• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS PENGECEKAN SECARA LISAN ATAS SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PENANDA TANGANAN AKTA BERKAITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT PERBANKAN TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS PENGECEKAN SECARA LISAN ATAS SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PENANDA TANGANAN AKTA BERKAITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT PERBANKAN TESIS"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH:

NIRWAN PERANGIN-ANGIN 167011047/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

TINJAUAN YURIDIS PENGECEKAN SECARA LISAN ATAS SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PENANDA TANGANAN AKTA BERKAITAN

DENGAN TAKE OVER KREDIT PERBANKAN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NIRWAN PERANGIN-ANGIN 167011047/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Judul : TINJAUAN YURIDIS PENGECEKAN SECARA LISAN ATAS SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH

DALAM PENANDA TANGANAN AKTA

BERKAITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT PERBANKAN

Nama : Nirwan Perangin-Angin

Nim : 167011047

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Suprayitno, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Tanggal lulus : 22 Agustus 2017

(4)

Telah diuji pada

tanggal 25 Agustus 2017

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota :1. Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum

2. Notaris Suprayitno, SH, M.Kn 3. Dr. Mahmul Siregar, SH,M.Hum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Peranan pengecekan sertipikat sebagai langkah awal dalam persiapan pembuatan akta oleh PPAT sangatlah penting. Proses pengecekan sertipikat selalu dilakukan dengan cara tertulis, artinya PPAT dalam proses pengecekan selalu membawa sertipikat asli dan lalu disertai dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sebagai bukti apakah sertipikat tersebut sudah sesuai dengan buku tanah dan dokumen lain di Kantor Pertanahan. Namun terkadang PPAT dalam pelaksanaan pembuatan akta take over kredit perbankan dituntut cepat dan tepat dalam pelaksanaan kegiatan pembebanan hak. Dengan alasan waktu yang mendesak, PPAT terkadang melakukan pengecekan sertipikat secara lisan kepada staff pegawai Kantor Pertanahan melalui telepon yang tentunya ssudah saling kenal antara PPAT dengan staff pegawai Kantor Pertanahan. Dengan melakukan pengecekan secara lisan atas sertipikat mungkin “merasa” PPAT menjadi lebih aman karena telah melakukan pengecekan sertipikat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Sifat penelitian ini deskriptif analitis dan sumber bahan hukum yang digunakan ialah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan (field research) dan data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Analisis data yang digunakan menggunaka metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan menggunakan metode berpikir deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pengaturan yang mengatur mengenai pengecekan sertipikat hak atas tanah terdapat dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahunn 1997, dan Pasal 196 PMNA/

Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 yang mengatur pengecekan sertipikat hak atas tanah secara tertulis. Keberadaan pengecekan secara lisan atas sertipikat hak atas tanah dilakukan oleh oknum PPAT untuk tindakan yang cepat dan mendesak dan kedudukan pengecekan secara lisan atas sertipikat hak atas tanah merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Aka pembebanan hak dalam pada take over kredit perbankan yang sebelumnya tidak dilakukan pengecekan secara tertulis mengakibatkan akta dapat menjadi cacat hukum yang didasari adanya penyimpangan terhadap syarat formil dari prosedur atau tata cara pembuatan akta. Disarankan kepada PPAT untuk mensosialisasikan tujuan dan fungsi pengecekan secara tertulis untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. PPAT diharapkan dapat melakukan pengecekan sertipikat secara tertulis agar tidak terjadi hal yang mengarah kepada perbuatan melawan hokum. PPAT sebagai pejabat umum senantiasa menggunakan mekannisme resmi dalam pengecekan sertipikat yakni dengan cara pengecekan secara tertulis terhadap take over kredit perbankan guna menjamin kekuatan hukum dalam pengikatan objek jaminan secara sempurna.

Kata Kunci: Pengecekan Secara Lisan, Sertipikat Hak Atas Tanah, dan Take Over Kredit.

(6)

ABSTRACT

Certificate checking plays an impartant role as an early stage in preparing the deed making by PPAT (the officials empowered to draw up Land Deeds). The checking process is always conducted in writing which means that the PPAT always takes the original certificate with them and a Notification Letter of Land Registration during the checking process as a proof whether it is in accordance with the land book or other document in the Land Office. However, in making the TakeOver Certificate of a bank credit, PPAT is sometimes demanded to perform promptly and properly in the imposition of rights. With the reason of the limited time, PPAT occasionally checks the certificate orally to the staff at the Land office via phone whom he has known well. PPAT may “feel” more secured because it means that they have gone through the certificate checking.

The research uses normative juridical method with statue approach. It is descriptive analytical research. The legal materials are sourced from primary data which are obtained directly from field research and secondary data with primary, secondary, and tertiary legal materials. The data are analyzed by applying the qualitative research method and the conclusion is drawn by employing the deductive reasonig method.

The research finding and discussion conclude that the regulations stipulating the checking of the title certificate over land are Article 39 of the Government Regulation No. 24/1997 and Article 196 of PMNA/Head of Land Office No 3/1997 which stiplates that certificate checking is done in writing. The oral checking of the land title certificate done by PPAT is to provide prompt and the urgent action; the position of oral checking of the land title certificate is an unlawful act. The certificate of imposition of rights in the bank credit takeover which has not yet been checked in writing causes the deed to be legally defective. It is based on the violation to the formal requirement and procedure of deed making. It is suggested PPAT socialize the objective and function of written checking i.e to insure the legal certainty for the concerned parties.it is expacted that PPAT as a public official always have written certificate checking for any bank credit takeover to secure the legal force perfectly in the guarantee object binding.

