KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN
NOVEL
CA BAU KAN
KARYA REMY SYLADO
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh
Muhammad Sholehuddin
S841108017
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN
NOVEL
CA BAU KAN
KARYA REMY SYLADO
TESIS
Oleh
Muhammad Sholehuddin
S841108017
Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing
Pembimbing I Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. --- NIP 196204071987031003
Pembimbing II Prof. Dr. Herman J. Walu yo, M .Pd. --- NIP 194403151978041001
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal ...2013
Ketua Pro gram Studi Pendid ikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 196204071987031003
Januari 2013
KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN
NOVEL
CA BAU KAN
KARYA REMY SYLADO
TESIS
Direktu r Program Pascasarjana UNS Pendid ikan Bahasa Indonesia
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul : “KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI
PENDIDIKAN NOVEL CA BAU KAN KARYA REMY SYLADO ini
adalah kar ya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat
karya ilmia h yang pernah diajukan o rang lain untuk memperoleh gelar
akad emik serta tidak terdapat kar ya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan orang lain kecuali secara tertu lis digunakan sebagai acuan dalam
naskah ini dan d isebutkan dalam sumber acuan serta daftar pu staka. Apab ila di
kemudian hari terbukti terdap at plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perund ang-und angan
(P ermendiknas No 17, tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seizin dan menyertakan tim pemb imbing sebagai a uthor dan PPs
UNS seb agai institusin ya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam b ulan sejak pengesahan Tesis ini, maka Prodi Pendidika n
Bahasa Indonesia PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah
yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apab ila
sa ya melakukan pelanggaran dari ketentu an pub likasi ini, maka saya bersed ia
mendapatkan sanksi akad emik yang b erlaku.
Surakarta, Januari 2013
Mahasiswa,
Muhammad Sholehuddin
MOTTO
Sifat orang yang berilmu tinggi
adalah merendahkan hati kepada manusia
PERSEMBAHAN
Karya ini kup ersembahkan untuk:
1. ibu
2. istriku tercinta dan anak-anakku
3. civitas akademika IKIP PGRI
Bo jonego ro
4. teman-teman kelas p aralel
S-2 PBI UNS angkatan 2011
KATA PENGANTAR
Puji syu kur ke hadirat Allah SWT atas segala kasih sayang-Nya, sehingga
tesis ya ng berju du l “Ka jian An tropologi Sa stra dan Nila i P endidika n Novel C a
Ba u Ka n ka r ya Remy Sylado” ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada semua p ihak yang memb antu dalam proses penulisa n tesis ini.
Secara khusus, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepad a
yang terhormat:
1. Prof. Dr. Ravik Karsid i, M.Pd., Rektor Universitas Sebelas M aret Surakarta
yang telah memberikan izin p enulis untuk melaksanakan penelitia n.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS., Direktur PPs UNS yang telah memberikan
iz in penyusunan tesis ini.
3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Ketua Pro gram Studi S -2 Pendidikan
Bahasa Indo nesia, sekaligus pembimb ing I tesis yang telah memberi
pengarahan, masukan, saran dan perbaikan dalam penyu sunan tesis ini.
4. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M .Pd., Pembimbing II tesis ini ya ng su dah
memberi pengarahan, b imbingan dan motiva si tiada henti d engan sangat sab ar.
Kesab aran itulah yang akhirnya meyakinkan penu lis bahwa penu lis mampu
untu k menyelesaikan penelitian ini.
5. Secara pribadi, terima kasih disamp aikan kepad a ibu (Hj. Siti M uhanik),
istriku tercinta Yuli Ika Lestari dan anakku A.Musthafa Ibrahim (Baim)
beserta seluru h kelu arga yang telah memb erikan motivasi yang luar biasa
Akhirnya, penulis hanya dapat mendoakan semoga Allah S WT senantiasa
melimp ahkan berkah dan rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut d i atas.
Semoga tesis ini bermanfaat untu k pembaca.
Surakarta, 31 Januari 2013
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ...i
PENGESAHAN PEMBIMBING ...ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ...iii
PERNYATAAN ...iv
MOTTO...v
PERS EM BAHAN ...vi
KATA PENGANTAR ...vii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ...xii
ABSTRAK ...xii
i ABSTRACT ...xi
v BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Ru musan M asalah ...7
C. Tujuan Penelitian...8
D. M anfaat Penelitian ... ...8
1. M anfaat Teoritis ... ...8
2. M anfaat Praktis ...8
BAB II TINJAUAN P USTAKA ...10
1. Hakikat Novel ...10
a. Pengertian No vel ...10
b. Stru ktur Novel ...13
2. Hakikat Pendekatan Antropolo gi Sastra ...25
a. Pengertian Antropologi ...25
b. Pengertian Antropologi Sastra ...27
c. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Antropologi Sastra terhadap Novel Ca Ba u Kan ...35
d. Kebudayaan Masyarakat Tionghoa di Ind onesia ...39
3. Hakikat Nilai Pendidikan ... ...41
a. Hakikat Nilai ... ..41
b. Pengertian Pendidikan ... ... ...43
c. Macam-macam Nilai Pendidikan ...46
1) Nilai Agama ...47
2) Nilai Moral ...48
3) Nilai Bu daya ...49
4) Nilai Sosial ...51
B. Penelitian yang Relevan ...53
C. Kerangka Berp ikir ...56
BAB III M ETODE PENELITIAN ...59
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...59
B. Bentuk dan Pend ekatan P enelitian ...60
C. Data dan Sumb er Data ...61
D. Teknik Pengumpulan Data...62
F. Teknik Analisis Data ... ... ...64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...66
A.Hasil Penelitia n ... ...66
1. Kompleksitas Ide d alam Novel Ca Ba u Ka n Karya Remy S ylad o ...66
2. Kompleksitas Aktivitas Tokoh dalam Novel Ca Ba u Ka n Karya Rem y Sylado...88
3. Kompleksitas Hasil Bud aya dalam Novel Ca Bau Ka n Karya Remy S ylado 113 4. Nilai Pendidikan dalam Novel Ca Bau Kan Karya Rem y S ylado …… …… .137
B. Pemb ahasan Hasil penelitian…… …… …… … …… ……… …… …… …… ..170
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN…… …… …… …… …… ….236
A. Simpu lan …… …… …… …… …… ……… …… …… …… …… ……… …236
B. Imp likasi …… …… …… …… …… ……… …… …… …… …… ……… …238
C. Saran…… …… …… …… …… ……… …… …… … …… ……… …… …...240
DAFTAR PUSTAKA…… …… …… …… …… ……… …… …… …… …… ….. 242
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kodifikasi Data Kompleksitas Ide dalam Novel
Ca Ba u Kan Karya Remy S ylado...
Kodifikasi Data Kompleksitas Aktivitas dalam Novel
Ca Ba u Kan Karya Remy Sylado...
Kodifikasi Data Kompleksitas Hasil Budaya dalam Novel
Ca Ba u Kan Karya Remy Sylado...
Lampiran 2 Sinop sis Novel Ca Bau Kan Karya Remy Sylado...
Muhammad Sholehuddin. S841108017. 2013. “Kajian Antropologi Sastra dan
Nilai Pendidikan Novel Ca Bau Kan Karya Remy Sylado”. TESIS.
Pembimbing I Prof. Dr. Sarwiji Suwand i, M .Pd., II: Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. Program Studi P endidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Seb elas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Pengkajia n novel dengan pendekatan antropologi sastra merupakan seb uah pendekatan baru terhadap telaah karya sastra. Selama ini antropologi sastra banyak d igunakan untuk menelaah mitos-mito s dan folklo re. Pengkajian novel Ca Ba u Kan karya Remy S ylado denga n p endekatan antropologi sastra ini bertujuan
Penelitian ini menggu nakan metode kualitatif. Data penelitian ini berupa novel Ca Ba u Kan karya Remy S ylado. Penelitian ini menggunakan pendekata n antropologi sastra untuk mendeskrip sikan kompleksitas ide, aktivitas tokoh, dan hasil budaya novel Ca Ba u Ka n. Teknik pengumpu lan data yang d igunakan dalam penelitian ini adalah teknik noninteraktif dengan membaca novel dan analisis dokumen. Validasi data menggunaka n trianggulasi data. Teknik analisis data menggunakan konten analisis denga n tiga unsur kegiatan, yaitu reduksi d ata, penyajian d ata dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian ini men yimpulkan: a) kompleksitas ide novel Ca Ba u Kan karya Rem y S ylado terdiri dari lima pandangan hidup masyarakat Tionghoa, yaitu kompleksitas id e tentang: (1) hakikat hidup manusia, (2) hakikat karya manusia, (3) hakikat kedudu kan manusia dalam ruang dan waktu, (4) pand angan manusia terhadap alam semesta, dan (5) hakikat hubungan antarmanusia, b) kompleksitas aktivitas to koh novel Ca Bau Kan karya Rem y S ylado terdiri dari: kompleksitas aktivitas tokoh yang b erhubungan dengan (1) kekerabatan, (2) ekonomi, (3) pendidikan, (4) kegiatan ilmiah, (5) estetika dan rekreasi, (6) religi, je nis, yakni (1) nilai religi, (2) nilai mo ral, (3) nilai sosial, dan (4) nilai budaya.
