• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI PEMETAAN INSTRUMEN SISTEM MANAJEMEN INTEGRITAS UNIVERSITAS PARAMADINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN MANDIRI PEMETAAN INSTRUMEN SISTEM MANAJEMEN INTEGRITAS UNIVERSITAS PARAMADINA"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

PEMETAAN INSTRUMEN SISTEM MANAJEMEN INTEGRITAS

UNIVERSITAS PARAMADINA

Oleh:

Alfikalia Retno Hendrowati Asriana Issa Sofia

Tri Wahyuti

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS PARAMADINA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PENELITIAN MANDIRI

Penelitian dengan judul: Pemetaan Instrumen Manajemen Integritas Universitas

Paramadina

Peneliti:

1. Ketua Peneliti : Alfikalia

2. Anggota Peneliti : Retno Hendrowati 3. Anggota Peneliti : Asriana Issa Sofia 4. Anggota Peneliti : Tri Wahyuti Biaya penelitian : Rp. 2.500.000,-

Telah disahkan oleh Direktur Lembaga Penelitian, dan Pengabdian Universitas Paramadina dan diketahui oleh Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban, pada:

Hari/Tanggal: Jumat, 26 Februari 2021 Yang mensahkan dan mengetahui:

Direktur

Lembaga Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat

(Dr. Sunaryo)

Dekan

Fakultas Falsafah dan Peradaban

(3)

Daftar Isi Daftar Isi ... 3 Daftar Tabel ... v Daftar Gambar ... vi Abstrak ... vii BAB 1 ... 8

1.1 Latar Belakang Masalah ... 8

1.2 Rumusan masalah ... 13

1.3 Tujuan ... 13

1.4 Manfaat ... 13

BAB 2 ... 14

2.1 Integritas dalam Organisasi ... 14

2.2 Manajemen Integritas ... 15

2.2.1 Kerangka Kerja Manajemen Integritas (KKMI) ... 16

2.2.2 Fungsi Kerangka Kerja Manajemen Integritas (KKMI) ... 17

BAB 3 ... 19

3.1 Desain penelitian dan sampel penelitian ... 19

3.2 Variabel Penelitian ... 19

3.3 Alat ukur ... 20

3.4 Metode analisis data ... 21

3.5 Prosedur Penelitian ... 21

BAB 4 ... 22

4.1 Hasil Penelitian ... 22

4.1.1 Demografi Responden ... 22

4.1.2 Gambaran Konsep Integritas Dalam Bekerja Menurut Responden ... 23

(4)

Responden ... 29

4.1.5 Masukan/Komentar Responden Terhadap Penegakan Integritas di UPM ... 42

4.2 Pembahasan ... 44

BAB 5 ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Rekomendasi ... 49

REFERENSI ... 50

Lampiran A. Kuesioner Penelitian ... 52

(5)

Daftar Tabel

Tabel 3.1 Instrumen untuk masing-masing fungsi manajemen integritas ... 19

Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur ... 20

Tabel 4.1 Demografi responden ... 22

Tabel 4.2 Gambaran umum konsep integritas menurut responden ... 23

Tabel 4.3 Gambaran Persepsi Terhadap Keberadaan Berbagai Instrumen Integritas ... 24

(6)

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Persepsi Terhadap Keberadaan Berbagai Instrumen Integritas Berdasarkan Persentase

Jawaban Responden ... 27

Gambar 4.2 Persentase Persepsi Terhadap Keadilan Kebijakan yang Berhubungan dengan Penegakan Integritas dalam Bekerja ... 29

Gambar 4.3 Persepsi keberfungsian peraturan untuk penegakan integritas berdasarkan persentase Jawaban Responden ... 30

Gambar 4.4 Persepsi Terhadap Keadilan Peraturan UPM tentang Pemberian atau Grafitasi Berdasarkan Persentase Jawaban Responden ... 30

Gambar 4.5 Persentase Persetujuan Responden Terhadap Keberfungsian Peraturan UPM tentang Pemberian atau Gratifikasi ... 31

Gambar 4.6 Persentase Persetujuan Terhadap Perlu Dilakukannya Analisis Risiko ... 31

Gambar 4.7 Persentase Persetujuan Terhadap Kecukupan Analisis Risiko Yang Dilakukan ... 31

Gambar 4.8 Persepsi Terhadap Pelibatan Responden Dalam Analisis Risiko ... 32

Gambar 4.9 Persepsi Responden Terhadap Perilaku Integritas Yang Ditampilkan Atasan Langsung . 33 Gambar 4.10 Penilaian Responden Terhadap Keteladanan Atasan Langsung Dalam Berintegritas .... 33

Gambar 4.11 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Sosialisasi Peraturan Integritas ... 34

Gambar 4.12 Persentase Persetujuan Responden Terhadap Manfaat Peraturan Integritas ... 34

Gambar 4.13 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Diskusi Dilema Penegakan Integritas ... 35

Gambar 4.14 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kebermanfaatan Diskusi Dilema Penegakan Integritas ... 35

Gambar 4.15 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Pakta Integritas... 36

Gambar 4.16 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kebermanfaatan Pakta Integritas ... 36

Gambar 4.17 Persepsi Responden Terhadap Mekanisme Pengawasan Integritas Kerja di UPM ... 37

Gambar 4.18 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Pelaksanaan Pengawasan Integritas Kerja ... 37

Gambar 4.19 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Keadillan Sanksi Pelanggaran Integritas di UPM ... 38

Gambar 4.20 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Keberfungsian Sanksi Pelanggaran Integritas ... 38

Gambar 4.21 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Mekanisme Penyidikan Pelanggaran Integritas ... 39

Gambar 4.22 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Pelaksanaan Penyidikan Pelanggaran Integritas ... 39

Gambar IV.23 Persepsi Responden Mengenai Keadilan proses Seleksi dan Rekrutmen Pegawai di UPM ... 39

Gambar 4.24 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kemampuuan Merekrut Orang Yang Berintegritas ... 40

Gambar 4.25 Persepsi Responden Terhadap Keadilan Evaluasi Kinerja dan Promosi di UPM ... 40

Gambar 4.26 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Peran Evaluasi Kinerja dan Promosi Dalam Mendorong Integritas Kerja ... 41

Gambar 4.27 Persepsi Responden Terhadap Keadilan Deskripsi Pekerjaan di UPM ... 41

Gambar 4.28 Persepsi Responden Terhadap Tingkat Keberfungsian Deskripsi Pekerjaan Bagi Pegawai UPM ... 42

(7)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan memetakan keberadaan instrumen manajemen integritas di Universitas Paramadina (UPM) berdasarkan persepsi sivitas academica mengenai apakah instrumen tersebut tersedia atau tidak, serta penilaian responden mengenai keadilan, penerapan, serta kebermanfaatan dari instrumen integritas tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei menggunakan kuesioner daring. Responden dalam penelitian ini berjumlah 99 responden yang terdiri dari dosen dan tenaga kependidikan, baik yang memegang jabatan struktural maupun tidak. Responden berasal dari jajaran Rektorat, Direktorat, Fakultas, dan Prodi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 instrumen manajemen integritas yang diteliti, terdapat 13 instrumen manajemen integritas yang dinilai ada oleh lebih dari 50% responden, dan 8 instrumen integritas yang dinilai ada oleh kurang dari 50% responden. Analisis lebih lanjut dilakukan terhadap 13 instrumen yang dinilai ada oleh lebih dari 50% responden, baik dari persepsi mengenai keadilan instrumen, persepsi terhadap penerapan, dan kebermanfaatan dari instrumen tersebut.

Kata kunci: : Integritas, Perguruan Tinggi, Instrumen, Manajemen Integritas, Sistem Manajemen Integritas,

(8)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia yang dikutip dalam buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruatn Tinggi, integritas berarti kebulatan, keutuhan, kejujuran (Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi, 2018). Dalam buku tersebut juga, menurut Simons perilaku integritas sebagai pola yang dirasakan dari keselarasan antara kata-kata seorang pemimpin dan perbuatan. Orang dikatakan “mempunyai integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya.

Seseorang dikatakan Memiliki integritas daapt dicirikan Dengan Kualitas diri dan kualitas Interaksi Dengan Orang lain seperti Mematuhi Peraturan dan etika Organisasi, Jujur, Memegang Teguh Komitmen dan prinsip-prinsip Yang Diyakini Benar, Tanggung Jawab, Konsisten Antara Ucapan dan tindakan, Kerja Keras dan antikorupsi (Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi, 2018). Dalam berorganisasi, termasuk organisasi pendidikan perlu diidentifikasi perilaku integritas yang dapat dirumuskan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mendefinisikan bahwa Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan hal penting dalam membentuk akhlak dan kepribadian pribadi dan masyarakat. Baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.

