• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN VAKSINASI AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 PADA BURUNG PUTER (Stretopelia bitorquata) DAN MERPATI (Columba Livia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN VAKSINASI AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 PADA BURUNG PUTER (Stretopelia bitorquata) DAN MERPATI (Columba Livia)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN VAKSINASI AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1

PADA BURUNG PUTER (Stretopelia bitorquata)

DAN MERPATI (Columba Livia)

RISA INDRIANI,N.L.P.I.DHARMAYANTI,LIES PAREDE danR.M.A.ADJID

Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30,, Bogor 16114

ABSTRACT

Study in efficacy of avian influenza (AI) H5N1 vaccine at Stretopelia bitorguata and Columba livia were done in domestic farm. A group of Stretopelia bitorguata and a group of Columba livia were vaccinated with commercial inaktif AI H5N1 vaccine and were given 2 times with interval of 4 weeks. Those two group did not have antibodies to virus avian influenza H5N1 while vaccination was given.. Monitoring of vaccination was evaluated at 4 weeks after first vaccination and 3 weeks post booster by using hemaglutination inhibitition (HI) test. Respon of vaccination at Stretopelia bitorguata showed geometrik mean titer (GMT) was 4,12 after 4 weeks post first vaccination, and increased became 80,35 after 3 weeks post booster by coefisien variation (CV) was 47,9%. While Columba livia gave titer of antibody GMT was 1,14 after first vaccination, and become 4,45 after 3 weeks post booster by CV was 72%. The result of this study showed that response of antibody with better value was achieved after 2 times vaccination.

Key Words: Stretopelia Bitorquata,Columba Livia, Inaktif AI H5N1 Vaccine, Hemaglutination Inhibitition

(HI) Response of Antibody

ABSTRAK

Kajian efikasi vaksinasi Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 isolat lokal pada burung Puter (Stretopelia

bitorquata) dan burung Merpati (Columba livia) dilakukan pada peternakan milik rakyat. Kedua kelompok

divaksinasi dengan vaksin inaktif AI H5N1 komersial sebanyak 2 kali dengan selang waktu 4 minggu. Dan tidak mempunyai titer terhadap virus H5N1 pada dua kelompok saat sebelum divaksinasi. Monitoring dilakukan 4 minggu pascavaksinasi pertama dan 3 minggu pascavaksinasi booster dengan uji serologik hemaglutinasi inhibisi (HI). Respon vaksinasi pada Stretopelia bitorquata memperlihatkan hasil geometrik mean titer (GMT) 4,12 pada 4 minggu pascavaksinasi pertama, namun pada 3 minggu pascavaksinasi booster memperlihatkan geometrik mean titer (GMT) proteksi, yaitu 80,35 dengan presentase coefisien variasi (CV) 47,9%. Sementara pada Columba livia titer antibodi 4 minggu pascavaksinasi pertama masih memperlihatkan GMT 1,14 dan 3 minggu pascavaksinasi booster geometrik mean titer meningkat menjadi 4,45 dengan coefisien variasi 72%. Hasil kajian respon antibodi terhadap vaksinasi inaktif AI H5N1 pada Stretopelia

bitorquata dan Columba livia memperlihatkan respon antibodi dengan nilai GMT lebih baik sesudah 2 kali

pemberian vaksinasi.

Kata Kunci: Burung Puter, Merpati, Vaksin inaktif AI subtipe H5N1, Uji hemaglutinasi inhibisi (HI),

Respon antibodi

PENDAHULUAN

Stretopelia bitorquata atau dikenal dengan

burung Puter dan Columba livia dikenal dengan burung Merpati termasuk ke dalam suku Columbidae. Kedua burung ini mampu berkembangbiak dengan baik, di Jawa Barat burung puter berkembang biak sepanjang tahun, sementara di Jawa Timur dan Bali perkembangbiakan terjadi pada bulan April dan Agustus (MACKINNON, 1993). Burung

