• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammad Sholehuddin S841108017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Muhammad Sholehuddin S841108017"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN

NOVEL

CA BAU KAN

KARYA REMY SYLADO

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh

Muhammad Sholehuddin

S841108017

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN

NOVEL

CA BAU KAN

KARYA REMY SYLADO

TESIS

Oleh

Muhammad Sholehuddin

S841108017

Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing

Pembimbing I Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. --- NIP 196204071987031003

Pembimbing II Prof. Dr. Herman J. Walu yo, M .Pd. --- NIP 194403151978041001

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal ...2013

Ketua Pro gram Studi Pendid ikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 196204071987031003

Januari 2013

(3)

KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN

NOVEL

CA BAU KAN

KARYA REMY SYLADO

TESIS

Direktu r Program Pascasarjana UNS Pendid ikan Bahasa Indonesia

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul : “KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI

PENDIDIKAN NOVEL CA BAU KAN KARYA REMY SYLADO ini

adalah kar ya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat

karya ilmia h yang pernah diajukan o rang lain untuk memperoleh gelar

akad emik serta tidak terdapat kar ya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan orang lain kecuali secara tertu lis digunakan sebagai acuan dalam

naskah ini dan d isebutkan dalam sumber acuan serta daftar pu staka. Apab ila di

kemudian hari terbukti terdap at plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perund ang-und angan

(P ermendiknas No 17, tahun 2010)

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah

lain harus seizin dan menyertakan tim pemb imbing sebagai a uthor dan PPs

UNS seb agai institusin ya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu

semester (enam b ulan sejak pengesahan Tesis ini, maka Prodi Pendidika n

Bahasa Indonesia PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah

yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apab ila

sa ya melakukan pelanggaran dari ketentu an pub likasi ini, maka saya bersed ia

mendapatkan sanksi akad emik yang b erlaku.

Surakarta, Januari 2013

Mahasiswa,

Muhammad Sholehuddin

(5)

MOTTO

Sifat orang yang berilmu tinggi

adalah merendahkan hati kepada manusia

(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini kup ersembahkan untuk:

1. ibu

2. istriku tercinta dan anak-anakku

3. civitas akademika IKIP PGRI

Bo jonego ro

4. teman-teman kelas p aralel

S-2 PBI UNS angkatan 2011

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syu kur ke hadirat Allah SWT atas segala kasih sayang-Nya, sehingga

tesis ya ng berju du l “Ka jian An tropologi Sa stra dan Nila i P endidika n Novel C a

Ba u Ka n ka r ya Remy Sylado” ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada semua p ihak yang memb antu dalam proses penulisa n tesis ini.

Secara khusus, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepad a

yang terhormat:

1. Prof. Dr. Ravik Karsid i, M.Pd., Rektor Universitas Sebelas M aret Surakarta

yang telah memberikan izin p enulis untuk melaksanakan penelitia n.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS., Direktur PPs UNS yang telah memberikan

iz in penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Ketua Pro gram Studi S -2 Pendidikan

Bahasa Indo nesia, sekaligus pembimb ing I tesis yang telah memberi

pengarahan, masukan, saran dan perbaikan dalam penyu sunan tesis ini.

4. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M .Pd., Pembimbing II tesis ini ya ng su dah

memberi pengarahan, b imbingan dan motiva si tiada henti d engan sangat sab ar.

Kesab aran itulah yang akhirnya meyakinkan penu lis bahwa penu lis mampu

untu k menyelesaikan penelitian ini.

5. Secara pribadi, terima kasih disamp aikan kepad a ibu (Hj. Siti M uhanik),

istriku tercinta Yuli Ika Lestari dan anakku A.Musthafa Ibrahim (Baim)

beserta seluru h kelu arga yang telah memb erikan motivasi yang luar biasa

(8)

Akhirnya, penulis hanya dapat mendoakan semoga Allah S WT senantiasa

melimp ahkan berkah dan rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut d i atas.

Semoga tesis ini bermanfaat untu k pembaca.

Surakarta, 31 Januari 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...i

PENGESAHAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN PENGUJI TESIS ...iii

PERNYATAAN ...iv

MOTTO...v

PERS EM BAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

ABSTRAK ...xii

i ABSTRACT ...xi

v BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Ru musan M asalah ...7

C. Tujuan Penelitian...8

D. M anfaat Penelitian ... ...8

1. M anfaat Teoritis ... ...8

2. M anfaat Praktis ...8

BAB II TINJAUAN P USTAKA ...10

(10)

1. Hakikat Novel ...10

a. Pengertian No vel ...10

b. Stru ktur Novel ...13

2. Hakikat Pendekatan Antropolo gi Sastra ...25

a. Pengertian Antropologi ...25

b. Pengertian Antropologi Sastra ...27

c. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Antropologi Sastra terhadap Novel Ca Ba u Kan ...35

d. Kebudayaan Masyarakat Tionghoa di Ind onesia ...39

3. Hakikat Nilai Pendidikan ... ...41

a. Hakikat Nilai ... ..41

b. Pengertian Pendidikan ... ... ...43

c. Macam-macam Nilai Pendidikan ...46

1) Nilai Agama ...47

2) Nilai Moral ...48

3) Nilai Bu daya ...49

4) Nilai Sosial ...51

B. Penelitian yang Relevan ...53

C. Kerangka Berp ikir ...56

BAB III M ETODE PENELITIAN ...59

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...59

B. Bentuk dan Pend ekatan P enelitian ...60

C. Data dan Sumb er Data ...61

D. Teknik Pengumpulan Data...62

(11)

F. Teknik Analisis Data ... ... ...64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...66

A.Hasil Penelitia n ... ...66

1. Kompleksitas Ide d alam Novel Ca Ba u Ka n Karya Remy S ylad o ...66

2. Kompleksitas Aktivitas Tokoh dalam Novel Ca Ba u Ka n Karya Rem y Sylado...88

3. Kompleksitas Hasil Bud aya dalam Novel Ca Bau Ka n Karya Remy S ylado 113 4. Nilai Pendidikan dalam Novel Ca Bau Kan Karya Rem y S ylado …… …… .137

B. Pemb ahasan Hasil penelitian…… …… …… … …… ……… …… …… …… ..170

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN…… …… …… …… …… ….236

A. Simpu lan …… …… …… …… …… ……… …… …… …… …… ……… …236

B. Imp likasi …… …… …… …… …… ……… …… …… …… …… ……… …238

C. Saran…… …… …… …… …… ……… …… …… … …… ……… …… …...240

DAFTAR PUSTAKA…… …… …… …… …… ……… …… …… …… …… ….. 242

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kodifikasi Data Kompleksitas Ide dalam Novel

Ca Ba u Kan Karya Remy S ylado...

Kodifikasi Data Kompleksitas Aktivitas dalam Novel

Ca Ba u Kan Karya Remy Sylado...

Kodifikasi Data Kompleksitas Hasil Budaya dalam Novel

Ca Ba u Kan Karya Remy Sylado...

Lampiran 2 Sinop sis Novel Ca Bau Kan Karya Remy Sylado...

(13)

Muhammad Sholehuddin. S841108017. 2013. “Kajian Antropologi Sastra dan

Nilai Pendidikan Novel Ca Bau Kan Karya Remy Sylado”. TESIS.

Pembimbing I Prof. Dr. Sarwiji Suwand i, M .Pd., II: Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. Program Studi P endidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Seb elas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Pengkajia n novel dengan pendekatan antropologi sastra merupakan seb uah pendekatan baru terhadap telaah karya sastra. Selama ini antropologi sastra banyak d igunakan untuk menelaah mitos-mito s dan folklo re. Pengkajian novel Ca Ba u Kan karya Remy S ylado denga n p endekatan antropologi sastra ini bertujuan

Penelitian ini menggu nakan metode kualitatif. Data penelitian ini berupa novel Ca Ba u Kan karya Remy S ylado. Penelitian ini menggunakan pendekata n antropologi sastra untuk mendeskrip sikan kompleksitas ide, aktivitas tokoh, dan hasil budaya novel Ca Ba u Ka n. Teknik pengumpu lan data yang d igunakan dalam penelitian ini adalah teknik noninteraktif dengan membaca novel dan analisis dokumen. Validasi data menggunaka n trianggulasi data. Teknik analisis data menggunakan konten analisis denga n tiga unsur kegiatan, yaitu reduksi d ata, penyajian d ata dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian ini men yimpulkan: a) kompleksitas ide novel Ca Ba u Kan karya Rem y S ylado terdiri dari lima pandangan hidup masyarakat Tionghoa, yaitu kompleksitas id e tentang: (1) hakikat hidup manusia, (2) hakikat karya manusia, (3) hakikat kedudu kan manusia dalam ruang dan waktu, (4) pand angan manusia terhadap alam semesta, dan (5) hakikat hubungan antarmanusia, b) kompleksitas aktivitas to koh novel Ca Bau Kan karya Rem y S ylado terdiri dari: kompleksitas aktivitas tokoh yang b erhubungan dengan (1) kekerabatan, (2) ekonomi, (3) pendidikan, (4) kegiatan ilmiah, (5) estetika dan rekreasi, (6) religi, je nis, yakni (1) nilai religi, (2) nilai mo ral, (3) nilai sosial, dan (4) nilai budaya.

