PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA ANGKATAN 2018-2020
SKRIPSI
Oleh :
NITA PERMATA RIZKYNTA LIMBONG 180100099
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA ANGKATAN 2018-2020
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
NITA PERMATA RIZKYNTA LIMBONG 180100099
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
―Perbandingan Tingkat Pengetahuan tentang Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018-2020‖ sebagai syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyelesaian ini banyak sekali dukungan yang telah diberikan oleh beberapa pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada beberapa pihak sebagai berikut:
1. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Doddy Prabisma Pohan, M.Ked(Surg), Sp.BTKV, selaku pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan arahan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.
3. dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL (K), selaku ketua penguji yang telah bersedia memberikan saran dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
4. dr. Ashri Yudhistira, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL, selaku anggota penguji yang telah bersedia memberikan saran dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
5. dr. Almaycano Ginting, M.Kes, Sp.PK selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan nasihat selama perkuliahan di FK USU.
6. Keluarga yang sangat saya cintai, Ayahanda Ir. Taksin Limbong, Ibunda Muhaini Maha S.Si dan Adik Mhd. Syahru Ramadhan Limbong, yang telah memberikan dukungan terbaik kepada penulis sehingga penulis mampu mencapai tahap ini.
iii
7. Saudara- saudara penulis, yaitu : Syahnidah Kasea Mokita Angkat, Sri Mulyani Capah dan Marwah Sohmaia Satryani Angkat yang telah menemani penulis dari awal penyusunan hingga tahap ini.
8. Teman-teman penulis, yaitu : Salsabila Az-Zahra, Alia Namira, Rizki Hasnita, Nurul Azzahra Khairani, Erlina Yanti Rambe, Tasya Madifa Putri, Aulia Annisa Manurung, Ziqka Afriza Zuzafni, Abdalia Siregar, yang selalu menemani, membantu dan memberikan motivasi dari awal perkuliahan hingga saat ini.
9. Semua pihak yang telah berkontribusi dan mendoakan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-per satu.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis memohon maaf atas kekurangan dan kesalahan serta meminta arahan, kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Medan, 2021 Penulis,
Nita Permata Rizkynta Limbong
NIM : 180100099
iv DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi... iv
Daftar Gambar ... vi
Daftar Tabel ... vii
Daftar Singkatan... viii
Abstrak ... ix
Abstract ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 DM ... 4
2.1.1 Definisi ... 4
2.1.2 Klasifikasi ... 4
2.1.3 Patofisiologi ... 5
2.1.4 Manifestasi Klinis ... 6
2.1.5 Diagnosis ... 6
2.1.6 Tatalaksana ... 7
2.1.7 Komplikasi ... 9
2.1.8 Pencegahan ... 10
2.2 Faktor Risiko DMT2 ... 11
2.2.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi ... 12
2.2.2 Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi ... 14
2.3 Pengetahuan ... 18
2.3.1 Definisi Pengetahuan ... 18
2.3.2 Tingkat Pengetahuan ... 19
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 20
2.3.4 Cara Memperoleh Pengetahuan ... 21
2.3.5 Kriteria Pengetahuan ... 22
2.4 Kerangka Teori ... 23
2.5 Kerangka Konsep... 24
2.6 Hipotesis ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1 Jenis Penelitian ... 25
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 25
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 25
v
3.3.1 Populasi Penelitian ... 25
3.3.2 Sampel Penelitian ... 25
3.4 Metode Pengumpulan Data... 27
3.5 Metode Pengolahan Dan Analisis Data ... 27
3.5.1 Pengolahan Data ... 27
3.5.2 Analisis Data ... 28
3.6 Definisi Operasional ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1 Deskripsi Penelitian ... 30
4.2 Hasil ... 30
4.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 30
4.2.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden ... 31
4.2.3 Analisis Perbedaan Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38
4.2.4 Analisis Perbedaan Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Angkatan ... 38
4.3 Pembahasan ... 39
4.3.1 Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Faktor Risiko DMT2 Berdasarkan Jenis Kelamin... 39
4.3.2 Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Faktor Risiko DMT2 Berdasarkan Angkatan ... 40
4.4 Keterbatasan Penelitian ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
5.1 Kesimpulan ... 44
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN A. Daftar Riwayat Hidup ... 51
LAMPIRAN B. Halaman Pernyataan Orisinalitas ... 53
LAMPIRAN C. Ethical Clearance Penelitian ... 54
LAMPIRAN D. Surat Izin Penelitian ... 55
LAMPIRAN E. Lembar Penjelasan ... 56
LAMPIRAN F. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 57
LAMPIRAN G. Lembar Kuesioner ... 58
LAMPIRAN H. Data Induk Penelitian ... 62
LAMPIRAN I. Output Perangkat Lunak Statistik ... 68
LAMPIRAN J. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ... 72
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Gambar Kerangka Teori Penelitian ... 23 2.2 Gambar Kerangka Konsep ... 24
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Kriteria Diagnosis DM ... 7
2.2 Faktor Risiko DM ... 11
2.3 Tabel Klasifikasi IMT ... 15
2.4 Tabel Klasifikasi Hipertensi ... 16
2.5 Tabel Klasfikasi HDL ... 17
2.6 Tabel Klasifikasi Trigliserida ... 17
3.1 Populasi Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU... 25
3.2 Defenisi Operasional ... 28
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Maing-masing Angkatan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30
4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Seluruh Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 31
4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pengetahuan 31
4.4 Distribusi Jawaban Responden Masing-masing Angkatan ... 32
4.5 Perbedaan Tingkat Pengetahuan tentang Faktor Risiko DMT2 pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38
4.6 Perbedaan Tingkat Pengetahuan tentang Faktor Risiko DMT2 pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Angkatan ... 38
viii
DAFTAR SINGKATAN ADA : American Diabetes Association BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
DM : DM
DMT1 : DM Tipe 1
DMT2 : DMT2
DPP-IV : Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV FFA : Free Fatty Acid
FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu
GIP : Gastric Inhibitory Polypeptide GLP-1 : Glucagon-Like Polypeptide-1 GLP-2 : Glucagon-Like Polypeptide-2 GLUT-1 : Glucose Trasnporter-1 GLUT-2 : Glucose Trasnporter-2 HbA1c : Hemoglobin A1c
IDF : International Diabetic Federation
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia OHO : Obat Hipoglikemia Oral
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PTM : Penyakit Tidak Menular
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SGLT-1 : Sodium Glucose co-Transporter-1 SGLT-2 : Sodium Glucose co-Transporter-2
SNPPDI : Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral UCP-2 : Uncoupling Protein-2 USU : Universitas Sumatera Utara WHO : World Health Organization
ix
ABSTRAK
Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar glukosa darah (hiperglikemia) di dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan sekresi hormon insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Berdasarkan International Diabetic Federation tahun 2019, prevalensi DM mencapai 9,3% atau 463 juta penderita dari 211 negara. Prevalensi DMT2 (DMT2) mencapai 90% dari kasus diabetes dunia.