Keyword : Oral Checking, Land Title Certificate, Credit Takeover

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperolah gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam memenuhi tugas ini lah penulis menyusun dan memilih judul :

“Tinjauan Yuridis Pengecekan Secara Lisan Atas Sertipikat Hak Atas Tanah Dalam Penandatanganan Akta Berkaitana Dengan Take Over Kredit Perbankan”.

Secara khusus dengan rasa hormat dan penghargaan setinggi-tingginya diberikan kepada Ayahanda (Alm) J. Perangin-Angin, dan Ibunda (Almh) Jerngas Br. Sinulingga yang tidak hentinya memberikan dukungan, doa dan kasih sayang tiada batas yang diberikan sepanjang hidup penulis. Dan kepada istri tercinta, Dra.

Sosiana S. Pelawi, M.Pd yang selalu mendampingi dan mendukung penulis dalam suka dan duka. Serta kepada terkasih ananda Evi Veronika Perangin-Angin, SH sebagai penyemangat dan harapan penulis.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harga nya secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum serta Bapak Notaris Suprayitno, SH, MKn masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi masukan dan bimbingan kepada penulis selama

(8)

dalam masa penulisan tesis ini. Dan kepada Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum selaku dosen penguji yang telah banyak memberi kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr.Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.,selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Edy Iksan, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan Pegawai Biro Administrasi pada Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada yang terhormat Bapak Dicki Petrus Sebayang, SH, Bapak Perismaha, SH, dan Bapak Muhammad Dodi Budiantoro yang keseluruhannya merupakan Notaris & PPAT Kota Medan yang telah bersedia berdiskusi dan memberikan informasi sebagai narasumber dalam penelitian ini. Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan atas informasi dan ilmu pengetahuannya.

(9)

7. Teman-teman seperjuangan dalam perkuliahan di kelas penyetaraan di Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara yang memberikan saran dan dukungan selama proses penyelesaian tesis

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan kedepan . Akhir kata, penulis berharap agar tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi berbagai pihak khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

Medan, Agustus 2017 Penulis

NIRWAN PERANGIN-ANGIN

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : NIRWAN PERANGIN-ANGIN

Temat dan Tanggal Lahir : Lingga, 20 Oktober 1961

Alamat : Jl Harmonika Nomor 22 Medan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 55 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen

Nama Bapak : (Alm) J. Perangin-Angin Nama Ibu : (Almh) Jerngas Br. Sinulingga Nama Istri : Dra. Sosiana S. Pelawi, M.Pd Nama Anak : Evi Veronika Perangin-Angin, SH II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar :Lulus tahun 1974 di SD Negeri No. 1 Lingga Sekolah Menengah Pertama : Lulus tahun 1977 di SMP Negeri Kabanjahe Sekolah Menengah Atas :Lulus tahun 1981 di SMA Bersubsidi Masehi Universitas :Lulus tahun 1993 Fakultas Hukum Universitas

HKBP Nomensen

Candidat Notaris : Lulus tahun 2002 di Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsep... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Kerangka Konsep ... 18

G. Metode Penelitian... 20

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 20

2. Sumber Data ... 21

3. Teknik Pengumpulan Data ... 23

4. Alat Pengumpulan Data ... 23

5. Analisis Data ... 24

BAB II PENGATURAN HUKUM PEMBERLAKUAN PENGECEKAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ... 26

A. Tinjauan Umum Mengenai Pendaftaran Tanah di Indonesia ... 26

(12)

B. Tinjauan Umum Tentang Pengecekan Sertipikat Hak Atas

Tanah ... 34 1. Istilah Pengecekan Sertipikat Hak Atas Tanh ... 34 2. Pengertian Pengecekan Sertipikat Hak Atas Tanah ... 37 C. Pengaturan Hukum Pemberlakuan Pengecekan Sertipikat Hak

Atas Tanah ... 40 1. Pengecekan sertipikat tanah berdasarkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria... 42 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah ... 45 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah ... 47 4. Permen Neg. Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997

tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ... 50 5. PP Nomor 128 Tahun 2015 tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional ... 52 BAB III KEBERADAAN DAN KEDUDUKAN HUKUM ATAS

PENGECEKAN SECARA LISAN SERTIPIKAT BERKAITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT PERBANKAN ... 54 A. Sertipikat Hak Atas Tanah dan Data yang Terkandung

Didalamnya ... 54 B. Proses Pembuatan Akta PPAT ... 63 C. Keberadaan dan Kedudukan Hukum Atas Pengecekan Secara

Lisan Sertipikat Hak Atas Tanah Berkaitan Dengan Take Over Kredit Perbankan ... 68 BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PPAT DALAM

PENGECEKAN SECARA LISAN SERTIPIKAT

BERKAIITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT ... 78 A. Peran dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pendaftaran Tanah ... 78 B. Urgensi penetapan limitasi waktu pengecekan kesesuaian

sertipikat hak atas tanah di kantor pertanahan oleh PPAT ... .86

(13)