(14)

Muhammad Sholehuddin. S 841108017. 2013. “Literary Anthropology Study

and Education Value of Novel Ca Bau Kan Authored by Remy Sylado”.

THESIS . Advisor: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Co-Adviso r: Prof. Dr. Herman J. Walu yo, M.Pd. The Stud y Program of Ind onesian Language Educatio n, Postgraduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.

ABSTRACT

Novel stud y with literary anthropolo gy app roach is a new approach toward literature stud y. So far, literary anthro pology is frequently used to review myths

The study methodology is a qualitative research. The data o f this research is a novel entitled Ca Ba u Ka n. This research used literary anthropology app roach to know about the idea co mplexity, characteristics complexity activity, cultural co mplexity result of no vel Ca Ba u Ka n authored by Rem y S ylado . Techniq ues of activities, (5) the aesthetic and recreation, (6) religion, (7) politic, and (8) somatic, c) the cultu ral complexity result of novel Ca Ba u Ka n au thored by Rem y Sylado divided into some kind, such complexity of cultural results in (1) language, (2) knowledge system, (3) so cial organization, (4) technolog y, (5) production too ls or occup ation, (6) religio n, and (7) arts. d) Education values that fou nd in no vel Ca Ba u Ka n authored b y Rem y S ylad o divided into four kinds, such as: (1) religious value, (2) mo ral value, (3) social valu e, and (4) cu ltural value.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya fiksi merupakan sebuah rep resentasi gamb aran kehidupan manusia.

Berbagai problematika dan dinamika kehid up an disajikan melalui jalinan kisah

kehidupan para tokoh di dalamnya. Selain seb agai sebuah karya dengan struktur

pembentuk sebagai unsur artistik, di d alam karya fiksi ju ga tercermin berbagai

asp ek ke hidup an manu sia. Berb agai aspek kehidupan tersebut tergambar, baik

secara fisik, psikolo gis, maupun sosial budaya.

Berdasarkan pandangan terseb ut, kajian sastra tidak lagi hanya difokuska n

pada aspek keindahan struktur fisiknya. Akan tetapi, kajian sastra secara

interdisipliner dapat bersinergi denga n berbagai kajian ilmu sosial humaniora

la innya. Berbagai pendekatan interdisipliner diperkenalkan, di antaranya bidang

psikologi, sosial, sampai aspek antropologisn ya. Semua pendekatan tersebut

diharapkan mampu menjadi media memaham i kedalaman khazanah sastra sebagai

miniatu r kehidupan manusia yang d ihadirkan oleh pengarang.

Dari berbagai pendekatan yang ada, p enelitian sastra ini akan difokuska n

pada pemahaman aspek antropologi seb uah karya fiksi. Ditinjau dari pendekatan

antropologis, mencari hubungan antara antropologi budaya dan sastra atau

seb aliknya tidaklah b egitu sulit, terleb ih setelah munculnya Struktu ralisme

Levi-Strauss dan Posmodernisme. Semenjak itu, kesalingberhubungan antara

(16)

kajian fenomena empiris, menjadi semakin jelas dan ku at. Sebagai sebuah disip lin

yang perkemb angannya sangat ditentukan oleh data yang ditampilkan dalam

bentuk etnografi, maka antropologi b ud aya memang tidak p ernah terlepas dari

sastra, b aik secara langsung maupun tidak langsung.

Sebagaimana halnya sastra lisan, sastra d alam bentuk yang tertulis (dalam

hal ini novel) juga dapat diperlakukan seb agai ob jek material, baik seb agai “pintu

masuk” untuk memahami kebudayaan tertentu, maupun sebagai salah satu unsur

kebuda yaan yang sed ang dipelajari. M elalui penelusuran atas dimensi-dimensi

dan implikasi-imp likasi antropologis te ks-teks sastra, tidak hanya bisa ditemukan

model-model interpretasi tertentu, melainkan juga dap at diperoleh kemungkinan

jawaban atas pertanyaan sep utar masalah kebudayaan masyarakat tertentu.

Dalam disiplin antropologi, p engkajian atas su mber-su mber literer sep erti

mitos-mito s, dongeng, riwayat hid up , dan jenis-jenis sastra lisan lainnya

merupakan su atu praktik yang sudah secara u mum d iterima (a ccepta ble). Suatu

hal yang lazim apabila dalam kasus mas yarakat yang “melek huru f”, para ahli

antropologi beralih kep ada sumber-sumb er tertulis seperti berita-berita di su rat

kabar atau karya-karya sastra. Tidak heran kalau novel-novel pu n d iperlaku kan

pula sebagai sumb er data antropologis. Kajian-kajian antropolo gis semacam ini

selalu mengasumsikan b ahwa p ersepsi-persepsi pengarang terhadap dunia

(terhadap alam, terhadap relasi-relasi sosial) telah terbentuk oleh lingkungan

budayanya.

Salah satu aspek kebudayaan yang menarik minat para p emerhati

(17)

ciri-ciri arketipe masuk d alam analisis karya sastra melalui dua jalur. Pertama,

melalui p sikologi analitik Jung, kedua melalui antropologi kultural. Psikologi

analitik Jung menelusuri jejak-je jak p sikologis, tipolo gi pengalaman yang tampil

secara berulang, sebagai ketaksadaran rasial, sep erti mito s, mimpi, fantasi, dan

agama, termasuk karya sastra. Sedangkan antropolo gi kultural menelusuri

pola-pola elemental mitos dan ritual yang pada umu mnya terkandung d alam lege nda

dan seremoni. Dalam karya sastra gejala ini tamp ak melalu i deskripsi pola-pola

naratif, tipologi to koh-tokoh (Nyo man Kutha Ratna, 2009:354).

Berpijak dari pendap at Nyoman Ku tha Ratna tersebut, kajian antropologi

sastra berkaitan erat dengan psiko logi dan perilaku budaya manusia. Pendapat

tersebut juga membuka kemungkinan adanya variasi dan p erkembangan budaya

seb agai hasil interaksi ke dalam dan keluar kebudayaan, yang salah satunya

berwujud karya sastra. Karya sastra sebagai salah satu bentuk hasil budaya

manusia terpengaru h aspek kesukuan, geografis d an nilai-nilai yang berkemb ang

seb agai wujud pemikiran b ud aya masyarakat. Hal itu d idukung o leh kondisi

geografis Ind onesia sebagai ne gara kep ulauan yang memiliki beragam suku.

Setiap suku memiliki sistem budaya dan bahasanya masing-masing. Kekayaan

budaya ini semakin bertambah d engan ko ndisi geografis Nusantara yang menjadi

ja lur p erdagangan dan pela yaran sejak berabad-abad lalu, sehingga menimbulkan

persinggungan budaya dengan kedatangan para perantau b aik d ari Timur Tengah,

Ind ia, China, maupun Eropa, yang datang ke Indonesia dengan berbagai tuju an. Di

situlah muncul proses akulturasi, bahkan asimilasi, yang pad a akhirnya

(18)

Dalam bidang sastra fakta-fakta b udaya tersebut menjadi salah satu

sumber inspirasi bagi para penulis untuk menghasilkan karya-karyanya. Di antara

karya yang berusaha memo tret hasil-hasil budaya beserta sejarahnya adalah novel

“Ca Ba u Ka n” karya Remy S ylado. Novel terseb ut b erusaha mengangkat sejara h

dan warisan b ud aya Tiongho a di Indonesia. Novel Ca Bau Ka n karya Rem y

Sylad o mencoba mengangkat kehid up an masyarakat Tionghoa di wila yah Batavia

atau Jakarta pada masa akhir pend udukan Be landa atau sekitar tahun 1 930-an

sampai masa awal kemerdekaan atau sekitar tahun 1950-an.

Hal yang menarik d ari pencip taan novel tersebu t terletak p ada latar

belakang penu lis novel yang bukan keturunan Tionghoa. Remy S ylado, penulis

novel Ca Ba u Ka n, lahir d i Makassar 12 Juli 1945. Dia dikenal sebagai salah satu

sastrawan Indonesia yang cu kup produktif. Nama sebenarnya adalah Yapi Panda

Abdiel Tambayo ng (Japi Tambajong). Dia menghabiskan masa kecil d an remaja

di Solo dan Semarang. Sejak usia 1 8 tahun Remy S ylado sudah menulis kritik,

puisi, cerp en, novel, drama, kolom, esai, sajak, roman popu ler, juga buku-buku

mu sikologi, d ramaturgi, bahasa, dan teologi. Dalam penulisan karya-karyan ya ia

memiliki sejumlah nama samaran seperti Dova Zila, Alif Dana M unsyi, Ju liana C.