Puter banyak dibudidayakan masyarakat sebagai burung kesayangan, suaranya yang khas dikenal ”krr-kruuu” dapat digunakan sebagai indikasi datangnya pagi atau dipakai sebagai alarm membangunkan tidur di pagi hari. Sementara itu, burung Merpati banyak diternakkan untuk digunakan sebagai burung permainan dan burung potong yang merupakan salah satu pilihan kebutuhan gizi masyarakat. Burung dari suku Columbidae, yaitu Merpati telah diketahui dapat terinfeksi oleh virus yang

(2)

dapat menyebabkan penyakit flu burung atau

Avian Influenza (AI) subtipe H5N1, seperti

yang pernah dilaporkan oleh DHARMAYANTI et

al. (2004). Di dalam tubuh burung Merpati,

ataupun unggas air lainnya virus ini bertahan tanpa menimbulkan kematian sehingga bangsa burung dapat bertindak sebagai reservoir penyebar penyakit AI subtipe H5N1 dengan cara di sekresikan melalui kloaka/kotoran (FOUCHIER et al., 2003). Vaksinasi merupakan salah satu cara untuk mengurangi penyebaran virus ini, dimana host yang mempunyai titer kekebalan dapat menetralisasi jumlah virus yang masuk. Program vaksinasi yang sesuai dengan subtipe virus kasus lapang dilaporkan dapat menahan kematian dan sekresi virus (FRAME, 2000). Vaksin AI subtipe H5N1 yang sesuai dengan subtipe virus kasus lapang, telah banyak diproduksi dan dipasarkan secara komersial, dan kini umumnya digunakan dalam program vaksinasi untuk pencegahan penyakit AI subtipe H5N1pada berbagai ternak unggas di Indonesia.

Keberhasilan program vaksinasi AI subtipe H5N1 pada burung Puter dan Merpati dapat diketahui dengan melakukan monitoring dan evaluasi efikasi vaksin yang dipakai, yaitu dengan uji serologik hemaglutinasi inhibisi (HI) (OIE, 2005; INDRIANI et al., 2005).

Tujuan studi ini untuk mengetahui adanya respon antibodi pada burung Puter dan Merpati setelah divaksinasi dua kali dengan vaksin inaktif AI H5N1 isolat lokal komersial.

MATERI DAN METODE Vaksin inaktif AI subtipe H5N1 isolat lokal (komersial)

Vaksin Al yang diperoleh dari salah satu produsen vaksin AI di dalam negeri (Indonesia), berupa vaksin inaktif dalam adjuvan minyak (emulsi), dengan dosis 0,5 ml per dosis sesuai petunjuk produsen.

Percobaan

Sejumlah 30 ekor populasi burung Puter dewasa yang dipelihara secara tangkar perorangan dan 30 ekor burung Merpati dewasa yang dipelihara secara umbaran di

pernah divaksinasi dan tidak pernah ada laporan kasus kematian sebelumnya didaerah tersebut.

Vaksinasi AI subtipe H5N1

Burung percobaan divaksinasi menggunakan vaksin inaktif AI subtipe H5N1 dengan dosis 0,3 ml per ekor secara suntikan dan kemudian dilakukan vaksinasi ulang (booster) setelah 4 minggu pascavaksinasi pertama, dengan aplikasi intra muskuler pada daerah otot dada. Selanjutnya dilakuakan pengamatan pascavaksinasi dan kemungkinan adanya kematian atau gejala klinis.

Pengambilan sampel

Sampel berupa serum darah burung Puter dan Merpati yang dikoleksi sebanyak 10 sampel pada saat pre vaksinasi, masing-masing 10 sampel darah burung Puter dan Merpati pada saat 4 minggu pascavaksinasi pertama dan 10 sampel pada saat 3 minggu pascavaksinasi kedua (booster). Darah diambil sebanyak 0,4 ml perekor, pada vena yugularis di daerah sayap, dibiarkan beku sehingga terpisah serum, kemudian serum dipanen dan disimpan di suhu -20°C sampai dibutuhkan untuk diuji serologik HI AI terhadap subtipe H5N1.