Faktor risiko DMT2 terbagi atas faktor yang dapat dimodifikasi, faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor lain yang terkait dengan risiko DM. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu berat badan berlebih, rendahnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat serta merokok. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras, etnik, riwayat keluarga, usia, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4000 g atau riwayat pernah menderita DM Gestational (DMG) serta riwayat lahir berat badan rendah (BBLR). Faktor lain yang terkait dengan risiko DM adalah penyandang sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Tujuan. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Metode. Penelitian ini merupakan analitik komparatif dengan desain cross- sectional dengan populasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan menggunakan instrumen kuesioner. Hasil. Tingkat Pengetahuam Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara diperoleh 39% dengan pengetahuan baik, 51,4% dengan pengetahuan cukup, 9,5% dengan pengetahuan kurang. Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan mahasiswa angkatan 2018, 2019 dan 2020 tentang faktor risiko DMT2.
Kata Kunci : DMT2, Faktor Risiko, Tingkat Pengetahuan
x
ABSTRACT
Background. Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disorder characterized by an increase in blood glucose levels (hyperglycemia) in the body. This is caused by a disturbance in insulin secretion, insulin action or both. Based on the International Diabetic Federation in 2019, the prevalence of DM reached 9.3% or 463 million sufferers from 211 countries. The prevalence of T2DM reaches 90% of the world's diabetes cases. The risk factors for T2DM are divided into modifiable factors, non-modifiable factors and other factors associated with DM risk. Modifiable factors are excess body weight, low physical activity, hypertension, dyslipidemia, unhealthy diet and smoking. Risk factors that cannot be modified are race, ethnicity, family history, age, history of giving birth to a baby weighing >4000 g or history of Gestational Diabetes Mellitus (GDM) and history of low birth weight (LBW). Another factor associated with the risk of DM is people with metabolic syndrome who have a previous history of impaired glucose tolerance (IGT) or impaired fasting blood glucose (IFBG). Objective. Knowing the difference in the level of knowledge about risk factors for T2DM in students of the Faculty of Medicine, University of Sumatra. Method.
This study is a comparative analytic with a cross-sectional design with a student population of the Faculty of Medicine, University of North Sumatra and using a questionnaire instrument. Results.
The knowledge level of students of the Faculty of Medicine, University of North Sumatra obtained 39% with good knowledge, 51.4% with sufficient knowledge, 9.5% with poor knowledge.
Conclusion. There is no significant difference between the level of knowledge of students from class 2018, 2019 and 2020 about risk factors for T2DM.
Keywords: T2DM, Risk Factors, Knowledge Level
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi tantangan dan menambah beban kesehatan dunia. Pada tahun 2000, 43% penyakit dan 60% kematian disebabkan oleh PTM. Seluruh dunia terlepas dari tahap perkembangannya, kini menghadapi peningkatan PTM, termasuk Diabetes Melitus (DM). DM merupakan salah satu penyakit kronis tidak menular yang menjadi penyumbang utama beban penyakit dunia (Animaw dan Seyoum, 2017).
DM adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar glukosa darah (hiperglikemia) di dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada sekresi hormon insulin, kerja insulin ataupun keduanya (WHO, 2019). Hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas bekerja mendistribusikan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk diubah menjadi energi. Insulin juga berperan dalam metabolisme protein serta lemak. Kadar insulin yang menurun atau ketidakmampuan sel tubuh dalam merespon insulin menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) (IDF, 2019).
DM diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 (DMT1), DM tipe 2 (DMT2), DM Gestasional (DMG) serta DM tipe lainnya (ADA, 2020). Secara umum gejala DMT1 dan DMT2 memiliki kesamaan, namun prevalensi DMT2 lebih tinggi yaitu 90% dari kasus diabetes dunia. Hal ini disebabkan pada stase awal DMT2 sering kali tidak disadari karena tidak bergejala dan onset DMT2 yang lambat (IDF, 2019).
Berdasarkan International Diabetic Federation pada tahun 2019, prevalensi DM mencapai 9,3% atau sama dengan 463 juta penderita dengan rentang usia 20- 79 tahun dari 211 negara. Indonesia berada pada urutan ke-7 dengan prevalensi 10,7 juta populasi DM setelah China, India, Amerika Serikat, Pakistan, Brazil dan Meksiko dalam 10 kategori negara dengan penderita DM tertinggi (IDF, 2019).
Prevalensi DM di Indonesia dengan usia ≥15 meningkat yaitu dari 1,5% pada
tahun 2013 menjadi 2% pada tahun 2018. Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan ke-22 dari 33 provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 2%
(Kemenkes RI, 2020).
Tingginya prevalensi DM terkhusus DMT2 disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Faktor risiko ini terbagi atas faktor yang dapat dimodifikasi, faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor lain yang terkait dengan risiko DM. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu berat badan berlebih, rendahnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet yang tidak sehat dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, riwayat keluarga, usia, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4000 g atau riwayat pernah menderita DM Gestational (DMG), riwayat lahir berat badan rendah (BBLR).
Faktor lain yang terkait dengan risiko DM adalah penyandang sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya (PERKENI, 2019; IDF, 2019).
Menurut data RISKESDAS (2020), prevalensi obesitas sebagai faktor risiko DMT2 meningkat yaitu 15,4% (2013) menjadi 21,80% (2018) (Kemenkes RI, 2020). Kondisi obesitas pada orang dewasa akan memicu timbulnya penyakit DMT2 2-4 kali lebih besar dibandingkan orang dengan status gizi normal (Yanita dan Kurniawaty, 2016). Prevalensi keaktifan aktivitas fisik menurun dari 73,9%
(2013) menjadi 66,5% (2018). Prevalensi diet tidak sehat seperti pola konsumsi makanan dan minuman manis tergolong tinggi pada tahun 2018 sebesar 47,8%
dan 61,3% (Kemenkes RI, 2020).
Saat ini masyarakat dengan usia produktif (seperti mahasiswa) cenderung memiliki kebiasaan hidup yang tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan tinggi gula, lemak jenuh dan garam, rendahnya konsumsi sayur dan buah-buahan serta kurangnya aktivitas fisik dan olahraga (Meilina, 2020).
Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan penelitian mengenai perbandingan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2020.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan permasalahan apakah terdapat perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2020 ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2020.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin.
3. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan tingkat angkatan.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam melakukan penelitian tentang faktor risiko DMT2.