Panda, Jubal Anak Perang Imanuel.

Dalam karya fiksin ya, sastrawan ini sering mengenalkan kata-kata

Ind onesia lama yang sudah jarang d ip akai. Hal ini membuat karya sastranya unik

dan istimewa, selain ku alitas tu lisannya yang sud ah tid ak diragukan lagi.

Penulisan no velnya pun didukung dengan riset yang mend alam. Bahkan u ntu k

(19)

membo ngkar arsip tu a, d an menelusuri pasar buku tua. Rem y S ylado dikenal

seb agai penu lis yang produktif. Ha l ini terbukti dari kar ya-karya yang dihasilkan

antara lain Orexa s, G a li Loba ng Gila Lobang, Siau Ling , Kerudung Mera h

Kirmizi (2002). Kembang J epun (2003), Ma ta ha ri Melbourne, Sa m P o Kong

(2004), Rumahku di Ata s Bukit, 9 da ri 10 Ka ta Baha sa Indonesia ada lah Bah a sa

Asing, dan D ra ma Musika lisa si Ta r ragon “ Born To Win “ , dan lain-la in.

Dari sekian banyak karya Remy Sylado, peneliti memilih novel Ca Ba u

Ka n seb agai sumber data kajian antropologi sastra. Hal ini karena novel Ca Bau

Ka n dianggap mampu menampilkan wujud interaksi antarbudaya di Ind onesia,

khusu sn ya budaya Tio ngho a dan budaya lo kal di Indonesia. Dalam perjalanan

sejarah, pasang surut hu bungan masyarakat pribumi dengan mas yarakat Tionghoa

peranakan kerap terjadi. Bahkan tidak jarang sampai berujung p ad a kerusuhan dan

pembantaian etnis Tionghoa d i Indonesia. Hal ini mungkin terjadi karena

buruknya komunikasi budaya antara etnis Tiongho a dan p enduduk lokal. Kondisi

ini diperp arah dengan ad anya berbagai peratu ran ya ng cenderung menyu dutkan

posisi etnis Tio nghoa di Ind onesia, b aik pada zaman penjajahan maupun pad a

masa pemerintahan orde baru.

Pascatragedi kerusuhan Mei 1998 yang merenggut b anyak korban,

khusu sn ya etnis Tionghoa, kehadiran novel ini seakan men yegarkan kembali

hubungan ke-Bhineka-an masyarakat. Kehad iran novel ini seolah ingin

menajam kan kembali ingatan masyarakat, bahwa etnis Tionghoa adalah bagian

dari keragaman nusantara yang telah ada sejak beb erap a abad lalu. Keberad aan

(20)

akulturasi dan asimilasi. Bahkan di masa p erang maupun pergerakan

kemerdekaan, tidak sedikit warga keturunan Tionghoa yang turut and il dalam

mewujudkan kedaulatan negara.

Kemunculan novel ini u ntuk pertama kalinya pada tahu n 1999 mendap at

ap resiasi yang cukup positif dari mas yarakat. Sampai 3 tahun penerbitannya,

tepatnya pada tahun 2002, novel ini sud ah mengalami 7 kali cetak ulang. Bahkan

pada tahu n tersebut, cerita novel ini diangkat ke layar leb ar, d iproduksi sebagai

film dengan judul yang sama, yaitu Ca Ba u Ka n. Kehad iran film yang dibintangi

aktor Ferry Salim dan aktris Lo la Amaria serta aktor-aktor film nasio nal ini pu n

mendapatkan sambutan positif dari masyara kat, khu susnya masyarakat Tionghoa

yang telah mendapatkan persamaan kedudukan dan kebebasan di awal era

refo rmasi. Film Ca Ba u Ka n ini sekaligus menjadi tonggak lahirn ya film-film

berlatar etnis Tionghoa d i Indonesia.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang id eal tentang

keka yaan khazanah budaya Tio ngho a di Ind onesia. Kesalingpahaman antarbudaya

memungkinkan terjadinya toleransi antarseluruh warga negara, sehingga

masyarakat dapat hidup saling berdampingan dan menghargai keberagaman

budaya yang ad a.

Dengan semakin p ud arnya kearifan lokal d i Indonesia akibat kuatnya

pengaruh globalisasi, maka perlu dilakukan usaha untuk melestarikan ragam

budaya Indo nesia, termasuk dalam bidang sastra. Perlu lebih banyak karya sastra

yang mampu mend eskripsikan kekayaan dan keragaman budaya. Selain itu,

(21)

masyarakat menginterpretasi fakta-fakta b ud aya yang terkandung dalam karya

sastra. Oleh karena itu, penu lis memandang perlunya dilakukan kajian yang tepat

untuk membantu masyarakat mengapresiasi karya sastra tersebut.

Berdasarkan pend ekatan-pendekatan yang ada peneliti tertarik mengkaji

novel melalui p endekatan antropologi sa stra. Pemilihan pendekatan tersebut

did asari banyaknya temuan aspek b ud aya yang terd apat d alam novel. Aspek

budaya tersebut selanjutnya dianalisis secara menda lam yang meliputi

kompleksitas ide, ko mpleksitas aktivitas maupun kompleksitas hasil budaya.

Fokus kajian dalam penelitian ini melipu ti aspek antropologi serta nilai

pendidikan yang terkandung dalam no vel.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian latar belakang masalah yang telah penulis uraikan,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah kompleksitas id e dalam novel Ca Ba u Kan karya Rem y

Sylado?

2. Bagaimanakah kompleksitas aktivitas toko h dalam novel Ca Ba u Ka n karya

Remy S ylado?

3. Bagaimanakah kompleksitas hasil budaya dalam nove l Ca Ba u Kan karya

Remy S ylado?

4. Bagaimanakah nilai pendidikan d alam no vel Ca Ba u Ka n karya Rem y

(22)

C. Tujuan Penelitian

1. M endeskrip sikan dan menjelaskan kompleksitas ide dalam novel Ca Ba u Ka n

karya Remy S ylado .

2. M endeskrip sikan d an menjelaskan kompleksitas aktivitas tokoh dalam novel

Ca Ba u Ka n karya Remy S ylado.

3. M endeskrip sikan dan menjelaskan kompleksitas hasil b udaya dalam novel Ca

Ba u Ka n karya Rem y Sylado.

4. M endeskrip sikan dan menjelaskan nilai-nilai pend idikan yang terkandung

dalam novel Ca Bau Ka n karya Rem y Sylado.

D. Manfaat Penelitian

1. M anfaat Teoritis

a. Memp erka ya khasanah ilmu pengetahu an d i bidang sastra.

b. Menambah khasanah pustaka Ind onesia agar nantinya dapat digunaka n

seb agai penunjang kajian yang relevan dan bahan perbandingan bagi

penelitian selanju tnya.

2. M anfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat kep ada

pembaca d an p enikmat kar ya sastra, khususnya guru, siswa, dan peneliti

selanjutnya untuk memahami dan mengapresiasi novel Ca Bau Ka n karya

(23)

a. Bagi Guru

Penelitian ini memberi gambaran bagi guru d alam memb imbing

siswanya untuk menganalisis no vel dengan pendekatan antropo logi sastra.

Selain itu, kekayaan nilai dalam novel ini d apat menjadi bahan ajar guru

dalam menanamkan rasa toleransi sekaligus dalam menanam kan karakter

positif pada siswa.

b. Bagi S iswa

Siswa dapat mempero leh pengetahu an tentang nilai-nilai

pendidikan yang terkandung dalam novel Ca Bau Ka n karya Rem y

Sylad o, sehingga dapat mengimplementasikan nilai-nilai pendidika n

tersebut dalam ke hidupan sehari-hari.

c. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dap at memberikan b ahan referensi bagi para p eneliti

yang ingin meneliti lebih lanjut tentang novel Ca Ba u Ka n karya Rem y

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Karya fiksi meru pakan salah satu genre sastra yang kian

berkernbang dan ban ya k digemari masyarakat. Hal ini d isebabkan dalam

karya fiksi disuguhkan berbagai masalah kehidupan d alam hubungannya

dengan sesama dan lingkungan. Fiksi dapat membuat pembaca

menghab iskan waktu untuk ikut berinteraksi dengan berbagai persoalan

kehidupan.

M enuru t Herman J. Walu yo (2002: 136-137 ) "Cerita rekaan/fiksi

dibangun oleh dua unsur poko k, yakni: a pa yang dicer ita ka n dan teknik

(metode) pencerita a n. Isi atau materi yang diceritakan tidak dap at

dipisahkan dengan cara penceritaan, Bahasa yang digunakan untuk

bercerita disesu aikan dengan isi, sifat, perasaan, d an tujuan apa cerita itu.