Muhammad Sholehuddin. S 841108017. 2013. “Literary Anthropology Study
and Education Value of Novel Ca Bau Kan Authored by Remy Sylado”.
THESIS . Advisor: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Co-Adviso r: Prof. Dr. Herman J. Walu yo, M.Pd. The Stud y Program of Ind onesian Language Educatio n, Postgraduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT
Novel stud y with literary anthropolo gy app roach is a new approach toward literature stud y. So far, literary anthro pology is frequently used to review myths
The study methodology is a qualitative research. The data o f this research is a novel entitled Ca Ba u Ka n. This research used literary anthropology app roach to know about the idea co mplexity, characteristics complexity activity, cultural co mplexity result of no vel Ca Ba u Ka n authored by Rem y S ylado . Techniq ues of activities, (5) the aesthetic and recreation, (6) religion, (7) politic, and (8) somatic, c) the cultu ral complexity result of novel Ca Ba u Ka n au thored by Rem y Sylado divided into some kind, such complexity of cultural results in (1) language, (2) knowledge system, (3) so cial organization, (4) technolog y, (5) production too ls or occup ation, (6) religio n, and (7) arts. d) Education values that fou nd in no vel Ca Ba u Ka n authored b y Rem y S ylad o divided into four kinds, such as: (1) religious value, (2) mo ral value, (3) social valu e, and (4) cu ltural value.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya fiksi merupakan sebuah rep resentasi gamb aran kehidupan manusia.
Berbagai problematika dan dinamika kehid up an disajikan melalui jalinan kisah
kehidupan para tokoh di dalamnya. Selain seb agai sebuah karya dengan struktur
pembentuk sebagai unsur artistik, di d alam karya fiksi ju ga tercermin berbagai
asp ek ke hidup an manu sia. Berb agai aspek kehidupan tersebut tergambar, baik
secara fisik, psikolo gis, maupun sosial budaya.
Berdasarkan pandangan terseb ut, kajian sastra tidak lagi hanya difokuska n
pada aspek keindahan struktur fisiknya. Akan tetapi, kajian sastra secara
interdisipliner dapat bersinergi denga n berbagai kajian ilmu sosial humaniora
la innya. Berbagai pendekatan interdisipliner diperkenalkan, di antaranya bidang
psikologi, sosial, sampai aspek antropologisn ya. Semua pendekatan tersebut
diharapkan mampu menjadi media memaham i kedalaman khazanah sastra sebagai
miniatu r kehidupan manusia yang d ihadirkan oleh pengarang.
Dari berbagai pendekatan yang ada, p enelitian sastra ini akan difokuska n
pada pemahaman aspek antropologi seb uah karya fiksi. Ditinjau dari pendekatan
antropologis, mencari hubungan antara antropologi budaya dan sastra atau
seb aliknya tidaklah b egitu sulit, terleb ih setelah munculnya Struktu ralisme
Levi-Strauss dan Posmodernisme. Semenjak itu, kesalingberhubungan antara
kajian fenomena empiris, menjadi semakin jelas dan ku at. Sebagai sebuah disip lin
yang perkemb angannya sangat ditentukan oleh data yang ditampilkan dalam
bentuk etnografi, maka antropologi b ud aya memang tidak p ernah terlepas dari
sastra, b aik secara langsung maupun tidak langsung.
Sebagaimana halnya sastra lisan, sastra d alam bentuk yang tertulis (dalam
hal ini novel) juga dapat diperlakukan seb agai ob jek material, baik seb agai “pintu
masuk” untuk memahami kebudayaan tertentu, maupun sebagai salah satu unsur
kebuda yaan yang sed ang dipelajari. M elalui penelusuran atas dimensi-dimensi
dan implikasi-imp likasi antropologis te ks-teks sastra, tidak hanya bisa ditemukan
model-model interpretasi tertentu, melainkan juga dap at diperoleh kemungkinan
jawaban atas pertanyaan sep utar masalah kebudayaan masyarakat tertentu.
Dalam disiplin antropologi, p engkajian atas su mber-su mber literer sep erti
mitos-mito s, dongeng, riwayat hid up , dan jenis-jenis sastra lisan lainnya
merupakan su atu praktik yang sudah secara u mum d iterima (a ccepta ble). Suatu
hal yang lazim apabila dalam kasus mas yarakat yang “melek huru f”, para ahli
antropologi beralih kep ada sumber-sumb er tertulis seperti berita-berita di su rat
kabar atau karya-karya sastra. Tidak heran kalau novel-novel pu n d iperlaku kan
pula sebagai sumb er data antropologis. Kajian-kajian antropolo gis semacam ini
selalu mengasumsikan b ahwa p ersepsi-persepsi pengarang terhadap dunia
(terhadap alam, terhadap relasi-relasi sosial) telah terbentuk oleh lingkungan
budayanya.
Salah satu aspek kebudayaan yang menarik minat para p emerhati
ciri-ciri arketipe masuk d alam analisis karya sastra melalui dua jalur. Pertama,
melalui p sikologi analitik Jung, kedua melalui antropologi kultural. Psikologi
analitik Jung menelusuri jejak-je jak p sikologis, tipolo gi pengalaman yang tampil
secara berulang, sebagai ketaksadaran rasial, sep erti mito s, mimpi, fantasi, dan
agama, termasuk karya sastra. Sedangkan antropolo gi kultural menelusuri
pola-pola elemental mitos dan ritual yang pada umu mnya terkandung d alam lege nda
dan seremoni. Dalam karya sastra gejala ini tamp ak melalu i deskripsi pola-pola
naratif, tipologi to koh-tokoh (Nyo man Kutha Ratna, 2009:354).
Berpijak dari pendap at Nyoman Ku tha Ratna tersebut, kajian antropologi
sastra berkaitan erat dengan psiko logi dan perilaku budaya manusia. Pendapat
tersebut juga membuka kemungkinan adanya variasi dan p erkembangan budaya
seb agai hasil interaksi ke dalam dan keluar kebudayaan, yang salah satunya
berwujud karya sastra. Karya sastra sebagai salah satu bentuk hasil budaya
manusia terpengaru h aspek kesukuan, geografis d an nilai-nilai yang berkemb ang
seb agai wujud pemikiran b ud aya masyarakat. Hal itu d idukung o leh kondisi
geografis Ind onesia sebagai ne gara kep ulauan yang memiliki beragam suku.
Setiap suku memiliki sistem budaya dan bahasanya masing-masing. Kekayaan
budaya ini semakin bertambah d engan ko ndisi geografis Nusantara yang menjadi
ja lur p erdagangan dan pela yaran sejak berabad-abad lalu, sehingga menimbulkan
persinggungan budaya dengan kedatangan para perantau b aik d ari Timur Tengah,
Ind ia, China, maupun Eropa, yang datang ke Indonesia dengan berbagai tuju an. Di
situlah muncul proses akulturasi, bahkan asimilasi, yang pad a akhirnya
Dalam bidang sastra fakta-fakta b udaya tersebut menjadi salah satu
sumber inspirasi bagi para penulis untuk menghasilkan karya-karyanya. Di antara
karya yang berusaha memo tret hasil-hasil budaya beserta sejarahnya adalah novel
“Ca Ba u Ka n” karya Remy S ylado. Novel terseb ut b erusaha mengangkat sejara h
dan warisan b ud aya Tiongho a di Indonesia. Novel Ca Bau Ka n karya Rem y
Sylad o mencoba mengangkat kehid up an masyarakat Tionghoa di wila yah Batavia
atau Jakarta pada masa akhir pend udukan Be landa atau sekitar tahun 1 930-an
sampai masa awal kemerdekaan atau sekitar tahun 1950-an.