C. Pertanggungjawaban PPAT dalam pengecekan secara lisan

sertipikat berkaitan dengan take over kredit perbankan ... 92

1. Tanggung Jawab PPAT Secara Administratif... 97

2. Tanggung Jawab PPAT Secara Perdata ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya cukup disingkat PPAT), merupakan pejabat umum yang menjadi mitra instansi Badan Pertanahan Nasional (untuk selanjutnya cukup disingkat BPN) guna membantu menguatkan/mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas bidang tanah yang dilakukan oleh subyek hak yang bersangkutan yang dituangkan dalam suatu akta otentik. Secara normatif, PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta- akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya.1

Dibidang pertanahan dalam menghadapi kasus-kasus konkrit, selain tersedianya perangkat hukum diperlukan juga tersedianya berbagai keterangan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum. Keterangan mengenai tanah tersebut dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu : dari segi fisik, tanah diperlukan adanya kepastian mengenai letak, batas-batas dan luasnya serta pemilikan bangunan dan tanaman yang mungkin ada diatasnya. Dari segi yuridis, diperlukan adanya

1 Perhatikan Pasal 1 angka 1 PP Nomor 37 Tahun 1998 jo. Pasal 1 angka 24 PP 24 Tahun 1997

(15)

kepastian mengenai status hukum tanahnya, pemegang haknya dan atau tidak adanya hak yang membebaninya.2

Berkaitan hubungan dengan pihak lain, pemegang hak atas tanah juga memerlukan surat tanda bukti yang memungkinkan dapat membuktikan haknya atas tanah yang bersangkutan. Terlaksananya pendaftaran tanah yang diakhiri dengan terbitnya sertifikat tanah, memberikan manfaat kepada tiga pihak, yaitu :

1. pemegang hak atas tanah, yakni untuk keperluan pembuktian penguasaan haknya.

2. pihak yang berkepentingan, misalnya calon pembeli atau kreditor untuk memperoleh keterangan tentang tanah yang akan menjadi obyek perbuatan hukumnya; dan

3. bagi pemerintah dalam rangka mendukung kebijaksanaan pertanahannya.3 Pendaftaran tanah di Indonesia di atur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yaitu “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”. Peraturan pemerintah yang dimaksud disini semula adalah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

2 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukkan Undang–Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid II, Jakarta, Djambatan, 2003 hal.29

3 Maria, S, W., Sumarjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Bagian II, Jakarta, Penerbit Kompas, 2001, hal. 51

(16)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara tegas menyebutkan bahwa instansi pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Pasal 5 adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 6 Ayat (1) ditegaskan bahwa:”dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh peraturan pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat lain”.

Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, untuk kegiatan-kegiatan tertentu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tidak dapat melaksanakan sendiri, akan tetapi membutuhkan bantuan pihak-pihak lain. Hal ini ditegaskan dalam pasal 6 Ayat (2) Peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu: “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Peratahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu menurut peraturan pemerintah ini dan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan”.

Khusus mengenai PPAT tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ditetapkan tanggal 5 Maret 1998 dan ketentuan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2006. Dalam peraturan tersebut lebih dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu, “PPAT adalah

(17)

pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.”

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 24 PP No. 24 Tahun 1997, PPAT diartikan sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu serta melakukan tindakan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugas pendaftaran tanah dengan membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data yuridis mengenai tanah tersebut, yaitu:

1. Akta jual-beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya mengenai hak atas tanah, kecuali pemindahan hak melalui lelang;

2. Akta pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun;

3. Akta pemberian hak tanggungan;

4. Akta pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik.4 PPAT sebagai pejabat umum adalah seseorang yang diangkat oleh Pemerintah dengan tugas dan kewenangan memberikan pelayanan kepada umum dibidang tertentu.5 Sejalan dengan pendapat Boedi Harsono, Sri Winarsi menyatakan bahwa pengertian pejabat umum mempunyai karakter yuridis, yaitu selalu dalam kerangka hukum publik. Sifat publiknya tersebut dapat dilihat dari pengangkatan, pemberhentian, dan kewenangan PPAT.6

4 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya, Arkola, 2002, hal. 141.

5 Boedi Harsono, PPAT sejarah Tugas dan Kewenangannya, Jakarta: Majalah RENVOI, No.844.IV, , Januari, 2007, hal 155

6 Sri Winarsi, Pengaturan Notaris dan PPAT sebagai Pejabat Umum, Surabaya,: Majalah YURIDIKA, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Volume 17 No.2, Maret, 2002, hal.186

(18)

PPAT mempunyai peran yang penting dalam pendaftaran tanah, yaitu membantu kepala kantor pertanahan kabupaten/kota untuk melaksnakan kegiatan- kegiatan tertentu dalam pendaftran tanah. Kata”dibantu” dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan pemerintah No.24 Tahun 1997 di sini tidak berarti bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan bawahan dari kantor pertanahan kabupaten/kota yang dapat diperintah olehnya, akan tetapi PPAT mempunyai kemandirian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.7