Cerita rekaan adalah wacana yang dib angun o leh beberapa unsur. Unsu

r-unsur itu memb angu n suatu kesatuan, kebulatan, dan regulasi d iri atau

membangun sebuah struktur. Unsur-unsur itu bersifat fungsional, artinya

dicipta pengarang untuk menduku ng maksud secara keseluruhan, dan

maknanya ditentukan oleh keselu ruhan cerita itu ".

(25)

Suminto A. Sayuti men ya ndingkan cerita rekaan/fiksi dan novel

pada deretan kata yang memiliki makna yang sama. Dia menjelaskan

"Novel (cerita rekaan) dap at dilihat dari beberapa sisi. Ditinjau dari

panjangnya, nove l p ada u mumnya terd iri dari 45.000 kata atau lebih.

Berdasarkan sifatnya, novel (cerita rekaan) b ersifat expa nd s, 'meluas' ya ng

menitikberatkan pad a co mplexity. Sebuah no vel tidak akan selesai dibaca

sekali dudu k, hal ini b erbeda dengan cerita pendek. Dalam novel (cerita

rekaan) ju ga dimungkinkan adanya penyajian panjang lebar tentang tempat

atau ruang (2000: 5-7)".

Bila dib andingkan dengan roman, no vel memiliki beberapa

perbed aan. Pengertian tentang keduanya sering dipertentangkan. Sebutan

roman dan no vel di Indo nesia diartikan berbeda (Jakob Su mardjo, 1984:

65). Roman diartikan sebagai cerita berbentuk p rosa yang panjang, b anyak

tokoh dan banyak penjelajahan tentang kehidupan yang meliputi waktu

sep anjang hidup to kohn ya. Kehidupan to ko hnya diceritakan sejak kecil

sampai kematiannya. Novel d iartikan sebagai cerita tentang sebagian

kehidupan to kohnya saja, seperti masa m enjelang perkawinannya setelah

mengalami masa percinfc ia n atau bagian kehidupan seorang tokoh

mengalami krisis dalam jiwanya.

Herman J. Walu yo (2002: 37) mengemukakan bahwa novel

mempu nyai ciri: (1) ada perubahan nasib d ari tokoh cerita; (2) ada

(26)

utama tidak sampai meninggal. Dan dalam novel tidak dituntu t kesatuan

gagasan, impresi, emosi, dan setting seperti dalam cerita pendek.

Berpijak dari berbagai p endapat di atas dap at disimpulkan bahwa

novel atau cerita rekaan adala h satu genre sastra yang d ib angu n oleh

unsur-unsur pembangun sebagai seb uah struktur yang secara fungsional

memiliki keterjalinan di antaranya; untuk membangun totalitas makna

dengan media bahasa sebagai penyamp ai/gaga san pengarang tentang hidup

dan selu k b elu k kehidup an manusia. Novel adala h salah satu bentuk d ari

seb uah kar ya sastra. Sebuah no vel biasanya menceritakan tentang

kehidupan manusia dalam b erinteraksi d engan lingkungan dan sesamanya.

Dalam seb uah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk

mengarahkan pemb aca kepad a gambaran-gambaran realita kehidupan

melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.

Menurut Muchtar Lu bis (d alam Henry Guntur Tarigan, 1985: 165)

cerita novel itu ada bermacam-macam, antara lain (1) novel a vontur, yaitu

bentuk novel yang dipusatkan pada seorang lakon atau tokoh utama, (2)

novel psikologi, merupakan no vel yang penuh d engan peristiwa-peristiwa

kejiwaan para to koh, (3) novel detektif, yaitu novel yang merup akan cerita

pembongkaran rekayasa kejahatan untuk menangkap pelakunya dengan

cara p enyelid ikan yang tepat dan cermat, (4) novel p olitik atau novel

sosial, yaitu bentuk cerita tentang kehidupan golongan dalam masyarakat

dengan segala permasalahannya, misalnya antara kaum masyarakat dan

(27)

yaitu novel yang menceritakan pelaku secara ko mp leksitas (menyeluruh)

dan se gala seluk beluknya. Novel kolektif tid ak mementingkan individu

masyarakat secara kolektif.

b. Struktur Novel

(1)Unsur Intrinsik

Novel merup akan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang

bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempu nyai

bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain

secara erat d an saling menggantu ngkan. Jika no vel dikatakan sebagai

su atu to talitas, u nsur, kata, bahasa, misalnya menjadi salah satu

bagian d ari totalitas itu, salah satu unsur pembangu n cerita itu, sala h

satu subsistem o rganisme itu. Kata inilah yang menyebabkan novel,

juga sastra p ada umumnya, menjadi berwujud (Burhan Nu rgiyantoro,

2010: 23).

Herman J. Walu yo dan Nu graheni Eko Wardani (2008 : 10)

membagi unsur-unsur intrinsik prosa fiksi terdiri dari: tema cerita, plot

atau kerangka cerita, penokohan dan p erwatakan, setting atau tempat

cerita atau latar, sudut pengarang atau poin t of view, latar b elakang

atau ba ck ground, dialog atau percakap an, gaya b ahasa atau gaya

cerita, waktu cerita dan waktu penceritaan, serta amanat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diuraikan unsur intrinsik

(28)

(a)Tema

Tema ad alah gagasan poko k d alam cerita fiksi. Suminto A.

Sayuti (2000 : 97) menyatakan bahwa tema adalah makna cerita,

gagasan sentral, atau dasar cerita. Pend apat yang hampir sama

diu ngkap kan oleh Panuti Sud jiman (1988: 51) yang men yatakan

bahwa tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra.

Brooks (dalam Henry Guntur Tarigan, 1985: 125)

menyatakan sebu ah definisi tentang tema. M enurutnya, tema

ad alah pandangan hid up tertentu atau p erasaan tertentu mengenai

kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yeng membentuk dan

membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

Secara lebih khusus d alam prosa fiksi. Aminuddin (2004: 91)

menambahkan bahwa tema adalah ide yang mendasari su atu cerita

sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam

memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema pada intinya

merupakan dasar cerita, dasar tersebu t bisa b erupa pandangan

tertentu seorang penulis terhadap kehidupan atau nilai-nilai dalam

kehidupan.

Berpijak d ari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpu lkan

bahwa u ntuk menemukan tema dalam seb uah karya fiksi haru s

dapat menyimpulkan isi seluruh cerita, tidak hanya mengetahui

sep oto ng-poto ng bagian tertentu dari cerita. Eksistensi atau

(29)

inilah yang menyebabkan kemungkinan kecil terjadinya p elu kisan

la ngsung. Hal ini menyebabkan su litn ya menafsirkan tema.

Ada beberapa hal yang harus dip erhatikan seorang pembaca

dalam melakukan analisis tentang tema. Aminuddin (2004 : 91)

menyebutkan bahwa tema merupakan kaitan hu bu ngan antara

makna dengan tu juan pemaparan prosa fiksi oleh pengarang.

Sehubu ngan d engan pendapat tersebut, ia me nyatakan p embaca

terleb ih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang

membangun cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya,

serta mampu menghubungkannya dengan tuju an penciptaan

pengarangnya. Tiga hal terseb ut yang harus d ilakukan seorang

pembaca dalam memahami tema sebu ah karya sastra khu susnya

prosa fiksi.

(b)Alur atau Plot

Alur merupakan unsu r fiksi yang penting, bahkan b anyak

orang yang berpendapat sebagai hal ya ng terpenting diantara unsur

fiksi yang lain. Kejelasan alu r, berkaitan erat dengan kejelasa n

yang b erkaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier, yang

akan mempermudah p emahaman pembaca terhadap cerita yang

dibacanya (Bu rhan Nu rgiyanto ro, 2010: 110 ).

Menurut Brooks (dalam Henry Guntu r Tarigan, 1985: 126)

alur adalah struktur gerak yang terd ap at dalam fiksi atau drama.

(30)

cerita yang dib entu k oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga

menja lin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu

cerita. Secara lebih singkat, Jakob Su mardjo (2005: 15)

menyatakan “plot ialah yang menggerakkan kejadian cerita”. Dari

beb erapa pendapat tersebu t dap at disimpulkan b ahwa plo t atau alur

adalah sebuah struktur yang dibentuk dari sejumlah peristiwa dan

berfu ngsi menggerakkan peristiwa yang dihadirkan oleh p elaku,

sehingga menjad i jalinan penggerak d alam sebuah cerita fiksi.