Hal yang menarik d ari pencip taan novel tersebu t terletak p ada latar
belakang penu lis novel yang bukan keturunan Tionghoa. Remy S ylado, penulis
novel Ca Ba u Ka n, lahir d i Makassar 12 Juli 1945. Dia dikenal sebagai salah satu
sastrawan Indonesia yang cu kup produktif. Nama sebenarnya adalah Yapi Panda
Abdiel Tambayo ng (Japi Tambajong). Dia menghabiskan masa kecil d an remaja
di Solo dan Semarang. Sejak usia 1 8 tahun Remy S ylado sudah menulis kritik,
puisi, cerp en, novel, drama, kolom, esai, sajak, roman popu ler, juga buku-buku
mu sikologi, d ramaturgi, bahasa, dan teologi. Dalam penulisan karya-karyan ya ia
memiliki sejumlah nama samaran seperti Dova Zila, Alif Dana M unsyi, Ju liana C.
Panda, Jubal Anak Perang Imanuel.
Dalam karya fiksin ya, sastrawan ini sering mengenalkan kata-kata
Ind onesia lama yang sudah jarang d ip akai. Hal ini membuat karya sastranya unik
dan istimewa, selain ku alitas tu lisannya yang sud ah tid ak diragukan lagi.
Penulisan no velnya pun didukung dengan riset yang mend alam. Bahkan u ntu k
membo ngkar arsip tu a, d an menelusuri pasar buku tua. Rem y S ylado dikenal
seb agai penu lis yang produktif. Ha l ini terbukti dari kar ya-karya yang dihasilkan
antara lain Orexa s, G a li Loba ng Gila Lobang, Siau Ling , Kerudung Mera h
Kirmizi (2002). Kembang J epun (2003), Ma ta ha ri Melbourne, Sa m P o Kong
(2004), Rumahku di Ata s Bukit, 9 da ri 10 Ka ta Baha sa Indonesia ada lah Bah a sa
Asing, dan D ra ma Musika lisa si Ta r ragon “ Born To Win “ , dan lain-la in.
Dari sekian banyak karya Remy Sylado, peneliti memilih novel Ca Ba u
Ka n seb agai sumber data kajian antropologi sastra. Hal ini karena novel Ca Bau
Ka n dianggap mampu menampilkan wujud interaksi antarbudaya di Ind onesia,
khusu sn ya budaya Tio ngho a dan budaya lo kal di Indonesia. Dalam perjalanan
sejarah, pasang surut hu bungan masyarakat pribumi dengan mas yarakat Tionghoa
peranakan kerap terjadi. Bahkan tidak jarang sampai berujung p ad a kerusuhan dan
pembantaian etnis Tionghoa d i Indonesia. Hal ini mungkin terjadi karena
buruknya komunikasi budaya antara etnis Tiongho a dan p enduduk lokal. Kondisi
ini diperp arah dengan ad anya berbagai peratu ran ya ng cenderung menyu dutkan
posisi etnis Tio nghoa di Ind onesia, b aik pada zaman penjajahan maupun pad a
masa pemerintahan orde baru.
Pascatragedi kerusuhan Mei 1998 yang merenggut b anyak korban,
khusu sn ya etnis Tionghoa, kehadiran novel ini seakan men yegarkan kembali
hubungan ke-Bhineka-an masyarakat. Kehad iran novel ini seolah ingin
menajam kan kembali ingatan masyarakat, bahwa etnis Tionghoa adalah bagian
dari keragaman nusantara yang telah ada sejak beb erap a abad lalu. Keberad aan
akulturasi dan asimilasi. Bahkan di masa p erang maupun pergerakan
kemerdekaan, tidak sedikit warga keturunan Tionghoa yang turut and il dalam
mewujudkan kedaulatan negara.
Kemunculan novel ini u ntuk pertama kalinya pada tahu n 1999 mendap at
ap resiasi yang cukup positif dari mas yarakat. Sampai 3 tahun penerbitannya,
tepatnya pada tahun 2002, novel ini sud ah mengalami 7 kali cetak ulang. Bahkan
pada tahu n tersebut, cerita novel ini diangkat ke layar leb ar, d iproduksi sebagai
film dengan judul yang sama, yaitu Ca Ba u Ka n. Kehad iran film yang dibintangi
aktor Ferry Salim dan aktris Lo la Amaria serta aktor-aktor film nasio nal ini pu n
mendapatkan sambutan positif dari masyara kat, khu susnya masyarakat Tionghoa
yang telah mendapatkan persamaan kedudukan dan kebebasan di awal era
refo rmasi. Film Ca Ba u Ka n ini sekaligus menjadi tonggak lahirn ya film-film
berlatar etnis Tionghoa d i Indonesia.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang id eal tentang
keka yaan khazanah budaya Tio ngho a di Ind onesia. Kesalingpahaman antarbudaya
memungkinkan terjadinya toleransi antarseluruh warga negara, sehingga
masyarakat dapat hidup saling berdampingan dan menghargai keberagaman
budaya yang ad a.
Dengan semakin p ud arnya kearifan lokal d i Indonesia akibat kuatnya
pengaruh globalisasi, maka perlu dilakukan usaha untuk melestarikan ragam
budaya Indo nesia, termasuk dalam bidang sastra. Perlu lebih banyak karya sastra
yang mampu mend eskripsikan kekayaan dan keragaman budaya. Selain itu,
masyarakat menginterpretasi fakta-fakta b ud aya yang terkandung dalam karya
sastra. Oleh karena itu, penu lis memandang perlunya dilakukan kajian yang tepat
untuk membantu masyarakat mengapresiasi karya sastra tersebut.
Berdasarkan pend ekatan-pendekatan yang ada peneliti tertarik mengkaji
novel melalui p endekatan antropologi sa stra. Pemilihan pendekatan tersebut
did asari banyaknya temuan aspek b ud aya yang terd apat d alam novel. Aspek
budaya tersebut selanjutnya dianalisis secara menda lam yang meliputi
kompleksitas ide, ko mpleksitas aktivitas maupun kompleksitas hasil budaya.
Fokus kajian dalam penelitian ini melipu ti aspek antropologi serta nilai
pendidikan yang terkandung dalam no vel.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian latar belakang masalah yang telah penulis uraikan,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah kompleksitas id e dalam novel Ca Ba u Kan karya Rem y
Sylado?
2. Bagaimanakah kompleksitas aktivitas toko h dalam novel Ca Ba u Ka n karya
Remy S ylado?
3. Bagaimanakah kompleksitas hasil budaya dalam nove l Ca Ba u Kan karya
Remy S ylado?
4. Bagaimanakah nilai pendidikan d alam no vel Ca Ba u Ka n karya Rem y
C. Tujuan Penelitian
1. M endeskrip sikan dan menjelaskan kompleksitas ide dalam novel Ca Ba u Ka n
karya Remy S ylado .
2. M endeskrip sikan d an menjelaskan kompleksitas aktivitas tokoh dalam novel
Ca Ba u Ka n karya Remy S ylado.
3. M endeskrip sikan dan menjelaskan kompleksitas hasil b udaya dalam novel Ca
Ba u Ka n karya Rem y Sylado.
4. M endeskrip sikan dan menjelaskan nilai-nilai pend idikan yang terkandung
dalam novel Ca Bau Ka n karya Rem y Sylado.
D. Manfaat Penelitian
1. M anfaat Teoritis
a. Memp erka ya khasanah ilmu pengetahu an d i bidang sastra.
b. Menambah khasanah pustaka Ind onesia agar nantinya dapat digunaka n
seb agai penunjang kajian yang relevan dan bahan perbandingan bagi
penelitian selanju tnya.
2. M anfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat kep ada
pembaca d an p enikmat kar ya sastra, khususnya guru, siswa, dan peneliti
selanjutnya untuk memahami dan mengapresiasi novel Ca Bau Ka n karya
a. Bagi Guru
Penelitian ini memberi gambaran bagi guru d alam memb imbing
siswanya untuk menganalisis no vel dengan pendekatan antropo logi sastra.
Selain itu, kekayaan nilai dalam novel ini d apat menjadi bahan ajar guru
dalam menanamkan rasa toleransi sekaligus dalam menanam kan karakter
positif pada siswa.
b. Bagi S iswa
Siswa dapat mempero leh pengetahu an tentang nilai-nilai
pendidikan yang terkandung dalam novel Ca Bau Ka n karya Rem y
Sylad o, sehingga dapat mengimplementasikan nilai-nilai pendidika n
tersebut dalam ke hidupan sehari-hari.
c. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dap at memberikan b ahan referensi bagi para p eneliti
yang ingin meneliti lebih lanjut tentang novel Ca Ba u Ka n karya Rem y
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Karya fiksi meru pakan salah satu genre sastra yang kian
berkernbang dan ban ya k digemari masyarakat. Hal ini d isebabkan dalam
karya fiksi disuguhkan berbagai masalah kehidupan d alam hubungannya
dengan sesama dan lingkungan. Fiksi dapat membuat pembaca
menghab iskan waktu untuk ikut berinteraksi dengan berbagai persoalan
kehidupan.
