati menjelaskannya secara rasional; mempertimbangkan nilai-nilai dengan pelbagai kemungkinan menurut bobot-nya. Kesadaran moral akan nilai dan hierarki nilai ini selalu bersifat praktis dan pribadi.

• Keputusan untuk bertindak. Dibentuk kehendak dan niat praktis untuk memilih satu kemungkinan. Suara hati yang ragu-ragu secara praktis tidak sampai kepada pengambilan putusan.

Iman

Iman seakar dengan kata aman atau amin yang artinya menyetujui dan menerima apa yang dinyatakan. Iman adalah penyerahan diri kepada Allah, jawaban atas wahyu Allah, menaruh harapan dan kepercayaan kepada Allah. Perlu dibedakan antara:

• Iman subjektif : Iman sebagai suatu sikap, tindakan terbuka untuk mencari kebenaran Ilahi.

• Iman objektif : sasaran/objek iman ( apa yang diimani). Menurut Dei Verbum artikel 5, iman merupakan:

• Kebebasan untuk menyerahkan diri kepada Allah • Kepatuhan akal budi dan kehendak kepada Allah • Pengakuan akan pewahyuan

‘Kepada Allah yang memberikan wahyu, manusia harus menyatakan ketaatan iman yaitu dengan bebas menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah dengan kepatuhan akal budi dan kehendak yang penuh kepada Allah pewahyu dan dengan pengakuan bebas akan wahyu yang diberikan olehNya’ (Dei Verbum 5).

(17)

Dengan demikian jelas bahwa iman merupakan penyerahan secara bebas dan secara total (seluruh diri) kepada Allah sebagai tanggapan atas wahyu. Untuk beriman dibutuhkan rahmat Allah.

Iman sebesar biji sesawi. Sumber:marlisatenggara.com

Tindakan Moral sebagai Perwujudan iman

Iman merupakan jawaban bebas manusia atas sapaan Allah. Jawaban ini dinyatakan dalam tindakan manusia secara nyata. Iman menjadi nyata bukan hanya ketika Allah memberikan rahmatnya kepada manusia, namun juga ketika manusia menanggapi dengan melibatkan seluruh kebebasannya dan bertindak secara bertanggung jawab (tindakan moral).

Dalam rangka iman, perbuatan moral manusia penting supaya iman semakin diwujudkan, sehingga semakin nyatalah hubungan antara Allah dan manusia.

Di sinilah relevansi teologi moral sebagai ilmu yang merefleksikan perbuatan

dan tindakan manusia sejauh menjadi perwujudan iman. Iman dalam kehidupan sehari-hari mendapat wujud sekular dan manusiawi. Setiap orang dipanggil oleh Allah dalam Kristus menuju keselamatan, maka dengan tindakan moralnya yang dilandaskan pada suara hati yang benar dan kesadaran moral yang baik, setiap orang diharapkan mengarahkan tindakannya pada kehendak Allah semata.

Dalam tata keselamatan, pengalaman religius manusia dan keterarahannya kepada Nan-Mutlak tidak mungkin dipisahkan dari rahmat Allah. Pengalaman religius tidak lain merupakan abstraksi kalau orang berbicara tentang rahmat Allah sebagai pemberian (Diri) secara cuma-cuma dan tentang jawaban iman manusia yang bebas. Dan dalam tata keselamatan sekarang ini keyakinan dasar tidak lagi melulu salah satu bentuk keterarahan manusia kepada Yang Transenden, tetapi sekaligus merupakan keterarahan dan kesanggupan manusia untuk menjawab panggilan Allah. Maka dalam tata keselamatan aktual sekarang ini perbuatan moral menurut suara hati dapat disebut penghayatan iman. Mengapa? Karena perbuatan moral dalam hal ini merupakan penghayatan dari keterarahan manusia kepada

(18)

Laporan

Utaama

RD. Agustinus Tri Budi Utomo

Vikaris Pastoral Keuskupan Surabaya

KEBIJAKAN PASTORAL

DI ERA NEW NORMAL

Konsili Vatikan II menyatakan resolusi bahwa bahagia-derita, harapan dan kecemasan dunia adalah suka duka, pengharapan dan kecemasan bagi Gereja. Pada hakekatnya gereja adalah misi penyelamatan Kristus bagi dunia, meskipun bukan berasal dari ‘dunia’, dalam menjalankan misi menyadari pula sebagai bagian dari dunia.

Katolik sebagai salah satu “agama” di Indonesia, tidak menempatkan diri sebagai enklave yang lepas tangan dari tanggung jawab bersama dalam menangani dampak Covid-19. Gereja dengan sadar memiliki ‘modal sosial dan spiritual’ untuk memperkuat kebersamaan. Pandemi ini meneguhkan korelasi individu dan kelompok. Iman kepada Tuhan memanggil setiap umat beragama untuk saling mencintai dan menyelamatkan. Keselamatan individu belumlah utuh tanpa keselamatan bersama.

(19)

Acapkali agama mengeksklusi agama lain. Dalam masa pandemi, pengabaian imunitas penduduk sekitar sama dengan mengundang potensi tertular pada dirinya sendiri. Kebijakan dan protokol kesehatan yang dikeluarkan pemerintah dan institusi keagamaan bertujuan meminimalisir resiko penularan. Demikian juga ketentuan, pedoman, panduan, maupun protokol yang dikeluarkan Gereja mengedepankan “cinta diri dan sesama.”

Demikian juga peribadatan sebagai ungkapan utama keagamaan, adalah naif jika mengabaikan keselamatan sesama. Sikap iman tidak boleh bertentangan dengan sikap moral, demikian sebaliknya. Peribadatan dan liturgi memiliki sifat komunal. Di dalam masa pandemi ini kita mengalami situasi khusus.

Era new normal sebenarnya memerlukan kebijakan terkait pertimbangan moral keselamatan dan keugaharian yang dibangun dalam kebersamaan demi pulihnya keadaan. Fleksibilitas dan kontekstualitas keadaan membutuhkan kebijakan yang tepat dalam mengantisipasi dan menangani perubahan keadaan.

Pada masa Covid-19, Keuskupan Surabaya mengeluarkan 5 ketentuan pastoral. Selaras dengan perkembangan menuju kenormalan baru, pada 14 Juni 2020 dibuatlah ketentuan pastoral baru dengan 2 hal yang perlu dicermati penerapannya:

Pertama, ketentuan ini bukan dimaksudkan sebagai kewajiban yang disertai sangsi jika tidak ditaati, namun sebagai pedoman dalam menentukan sikap pastoral terkait kegiatan liturgis maupun pastoral yang melibatkan kerumunan. Pun juga sebagai kebijaksanaan umum yang mesti mempertimbangkan kesiapan dan kontekstualitas di setiap perwilayahan.