2. Mengetahui tindakan pencegahan terhadap kejadian DMT2 dengan mengetahui berbagai faktor risiko DMT2.
3. Menambah informasi kepada peneliti lain dalam mengembangkan penelitian selanjutnya tentang faktor risiko DMT2.
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan organ dalam jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama saraf, ginjal, mata, jantung dan pembuluh darah (Purnamasari, 2014).
2.1.2 Klasifikasi
American Diabetes Association mengklasifikasikan diabetes menjadi beberapa jenis, yaitu DMT1, DMT2 , DMG dan DM tipe lainnya.
1. DMT1
DMT1 atau insulin-dependent terjadi karena penghancuran sel beta pankreas secara autoimun yang mengakibatkan berkurangnya produksi hormon insulin atau bahkan berhenti dan menyebabkan terjadinya defisiensi insulin secara absolut. Penyebab dari penghancuran sel beta pankreas secara otomatis belum diketahui secara pasti. DMT1 merupakan penyebab utama diabetes pada anak anak, namun juga dapat terjadi pada orang dewasa. DMT1 tidak dapat dicegah sehingga orang dengan DMT1 mutlak menerima insulin dari luar (eksogen) untuk menjaga kadar gula darahnya (ADA, 2020).
2. DMT2
DMT2 atau non-insulin-dependent merupakan tipe DM dengan angka kejadian terbesar yaitu 90-95% di dunia. DMT2 merupakan gangguan metabolisme tubuh dengan gejala hilangnya toleransi terhadap karbohidrat.
DMT2 terjadi karena kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat insensitivitas sel tubuh terhadap hormon insulin (resistensi insulin). Sel
beta pankreas tetap mengasilkan hormon insulin walau mungkin kadar hormon insulin sedikit menurun atau dalam batas normal (Fatimah, 2015).
DMT2 biasanya terjadi pada orang dewasa, namun saat ini juga sudah sering terjadi pada anak-anak dan remaja karena meningkatnya kejadian obesitas. Berbeda dengan DMT1, DMT2 dapat diatasi dengan obat-obatan sesuai kebutuhan dan dicegah dengan penerapan gaya hidup sehat (WHO, 2019).
3. DMG
DMG adalah peningkatan kadar gula darah pertama kali saat masa kehamilan berlangsung (Harreiter dan Roden, 2019). DMG biasa terjadi pada trimester kedua dan dapat kembali normal setelah melahirkan. Ibu dengan DMG diperkirakan melahirkan bayi makrosomia sekitar 5% dari seluruh kelahiran. Makrosomia istilah untuk menggambarkan bayi dengan ukurang lebih besar dari ukuran normal (Rahayu dan Rodiani, 2016).
4. DM Tipe Lainnya
DM tipe lainnya disebabkan oleh berbagai kondisi seperti sindrom diabetes monogenik, obat-obatan, bahan kimia dan penyakit pankreas (ADA, 2020).
2.1.3 Patofisiologi
Resistensi insulin pada sel otot dan hati serta gangguan sekresinya dikenal sebagai patofisiologi terjadinya DMT2. Pada penderita DMT2 menunjukkan keadaan awal resistensi insulin yang kemudian dikompensasi oleh hipersekresi sel beta pankreas (hiperinsulinemia). Seiring berjalannya waktu, penurunan sensitivitas insulin yang lebih jauh mengakibatkan kompensasi hiperinsulinemia tidak lagi berarti seiring dengan kegagalan sel beta pankreas, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) (Zaccardi, 2016). Menurut Schwartz (2016), selain otot, hepar dan sel beta pankreas ada delapan organ lain yang berperan sentral dalam patogenesis DMT2 yang disebut sebagai the egregious eleven. The egregiuous eleven atau sebelas hal tersebut adalah kegagalan sel beta pankreas,
disfungsi sel alfa pankreas, sel lemak, otot, hepar, otak, kolon/mikrobiota, usus halus, ginjal, lambung dan sistem imun (Schwartz, 2016).
2.1.4 Manifestasi Klinis
DMT2 memiliki manifestasi klinis yang mirip dengan DMT1, namun DMT2 memiliki gejala awal yang tidak tampak sehingga sering kali terjadi pra- diagnostik yang lama dan perlahan gejala akan memburuk (ADA, 2020). Berbagai gejala dapat ditemukan pada penyandang DMT2 yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya (PERKENI, 2019). Poliuria adalah meningkatnya frekuensi berkemih. Kadar gula darah yang mencapai 160-180 mg/dl menyebabkan glukosa masuk dalam komposisi urin. Saat kadar gula darah bertambah tinggi, ginjal akan membuang air untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang, sehingga ginjal mengekskresikan urin dalam jumlah yang berlebihan. Hal inilah yang menyebabkan penderita DMT2 sering berkemih dalam jumlah yang banyak (Lakshita, 2012).
Akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan tubuh untuk berkemih, penderita DMT2 akan mudah merasa kehausan (polidipsia). Selain itu, menurunnya kemampuan insulin dalam mendistribusikan gula darah menyebabkan sedikitnya glukosa yang masuk ke dalam sel. Tubuh merespon dengan peningkatan frekuensi makan (polifagia) untuk mencukupi kadar gula darah yang dapat direspon oleh insulin. Jika kadar glukosa yang masuk ke dalam sel tidak terpenuhi, tubuh akan memecah cadangan energi lain seperti lemak, sehingga berat badan akan berkurang (Lakshita, 2012).
Selain keluhan di atas, terdapat gejala lain yang dapat ditemukan pada pasien DMT2 yaitu badan terasa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur (PERKENI, 2019).
2.1.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis DMT2 sama seperti diagnosis DM tipe lainnya, yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan standar baku untuk mendiagnosis DMT2 adalah dengan pengukuran kadar glukosa darah dalam
plasma vena baik glukosa plasma puasa, glukosa plasma 2 jam selama tes toleransi glukosa oral (TTGO) 75 g atau nilai glycated hemoglobin (HbA1c) (Kim et al., 2019).
Kecurigaan terhadap DMT2 dapat diperkirakan jika terdapat keluhan seperti:
1. Keluhan klasik: poliuria, polifagia, polidipsia dan terjadinya penurunan berat badan yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan.
2. Keluhan lain: badan terasa lemah, gatal, kesemutan, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM (PERKENI, 2019)
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 g.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
2.1.6 TATALAKSANA
A. Tatalaksana Non-Farmakologi
Pengelolaan DMT2 yang paling penting adalah monitor kadar glukosa darah secara perifer dan edukasi lanjutan tentang penatalaksanaan diabetes pada pasien.