Menurut definisi dari KPK (KPK, 2021), pengertian satuan pendidikan berintegritas adalah suatu model pendekatan untuk mendorong terciptanya satuan pendidikan (sekolah) yang berintegritas dengan menerapkan prinsip-prinsip sesuai tata kelola yang baik (good governance) yaitu akuntabel, transparansi dan partisipatif sebagai unsur utamanya serta penegakan aturan; sehingga dapat menekan potensi tindak pidana korupsi di satuan pendidikan serta mendukung lingkungan pembelajaran yang kondusif dalam rangka proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi kepada peserta didik dan warga satuan pendidikan dengan dukungan

(9)

semua pemangku kepentingan (stakeholder) terkait (KPK, 2021). Integritas dalam pendidikan merupakan integritas yang menyeluruh baik aspek akademik maupun non akademik. Integritas akademik sebagai wujud dari kebenaran dan kejujusan dalam proses kegiatan-kegiatan akademik (ilmiah). Misal dalam kegiatan penulisan karya ilmiah yang menerapkan prinsip anti plagiarsme. Hal ini sangat penting karena dapat menentukan kredibilitas dan kualitas satuan pendidikan di masyarakat. Integritas non akademik perlu selalu ditegakkan dan dijalankan agar dapat tercapai juga akademik yang berintegritas.

Integritas di Perguruan Tinggi (PT) sangatlah penting karena perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran terhadap nilai-nilai dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara. Pembekalan pembelajaran etika ke mahasiswa juga harus dibarengi dengan penataan dan penerapan etika bagi civitas akademika. Jika integritas tidak diterapkan dalam linkungan PT maka dapat menimbulkan penyimpangan perilaku integritas, salah satunya berupa tindakan korupsi, yaitu tindakan kejahatan, kebusukan, suap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran (Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi, 2018). Pelanggaran integritas dapat merendahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan atau bahkan masyarakat hilang kepercayaannya. Hal ini sangat merugikan perguruan tinggi tersebut. Berbagai kasus korupsi di PT, Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan dalam kurun waktu 10 tahun (2006-2016), ditemukan 37 kasus korupsi di PT, dengan kasus-kasus besarnya adalah korupsi pengadaan barang dan jasa, dan ini cenderung naik tiap tahunnya (ICW, 2016).

Berdasarkan informasi di laman LLDIKTI 12 (SDID Ditendik, 2017), Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti mengakui adanya setumpuk masalah terkait integritas di PT di Indonesia. Masalah ini bisa terkait dengan perekrutan dosen, pemberian nilai kepada mahasiswa, pembimbingan, dan kelulusan. Bahkan, terkait dengan kenaikan jabatan akademik dosen.

Universitas Paramadina (UPM) sebagai universitas yang mengedepankan nilai-nilai integritas mempunyai visi “Menjadi Universitas unggulan berbasikan etika religius, untuk mewujudkan peradaban yang luhur”. (UPM, 2017). Visi tersebut dibarengi dengan nilai-nilai UPM yaitu ke-Indonesiaan, ke-Modernan, dan ke-Islaman dengan sub-kompetensi Leadership, Enterpreneurship dan Ethics Sebagai salah satu realisasi dari nilai-nilai tersebut adalah UPM mewajibkan pengajaran mata kuliah Antikorupsi sejak tahun 2008 bagi program Sarjana dan mengenalkannya ke mahasiswa program Magister. Hal ini tentunya UPM mengharapkan lulusan UPM mampu memahami nilai-nilai antikorupsi / integritas dan menerapkannya dalam

(10)

aktifitas keseharian individu lulusan serta dapat memberikan aksi nyata atas penerapannya tersebut terhadap lingkungan sekitar. Selain mengajarkan mata kuliah Antikorupsi, UPM berkeinginan bahwa seluruh civitas akademika dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi/integritas. Hal ini menjadi hal penting dalam mewujudkan tata kelola dan integritas organisasi UPM.

Sejak tahun 2008 UPM telah tertekad untuk mewujudkan kampus yang berintegritas dengan mengimplementasikan nilai-nilai Paramadina dengan mengajarkan mata kuliah Antikorupsi. Mata kuliah sebagai mata kuliah wajib diambil oleh seluruh mahasiswa program sarjana dan menjadi mata kuliah umum universitas atau sebagai kekhasan UPM. Saat ini sejalan dengan PermenRistekDikti no 33 tahun 2019 tentang Penyelenggaran Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi, yang tertuang di pasal 3 tentang pendidikan Antikorupsi dapat diselenggarakan melalui mata kuliah, kegiatan kemahasiswaan dan kegiatan pengkajian serta pimpinan PT bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan antikorupsi. Hal ini sudah dijalankan di UPM, namun belum diketahui sejauh mana pelaksanaan antikorupsi dan integritas di UPM.

Oleh karena itu, dengan diselenggarakannya perkuliahan Antikorupsi untuk mahasiswa, perlu diselaraskan dengan penegakan perilaku integritas untuk seluruh civitas akademika, yaitu di lingkungan kerja tenaga kependidikan dan dosen UPM. Telah dilakukan investigasi internal oleh mahasiswa-mahasiswa mata kuliah Antikorupsi dalam beberapa tahun. Beberapa dugaan penyimpangan integritas di UPM telah dilakukan investigasi singkat oleh sekelompok mahasiswa peserta mata kuliah Antikorupsi, diantaranya (sumber : olahan data perkuliahan Ankor, 2018-2020) yaitu Dugaan Perilaku : [1] korupsi waktu bagi dosen dan mahasiswa dalam perkuliahan; [2] korupsi waktu bagi staf layanan dosen dan [3] Dugaan Perilaku korupsi organisasi mahasiswa dengan memberi kuitansi palsu. Selain itu ditemukannya kasus penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan keuangan Universitas oleh staf. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan, apalagi UPM sebagai universitas yang sejak tahun 2008 mengajarkan mata kuliah Antikorupsi kepada mahasiswa dan sudah mulai mengedapankan prinsip integritas dalam segala aktivitasnya. Berdasarkan dugaan kasus-kasus tersebut, UPM perlu menguatkan integritas di lingkungan universitas bagi semua civitas akademika. Tentunya tindakan tidak berintegritas tersebut akan memberikan dampak dan resiko bagi organisasi. Oleh karena itu diperlukan sistem manajemen integritas di UPM.

Untuk mewujudkan perguruan tinggi yang berintegritas maka diperlukan tata kelola perguruan tinggi yang baik (good governance). Tata kelola difokuskan pada inti dan proses bisnis organisasi universitas. Secara umum proses bisnis utama UPM melingkupi : Sistem

(11)

Penerimaan Mahasiswa Baru, Perkuliahan, Kegiatan Kemahasiswaan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan Sistem Pengelolaan Lulusan. Semua proses tersebut haruslah diatur dengan baik dengan sistem penjaminan mutu yang berkualitas. Sumber daya yang terlibat dalam organisasi dan tata kelola universitas perlu menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak melakukan penyimpangan bahkan perilaku tidak integritas. Hal ini sangat penting untuk dijaga agar mutu UPM lebih baik dan termasuk dalam organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas.

Adapun prinsip-prinsip tata kelola Perguruan Tinggi (PT), terdiri atas prinsip transparansi, akuntabilitas, bertanggung jawab, independensi, adil, penjaminan mutu dan relevansi, efektifitas dan efisiensi serta nirlaba (Inanna, 2018). Untuk mewujudkan tata kelola PT, diperlukan dokumen aturan yang mendasari terlaksananya bisnis proses dan organisasi. Dokumen-dokumen tersebut meliputi : Statuta, Rencana Induk Pengembangan PT, Rencana Strategis PT, Rencana Kerja Tahunan dan Anggaran, Regulasi Akademik dan Regulasi Non Akademik. Di UPM, dokumen-dokumen tersebut telah disusun dan didistribusikan ke seluruh civitas akademika melalui e-mail, media website www.paramadina.ac.id, www.wikiupm.ac.id, www.oc.paramadina.ac.id, dan media informasi serta media sosial lainnya.

Peraturan-peraturan yang telah disusun jika tidak dimengerti dan tidak ditaati oleh civitas akademika, dapat memunculkan pelanggaran integritas. Hal ini terjadi jika : [1] Peraturan belum dibuat, namun sudah ada Aktifitas; [2] Peraturan telah dibuat, namun tidak atau kurang jelas; [3] Peraturan telah dibuat, namun kriteria ketercapaian/keberhasilan tidak ada; [4] Informasi dan pelaksanaan Anggaran yang tidak transparan; [5] Perencanaan dan pengadaan Sarana Prasarana yang tidak dikelola dengan baik.

Agar terwujud tata kelola yang baik, perlu dilakukan manajemen integritas untuk mendorong dan menegakkan integritas serta mencegah korupsi dan pelanggaran integritas lainnya dalam organisasi tertentu. Hal ini menjadi sangat penting bagi UPM. Integritas organisasi mengacu pada semua aspek di organisasi yang dapat berdampak pada kualitas UPM secara menyeluruh. Sebagai langkah awal dapat dimulai dengan menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi integrias civitas akademika. Kemudian dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi peraturan-peraturan yang ada di UPM berkenaan dengan tata kelola. Berbagai peraturan tertulis yang berupa pedoman, panduan, kebijakan, standar prosedur dan lainnya terkait dengan etika dan antikorupsi telah disusun namun belum berjalan dengan baik dan masih diperlukan cara untuk mengetahui bagaimana civitas akademika ‘mengetahui’ adanya aturan-aturan tentang integritas? Dan cara ‘bagaimana’ peraturan dapat dijalankan dengan baik.