Kedua, pengembalian fungsi publik peribadatan perlu dipersiapkan dengan seksama sehingga gereja tidak menjadi klaster baru mengingat Covid-19 belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Selain protokol kesehatan, protokol sosial-kemanusiaan, ketahanan pangan dan penyadaran habitus baru dalam reksa pastoral paroki di era new normal juga perlu dipersiapkan secara berimbang dan bijaksana.

(20)

KETENTUAN PASTORAL (VI)

KEUSKUPAN SURABAYA

DALAM MENGHADAPI

MASA PANDEMI COVID-19

Laporan

Utaama

Para Romo, Suster, Bruder, Frater, Katekis, dan seluruh Umat Allah di Keuskupan Surabaya yang terkasih, sudah kurang lebih tiga bulan kita merayakan ekaristi dengan cara live streaming. Hal ini dilakukan karena situasi darurat Pandemi Covid 19. Ada umat yang merasa terbantu dengan cara ini, ada yang ragu-ragu, tetapi ada yang sungguh merasa kecewa karena tidak lagi memiliki akses

untuk pergi ke gereja dan merayakan Perayaan Ekaristi secara fisik dan langsung

bersama romo selebran, serta menerima komuni kudus secara langsung.

Mempertimbangkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020, tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid di Masa Pandemi, tertanggal 29 Mei 2020, serta mendengarkan masukan dari Forum Vikep dan para imam, dengan gembira hati saya menyatakan bahwa kita akan memulai proses untuk “membuka kembali” gereja-gereja kita dalam semangat doa, sekaligus dengan penuh kehati-hatian dan kesabaran. Sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa memang ada kemajuan telah kita capai untuk mengatasi wabah ini, tetapi masa pandemi belum berakhir dan kita berkewajiban untuk terus bekerja sama satu sama lain untuk melakukan apa yang bisa kita lalukan untuk memastikan keselamatan diri kita sendiri dan orang lain dan untuk mencegah merebaknya kembali wabah ini.

Dalam konteks inilah, saya kembali memberikan dispensasi bagi semua umat Katolik Keuskupan Surabaya dari kewajiban untuk menghadiri Misa Minggu (lih. KHK 1245, 1248 §2) dan bahwa dispensasi ini tetap berlaku sampai pemberitahuan lebih lanjut. Dispensasi ini dimaksudkan untuk memastikan

(21)

kesejahteraan dan keselamatan semua orang, tidak hanya bagi orang lanjut usia dan mereka yang berisiko tinggi, tetapi bagi siapa pun juga dari segala usia yang membuat keputusan bijaksana demi kesejahteraan mereka sendiri dan juga kesejahteraan orang lain. Secara sederhana, ketika kita memulai dan melanjutkan proses “pembukaan kembali” gereja-gereja ini, tidak ada yang diwajibkan atau harus merasa berkewajiban untuk datang ke gereja. Keputusan untuk datang ke gereja haruslah merupakan keputusan individu yang bebas dan kita pun perlu memaklumi jika akhirnya ada umat beriman yang memiliki alasan serius dan memutuskan untuk tidak datang ke gereja.

Berikut ini adalah tiga tahap "pembukaan kembali” gereja-gereja di Keuskupan Surabaya yang akan segera kita mulai:

1. MASA PERSIAPAN. Masa persiapan “pembukaan kembali” gereja-gereja di Keuskupan Surabaya dimulai 15 Juni 2020 – 30 Juni 2020. Dalam masa ini hendaknya setiap paroki melakukan dan mempersiapkan segala ketentuan yang ada dalam Ketentuan-Ketentuan Umum yang akan dikeluarkan oleh Keuskupan Surabaya, khususnya Ketentuan Umum Peribadatan di Keuskupan Surabaya dalam Masa Pandemi. Dalam masa persiapan ini, segala ketentuan dalam Ketentuan Pastoral IV dinyatakan tetap berlaku hingga 30 Juni 2020. Hendaknya Paroki/DPP membentuk tim pengawas, dan menyusun Ketentuan Praktis untuk membantu umat untuk mengikuti protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah (SE Menteri Agama/Perwali/Pergub).

(22)

1. MASA PELAKSANAAN TAHAP I. Mulai Rabu, 1 Juli 2020, jadwal misa harian di paroki-paroki sudah bisa dilaksanakan dan bisa dihadiri oleh umat beriman. Perayaan Ekaristi Harian hanya diijinkan dilakukan di gedung gereja paroki. Ketentuan-ketentuan yang akan digunakan untuk Misa Minggu (lih. Ketentuan Umum Peribadatan) hendaknya mulai dilaksanakan dan dibiasakan dalam perayaan Misa Harian ini. Perayaan hari minggu tanggal 5 Juli 2020 masih dilakukan secara live streaming.

2. MASA PELAKSANAAN TAHAP II. Pada Sabtu sore, 11 Juli 2020, jadwal Misa Hari Minggu di paroki sudah bisa dilaksanakan dan bisa dihadiri oleh umat beriman. Perayaan Ekaristi Hari Minggu hanya diijinkan dilakukan di gedung gereja paroki. Pelaksanaan Ketentuan Umum dan Teknis Peribadatan Keuskupan Surabaya dalam Masa Pandemik harus sungguh-sungguh dilaksanakan dengan baik.

Melalui surat ini, saya menetapkan pula bahwa segala Ketentuan Keuskupan Surabaya yang berkaitan dengan proses untuk “membuka kembali” gereja-gereja Katolik Keuskupan Surabaya di masa pandemi berlaku hingga 31 Desember 2020 atau sampai dengan ada keputusan baru. Dalam rapat koordinasi dengan Para Romo Vikep, saya sangat gembira mendengarkan kerinduan Anda semua untuk kembali beribadah di gereja untuk merayakan Ekaristi dan saya berterima kasih atas tanda iman yang hidup ini. Saya juga berterima kasih kepada para imam yang berkarya di Keuskupan Surabaya atas bantuan dan kerja sama terus-menerus selama hari-hari yang sulit dan hal ini sungguh menunjukkan hasrat mereka untuk menjadi Pelayan Kristus yang penuh iman. Saya kembali berharap bahwa kita akan memulai proses “pembukaan kembali” gereja-gereja kita dengan doa, cara-cara yang bijaksana dan penuh kesabaran.

Betapapun terbatasnya keadaan kita saat ini, kita harus ingat bahwa kita semua dipersatukan sebagai Tubuh Kristus dan oleh karena itu, rasa hormat dan kasih kita satu sama lain merupakan ciri khas yang menandai kita sebagai pengikut-Nya. Semoga masa pandemi yang sulit ini semakin mempersatukan kita. Semoga kita terus berdoa untuk semua yang terkena dampak negatif oleh virus corona dan juga bagi semua yang telah berpulang menghadap Bapa. Ingatlah bahwa saya senantiasa berdoa untuk Anda masing-masing dan keluarga Anda. Bersama Bunda Maria marilah kita terus memohon berkat dan Rahmat Tuhan agar pandemi Covid-19 segera berlalu.