Terapi non-farmakologi didasarkan pada perubahan gaya hidup sehat, seperti melakukan aktivitas fisik dan berolahraga. Pasien dianjurkan untuk latihan jasmani secara teratur 3-4 kali dalam seminggu selama 30 menit/kali. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki, bersepeda, joging dan berenang. Latihan jasmani yang dilakukan tergantung dari usia dan status kebugaran jasmani pasien. Mereka yang relatif sehat, intesitas kegiatan jasmani dapat ditingkatkan, sedangkan bagi
pasien yang sudah mengalami komplikasi intensitas kegiatan jasmani dapat dikurangi (Decroli, 2019).
Pengenalan sumber pangan dan jenis karbohidrat harus dilakukan untuk mendorong pola hidup sehat dalam membantu pengaturan kadar gula darah dan berat badan. Dianjurkan pembatasan beberapa jenis bahan pangan seperti daging berlemak, susu penuh (whole milk) dan pemanis buatan (Decroli, 2019).
B. Tatalaksana Farmakologi
Terapi DMT2 diawali dengan penerapan gaya hidup sehat. Jika kadar glukosa darah belum mencapai target, maka perlu diberikan intervensi farmakologi dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pertimbangan dalam pemilihan obat agar sesuai dengan kebutuhan pasien meliputi lamanya menderita diabetes, adanya komorbid dan riwayat penggunaan obat sebelumnya. OHO dapat diberikan secara tunggal ataupun kombinasi. Insulin dapat diberikan kepada pasien dengan keadaan metabolik berat, seperti stress berat, ketoasidosis serta ketonuria (Decroli, 2019).
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Menurut Soegondo (2014), berdasarkan cara kerjanya ada 4 golongan obat antihiperglikemia secara oral:
a. Peningkat Sensitivitas Insulin (Insulin Sensitizing) 1) Biguanid
2) Glitazon
b. Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) 1) Sulfonilurea
2) Glinid
c. Penghambat Alfa Glukosidase
d. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (DPP-IV) 2. Obat Antihiperglikemia Suntik
Antihiperglikemia suntik terdiri dari insulin, agonis GLP-1 serta kombinasi insulin dan agonis GLP-1 (PERKENI, 2019).
3. Terapi Kombinasi
Pemberian obat antihiperglikemia oral ataupun insulin (injeksi) selalu diawalai dengan dosis rendah dan kemudian dianikkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan respon kadar glukosa darah. Terapi kombinasi antihiperglikemia oral, baik secara terpisah maupun fixed dose combination harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme yang berbeda. Jika target glukosa darah belum tercapai dengan dua jenis obat, maka dapat diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang tidak memungkinkan untuk menggunakan insulin, terapi kombinasi tiga obat hiperglikemia oral menjadi pilihan (PERKENI, 2019).
2.1.7 Komplikasi
Menurut Zheng et al (2017), komplikasi DM terbagi atas dua yaitu komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Dalam studi observasioal di 28 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, setengah dari pasien DMT2 mengalami komplikasi mikrovaskular dan 27% dengan komplikasi makrovaskular (Zheng et al., 2017). Komplikasi makrovaskuler terdiri dari penyakit kardiovaskular, stroke, dan penyakit arteri perifer. Sedangkan yang termasuk komplikasi mikrovaskuler adalah neuropati, nefropati dan retinopati. Komplikasi lainnya adalah sindrom kaki diabetik yaitu adanya ulkus kaki yang berhubungan dengan neuropati (mikrovaskular) dan penyakit arteri perifer (makrovaskular) serta infeksi.
Komplikasi ini adalah penyebab utama amputasi tungkai bawah pada penyandang DMT2 . Komplikasi lain diabetes yang tidak dapat dimasukkan dalam dua kategori tersebut adalah berkurangnya resistensi terhadap infeksi, penyakit gigi dan komplikasi kelahiran pada wanita dengan diabetes gestasional (Papatheodorou et al., 2017).
Komplikasi pada DM diawali oleh gangguan metabolik akut yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia yang pada tahap lanjut terjadi kerusakan mikro dan makrovaskular. Hiperglikemia menyebabkan abnormalitas sel endotel, meningkatnya akumulasi protein di dinding pembuluh darah, hilangnya sel mikrovaskular, oklusivaskular hingga kerusakan vaskular. Tingginya kadar
glukosa termasuk sorbitol intraseluler, aktivitas berlebih dari protein kinase c turut berperan dalam mekanisme komplikasi DM. Delapan dari 10 penderita DM meninggal oleh karena komplikasi kardiovaskular dan nefropati diabetik. Sebesar 57% penyandang DM di Indonesia mengalami komplikasi neuropati, sehingga pasien perlu mendapatkan pengobatan agar terhindar dari komplikasi yang menurunkan angka harapan hidup (Ningrum, 2016).
2.1.8 Pencegahan (PERKENI, 2019) 1.Pencegahan Primer
Pada tahap ini penyuluhan merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan kepada masyarakat yang memiliki risiko tinggi terhadap intoleransi glukosa dan DMT2. Perubahan gaya hidup juga menjadi langkah awal yang dapat dilakukan terutama bagi kelompok yang memiliki risiko tinggi. Perubahan gaya hidup meliputi perbaikan komponen faktor risiko diabetes dan sindrom metabolik lainnya seperti hipertensi, obesitas, dislipidemia dan hiperglikemia. Perubahan gaya hidup yang dianjurkan kepada individu risiko tinggi intoleransi glukosa dan DMT2 adalah:
a. Pengaturan pola makan
1) Jumlah kalori untuk mencapai berat badan ideal.
2) Karbohidrat kompleks menjadi pilihan diberikan secara seimbang agar tidak terjadi puncak (peak) glukosa darah yang tinggi postprandial.
3) Diet sehat dengan tinggi serat larut dan rendah lemak jenuh.
b. Meningkatkan aktivitas fisik dan latihan jasmani
1) Latihan dilakukan paling sedikit 150 menit/minggu dengan aerobik sedang (50-70% denyut jantung maksimal) atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal).
2) Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu.
c. Menghentikan perilaku merokok.
d. Kelompok dengan risiko tinggi perlu intervensi farmakologis.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan dengan menghambat munculnya penyulit atau komplikasi pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengontrol kadar glukosa sesuai dengan target terapi serta melakukan deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi. Tindakan pencegahan ini dilakukan sejak awal terdiagnosis DM.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pencegahan yang bertujuan untuk menghambat terjadinya kecacatan lebih lanjut dan meningkatkan kualitas hidup penyandang DM. Penyuluhan pada pasien dan keluarga tetap dilakukan. Penyuluhan yang diberikan dapat berupa upaya rehabilitasi untuk mencapai kualitas hidup yang baik. Pencegahan ini memerlukan kerjasama antara fasilitas dan tenaga kesehatan dalam menunjang keberhasilan.
