• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/MENKES/SK/V1/2013 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/MENKES/SK/V1/2013 TENTANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MENTERIKFSEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/MENKES/SK/V1/2013

TENTANG

PENETAPAN RUMAH SAKIT PENGAMPU DAN SATELIT PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa terapi rumatan metadona merupakan salah satu terapi pengganti opiat (Opiate Replacement Therapy) yang diperlukan bagi pecandu opiat untuk mengendalikan perilaku ketergantungannya dan juga sebagai salah satu upaya pengurangan dampak buruk penularan HIV/AIDS;

b. bahwa untuk pelaksanaan program terapi rumatan metadona perlu ditetapkan rumah sakit dan satelit program terapi rumatan metadona; c. bahwa dengan adanya perkembangan dan

perubahan jumlah rumah sakit pengampu dan satelit program terapi rumatan metadona, perlu merubah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 350/Menkes/SK/IV/2008 tentang Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Progam Terapi Rumatan Metadona serta Pedoman

Program Terapi Rumatan Metadona;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadona;

(2)

2

-Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5062);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

(3)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

3

-8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4737);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011

tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu

Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 46, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5211);

11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

28/Menkes/SK/I/1978 tentang Penyimpanan

Narkotika;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

421/Menkes/SK/III/2010 tentang Standar

Pelayanari Terapi dan Rehabilitasi Gangguan

Penggunaan Napza;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

16);

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

2415/Menkes/Per/XII/201 Itentang Rehabilitasi

Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban

penyalahgunaan Narkotika (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 825);

(4)

Menetapkan KESATU KEDUA KETIGA KEEMPAT 4 -MEMUTUSKAN :

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT PENGAMPU DAN SATELIT PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA.

Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadona sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkeji dari Keputusan Menteri ini.

Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadona sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu digunakan bagi semua instansi pemerintah yang menjadi rumah sakit pengampu dan satelit dalam upaya menyelenggarakan program terapi rumatan metadona.

Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadona dalam melaksanakan pelayanan terapi rumatan metadona mengacu pada Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadona. Rumah Sakit Pengampu Program Terapi Rumatan Metadona dalam melaksanakan pelayanan terapi rumatan metadona sebagaimana dimaksud dalam Diktum Ketiga memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:

1. menyusun standar prosedur operasional; 2. menyelenggarakan terapi rumatan metadona;

3. menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan;

4. mengajukan distribusi logistik metadona berdasarkan perencanaan kebutuhan rumah sakit pengampu dan satelit yang berada di bawah pengampuannya;

5. mengelola pendistribusian metadona ke satelit setempat sesuai aturan yang berlaku;

6. menjadi sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah khusus untuk penyimpanan metadona;

(5)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KELIMA

KEENAM

5

-7. pemberian bimbingan teknis medis program terapi rumatan metadona termasuk bimbingan penatalaksanaan kasus sulit;

8. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan terapi rumatan metadona di satelit;

9. pengelolaan laporan penyelenggaraan terapi rumatan metadona dari unit satelit program terapi rumatan metadona; dan

10. bersama dengan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota memberikan diseminasi dan informasi tentang terapi rumatan metadona kepada pemerintah daerah dan masyarakat setempat secara luas.

Satelit Program Terapi Rumatan Metadona dalam melaksanakan pelayanan terapi rumatan metadona sebagaimana dimaksud dalam Diktum Ketiga memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. menyelenggarakan terapi rumatan metadona;

2. mengikuti standar prosedur operasional yang telah ditetapkan;

3. merencanakan kebutuhan metadona;

4. menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan; dan

5. mengirimkan laporan kepada rumah sakit pengampu dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatanprovinsi/kabupaten/kota, khusus kepada satelit di bawah lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan laporan juga ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan terapi rumatan metadona dilakukan oleh Menteri Kesehatan berkoordinasi dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(6)

KETUJUH

KEDELAPAN

6

-Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku,

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

350/Menkes/SK/IV/2008 tentang Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadona serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadona, sepanjang mengatur Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadona, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 25 Juni 2013

MENTERI KESEHATAN INDONESIA,

(7)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

7

-LAMPIRAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

NOMOR 227/MENKES/SK/VI/2013

TENTANG

PENETAPAN RUMAH SAKIT

PENGAMPU DAN SATELIT PROGRAM

TERAPI RUMATAN METADONA

A. RUMAH SAKIT PENGAMPU PROGRAM TERAPI

METADONA

RUMATAN NO 1.

2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

16.