(12)

Manajemen integritas dapat diimplementasikan di lingkungan organisasi dengan mempertimbangkan hal-hal berikut (OECD, 2009): [1] Membutuhkan kerangka kerja, yaitu adanya dukungan instrumen-intrumen penegakan integeritas, dan organisasi yang turut menentukan keberhasilan manajemen integritas saat dijalankan; [2] Memperhatikan konteks organisasi aspek internal dan eksternal organisasi yang dapat mempengaruhi integritas anggota organisasi. Menurut Abid Rohmanu (Rohmanu, 2017), manajemen integritas tidak hanya memiliki dimensi pengendalian berbasis aturan, tetapi juga dimensi yang mendorong dan berbasis nilai. Pelanggaran integritas seperti korupsi sudah begitu dalam dalam budaya kita sehingga hal itu tidak mungkin dilakukan atau ingin mencoba mengubah apa pun tentang ini. Dalam menjalankan manajemen integritas, diperlukan adanya acuan yang dapat dilakukan dalam menegakkan perilaku integritas di lingkungan organisasi, yang disebut sebagai Kerangka Kerja Manajamen Intergritas (KKMI). Melalui KKMI, diharapkan proses manajemen integritas dapat berjalan dengan baik. KKMI memiliki komponen inti dan komponen pendukung dalam bentuk instrumen, proses dan struktur. Dalam melaksanakan KKMI, proses dan struktur yang dapat dilakukan mengacu pendekatan PDCA yaitu Plan, Do, Chcek dan Adapt (OECD, 2009). Plan berkaitan dengan perencanaan yang terkait dengan pebuatan instrumen KKMI dalam organisasi, Do berkaitan dengan sejauhmana organisasi dapat mengimplementasikan kerangkan kerja yang ada beserta instrumennya, check berkaitan dengan upaya organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan manajemen integritas, dan adapt yang berkaitan dengan langkah-langkah yang dilakukan organisasi dalam melakukan peneyesuaian pada implementasi KKMI ini. Proses dan struktur PDCMA ini diharapkan dilakukan oleh organisasi sebagai proses yang kontinu yang secara terus menerus dilakukan dalam upaya penegakan integritas.

Dalam usaha menegakkan integritas, KKMI memiliki 4 fungsi, yaitu 1) fungsi menetapkan batasan/kriteria integritas yang berlaku di organisasi, 2) fungsi membimbing untuk berintegritas, 3) fungsi pengawasan, dan 4) fungsi penegakan integritas (OECD, 2009). Untuk menjalankan fungsi-fungsi ini dibutuhkan instrumen-instrumen yang menjadi acuan dan juga metode bagi anggota organisasi dalam menegakkan integritas dalam pelaksanaan kerja. UPM telah memiliki sejumlah instrumen yang ditujukan untuk menjaga integritas civitas academica. Namun disisi lain pelanggaran-pelanggaran integritas masih ditemukan. Mengacu kepada 4 fungsi KKMI yang disampaikan oleh OECD (2009), perlu kiranya dipetakan bagaimana kondisi dari instrumen-instrumen KKMI yang ada di UPM, agar UPM bisa kemudian bisa mengambil langkah-langkah kongkrit untuk memperbaiki atau mengembangkan KKMI yang sudah ada saat ini. Pemetaan ini tentu tidak dilihat dari apakah sudah ada atau tidak

(13)

instrumen-instrumen KKMI, namun dilihat dari sisi anggota organisasi. Sejauh mana civitas academica UPM mempersepsi keberadaan dan pelaksanaan dari instrumen-instrumen KKMI yang ada, karena merekalah subyek dalam penegakan integritas ini.

1.2 Rumusan masalah

Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dapat diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi civitas academica UPM terhadap keberadaan dan pelaksanaan instrumen sistem manajemen integritas UPM?

1.3 Tujuan

Dengan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penelitian dengan judul “Pemetaan Instrumen Sistem Manajemen Integritas Universitas Paramadina” dilakukan dengan tujuan menggali informasi mengenai persepsi civitas academica UPM terhadap keberadaan dan pelaksanaan instrumen sistem manajemen integritas UPM

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Memberikan rekomendasi bagi pimpinan tentang perlunya diwujudkannya tata kelola melalui implementasi system manajemen integritas

(14)

BAB 2

LANDASAN TEORITIS

2.1 Integritas dalam Organisasi

Istilah integritas seringkali dikaitkan dengan perilaku atau tindakan yang konsisten pada nilai-nilai, prinsip-prinsip yang terjadi di masyarakat. Integritas juga sering disejajarkan dengan kata jujur, memiliki etika dan karakter yang kuat. Integritas memiliki delapan kata kunci (Huberts, 2014 dalam Huberts, 2018) yaitu adanya keutuhan dan koherensi; tanggung jawab profesional; refleksi moral; nilai-nilai seperti tidak korup; taat hukum dan aturan; mematuhi nilai moral dan norma; perilaku teladan. Kata integritas sejalan dengan makna integra (Montefiore dan Vines dalam Huberts, 2018). Integra dalam bahasa latin adalah utuh, harmoni, seperti halnya integritas yang bermakna “keutuhan” atau kelengkapan, konsisten dan koherensi pada prinsip serta nilia-nilai. Karssing (dalam Huberts, 2018), menyebutkan integritas sebagai keutuhan atau tanggung jawab profesional (termasuk pandangan dengan mempertimbangkan lingkungan): integritas dimaknai seorang profesional yang menjalankan tugasnya secara memadai, hati-hati dan secara bertanggung jawab (dengan mempertimbangkan semua kepentingan).

Apa yang membedakan ciri orang yang memiliki integritas? Redjeki dan Heridiansyah (2013), menyebutkan perilaku orang yang berintegritas di antaranya adalah adanya kejujuran; konsisten antara ucapan dan tindakan; mematuhi peraturan dan etika berorganisasi; memegang teguh komitmen dan prinsip-prinsip yang diyakini benar; bertanggung jawab atas tindakan, keputusan, dan resiko yang menyertainya; kualitas individu untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain; kepatuhan yang konsisten pada prinsip-prinsip moral yang berlaku di masyarakat; kearifan dalam membedakan benar dan salah serta mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Integritas tidak hanya berada pada level individu atau personal namun juga pada level organisasi. Dalam konteks organisasi, integritas didefinisikan sebagai prilaku yang sesuai dari anggota organisasi dengan menunjukkan kejujuran, setia dan peduli. Integritas organisasi tidak hanya diinginkan tetapi juga penting untuk kelangsungan hidup organisasi karena akan memiliki konsekuensi jangka panjang yang positif seperti budaya organisasi yang positif, mengurangi tingkat pergantian staf dan peningkatan kinerja (Parry and Proctor-Thomson, 2002 dalam Taufik & Zaitul, 2020). Sedangkan menurut Chandler (2014), integritas dalam konteks organisasi diartikan sebagai cara dalam mematuhi etika, tanggung jawab, dan memberi perhatian pada stakeholder atau pemangku kepentingan. Integritas yang dimiliki sebuah

(15)

organisasi dapat membangun reputasi sebagai organisasi yang dapat dipercaya dan dihormati. Integritas mampu mengembangkan hubungan baik dengan pemangku kepentingan. Oleh karena itu, dalam sebuah organisasi perusahaan seperti kualitas produk, karyawan, pelanggan, dan peraturan pemerintah harus dianggap sebagai bagian dari manajemen integritas.

2.2 Manajemen Integritas

Manajemen integritas (Kaptein, 1999), berkaitan dengan peninjauan, analisis, dan pengembangan, upaya organisasi dalam memerangi pelanggaran integritas secara sistematis dan lengkap. Pelanggaran integritas terjadi di mana terjadi konflik kepentingan, sehingga pelaku melanggar aturan perusahaan tempatnya bekerja. Pelanggaran integritas ini menyebabkan kerusakan yang sangat besar bagi perusahaan itu sendiri, karyawan, dan pemangku kepentingan eksternal. Oleh karena itu, tugas manajemen perusahaan untuk menemukan keseimbangan antara konflik kepentingan yang dihadapi karyawan dan untuk memastikan bahwa keseimbangan tersebut berjalan dengan baik.

Lebih lanjut, (Kaptein, 1999), menjelaskan tentang manajemen integritas berkaitan dengan: 1. Memberikan harapan yang jelas kepada karyawan terkait dengan membuat pilihan yang bertanggung jawab tentang masalah integritas; 2. Memberikan ekspektasi yang konsisten dan tidak ambigu misalnya atasan memberikan contoh yang baik; 3. Merumuskan harapan yang dapat dicapai karyawan tentang masalah tersebut; 4. Menciptakan dukungan dalam upaya memenuhi harapan dalam membuat pilihan yang bertanggung jawab tentang masalah integritas; 5. Memastikan apakah karyawan dan organisasi secara keseluruhan memenuhi harapan atau tidak; 6. Dapat mendiskusikan isu yang saling bertentangan, baik di antara karyawan itu sendiri dan di antara sesama karyawan ataupun dengan atasan, dan mendorong karyawan dan atasan untuk menangani satu sama lain tentang kegagalan untuk memenuhi harapan atau pelanggaran apa pun; dan 7. Memberikan penghargaan kepada karyawan yang memenuhi harapan atau berusaha untuk melakukannya, dan memberi sanksi kepada karyawan yang melanggar.