Terdapat beberapa versi dalam p enggamb aran alur. Henr y

Guntur Tarigan (1985: 126) menggambarkan alur b ergerak dari

suatu p ermu laan (beginning) melalui su atu pertengahan (middle)

menuju suatu akhir (en ding), yang dalam dunia sastra dikenal

dengan eksposisi, komplikasi, d an resolusi (denoument). Pendap at

senada, namu n dengan versi berbed a dinyatakan Loban (dalam

Aminu dd in, 2004: 84) yang menggambarka n gerak tahapan alur

la yaknya gelombang. Tahap tersebut antara lain: (1) eksposisi, (2)

komplikasi, (3 ) klimaks, (4) revelasi atau penyingkapan tabir suatu

problema, dan (5 ) denouement atau penyelesaian.

Lebih lanju t, Adelstein & Pival (dalam Herman J. Waluyo,

2011: 12) menjelaskan b ahwa pada prinsipnya alur cerita terdiri

dari tiga bagian, yaitu: (1) alur awal, terdiri dari pap aran

(eksposition), rangsangan (inciting moment), dan penggawata n

(31)

peru mitan (co mplica tion), dan klimaks atau puncak penggawatan

(clima x); (3) alur akhir, terdiri dari perleraian (fa lling a ction), dan

penyelesaian (denoument). Alur cerita tersebut dapat d igambarkan

sebagai b eriku t:

Clima x

Co mplica tion

Conflict fa lling

Rising a ction fa lling a ction

In citing moment

Exposition denouement

Gambar 1: Plot Prosa Fiksi

(Adelstein & Pival dalam Herman J. Waluyo, 2011: 12)

Exsposition atau eksp osisi ad alah paparan awal cerita.

Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik,

dan tokoh-to koh cerita. Inciting moment adalah peristiwa mulai

terjad inya problem-problem yang ditampilkan pengarang kemu dian

(32)

ad alah peningkatan ad anya permasalahan yang dap at

meningkatkan konflik. Co mplica tion adalah konflik yang terjadi

semakin genting. Permasalahan seb agai sumber konflik sudah

saling berhadapan. Clima x adalah puncak dari terjadinya konflik

cerita yang berasal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi

seb elumnya. F a lling a ction adalah peredaan konflik c erita.

D enou ement adalah penyelesaian yang dip aparkan oleh pengarang

dalam mengakiri penyelesaian ko nflik yang terjad i.

(c) Tokoh dan Penokohan

(1)Tokoh

Tokoh adalah para p elaku yang terdapat dalam sebuah

cerita, no vel atau cerita fiksi. Burhan Nu rgiyantoro (2010: 65)

menggunakan istilah toko h untuk menunju k pada orangnya,

pelaku cerita, sed angkan watak, p erwatakan, dan karakter

menunjuk sfat d an sikap para tokoh yang d itafsirkan para

pembaca.

Bedasarkan peran d alam sebuah cerita tokoh dap at

terbagi menjadi dua, yaitu protagonist d an antagonis (Herman

J. Walu yo dan Nugraheni Eko Wardani, 2 008: 28). To koh

protagonis ad alah tokoh yang mend ukung jalannya cerita ya ng

mendatangkan rasa simpati atau baik. Tokoh antagonis

merupakan kebalikan dari tokoh pantago nis yang menentang

(33)

(2)Penokohan

Penokohan dalam cerita rekaan tid ak dap at d ilepaskan

hubungannya dengan tokoh. Istilah to koh menu njukan pad a

pelaku dalam cerita, sed angkan p enokohan menunjukan pada

sifat, wata k atau karakter yang melengkapi dari tokoh tersebut.

Penokohan adalah pelukisan gamb aran yang jelas tentang

seseo rang yang ditampilka n dalam sebuah cerita (Burhan

Nurgiyantoro, 2010: 165).

Ada beberap a cara pengarang untuk menggambarkan

watak tokoh-toko hnya. Menurut Herman J. Walu yo dan

Nugraheni Eko Wardani (2008: 32) cara p enggambaran watak

toko h antara lain: (1 ) penggamb aran secara langsu ng, (2) secara

la ngsung dengan diperindah, (3) melalu i pernyataan ole h

toko hnya sendiri, (4) melalui dramatisasi, (5 ) mela lu i pelu kisan

terhadap kead aan sekitar pelaku, (6) melalui analisis psikis

pelaku, dan (7) melalui dialog pelaku-pelakunya.

Lebih lanjut, Aminuddin (2004: 80) cara penggambaran

watak tokoh antara lain: (1) tuturan pengarang terhadap

karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan

pengarang lewat gambaran lingku ngan kehidupann ya, maupun

caranya berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana perilaku nya,

(4) melihat b agaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya

(34)

bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat

bagaimana to koh lain berbincang d engann ya, (8 ) melihat

bagaimana tokoh-tokoh lain itu memberikan reaksi

terhadapnya, dan (9 ) melihat bagaimana tokoh itu dalam

mereaksi tokoh lainnya.

(d)Latar atau Setting

Menurut Herman J. Waluyo dan Nugraheni Eko Wardani

(2011: 23) pengertian seting adalah tempat kejadian cerita. Tempat

kejad ian cerita dap at berkaitan dengan aspek fisik, aspek

sosiologis, dan aspek psikis. Namu n seting dapat dikaitkan denga n

tempat dan waktu. Senad a dengan pendapat tersebut, latar atau

setting, menu rut Aminuddin (2004: 68) terbagi menjadi dua jenis,

yakni latar fisik dan latar psikologis. Latar fisik berhubungan

dengan tempat, waktu dalam lingkungan tertentu . Sedangkan latar

psiko logis ad alah lingkungan atau benda-benda dalam lingkunga n

tetentu yang mampu mengajak emo si p embaca. Setting fisikal

han ya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan setting

psiko logis dapat berupa suasana maupun sikap, jalan pikiran suatu

lingkungan masyarakat tertentu.

Sedangkan Burhan Nurgiyantoro (2010: 216) menyatakan

bahwa latar adalah segala keterangan petunjuk, pengacauan yang

berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjad inya peristiwa

(35)

disimpulkan bahwa latar merupakan su atu tempat terjadinya

peristiwa yang berkaitan dengan waktu , ru ang, dan suasana dalam

cerita.

Latar dalam cerita berfu ngsi sebagai pendukung cerita.

Wahyud i Siswanto (2008: 151) menyebutkan fungsi latar yang

berguna untuk mengembangkan cerita, penjelas temp at, waktu dan

suasana, sebagai simbol atau lambang peristiwa, menggambarkan

watak tokoh, suasana cerita atau atmosfer, alur, d an tema cerita.

Latar secara oto matis akan mengikuti perub ahan peristiwa yang

membentuk sebuah alu r. Latar ju ga seringkali dideskripsika n

sebagai bagian eksposisi d alam sebuah cerita fiksi. Latar secara

otomatis akan mendukung p enceritaan seorang tokoh dalam

sebuah fiksi. Misalnya ketika akan menceritakan tokoh petani

yang rajin, pengarang akan memilih latar yang sesuai, misa lnya di

sebuah sawah, pada pagi hari, dan sebagain ya. Oleh sebab itu,

peran latar baik latar tempat, latar waktu, maupun latar suasana

sangat menentukan keindahan dalam cerita fiksi.

(e) Sudut Pandang Pengarang (Point of View)

Sudu t pandang merup akan salah satu unsur fiksi yang

penting, dan menentukan. Sudut p andang mempunyai hubunga n

psiko logis dengan pembaca. P emb aca membutuhkan persepsi

(36)

pemahaman sebuah no vel dapat dipengaruhi o leh kejelasan dari

sudut pandang.

Ship ley sep erti yang diku tip Herman J. W alu yo dan

Nugraheni Eko Wardani (2008: 38) menyebu tkan ad anya 2 jenis

poin t of view, yaitu inter na l po int of view dan externa l point of

view. Internal point of view terdiri dari dua macam, yaitu: (1)

toko h yang bercerita; (2) pencerita menjad i salah seo rang pelaku;

(3) sudut pand ang akuan; (4) pencerita seb agai tokoh sampinga n

dan bukan tokoh hero. Sementara untuk gaya ekternal point of

view ada dua jenis, yaitu; (1) gaya diaan; d an (2) penampila n

gagasan dari to koh-tokohnya.

Henry Guntur Tarigan (1985: 139) menyatakan bahwa

sudut pandang dinamakan juga pusat narasi. Ia membagi pusat

narasi menjadi empat, yakni (1) tokoh utama dapat menceritaka n

ceritanya sendiri, dalam hal ini pusat tokoh identik dengan pusat

narasi, (2 ) cerita disampaikan oleh peninjau yang merupakan

partisipan dalam cerita itu, (3) observer au thor dimana p engarang

cerita b ertind ak seb aga i peninjau saja, dan (4) cerita dapat

dituturkan o leh pengarang orang ketiga atau omniscient a uthor.

Sela njutnya, Aminuddin (2004 : 90) menyatakan bahwa sudut

pandang adalah cara pengarang menampilkan p ara pelaku dalam

(37)

omniscien t, (2) na rra tor obser ver, (3) na rra tor observer

omniscien t, dan (4) na rra tor th e third person omniscient.