(23)

“Liturgi dipandang bagaikan pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus; disitu pengudusan manusia dilambangkan...

serta dilaksanakan ibadat umum yang seutuhnya oleh Tubuh mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para

anggota-Nya.” (Sacrosanctum Concilium 7)

KETENTUAN UMUM

PERIBADATAN

DAN PELAYANAN SAKRAMEN

KEUSKUPAN SURABAYA

DALAM MASA PANDEMI

LAPORAN

PENGANTAR

(24)

Saudara-saudari yang terkasih, tentu saja kita semua memahami dan menghargai sifat komunal dari liturgi kita dan berbagai nilai luhur dari hidup berkomunitas dalam paroki. Akan tetapi, dalam Masa Pandemi ini kita bersama telah belajar menyesuaikan diri (untuk sementara waktu) dengan kebiasaan baru yakni berpartisipasi dalam Misa di depan layar televisi, komputer, ataupun handphone. Kita bersama-sama merindukan Tubuh Kristus dan selama ini harus berpuas diri hanya dengan mengandalkan Komuni Spiritual. Kita bahkan akhirnya memiliki pengalaman merayakan hari-hari paling suci dalam tahun liturgi kita (Tri Hari Suci) di ruang keluarga kita.

Dalam solidaritas dengan seluruh Tubuh Kristus dan juga sebagai anggota masyarakat, kita menyadari kewajiban kita untuk menghormati tradisi liturgi kita, tetapi juga kewajiban kita untuk menghormati martabat setiap kehidupan manusia - suatu martabat yang selalu dipertahankan dan dilindungi Gereja. Karena inilah, untuk sementara waktu para Uskup menangguhkan Perayaan Ekaristi dan memberikan dispensasi bagi umat beriman dari kewajiban untuk menghadiri Misa.

Kita patut bersyukur bersama dengan keputusan Pemerintah Indonesia yang kembali mengijinkan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman Covid di masa pandemi. Namun demikian, sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa masa pandemi belum berakhir dan kita berkewajiban untuk terus bekerja sama satu sama lain untuk melakukan apa yang bisa kita lalukan untuk memastikan keselamatan diri kita sendiri dan orang lain dan untuk mencegah merebaknya kembali wabah ini. Untuk maksud itulah Ketentuan Umum Peribadatan dan Pelayanan Sakramen Keuskupan Surabaya dalam Masa Pandemi(yang selanjutnya disingkat Ketentuan Umum Peribadatan) ini dikeluarkan.

Ilustrasi keluarga pergi bersama ke gereja. Sumber gambar: images. christianitytoday.com

(25)

Untuk itu, sebelum melihat bersama Ketentuan Umum Peribadatan baiklah jika kita memahami beberapa sudut pandang yang tepat dalam membaca Ketentuan Umum Peribadatan ini agar nanti setiap paroki bisa membuat Ketentuan Teknis Praktis yang sungguh aplikatif dan menjawab kebutuhan di paroki masing-masing. Beberapa poin penting yang kiranya dapat menjadi sudut pandang yang tepat dalam membaca Ketentuan Umum Peribadatan ini adalah: • Tidak ada satu pun ketentuan umum

yang dapat memenuhi kebutuhan setiap paroki di Keuskupan Surabaya. Mengingat luasnya wilayah Keuskupan Surabaya, banyak paroki terikat dengan berbagai peraturan daerah yang berbeda-beda dan kondisi faktual yang berbeda-beda. Oleh karena itu, adaptasi yang dilakukan setiap paroki atas Ketentuan Umum Peribadatan sangat mungkin untuk dilakukan asalkan tidak bertentangan sama sekali dengan Hukum Gereja, Peraturan Liturgi Suci dan Ketentuan Umum ini.

• Ketentuan Umum Peribadatan ini tidak hendak menyajikan pasal dan ayat tentang setiap hukum sipil, kanonik, atau liturgis yang relevan; tetapi akan mencoba menyajikan beberapa prinsip umum, beberapa data medis, dan langkah-langkah keamanan yang diusulkan. Semua ini dimaksudkan untuk menjadi pertimbangan bagi Romo Paroki, DPP dan Tim di Paroki. Ketentuan ini mungkin akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada memberikan jawaban, tetapi harapannya ketentuan ini akan menjadi panduan untuk diskusi di paroki Anda sendiri.

• Ada beberapa hal yang akan diulang beberapa kali di tempat yang berbeda dalam Ketentuan ini untuk menunjukkan arti pentingnya sesuai dengan konteksnya.

(26)

KETENTUAN UMUM

• KEBAIKAN BERSAMA IALAH PRIORITAS YANG UTAMA : Kesehatan dan keselamatan umat adalah pertimbangan utama dari semua kebijakan yang akan dibuat, terutama bagi golongan umat yang paling rentan, yakni orang-orang lanjut usia dan mereka yang menderita penyakit kronis. Seorang Imam memang mungkin memiliki keahlian di bidang liturgi dan teologi sakramental, tetapi para imam hendaknya mengandalkan tenaga medis untuk memberikan saran terbaik dalam mengambil keputusan.

• LIVE STREAMING PERAYAAN EKARISTI TETAP BOLEH DILANJUTKAN: Walaupun kita tidak boleh terbiasa merayakan perayaan ekaristi dari televisi/handphone, tetapi live streaming misa tetap boleh dilanjutkan dalam masa pandemik ini demi kepentingan umat yang tidak bisa datang ke gereja baik karena usia lanjut, berisiko tinggi tertular maupun sakit.

• TAHUN LITURGI TIDAK BOLEH DIUBAH- Bahkan di hari hari paling gelap dalam masa pandemi, Bapa Suci menjelaskan bahwa Perayaan Paskah tidak akan "ditunda." Demikian pula, seluruh perjalanan tahun liturgi harus dipertahankan dan hari Minggu harus tetap dihormati (Norma Umum Tahun Liturgi dan Penanggalan (NUTLP) 4; Katekismus Gereja Katolik 2177).

• KOMUNIKASI ADALAH KUNCI - Setiap kali ada kebijakan yang dibuat atau diperbarui, pastor paroki bersama tim harus mengkomunikasikan hal itu kepada semua umat beriman. Kebijakan harus dikomunikasikan sejelas mungkin kepada setiap umat paroki, melalui surat dari romo paroki, atau video yang diposting di situs paroki paroki, dan/atau pesan singkat melalui sosial media.

• BERPIKIR UNTUK JANGKA PANJANG - Semua orang ingin kembali ke kehidupan normal. Namun ancaman dari virus corona masih sangat besar bagi semua orang. Bahkan sekarang, di beberapa daerah terus mengalami kasus baru dan peningkatan angka kematian. Oleh karena itu, pengaturan jarak sosial,

(27)

pemakaian masker, dan prosedur pembersihan rumah ibadat dan peralatannya yang semakin tinggi tampaknya akan kita lakukan untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, persiapan jangka panjang diperlukan agar masing-masing paroki semakin siap menghadapi wabah yang mungkin akan berlangsung cukup lama.