Begitu pentingnya peranan PPAT dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah. Maka, ketepatan, kepastian dan kebenaran informasi yang tertuang dalam akta yang dibuatnya sangat menentukan bagi proses pendaftaran dan pemberian perlindungan hak atas tanah warga masyarakat. Konsekuensinya, PPAT disamping harus bertanggung jawab terhadap kepastian dan kebenaran isi akta, juga wajib menyampaikan akta dan warkah-warkah lainnya kepada kantor pertanahan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak penandatangan akta.8

Sebelum membuatkan akta, PPAT melakukan koordinasi dengan Kantor Pertanahan setempat guna mendapatkan informasi tentang status tanah yang akan dibuatkan aktanya, apakah tanah tersebut benar-benar telah terdaftar atau apakah data yuridis dan data fisik yang ada dalam sertipikat tanah tersebut sesuai dengan data yang ada pada buku tanah di Kantor Pertanahan. Penyesuaian data dalam sertipikat dengan data dalam buku tanah tersebut lebih dikenal dengan nama "pemeriksaan atau

7 Ibid., hal 156

8 Muhammad Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Bandung:Mandar Maju, 2012, hal 155

(19)

pengecekan sertipikat". Dalam hal ini bermakna bahwa seorang PPAT dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa berkoordinasi dengan pihak pihak terkait.

Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.9 Apabila sertipikat sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan, maka Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk membubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat: “Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan” pada halaman perubahan sertipikat asli kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.10

Apabila sertipikat ternyata tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan, maka diambil tindakan sebagai berikut:

1. apabila sertipikat tersebut bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, maka pada sampul dan semua halaman sertipikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat :

"Sertipikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan …………...".

kemudian diparaf.

9 Perhatikan Pasal 97 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentan Pendaftaran Tanah

10 Pasal 97 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentan Pendaftaran Tanah

(20)

2. apabila sertipikat tersebut adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan akan tetapi data fisik dan atau data yuridis yang termuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam buku tanah dan atau surat ukur yang bersangkutan, kepada PPAT yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sesuai data yang tercatat di Kantor Pertanahan dan pada sertipikat yang bersangkutan tidak dicantum-kan sesuatu tanda.11

Peranan pengecekan sertipikat sebagai langkah awal dalam persiapan pembuatan akta oleh PPAT sangatlah penting. Karena proses pengecekan sertipikat merupakan langkah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis atas sertipikat.

Proses pengecekan sertipikat selalu dilakukan dengan cara tertulis, artinya PPAT dalam proses pengecekan selalu membawa sertipikat asli dan lalu disertai dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sebagai bukti apakah sertipikat tersebut sudah sesuai dengan buku tanah dan dokumen lain di Kantor Pertanahan.

Namun terkadang PPAT dalam pelaksanaan pembuatan akta khususnya mengenai pembebanan hak selalu dituntut cepat dan tepat dalam pelaksanaan kegiatan pembebanan hak khususnya menyangkut take over kredit perbankan. Bank sebagai pemilik modal dan pemberi hak tanggungan terkadang menuntut PPAT untuk cepat dan tepat dalam pelaksanaan pengikatan pembebaban hak. Dengan alasan waktu yang mendesak PPAT terkadang melakukan pengecekan sertipikat secara lisan

11 Pasal 97 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(21)

kepada staff pegawai Kantor Pertanahan melalui telepon yang tentunya ssudah saling kenal antara PPAT dengan staff pegawai Kantor Pertanahan. Dengan melakukan pengecekan secara lisan atas sertipikat mungkin “merasa” PPAT menjadi lebih aman karena telah melakukan pengecekan sertipikat. Padahal seharusnya dalam pengecekan sertipikat, PPAT haruslah mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan yakni secara tulisan dengan membuat surat permohonan pengecekan yang ditandatangani oleh PPAT dan dicap stempel serta melampirkan sertipkikat dan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Berdasarkan penjelasan tersebut maka, perlu untuk dilakukan penelitian dan pengkajian secara ilmiah persoalan ini mengenai “Tinjauan Yuridis Pengcekan Secara Lisan Atas Sertipikat Hak Atas Tanah Dalam Penandatanganan Akta Berkaitan Dengan Take Over Kredit Perbankan.”

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum pemberlakuan pengecekan sertipikat hak atas tanah ?

2. Bagaimana keberadaan dan kedudukan hukum atas pengecekan secara lisan sertipikat berkaitan dengan take over kredit perbankan?

3. Bagaimana pertanggungjawaban PPAT dalam pengecekan secara lisan sertipikat berkaitan dengan take over kredit perbankan?

(22)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum pemberlakuan pengecekan sertipikat hak atas tanah.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis keberadaan dan kedudukan hukum atas pengecekan secara lisan sertipikat berkaitan dengan take over kredit perbankan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban PPAT dalam pengecekan secara lisan sertifikat berkaitan dengan take over kredit perbankan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, khususnya yang menyangkut pengecekan sertifikat hak atas tanah .

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan kepada masyarakat pada umumnya, pejabat yang berwenang dalam melakukan pengecekan sertifikat hak atas tanah dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum agar lebih berhati-hati, teliti, jujur dan bertanggung jawab.