Perlakuan sampel serum uji

Serum sampel uji burung puter dan merpati sebelum digunakan pada uji HI terlebih dahulu di inaktifasi pada suhu 56°C selama 30 menit. Selanjutnya diberi perlakukan dengan menambahkan butir darah merah ayam sebanyak 5 µl ke dalam 50 µl serum sampel uji, kemudian digoyangkan secara perlahan setiap 5 – 10 menit pada suhu 4°C selama 30 menit. Kemudian campuran darah merah ayam dan serum sampel di sentrifugasi pada kecepatan 500g selama 10 menit. Serum yang telah di beri perlakuan digunakan untuk uji HI.

(3)

H5N1, yaitu uji hemaglutinasi inhibisi (HI) sesuai dengan prosedur Office International

des Epizooties (OIE, 2000) dan INDRIANI et al., (2005). Prinsipnya sebanyak 0,025 ml PBS pH 7,2 dimasukan ke dalam lubang-lubang cawan mikro 96 lubang dengan dasar berbentuk V. Kemudian ditambahkan dengan 0,025 ml serum-serum sampel dan serum positif pada lubang ke-1 dan dilakukan pengenceran serial kelipatan 2 dari lubang pertama hingga lubang ke-11, sedangkan lubang ke duabelas dipergunakan sebagai kontrol darah merah (SDM) ayam 1%. Sebanyak 0,025 ml antigen virus AI H5N1 sebesar 4 HAU ditambahkan ke dalam setiap lubang, kecuali pada lubang-lubang ke duabelas ditambah 0,025 PBS dan selanjutnya dicampur dengan alat pencampur selama 30 detik sebelum diinkubasi pada suhu 20°C selama 30 menit. Selanjutnya sebanyak 0,025 ml SDM 1% ditambahkan ke dalam setiap lubang, kemudian dicampur pada alat pencampur selama 30 detik dan diinkubasi pada suhu 20°C selama 45 menit. Interprestasi hasil titer HI ditunjukkan pada pengenceran serum tertinggi yang masih memberikan inhibisi (hambatan) pada antigen 4 HAU. Inhibisi ditetapkan dengan melakukan pengamatan SDM pada lubang-lubang cawan mikro, bila cawan mikro dimiringkan terlihat SDM membentuk tetesan air mata yang serupa dengan SDM kontrol, menunjukan titer antibodi positif.

Analisa data serologik

Data hasil serologik uji HI di analisa dengan menghitung mean titer, geometrik mean titer (GMT) dan presentasi coefisen variasi (CV).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji vaksinasi AI dengan virus subtipe H5N1 yang bersifat HPAI pada burung Puter

(Stertopelia bitorguata) dan Merpati (Columbia livia) dimonitor secara serologi dengan uji

hemaglutinasi inhibisi (HI), memakai antigen yang homolog H5N1. Respon antibodi pascavaksinasi disajikan pada Gambar 1 dan

Tabel 1. Titer antibodi sebelum dilakukan vaksinasi (pre vaksinasi) memperlihatkan, nilai geometrik mean titre (GM) 0, yang artinya tidak terdeteksi adanya antibodi positif AI H5N1 pada kedua kelompok, baik burung Puter (Stertopelia bitorguata) maupun Merpati (Columbia livia). Hal ini berarti dari kedua kelompok burung tersebut, baik yang ditangkarkan (Puter) maupun yang diumbar (Merpati) tidak terpapar virus AI H5N1. Berbeda dengan hasil surveilan BALITVET (2005) dan hasil penelitian lainnya, yang menunjukkan masih ada burung umbar-an termasuk Merpati terpapar virus AI (ROMVARY

et al., 1976; ELLIS et al 2004). Sementara hasil WERNER et al. (2003) menunjukkan 5 dari 7 ekor Merpati yang terinfeksi virus HPAI H7N7 yang terdeteksi titer antibodi tidak lebih dari 24, dan tidak memperlihatkan gejala klinis. Namun infeksi virus HPAI H7N7 yang sama pada ayam dapat menyebabkan kematikan 100%.