Dengan demikian d apat disimpulkan b ahwa sudut pandang

pengarang adalah cara pandang pengarang untuk dapat

menjelaskan dalam menyampaikan sebu ah cerita agar dap at

dip ahami pembaca.

(f) Gaya Bahasa atau Gaya Penceritaan

Gaya penceritaan, atau style menurut Aminuddin (2004: 22)

ad alah cara seorang pengarang menyampaikan gagasann ya dengan

menggunakan med ia bahasa. Dalam wacana sastra pengarang akan

menggunakan kata yang bermakna pad at, reflektif, asosiatif, dan

bersifat ko notatif. Oleh karena itulah, masalah gaya berka itan

dengan masalah gaya dalam bahasa itu send iri. W ah yudi Siswanto

(2008 : 162) menyebutkan gaya penceritaan mencaku p teknk

penulisan dan teknik penceritaan. Teknik penu lisan adalah teknik

yang d igu nakan pengarang dalam menulis karya sastranya. Teknik

penceritaan adalah cara yang digunakan pengarang untuk

menyajikan karya sastranya seperti teknik pemandangan, teknik

ad egan, teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.

Menurut Aminuddin (2004: 23), gaya memiliki u

nsur-unsur, yaitu (1) pilihan kata dari setiap pengarang, (2) penataan

kata dan kalimatnya, dan (3) nu ansa makna serta suasana

(38)

berkaitan langsung dengan ekspresi. Ga ya menjad i alat seorang

pengarang dalam menyampaikan gagasannya. S ehingga meskipu n

pada tema yang sama, seorang pengarang akan memiliki ga ya yang

berbeda dalam menceritakannya.

(2) Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah u nsur-unsur yang berada di lu ar karya

sastra, tetapi secara tidak langsung memengaru hi bangunan atau sistem

organisme kar ya sastra. Unsur ekstrinsik berperan sebagai u nsur yang

memengaruhi bangunan sebu ah cerita. Unsu r ekstrinsik novel adalah

unsur pembentuk cerita yang berasal dari luar karya sastra, sep erti karya

sastra dengan lingkungan, karya sastra dengan pembaca, karya sastra

dengan p engarang dan karya sastra d engan penerb itn ya. Selain itu,

unsur ekstrinsik juga lebih banyak berko nsentrasi p ada peristiwa dan

sudut pandang penceritaan.

M enuru t Bu rhan Nu rgiyantoro (2007: 24), unsur ekstrinsik

novel adalah unsur yang berad a di lu ar karya sastra, tetap i secara tidak

langsung mempengaruhi bangunan sistem organisme kar ya sastra.

Sementara itu Wellek d an Austin Warren (dalam Burhan Nu rgiyanto ro,

2007: 24) menjelaskan b ahwa unsur yang dimaksud antara lain adalah

(39)

pandangan hidup yang semuanya itu akan berpengaruh pada karya

sastra yang ditulisnya.

Unsur sosiolo gi, b iografi pengarang, keadaan masyarakat

pengarang, lingkungan ekonomi, sosial dan budaya pengarang dapat

menentukan ciri karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur

ekstrinsik lain misalnya p andangan hidup su atu bangsa. Jadi dapat

ditarik ke simp ulan bahwa unsu r ekstrinsik sangat berpengaruh besar

terhadap wujud dan roh cerita yang dihasilkan karena melibatkan

sudu t pand ang p engarang yang memiliki perbedaan lingkungan

ekonomi, sosial dan budaya.

2. Hakikat Pendekatan Antropologi Sastra

a. Pengertian Antropologi

Berbincang mengenai antropologi maka kit tidak dapat dilepaska n

dari fase-fase perkembangannya. Dalam buku P enga nta r Ilmu

Antropo logi, Koentjaraningrat membaginya menjadi empat fase

perkembangan (2002:1-6). F a se perta ma di mulai sebelu m abad ke-18,

sekitar akhir ab ad ke-15 d an permulaan abad ke-16. Pad a fase ini

terkumpul berbagai bahan pengetahuan berupa buku-buku mengenai kisa h

perjalana n, laporan dan seb againya, buah tangan musafir, pelaut, pendeta

penyiar agama Nasrani, p enerjemah Kitab Injil, dan pegawai pemerinta h

(40)

timbu lnya karangan-karangan yang menyusun bahan etnografi

berdasarkan c ara b erpikir evolu si masyarakat. F a se ketig a terhitung pada

permulaan abad ke-20. Pada fase ini antropologi telah menjadi ilmu praktis

dengan tujuan ‘memp elajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku

bangsa di luar Erop a gu na kep entingan pemerintah kolonial d an mend apat

pengertian tentang mas yarakat masa kini yang komp leksitas’. Fase yang

terakhir muncul sekitar tahu n 1 930, yang ditandai d engan perluasan objek

kajian dari antropolo gi yaitu masyarakat pedesaan pada umumnya.

Sementara itu , dalam ilmu antropologi terdap at perbed

aan-perbedaan mengenai istilah yang d igunakan (Koentjaraningrat, 2002:

10-12). Di Eropa Barat digunakan istilah Ethnograp y berarti ‘pelukisan

tentang b angsa-bangsa’. Ethnology yang berarti ‘ilmu bangsa-bangsa’,

termasuk istila h yang telah lama dipakai sejak permulaan antropologi. Di

Eropa Tengah digu nakan istilah Volkerku nd e berarti ‘ilmu bangsa-bangsa’.

Istilah Kulturkunde berarti ‘ilmu kebudayaan’, pernah d ipakai oleh L.

Frobeniu s dan G. J. Held. Anthropolog y berarti ‘ilmu tentang manusia’,

merupakan istilah yang sangat tu a. Cultura l a nthr opology mengacu pad a

bagian ilmu antropologi d alam arti luas yang tid ak mempelajari manusia

dari segi fisiknya, lawan dari physica l an th ropology. Di Inggris familiar

dengan istilah socia l a nth ropology, untuk menyebut antropologi dalam

fase ketiganya.

Dari berbagai uraian tersebu t dap at ditarik kesimpulan bahwa

(41)

produ ksi, tradisi-tradisi d an nilai-nilai yang membuat pergau lan hidup

yang satu b erbeda d engan pergaulan hidup lainnya. Oleh karenanya,

antropologi dap at dimaknai sebagai ilmu pengetauhan yang mengkaji

manusia sebagai b agian dari masyarakat.

b. Pengertian Antropologi Sastra

Kedudukan karya sastra sebagai hasil budaya manusia belum

secara kokoh ditempatkan d alam kajian yang disebut antropolo gi sastra.

Pandangan mengenai kemungkinan adanya keterkaitan antara karya sastra

dan p end ekatan antropologi din yatatan o leh Iser (dalam Matthews, 2010:

366) sebagai berikut.

Iser writes: “ Litera ture is not self-sufficient, so it could

ha rdly bea r its own o rigin within itself. Wha t it is, is the

result of its function” In suggesting this or igina r y

perspective, he a nticipa tes a turn to the function of litera ture

a s a pa rt of wha t would become a n increa sing ly ela bor ated

a nth ropologica l a pproa ch. Simu lta neously war ning a ga inst

discovering a nthropologica l con stants in human na tur e.”

Dalam pandangannya tersebut Iser menyata kan bahwa karya sastra

tdak berdiri sendiri (not self-sufficient) sehingga karya sastra tidak mampu

menelusuri asalnya tanp a perannya sendiri. Hal itu adalah hasil dari fungsi

seb uah karya sastra. Iser juga mengantisipasi adanya kemu ngkinan bahwa

pada gilirannya fungsi kar ya sastra sebagai bagian dari sesu atu yang

(42)

memberikan peringatan terhadap penemuan antropolo gi yang konstan

dalam sifat alam iah manusia selama ini.

Pengkajian karya sastra dari sudut antropolo gi sastra merupakan

hal yang baru dalam penelitian kar ya sastra. Pendekatan antropologi

terhadap sebuah karya sastra sebenarn ya sudah pernah d ilaku kan, sep erti

yang dilakukan ole h Claude Levi-Strauss (1963: 206). Toko h ini p ada

awaln ya banyak m embaca buku -buku filsafat. Ia tertarik pada ilmu

Antropologi setelah membaca buku P rimitive Society karya Robert Lo wie

(Ahimsa Putra, 1997 : xii). Ia melakukan p enelitian secara struktu ral

terhadap mitos dengan teo ri oposisi b inernya. Sebenarnya, hal yang sama

bisa ju ga d iterapkan pada karya-karya sastra moderen, seperti: prosa, puisi,

atau d rama. Akan tetapi, khusus penelitian tentang antro po logi sastra

adalah suatu penelitian yang b elum banyak berkemb ang, khususnya di

Ind onesia.