Di dalam sebuah organisansi, manajemen integritas sangat diperlukan guna mencegah tindakan/perilaku korup. Dalam OECD (2009), dijelaskan bahwa istilah manajamenen integritas mengacu kepada berbagai aktivitas yang dilakukan untuk menstimulasi dan menegakkan integritas dan mencegah korupsi dan pelanggaran integritas lainnya. Pentingnya manajemen integritas adalah (1) Memperkuat sistem dalam organisasi; (2) Pengambilan keputusan organisasi berfokus kepada kemaslahatan orang banyak, bukan individu pribadi; (3) Meningkatkan kepercayaan publik terhadap organisasi; (4) Menunjukkan secara nyata bahwa

(16)

integritas merupakan komponen penting dari organisasi; (5) Integritas menjadi tujuan yang ingin dicapai, dan menjadi komponen dalam pengelolaan bidang lain.

Manajemen integritas dapat diimplementasikan di lingkungan organisasi dengan mempertimbangkan hal-hal berikut (OECD, 2009):

1. Membutuhkan kerangka kerja. Manajemen integritas hanya dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh instrumen-instrumen yang ada untuk menegakkan integritas serta keterkaitannya. Proses dan struktur yang ada dalam organisasi juga turut menentukan keberhasilan manajemen integritas saat dijalankan.

2. Perlu memperhatikan konteks organisasi. Dalam menjalankan manajamen integritas, sebuah organisasi juga perlu memperhatikan aspek-aspek dalam lingkup organisasi yang dapat mempengaruhi integritas anggota organisasi. Aspek-aspek tersebut dapat berasal dari internal (dalam) maupun dari eksternal (luar) organisasi, seperti peraturan, stakeholder (pemangku kepentingan), politisi, dan lain-lain.

2.2.1 Kerangka Kerja Manajemen Integritas (KKMI)

Dalam menjalankan manajemen integritas, diperlukan adanya acuan yang dapat dilakukan dalam menegakkan perilaku integritas di lingkungan organisasi. Melalui Kerangka Kerja Manajamen Intergritas (KKMI) diharapkan proses manajemen integritas dapat berjalan dengan baik. Komponen inti dan komponen pendukung dari manajemen integritas adalah adanya instrumen, proses dan struktur. Dalam melaksanakan KKMI, proses dan struktur yang dapat dilakukan mengacu pendekatan PDCA yaitu Plan, Do, Chcek dan Adapt (OECD, 2009). Plan atau perencanaan terkait dengan tersedianya berbagai instrumen KKMI dalam organisasi, Do terkait sejauhmana organisasi mampu melakukan implementasi pada KKMI, check terkait dengan upaya organisasi dalam melakukan evaluasi KKMI dan adapt berkaitan dengan langkah-langkah yang dilakukan organisasi dalam melakukan peneyesuaian pada implementasi KKMI ini. Proses dan struktur PDCMA ini diharapkan dilakukan oleh organisasi sebagai proses yang kontinu yang secara terus menerus dilakukan dalam upaya penegakan integritas.

KKMI juga dapat dilihat dari dua konteks, yaitu internal dan eksternal. Internal berarti hal-hal yang terkait dengan apa saja yang menjadi pendorong sikap integritas di dalam organisasi. Pada konteks internal mengacu pada faktor dan aktor dalam organisasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan manajemen integritas, tetapi mungkin berdampak bagi individu karyawan. Seperti yang dipaparkan (Trevino & Weaver, 2003 dalam OECD, 2009) menunjukkan bahwa keadilan organisasi yang dirasakan dapat berdampak pada sikap integritas

(17)

anggota organisasi. Jika karyawan menganggap lingkungan mereka tidak adil, mereka lebih cenderung melakukan pelanggaran integritas. Karenanya, semua instrumen dalam organisasi yang berkontribusi pada persepsi keadilan (misalnya sistem perekrutan, penghargaan dan promosi) dapat bertindak sebagai faktor penting dalam menerapkan manajemen integritas. Sedangkan konteks eksternal berarti segala hal yang dapat mempengaruhi perilaku integritas anggota organisasi, seperti berbagai peraturan yang ada di luar organisasi, stakeholder, politisi, dan lain-lain.

2.2.2 Fungsi Kerangka Kerja Manajemen Integritas (KKMI)

KKMI menjadi pondasi yang dapat dilakukan organisasi dalam meningkatkan perilaku integritas di lingkungan organisasi. KKMI sendiri memiliki empat fungsi, yaitu (OECD, 2009): 1. Menentukan/mendefinisikan integritas (Determining and defining integrity). Hal pertama yang dapat dilakukan oleh organisasi adalah merumuskan bersama tentang ekspektasi/harapan anggota organisasi terkait standar integritas. Kedua, setelah standar integritas ditentukan dan didefinisikan, diturunkan dalam aturan yang memungkinkan anggota organisasi dapat mengimplementasikan standar integritas tersebut dalam bekerja. Pada lapisan inti berbentuk kode etik dan pedoman perilaku (code of conduct), kebijakan konflik kepentingan dan aturan mengenai gratifikasi. Pada lapisan pendukung berbentuk pengelolaan SDM (rekrutmen, seleksi, evaluasi, promosi, kompentensi, diversity); pengadaan; keuangan; penjaminan mutu, dan lain-lain.

2. Membimbing untuk berintegritas (Guiding). Melalui KKMI, diharapkan peran serta pimpinan/manajemen dapat memberi teladan perilaku bagi anggota organisasinya. Pembimbingan integritas dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan berbasis peraturan atau nilai, anggota organisasi juga dilatih untuk menghadapi situasi dilema terkait integritas. Pembimbingan untuk berintegritas juga dapat dilakukan melalui proses penerimaan pegawai baru, penerapan pakta integritas, adanya integrasi topik integritas dalam kehidupan organisasi serta meneyediakan layanan konseling tentang isu-isu permasalahan etis yang terjadi dalam lingkungan organisasi.

3. Memonitor integritas (monitoring). Aturan dan nilai integritas perlu dimonitor implementasi dan pelaksanaannya, baik dalam bentuk pasif melalui jalur pengaduan atau mekanisme whistle-blowing, atau berbentuk aktif mencari

(18)

pelangaran yang terjadi di lingkungan organisasi dengan melakukan supervisi, adanya komite khusus, EWS dari data, kontrol oleh stakeholder, melakukan pemetaan (mapping) pelanggaran oleh organisasi, melakukan kegiatan survei dan dapat melakukan penyelidikan informal.

4. Menegakkan integritas (Enforcing). Untuk meningkatkan kesadaran integritas, diperlukan adanya sanksi bagi pelanggar untuk menegakkan legitimasi dari KKMI. Sanksi yang diberikan harus adil dan tepat prosedur. Pelanggaran yang terjadi juga harus dikomunikasikan secara tepat kepada internal/eksternal organisasi.

Pelaksanaan KKMI membutuhkan peran serta anggota dalam organisasi. Aktor-aktor yang akan bertanggung jawab dalam mendorong dan menegakkan integritas dalam organisasi, diantaranya adalah (OECD, 2009):

a. Manajemen organisasi: Pimpinan tertinggi hingga supervisor

b. Aktor Integritas: penanggung jawab utama instrumen dan proses pada lapisan inti.

c. Aktor pendukung: aktor yang mendukung kinerja aktor integritas seperti manajemen dibagian SDM, keuangan, pengadaan, dan sebagainya.

Lebih lanjut, OECD (2009) menjelaskan keberadaan aktor integritas di dalam sebuah organisasi dapat berperan penting dalam: 1) Memfasilitasi proses penetapan dan pendefinisian integritas dalam organisasi, dapat menjadi penasihat, konselor tentang masalah integritas; 2) Memainkan peran dalam memfasilitasi dan menstimulasi anggota organisasi menuju integritas, berkat keahlian teknis dan fungsi koordinasi yang dimilikinya; 3) Berkontribusi pada tugas penting pemantauan integritas. Berdasarkan keahliannya, dia dapat mengusulkan teknik pemantauan dan memastikan bahwa teknik tersebut diterapkan dengan benar. Aktor integritas juga dapat berperan aktif dalam whistle-blowing system. Aktor integritas menyediakan saluran komunikasi yang dapat digunakan anggota organisasi untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi di lingkungan organisasi; 4) Menegakkan aturan yang telah disepakati. Penegakan biasanya dilakukan oleh serangkaian aktor. Aktor pertama yang bereaksi terhadap pelanggaran integritas adalah manajemen dan aktor terakhir adalah peradilan. Dengan kata lain, harus ada semacam kapasitas penegakan hukum yang efektif di antara manajemen di satu sisi dan opsi pengadilan di sisi lain.

(19)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian dan sampel penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dalam bentuk desain penelitian survei. Responden penelitian dipilih menggunakan metode non-random, berbentuk convenience sampling. Dalam penelitian ini responden penelitian adalah civitas academica Universitas Paramadina baik dosen maupun tenaga kependidikan, baik yang memegang jabatan strukturan maupun tidak.