Hasil respon antibodi yang diukur pada saat 4 minggu pascavaksinasi pertama pada kelompok burung Puter memperlihatkan nilai GMT 4,12 dan sebaran titer antibodi pada kelompok burung, ditunjukan dengan nilai koefisen variasi (CV) 89,2%. Berbeda saat 3 minggu pascavaksinasi kedua (booster), terlihat titer meningkat dengan nilai GM T 80,35 dan nilai CV 47,9%. Pada kelompok burung Merpati, respon antibodi yang diukur saat 4 minggu pascavaksinasi pertama, titer antibodi masih menunjukan nilai GMT 1,14, sedangkan saat 3 minggu pascavaksinasi kedua (booster), terlihat titer sedikit meningkat dengan nilai GMT 4,45 dan nilai CV 72%. Nilai CV ditunjukan secara persentase dari suatu flok, dapat menggambarkan sebaran titer antibodi pada kelompok hewan yang diperiksa. Coefisen variasi (CV) yang mempunyai nilai presentase ≤ 35% menunjukan sebaran antibodi yang homogen, sedangkan CV > 35% menunjukkan sebaran antibodi yang tidak homogen dan tidak baik, menurut petunjuk produksi Flock check (IDEXX). Kedua kelompok burung mempunyai nilai CV > 35%, yaitu 47,9 dan 72% secara berurutan menunjukkan sebaran derajat titer antibodi tidak merata.

(4)

Gambar 1. Respon Antibodi virus AI H5N1 pada Stretopelia butorguata dan Columba livia

Tabel 1. Giometrik mentiter (GM) dan koefisien variasi (CV) pada kelompok Stretopelia bitorquata dan

Columba livia titer antibodi virus AI H5N1

Pre vaksinasi 4 minggu PV pertama 3 minggu PV booster

Stretopelia bitorquata GM % CV 0 0 4,12 89,20 80,35 47,90 Columba livi GM % CV 0 0 1,14 200 4,45 72

Hasil kajian respon titer antibodi pada burung puter berbeda dengan titer antibodi pada merpati, walaupun pada pemberian dosis vaksin pertama maupun dosis vaksin kedua mengandung jumlah virus yang sama. Hal ini dapat menunjukan adanya reseptor virus AI H5N1 yang disebut sialiloligosacharida pada spesies unggas, tidak sama (tidak identik), seperti yang ditunjukan oleh GAMBARVAN et

al. (2003) mengapa protein H dan N pada

bebek berbeda dengan ayam.

Hasil sebaran titer antibodi yang tidak homogen, yaitu antara titer negatif atau 0 sampai titer 210 (1024) pada kedua kelompok burung. Respon titer antibodi yang rendah pada kelompok burung merpati menunjukan hasil yang berbeda dengan hasil uji coba vaksinasi pada ayam yang mendapat vaksinasi yang sama (INDRIANI et al., 2005). Hasil ini mungkin dapat menunjukan adanya reseptor virus AI pada burung merpati agak berbeda

yang diumbar merupakan spesies bangsa burung yang resistan karena perbedaan permukaan sel reseptor dan fisiologi sel terhadap virus AI. Hasil menunjukan merpati bisa saja menjadi reservoir virus AI, bila merpati tersebut terpapar melalui air minum dari tempat yang sama dari unggas yang terinfeksi, sehingga merpati dapat membawa dan menyebarkan virus AI. KHAWAJA et al. (2005) berhasil menunjukan isolasi virus AI dari berbagai burung yang tidak ditangkarkan, sedikitnya sesudah dua kali dipasase atau lebih, tetapi virus tidak berhasil diisolasi pada burung merpati. Selain itu Perkin dan SWAYNE (2002); PANGRAHY et al. (1996) melaporkan bebek dan burung merpati lebih tahan terhadap H5N1 HPAI dibandingkan dengan hewan emu dan angsa. Gambaran ini dapat memberikan saran untuk memperlakukan biosekuriti lebih diperketat, agar pengendalian penyebaran virus AI melalui kontak burung liar dengan 0 1 2 3 4 5 6 7 Pre vak. 4 mgg PV

pertama 3 minggu PV booster

Waktu pengambilan sampel serum darah Titer antibodi virus AI H5N1 (log2)

Stretopelia butorguata Columba livia

(5)

KESIMPULAN

Dari hasil kajian ini, respon antibodi terhadap virus AI H5N1 proteksi diberikan burung Puter setelah 3 minggu pascavaksinasi booster, sementara pada burung Merpati tidak memberikan titer antibodi proteksi.