2.2 FAKTOR RISIKO DMT2
Tabel 2.2 Faktor Risiko DM (PERKENI, 2019; IDF, 2019)
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
Faktor lain yang terkait dengan risiko DM
Ras dan etnik.
Riwayat keluarga dengan DM.
Usia: seiring meningkatnya usia, risiko untuk
menderita intoleransi glukosa meningkat.
Usia >45 tahun harus dilakukan skrining DM.
Riwayat melahirkan
Berat badan berlebih (IMT ≥23 kg/m²)
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (>140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL
<35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl).
Diet tidak sehat. Diet tinggi glukosa dan
Penyandang sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit
kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial
bayi dengan BB lahir bayi >4000 g atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah,
<2,5 kg.
rendah serat akan menyebabkan peningkatan risiko menderita pre- diabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.
Merokok
Disease)
2.2.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi a. Ras dan etnik
Ras yang berkembang pesat di Amerika adalah ras Amerika-Asia. Ras ini merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DMT2. Prevalensi penyandang diabetes pada ras Amerika-Asia sekitar 21% yaitu hampir dua kali lebih tinggi daripada orang kulit putih non-Hispanik. Kenyataannya, orang dengan ras Amerika-Asia memiliki rerata IMT yang lebih rendah dibandingkan ras dan etnik lainnya, namun kelompok ini ternyata lebih rentan terhadap terjadinya DMT2. (Tung et al., 2016).
b. Riwayat keluarga dengan DM
Riwayat keluarga dianggap sebagai faktor risiko yang berperan penting pada kejadian DM (Khanoro et al., 2017). Riwayat keluarga berkaitan dengan usia serta berat badan. Individu dengan riwayat keluarga DM memiliki risiko terkena 2-6 kali lipat dibandingkan individu yang tidak memiliki riwayat DM (Joshi, 2018). Apabila salah satu dari orang tua menderita DM, maka risiko seorang individu terkena DM sebesar 15% dan apabila kedua orang tua menderita DM maka risiko memiliki DM sebesar 75%.
Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini disebabkan oleh penurunan gen sewaktu dalam kandungan yang lebih besar dari ibu. Apabila saudara kandung menderita DM, maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% apabila yang
menderita adalah saudara kembar identik (Isnaini dan Ratnasari, 2018).
Meskipun demikian, bukan berarti jika kedua orang tua tidak menyandang DM maka seseorang tersebut tidak akan menderita DM . Banyak faktor lain yang berpengaruh pada terjadinya DM seperti hidup santai, tidak pernah melakukan kegiatan jasmani, kegemukan dan makan yang berlebihan semuanya dapat mempercepat terjadinya DM (Nuraini dan Supriatna, 2016).
c. Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Semakin tinggi usia, semakin meningkat pula risiko terkena DMT2. Pola peningkatan ini terjadi pada Riskesdas 2013 dan 2018 yang mencapai puncaknya pada usia 55-64 (Kemenkes RI, 2020). Pahlawati dan Nugroho (2019) juga menyatakan bahwa seseorang dengan usia di atas 45 tahun memiliki risiko tinggi terkena DMT2 (Pahlawati dan Nugroho, 2019).
Faktor usia mempengaruhi kerja sistem tubuh secara keseluruhan, tidak terkecuali sistem endokrin. Pertambahan usia menyebabkan kondisi resistensi terhadap insulin yang berakibat tidak stabilnya level gula darah.
Insulin yang tidak adekuat menyebabkan terhambatnya pelepasan glukosa yang masuk ke dalam sel (Isnaini dan Ratnasari, 2018).
d. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 g atau riwayat pernah menderita DMG
Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan ≥4.000 g.
dianggap berisiko terhadap kejadian DM baik tipe 2 maupun gestasional (Pratiwi, 2017). Ibu hamil yang memiliki kadar glukosa yang tinggi akan membahayakan janinnya, terutama saat memasuki usia 8 minggu kehamilan. Hal ini dikarenakan janin berada pada fase perkembangan organ jantung, paru, ginjal dan otak sehingga akan meningkatkan risiko terjadi cacat pada janin. Pada tahun 2014 kematian bayi yang disebabkan karena cacat kongenital adalah sebanyak 36%. Ibu dengan DM juga akan menyebabkan makrosomia janin dan gangguan metabolik pada neonatal.
Selain itu, ibu yang melahirkan bayi dengan berat berlebih tidak dapat melahirkan secara normal, sehingga harus dilakukan operasi. Jika hal ini
tidak mendapatkan penanganan yang tepat sejak dini maka akan menimbulkan kesulitan dalam proses melahirkan yang berdampak pada kematian ibu maupun bayi (Kudarti et al., 2016).
e. Riwayat lahir dengan berat badan rendah
Bayi yang ketika lahir dengan berat badan <2500 g disebut juga berat badan lahir rendah (BBLR). Individu yang memiliki riwayat lahir dengan BBLR memungkinkan terjadinya kerusakan pada pankreas, sehingga kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu (Pratiwi, 2017).
2.2.2 Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi a. Berat badan berlebih
Isnaini dan Ratnasari (2018) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara IMT dengan kejadian DMT2. Individu dengan berat badan berlebih memiliki komposisi lipid yang lebih tinggi daripada orang normal.
Peningkatan lipid sejalan dengan meningkatnya asam lemak atau free fatty acid (FFA) dalam sel. FFA menyebabkan penurunan pengambilan glukosa ke dalam membran plasma dan kemudian memicu terjadinya retensi insulin di jaringan otot dan adiposa. IMT yang meningkat berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat dan kurangnya berolahraga (Isnaini dan Ratnasari, 2018). Individu yang dikategorikan dengan berat badan berlebih jika IMT mencapai >23 kg/m² dan lingkar perut untuk pria >90 cm serta >80 cm untuk wanita (Kemenkes RI, 2018).