M enuru t Herman J. Walu yo (2002: 136-137 ) "Cerita rekaan/fiksi
dibangun oleh dua unsur poko k, yakni: a pa yang dicer ita ka n dan teknik
(metode) pencerita a n. Isi atau materi yang diceritakan tidak dap at
dipisahkan dengan cara penceritaan, Bahasa yang digunakan untuk
bercerita disesu aikan dengan isi, sifat, perasaan, d an tujuan apa cerita itu.
Cerita rekaan adalah wacana yang dib angun o leh beberapa unsur. Unsu
r-unsur itu memb angu n suatu kesatuan, kebulatan, dan regulasi d iri atau
membangun sebuah struktur. Unsur-unsur itu bersifat fungsional, artinya
dicipta pengarang untuk menduku ng maksud secara keseluruhan, dan
maknanya ditentukan oleh keselu ruhan cerita itu ".
Suminto A. Sayuti men ya ndingkan cerita rekaan/fiksi dan novel
pada deretan kata yang memiliki makna yang sama. Dia menjelaskan
"Novel (cerita rekaan) dap at dilihat dari beberapa sisi. Ditinjau dari
panjangnya, nove l p ada u mumnya terd iri dari 45.000 kata atau lebih.
Berdasarkan sifatnya, novel (cerita rekaan) b ersifat expa nd s, 'meluas' ya ng
menitikberatkan pad a co mplexity. Sebuah no vel tidak akan selesai dibaca
sekali dudu k, hal ini b erbeda dengan cerita pendek. Dalam novel (cerita
rekaan) ju ga dimungkinkan adanya penyajian panjang lebar tentang tempat
atau ruang (2000: 5-7)".
Bila dib andingkan dengan roman, no vel memiliki beberapa
perbed aan. Pengertian tentang keduanya sering dipertentangkan. Sebutan
roman dan no vel di Indo nesia diartikan berbeda (Jakob Su mardjo, 1984:
65). Roman diartikan sebagai cerita berbentuk p rosa yang panjang, b anyak
tokoh dan banyak penjelajahan tentang kehidupan yang meliputi waktu
sep anjang hidup to kohn ya. Kehidupan to ko hnya diceritakan sejak kecil
sampai kematiannya. Novel d iartikan sebagai cerita tentang sebagian
kehidupan to kohnya saja, seperti masa m enjelang perkawinannya setelah
mengalami masa percinfc ia n atau bagian kehidupan seorang tokoh
mengalami krisis dalam jiwanya.
Herman J. Walu yo (2002: 37) mengemukakan bahwa novel
mempu nyai ciri: (1) ada perubahan nasib d ari tokoh cerita; (2) ada
utama tidak sampai meninggal. Dan dalam novel tidak dituntu t kesatuan
gagasan, impresi, emosi, dan setting seperti dalam cerita pendek.
Berpijak dari berbagai p endapat di atas dap at disimpulkan bahwa
novel atau cerita rekaan adala h satu genre sastra yang d ib angu n oleh
unsur-unsur pembangun sebagai seb uah struktur yang secara fungsional
memiliki keterjalinan di antaranya; untuk membangun totalitas makna
dengan media bahasa sebagai penyamp ai/gaga san pengarang tentang hidup
dan selu k b elu k kehidup an manusia. Novel adala h salah satu bentuk d ari
seb uah kar ya sastra. Sebuah no vel biasanya menceritakan tentang
kehidupan manusia dalam b erinteraksi d engan lingkungan dan sesamanya.
Dalam seb uah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk
mengarahkan pemb aca kepad a gambaran-gambaran realita kehidupan
melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Menurut Muchtar Lu bis (d alam Henry Guntur Tarigan, 1985: 165)
cerita novel itu ada bermacam-macam, antara lain (1) novel a vontur, yaitu
bentuk novel yang dipusatkan pada seorang lakon atau tokoh utama, (2)
novel psikologi, merupakan no vel yang penuh d engan peristiwa-peristiwa
kejiwaan para to koh, (3) novel detektif, yaitu novel yang merup akan cerita
pembongkaran rekayasa kejahatan untuk menangkap pelakunya dengan
cara p enyelid ikan yang tepat dan cermat, (4) novel p olitik atau novel
sosial, yaitu bentuk cerita tentang kehidupan golongan dalam masyarakat
dengan segala permasalahannya, misalnya antara kaum masyarakat dan
yaitu novel yang menceritakan pelaku secara ko mp leksitas (menyeluruh)
dan se gala seluk beluknya. Novel kolektif tid ak mementingkan individu
masyarakat secara kolektif.
b. Struktur Novel
(1)Unsur Intrinsik
Novel merup akan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang
bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempu nyai
bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain
secara erat d an saling menggantu ngkan. Jika no vel dikatakan sebagai
su atu to talitas, u nsur, kata, bahasa, misalnya menjadi salah satu
bagian d ari totalitas itu, salah satu unsur pembangu n cerita itu, sala h
satu subsistem o rganisme itu. Kata inilah yang menyebabkan novel,
juga sastra p ada umumnya, menjadi berwujud (Burhan Nu rgiyantoro,
2010: 23).
Herman J. Walu yo dan Nu graheni Eko Wardani (2008 : 10)
membagi unsur-unsur intrinsik prosa fiksi terdiri dari: tema cerita, plot
atau kerangka cerita, penokohan dan p erwatakan, setting atau tempat
cerita atau latar, sudut pengarang atau poin t of view, latar b elakang
atau ba ck ground, dialog atau percakap an, gaya b ahasa atau gaya
cerita, waktu cerita dan waktu penceritaan, serta amanat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diuraikan unsur intrinsik
(a)Tema
Tema ad alah gagasan poko k d alam cerita fiksi. Suminto A.
Sayuti (2000 : 97) menyatakan bahwa tema adalah makna cerita,
gagasan sentral, atau dasar cerita. Pend apat yang hampir sama
diu ngkap kan oleh Panuti Sud jiman (1988: 51) yang men yatakan
bahwa tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra.
Brooks (dalam Henry Guntur Tarigan, 1985: 125)
menyatakan sebu ah definisi tentang tema. M enurutnya, tema
ad alah pandangan hid up tertentu atau p erasaan tertentu mengenai
kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yeng membentuk dan
membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.
Secara lebih khusus d alam prosa fiksi. Aminuddin (2004: 91)
menambahkan bahwa tema adalah ide yang mendasari su atu cerita
sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam
memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema pada intinya
merupakan dasar cerita, dasar tersebu t bisa b erupa pandangan
tertentu seorang penulis terhadap kehidupan atau nilai-nilai dalam
kehidupan.
Berpijak d ari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpu lkan
bahwa u ntuk menemukan tema dalam seb uah karya fiksi haru s
dapat menyimpulkan isi seluruh cerita, tidak hanya mengetahui
sep oto ng-poto ng bagian tertentu dari cerita. Eksistensi atau
inilah yang menyebabkan kemungkinan kecil terjadinya p elu kisan
la ngsung. Hal ini menyebabkan su litn ya menafsirkan tema.
Ada beberapa hal yang harus dip erhatikan seorang pembaca
dalam melakukan analisis tentang tema. Aminuddin (2004 : 91)
menyebutkan bahwa tema merupakan kaitan hu bu ngan antara
makna dengan tu juan pemaparan prosa fiksi oleh pengarang.
Sehubu ngan d engan pendapat tersebut, ia me nyatakan p embaca
terleb ih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang
membangun cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya,
serta mampu menghubungkannya dengan tuju an penciptaan
pengarangnya. Tiga hal terseb ut yang harus d ilakukan seorang
pembaca dalam memahami tema sebu ah karya sastra khu susnya
prosa fiksi.
(b)Alur atau Plot
Alur merupakan unsu r fiksi yang penting, bahkan b anyak
orang yang berpendapat sebagai hal ya ng terpenting diantara unsur
fiksi yang lain. Kejelasan alu r, berkaitan erat dengan kejelasa n
yang b erkaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier, yang
akan mempermudah p emahaman pembaca terhadap cerita yang
dibacanya (Bu rhan Nu rgiyanto ro, 2010: 110 ).