(23)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan, penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Pengcekan Secara Lisan Atas Sertipikat Hak Atas Tanah Dalam Penandatanganan Akta Berkaitan Dengan Take Over Kredit Perbankan,” belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap permasalahan tersebut di atas, penelitian ini adalah asli, untuk itu penulis dapat mempertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Akan tetapi ada beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang pernah melakukan penelitian terkait tentang pengecekan sertipikat hak atas tanah, namun secara judul dan substansi berbeda dengan penelitian ini.

Adapun penelitian yang berkaitan dengan pengecekan sertipikat hak atas tanah yang pernah dilakukan adalah:

1. Penelitian oleh Mariana, NIM : 117011141, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Analisa Mengenai Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Oleh Bank Melalui Mekanisme “Take Over” (Kajian Mengenai Prosedur dan Jaminan Pada Bank Swasta di Medan)” masalah yang diteliti adalah:

a. Bagaimana mekanisme peralihan kredit (take over) pada bank swasta nasional dalam pemberian fasilitas modal kerja bagi pengusaha kecil maupun menengah?

(24)

b. Bagaimana bank swasta nasional melakukan analisis terhadap kegiatan usaha pengusaha kecil dan menengah yang layak untuk di take over?

c. Bagaimana solusi terhadap penurunan kinerja usaha pengusaha kecil maupun menengah terkait pinjaman kreditnya kepada bank ?

2. Penelitian oleh Fiine Handrayani, NIM : 09701110, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Akibat Hukum Dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertifikat Yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT (Studi Pada PPAT Di Kabupaten Langkat)” masalah yang diteliti adalah:

a. Mengapa terjadi pembuatan akta jual beli yang tidak sesuai ketentuan dalam prosedur pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah?

b. Bagaimanakah peran Badan Pertanahan Nasional dalam melakukan pengawasan atas tata cara pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah?

c. Bagaimanakah akibat hukum terhadap akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak sesuai dengan prosedur?

3. Penelitian oleh Pantas Situmorang, NIM : 067011122 Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian

“Prroblematika Keotentikan Akta PPAT”, masalah yang diteliti adalah:

a. Apakah Akta PPAT yang dibuat dalam bentuk blanko atau formulir yang di tetapkan oleh Menteri memenuhi syarat sebagai akta otentik ?

(25)

b. Apakah PPAT yang tugas pokoknya membantu kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah memenuhi syarat sebagai pejabat yang membuat akta otentik ?

c. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PPAT dalam melaksanakan tugas dan profesinya ?

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.12 Bagi suatu penelitian, teori merupakan alat dari ilmu (tool of science) di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong. Sebagai alat dari ilmu, teori mempunyai peranan sebagai berikut:

a. Teori mendefinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan di buat abstraksinya.

b. Teori memberikan rencana (scheme) konsepsual, dengan rencana mana fenomena-fenomena yang relevan di sistematikan, di klasifikasikan dan di hubung-hubungkan.

c. Teori memberikan ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi yuridis dan system generalisasi.

d. Teori memberikan prediksi terhadap fakta.13

Dalam penelitian, fungsi teori adalah untuk memperjelas ruang lingkup yang diteliti, untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian dan menampilkan hubungan antar variabel, konsep, dan menerangkan fenomena sebagai

12 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju, 1994, hal. 80.

13 Moh.Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia,1988, hal.22.

(26)

masukan dalam mengambil persoalan dan informasi pembanding. Untuk itu kerangka teori dalam penelitian tesis ini sangat diperlukan guna memperjelas nilai-nilai, azas- azas, dalil-dalil, dan norma-norma, serta dasar hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi.

Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstuksikan kehadiran teori hukum secara jelas. Bagi suatu penelitian, kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan, menurut Soerjono Soekanto, kegunaan teori paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Teori berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna di dalam sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa akan datang.

e. Teori memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.14

Adapun kerangka teori yang akan dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah teori tanggung jawab hukum dan teori kepastian hukum.

a. Teori Tanggung Jawab Hukum

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu

14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press,1981, hal 121-122

(27)

perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek hukum.15 Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab terdiri dari:

1) Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri.

2) Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.

3) Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian.

4) Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.16

Dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai liability dan responsibility, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.17 Teori tanggung jawab hukum lebih menekankan pada makna tanggung jawab yang lahir dari ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga teori tanggung jawab hukum dimaknai dalam arti liability,18 sebagai suatu konsep yang terkait dengan kewajiban hukum seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan dengan hukum.

15 Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of law and State Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007, hal. 81.

16 Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, Bandung:

Nuansa & Nusa Media, 2006, hal 140

17 Ridwan, HR., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 337.

18 Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary, Jakarta: Raja Grafindo Perss, 2011, hal. 54.