Nilai IMT dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
BB: Berat badan dalam satuan kilogram
TB: Tinggi badan dikuadratkan dalam satuan meter
Tabel 2.3 Klasifikasi IMT orang dewasa menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m²)
Berat Badan Kurang Berat Badan Normal Berat Badan Lebih Obesitas Tingkat I Obesitas Tingkat II
<18,5 18,5-22,9
23-24,9 25-29,9
≥30 Sumber: Kemenkes RI, 2018 b. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik dan olahraga yang rutin mempengaruhi kerja insulin dalam metabolisme glukosa dan lemak pada otot. Kegiatan ini menstimulasi pemakaian insulin dan glukosa di darah. Aktivitas fisik meningkatkan pasokan kapiler ke otot skeletal, kerja enzim pada rantai transpor elektron mitokondria serta peningkatan volume kepadatan mitokondria. Individu yang jarang melakukan aktivitas fisik maupun olahraga akan lebih mudah terkena penyakit DMT2. Zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dimetabolisme dengan dan ditimbun menjadi lemak dan gula (Isnaini dan Ratnasari, 2018). Latihan jasmani yang dianjurkan yaitu 3-4 kali dalam seminggu selama 30 menit/kali secara teratur. Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu berenang, joging, berjalan kaki dan lainnya (WHO, 2019).
c. Hipertensi (>140/90 mmHg)
Prevalensi hipertensi pada tahun 2000 pada orang dewasa mencapai 26,4 % dan diperkirakan akan meningkat menjadi 60%. Prevalensi kejadian hipertensi yang tinggi dimasyarakat disebabkan oleh tidak adanya gejala khas sehingga sebagian besar tidak menyadari telah mengalami hipertensi atau masyarakat yang sadar mengalami hipertensi tetapi tidak datang untuk memperoleh layanan kesehatan. Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya DMT2 dan juga menjadi faktor pencetus komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular (Sihombing, 2017). Hipertensi menyebabkan penebalan pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
menyempitnya diameter pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah dan berakhir DMT2 (Asmarani et al., 2017).
Tabel 2.4 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-VII 2003
Sumber: Kemenkes RI, 2018
d. Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl)
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan apa pun dari empat komponen lipid yaitu kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida (Lin et al., 2018). Penderita DM kebanyakan digambarkan dengan hipertrigliseridemia dan kadar HDL-C yang rendah, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Individu dengan DM juga memungkinkan memiliki ukuran partikel LDL yang lebih kecil dan padat.
Partikel-partikel tersebut tebentuk umumnya dari kadar trigliserida yang tinggi, LDL tidak terlalu tinggi dan HDL-C rendah yang disebut sebagai triad diabetic dyslipidemia (Rasyid, 2018).
Selain itu, penderita DM juga memungkinkan mengalami glikolisasi LDL yang menyebabkan molekul LDL mudah oksidasi dan kemudian membentuk plak aterosklerosis. Profil lipid yang berubah mendukung hubungan utama antara DM dan peningkatan risiko komplikasi kardiovaskular pada pasien DM yang disebabkan oleh perubahan jalur sensitif insulin, peningkatan konsentrasi FFA, peradangan tingkat rendah serta kelebihan produksi dan penurunan katabolisme lipoprotein yang kaya trigliserida dari usus dan hati (Rasyid, 2018).
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100
Tabel Tabel 2.5 Klasifikasi HDL dalam Darah
Kadar HDL Keterangan
<40 mg/dl Rendah
≥ 60 mg/dl Tinggi
Tabel 2.6 Klasifikasi Kadar Trigliserida dalam Darah
Kadar Trigliserida Keterangan
<150 mg/dl Normal
150 – 199 mg/dl Batas tinggi
200 – 499 mg/dl Tinggi
>500 mg/dl Sangat tinggi
Sumber: National Institute of Health, 2001 e. Diet tidak sehat
Karbohidrat berfungsi menyediakan energi untuk sel-sel tubuh, termasuk sel otak yang fungsinya tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa.
Glukosa darah yang kurang dapat mengakibatkan hipoglikemia, sedangkan kondisi kelebihan glukosa dalam darah dapat mengakibatan hiperglikemia.
Apabila kadar glukosa dalam darah tinggi dan berlangsung terus dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit diabetes. Prevalensi DMT2 yang tinggi di Indonesia disebabkan oleh kebiasaan pola makan yang terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat dan ketidakseimbangan konsumsi dengan kebutuhan energi (Isnaini dan Ratnasari, 2018).
f. Merokok
Rata-rata prevalensi nasional perokok pada tahun 2018 pada usia ≥15 tahun sebesar 32,2% dan hampir 50% provinsi di atas angka rata-rata prevalensi nasional (TCSC-IAKMI, 2020). Sekitar 225.700 jiwa di Indonesia meninggal akibat merokok atau penyakit lain yang disebabkan oleh merokok. Tingginya prevalensi nasional menunjukkan semakin mudahnya orang Indonesia mengalami DMT2 oleh karena faktor risiko merokok.
Perokok memiliki risiko 30%-40% lebih besar mengalami DMT2. Merokok dapat mempengaruhi IMT dan sensitivitas insulin (FDA, 2020). Orang yang merokok >20 batang per hari memiliki risiko obesitas lebih besar
dibandingkan orang yang tidak merokok. Kadar nikotin yang tinggi juga mengurangi efektivitas insulin. Selain itu, merokok juga dapat merusak ukuran sel beta pankreas sehingga menyebabkan terjadinya gangguan sekresi insulin (Maddatu, J et al., 2020).
3 Faktor risiko lainnya yang terkait DM (PERKENI,2019)
a. Penyandang sindrom metabolik dengan riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
Hasil pemeriksaan yang memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang melliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dl;
2) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl;
3) Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT;
4) Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
b. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Disease)
2.3 PENGETAHUAN 2.3.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Tingkat pengetahuan setiap individu akan berbeda, bergantung kepada pengindraannya terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2014).
2.3.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan atau kognitif. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif terbagi dalam enam tingkat, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Tahu adalah mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Aspek yang dikategorikan dalam pengetahuan tingkat ini ialah mengingat kembali (recall) suatu hal spesifik dan seluruh komponen yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Memahami adalah kemampuan dalam menjelaskan secara tepat mengenai objek yang diketahui dan materi tersebut dapat diinterpretasikan secara benar. Seseorang yang memahami suatu materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh objek yang telah dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari terhadap situasi atau kondisi yang sebenarnya, seperti aplikasi atau rumus, prinsip, metode dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan memaparkan materi atau suatu objek ke dalam beberapa komponen, namun masih dalam suatu struktur yang sama dan berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Kemampuan individu dalam menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau dapat juga diartikan sebagai kemampuan dalam menyusun formula baru dari formulasi yang telah ada sebelumnya.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merujuk kepada suatu kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu objek. Proses ini meliputi kegiatan merencanakan,
memperoleh dan memberikan informasi yang diperlukan dalam menghasilkan alternatif keputusan (Notoatmodjo, 2014).
2.3.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Syah (2007) membagi faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri saat proses mendapatan pengetahuan. Komponen yang termasuk pada faktor ini adalah sebagai berikut:
a. Aspek fisiologi
Aspek ini menunjukkan tingkat kebugaran organ tubuh yang mempengaruhi semangat dan keaktifan seseorang dalam proses pembelajaran.
b. Aspek psikologis
Beberapa faktor yang mempengaruhi psikologis yaitu:
1) Intelegensi
Intelegensi merupakan faktor yang dangat penting dalam menentukan sejauh mana tingkat pengetahuan seseorang.