Menurut Brooks (dalam Henry Guntu r Tarigan, 1985: 126)
alur adalah struktur gerak yang terd ap at dalam fiksi atau drama.
cerita yang dib entu k oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga
menja lin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
cerita. Secara lebih singkat, Jakob Su mardjo (2005: 15)
menyatakan “plot ialah yang menggerakkan kejadian cerita”. Dari
beb erapa pendapat tersebu t dap at disimpulkan b ahwa plo t atau alur
adalah sebuah struktur yang dibentuk dari sejumlah peristiwa dan
berfu ngsi menggerakkan peristiwa yang dihadirkan oleh p elaku,
sehingga menjad i jalinan penggerak d alam sebuah cerita fiksi.
Terdapat beberapa versi dalam p enggamb aran alur. Henr y
Guntur Tarigan (1985: 126) menggambarkan alur b ergerak dari
suatu p ermu laan (beginning) melalui su atu pertengahan (middle)
menuju suatu akhir (en ding), yang dalam dunia sastra dikenal
dengan eksposisi, komplikasi, d an resolusi (denoument). Pendap at
senada, namu n dengan versi berbed a dinyatakan Loban (dalam
Aminu dd in, 2004: 84) yang menggambarka n gerak tahapan alur
la yaknya gelombang. Tahap tersebut antara lain: (1) eksposisi, (2)
komplikasi, (3 ) klimaks, (4) revelasi atau penyingkapan tabir suatu
problema, dan (5 ) denouement atau penyelesaian.
Lebih lanju t, Adelstein & Pival (dalam Herman J. Waluyo,
2011: 12) menjelaskan b ahwa pada prinsipnya alur cerita terdiri
dari tiga bagian, yaitu: (1) alur awal, terdiri dari pap aran
(eksposition), rangsangan (inciting moment), dan penggawata n
peru mitan (co mplica tion), dan klimaks atau puncak penggawatan
(clima x); (3) alur akhir, terdiri dari perleraian (fa lling a ction), dan
penyelesaian (denoument). Alur cerita tersebut dapat d igambarkan
sebagai b eriku t:
Clima x
Co mplica tion
Conflict fa lling
Rising a ction fa lling a ction
In citing moment
Exposition denouement
Gambar 1: Plot Prosa Fiksi
(Adelstein & Pival dalam Herman J. Waluyo, 2011: 12)
Exsposition atau eksp osisi ad alah paparan awal cerita.
Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik,
dan tokoh-to koh cerita. Inciting moment adalah peristiwa mulai
terjad inya problem-problem yang ditampilkan pengarang kemu dian
ad alah peningkatan ad anya permasalahan yang dap at
meningkatkan konflik. Co mplica tion adalah konflik yang terjadi
semakin genting. Permasalahan seb agai sumber konflik sudah
saling berhadapan. Clima x adalah puncak dari terjadinya konflik
cerita yang berasal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi
seb elumnya. F a lling a ction adalah peredaan konflik c erita.
D enou ement adalah penyelesaian yang dip aparkan oleh pengarang
dalam mengakiri penyelesaian ko nflik yang terjad i.
(c) Tokoh dan Penokohan
(1)Tokoh
Tokoh adalah para p elaku yang terdapat dalam sebuah
cerita, no vel atau cerita fiksi. Burhan Nu rgiyantoro (2010: 65)
menggunakan istilah toko h untuk menunju k pada orangnya,
pelaku cerita, sed angkan watak, p erwatakan, dan karakter
menunjuk sfat d an sikap para tokoh yang d itafsirkan para
pembaca.
Bedasarkan peran d alam sebuah cerita tokoh dap at
terbagi menjadi dua, yaitu protagonist d an antagonis (Herman
J. Walu yo dan Nugraheni Eko Wardani, 2 008: 28). To koh
protagonis ad alah tokoh yang mend ukung jalannya cerita ya ng
mendatangkan rasa simpati atau baik. Tokoh antagonis
merupakan kebalikan dari tokoh pantago nis yang menentang
(2)Penokohan
Penokohan dalam cerita rekaan tid ak dap at d ilepaskan
hubungannya dengan tokoh. Istilah to koh menu njukan pad a
pelaku dalam cerita, sed angkan p enokohan menunjukan pada
sifat, wata k atau karakter yang melengkapi dari tokoh tersebut.
Penokohan adalah pelukisan gamb aran yang jelas tentang
seseo rang yang ditampilka n dalam sebuah cerita (Burhan
Nurgiyantoro, 2010: 165).
Ada beberap a cara pengarang untuk menggambarkan
watak tokoh-toko hnya. Menurut Herman J. Walu yo dan
Nugraheni Eko Wardani (2008: 32) cara p enggambaran watak
toko h antara lain: (1 ) penggamb aran secara langsu ng, (2) secara
la ngsung dengan diperindah, (3) melalu i pernyataan ole h
toko hnya sendiri, (4) melalui dramatisasi, (5 ) mela lu i pelu kisan
terhadap kead aan sekitar pelaku, (6) melalui analisis psikis
pelaku, dan (7) melalui dialog pelaku-pelakunya.
Lebih lanjut, Aminuddin (2004: 80) cara penggambaran
watak tokoh antara lain: (1) tuturan pengarang terhadap
karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan
pengarang lewat gambaran lingku ngan kehidupann ya, maupun
caranya berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana perilaku nya,
(4) melihat b agaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya
bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat
bagaimana to koh lain berbincang d engann ya, (8 ) melihat
bagaimana tokoh-tokoh lain itu memberikan reaksi
terhadapnya, dan (9 ) melihat bagaimana tokoh itu dalam
mereaksi tokoh lainnya.
(d)Latar atau Setting
Menurut Herman J. Waluyo dan Nugraheni Eko Wardani
(2011: 23) pengertian seting adalah tempat kejadian cerita. Tempat
kejad ian cerita dap at berkaitan dengan aspek fisik, aspek
sosiologis, dan aspek psikis. Namu n seting dapat dikaitkan denga n
tempat dan waktu. Senad a dengan pendapat tersebut, latar atau
setting, menu rut Aminuddin (2004: 68) terbagi menjadi dua jenis,
yakni latar fisik dan latar psikologis. Latar fisik berhubungan
dengan tempat, waktu dalam lingkungan tertentu . Sedangkan latar
psiko logis ad alah lingkungan atau benda-benda dalam lingkunga n
tetentu yang mampu mengajak emo si p embaca. Setting fisikal
han ya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan setting
psiko logis dapat berupa suasana maupun sikap, jalan pikiran suatu
lingkungan masyarakat tertentu.
Sedangkan Burhan Nurgiyantoro (2010: 216) menyatakan
bahwa latar adalah segala keterangan petunjuk, pengacauan yang
berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjad inya peristiwa
disimpulkan bahwa latar merupakan su atu tempat terjadinya
peristiwa yang berkaitan dengan waktu , ru ang, dan suasana dalam
cerita.
Latar dalam cerita berfu ngsi sebagai pendukung cerita.
Wahyud i Siswanto (2008: 151) menyebutkan fungsi latar yang
berguna untuk mengembangkan cerita, penjelas temp at, waktu dan
suasana, sebagai simbol atau lambang peristiwa, menggambarkan
watak tokoh, suasana cerita atau atmosfer, alur, d an tema cerita.
Latar secara oto matis akan mengikuti perub ahan peristiwa yang
membentuk sebuah alu r. Latar ju ga seringkali dideskripsika n
sebagai bagian eksposisi d alam sebuah cerita fiksi. Latar secara
otomatis akan mendukung p enceritaan seorang tokoh dalam
sebuah fiksi. Misalnya ketika akan menceritakan tokoh petani
yang rajin, pengarang akan memilih latar yang sesuai, misa lnya di
sebuah sawah, pada pagi hari, dan sebagain ya. Oleh sebab itu,
peran latar baik latar tempat, latar waktu, maupun latar suasana
sangat menentukan keindahan dalam cerita fiksi.
(e) Sudut Pandang Pengarang (Point of View)
Sudu t pandang merup akan salah satu unsur fiksi yang
penting, dan menentukan. Sudut p andang mempunyai hubunga n
psiko logis dengan pembaca. P emb aca membutuhkan persepsi
pemahaman sebuah no vel dapat dipengaruhi o leh kejelasan dari
sudut pandang.
Ship ley sep erti yang diku tip Herman J. W alu yo dan
Nugraheni Eko Wardani (2008: 38) menyebu tkan ad anya 2 jenis
poin t of view, yaitu inter na l po int of view dan externa l point of
view. Internal point of view terdiri dari dua macam, yaitu: (1)
toko h yang bercerita; (2) pencerita menjad i salah seo rang pelaku;
(3) sudut pand ang akuan; (4) pencerita seb agai tokoh sampinga n
dan bukan tokoh hero. Sementara untuk gaya ekternal point of
view ada dua jenis, yaitu; (1) gaya diaan; d an (2) penampila n
gagasan dari to koh-tokohnya.