DAFTAR PUSTAKA

DHARMAYANTI, N.L.P.I., R. DAMAYANTI, A. WIYONO,R.INDRIANI dan DARMINTO. 2004. Identifikasi Virus Avian Influenza Isolat Indonesia dengan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Rection (PT-PCR). JITV 9(3): 136 – 142.

ELLIS, T.M., R.B. BOUSFIELD, L.A. BISSETT, K.C. DYRTING, G.S. LUK, S.T. TSUIN, K. STURM RAMIREZ,R.G. WEBSTER,Y. GUAN and J.S. MALIK PEIRIS. 2004. Infestigation of outbrek of highly pathogenic H5N1 Avian Influenza in water fowl and wild bird in Hongkong in late 2000. Avian Path. 5: 492 – 505.

FOUCHIER R.A.M.,B.OLSEN,T.H.BESTEBROER,S. HERFIST, L. VAN DER KEMP, G.F. RIMMELZWAAN and A.D.M.E. OSTERHAUS. 2003. Influenza A virus surveillance in wild bird in Northern Europe in 1999 and 2000.

Avian Dis. 47: 857 – 860.

FRAME, D. 2000. H7N3 outbreak halted by vaccin in Wordl Puoltry Special.

GAMBARVAN,A.S.,A.B.TUZIKOV,N.V.BOVIN,S.S. YAMNIKOVA,D.K.LVOV,R.G.WEBSTER and M.N. MATROSOVICH. 2003. Difference Between Influenza Virus Receptors on Target Cells of Duck and Chicken and Receptor Specificity of the 1997 H5N1 Chicken and Human Influenza Viruses from Hong Kong.

Avian Dis. 47(3):1154 – 1160.

IDEXX. Flock check. Production guide.

INDRIANI,R.,N.L.P.I.DHARMAYANTI,T.SYAFRIATI, A. WIYONO dan R.M.A. ADJID. 2005. Pengembangan prototipe vaksin inaktif Avian Influenza H5N1 isolat lokal dan aplikasinya pada hewan coba ditingkat laboratorium. JITV 10(4): 315 – 321.

INDRIANI, R., NLP.I. DHARMAYANTI, L. PAREDE, A.WIYONO dan DARMINTO. 2004. Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan titer proteksi terhadap virus Avian Influenza subtipe H5N1. JITV 9(3): 204 – 209. KHAWAJA,J.Z,K.NAEEM,Z.AHMED andS.AHMAD. 2005. Surveillance of Avian Influenza Viruses in Wild Birds in Areas Adjacent to Epicenter of an out Break in Federal Capital Territory of Pakistan. International J. Poult. Sci. 4(1): 39 – 43.

MACKINNON, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan burung-burung dijawa dan Bali. Gajah Mada University Press. hlm. 163 – 177.

OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES. 2005. Manual Of Standards for Diagnostik tests and vaccines. pp. 212 – 219.

PANIGRAHY,B., D.A.SENNE, J.C.PEDERSEN, A.L. SHAFER andJ.E.PEARSON. 1996. Susceptibility of pigeon to avian influenza. Avian Dis. 40(3): 600 – 604.

PERKIN, L.E. and D.E. SWAYNE. 2002. Pathogenicity of a Hongkong origin H5N1 highly pathogenic avian influenza virus for emus, geese, ducks, and pigeons. Avian Dis. 46(1):53 – 63 ROMVARY,J.,J.MESZAROS,J.TANYI,J.ROZSA and

L.FABIANS. 1976. Spreading of virus infection among wild bird and monkeys during the influenza epidemic cause by the Victoria (3) 75 variant of a (h3N2) virus. Acta Vet. Acend.