2) Sikap
Sikap yang baik akan mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan, sedangkan sikap buruk akan menimbulkan kesulitan dalam proses pembelajaran dan menuju pada kurangnya tingkat pengetahuan.
3) Minat
Minat atau interest merupakan ketertarikan yang besar atau kecenderungan terhadap suatu objek. Tingginya minat terhadap suatu objek akan mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan pencapaian pengetahuan.
4) Bakat
Bakat adalah keahlian atau potensi yang dimiliki seseorang pada bidang tertentu.
5) Motivasi
Motivasi adalah dorongan dari pihak lain ataupun diri sendiri untuk melakukan suatu kegiatan. Semakin banyak motivasi yang didapatkan akan mempermudah proses pembelajaran dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi individu dalam memperoleh pengetahuan. Faktor ini dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah orang-orang yang berada di sekitar kehidupan seperti teman dan guru.
b. Lingkungan non-sosial
Lingkungan non-sosial adalah lingkungan tempat seseorang tinggal dan sekitarnya.
c. Faktor pendekatan belajar
Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan dengan berbagai strategi yang menunjang keefektifan dan efisiensi seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan (Syah, 2007).
2.3.4 Cara Memperoleh Pengetahuan
Notoatmodjo (2017) membagi dua cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yakni:
1. Cara non-ilmiah
Cara ini digunakan sebelum ditemukannya metode ilmiah. Cara ini menerapkan penemuan secara logis namun tanpa melakukan penelitian. Cara penemuan ini meliputi:
a. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini menggunakan beberapa kemungkinan dalam menyelesaikan masalah, jika kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba kemungkinan-kemungkinan yang lain. Percobaan ini berhenti sampai didapatkan penyelesaian dari masalah tersebut.
b. Cara pengalaman pribadi
Cara ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang lalu dalam memecahkan suatu masalah.
c. Kebenaran secara intuitif
Kebenaran ini diperoleh melalui proses di luar kesadaran tanpa melalui proses penalaran. Proses ini sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak mengunakan cara yang rasional dan hanya berdasarkan suara hati saja.
2. Cara ilmiah
Cara ini disebut juga cara modern atau metodologi penelitian dalam memperoleh pengetahuan. Cara ini terdiri atas dua metode yaitu:
a. Metode induktif
Peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan kemudian dikumpulkan dan didapatkan kesimpulan umum.
b. Metode deduktif
Peneliti menarik hal-hal yang bersifat umum dan kemudian dikelompokkan menjadi bagian yang khusus (Notoatmodjo, 2017).
2.3.5 Kriteria Pengetahuan
Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1. Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.
2. Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan.
3. Kurang, bila subyek menjawab benar <56% seluruh pertanyaan (Arikunto, 2010).
2.4 KERANGKA TEORI
Gambar 2.1 Gambar Kerangka Teori
DMT2
Faktor Risiko DMT2
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Ras dan etnik
Riwayat keluarga
Usia
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 g / riwayat DM gestasional
Riwayat lahir berat badan rendah 2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Berat badan berlebih
Kurangnya aktivitas fisik
Hipertensi
Dislipidemia
Diet tidak sehat
Merokok
3. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM
Penyandang sindrom metabolik dengan riwayat toleransi glukosa/puasa terganggu
Riwayat penyakit kardiovaskular
Pengetahuan tentang Faktor
Risiko DMT2
2.5 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep adalah suatu visualisasi atau uraian mengenai kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diteliti.
Gambar 2.2 Gambar Kerangka Konsep
2.6 HIPOTESIS
Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2020.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2019
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2020
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa tentang Faktor
Risiko DMT2
25 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik komparatif dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang) untuk melihat perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2020.
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara secara online dengan menggunakan metode wawancara dan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2021.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2020 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Populasi Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU
Berdasarkan tabel tersebut dapat diperkitakan bahwa jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 750 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode Probability Sampling dengan tipe Proportionate Stratified Random Sampling, yaitu teknik
NO Angkatan Jumlah mahasiswa
1.
2.
3.
2018 2019 2020
252 240 258 Total Populasi 750
pengumpulan data jika populasi memiliki unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Strata pada penelitian ini adalah angkatan 2018, 2019 dan 2020.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
- Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018-2020 yang terpilih dalam metode Proportioned Stratified Random Sampling.
- Bersedia menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent).
- Semua pertanyaan dalam lembar kuesioner terjawab.
2. Kriteria Eksklusi
- Responden tidak kooperatif saat proses penelitian.
Besar sampel dihitung menurut rumus perbedaan proporsi pada dua atau lebih populasi :
√( ) √(( ) )
Keterangan :
: Besar sampel minimum
Z : Tingkat kemaknaan (1,96 pada alfa = 0,05) Z : Power (0,842 pada beta = 0,20)
: Proporsi standar : Proporsi yang diteliti
: Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P : ⁄ )
Berdasarkan rumus :
√ √( )
= 196,94 (197 mahasiswa)
Dari hasil perhitungan tersebut maka jumlah sampel digenapkan menjadi 210 mahasiswa, sehingga menjadi 70 mahasiswa/ kelompok.
3.4 METODE PENGUMPULAN DATA
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diambil dari responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah melalui uji validitas dan reabilitas secara online yang dipantau melalui aplikasi video call pada Whats App atau Line.
3.5 METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 3.5.1 Pengolahan Data
Setelah kuesioner diisi secara lengkap, kemudian dilakukan pengolahan data dengan sistem komputerisasi. Langkah-langkah pengolahan data dengan komputer menurut Notoatmodjo (2017) sebagai berikut:
1. Editing
Pengecekan dan perbaikan isian kuesioner penelitian.
2. Coding
Pemberian kode terhadap data sebelum diolah dengan komputer. Data yang berbentuk kalimat atau huruf akan diubah menjadi bentuk angka atau bilangan.
3. Entry
Proses memasukkan data jawaban responden dalam bentuk kode ke dalam program komputer.
4. Cleaning
Semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan dilakukan perbaikan (Notoatmodjo, 2017).
3.5.2 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistik. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat dilakukan pada tiap variabel untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari variabel terikat dan variabel bebas. Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko DMT2 pada mahasiswa angkatan 2018-2020. Untuk melihat perbedaan penelitian ini menggunakan uji statistik Chi Square dengan derajat kepercayaan 95% (alfa=0,05).
3.6 DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi operasional
Cara ukur
Alat ukur Hasil ukur Skala pengukuran Tingkat
Pengetahu -an
Segala
sesuatu yang diketahui responden tentang faktor risiko DMT2
Wawan -cara
Kuesioner 1. Pengetahuan baik ( >76%) 2. Pengetahuan
cukup (56- 75%)
3. Pengetahuan kurang (<56%)
Ordinal
Angkatan Kelompok mahasiswa yang masuk ke FK USU pada tahun tertentu.