Jumlah responden penelitian sebanyak 99 orang, yang berasal dari 3 fakultas dan 12 prodi di Universitas Paramadina, yaitu 8 prodi S1 dan 4 prodi S2, serta jajaran rektorat dan direktorat.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap instrumen manajemen integritas Universitas Paramadina. Secara konseptual persepsi terhadap instrumen manajemen integritas adalah penilaian subyektif responden terhadap sejumlah alat/metode yang digunakan untuk melaksanakan 4 fungsi manajemen integritas. Rincian instrumen untuk setiap fungsi manajemen integritas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Instrumen untuk masing-masing fungsi manajemen integritas

Fungsi Instrumen

Determining & Defining

Integrity

Definisi integritas

analisis risiko disintegritas dalam bekerja penggalian dilema etis

Aturan/kebijakan yang berhubungan dengan integritas kerja Aturan/kebijakan tentang pemberian atau gratifikasi

Aturan/kebijakan tentang konflik kepentingan

Guiding Perilaku integritas dalam bekerja yang ditampilkan atasan langsung Diskusi tentang dilema dalam penegakan integritas kerja

Layanan nasehat dan konseling tentang integritas kerja Pakta integritas

Sosialisasi kebijakan integritas di internal UPM

Komunikasi kebijakan integritas UPM kepada masyarakat di luar UPM Monitoring Whistle blowing system untuk kasus disintegritas

Sistem pengaduan sivitas akademika

Mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja individu

Pemetaan pelanggaran integritas dan dilema etika di tingkat Universitas Enforcement Mekanisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di UPM

Aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran integritas di UPM

Komunikasi dilingkungan internal UPM mengenai kasus pelanggaran integritas sivitas akademika

(20)

Fungsi Instrumen

Pendukung Bidang SDM

Deskripsi pekerjaan dalam bentuk tertulis

Integritas sebagai salah satu kriteria dalam evaluasi dan promosi kinerja

Secara operasional pemetaan terhadap instrumen manajemen integritas ini akan diukur melalui beberapa indikator, yaitu:

1. Apakah instrumen tersebut ada atau tidak menurut responden

2. Bagaimana evaluasi penggunaan/pelaksanaan instrumen tersebut menurut responden 3. Bagaimana penilaian responden terhadap keadilan dari beberapa instrumen manajemen

integritas

4. Sikap responden terhadap kemampuan instrumen tersebut untuk menegakkan integritas

3.3 Alat ukur

Alat ukur yang digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap instrumen manajemen integritas disusun berdasarkan panduan OECD (2009) mengenai instrumen-instrumen dalam manajemen integritas untuk melaksanakan masing-masing fungsi manajemen integritas. Kisi-kisi dari alat ukur adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur

Fungsi Instrumen Item

Determining & Defining

Integrity

Definisi integritas 1

analisis risiko disintegritas dalam bekerja 2, 2a, 2b, 2c

penggalian dilema etis 3, 3a, 3b, 3c

Aturan/kebijakan yang berhubungan dengan integritas kerja 4, 4a, 4b Aturan/kebijakan tentang pemberian atau gratifikasi 5, 5a, 5b Aturan/kebijakan tentang konflik kepentingan 6, 6a, 6b Guiding Perilaku integritas dalam bekerja yang ditampilkan atasan

langsung

7, 7a, 7b Diskusi tentang dilema dalam penegakan integritas kerja 8, 8a, 8b Layanan nasehat dan konseling tentang integritas kerja 9, 9a, 9b

Pakta integritas 10, 10a, 10b

Sosialisasi kebijakan integritas di internal UPM 11, 11a, 11b Komunikasi kebijakan integritas UPM kepada masyarakat di

luar UPM

12, 12a, 12b Monitoring Whistle blowing system untuk kasus disintegritas 13, 13a, 13b Sistem pengaduan sivitas akademika 14, 14a, 14b Mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja individu 15, 15a, 15b Pemetaan pelanggaran integritas dan dilema etika di tingkat

Universitas

16, 16a, 16b Enforcement Mekanisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di

UPM

17, 17a, 17b Aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran integritas di

UPM

(21)

Fungsi Instrumen Item Komunikasi dilingkungan internal UPM mengenai kasus

pelanggaran integritas sivitas akademika

19, 19a, 19b Pendukung

Bidang SDM

Integritas sebagai salah satu kriteria dalam proses seleksi dan rekrutmen di UPM

20, 20a, 20b Deskripsi pekerjaan dalam bentuk tertulis 21, 21a, 21b Integritas sebagai salah satu kriteria dalam evaluasi dan

promosi kinerja

22, 22a, 22b, 22c

Soal nomor 1 merupakan pertanyaan terbuka. Soal nomor 2 sampai dengan 22 tanpa kode huruf memiliki pilihan jawaban Ya atau Tidak. Soal nomor 2 sampai dengan 22 dengan kode huruf (a, b, c) memiliki lima pilihan jawaban yang bervariasi. Untuk setiap soal dengan kode angka yang sama, misalnya 2, 2a, 2b, 2c, akan diolah sendiri-sendiri, tidak akan digabung.

3.4 Metode analisis data

Analisis data akan menggunakan pendekatan statistik deskriptif dengan mencari persentase. Jawaban terhadap pertanyaan terbuka akan dibuat kode untuk mendapatkan respon umum. Menurut Nazir (2009) untuk membuat kode terhadap jawaban pertanyaan terbuka, jawaban-jawaban dari pertanyaan terbuka harus dikelompokkan terlebih dahulu sehingga setiap kelompok berisi jawaban yang kurang lebih sejenis.

3.5 Prosedur Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner daring yang dilaksanakan pada tanggal 10 – 14 Desember 2020.

(22)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner daring Sistem Manajemen Integritas kepada responden di UPM, pada bab ini akan diuraikan hasil analisisnya.

4.1.1 Demografi Responden

Jumlah responden yang mengisi kuesioner daring sebanyak 99 responden. Seluruh responden berasal dari unit kerja rektorat, fakultas, 12 program studi, dan 7 Direktorat di Universitas Paramadina, dengan sebaran seperti tertera pada tabel 5.1. Rentang usia responden berada pada rentang 27 – 64 tahun, denganrerata usia responden adalah 39,7 tahun.

Tabel 4.1 Demografi responden

Aspek Jumlah

Responden

Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki 60 60,6

Perempuan 39 39 Jabatan Staf 32 32,3 Dosen 22 22,2 Wakil Rektor 2 2,0 Dekan 3 3,0 Ketua Prodi 12 12,1 Sekretaris Prodi 2 2,0 Direktur 7 7,1 Manajer 7 7,1 Supervisor 5 5,1 Koordinator 7 7,1

Masa Kerja < 1 Tahun 3 3,0

1 - 5 Tahun 26 26,3

5 - 10 Tahun 24 24,2

10 - 15 Tahun 26 26,3

> 15 Tahun 20 20,2

Sumber data: peneliti

Data pada tabel IV.1 menunjukkan bahwa responden laki-laki sebanyak 60,6%, lebih banyak dibandingkan responden perempuan dengan persentase 39%. Sebaran responden menunjukkan bawah seluruh wakil rektor, dekan, ketua program studi, sekretaris program studi, direktur dan manajer di lingkungan Universitas Paramadina terlibat dalam pengisian kuesioner. Persentase responden dengan jabatan Supervisor sebanyak 5,1 persen, koordinator 7,1 persen, staf sebanyak 32,3 persen, dan dosen 22,2 persen.

(23)

Dilihat dari masa kerja, persentase masa kerja tertinggi ada pada masa kerja 1 – 5 tahun dan 10 – 15 tahun, sebanyak 26,3%, diikuti masa kerja 5 – 10 tahun sebanyak 24,2%, masa kerja lebih dari 15 tahun sebanyak 20,2%, dan persentase masa kerja paling rendah yaitu kurang dari 1 tahun sebanyak 3 persen.

4.1.2 Gambaran Konsep Integritas Dalam Bekerja Menurut Responden

Pemetaan hasil survei terkait pemahaman mengenai integritas dalam bekerja disampaikan dalam tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Gambaran umum konsep integritas menurut responden

NILAI/PRINSIP INTEGRITAS

DALAM BEKERJA

PERWUJUDAN PERILAKU BERINTEGRITAS DALAM BEKERJA 1. JUJUR 2. BERTANGGUNGJAWAB / KOMITMEN 3. DISIPLIN 4. BEKERJA KERAS 5. ADIL

6. KONSISTENSI KATA DAN PERBUATAN

1. Jujur dalam bekerja

2. Tidak curang dan manipulatif 3. Mengakui kesalahan

4. Sesuai antara yang dikatakan dan dilakukan dalam bekerja.

5. Sesuai antara yang direncanakan, dikerjakan dan dihasilkan.

6. Mematuhi dan menegakkan aturan

7. Bekerja dengan benar meskipun tidak diawasi oleh atasan

8. Bekerja sesuai tugas dan fungsi

9. Bekerja dengan mematuhi prosedur, aturan dan kesepakatan yang sudah diambil.

10. Bekerja secara prima (service excellent) 11. Bekerja multitasking

12. Menyelesaikan secara maksimal permasalahan dalam pekerjaan

13. Loyal mengerjakan tugas dari atasan 14. Menjaga nama baik organisasi

Secara umum semua responden memiliki persepsi atau pemahaman yang cenderung sama mengenai prinsip integritas maupun perilaku berintegritas dalam bekerja. Nilai-nilai integritas dan perilaku-perilaku berintegritas yang mereka identifikasi di atas merupakan elemen-elemen dari profesionalitas dalam bekerja. Bahkan sejumlah responden menyatakan akan pentingnya hati nurani, menjunjung tinggi etika dan moral, menjaga amanah, serta ikhlas dan sepenuh hati dalam melakukan pekerjaan – memperlihatkan bagaimana integritas sudah menjadi nilai spiritual bagi mereka. Terdapat keyakinan responden bahwa jika integritas menjadi nilai pribadi individu yang mendasari perilakunya dalam bekerja. maka hal tersebut akan mempengaruhi kualitas kerjanya dan menciptakan budaya kerja yang baik di lingkungan universitas.