Nyo man Kutha Ratna (2011: 35) mengungkapkan bahwa Isu

mengenai antropologi sastra pertama kali muncul dalam kongres ’F olklo re

a nd Litera ry Anthropolog y’ (Po yatos, 1988 : xi-xv) yang berlangsung d i

Calcutta (1978 ), diprakarsai oleh Universitas Kahyani dan Mu seum India.

Meskipun demikian P oyatos mengaku i bahwa sebagai istilah antropologi

sastra p ertama kali dikemukakan dalam tu lisannya yang ya ng dimuat

(43)

Senad a dengan Nyoman Kutha Ratna terseb ut, M enicucci (2010 :

12) menyata kan:

In his introduction to the volume Litera ry Anthropolog y

(P oya tos, 1988: xi-xxiii), F ernando P oya tos provides a nea t

outline of wha t methodologica l stra tegies a nd

epistemologica l intentions a re to b e a pplied to litera tu re so

a s to extra ct a nthropolog ica l mean ing from it. (Men icucci,

2010: 12).

Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa d alam tu lisannya, Po yatos

(1988) telah memperkenalkan strategi-strategi metodologis serta

ep istemo lo gis yang dapat diterap kan dalam mengikhtisarkan makna

antropologis dari karya sastra.

Secara definitif, antro po logi sastra diartikan seb agai stud i mengenai

karya sastra dengan relevansi manusia (a nthr opos). Dengan melihat

pembagian antropolo gi menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan

antropologi kultural, maka antropologi sastra d ibicarakan d alam kaitannya

dengan antropolo gi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan manu sia,

sep erti bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat-istiad at, dan karya seni,

khusu sn ya karya sastra (Nyoman Kutha Ratna, 2009: 351). Berkaita n

dengan tiga macam bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia,

yaitu kompleksitas ide, ko mpleksitas aktivitas, dan komp leksitas bend

a-benda, maka antropolo gi sastra memusatka n perhatian pad a kompleksitas

(44)

Pengkajian karya sastra dengan p endekatan antropologi sangat

memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini mengingat seb uah karya sastra

tid ak hanya mengand ung unsur yang bersifat naratif dengan segala

pirantinya, tetapi juga mengand ung hal-hal yang bersifat sosio logis, psikis,

histo ris, mau pun antropologis. Hipotesis ini d iperkuat oleh argumentasi

bahwa karya sastra sifatnya terbuka. Artinya, seorang pengarang memiliki

kebeb asan yang lu as untu k mengekspresikan segala aspek kehid up annya

atau kehidupan masyarakat d i sekitarnya melalui media bahasa.

Sebuah karya sastra bisa d ib ahas atau diteliti melalui berbagai

pendekatan yang berkaitan dengan segala hal yang menyangkut kehidupan

manusia atau masyarakat. Sosiologi sastra, psikologi sastra, dan

antropologi sastra, seb agai ilmu sosial humaniora jelas

mempermasalahkan manusia. Perb ed aanya, so siologi sastra

mempermasalahkan masyarakat, psikologi sastra pada aspek-aspek

kejiwaan, sedangkan antropologi sastra pada kebudayaan (Nyoman Kutha

Ratna, 2009:353).

Lahirnya pendekatan antropolo gi sastra did asarkan atas kenyataa n

bahwa: (a) baik sastra maupun antropologi menganggap bahasa sebagai

objek yang penting; (b) baik sastra maupu n antropologi

mempermasalahkan relevansi manusia dengan budaya, dan (c) baik

antropologi maupun sastra sama-sama mempermasalahkan trad isi lisan

atau sastra lisan, seperti: mitos, dongeng, dan legenda me njad i o bjek

(45)

merupakan hasil budaya dan berkembang d alam suatu masyarakat, bisa

diteliti melalui pendekatan sastra maupun pendekatan antropolo gis. Jadi

titik temu antara antropolo gi d an sastra adalah pada b ahasa seb agai

objeknya.

Sejala n dengan pendap at di atas, Suwardi Endraswara (2006:107)

menyatakan bahwa p enelitian antropo logi sastra dapat menitikberatka n

pada dua hal. Pertama, meneliti tulisan-tulisan etnografi yang berb au sastra

untuk melihat estetikanya. Kedu a, meneliti karya sastra d ari sisi pandang

etnografi, yaitu untuk melihat aspek-aspek budaya masyarakat. Jad i, selain

meneliti aspek sastra dari tu lisan etnografi, fo kus antropologi sastra adalah

mengkaji asp ek budaya mas yarakat d alam teks sastra.

Antropologi dibedakan menjadi antropologi fisik dan antropologi

kebuda yaan, ya ng sekarang menjadi stud i kultu ral. Dalam kaitannya

dengan sastra, antropolo gi keb ud ayaan d ibedakan menjad i dua bidang,

yaitu antropologi dengan objek verbal d an nonverbal. Pedekata n

antropologi sastra lebih banyak berkaitan dengan objek verbal (N yoman

Kutha Ratna, 2009: 63).

Lebih lanjut, Nyoman Kutha Ratna menu turkan bahwa

pokok-pokok bahasan yang ditawarkan dalam pendekatan antropologis ad ala h

bahasa sebagaimana dimanfaatkan dalam karya sastra, sebagai struktur

naratif, yaitu:

(46)

2) Penelitian aspek naratif sejak epic yang paling awal hingga novel yang

paling mod ern.

3) Bentuk-bentuk arkhais dalam kar ya sastra, baik d alam konteks karya

ind ividual maupun generasi.

4) Bentuk-bentuk mitos dan system religi dalam karya sastra.

5) Pengaru h mitos, sistem religi, dan citra primo rdial yang lain dalam

kebudayaan popular.

Sebagai sebuah kajian interd isipliner yang relatif baru, dalam

antropologi sastra muncul Istilah antropologi sastra berdekatan d engan

istilah liter a ry a nthr opolog y. Istilah ini dimunculkan o leh Iser (dalam

Sumara, 2002: 239), seb agaimana d alam kutipan berikut.

“ Iser (1989, 1993) ha s na med inter pretive pra ctices

a ssocia ted with reader/text rela tions a “ litera ry

a nthropology.” With this ph ra se h e suggests tha t wh ile the

rea der will a lwa ys ha ve an inter preta tion of the text she or he

is rea ding, the in terp reta tion itselfpa rticipa tes in th e on going

development of the rea der ’s self identity.”

Dalam ku tipan tersebut Iser menamai kajia n yang menekankan

penafsiran karya sastra yang berhubungan d engan teks d an pembaca

seb agai “litera ry a nthr opology”. P ada penjelasan lebih lanjut, ia

menekankan bahwa ketika pembaca memiliki penafsiran terhadap karya

sastra yang dibaca, p enafsiran terseb ut memiliki peran d alam proses

(47)

a lwa ys ha ve a n interpreta tion o f th e text she or he is r ea ding, th e

interp reta tion itself par ticipa tes in the ongoing development of th e

rea der ’s self id en tity).

Pemahaman terhadap p emb aca yang menafsirkan karya sastra

tentunya, tidak terlepas dari pemahaman atas perannya seb agai individu

yang berkontribusi dalam masyarakat kebudayaan, dalam hal ini ia juga

akan memb entuk dimensi-dimensi antropolo gi. Identifikasi peran pribadi

pembaca ketika ia membaca dan menafsirka n karya sastra, sebagaimana

dikata kan Iser terseb ut, tentunya perlu dilakukan d engan menggu nakan

instrumen yang menggabungkan antara dua disiplin ilmu, yakni kajian

sastra dan kajian antropologi. Dengan kata lain, istilah antropolo gi sastra

lebih mengacu pada kajian d engan menekankan pada analisis karya sastra

dengan menggu nakan instrumen antropologi, yang nantin ya akan

menghasilkan sebu ah p emahaman terhadap kaitan antara karya sastra

dengan kebudayaan.

Secara lebih spesifik kajian antropologi sastra akan m enghasilkan

perpaduan du a bidang ilmu yakni sastra d an antropolo gi. P emahaman

utama dalam kajia n antropologi sastra adalah bahwa karya sastra b erad a

dalam konteks, bukan hanya vakum dan b ersifat seb agai data oto nom

(Nyo man Ku tha Ratna, 2 011: 33). Poyatos (dalam Nyo man Ku tha Ratna,

2007: 33) menyatakan bahwa antropologi sastra juga berarti analisis sastra

antarbudaya, kebudayaan yang berbeda-bed a akan menghasilkan sastra

(48)

mengungkapkan aspek-aspek kebudayaan, khususnya keb ud ayaan tertentu

dalam masyarakat tertentu. Oleh karena itu, kajian antropologi sastra

dibatasi sebagai sebuah kajiian yang menganalisis karya sastra sebagai

produ k budaya, yang ditelaah dengan su dut pandang antropo logis.

