BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar
2.1.1 Pengetian Motivasi Belajar
Emosda (2010:23) mengatakan bahwa motivasi berasal dari kata “motif” yang pada hakikatnya merupakan teknologi umum yang memberikan makna “dengan dorongan” yang telah aktif disebut motivasi.
Anak belajar dengan dorongan kekuatan mental, keinginan, kemauan atau cita-cita, kekuatan mental itu dapat tergolong rendah atau tinggi. Ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkadang adanya keinginan harapan, keutuhan tujuan, sasaran, intensif, keadaan kejiawaan inilah yang mengaktifkan, menggerakan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu: 1. Kebutuhan
2. Dorongan 3. Tujuan
Kebutuhan terjadi karena individu merasa ada tindakan seimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa yang merekan harapkan, pentingnya motivasi bagi siswa dan guru meliputi lima hal diantaranya:
1. Menyadarkan kedudukan pada awal, proses, dan hasil akhir. 2. Mengimformasikan pada kekuatan usaha belajar yang dilakuakan. 3. Mengarahkan kegiatan belajar
5. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan
Dari kelima diatas menunjukkan betapa pentingnya motivasi tersebut didasari oleh pelakunya sendiri yang dalam hal ini adalah siswa. Bila motivasi itu didasari oleh pelaku, maka suatu pekerjaan dalam hal ini belajar akan terlaksana dengan baik.
Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam diri dan luar individu terhadap tenaga-tenaga tersebut. Beberapa ahli memberikan istilah berbeda seperti desakan (drive), motif ( motive), kebutuhan (need), dan keinginan (wish) walaupun ada variasi makna keempat hal tersebut sangat bertalian erat dan sukar dipisahkan dan semuanya termasuk kondisi yzng mendorong individu melakuakan kegiatan akan mempengaruhi kekuatan dan kegiatan tersebut, tetapi motivasi juga dipengaruhi oleh tujuan, makin tinggi dan berarti suatu tujuan makin besar motivasinya, makin besar motivasi akan semakin kuat kegiatan dilaksanakan, motivasi memiliki fungsi yaitu: pertama mengarahkan dan yang kedua mengaktifkan kegiatan (Nana Syaodih Sukma Dinata 2007:61)
Menurut Murray (1964) mengemukakan cirri-ciri individu yang bermotivasi berprestasi tinggi dalam kegiatan masyarakat dan kampus, lebih memilih orang ahli sebagai mitra dari pada orang simpatik dan lebih tahan terhadap tekanan social.
Ada empat motif yang memegang peranan penting dalam kepribadian individu, yaitu:
1. Motivasi berprestasi 2. Motivasi berkuasa
3. Motivasi membentuk ikatan dan kegagalan
Dalam Nana Syaodih Sukma Dinata (2007:70) bahwa dalam proses yang dijalani siswa memiliki motivasi yang tinggi, beberapa usaha atau faktor yang perlu dilakukan oleh guru untuk membangkitkan motivasi siswa diantaranya:
1. Menjelaskan manfaat dan tujuan pembelajaran dilakukan
2. Memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan siswa
3. Memilih cara penyajian yang bervariasi 4. Memberikan sasaran atau kegiatan-kegiatan 5. Berikan kesempatan kepada siswa untuk sukses 6. Berikan kemudahan dan bantuan dalam belajar
7. Berikan pujian, ganjaran atau hadiah untuk meningkatkan motivasi belajar
8. Penghargaan bagi pribadi anak
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
a. Cita-cita atau aspirasi siswa b. Kemampuan siswa
c. Kondisi siswa
d. Kondisi lingkungan siswa
e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran f. Upaya guru membelajarkan siswa
Menurut Wlodkowaki dan jaynes (2004) motivasi belajar dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
a. Budaya
Setiap kelompok etnik mempunyai nilai-nilai tersendiri tentang belajar. Ibu-ibu kebangsaan Jepang lebih menekankan usaha (effort) dari pada kemampuan (ability), dibandingkan ibu-ibu kebangsaan Amerika yang lebih mengutamakan penampilan sekolah yang baik.
b. Keluarga
Faktor keluarga memberikan pengaruh penting terhadap motivasi belajar seseorang. Penelitian yang dilakukan Benjamin Bloom terhadap professional muda (28 tahun sampai 35 tahun) yang berhasil dalam karirnya dalam berbagai lapanga seperti pakar telematika, neorology, pianis, maupun olahragawan, menunjukkan ciri-ciri yang sama yaitu ada keterlibatan langsung orang tuadalam belajar anak. Mereka melihat dorongan orang tua merupakan hal utama didalam mengarahkan tujuan mereka.
c. Sekolah
Peran guru dalam memotivasi anak juga tidak diragukan. Ada beberapa kualitas guru yang efektif dalam memotivasi anak yaitu: 1. Guru selaku menejer yang baik
3. Guru memberikan bahan pelajaran yang sesuai dengan kepastian muridnya
4. Guru memberikan umpan balik bagi muridnya 5. Guru memberikan tes yang adil
6. Guru menjelaskan kriteria prilaku penilaiannya dan mau merangsang nalar anak
7. Guru membantu anak untk menyadari pertumbuhan kompetensidan penguasaan murid
8. Guru mampu bersifat empati
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim atau kelompok.