• KOORDINASI DENGAN PEMERINTAH SETEMPAT – Paroki wajib berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Satuan Gugus Tugas setempat dalam proses persiapan “pembukaan kembali” gereja paroki dan evaluasi setelah dibukanya gereja nanti. Koordinasi diwujudkan dengan mematuhi peraturan daerah setempat dan dalam memenuhi persyaratan perijinan tertulis yang berkaitan dengan hal ini. Koordinasi dan kolaborasi yang baik antara keduanya menjadi bukti kecintaan kita pada negeri dan usaha untuk menjadi warga negara yang baik.

STANDAR KESEHATAN DAN KEBERSIHAN DI RUMAH IBADAH

Norma-norma berikut harus diperhatikan di gereja-gereja kita dan tempat publik lainnya.

• Ketika ada keraguan untuk membuat kebijakan, tindakan pencegahan (preventif) hendaknya selalu dilakukan.

• Jumlah orang yang dapat ditampung untuk beribadah di setiap gereja

ditentukan dengan mengindahkan physical distancing, yakni paling tidak ada jarak 1 meter ke samping dan ke depan.

(28)

• Semua yang memasuki Gereja wajib memakai masker.

• Umat harus diingatkan bahwa yang boleh memasuki Gereja adalah mereka

yang tidak sedang mengidap penyakit flu/gejala-gejala penyakit pernapasan

dan memiliki suhu tubuh maksimal 37,5 Celcius.

• Umat harus diingatkan bahwa mereka yang pernah berkontak dengan orang yang positif COVID dalam beberapa hari terakhir tidak diperkenankan memasuki gedung gereja.

• Sedapat mungkin, disediakan pintu akses khusus untuk mereka yang difabel dan disediakan tempat khusus bagi mereka agar dapat berpartisipasi dalam peribadatan sesuai dengan norma yang berlaku.

• Tempat-tempat cuci tangan dan cairan disinfektan hendaknya disediakan di pintu-pintu masuk gereja.

• Bejana pembaptisan dan tempat air suci harus tetap dikosongkan.

• Air untuk pembaptisan harus diganti dan diberkati sebelum setiap pembaptisan. Seperti biasa, setelah perayaan selesai air baptis yang sudah digunakan harus langsung dibuang dengan hormat ke sakrarium atau langsung ke tanah (tidak melalui selokan).

• Bejana-bejana suci (patena, piala dan sibori) harus terus dicuci setelah setiap misa dalam air sabun dan air panas.

• Demi alasan kesehatan, pendingin ruangan (AC) hendaknya tidak digunakan, jendela dan ventilasi udara hendaknya dibuka agar dimungkinkan pergantian udara yang ada dalam ruangan.

• Semua pakaian liturgi, termasuk pakaian-pakaian misdinar, harus dicuci secara teratur.

• Area di dalam gereja yang sering digunakan harus dibersihkan dengan disinfektan sebelum dan setelah perayaan liturgi, yakni antara lain mencakup: bangku, kursi, dan ambo.

• Pegangan tangan (handrail), handle pintu, pelat dorong pintu, lantai, dan

(29)

kenop yang digunakan harus sering dilap setiap selesai perayaan liturgi. Alangkah baiknya jika pintu gereja disangga dan dibiarkan terbuka untuk mengurangi kontak dengan handle pintu.

• Fasilitas toilet harus sering dibersihkan secara teratur. Dekorasi liturgi harus dipertimbangkan juga, yakni tetap menampilkan masa liturgi sesuai dengan tahun liturgi, tetapi tetap mempertahankan penggunaan dekorasi minimum (yang memiliki lebih sedikit permukaan untuk dibersihkan atau berpotensi menjadi tempat kuman).

• Semua teks lagu dan teks misa (dan barang-barang lainnya, mis: alkitab, puji syukur) harus dikeluarkan dari bangku dan disimpan selama masa pandemi. Pada setiap Misa, jika teks misa digunakan, maka umat yang membawanya harus membawa pulang teks yang sudah digunakan. Sebagai alternatif, penggunaan LCD proyektor dan layar digital juga bisa dipakai.

• Jika tidak digunakan untuk perayaan liturgis dan perawatan kebersihan, hendaknya gereja tetap dibiarkan kosong. Segala kegiatan lain hendaknya dilakukan di luar gedung gereja.

KESEHATAN DAN KEBERSIHAN ADALAH TUGAS SETIAP INDIVIDU

• Para Imam ataupun Umat beriman yang merasa sakit

atau bergejala flu harus tetap tinggal di rumah!

• Cuci tangan di rumah dan gunakan pembersih tangan saat memasuki gereja.

• Masker wajah harus digunakan oleh semua umat yang berusia di atas dua tahun.

• Para imam juga harus mempertimbangkan penggunaan masker wajah/face-shield terutama ketika mereka berada dekat bersama umat (mis: sedang membagikan komuni)

• Para imam harus melakukan segala upaya untuk mengkomunikasikan dengan jelas praktik-praktik menjaga kebersihan di lingkungan rumah ibadah dan beberapa ketentuan tambahan dalam liturgi kepada umatnya demi kesehatan masyarakat yang berkelanjutan.

(30)

JARAK SOSIAL (SOCIAL DISTANCING)

• Umat memasuki Gereja secara individual melalui pintu yang sudah ditetapkan • Ketika memasuki gedung gereja setiap orang harus memiliki jarak minimal 1,5

meter. Bila memungkinkan, bisa digunakan beberapa pintu sebagai pintu masuk. • Sedapat mungkin umat keluar dari pintu yang lain agar tidak terjadi pertemuan

arus antara umat yang keluar dan yang masuk.

• Selama arus masuk dan keluar, pintu harus tetap dibuka untuk memudahkan arus umat dan mencegah disentuhnya gagang pintu oleh banyak orang.

• Kerumunan-kerumunan kecil umat baik di halaman Gereja atau pun di sakristi, harus dihindari.

• Para imam dan petugas penerima tamu (tata tertib) harus melakukan segala upaya untuk memastikan jarak sosial yang cukup sebelum, selama, dan setelah perayaan liturgi. Metodenya akan bervariasi berdasarkan kapasitas bangunan gereja.

• Rencana pemetaan penggunaan bangku umat, bangku petugas liturgi, arus masuk/keluar umat ke dalam gedung gereja, dan arus umat ketika menerima komuni perlu dibuat dengan baik dan terperinci.

• Selain satu keluarga/ satu rumah tangga, umat harus duduk berjarak minimal 1 meter ke segala arah.