(24)

Hasil survei menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan diantara pimpinan yang terdiri dari pengambil kebijakan (Wakil Rektor, Direktur, Dekan, Ketua Program Studi, Sekretaris Program Studi), dan pengelola pekerjaan (Manager, Supervisor), dan pelaksana pekerjaan (staf/tenaga kependidikan) serta Dosen terkait pemahaman mengenai integritas dalam bekerja. Setiap kelompok mengarah pada pemahaman inti bahwa bekerja secara integritas adalah bekerja secara baik dan benar, yakni beretika dan profesional. Hal ini menunjukkan bahwa nilai dan prinsip integritas dalam bekerja dapat dikatakan sudah setara dan menyeluruh di kalangan responden, dan ini merupakan potensi besar dari SDM yang berkualitas.

Hasil survei menggambarkan tidak ada perbedaan mencolok diantara kelompok-kelompok karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun, 5-10 tahun, 10-15 tahun, dan lebih dari 15 tahun terkait pemahaman integritas dalam bekerja. Baik pegawai yang relatif baru maupun pegawai senior sama-sama memahami bahwa inti dari bekerja secara integritas adalah bekerja secara baik dan benar, beretika dan profesional. Hal ini menegaskan bahwa nilai dan perilaku integritas sudah diadopsi cukup merata dikalangan responden, Ini sangat mungkin terjadi melalui transfer nilai dan perilaku dalam interaksi sosial maupun kerja sehari-hari diantara pegawai, baik secara penyampaian formal mapupun meniru contoh baik dari atasan atau sesama rekan kerja.

4.1.3 Gambaran Persepsi Terhadap Keberadaan Berbagai Instrumen Integritas

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan terhadap sistem manajemen integritas Universitas Paramadina. Pada riset ini ingin dilihat sejauh mana civitas UPM mempersepsi keberadaan dari instrumen integritas yang perlu ada untuk menjalankan sistem manajemen integritas. Pada tabel 4.3 dan grafik 4.1 dapat dilihat bagaimana gambaran persepsi responden terhadap keberadaan instrumen-instrumen manajemen integritas untuk setiap fungsi manajemen integritas.

Tabel 4.3 Gambaran Persepsi Terhadap Keberadaan Berbagai Instrumen Integritas

Fungsi Instrumen Responden Menjawab

Ya

Responden Menjawab Tidak

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Determining & Defining Integrity Dilakukannya analisis resiko 51 51,5 48 48,5

Digalinya dilema etis 35 35,4 64 64,6

Adanya aturan/kebijakan yang berhubungan dengan

integritas kerja

(25)

Fungsi Instrumen Responden Menjawab Ya

Responden Menjawab Tidak

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Adanya aturan/kebijakan

tentang pemberian atau gratifikasi

60 60,6 39 39,4

Aadanya aturan/kebijakan tentang konflik kepentingan

36 36,4 63 63,6

Guiding Atasan langsung menampilkan perilaku integritas dalam bekerja

96 97,0 3 3,0

Adanya sarana diskusi tentang dilema dalam penegakan integritas kerja

54 54,5 45 45,5

Adanya layanan nasehat dan konseling tentang

integritas kerja

30 30,3 69 69,7

Adanya deklarasi pakta integritas 54 54,5 45 45,5 Adanya sosialisasi kebijakan integritas di internal UPM 56 56,6 43 43,4 Adanya komunikasi kebijakan integritas UPM kepada masyarakat di luar

UPM

44 44,4 55 55,6

Monitoring Adanya whistle blowing

system untuk kasus

disintegritas

26 26,3 73 73,7

Adanya sistem pengaduan sivitas akademika

49 49,5 50 50,5

Adanya mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja individu

54 54,5 45 45,5

Adanya pemetaan pelanggaran integritas dan

dilema etika di tingkat Universitas

36 36,4 63 63,6

Enforcement Adanya mekanisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di

UPM

66 66,7 33 33,3

Adanya aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran integritas di

UPM

77 77,8 22 22,2

Adanya komunikasi dilingkungan internal UPM

mengenai kasus pelanggaran integritas sivitas akademika 44 44,4 55 55,6 Pendukung Bidang SDM

Integritas merupakan salah satu kriteria dalam proses

(26)

Fungsi Instrumen Responden Menjawab Ya

Responden Menjawab Tidak

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase seleksi dan rekrutmen di

UPM Deskripsi pekerjaan dijelaskan dalam bentuk

tertulis

67 67,7 32 32,3

Integritas merupakan salah satu kriteria dalam evaluasi

dan promosi kinerja

78 78,8 21 21,2

(27)

Gambar 4.1 Persepsi Terhadap Keberadaan Berbagai Instrumen Integritas Berdasarkan Persentase Jawaban Responden

Sumber data: peneliti

Pada tabel 4.3 terlihat bahwa untuk menjalankan fungsi Determining & Defining Integrity, instrumen yang paling banyak dipersepsi sudah ada oleh responden adalah aturan/kebijakan mengenai integritas kerja (86,6%), selanjutnya dikuti oleh instrumen peraturan mengenai hadiah/gratifikasi (60,6%). Dilakukannya analisis risiko dipersepsi ada oleh 51,5 persen responden. Instrumen lainnya untuk menjalankan fungsi ini keberadaanya dipersepsi kurang dari 50 persen responden, seperti dilakukannya penggalian dilema etis (35,4%) serta peraturan

51,5 35,4 86,9 60,6 36,4 97 54,5 30,3 54,5 56,6 44,4 26,3 49,5 54,5 36,4 66,7 77,8 44,4 87,9 67,7 78,8 48,5 64,6 13,1 39,4 63,6 3 45,5 69,7 45,5 43,4 55,6 73,7 50,5 45,5 63,6 33,3 22,2 55,6 12,1 32,3 21,2 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Analisis risiko Dilema etis Peraturan/kebijakan mengenai integritas kerja secara…

Peraturan/kebijakan mengenai hadiah/gratifikasi peraturan/kebijakan mengenai konflik kepentingan Integritas Atasan langsung diskusi dilema penegakan integritas layanan konseling tentang integritas kerja deklarasi pakta integritas sosialisasi komunikasi eksternal whistle-blowing pengaduan Pengawasan pemetaan Mekanisme Penyidikan sanksi komunikasi pelanggaran sanksi integritas sebagai komponen seleksi dan rekrutmen deskripsi pekerjaan yang jelas integritas sebagai kriteria evaluasi dan promosi

De te rmn in g & D efin in g in te gr ity G u id in g Mo n ito ri n g en fo rce me n t Pen d u ku n g b id an g S DM Ya Tidak

(28)

mengenai konflik kepentingan (36,4%). Hasil ini menunjukkan hanya 3 dari 5 instrumen yang dirasakan keberadaannya oleh sebagian besar responden.

Berdasarkan tabel 4.3, instrumen untuk menjalankan fungsi Guiding yang paling banyak dipersepsi keberadaannya oleh responden adalah ditampilkannya perilaku integritas oleh atasan langsung. Sebanyak 97 persen responden menyebutkan bahwa atasan langsung mereka menampilkan perilaku integritas. Hanya 56,5 persen responden yang menyatakan bahwa adanya sosialisasi mengenai kebijakan integritas di internal UPM, 54,5 persen responden yang merasakan adanya diskusi mengenai dilema etis dalam penegakan integritas kerja, 54,5 persen responden yang menyatakan adanya deklarasi pakta integritas, 44,4 persen menyatakan bahwa kebijakan integritas UPM dikomunikan kepada masyarakan di luar UPM, serta 30,3 persen responden menyatakan adanya layanan nasehat dan konseling mengenai integritas kerja. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya perilaku atasan langsung lah yang dirasakan sebagai pemandu perilaku integritas oleh mayoritas responden. Lima instrumen lainnya tidak terlalu dirasakan keberadaannya oleh responden.

Untuk menjalankan fungsi monitoring, terhadap beberapa instrumen manajemen integritas yang penting. Pada tabel 4.3 terlihat paling banyak 54,5 persen responden yang mempersepsi keberadaan instrumen tersebut, yaitu adanya mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja individu. Hanya 49,5 persen responden yang menyatakan adanya sistem pengaduan mengenai integritas civitas academica, 36,4 persen responden menyatakan adanya pemetaan terhadap pelanggaran integritas dan dilema etika di tingkat Universitas, dan 26,3 persen responden yang menyatakan adanya whistle blowing system untuk kasus disintegritas. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan instrumen untuk fungsi monitoring tidak dirasakan oleh banyak responden.

Pada fungsi enforcement, tabel 4.3 menunjukkan bahwa 77,8 persen responden menyatakan adanya aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran integritas di UPM, 66,7 persen menyatakan adanya mekanisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di UPM, dan 44,4 persen responden menyatakan bahwa kasus pelanggaran integritas dikomunikasikan di internal UPM. Hasil ini menunjukkan hanya dua instrumen yang dirasakan keberadaannya oleh sebagian besar responden.