Henry Guntur Tarigan (1985: 139) menyatakan bahwa
sudut pandang dinamakan juga pusat narasi. Ia membagi pusat
narasi menjadi empat, yakni (1) tokoh utama dapat menceritaka n
ceritanya sendiri, dalam hal ini pusat tokoh identik dengan pusat
narasi, (2 ) cerita disampaikan oleh peninjau yang merupakan
partisipan dalam cerita itu, (3) observer au thor dimana p engarang
cerita b ertind ak seb aga i peninjau saja, dan (4) cerita dapat
dituturkan o leh pengarang orang ketiga atau omniscient a uthor.
Sela njutnya, Aminuddin (2004 : 90) menyatakan bahwa sudut
pandang adalah cara pengarang menampilkan p ara pelaku dalam
omniscien t, (2) na rra tor obser ver, (3) na rra tor observer
omniscien t, dan (4) na rra tor th e third person omniscient.
Dengan demikian d apat disimpulkan b ahwa sudut pandang
pengarang adalah cara pandang pengarang untuk dapat
menjelaskan dalam menyampaikan sebu ah cerita agar dap at
dip ahami pembaca.
(f) Gaya Bahasa atau Gaya Penceritaan
Gaya penceritaan, atau style menurut Aminuddin (2004: 22)
ad alah cara seorang pengarang menyampaikan gagasann ya dengan
menggunakan med ia bahasa. Dalam wacana sastra pengarang akan
menggunakan kata yang bermakna pad at, reflektif, asosiatif, dan
bersifat ko notatif. Oleh karena itulah, masalah gaya berka itan
dengan masalah gaya dalam bahasa itu send iri. W ah yudi Siswanto
(2008 : 162) menyebutkan gaya penceritaan mencaku p teknk
penulisan dan teknik penceritaan. Teknik penu lisan adalah teknik
yang d igu nakan pengarang dalam menulis karya sastranya. Teknik
penceritaan adalah cara yang digunakan pengarang untuk
menyajikan karya sastranya seperti teknik pemandangan, teknik
ad egan, teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.
Menurut Aminuddin (2004: 23), gaya memiliki u
nsur-unsur, yaitu (1) pilihan kata dari setiap pengarang, (2) penataan
kata dan kalimatnya, dan (3) nu ansa makna serta suasana
berkaitan langsung dengan ekspresi. Ga ya menjad i alat seorang
pengarang dalam menyampaikan gagasannya. S ehingga meskipu n
pada tema yang sama, seorang pengarang akan memiliki ga ya yang
berbeda dalam menceritakannya.
(2) Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah u nsur-unsur yang berada di lu ar karya
sastra, tetapi secara tidak langsung memengaru hi bangunan atau sistem
organisme kar ya sastra. Unsur ekstrinsik berperan sebagai u nsur yang
memengaruhi bangunan sebu ah cerita. Unsu r ekstrinsik novel adalah
unsur pembentuk cerita yang berasal dari luar karya sastra, sep erti karya
sastra dengan lingkungan, karya sastra dengan pembaca, karya sastra
dengan p engarang dan karya sastra d engan penerb itn ya. Selain itu,
unsur ekstrinsik juga lebih banyak berko nsentrasi p ada peristiwa dan
sudut pandang penceritaan.
M enuru t Bu rhan Nu rgiyantoro (2007: 24), unsur ekstrinsik
novel adalah unsur yang berad a di lu ar karya sastra, tetap i secara tidak
langsung mempengaruhi bangunan sistem organisme kar ya sastra.
Sementara itu Wellek d an Austin Warren (dalam Burhan Nu rgiyanto ro,
2007: 24) menjelaskan b ahwa unsur yang dimaksud antara lain adalah
pandangan hidup yang semuanya itu akan berpengaruh pada karya
sastra yang ditulisnya.
Unsur sosiolo gi, b iografi pengarang, keadaan masyarakat
pengarang, lingkungan ekonomi, sosial dan budaya pengarang dapat
menentukan ciri karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur
ekstrinsik lain misalnya p andangan hidup su atu bangsa. Jadi dapat
ditarik ke simp ulan bahwa unsu r ekstrinsik sangat berpengaruh besar
terhadap wujud dan roh cerita yang dihasilkan karena melibatkan
sudu t pand ang p engarang yang memiliki perbedaan lingkungan
ekonomi, sosial dan budaya.
2. Hakikat Pendekatan Antropologi Sastra
a. Pengertian Antropologi
Berbincang mengenai antropologi maka kit tidak dapat dilepaska n
dari fase-fase perkembangannya. Dalam buku P enga nta r Ilmu
Antropo logi, Koentjaraningrat membaginya menjadi empat fase
perkembangan (2002:1-6). F a se perta ma di mulai sebelu m abad ke-18,
sekitar akhir ab ad ke-15 d an permulaan abad ke-16. Pad a fase ini
terkumpul berbagai bahan pengetahuan berupa buku-buku mengenai kisa h
perjalana n, laporan dan seb againya, buah tangan musafir, pelaut, pendeta
penyiar agama Nasrani, p enerjemah Kitab Injil, dan pegawai pemerinta h
timbu lnya karangan-karangan yang menyusun bahan etnografi
berdasarkan c ara b erpikir evolu si masyarakat. F a se ketig a terhitung pada
permulaan abad ke-20. Pada fase ini antropologi telah menjadi ilmu praktis
dengan tujuan ‘memp elajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku
bangsa di luar Erop a gu na kep entingan pemerintah kolonial d an mend apat
pengertian tentang mas yarakat masa kini yang komp leksitas’. Fase yang
terakhir muncul sekitar tahu n 1 930, yang ditandai d engan perluasan objek
kajian dari antropolo gi yaitu masyarakat pedesaan pada umumnya.
Sementara itu , dalam ilmu antropologi terdap at perbed
aan-perbedaan mengenai istilah yang d igunakan (Koentjaraningrat, 2002:
10-12). Di Eropa Barat digunakan istilah Ethnograp y berarti ‘pelukisan
tentang b angsa-bangsa’. Ethnology yang berarti ‘ilmu bangsa-bangsa’,
termasuk istila h yang telah lama dipakai sejak permulaan antropologi. Di
Eropa Tengah digu nakan istilah Volkerku nd e berarti ‘ilmu bangsa-bangsa’.
Istilah Kulturkunde berarti ‘ilmu kebudayaan’, pernah d ipakai oleh L.
Frobeniu s dan G. J. Held. Anthropolog y berarti ‘ilmu tentang manusia’,
merupakan istilah yang sangat tu a. Cultura l a nthr opology mengacu pad a
bagian ilmu antropologi d alam arti luas yang tid ak mempelajari manusia
dari segi fisiknya, lawan dari physica l an th ropology. Di Inggris familiar
dengan istilah socia l a nth ropology, untuk menyebut antropologi dalam
fase ketiganya.
Dari berbagai uraian tersebu t dap at ditarik kesimpulan bahwa
produ ksi, tradisi-tradisi d an nilai-nilai yang membuat pergau lan hidup
yang satu b erbeda d engan pergaulan hidup lainnya. Oleh karenanya,
antropologi dap at dimaknai sebagai ilmu pengetauhan yang mengkaji
manusia sebagai b agian dari masyarakat.
b. Pengertian Antropologi Sastra
Kedudukan karya sastra sebagai hasil budaya manusia belum
secara kokoh ditempatkan d alam kajian yang disebut antropolo gi sastra.
Pandangan mengenai kemungkinan adanya keterkaitan antara karya sastra
dan p end ekatan antropologi din yatatan o leh Iser (dalam Matthews, 2010:
366) sebagai berikut.
Iser writes: “ Litera ture is not self-sufficient, so it could
ha rdly bea r its own o rigin within itself. Wha t it is, is the
result of its function” In suggesting this or igina r y
perspective, he a nticipa tes a turn to the function of litera ture
a s a pa rt of wha t would become a n increa sing ly ela bor ated
a nth ropologica l a pproa ch. Simu lta neously war ning a ga inst
discovering a nthropologica l con stants in human na tur e.”
Dalam pandangannya tersebut Iser menyata kan bahwa karya sastra
tdak berdiri sendiri (not self-sufficient) sehingga karya sastra tidak mampu
menelusuri asalnya tanp a perannya sendiri. Hal itu adalah hasil dari fungsi
seb uah karya sastra. Iser juga mengantisipasi adanya kemu ngkinan bahwa
pada gilirannya fungsi kar ya sastra sebagai bagian dari sesu atu yang
memberikan peringatan terhadap penemuan antropolo gi yang konstan
dalam sifat alam iah manusia selama ini.