Sci. Hungarical. 26(3): 369 – 376.

WARNER,O.E.,STARICK and J.P.TEIFKE. 2003. The susceptibility of pigeons to avian influenza. Avian Dis. 47: 849 – 856.

WWW.SCWDS.ORG. 1994. Avian Flu in Maryland Game Bird Farm. Southeastern Cooperative Wildlife Disease Study. Deprtment of Population Health. College of Vet.Med. The University Medicine.

(6)

DISKUSI Pertanyaan:

1. Mengapa titer antibodi virus AI H5N1 pada burung merpati rendah? 2. Apa burung merpati lebih resisten?

3. Bagaimana jadwal vaksinasi AI H5N1 untuk burung puter, merpati, ayam dan bebek? Jawaban:

1. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena pada kelompok burung merpati yang digunakan pada kajian ini merupakan kelompok burung merpati yang diumbar dengan pemberian makanan yang tidak teratur sehingga kebutuhan protein untuk membentuk respon kekebakan kurang baik. Berbeda dengan burung puter yang selalu terpenuhi kebutuhan pakannya. Atau mungkin juga disebabkan adanya perbedaan reseptor terhadap virus AI.

2. Sesuai dengan laporan PANGRAHY et al. (1996) bahwa bebek dan burung merpati lebih tahan terhadap H5N1 HPAI dibandingkan dengan hewan emu dan angsa.

3. Untuk mendapatkan titer antibodi yang baik dan dapat memberikan proteksi dalam kurun waktu selama unggas2 tersebut hidup serta sebaran yang homogen pada flok, sebaiknya dilakukan vaksinasi AI H5N1 sebanyak 3 kali ulangan. Artinya seperti pada ayam, divaksinasi saat anak umur 1 – 3 minggu, kemudian diulang 4 minggu setelah vaksinasi pertama dan dibooster kembali padaa saat umur 16 minggu menjelang produksi. Sementara itu, pada burung puter, merpati dan bebek, juga diharapkan demikian agar respon titer antibodi lebih baik dan lebih homogen pada flok.

Gambar

Tabel 1.  Giometrik mentiter (GM) dan koefisien variasi (CV) pada kelompok Stretopelia bitorquata dan  Columba livia titer antibodi virus AI H5N1

Referensi

Dokumen terkait

Jadi apabila dalam kenyataannya terdapat pengeluaran untuk pembangunan infra struktur di suatu daerah namun tidak diimbangi dengan kenaikan PDRB yang lebih besar maka

Dalam penelitian ini, kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah siswa pernah menonton pornografi, jenis pornografi yang dilihat, frekuensi melihatnya,

Identifikasi menunjukkan terdapat beberapa tumbuhan Ficus, antara lain Ficus botryocarpa Miq., Ficus exasperata Vahl., Ficus microcarpa L.f., Ficus racemosa L., dan, Ficus

Nilai agama atau nilai-nilai yang mengandung unsur keagamaan yang terdapat pada cerita Saedah Saenih adalah kurangnya fondasi agama sejak dini dari orang tua

Penelitian ini hanya mengambil responden yang mempunyai bayi baru lahir sampai dengan usia 6 bulan, sehingga perlu diberikan pengetahuan untuk tahap selanjutnya

Analisis Hasil Tes Diagnostik Wawancara peserta didik terindikasi miskonsepsi Penyusunan laporan Instrumen siap digunakan Validasi oleh validator ahli Penyusunan instrumen

n keuangan a yaitu lapo haan yang m an laba rug haan dalam an perubah engurangan. an arus da periode t diri. n atas La an dan ha kkan. un tujuan da mberikan in usun sebag agai

Perubahan yang tak terotorisasi atas data induk penggajian (ancaman 6 dalam Tabel 15-1) dapat mengakibatkan peningkatan biaya pembayaran kepada pegawai yang tidak