• Pertimbangkan berbagai cara untuk mencatat jumlah orang yang akan mengikuti Perayaan Ekaristi karena kuota yang terbatas, beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan antara lain:

(31)

a. Sekretariat paroki membuka nomor telpon hotline ataupun media sosial (misalnya: Whatsapp) yang memudahkan orang untuk mendaftarkan kehadirannya,

b. Paroki membuat sistem yang memungkinkan pendaftaran kehadiran misa secara online dengan berbasis data umat (Kartu Keluarga Katolik). Pencatatan ini penting untuk menghindari penumpukan jumlah umat yang akan hadir dalam perayaan ekaristi dan meminimalkan jumlah umat yang kecele karena tidak mendapatkan kursi di gereja.

c. Dalam masa Pandemi ini, diharapkan umat hadir di gereja yang berada di teritorinya masing-masing (di paroki masing-masing) untuk mempermudah pencatatan.

d. Beberapa paroki di keuskupan lain memberlakukan pembagian jadwal misa untuk tiap wilayah berdasarkan besar/kecilnya KK di wilayah itu, untuk mengantisipasi penumpukan jumlah umat.

e. Akan tetapi, dalam masa adaptasi ini, umat yang datang tanpa mencatatkan diri (mendaftarkan diri) juga harus diusahakan mendapat tempat untuk mengikuti perayaan ekaristi, kecuali jika benar-benar sudah penuh dan tidak memungkinkan.

• Area di sekitar gedung gereja (outdoor) bisa juga dimanfaatkan untuk menampung umat yang akan hadir dalam perayaan ekaristi dengan sarana prasarana yang mendukung agar umat dapat mengikuti perayaan dengan baik dan tetap menjaga jarak sosial.

(32)

a. Antara individu dalam prosesi komuni

b. Antara pembagi komuni dengan penerima komuni (misalnya: dengan meletakkan stiker atau selotip di lantai sebagai tanda, atau ada petugas tatib yang membantu proses ini)

• Kursi Selebran dan tempat duduk lain yang mungkin ada di panti imam harus ditata ulang dan disesuaikan dengan jarak sosial yang cukup

• Perayaan Liturgi yang kemungkinan besar akan dihadiri oleh banyak orang (mis. Komuni Pertama, Baptisan, dll.) harus disesuaikan atau digandakan untuk memastikan kerumunan yang lebih kecil.

• Jika menguntungkan secara pastoral dan memungkinkan, penyesuaian sementara jadwal misa dapat dipertimbangkan untuk memastikan jarak sosial yang cukup, misalnya dengan menambahkan jam misa pada sabtu malam dan minggu malam.

• Perlu disiapkan kain microphone cover untuk setiap microphone yang digunakan dan diganti setiap perayaan liturgi selesai.

SELAMAT DATANG KEMBALI!

PANDUAN UNTUK PERAYAAN MISA

PERTAMA KALI DIBUKA

KOMUNIKASI

• Komunikasikan jauh-jauh hari kepada semua umat di paroki tentang rencana paroki membuka kembali gereja.

a. Berilah gambaran kepada umat beriman tentang jarak sosial atau tindakan pencegahan apa saja yang akan dilakukan, melalui surat dari imam, email, dan /atau postingan video di situs web paroki atau Media Sosial Paroki lainnya. b. Biarkan umat mengetahui revisi kapasitas gereja Anda.

c. Jumlah umat yang hadir akan dibatasi menurut aturan pemerintah daerah yang berlaku.

d. Berilah gambaran kepada umat tentang rencana apa pun yang akan digunakan untuk mendata jumlah umat yang akan hadir agar tidak terjadi penumpukan umat dan menghindari umat yang kecele karena tidak mendapat tempat. Selain itu, beritahukan kepada mereka bahwa mungkin mereka tidak dapat duduk di "tempat biasa" karena kapasitas yang terbatas. Dalam masa Pandemi ini, bisa diinformasikan kepada umat agar hadir di gereja yang berada di teritorinya masing-masing untuk mempermudah pencatatan.

• Tempat penerimaan Komuni Kudus harus diatur ulang sehingga tetap memungkinkan jarak jarak sosial yang cukup:

(33)

e. Umat wajib diberitahu apakah masker perlu digunakan atau apakah pembersih tangan akan tersedia.

f. Memberitahukan jadwal Misa baru atau Misa tambahan. g. Tempat Parkir dapat diatur ulang.

h. Pada pintu masuk setiap gereja hendaknya ada semacam poster dengan beberapa petunjuk esensial di dalamnya. Beberapa poin yang harus ada adalah:

1. Jumlah maksimum umat yang diperbolehkan hadir sesuai dengan kapasitas bangunan dan aturan physical distancing.

2. Tanda dilarang masuk bagi mereka yang sedang flu/atau memiliki gejala sakit pernafasan dan suhu tubuh lebih dari 37,5∘C atau pernah kontak

dengan pasien positif Covid dalam beberapa hari yang lalu.

3. Seruan untuk selalu mematuhi jarak aman ketika memasuki gedung gereja, menjaga kebersihan tangan, menggunakan peralatan kebersihan pribadi yang dimulai dengan penggunaan masker yang menutupi hidung dan mulut.

PETUGAS LITURGI

• Paroki sangat membutuhkan bantuan dari Para Tatib (Penerima Tamu). Mereka perlu dilatih untuk mengetahui prosedur baru yang berlaku. Selain itu, mereka harus dilatih bagaimana menangani dengan lembut beberapa kekacauan dan kebingungan umat selama beberapa minggu awal. Mereka tidak hadir di gereja sebagai "polisi", tetapi untuk mengkomunikasikan beberapa peraturan baru yang dibuat demi kebaikan dan kenyamanan bersama.

(34)

• Peran Asisten Imam juga sangat diperlukan oleh Paroki. Mereka perlu dilatih bagaimana menjaga kebersihan diri dan tangannya agar dapat membagikan Tubuh Kristus dengan baik tanpa menyentuh tangan penerima komuni dan menjaga jarak sosial yang cukup dengan para penerima komuni.

• Akhirnya, semua petugas perlu dilatih sehingga mereka, pada gilirannya, dapat menjadi contoh praktik yang baik bagi umat beriman.

MEMAHAMI PERASAAN UMAT (Pedoman khusus bagi Imam)

• Hendaknya para imam mengajak umat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas apa yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita hingga saat ini! • Hendaknya Imam di awal misa memberikan kata pengantar yang berusaha

memahami apa yang umat rasakan. Hendaknya disiapkan sebuah sapaan “selamat datang kembali” yang ditulis dengan sepenuh hati dan ungkapkan mengapa saat ini menjadi kesempatan indah bagi kita semua untuk berkumpul sekali lagi di sekitar Altar Tuhan.

• Umat perlu diajak menerima kenyataan bahwa kita semua masih sangat berhati-hati dalam situasi saat ini dan akan membutuhkan waktu untuk kembali seperti keadaan semula sebelum pandemi.