PROVINSI

Sumatera Utara

Riau

Kepulauan Riau

Sumatera Barat

Jambi

Sumatera Selatan

Lampung

OKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

Yogyakarta

Jawa Timur

Bali

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Sulawesi Selatan

RUMAH SAKIT PENGAMPU

PROGRAM TERAPI RUMATAN

METADONA

RSUP H. Adam Malik

RSUD Petala Bumi

RSUD Embung Fatimah Batam

RSUP Dr. M. Djamil

RSJD Provinsi Jambi

RS Ernaldi Bahar

RSJD Provinsi Lampung

RS Ketergantungan Obat

RSUP Fatmawati

RSUP Dr. Hasan Sadikin

RSUP DR. Kariadi

RSUD dr. Muwardi

RSUP Dr. Sardjito

RSUD Dr. Soetomo

RSUD Saiful Anwar

RSUD Dr. Soedono Madiun

RSUP Sanglah

RSKD Atma Husada Mahakam

RSUD Dr. Soedarso

(8)

8

-B. SATELIT PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA

NO 1. 2. 3. 4.

PROVINSI

Sumatera Utara

Sumatera Selatan

OKI Jakarta

Jawa Barat

SATELIT PROGRAM TERAPI

RUMATAN METADONA

RSUD dr. Djasamen Saragih

Puskesmas Tanjung Morawa

Rumah Tahanan Kelas I Medan

Puskesmas Prabumulih

Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok

Puskesmas Kecamatan Tebet

Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Tambora

Puskesmas Kecamatan Gambir

Puskesmas Kecamatan Koja

Puskesmas Kecamatan Cengkareng

Puskesmas Kecamatan Kemayoran

Puskesmas Kecamatan Senen

Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

Puskesmas Kecamatan Grogol

Petamburan

Puskesmas Kecamatan Johar Baru

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika

Cipinang

Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Cipinang

Rumah Tahanan Salemba

Rumah Tahanan Pondok Bambu

RSUD Kota Bekasi

RSUD Kabupaten Bekasi RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi

RSUD Tasikmalaya

RSUD Gunung Jati Cirebon

(9)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 9 -NO 5. 6. 7. 8. PROVINSI Banten Yogyakarta Jawa Tengah

Jawa Timur

SATELIT PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA

Puskesmas Sukarahayu Subang Puskesmas Sukma Jaya Depok

Puskesmas Bogor Timur

Puskesmas Pondok Gede

Puskesmas Kedung Badak

Lembaga Pemasyarakatan Klas II Banceuy

Rumah Tahanan Klas I Kebon Waru

RSUD Kabupaten Tangerag RSUD Serang

Puskesmas Ciputat

Puskesmas Cibodasari

Puskesmas Cipondoh

Puskesmas Jalan Emas Tangerang

Lembaga Pemasyarakatan Pemuda

Tangerang

RSJ Grhasia Yogyakarta Puskesmas Gedong Tengen

Puskesmas Umbul Harjo I

Puskesmas Banguntapan II

RSUD Margono Soekarjo Purwokerto

Puskesmas Manahan Solo

Puskesmas Poncol Semarang

Puskesmas Parakan Temanggung

RSJ Menur

Puskesmas Manukan Kulon

Puskesmas Jagir Surabaya

Puskesmas Kendal Sari Malang

Puskesmas Gondanglegi Malang Puskesmas Bangil Pasuruan

(10)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 1 0 -NO 9. 10. 11. 12. PROVINSI Bali Kalimantan Barat Kalimantan Timur Sulawesi Selatan

SATELIT PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA Puskesmas Kuta I

Puskesmas Ubud II Puskesmas Tabanan III Puskesmas Abiansemal I

Lembaga Pemasyarakatan Klas II Krobokan

RSKD Provinsi Kalimantan Barat RSUD Abdul Azis Singkawang RS Tentara dr. R. Hardjanto Balikpapan

RSUD Andi Makassau

Puskesmas Jumpandang Baru Puskesmas Kasi-Kasi

Puskesmas Jongaya

MENTERI KESEHATAN INDONESIA,

Referensi

Dokumen terkait

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar.. Ketelitian

penyuluh tidak boleh memiliki sifat antagonis, yang mana tidak peduli dengan masyarakat. Hal ini karena petugas penyuluh dituntut untuk menemukan permasalah di dalam

Yaitu kata ganti ini digunakan untuk mendukung headline dan mengarahkan pembaca untuk menolak atas kebijakan Pembatasaan BBM Bersubsidi yang tidak menjual solar bersubsidi

Bagaimanapun, ketentuan diatas bukanlah satu definisi yang berguna untuk diterapkan dengan alasan yang sangat sederhana bahwa setiap zat kimia yang dikenal memiliki kekuatan

Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang me- nyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam

Dari uraian sebelumnya telah diketahui bahwa perjanjian kawin merupakan suatu persetujuan atau perikatan antara calon suami-istri yang mengatur mengenai harta

Untuk diare akut di atas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan atau sedang kadar natrium 50-60 meg/l dapat di buat sendiri (mengandung larutan garam dan gula)

Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Titasari (2010) yang berhasil menemukan pengaruh.. rasio efisiensi terhadap pengungkapan tanggung jawab