(28)

Perihal tanggung jawab menurut hukum keperdataan dibedakan dalam beberapa prinsip yaitu prinsip tanggung gugat berdasarkan adanya unsur kesalahan (liability based on fault). Tanggung gugat berdasarkan praduga (presumption of liability). Menurut prinsip presumption of liability, tergugat dianggap bertanggung gugat atas segala kerugian yang timbul, tetapi tergugat dapat membebaskan diri dari tanggung gugatnya, apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah (absence of fault). Sebenarnya prinsip tanggung gugat berdasarkan praduga adalah prinsip tanggung gugat yang juga didasarkan atas adanya kesalahan (liability based on fault), tetapi dengan menekankan pada pembalikan beban pembuktian (shifting of the burden of proof) kepada pihak tergugat. Prinsip tanggung gugat mutlak (absolute liability atau strict liability). Pada prinsipnya, lahirnya tanggung gugat mutlak tidak terlepas dari doktrin onrechmatige daad sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang mengedepankan adanya unsur kesalahan (fault). Dalam arti kata harus ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Pada fakta empiris, tidak semua unsur fault dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat dibuktikan sama sekali. Untuk mengatasi keterbatasan fault based liability tersebut, dikembangkanlah asas pertanggungjawaban mutlak (strict liability)19

Fungsi teori tanggung jawab hukum dalam penulisan tesis ini adalah memberikan arah atau petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati, oleh karena itu penelitian diarahkan kepada hukum positif yang berlaku yaitu tentang tinjauan

19 Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, Malang : In-Trans Publishing, 2008, hal. 4-8.

(29)

yuridis pengcekan secara lisan atas sertipikat hak atas tanah dalam penandatanganan akta berkaitan dengan take over kredit perbankan, dengan dasar teori tanggung jawab hukum menjadi pedoman guna menentukan bagaimana kedudukan dan tanggung jawab Notaris/PPAT atas pengecekan secara lisan atas sertipikat hak atas tanah berkaitan dengan take over kredit perbankan mengingat pengecekan sertipikat hak atas tanah haruslah dibuat secara tulisan dan dikenakan Penambahan Negara Bukan Pajak (PNBP). Maka, selanjutnya bagaimana tanggung jawab yang dibebankan kepada Notaris/PPAT. Hal inilah yang menjadi peranan teori tanggung jawab hukum untuk menganilisis kasus ini.

b. Teori Kepastian Hukum

Notaris/PPAT dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang terkait dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam sebuah akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan kepada pihak, bahwa akta yang dibuat Notaris/PPAT telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta N otaris/PPAT dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.20

Tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum demi adanya ketertiban dan keadilan di dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto:21

20 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2009, hal. 37

21 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan di

(30)

kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-peraturan umum atau kaedah-kaedah yang berlaku umum, supaya tercipta suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat.

Kepastian hukum dapat dicapai apabila situasi tertentu:

1) Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh (accessible).

2) Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat tersebut.

3) Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan- aturan tersebut.

4) Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu-waktu mereka menyelesaikan sengketa.

5) Keputusan peradilan secara kongkrit dilaksanakan.22

Notaris/PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, akta Notaris/PPAT wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang, hal ini merupakan salah satu karakter dari akta Notaris/PPAT. Bila akta Notaris/PPAT telah memenuhi ketentuan yang ada maka akta Notaris/PPAT tersebut memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan ketaatannya Notaris/PPAT menjalankan sebagian kekuasaan Negara dalam bidang hukum perdata untuk melayani kepentingan masyarakat yang memerlukan alat bukti berupa akta otentik yang mempunyai kepastian hukum yang sempurna apabila terjadi

Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis), cetakan keempat, Jakarta: Universitas Indonesia, 1999, hal. 55

22 Jan Michael Otto, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, Terjemahan Tristam Moeliono, Jakarta: Komisi Hukum Nasional, 2003, hal. 25.

(31)

permasalahan.23

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis, kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian menjadi suatu sisten norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

Adanya teori kepastian hukum dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis kepastian hukum dalam pengecekan sertipikat hak atas tanah secara lisan dan juga berkaitan dengan jaminan take over kredit perbankan. Dengan adanya pengecekan secara lisan atas sertipikat hak atas tanah bisa saja membuat persoalan hukum dikemudian hari, hal ini terjadi jika ada sertipikat sebagai dasar objek jaminan tersebut diblokir oleh pihak ketiga. Dengan adanya hubungan hukum dan peristiwa hukum tersebut, maka peranan teori kepastian hukum sangat digunakan sebagai pisau analisis untuk menganlisis kepastian hukum akta pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi yang dibuat Notaris tersebut.

2. Kerangka Konsep

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori, observasi, antara abstrak dengan

23 Habib Adjie, Op.Cit., hal.42.

(32)

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.24

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut :

1. Pengecekan sertifikat adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah.25 Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.26

2. Pengecekan sertipikat secara lisan maksudnya adalah proses kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam

24 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hal 31 25 Tersirat dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

26 Bandingkan dengan Pasal 97 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentan Pendaftaran Tanah

(33)

peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah dengan tidak melalui tulisan, artinya pemohon dalam pengecekan sertipikat hanya berpegangan pada ucapan yang diberikan oleh petugas kantor pertanahan bukan berdasarkan bukti tertulis yang diberikan oleh petugas kantor pertanahan.

3. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.27

4. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA.28

5. Penandatanganan adalah nomina (kata benda) proses, cara, perbuatan menandatangani.29

6. Akta Menurut Pasal 1869 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, adalah sebuah surat yang harus diberi tanda tangan yang di dalamnya memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. Keharusan adanya tanda tangan, bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari akta yang lain.30

27 Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentan Pendaftaran Tanah 28 Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentan Pendaftaran Tanah

29 Dani K., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Dilengkapi Dengan EYD, Surabaya: Putra Harsa, 2002 ,hal 394

30 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi IV, Yogyakarta: Liberty, 1993, hal.120.