• Umat telah sedikit terbiasa mengikuti Misa di televisi dan akan membutuhkan dorongan untuk berpartisipasi penuh lagi (walaupun dengan bermasker). • Sebutkan batasan apa pun yang dilakukan dalam liturgi, seperti: tidak ada jabat

tangan di Salam Damai atau perubahan apa pun saat penerimaan Komuni Suci. • Gunakan nyanyian-nyanyian liturgis yang membuat umat kembali merasa

"berada dalam rumah Tuhan."

• Pertimbangkan menggunakan lagu-lagu yang sudah sering digunakan, agar umat bisa mengikutinya bahkan tanpa teks.

• Jangan lupa menyebutkan bahwa kita tetap berterima kasih kepada petugas kesehatan, dan para relawan dan pahlawan-pahlawan kemanusiaan yang bekerja sama untuk mengatasi masa krisis ini. Jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada semua orang di paroki yang telah begitu murah hati dalam menanggapi kebutuhan orang miskin, yang lapar, dan yang terdampak.

(35)

HAL-HAL LITURGIS YANG PERLU

DIPERTIMBANGKAN

PELAYANAN MUSIK LITURGI

• Untuk sementara, pelayanan musik dibatasi. Seorang Organis masih dapat bertugas, tetapi paduan suara untuk sementara ditiadakan. Seorang cantor untuk memimpin koor umat juga masih bisa digunakan.

• Diharapkan menggunakan lagu-lagu yang dikenal umat sehingga semua umat bisa bernyanyi. Panduan pemilihan lagu liturgi yang ingin mempromosikan lagu-lagu baru sebaiknya tidak digunakan dahulu.

• Semua teks lagu dan teks misa (dan barang-barang lainnya, mis: alkitab, puji syukur) harus dikeluarkan dari bangku dan disimpan selama masa pandemi.

• Pada setiap Misa, jika teks misa digunakan, maka umat yang membawanya harus membawa pulang teks yang sudah digunakan.

• Sebagai alternatif, penggunaan LCD proyektor dan layar digital juga bisa dipertimbangkan.

• Karena tidak ada perarakan, maka lagu pembuka, persiapan persembahan, dan penutup cukup 1 ayat.

• Dalam Mazmur Tanggapan berapapun ayat yang disediakan dalam buku panduan, cukup dinyanyikan (atau dibacakan) 2 ayat saja.

• Lagu-lagu Ordinarium masih bisa dinyanyikan sesuai dengan kebutuhan. Jika ordinarium akan dibacakan, minimal lagu kudus hendaknya dinyanyikan.

• PUMR 63 c, menyebutkan kalau tidak dinyanyikan, Bait Pengantar Injil dengan atau tanpa Alleluya dapat dihilangkan (i.e. BPI tidak boleh dibacakan).

Sumber gambar :

(36)

• Pertimbangkan perlunya lagu yang lebih panjang di lagu Komuni karena adanya

social distancing saat penerimaan komuni suci. Boleh menggunakan lebih dari satu lagu komuni jika dirasa kurang untuk mengiringi prosesi komuni.

• Asumsikan bahwa setiap orang akan bernyanyi melalui masker. Bersihkan

keyboard, dudukan teks, dan instrumen alat musik lainnya selesai digunakan. PERSIAPAN SEBELUM MISA

• Roti dan Anggur sudah dipersiapkan di meja kredens di dekat altar (tidak diperkenankan di atas Altar, walaupun di bagian samping Altar).

• Para imam, diakon, dan semua petugas liturgi harus mencontohkan praktik-praktik higienis yang baik sebelum, selama, dan setelah Misa, misalnya: dengan tidak menyentuh mulut, hidung, ataupun rambut.

• Para Imam, diakon, dan Asisten Imam dapat terus menggunakan pembersih tangan ataupun mencuci tangan sebelum Misa, sebelum penerimaan Komuni, dan setelah Misa. Para Asisten imam tidak diperkenankan mencuci tangannya di panti imam, sebelum membagikan komuni. Lebih baik mereka membersihkan tangannya dengan hand sanitizer, atau jika harus mencuci tangan maka dilakukan secara tersembunyi di sakristi.

• Para Asisten Imam dan Petugas liturgi lainnya tidak perlu ikut dalam perarakan dan langsung menempati tempat yang sudah disediakan.

• Jumlah Misdinar yang diperbolehkan maksimal 2 orang.

• Jumlah Asisten imam menyesuaikan dengan jumlah umat yang hadir.

• Agar semakin sesuai dengan prinsip dalam physical distancing, hendaknya diminimalkan kehadiran konselebran dan petugas-petugas liturgi, karena aturan physical distancing juga berlaku di panti imam.

• Jika kalender liturgi mengizinkan, bisa dipertimbangkan untuk menggunakan teks-teks Misa baru dari Paus "Misa untuk Berbagai Kebutuhan : Dalam Masa Pandemi."

(37)

RITUS PEMBUKA

• Hendaknya dipilih jalur perarakan yang paling singkat ketika menuju/ meninggalkan Altar.

• Pilihan ritus tobat khususnya yang memasukkan unsur pemercikan air hendaknya dihindari.

• Madah Kemuliaan boleh didoakan, didaraskan, ataupun dinyanyikan. LITURGI SABDA

• Walaupun petunjuk dalam buku Leksionarium mengidealkan adanya dua orang pembaca yang berbeda untuk pembacaan pada hari Minggu (no. 52), dalam masa pandemi ini diijinkan hanya menggunakan satu orang lektor untuk membaca kedua bacaan dan sekaligus merangkap sebagai komentator.

• Minimalkan membolak balik halaman dengan pita atau pembatas buku yang sudah dipersiapkan dengan cermat sebelumnya.

• Para imam diharapkan sedikit mempersingkat homilinya (sekitar 10 menit). • Dalam doa umat, bisa dimasukkan intensi bagi kebutuhan seluruh dunia dalam

masa pandemi ini, serta jiwa umat beriman yang telah meninggal dan juga para korban yang telah meninggal karena virus di paroki ataupun di seluruh dunia.

(38)

LITURGI EKARISTI

• Perarakan Persembahan roti dan anggur ditiadakan karena Roti dan Anggur sudah dipersiapkan di meja kredens atau meja lain di dekat altar (tidak diperkenankan di atas Altar, walaupun di bagian samping Altar).

• Pada saat bahan persembahan sudah ditata di atas

korporale, sibori yang berisi roti bisa ditutup dengan kain atau palla atau (lebih baik) sejenis mika bening yang keras untuk menjaga agar tidak ada droplet yang tidak disengaja dijatuhkan oleh para Imam ketika mendoakan Doa Syukur Agung.

• Kolekte dikumpulkan tidak pada saat ritus persiapan persembahan, tetapi bisa dimasukkan di kotak-kotak

kolekte di pintu-pintu masuk Gereja atau tempat lain yang sesuai. Cara lain bisa dilakukan juga jika paroki memiliki kantong persembahan yang memiliki lengan panjang sehingga petugas persembahan bisa mengarahkan ke tiap umat.