Pengkajian karya sastra dari sudut antropolo gi sastra merupakan
hal yang baru dalam penelitian kar ya sastra. Pendekatan antropologi
terhadap sebuah karya sastra sebenarn ya sudah pernah d ilaku kan, sep erti
yang dilakukan ole h Claude Levi-Strauss (1963: 206). Toko h ini p ada
awaln ya banyak m embaca buku -buku filsafat. Ia tertarik pada ilmu
Antropologi setelah membaca buku P rimitive Society karya Robert Lo wie
(Ahimsa Putra, 1997 : xii). Ia melakukan p enelitian secara struktu ral
terhadap mitos dengan teo ri oposisi b inernya. Sebenarnya, hal yang sama
bisa ju ga d iterapkan pada karya-karya sastra moderen, seperti: prosa, puisi,
atau d rama. Akan tetapi, khusus penelitian tentang antro po logi sastra
adalah suatu penelitian yang b elum banyak berkemb ang, khususnya di
Ind onesia.
Nyo man Kutha Ratna (2011: 35) mengungkapkan bahwa Isu
mengenai antropologi sastra pertama kali muncul dalam kongres ’F olklo re
a nd Litera ry Anthropolog y’ (Po yatos, 1988 : xi-xv) yang berlangsung d i
Calcutta (1978 ), diprakarsai oleh Universitas Kahyani dan Mu seum India.
Meskipun demikian P oyatos mengaku i bahwa sebagai istilah antropologi
sastra p ertama kali dikemukakan dalam tu lisannya yang ya ng dimuat
Senad a dengan Nyoman Kutha Ratna terseb ut, M enicucci (2010 :
12) menyata kan:
In his introduction to the volume Litera ry Anthropolog y
(P oya tos, 1988: xi-xxiii), F ernando P oya tos provides a nea t
outline of wha t methodologica l stra tegies a nd
epistemologica l intentions a re to b e a pplied to litera tu re so
a s to extra ct a nthropolog ica l mean ing from it. (Men icucci,
2010: 12).
Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa d alam tu lisannya, Po yatos
(1988) telah memperkenalkan strategi-strategi metodologis serta
ep istemo lo gis yang dapat diterap kan dalam mengikhtisarkan makna
antropologis dari karya sastra.
Secara definitif, antro po logi sastra diartikan seb agai stud i mengenai
karya sastra dengan relevansi manusia (a nthr opos). Dengan melihat
pembagian antropolo gi menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan
antropologi kultural, maka antropologi sastra d ibicarakan d alam kaitannya
dengan antropolo gi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan manu sia,
sep erti bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat-istiad at, dan karya seni,
khusu sn ya karya sastra (Nyoman Kutha Ratna, 2009: 351). Berkaita n
dengan tiga macam bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia,
yaitu kompleksitas ide, ko mpleksitas aktivitas, dan komp leksitas bend
a-benda, maka antropolo gi sastra memusatka n perhatian pad a kompleksitas
Pengkajian karya sastra dengan p endekatan antropologi sangat
memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini mengingat seb uah karya sastra
tid ak hanya mengand ung unsur yang bersifat naratif dengan segala
pirantinya, tetapi juga mengand ung hal-hal yang bersifat sosio logis, psikis,
histo ris, mau pun antropologis. Hipotesis ini d iperkuat oleh argumentasi
bahwa karya sastra sifatnya terbuka. Artinya, seorang pengarang memiliki
kebeb asan yang lu as untu k mengekspresikan segala aspek kehid up annya
atau kehidupan masyarakat d i sekitarnya melalui media bahasa.
Sebuah karya sastra bisa d ib ahas atau diteliti melalui berbagai
pendekatan yang berkaitan dengan segala hal yang menyangkut kehidupan
manusia atau masyarakat. Sosiologi sastra, psikologi sastra, dan
antropologi sastra, seb agai ilmu sosial humaniora jelas
mempermasalahkan manusia. Perb ed aanya, so siologi sastra
mempermasalahkan masyarakat, psikologi sastra pada aspek-aspek
kejiwaan, sedangkan antropologi sastra pada kebudayaan (Nyoman Kutha
Ratna, 2009:353).
Lahirnya pendekatan antropolo gi sastra did asarkan atas kenyataa n
bahwa: (a) baik sastra maupun antropologi menganggap bahasa sebagai
objek yang penting; (b) baik sastra maupu n antropologi
mempermasalahkan relevansi manusia dengan budaya, dan (c) baik
antropologi maupun sastra sama-sama mempermasalahkan trad isi lisan
atau sastra lisan, seperti: mitos, dongeng, dan legenda me njad i o bjek
merupakan hasil budaya dan berkembang d alam suatu masyarakat, bisa
diteliti melalui pendekatan sastra maupun pendekatan antropolo gis. Jadi
titik temu antara antropolo gi d an sastra adalah pada b ahasa seb agai
objeknya.
Sejala n dengan pendap at di atas, Suwardi Endraswara (2006:107)
menyatakan bahwa p enelitian antropo logi sastra dapat menitikberatka n
pada dua hal. Pertama, meneliti tulisan-tulisan etnografi yang berb au sastra
untuk melihat estetikanya. Kedu a, meneliti karya sastra d ari sisi pandang
etnografi, yaitu untuk melihat aspek-aspek budaya masyarakat. Jad i, selain
meneliti aspek sastra dari tu lisan etnografi, fo kus antropologi sastra adalah
mengkaji asp ek budaya mas yarakat d alam teks sastra.
Antropologi dibedakan menjadi antropologi fisik dan antropologi
kebuda yaan, ya ng sekarang menjadi stud i kultu ral. Dalam kaitannya
dengan sastra, antropolo gi keb ud ayaan d ibedakan menjad i dua bidang,
yaitu antropologi dengan objek verbal d an nonverbal. Pedekata n
antropologi sastra lebih banyak berkaitan dengan objek verbal (N yoman
Kutha Ratna, 2009: 63).
Lebih lanjut, Nyoman Kutha Ratna menu turkan bahwa
pokok-pokok bahasan yang ditawarkan dalam pendekatan antropologis ad ala h
bahasa sebagaimana dimanfaatkan dalam karya sastra, sebagai struktur
naratif, yaitu:
2) Penelitian aspek naratif sejak epic yang paling awal hingga novel yang
paling mod ern.
3) Bentuk-bentuk arkhais dalam kar ya sastra, baik d alam konteks karya
ind ividual maupun generasi.
4) Bentuk-bentuk mitos dan system religi dalam karya sastra.
5) Pengaru h mitos, sistem religi, dan citra primo rdial yang lain dalam
kebudayaan popular.
Sebagai sebuah kajian interd isipliner yang relatif baru, dalam
antropologi sastra muncul Istilah antropologi sastra berdekatan d engan
istilah liter a ry a nthr opolog y. Istilah ini dimunculkan o leh Iser (dalam
Sumara, 2002: 239), seb agaimana d alam kutipan berikut.
“ Iser (1989, 1993) ha s na med inter pretive pra ctices
a ssocia ted with reader/text rela tions a “ litera ry
a nthropology.” With this ph ra se h e suggests tha t wh ile the
rea der will a lwa ys ha ve an inter preta tion of the text she or he
is rea ding, the in terp reta tion itselfpa rticipa tes in th e on going
development of the rea der ’s self identity.”
Dalam ku tipan tersebut Iser menamai kajia n yang menekankan
penafsiran karya sastra yang berhubungan d engan teks d an pembaca
seb agai “litera ry a nthr opology”. P ada penjelasan lebih lanjut, ia
menekankan bahwa ketika pembaca memiliki penafsiran terhadap karya
sastra yang dibaca, p enafsiran terseb ut memiliki peran d alam proses
a lwa ys ha ve a n interpreta tion o f th e text she or he is r ea ding, th e
interp reta tion itself par ticipa tes in the ongoing development of th e
rea der ’s self id en tity).
Pemahaman terhadap p emb aca yang menafsirkan karya sastra
tentunya, tidak terlepas dari pemahaman atas perannya seb agai individu
yang berkontribusi dalam masyarakat kebudayaan, dalam hal ini ia juga
akan memb entuk dimensi-dimensi antropolo gi. Identifikasi peran pribadi
pembaca ketika ia membaca dan menafsirka n karya sastra, sebagaimana
dikata kan Iser terseb ut, tentunya perlu dilakukan d engan menggu nakan
instrumen yang menggabungkan antara dua disiplin ilmu, yakni kajian
sastra dan kajian antropologi. Dengan kata lain, istilah antropolo gi sastra
lebih mengacu pada kajian d engan menekankan pada analisis karya sastra
dengan menggu nakan instrumen antropologi, yang nantin ya akan
menghasilkan sebu ah p emahaman terhadap kaitan antara karya sastra
dengan kebudayaan.