(34)

7. Take over adalah peralihan kredit. Peralihan kredit (take over) merupakan suatu istilah yang dipakai dalam dunia perbankan dalam hal beralihnya kredit seseorang atau badan usaha dari suatu bank ke bank lainnya. Jadi terjadi perubahan pada krediturnya.

8. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga31

9. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya 32

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian ini adalah bersifat preskriptif analitis, bersifat preskriptif analisis maksudnya adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran- saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.

31 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentan Perbankan

32 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentan perbankan

(35)

Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.33

Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum,34 yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria, peraturan teknis mengenai pengecekan sertipikat , dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan take over kredit perbankan maka penelitian ini menekankan kepada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,35 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu tinjauan yuridis pengcekan secara lisan atas sertifikat hak atas tanah dalam penandatanganan akta berkaitan dengan take over kredit perbankan.

2. Sumber Data

Berdasarkan sifat penelitian tersebut di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder dimaksud antara lain meliputi bahan

33 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2008, hal 10

34 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996, hal.13 35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada,1995, hal.13

(36)

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier berupa norma dasar, perundang-undangan, hasil penelitian ilmiah, buku-buku, dan lain-lain sebagainya.36

a. Bahan hukum primer (primary sources or authorities), adapun bahan hukum primer berupa bahan hukum yang bersifat mengikat yang menjadi sumber kajian dari penelitian ini, antara lain adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan peraturan teknis mengenai pengecekan sertipikat hak atas tanah., serta peraturan perundang- undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder (secondary sources or authorities), yang digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan petunjuk serta penjelasan terhadap bahan hukum primer terdiri dari buku-buku literatur, makalah, artikel, hasil penelitian, dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian ini.37

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.38

36 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 30

37 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung:Alumni, 1994, hal. 134.

38 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 15.

(37)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:

a. Teknik penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Dalam teknik penelitian pustaka (library research) ini berasal dari buku-buku, arikel-artikel dan peraturan perundang-undangan.

b. Teknik penelitian lapangan (field research) yaitu dilakukan untuk menghimpun data primer dengan melakukan penelitian lapangan.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini adalah:

a. Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan “content analysis”.39

b. Observasi (pengamatan) yang menghasilkan gambaran-gambaran atau deskripsi secara khusus,40 Observasi yang dilakukan merupakan observasi non partisipatif yang dilakukan terhadap beberapa Notaris-PPAT di Kota Medan.

c. Pedoman Wawancara, yaitu penulis melakukan tanya jawab secara langsung dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan narasumber yaitu 3 (tiga) orang Notaris/PPAT Kota Medan.

39 Soerjono Soekanto,Op.Cit., hal 21 40 Ibid., hal 22

(38)

5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Adanya terdapat regulitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).41 Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.

Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti; kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.42

Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal.43 Analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.44

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan

41 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis danMetodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 53.

42 Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Jakarta:Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006, hal. 78

43 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hal. 77 44 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 103

(39)

data tersebut akan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memeperoleh jawaban yang baik pula.45

Kemudian dianalisis dengan menggunaka metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah tinjauan yuridis pengcekan secara lisan atas sertifikat hak atas tanah dalam penandatanganan akta berkaitan dengan take over kredit perbankan. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, 46 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

45 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 106 46 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal 109

(40)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PEMBERLAKUAN PENGECEKAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH

A. Tinjauan Umum Mengenai Pendaftaran Tanah di Indonesia

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengecekan sertipikat, maka ada baiknya membahas terlebih dahulu mengenai hukum pendaftaran tanah di Indonesia.

Hal ini perlu dirasa karena proses pengecekan sangat berkaitan dengan hukum pendaftaran tanah. Perbedaanya yang paling mendasar ialah proses pengecekan merupakan salah satu aplikasi dalam pendaftaran tanah dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Indonesia telah mempunyai suatu lembaga pendaftaran tanah yang uniform yang berlaku secara nasional, hal ini sebagai konsekwensi berlakunya PP Nomor 10 Tahun 1961, yang kemudian disempurnakan kembali dengan PP Nomor 24 Tahun 1997, L.N. 1997 Nomor 59 tanggal 8 Juli 1997 dan baru berlaku sejak tanggal 8 Oktober 1997. PP Nomor 24 Tahun 1997 merupakan perintah dari Pasal 19 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur menurut peraturan pemerintah.

Pendaftaran tanah meliputi kegiatan:

1. Pengukuran, pemetaan dan pembukaan tanah.

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

(41)

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.47

Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan sosial ekonomi, serta kemungkinan penyelenggaraannya, dan seluruhnya menurut pertimbangan Menteri Agraria. Secara etimologi, pendaftaran tanah berasal dari bahasa Prancis, yaitu cadastre yang berarti suatu daftar yang menggambarkan semua persil tanah yang ada dalam suatu wilayah berdasarkan pemetaan dan pengukuran yang cermat, dengan kata lain suatu rekaman yang menunjukkan luas, nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. 48

Dalam bahasa Belanda, pendaftaran tanah berasal dari kata cadaster suatu istilah teknis untuk record atau rekaman, menunjukkan kepada masyarakat luas, nilai dan kepemilikan atau lain-lain atas hak terhadap suatu bidang tanah..49

Istilah kadaster menyangkut mengenai pendaftaran tanah. Kemudian, surveying kadaster adalah kegiatan surveying yang berhubungan dengan penentuan dan pendefinisian kepemilikan dan batas tanah/lahan. Pada mulanya, suatu kegiatan surveying kadaster, relatif tidak penting hingga suatu saat baru menyadari bahwa lokasi tanahnya memberikan perspektif. Praktek pencarian batas, bukan sepenuhnya suatu proses legal dan bukan pula sepenuhnya sebagai proses ilmiah, akan tetapi diantara keduanya.