• Hindari cara-cara pengumpulan kolekte yang menimbulkan kontak tangan antar umat.

• Umat dihimbau agar menyiapkan uang persembahan sudah sejak dari rumah masing-masing dan memasukkannya dalam amplop, sehingga tangan mereka tidak berkontak lagi dengan uang ketika akan memberikan kolekte.

• Salam damai hendaknya tetap tidak lakukan dengan bersalam-salaman tetapi dengan gestur menundukkan kepala.

• Kebiasaan untuk bergandengan tangan ketika doa Bapa Kami pun hendaknya tidak dipertahankan. RITUS KOMUNI

• Dalam masa pandemi, penerimaan komuni suci dengan lidah dilarang karena penelitian medis telah menekankan bahwa saliva (air liur) merupakan media penularan virus yang paling tinggi tingkat penularannya.

• Penerimaan komuni dalam dua rupa dalam masa pandemi hanya dikhususkan bagi para imam

(39)

• Penerimaan komuni dilakukan setelah Selebran dan Asisten Imam telah memastikan higienitas tangan mereka (dan masker). Setiap pelayan komuni harus memastikan bahwa hidung dan mulut mereka tertutup sambil menjaga jarak yang aman serta berhati-hati agar saat menerimakan Hosti Suci tidak menyentuh telapak tangan umat.

• Bisa dipertimbangkan, ketika membagikan Komuni suci, para pelayan bisa mengatakan “Tubuh Kristus” dalam hati (atau dengan lirih) dan umat pun menjawab “Amin” dalam hati (atau dengan lirih), sehingga mulut pelayan dan penerima tetap tertutup dan memperkecil penularan.

• Usulan penggunaan sarung tangan ketika membagi komuni dirasa tidak efektif karena justru akan semakin menyulitkan para pelayan untuk memegang hosti kudus, dan selain itu, jika ingin menggunakan sarung tangan maka menurut standar kesehatan yang benar maka sarung tangan harus diganti pada setiap penerima komuni.

• Usulan penggunaan penjepit atau sejenisnya untuk membagi komuni suci tidak diperkenankan.

• Usulan agar umat beriman “mengambil sendiri” Tubuh Kristus dari sibori juga tidak diperkenankan.

Penerimaan Komuni Kudus. Sumber gambar: webstockreview.net

(40)

• Penerimaan berkat di dahi bagi anak-anak atau mereka yang terhalang menerima komuni tidak diperkenankan. Jika ada yang tetap maju untuk menerimanya maka Asisten Imam bisa menganggukkan kepala tanpa mengulurkan tangan dengan berkata lirih, “Tuhan memberkati”.

• Ritus Komuni adalah sesuatu yang esensial dan tidak bisa ditiadakan dalam perayaan Ekaristi.

BEBERAPA PERTIMBANGAN PEMBATASAN USIA

Penentuan kelompok umur yang diperkenankan mengikuti Perayaan Ekaristi adalah sesuatu yang tidak mudah, karena ada beberapa pertimbangan berikut: • Menurut dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah, ada larangan

bagi anak-anak dan warga yang lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang beresiko tinggi terhadap Covid-19.

a. Akan tetapi, dalam pelaksanaan aturan ini timbul perdebatan soal berapakah usia anak-anak dan lanjut usia yang dimaksud ?

b. Beberapa sumber menyebutkan usia anak adalah mereka yang kurang dari 14 tahun (<14 thn) dan mereka yang lanjut usia adalah mereka yang berusia lebih dari 60 (>60 thn).

c. Namun kemudian, kebijakan penentuan kempok usia ini menjadi tidak relevan jika dibenturkan dengan fakta data bahwa “Rentang Usia Kasus Positif Corona di Indonesia didominasi oleh kelompok usia 30-59 tahun (54%), sedangkan kelompok usia 60-79 thn (16%), 15-29 thn (15%) dan balita (0.6%). Dari fakta tersebut justru kelompok usia 30-59 tahun yang saat ini paling rentan menularkan dan tertular. Apakah usia ini memang juga harus dibatasi?

(41)

d. Dari sudut pandang Gereja, pembatasan usia untuk mengikuti perayaan Ekaristi juga menjadi persoalan baru:

1. Apakah para imam juga terkena peraturan pembatasan usia ini?

2. Jika tidak terkena alasannya apa? Jika terkena maka jumlah imam yang bisa melayani juga akan berkurang.

3. Para aktivis di paroki (baik sebagai DPP maupun Asisten Imam) sebagian besar adalah mereka yang sudah berusia lanjut, jika mereka juga terkena batasan usia ini maka akan mempersulit juga koordinasi paroki setempat. 4. Dari survey yang diadakan oleh berbagai keuskupan, justru sebenarnya

umat yang lanjut usia inilah yang paling merindukan perayaan ekaristi secara langsung karena banyak dari mereka sulit beradaptasi mengikuti misa live streaming di layar televisi/handphone dan membutuhkan bantuan rohani (berupa komuni suci) bagi kehidupan mereka.

5. Data sensus 2015 Keuskupan Surabaya menunjukkan presentase usia umat, sbb: • Balita (0-5 thn) : 5.35% • Anak-anak (6-12 th) : 9.04% • Remaja (13-15 th) : 9.45% • Dewasa (16-30 th) : 14.52% • Orang Tua (30-55 thn) : 50.15% • Lansia (>55 tahun) : 11.48%

Dengan demikian pembatasan usia yang dilakukan pada usia tertentu otomatis akan membuat sekian persen umat terhalang untuk mengikuti perayaan Ekaristi.

(42)

• Oleh karena itu, beberapa keuskupan lain mensiasati pembatasan umur ini dengan beberapa cara:

a. Menetapkan misa khusus untuk mereka yang berusia lanjut. Beberapa keuskupan menetapkan Misa Pagi pertama pada hari minggu hanya boleh dihadiri oleh orang lanjut usia untuk menghindari penularan.

b. Umat yang berusia lanjut tetap berada di rumah mengikuti misa live streaming dari rumah masing-masing, dan asisten imam akan berkeliling untuk membagikan hosti suci dari rumah ke rumah dengan ritus penerimaan komuni yang dipersingkat (tanpa ibadat sabda).

Cara ini mengandaikan banyaknya asisten imam masih berusia muda dan memiliki tenaga dan waktu yang cukup melimpah.

• Dengan demikian, paroki diharapkan sungguh-sungguh bijaksana jika akan mengambil kebijakan soal pembatasan usia mengingat banyaknya variabel yang harus dipertimbangkan dan kebijakan ini harus dijelaskan dengan sangat hati-hati agar bisa dimengerti bersama dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

PENERIMAAN SAKRAMEN LAIN

KETENTUAN PELAKSANAAN SECARA UMUM

• Seluruh pelayanan Sakramen lainnya, kecuali Ekaristi dan Pernikahan, dijadwalkan di luar hari Minggu

• Penjadwalan diatur oleh Paroki sesuai dengan kebutuhan

• Ibadat dilakukan secara sederhana dan singkat, tanpa nyanyian. Yang diutamakan adalah penerimaan Sakramen.