Manajemen integritas juga bisa melekat pada direktorat yang ada di Paramadina, salah satunya adalah direktoran yang mengelola sumber daya manusia. Pada tabel 4.3 terlihat bahwa 87,9 persen responden menyatakan bahwa integritas merupakan salah satu kriteria dalam proses seleksi dan rekrutmen di UPM, 78,8 persen responden menyatakan bahwa integritas merupakan salah satu kriteria dalam evaluasi dan promosi kinerja, dan 67,7 persen responden

(29)

menyatakan bahwa deskripsi pekerjaan dijelaskan dalam bentuk tertulis. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan sumber daya manusia, penekanan terhadap aspek integritas dirasakan oleh sebagian besar responden.

4.1.4 Analisis Tambahan Terhadap Instrumen Yang Dipersepsi Ada Oleh

Sebagian Besar Responden

Pada bagian ini akan ditampilkan analisis tambahan terhadap instrumen-instrumen pada setiap fungsi manajemen integritas yang dipersepsi ada oleh lebih dari 50 persen responden.

a. Instrumen aturan/kebijakan yang berhubungan dengan integritas kerja

Sebanyak 86,9 persen responden menyatakan bahwa terdapat aturan/kebijakan yang berhubungan dengan integritas kerja. Dari 86,9 persen responden tersebut, terdapat 4,7 persen responden yang menyatakan bahwa peraturan tersebut tidak adil, 41,9 persen menyatakan peraturan cukup adil, 39,5 persen menyatakan adil, dan 14 persen menyatakan sangat adil. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat keadilan dari peraturan dipersepsikan berbeda oleh responden.

Gambar 4.2 Persentase Persepsi Terhadap Keadilan Kebijakan yang Berhubungan dengan Penegakan Integritas dalam Bekerja

Sumber data: peneliti

Dari 86,9 persen reponden yang menyatakan terdapat aturan/kebijakan yang berhubungan dengan integritas kerja, 11,6 persen sangat setuju dan 47,7 persen setuju bahwa peraturan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya dalam penegakan integritas, 29,1 persen cukup setuju dan 11,6 persen tidak setuju bahwa peraturan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya dalam penegakan integritas. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberfungsian dari peraturan dinilai beragam.

4,7 41,9 39,5 14,0

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Menurut saya peraturan/kebijakan yang berhubungan dengan penegakan integritas dalam bekerja...

(30)

Gambar 4.3 Persepsi keberfungsian peraturan untuk penegakan integritas berdasarkan persentase Jawaban Responden

Sumber data: peneliti

b. Instrumen aturan/kebijakan tentang pemberian atau gratifikasi

Sebanyak 60,6 persen responden menyatakan adanya aturan/kebijakan tentang pemberian atau gratifikasi. Dari 60,6 persen responden, 5 persen menyakan bahwa peraturan tersebut tidak adil, 38,3 persen menyatakan cukup adil, 50 persen menyatakan adil, dan 6,7 persen menyatakan peraturan tersebut sangat adil. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi terhadap keadilan dari peraturan mengenai gratifikasi cenderung bervariasi.

Gambar 4.4 Persepsi Terhadap Keadilan Peraturan UPM tentang Pemberian atau Grafitasi Berdasarkan Persentase Jawaban Responden

Sumber data: peneliti

Dari 60,6 persen responden yang menyatakan adanya aturan/kebijakan tentang pemberian atau gratifikasi, 11,7 persen responden tidak setuju bahwa peraturan gratifikasi tersebut berfungsi sebagaimana mestinya, 36,7 persen cukup setuju, 43,3 persen setuju, dan 8,3 persen sangat setuju bahwa peraturan gratifikasi tersebut berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat persepsi yang beragam terhadap keberfungsian peraturan gratifikasi tersebut.

11,6 29,1 47,7 11,6

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Peraturan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya

Valid Tidak Setuju Valid Cukup Setuju Valid Setuju Valid Sangat Setuju

5,0 38,3 50,0 6,7

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Peraturan/kebijakan UPM tentang pemberian atau gratifikasi ...

(31)

Gambar 4.5 Persentase Persetujuan Responden Terhadap Keberfungsian Peraturan UPM tentang Pemberian atau Gratifikasi

Sumber data: peneliti

c. Instrumen analisis risiko

Sebanyak 51,5 persen responden menyatakan dilakukannya analisis risiko. Hasil analisis lebih lanjut terhadap 51,5 persen tersebut menunjukkan bahwa mayoritas mendukung bahwa analisis risiko tersebut perlu dilakukan dan sebagian besar sepakat bahwa analisis risiko yang dilakukan memadai.

Gambar 4.6 Persentase Persetujuan Terhadap Perlu Dilakukannya Analisis Risiko

Sumber data: peneliti

Gambar 4.7 Persentase Persetujuan Terhadap Kecukupan Analisis Risiko Yang Dilakukan

Sumber data: peneliti

11,7 36,7 43,3 8,3

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Peraturan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya

Valid Tidak Setuju Valid Cukup Setuju Valid Setuju Valid Sangat Setuju

2,0 56,9 41,2

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

1

Analisis risiko tersebut perlu dilakukan

Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju

3,9 29,4 58,8 7,8

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

1

Analisis risiko tersebut memadai

(32)

Dilihat dari sisi keterlibatan, tampak bahwa dari 51,5 persen responden yang menyatakan dilakukannya analisis risiko, 29,4 persen menyatakan bahwa dirinya tidak terlibat. Dilihat dari derajat keterlibatan, 31,4 persen menyatakan dirinya cukup terlibat, 33, 3 persen menyatakan dirinya terlibat, dan 5,9 persen yang menyatakan dirinya sangat terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian kecil responden yang memiliki keterlibatan yang besar dalam analisis risiko.

Gambar 4.8 Persepsi Terhadap Pelibatan Responden Dalam Analisis Risiko

Sumber data: peneliti

d. Instrumen atasan langsung sebagai panutan dalam berintegritas

Sebanyak 97 persen responden menyatakan bahwa atasan langsung menampilkan perilaku integritas dalam bekerja. Dari 97 persen responden tersebut, terdapat 1 persen menyatakan tidak setuju bahwa perilaku atasan langsung dapat menjadi teladan untuk penegakan integritas di tempat kerja. Disisi lain, 20,8 persen menyatakan cukup setuju, 57,3 persen menyatakan setuju, dan 20,8 persen menyatakan sangat setuju bahwa perilaku atasan langsung dapat dijadikan teladan untuk penegakan integritas dalam bekerja. Dilihat dari aspek memadai, dari 97 persen responden, 1 persen menyatakan bahwa perilaku atasan langsung tidak memadai untuk dijadikan contoh, 25 persen menyatakan cukup memadai, 49 persen menyatakan memadai, dan 25 persen menyatakan sangat memadai untuk dijadikan teladan perilaku integritas dalam bekerja. Hasil ini menunjukkan derajat integritas atasan langsung dari responden memiliki variasi yang beragam walau cenderung dinilai positif.

29,4 31,4 33,3 5,9

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

1

Saya dilibatkan dalam analisis resiko

(33)

Gambar 4.9 Persepsi Responden Terhadap Perilaku Integritas Yang Ditampilkan Atasan Langsung

Sumber data: peneliti

Gambar 4.10 Penilaian Responden Terhadap Keteladanan Atasan Langsung Dalam Berintegritas

Sumber data: peneliti

e. Instrumen sosialisasi kebijakan integritas di internal UPM

Sebanyak 56,6 persen responden menyatakan adanya sosialisasi kebijakan integritas di internal UPM. Dari 56,6 persen responden tersebut, 7,1 persen menyatakan bahwa sosialisasi tersebut tidak memadai. Dilain pihak, terdapat 41,1 persen responden menyatakan bahwa sosialisasi tersebut cukup memadai, 42,9 persen memadai, dan 8,9 persen menyatakan sangat memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat memadai dari sosialisasi peraturan integritas dinilai beragam.

Dari 56,6 persen responden yang menyatakan adanya sosialisasi kebijakan integritas di internal UPM, semua cenderung setuju bawa sosialisasi tersebut membantu responden menegakkan integritas dalam bekerja.

1,0

25,0 49,0 25,0

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Perilaku integritas yang ditampilkan atasan langsung untuk menjadi teladan perilaku integritas dalam bekerja tergolong ....

Valid Tidak Memadai Valid Cukup Memadai Valid Memadai Valid Sangat Memadai

1,0 20,8 57,3 20,8

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Perilaku integritas yang ditampilkannya dapat menjadi teladan saya untuk penegakan integritas dalam bekerja

(34)

Gambar 4.11 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Sosialisasi Peraturan Integritas

Sumber data: peneliti

Gambar 4.12 Persentase Persetujuan Responden Terhadap Manfaat Peraturan Integritas

Sumber data: peneliti

f. Instrumen diskusi tentang dilema dalam penegakan integritas kerja

Sebanyak 54,5 persen responden menyatakan adanya sarana diskusi tentang dilema dalam penegakan integritas kerja. Dari 54,5 persen responden tersebut, 5,6 persen menyatakan bahwa diskusi dilema penegakan integritas tersebut tidak memadai, 42,6 persen menyatakan cukup memadai, 44,4 persen menyatakan memadai, dan 7,4 persen menyatakan sangat memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat memadai dari diskusi dilema etis yang dilakuka, dinilai beragam. Walaupun penilaian terhadap tingkat memadai dari diskusi dinilai beragam, namun sebagian besar responden cenderung setuju bahwa diskusi bahwa diskusi tersebut membantu responden menegakkan integritas dalam bekerja. Hanya 3,7 persen yang menyatakan tidak setuju bahwa diskusi mengenai dilema etis tersebut membantu dalam menegakkan integritas dalam bekerja.