47 Lihat Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentan Pendaftaran Tanah 48 Sesuai dengan pengertian umum dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas.

49 AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 1991, hal 18.

(42)

Seorang surveyor kadaster merupakan penentu batas, dalam mencari survey sebelumnya dan harus mengetahui deskripsi legal dan setiap konflik serta yang mempengaruhi tanah tersebut. Hal ini tidak hanya melibatkan ilmu pengetahuan, akan tetapi keterampilan dalam meneliti dan menyelidikinya. Selain itu, surveyor kadaster harus seolah-olah seperti seorang ahli purbakala dalam mencari bukti fisik survey dan pekerjaan sebelumnya di atas permukaan bumi ini. Seorang surveyor kadaster harus mengetahui konsep pengukuran dengan baik untuk mencari dan menggambarkan apa yang ditemukannya, dan mampu menginterpretasikan hubungannya dengan yang dicatat. Seorang surveyor kadaster pekerjaannya bagaikan seorang detektif matematika dengan para ahli purbakala, hukum dan penterjemah.

Kadaster adalah sistem informasi pertanahan berbasis persil yang berisi informasi terkini tentang segala kepentingan yang terkait dengan tanah, seperti hak atas tanah, batasan-batasan dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dalam pemilikan dan pengelolaan tanah yang ditentukan.

Umumnya kadaster meliputi deskripsi geometris bidang tanah atau persil yang dikaitkan dengan catatan lain mengenai kepentingan yang terkait dengan bidang tanah tersebut, kepemilikan atau kontrol terhadap kepentingan-kepentingan tersebut, selain itu sering pula berisi informasi mengenai nilai bidang tanah dan pengembangan yang telah dilakukan di atas bidang tanah tersebut.50 Kadaster merupakan alat yang tepat memberikan uraian dan identifikasi dari lahan tersebut dan juga sebagai continueous recording atau rekaman yang berkesinambungan dari pada hak atas

50 Boedi Harsono, Op.Cit., hal 114

(43)

tanah. Namun secara umum pendaftaran tanah merupakan kegiatan administrasi yang dilakukan oleh pihak tanah terhadap hak atas tanahnya, baik dalam pemindahan hak maupun dalam pemberian dan pengakuan hak baru. Sedangkan PP Nomor 24 Tahun 1997 telah merumuskan mengenai pengertian pendaftaran tanah. 51

Sayuti Thalib mengemukakan bahwa: “dari kegiatan pendaftaran tanah ini yang dikenal dengan istilah kadaster hak merupakan peta dan daftar mengenai bidang tanah yang menguraikan keadaan hukum bidang-bidang tanah tersebut berupa luasnya, lokasinya, subjek haknya, riwayat pemilik tanah, perbuatan hukumnya serta perubahan-perubahan batas akibat perubahan hukum atas tanah tersebut.”52

Bachtiar Effendi, membedakan pengertian kegiatan pendaftaran tanah dengan pendaftaran hak atas tanah, yaitu: “kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah secara terus-menerus dalam rangka menginventarisasikan data-data berkenaan dengan hak-hak atas tanah menurut UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran hak atas tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh si pemegang hak yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus-menerus, setiap peralihan hak atas tanah tersebut dalam rangka menginventarisasikan data-data berkenaan dengan peralihan hak-hak atas

51 Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus berkesinambungan, pembukaan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

52 Sajuti Thalib, Hukum Tanah Adat dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Jakarta: Bina Aksara, hal 19.

Referensi

Dokumen terkait

Dari permasalahan yang ada, peneliti ingin mengetahui seberapa besar efektifitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model CTL dan pendekatan konvensional

Setelah mengetahui bentuk layanan, jumlah koleksi, data statistik pengunjung, bentuk promosi Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Kulon Progo, maka penulis ingin

secara efisien untuk untuk mencapai target yang terbaik..  Meningkatkan

Teori receptie ini digunakan pada pasal 134 ayat (2) IS ( Indische Staatsregeling ) tahun 1919, “Dalam hal terjadinya perkara perdata antar sesama orang Islam akan

Hasil menunjukan bahwa informan mengetahui tentang bahaya di tempat kerja dan pengendalian untuk menghindari bahaya di tempat kerja, informan merasa tidak nyaman

positif karakter eksekutif perusahaan yang bersifat semakin risk taker terhadap. tindakan

1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih jelas dan rinci kepada para Anggota Polsek dan Polres sewilayah hukum Kabupaten Garut mengenai kebijakan

Jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur kurang dari 15 tahun dengan petani utama laki-laki tercatat sebesar 96 rumah tangga, lebih tinggi daripada