• Jumlah umat yang hadir berdasarkan ketentuan ketentuan dalam Ketentuan Umum Peribadatan ini

• Wajib membawa peralatan kesehatan pribadi (masker, Hand Sanitizer/alkohol 70% dan lain-lain)

Penerimaan Sakramen Baptis. Sumber gambar: img3.stockfresh.com

(43)

• Masker dipakai sejak keluar dari rumah dan selama berada di lingkungan Gereja • Membawa perlengkapan ibadat

masing-masing (Puji Syukur, Kitab Suci dan lain-lain)

• Tidak mengenakan perlengkapan kesehatan yang berlebihan (contoh: topi anti Corona, Alat Pelindung Diri (APD), sarung tangan, dan lainlain)

• Tidak melakukan kontak fisik dengan

umat lain seperti bersalaman atau berpelukan

• selalu menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang di sekelilingnya

• Mematuhi petunjuk yang telah diberikan oleh petugas di Gereja (antrian masuk keluar Gereja, cuci tangan, tempat duduk, dan lainlain)

• Setelah selesai langsung keluar dari gereja dan pulang

• Imam wajib menggunakan masker dan perlengkapan kesehatan (sarung tangan, face shield dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan)

• Umat, Imam, pelayan liturgi dan petugas harus dalam kondisi SEHAT

• Semua pelayanan sakramen harus mengindahkan protokol kesehatan

SAKRAMEN BAPTIS DEWASA

• Umat yang diperkenan hadir hanya calon baptisan dewasa dan wali baptis saja

• Sakramen Baptis dewasa diberikan maksimal untuk 10 orang setiap penyelenggaraannya

• Persiapan untuk para calon baptis dapat dilakukan secara online

• Air untuk pembaptisan harus diganti dan diberkati sebelum setiap pembaptisan.

(44)

• Pembaptisan dengan air yang mengalir, air dituangkan di dahi orang dewasa

oleh Imam tanpa perlu sentuhan secara fisik

• Pelantikan Tahap Pertama dan Kedua Katekumen dapat dilaksanakan lebih sederhana dan ringkas dalam sebuah ibadat sabda.

• Khusus Doa Umat, dapat ditambahkan Doa di Masa Pandemi • Penerimaan komuni mengikuti tata cara pada Misa Mingguan

• Ketika memberikan tanda salib dengan minyak katekumen pada dahi baptis dewasa, Imam dapat memberikan dengan menggunakan kapas sekali pakai

(agar tidak ada kontak fisik)

• Setelah perayaan selesai, air baptis yang sudah digunakan harus langsung dibuang dengan hormat ke sakrarium atau langsung ke tanah (tidak melalui selokan).

• Kapas-kapas kecil yang telah digunakan, setelah didisinfeksi atau dibakar, abunya dapat ditanam ke dalam tanah atau dibuang dengan hormat ke sakrarium.

SAKRAMEN BAPTIS BAYI/BALITA (DAPAT DIBERLAKUKAN JUGA UNTUK BAPTIS LANSIA)

• Kecuali dalam bahaya maut, dalam masa pandemi ini hendaknya ditunda dulu. PENERIMAAN KOMUNI PERTAMA

• Umat yang diperkenan hadir hanya anak yang akan menerima Komuni Pertama, orangtua (ayah dan ibu), perwakilan katekis yang mendampingi para penerima Komuni Pertama

• Penerimaan Komuni Pertama diberikan maksimal untuk 30 anak setiap penyelenggaraannya

• Dalam masa pandemi, penerimaan Komuni Pertama bisa dilakukan Juga di luar Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dan Masa Paskah.

(45)

• Persiapan/katekese untuk calon penerima Komuni Pertama dilakukan secara

online

• Komuni Pertama untuk anak-anak bisa menggunakan satu rupa saja yaitu hosti yang sudah di konsekrasi.

• Sakramen Tobat untuk calon penerima Komuni Pertama dilakukan sebelum Penerimaan Komuni Pertama, mengikuti tata cara Sakramen Tobat

SAKRAMEN PENGUATAN

• Jadwal penerimaan Sakramen Krisma di seluruh Keuskupan Surabaya tahun 2020 ditunda hingga diberitahukan kemudian.

SAKRAMEN PERKAWINAN

• Romo Kepala Paroki bertanggungjawab atas Pembinaan calon mempelai perkawinan di wilayah paroki masing-masing.

• Pembinaan Persiapan Perkawinan Katolik dapat dilakukan dengan dua cara: a. Pertemuan secara langsung dengan mengindahkan protokol kesehatan b. Pertemuan secara online

• Penyelidikan Kanonik hendaknya tetap diadakan dengan tatap muka secara langsung/luring (bukan daring/online) dengan mengindahkan protokol kesehatan

• Ibadat Pemberkatan di dalam atau di luar Perayaan Ekaristi dilaksanakan seringkas dan sesederhana mungkin tanpa mengurangi kekhusukan dan makna ibadat

• Sementara dihindari dulu keterlibatan koor/vokal grup

• Penyusunan doa dan pemilihan bacaan tetap berkoordinasi dengan Pastor yang akan meneguhkan

Gambar

Ilustrasi new normal. Sumber: jawapos.com
Ilustrasi baik buruknya tindakan manusia. Sumber:shutterstock.com
Ilustrasi keluarga pergi bersama  ke gereja. Sumber gambar: images.
Ilustrasi social distancing. Sumber gambar: freepik.com
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan adaptasi kebiasaan baru (new normal) saat pandemi akibat infeksi corona (Covid- 19) menjadikan lingkungan keluarga di rumah tangga merupakan kelompok kecil dalam

Sehubungan dengan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease – 19 (COVID-19), pengungkapan dan penyajian atas dampak dan penanganan pandemi Covid-19 berpedoman dengan Surat

35 Panduan Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pada Masa Pandemi Covid-19 dan Adaptasi Kebiasaan Baru disusun untuk membantu petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan

Pandemi COVID-19 menyebabkan timbulnya kebiasaan baru dalam kehidupan masyarakat tidak terkecuali dalam transaksi jual-beli, adanya regulasi terkait penerapan

Menyusun strategi baru untuk pelaksanaan kegiatan dalam masa Pandemi

• Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) • Kondisi UMKM pada Masa Pandemi Covid-19.. • Upaya Meningkatkan Kinerja UMKM pada Masa Kebiasaan

Padang, Khazanah Padang, Khazanah Padang, Khazanah Padang, Khazanah Padang, Khazanah—Kondisi pandemi Covid-19 yang masih penuh dengan ketidakpastian saat ini telah mengubah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon siswa terhadap penerapan pembelajaran blended learning berbasis WhatsApp di masa adaptasi kebiasaan baru pandemi COVID-19 pada pembelajaran