Menurut Slavin (Dalam Nur, 2006:15) mengatakan pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa bergairah belajar.
Porsamentier (1999) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.
2.2.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
c. Bila mana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya dan jenis kelamin berbeda-beda
d. Penghargaan yang lebih berorientasi kelompok ketimbang kelompok
2.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu kelompok belajar dan membantu kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil belajarnya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok
2.2.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan idea tau gagasan secara berkelompok.
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya 3 tujuan pembelajaran penting yaitu: 1. Hasil belajar akademik
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu 3. Pengembangan keterampilan social
2.2.5 Model Pembelajar Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achievemen Divisions )
STAD dikembagkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas Jhon Hopkin dan merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, yang menekankan adanya aktifitas dan interaksi antara guru dengan siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran agar mencapai prestasi yang maksimal guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah.
Komponen STAD menurut Slavin (1995:71) adalah sebagai berikut:
a. Persentasi kelas
Persentase kelas dalam STAD berbeda dari cara pengajaran yang biasa, masing-masing kelompok memersentasikan hasil diskusi kelompo mereka. Siswa harus betul-betul memperhatikan persentasi ini dalam persentasi terdapat materi yang dapat membantu untuk mngerjakan kuis yang diadakan setelah pembelajaran.
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang dimana mengerjakan tugas yang diberikan, jika ada kesuliatan siswa yang merasa mampu membantu siswa yang kesulitan
c. Tes individu
Setelah pembelajaran selesai ada tes individu
d. Skor pengembangan individu yang didapat dari hasil tes selanjutnya dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil persentasi sebelumnya. Skor tim diperoleh dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim. Nilai rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi dengan jumlah anggota tim
e. Penghargaan didasarkan nilai rata-rata tim dimana dapat memotivasi mereka
Untuk menghitung skor individu menurut Slavin dalam Trianto (2007:55) untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada table berikut:
Nilai tes Skor Perkembangan
1. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal… 2. 10 poin sampai 1poin dibawah skor awal… 3. Skor awal sampai 1 poin diatas skor awal… 4. Lebih dari 10 poin diata skor awal…
5. Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal)
0 poin
10 poin
20 poin
30 poin 30 poin
Menurut Soemarno (Dalam Riska Bersatu, 2005) mengatakan ada beberapa kelebihan pembelajaran kooperatif tipe STAD diantaranya : Membantu siswa mempelajari isi mata pelajaran yang dibahas
Adanya anggota keluarga lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapat nilai rendah, karena siswa dibantu oleh anggota kelompoknya dalam menguasai materi
Menjadikan siswa berani belajar berdebat, mencatat hal-hal yang bermanfaat unuk kepentingan bersama
Menghasilkan pencapain belajar siswa yang tinggi, menambah harga diri dan memperbaiki hubungan dengan teman sebayanya
Penghargaan atau hadiah yang diberikan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk dapat mencapai hasil yang lebih tinggi
Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk dapat menambah ilmu pengetahuan
Pembentukan kelompok-kelompok kecil dan mempermudah guru untuk memonitoring siswa dalam belajar dan berkerjasama
2.2.7 Kelemahan Model Pembelajaran Koopreatif Tipe STAD
Kelemahan dalam model pembelajaran tipe STAD (Dalam Riska Bersatu,2005) adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran kooperatif bukanlah obat yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kelompok kecil
b. Adanya ketergantungan siswa sebagai siswa yang lamban berfikir tidak dapat berlatih belajar mandiri
c. Pembelajaran STAD ini memerlukan waktu yang cukuplama samai siswa benar-benar paham sehingga terkadang target peneraoan kurikulum tidak dapat di penuhi
d. Penilaian terhadap individu dan kelompok serta pemberian hadiah terhadang menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya
f. Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat terampil menerapkan model ini
2.3 Kerangka Berfikir
Adapun kerangka berfikir yang penelitian lakaukan dalam peneliian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian menggunakan model pembelajaran tipe STAD ini bertujuan untuk menolong siswa mengembangkan sikap disiplin dan keterampilan yang memotivasi belajar, dengan memberikan pertanyaan dan mendapat jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka sehingga motivasi belajar siswa SD Negeri 130/V Bram Itam Kiri Tanjung Jabung Barat dapat meningkat.
Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswabekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa meningkatka sikap positif siwa dalam mempelajari matematika pada umumnya dan pada pokok bahasan bangun ruang pada khususnya. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri tehadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi dan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang dialami banyak siswa.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan kesempatan kepada siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan ide, siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatka pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensip dan kelompoknya.
berfikir yang lebih tinggi sehingga pada akhirnya membentuk intelegensi matematika siswa. Dengan terbentuknya intelegensi matematika siswa akan berpengaruh pada pencapaian motivasi belajar siswa yang meningkat.