Wawan -cara
Kuesioner 1. Angkatan 2018 = 0 2. Angkatan
2019 = 1 3. Angkatan
2020 = 2
Ordinal
Jenis Kelamin
Keadaan tubuh secara gender yang dibedakan secara fisik.
Wawan -cara
Kuesioner 1. Perempuan = 0
2. Laki-laki = 1
Nominal
30 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Dr. Mansyur No.5 Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Data yang diperoleh merupakan data primer yang diambil langsung dari responden yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Proses pengumpulan data dilakukan secara online, dengan menggunakan google form dan aplikasi video call seperti Line dan WhatsApp.
4.2 HASIL
4.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Data penelitian ini diperoleh dari 210 responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018, 2019 dan 2020.
Responden ditentukan dengan metode Proportioned Stratified Random Sampling dan telah memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi. Berikut karakteristik responden yaitu tingkat dan jenis kelamin pada masing-masing angkatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Masing-masing Angkatan Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Angkatan
2018 2019 2020 %
Laki-laki 25 27 21 34,8
Perempuan 45 43 49 65,2
Total 70 70 70 100
Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui distribusi karakteristik jenis kelamin pada masing-masing angkatan, yaitu pada angkatan tahun 2018 responden laki- laki sebanyak 25 orang dan perempuan sebanyak 45 orang. Angkatan tahun 2019 27 responden adalah laki-laki dan 43 responden adalah perempuan serta angkatan
tahun 2020 sebanyak 21 responden adalah laki-laki dan 49 responden adalah perempuan.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Seluruh Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 73 34,8
Perempuan 137 65,2
Total 210 100
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden pada penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 137 orang (65,2%), sedangkan laki-laki hanya sebanyak 73 orang (34,8%).
4.2.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dikategorikan dengan baik, cukup dan kurang dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Frekuensi Persentase(%)
Tingkat Pengetahuan
Baik 82 39
Cukup 108 51,4
Kurang 20 9,5
Total 210 100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebanyak 82 (39%) responden
dalam tingkat pengetahuan kategori baik, 108 (51,4%) responden tingkat pengetahuan kategori cukup serta 20 (9,5%) tingkat pengetahuan katgori kurang.
Tabel 4.4 Distribusi jawaban responden masing-masing angkatan
2018 2019 2020
Benar Salah Benar Salah Benar Salah No Pertanyaan
F % f % f % f % f % f %
1 Pernyataan yang benar mengenai DMT2 adalah
69 99 1 1,4 64 91 6 8,6 62 89 8 11
2 Manakah berikut ini yang
merupakan faktor risiko DMT2 yang tidak dapat dimodifikasi
62 89 8 11 62 89 8 11 59 84 11 16
3 Manakah berikut ini yang
merupakan faktor risiko DMT2 yang dapat
dimodifikasi
55 79 15 21 60 86 10 14 56 80 14 20
4 Manakah berikut ini yang
dianjurkan untuk
menstabilkan kadar gula
69 99 1 1,4 67 96 3 4,3 64 91 14 20
darah 5 Menurut
pengetahuan anda,
berapakah nilai indeks massa tubuh (IMT) yang
dikategorikan faktor risiko DMT2
62 89 8 11 60 86 10 14 63 90 7 10
6 Berapakah kadar HDL dan trigliserida (TG) yang dapat
menigkatkan risiko DMT2
39 56 31 44 22 31 48 69 30 43 40 57
7 Manakah definisi hipertensi sebagai salah satu risiko DMT2 yang paling tepat di bawah ini
57 81 13 19 70 100 0 0 49 70 21 30
8 Menurut anda, pada usia berapakah harus dilakukan
12 17 58 83 11 16 59 84 8 11 62 89
skrining DM 9 Berapakah
frekuensi latihan jasmani yang
disarankan untuk menurunkan risiko DMT2
35 50 35 50 31 44 39 56 30 43 40 57
10 Menurut anda, manakah dari pernyataan di bawah ini yang benar
mengenai DM gestasional (DMG)
sebagai salah satu faktor risiko DMT2
53 76 17 24 59 84 11 16 53 76 17 24
11 Manakah pernyataan yang benar mengenai makrosomia sebagai faktor risiko DMT2
27 39 43 61 30 43 40 57 44 63 26 37
12 Berapakah nilai glukosa plasma 2 jam setelah tes
46 66 24 34 45 64 25 36 48 69 22 31
toleransi
glukosa oral untuk
diagnosis diabetes
13 Berikut ini pernyataan yang benar adalah
66 94 4 5,7 66 94 4 5,7 65 93 5 7,1
14 Perubahan gaya hidup yang
dianjurkan kepada
individu risiko tinggi
intoleransi glukosa dan DMT2 adalah
57 81 13 19 53 76 17 24 50 71 20 29
15 Orang dengan riwayat berat badan rendah memiliki risiko terkena DMT2.
21 30 49 70 28 40 42 60 13 19 57 81
16 Orang yang merokok memiliki risiko lebih besar mengalami DMT2 dibandingkan
63 90 7 10 66 94 4 5,7 65 93 5 7,1
orang yang tidak merokok.
17 Berjalan kaki, joging dan berenang tidak dapat
mengurangi risiko terjadinya DMT2.
66 94 4 5,7 69 99 1 1,4 64 91 6 8,6
18 Orang yang memiliki riwayat
keluarga DM dan tidak memiliki riwayat DM memiliki kesempatan yang sama untuk terkena DMT2
47 67 23 33 45 64 25 36 55 79 15 21
19 Semakin tinggi usia semakin tinggi risiko terkena DMT2
63 90 7 10 67 96 3 4,3 67 96 3 4,3
20 Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Disease) merupakan faktor lain terkait risiko DMT2
67 96 3 4,3 70 100 0 0 66 94 4 5,7
Dari tabel 4.4 dapat dilihat pertanyaan yang paling banyak dijawab benar oleh mahasiswa angkatan 2018 adalah pertanyaan nomor 1 dan 4 yaitu sebesar 99%
mengenai pengetahuan tentang DMT2 dan kadar gula darah. Sementara itu, mahasiswa angkatan 2019 paling banyak menjawab benar pada pertanyaan nomor 7 dan 20 yaitu sebesar 100% mengenai faktor risiko hipertensi dan faktor risiko lain yang terkait DM, dan mahasiswa angkatan 2020 pada pertanyaan nomor 19 yaitu 96% mengenai faktor risiko usia.
Pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh mahasiswa angkatan 2018, 2019 dan 2020 adalah pertanyaan nomor 8 yaitu sebesar 83%, 84% dan 89%
mengenai usia yang tepat untuk deteksi dini faktor risiko DM.