7,1 41,1 42,9 8,9

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Menurut saya sosialisasi tentang ketentuan/peraturan/kebijakan tentang integritas ...

Valid Tidak Memadai Valid Cukup Memadai Valid Memadai Valid Sangat Memadai

21,4 66,1 12,5

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Sosialisasi tentang ketentuan/regulasi/kebijakan tentang integritas dapat membantu saya menegakkan integritas dalam bekerja

(35)

Gambar 4.13 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Diskusi Dilema Penegakan Integritas

Sumber data: peneliti

Gambar 4.14 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kebermanfaatan Diskusi Dilema Penegakan Integritas

Sumber data: peneliti

g. Instrumen deklarasi pakta integritas

Sebanyak 54,5 persen responden menyatakan adanya deklarasi pakta integritas. Dari 54,5 persen responden tersebut, 35,2 persen menilai deklarasi pakata integritas tersebut cukup memadai, 55,6 persen menyatakan memadai, dan 5,6 persen menyatakan sangat memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa penilaian terhadap tingkat memadai dari pakta integritas bervariasi, namun menunjukkan secara keseluruhan sebagian besar responden menilai deklarasi pakta integritas tersebut cenderung memadai. Disisi lain, terdapat 3,7 persen responden yang menyatakan bahwa deklarasi pakta integritas tersebut tidak memadai.

5,6 42,6 44,4 7,4

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

sarana diskusi yang disediakan tentang dilema dalam penegakan integritas kerja ...

Valid Tidak Memadai Valid Cukup Memadai Valid Memadai Valid Sangat Memadai

3,7 25,9 61,1 9,3

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Diskusi dilema penegakan integritas telah membantu saya menegakkan integritas dalam bekerja

(36)

Gambar 4.15 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Pakta Integritas

Sumber data: peneliti

Dilihat dari tingkat persetujuan, sebagian besar responden cenderung setuju bahwa pakta integritas membantu dalam menegakkan integritas dalam bekerja. Terdapat 3,7 persen responden yang menyatakan tidak setuju pakta integritas membantu dalam menegakkan integritas dalam bekerja.

Gambar 4.16 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kebermanfaatan Pakta Integritas

Sumber data: peneliti

h. Instrumen pengawasan terhadap integritas kerja individu

Sebanyak 54,5 persen responden menyatakan adanya mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja individu. Dari 54,5 persen responden tersebut, terdapat 40,7 persen responden menilain bahwa pengawasan terhadap integritas kerja dinilai cukup memadai, 46,3 persen menilai memadai, dan 9,3 persen menilai sangat memadai. Terdapt masing-masing 1,9 persen responden yang menilain pengawasan tersebut sangat tidak memadai dan tidak memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai mekanisme pengawasan tersebut cenderung memadai. Sebagian besar responden cenderung setuju bahwa mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja tersebut berjalan sebagaimana mestinya.

3,7 35,2 55,6 5,6

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Menurut saya deklarasi pakta integritas di UPM ...

Valid Tidak Memadai Valid Cukup Memadai Valid Memadai Valid Sangat Memadai

3,7 31,5 53,7 11,1

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Deklarasi pakta integritas di UPM telah membantu saya menegakkan integritas dalam bekerja

(37)

Gambar 4.17 Persepsi Responden Terhadap Mekanisme Pengawasan Integritas Kerja di UPM

Sumber data: peneliti

Gambar 4.18 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Pelaksanaan Pengawasan Integritas Kerja

Sumber data: peneliti

i. Instrumen aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran integritas di UPM

Sebanyak 77,8 persen responden menyatakan adanya aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran integritas di UPM. Dari 77,8 persen responden tersebut, 29,9 persen responden cukup setuju sanksi terhadap pelanggaran integritas dinilai adil, 58,4 persen menilai setuju dan 7,8 persen menilai sangat setuju bahwa sanksi yang diberikan dinilai adil. Hal tersebut menunjukkab bahwa sebagian besar responden cenderung setuju bahwa sanksi terhadap pelanggaran integritas di UPM diberikan secara adil, dan sebagian besar responden juga cenderung setuju bahwa sanksi tersebut berjalan sesuai fungsinya.

1,9

1,9 40,7 46,3 9,3

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Menurut saya mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja di UPM ...

Valid Sangat Tidak Memadai Valid Tidak Memadai Valid Cukup Memadai Valid Memadai Valid Sangat Memadai

1,9

1,9 31,5 57,4 7,4

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Sistem mekanisme pengawasan terhadap integritas kerja individu berjalan sebagaimana mestinya

Valid Sangat Tidak Setuju Valid Tidak Setuju Valid Cukup Setuju Valid Setuju Valid Sangat Setuju

(38)

Gambar 4.19 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Keadillan Sanksi Pelanggaran Integritas di UPM

Sumber data: peneliti

Gambar 4.20 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Keberfungsian Sanksi Pelanggaran Integritas

Sumber data: peneliti

j. Instrumen mekanisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di UPM

Sebanyak 66,7 persen responden menyatakan adanya meaknisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di UPM. Dari 66,7 persen responden tersebut, terdapat 12,1 persen responden menilai bahwa mekanisme penyidikan terhadapa pelanggaran integritas tidak memadi. Sebaliknya, 43,9 persen responden menilai mekanisme penyidikan cukup memadi, 33,3 persen menilai memadai, dan 10,6 persen menilai sangat memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai bahwa mekanisme penyidikan pelanggaran integritas di UPM cenderung memadai.

Dari 66,7 persen responden yang menyatakan adanya mekanisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di UPM, walaupun penilaian beragam, sebagian besar responden juga cenderung setuju bahwa penyidikan terhadap pelanggaran integritas di UPM berjalan sebagaimana mestinya.

1,3

2,6 29,9 58,4 7,8

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Menurut saya sanksi terhadap pelanggaran integritas di UPM diberikan secara adil

Valid Sangat Tidak Setuju Valid Tidak Setuju Valid Cukup Setuju Valid Setuju Valid Sangat Setuju

1,3

5,2 37,7 51,9 3,9

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Sanksi terhadap pelanggaran integritas di UPM berjalan sesuai fungsinya

Valid Sangat Tidak Setuju Valid Tidak Setuju Valid Cukup Setuju Valid Setuju Valid Sangat Setuju

(39)

Gambar 4.21 Persepsi Responden Terhadap Kecukupan Mekanisme Penyidikan Pelanggaran Integritas

Sumber data: peneliti

Gambar 4.22 Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Pelaksanaan Penyidikan Pelanggaran Integritas

Sumber data: peneliti

k. Instrumen integritas sebagai salah satu kriteria dalam proses seleksi dan rekrutmen di UPM

Sebanyak 87,9 persen responden menyatakan integritas sebagai salah satu kriteria dalam proses seleksi dan rekrutmen di UPM. Dari 87,9 persen responden tersebut, penilaian terhadap keadilan proses seleksi dan rekrutmen pegawai UPM sangat beragam, walau dinilai cenderung adil.

Gambar 4.23 Persepsi Responden Mengenai Keadilan proses Seleksi dan Rekrutmen Pegawai di UPM

Sumber data: peneliti

12,1 43,9 33,3 10,6

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Menurut saya mekanisme penyidikan pelanggaran integritas di UPM...

Valid Tidak Memadai Valid Cukup Memadai Valid Memadai Valid Sangat Memadai

10,6 40,9 39,4 9,1

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Sistem mekanisme penyidikan terhadap pelanggaran integritas di UPM berjalan sebagaimana mestinya

Valid Tidak Setuju Valid Cukup Setuju Valid Setuju Valid Sangat Setuju

3,4 42,5 42,5 11,5

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Valid Percent

Menurut saya proses seleksi dan rekrutmen pegawai di UPM ...

Gambar

Tabel 3.1 Instrumen untuk masing-masing fungsi manajemen integritas
Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur
Tabel 4.1 Demografi responden
Tabel 4.2 Gambaran umum konsep integritas menurut responden   NILAI/PRINSIP INTEGRITAS
+7

Referensi

Dokumen terkait

6) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mencetak KTP-el berdasarkan data yang diajukan;.. 7) Petugas pelayanan administrasi kependudukan kecamatan mengambil KTP-el yang telah

Kegiatan observasi dilakukan sebagai langkah awal untuk mengumpulkan data umum objek penelitian yaitu mengamati secara langsung situasi dan kondisi di lapangan dengan

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z

Berdasarkan ketentuan dan uraian di atas, jelaslah bahwa pengangkatan anak (adopsi) bagi kalangan masyarakat Tionghoa, yang antara lain mengatur seorang laki- laki beristri atau

yang mungkin sama umur, jantina, sekolah, daerah&#34;. Seseorang penguji per1u tahu menganalisis data dengan merujuk kepada skor yang telahI. �i?lTl�il, Ap?k_?h

Menurut Oemar Hamalik dalam (Azhar, 2011) media pembelajaran adalah Alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi

Hasil penelitian menunjukan pada Indonesia dan Thailand tidak terdapat hubungan kausal, kemudian Filipina, Singapura, dan Malaysia terdapat hubungan kausal antara

Untuk menghitung kandungan karbon yang terdapat pada tanah gambut bawah permukaan (below ground carbon), beberapa asumsi utama yang diacu dalam buku ini, adalah : a) ketebalan