Kedudukan kajian antro pologi sastra dirumuskan oleh Nyo man

Kutha Ratna, (2011: 68) yakni, “Pertama antropologi sastra berfungsi

untuk melengkapi analisis ekstrinsik di samping sosio logi sastra dan

psikologi sastra. Kedu a, antropologi sastra berfungsi untu k mengantisip asi

kecenderungan-kecenderungan baru hasil-hasil kar ya sastra yang di

dalamnya ban yak dikemukakan kearifan lokal....”. Dari paparan tersebut

diketa hui bahwa antropologi sastra berpu sat p ada tataran kajian u nsu r

ekstrinsik dan mengako modasi adanya kearifan lokal yang terkandung

dalam karya sastra.

Analisis antropolo gis dalam sastra adalah upaya untuk mencoba

memberikan id entitas terhadap karya sastra tersebut, d engan

menganggap nya mengandu ng aspek tertentu , dalam hubungannya d engan

ciri-ciri kebudayaan (Nyoman Kutha Ratna, 2011:39). Sebagai sebuah

analisis antropologi dan sastra memiliki perbedaan mendasar. Antropologi

seb agai disiplin ilmiah dan karya sastra adalah hasil kreativitas dan

imajinatif. Oleh karena itu, keduanya perlu memadukan aspek-aspek yang

(49)

Sep erti telah d iketahu i, bahwa pend ekatan antropologi sastra

dalam penelitian sastra adalah suatu hal yang baru. Oleh karena itu, masih

sed ikit sekali ditemui teori-teori tentang antro po logi sastra tersebut. Hal ini

mungkin disebabkan oleh dominasi pendekatan sosiologi sastra karena

menganggap bahwa hal-hal ya ng bersifat antropologis dalam sebu ah karya

sastra merup akan wilayah kajian sosiologi sastra.

Antropologi sastra adalah ilmu pengetahuan mengenai manu sia

dalam masyarakat (N yoman Kutha Ratna, 2009: 63). Manusia dalam

konteks ini tentu saja manusia sebagai individu yang memb entu k suatu

kebudayaan, bukan manusia sebagai mahluk so sial dalam masyarakat yang

nantinya melahirkan p endekatan sosisolo gi sastra. Antropo lo gi sastra

memberi perhatian p ada manusia seb agai agen kultural, sistem

kekerabatan, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainn ya. Artinya,

antropologi sastra menganalisis seb uah karya sastra d engan

memperhatikan teo ri dan data-data yang bersifat antropologis yang ada di

dalamnya (Nyo man Kutha Ratna, 2009: 353 -357). Dalam konteks yang

lebih opersional, dap at disimp ulkan bahwa penelitian antropolo gi sastra

terhadap sebuah karya sastra adalah berusaha melihat perjalanan atau sikap

individu tokoh cerita yang mewarnai dan p engungkap budaya masyara kat

(50)

c. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Antropologi Sastra

terhadap Novel Ca Bau Kan

Kajian antropologi dimanfaatkan untu k mengungkap nilai-nilai

budaya dalam Ca Bau Ka n yang terbagi dalam wu jud-wujud budaya.

Menurut Ko entjaraningrat (2002: 186-187) kebudayaan terb agi dalam tiga

wujud, yakni (1) kompleksitas id e, gagasan, nilai, no rma, d an peraturan;

(2) komp leksitas aktivitas serta tindaka n berpola dari manu sia dalam

masyarakat; dan (3) wu jud fisik atau benda karya manusia.

Wu jud pertama atau kompleksitas ide merupakan wujud

kebudayaan yang bersifat abstrak. Lokasinya berada dalam alam pikiran

warga masyarakat yang memiliki kebudayaaan tersebut (Koentjaraningrat,

2002: 187). Ide-ide d an gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup

dalam masyarakat dan memb eri jiwa kepada masyarakat itu.

Gagasan-gagasan tersebu t selalu b erkaitan menjad i satu sistem. Para ahli

antropologi dan sosio logi menyebut sistem terseb ut seb agai sistem b ud aya

atau cultura l sistem. Wu jud ideal budaya ini dalam bahasa Indonesia juga

dikenal sebagai a da t, atau a da t-istiada t untuk bentuk jamaknya.

Terkait wujud ideal dari kebudayaan ini, C. Kluckhohn dan F.

Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat, 2002 :191) mengungkapkan bahwa

tiap sistem nilai budaya dalam tiap keb udayaan itu mengenai lima m asalah

dasar dalam kehidupan manusia. Atas d asar konsepsi tersebut, ia

menyatakan bahwa tiap sistem nilai b udaya dalam tiap kebudayaan itu

(51)

dasar tersebut adalah 1) masalah mengenai hakika t dari hidup manusia, 2)

masalah mengenai hakikat dari karya manusia, 3) masalah mengenai

hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu, 4) masalah mengenai

hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan 5) masalah

mengenai hakikat dari hubu ngan manusia dengan sesamannya.

Berdasarkan teori tersebut, kajian terhadap kompleksitas ide dalam novel

Ca Ba u Ka n selanjutnya akan diarahkan pada lima masalah dasar tersebut.

Wu jud kedua dari kebudayaan atau disebu t sistem sosial terkait

dengan tindakan berpola dari manusia itu sendiri (Koentjaraningrat, 2002:

187). Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang

berinteraksi, b erhubu ngan, serta bergaul satu sa ma lain d ari waktu ke

waktu , selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan ad at tata

kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manu sia dalam su atu masyarakat,

sistem so sial itu bersifat konkret, terjad i di sekeliling kita sehari-hari, b isa

diobservasi, difoto, dan dido kumentasi.

Kajian tentang kompleksitas aktivitas ini selanjutnya diperdalam

dengan memfokuskan kajian pad a “pranata” yang menjadi pola aktivitas

manusia. Menuru t Koentjara ningrat (2002: 163), pranata adalah suatu

sistem norma khusu s yang menata suatu rangkaian tindakan berpo la

mantap guna memenuhi suatu keperlu an khu sus dari manusia dalam

kehidupan masyarakat. Istilah pranata, yang d alam bahasa Inggris disebut

institution, dikenal sebagai sistem -sistem yang menjadi wahana yang

(52)

Penggunaan istilah pranata ini b ertujuan untuk membedakan tindakan

interaksi antarind ividu dalam rangka kehidupan masyarakat menurut

pola-pola resmi maupun tid ak resmi.

Para ahli sosiolo gi telah menggolongkan pranata berd asarkan

fungsi dari pranata-pranata u ntuk memenuhi keperluan hidup manusia

seb agai warga masyarakat (Koentjaraningrat, 2002: 166). Pranata-pranata

tersebut ad alah (1) pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan

kehidupan kekerab atan, yaitu yang sering disebut kinship atau domestic

institution s, (2) pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan

manusia untuk mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun,

menyimpan, mendistribusi hasil p roduksi dan harta adalah economic

institution s, (3) pranata yang berfungsi memenuhi keperluan p enerangan

dan pend idikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna

adalah educa tiona l institutions, (4) pranata yang b erfungsi memenuhi

keperluan ilmiah manusia, me nyelami alam semesta sekelilingnya, adalah

scientific institu tions, (5) pranata yang berfungsi memenuhi keperluan

manusia untuk menghayatkan rasa keind ahannya dan rekreasi adalah

a esthetic a nd recrea tiona l institutions,(6) pranata yang berfungsi

memenuhi keperlu an manusia untuk berhu bu ngan dengan dan b erb akti

kepad a Tuhan atau dengan alam gaib, adalah religiou s institutions,(7)

pranata yang b erfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan

mengelola keimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat ad ala h

Gambar

Gambar 1: Plot Prosa Fiksi
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Gambar 2. Teknik  Content Analysis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Layanan bimbingan di sekolah, lebih khususnya di Taman Kanak-kanak merupakan kegiatan yang sistematis dan terarah, untuk itu adanya buku ini bisa menjadi rujukan dalam

Administrasi publik saat ini yang mengedepankan kepuasan masyarakat (citizen first) lewat paradigma New Publik Service , sudah merupakan hal wajib

indra para peserta didik sebanyak mungkin sesuai dengan materi belajar yang akan disampaikan. Mengingat pentingnya peranan media belajar sebagai alat bantu dalam

Halaman Tabel 2.1 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Tugas Pemimpin 41 Tabel 2.2 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Hubungan Pemimpin 42 Tabel 2.3 Kontinum Tingkat

Anak balita merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tertinggi untuk mengalami defisiensi zat besi dan seng, karena pada masa balita terjadi pertumbuhan yang cepat

Sehingga dalam hal ini, penelitian ini akan mengimplementasikan konsep Last Planner System (LPS) pada proyek konstruksi dan evaluasi progress pekerjaan pada proyek

sebesar -10,888 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, nilai ini < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat beda pengaruh Core Stability Exercise dan Shuttle Run

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui metode take and give siswa kelas X SMA Nurul Islam Indonesia tahun pembelajaran 2012/2013, utuk mengetahui kemampuan menulis