Secara lebih spesifik kajian antropologi sastra akan m enghasilkan
perpaduan du a bidang ilmu yakni sastra d an antropolo gi. P emahaman
utama dalam kajia n antropologi sastra adalah bahwa karya sastra b erad a
dalam konteks, bukan hanya vakum dan b ersifat seb agai data oto nom
(Nyo man Ku tha Ratna, 2 011: 33). Poyatos (dalam Nyo man Ku tha Ratna,
2007: 33) menyatakan bahwa antropologi sastra juga berarti analisis sastra
antarbudaya, kebudayaan yang berbeda-bed a akan menghasilkan sastra
mengungkapkan aspek-aspek kebudayaan, khususnya keb ud ayaan tertentu
dalam masyarakat tertentu. Oleh karena itu, kajian antropologi sastra
dibatasi sebagai sebuah kajiian yang menganalisis karya sastra sebagai
produ k budaya, yang ditelaah dengan su dut pandang antropo logis.
Kedudukan kajian antro pologi sastra dirumuskan oleh Nyo man
Kutha Ratna, (2011: 68) yakni, “Pertama antropologi sastra berfungsi
untuk melengkapi analisis ekstrinsik di samping sosio logi sastra dan
psikologi sastra. Kedu a, antropologi sastra berfungsi untu k mengantisip asi
kecenderungan-kecenderungan baru hasil-hasil kar ya sastra yang di
dalamnya ban yak dikemukakan kearifan lokal....”. Dari paparan tersebut
diketa hui bahwa antropologi sastra berpu sat p ada tataran kajian u nsu r
ekstrinsik dan mengako modasi adanya kearifan lokal yang terkandung
dalam karya sastra.
Analisis antropolo gis dalam sastra adalah upaya untuk mencoba
memberikan id entitas terhadap karya sastra tersebut, d engan
menganggap nya mengandu ng aspek tertentu , dalam hubungannya d engan
ciri-ciri kebudayaan (Nyoman Kutha Ratna, 2011:39). Sebagai sebuah
analisis antropologi dan sastra memiliki perbedaan mendasar. Antropologi
seb agai disiplin ilmiah dan karya sastra adalah hasil kreativitas dan
imajinatif. Oleh karena itu, keduanya perlu memadukan aspek-aspek yang
Sep erti telah d iketahu i, bahwa pend ekatan antropologi sastra
dalam penelitian sastra adalah suatu hal yang baru. Oleh karena itu, masih
sed ikit sekali ditemui teori-teori tentang antro po logi sastra tersebut. Hal ini
mungkin disebabkan oleh dominasi pendekatan sosiologi sastra karena
menganggap bahwa hal-hal ya ng bersifat antropologis dalam sebu ah karya
sastra merup akan wilayah kajian sosiologi sastra.
Antropologi sastra adalah ilmu pengetahuan mengenai manu sia
dalam masyarakat (N yoman Kutha Ratna, 2009: 63). Manusia dalam
konteks ini tentu saja manusia sebagai individu yang memb entu k suatu
kebudayaan, bukan manusia sebagai mahluk so sial dalam masyarakat yang
nantinya melahirkan p endekatan sosisolo gi sastra. Antropo lo gi sastra
memberi perhatian p ada manusia seb agai agen kultural, sistem
kekerabatan, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainn ya. Artinya,
antropologi sastra menganalisis seb uah karya sastra d engan
memperhatikan teo ri dan data-data yang bersifat antropologis yang ada di
dalamnya (Nyo man Kutha Ratna, 2009: 353 -357). Dalam konteks yang
lebih opersional, dap at disimp ulkan bahwa penelitian antropolo gi sastra
terhadap sebuah karya sastra adalah berusaha melihat perjalanan atau sikap
individu tokoh cerita yang mewarnai dan p engungkap budaya masyara kat
c. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Antropologi Sastra
terhadap Novel Ca Bau Kan
Kajian antropologi dimanfaatkan untu k mengungkap nilai-nilai
budaya dalam Ca Bau Ka n yang terbagi dalam wu jud-wujud budaya.
Menurut Ko entjaraningrat (2002: 186-187) kebudayaan terb agi dalam tiga
wujud, yakni (1) kompleksitas id e, gagasan, nilai, no rma, d an peraturan;
(2) komp leksitas aktivitas serta tindaka n berpola dari manu sia dalam
masyarakat; dan (3) wu jud fisik atau benda karya manusia.
Wu jud pertama atau kompleksitas ide merupakan wujud
kebudayaan yang bersifat abstrak. Lokasinya berada dalam alam pikiran
warga masyarakat yang memiliki kebudayaaan tersebut (Koentjaraningrat,
2002: 187). Ide-ide d an gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup
dalam masyarakat dan memb eri jiwa kepada masyarakat itu.
Gagasan-gagasan tersebu t selalu b erkaitan menjad i satu sistem. Para ahli
antropologi dan sosio logi menyebut sistem terseb ut seb agai sistem b ud aya
atau cultura l sistem. Wu jud ideal budaya ini dalam bahasa Indonesia juga
dikenal sebagai a da t, atau a da t-istiada t untuk bentuk jamaknya.
Terkait wujud ideal dari kebudayaan ini, C. Kluckhohn dan F.
Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat, 2002 :191) mengungkapkan bahwa
tiap sistem nilai budaya dalam tiap keb udayaan itu mengenai lima m asalah
dasar dalam kehidupan manusia. Atas d asar konsepsi tersebut, ia
menyatakan bahwa tiap sistem nilai b udaya dalam tiap kebudayaan itu
dasar tersebut adalah 1) masalah mengenai hakika t dari hidup manusia, 2)
masalah mengenai hakikat dari karya manusia, 3) masalah mengenai
hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu, 4) masalah mengenai
hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan 5) masalah
mengenai hakikat dari hubu ngan manusia dengan sesamannya.
Berdasarkan teori tersebut, kajian terhadap kompleksitas ide dalam novel
Ca Ba u Ka n selanjutnya akan diarahkan pada lima masalah dasar tersebut.
Wu jud kedua dari kebudayaan atau disebu t sistem sosial terkait
dengan tindakan berpola dari manusia itu sendiri (Koentjaraningrat, 2002:
187). Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
berinteraksi, b erhubu ngan, serta bergaul satu sa ma lain d ari waktu ke
waktu , selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan ad at tata
kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manu sia dalam su atu masyarakat,
sistem so sial itu bersifat konkret, terjad i di sekeliling kita sehari-hari, b isa
diobservasi, difoto, dan dido kumentasi.
Kajian tentang kompleksitas aktivitas ini selanjutnya diperdalam
dengan memfokuskan kajian pad a “pranata” yang menjadi pola aktivitas
manusia. Menuru t Koentjara ningrat (2002: 163), pranata adalah suatu
sistem norma khusu s yang menata suatu rangkaian tindakan berpo la
mantap guna memenuhi suatu keperlu an khu sus dari manusia dalam
kehidupan masyarakat. Istilah pranata, yang d alam bahasa Inggris disebut
institution, dikenal sebagai sistem -sistem yang menjadi wahana yang
Penggunaan istilah pranata ini b ertujuan untuk membedakan tindakan
interaksi antarind ividu dalam rangka kehidupan masyarakat menurut
pola-pola resmi maupun tid ak resmi.
Para ahli sosiolo gi telah menggolongkan pranata berd asarkan
fungsi dari pranata-pranata u ntuk memenuhi keperluan hidup manusia
seb agai warga masyarakat (Koentjaraningrat, 2002: 166). Pranata-pranata
tersebut ad alah (1) pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan
kehidupan kekerab atan, yaitu yang sering disebut kinship atau domestic
institution s, (2) pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan
manusia untuk mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun,
menyimpan, mendistribusi hasil p roduksi dan harta adalah economic
institution s, (3) pranata yang berfungsi memenuhi keperluan p enerangan
dan pend idikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna
adalah educa tiona l institutions, (4) pranata yang b erfungsi memenuhi
keperluan ilmiah manusia, me nyelami alam semesta sekelilingnya, adalah
scientific institu tions, (5) pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
manusia untuk menghayatkan rasa keind ahannya dan rekreasi adalah
a esthetic a nd recrea tiona l institutions,(6) pranata yang berfungsi
memenuhi keperlu an manusia untuk berhu bu ngan dengan dan b erb akti
kepad a Tuhan atau dengan alam gaib, adalah religiou s institutions,(7)
pranata yang b erfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan
mengelola keimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat ad ala h