1
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PKn
YANG DIGUNAKAN DALAM MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK SISWA KELAS IV SEMESTER 2 SD N UNGARAN II
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
Eka Dwi Rahmawati
NIM: 081134050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PKn
YANG DIGUNAKAN DALAM MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK SISWA KELAS IV SEMESTER 2 SD N UNGARAN II
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
Eka Dwi Rahmawati
NIM: 081134050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv MOTTO
Kesuksesan tidak datang tiba-tiba
Aku harus berjuang untuk meraih kesuksesan Aku pasti bisa jika aku mau
v PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Karya Sederhana ini untuk:
Ibuku tercinta (Ibu Suprijati) yang selalu menyayangiku,
yang tak pernah lelah mendoakanku, dan tak pernah
lelah menjagaku.
Bapakku (Bp Samijan), Adik-adikku: Eko, Deta, Putri,
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PKn
YANG DIGUNAKAN DALAM MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK SISWA KELAS IV SEMESTER 2 SD N UNGARAN II
YOGYAKARTA Eka Dwi Rahmawati Universitas Sanata Dharma
2012
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah utama dan sub masalah. Masalah utama yaitu seperti apakah instrumen penilaian yang inovatif pada pelajaran PKn yang digunakan dalam model pembelajaran berbasis masalah untuk siswa kelas IV semester 2 SD N Ungaran 2 Yogyakarta. Sub masalah dalam penelitian ini adalah: 1) instrumen penilaian PKn seperti apakah yang sesuai dengan kebutuhan siswa kelas IV A semester 2 SD N Ungaran II Yogyakarta?, 2) bagaimana pengembangan instrumen penilaian yang inovatif untuk PKn berdasarkan teori belajar dan model pembelajaran berbasis masalah unutuk siswa kelas IV A SD N Ungaran II Yogyakarta?, 3) bagaimana langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian yang inovatif pada pelajaran PKn untuk siswa kelas IV A SD N Ungaran II Yogyakarta dan semester 2?.
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab masalah utama dan sub masalah dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan ini mengembangkan instrumen penilaian berupa buku. Pengembangan instrumen penilaian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai pada prototipe.
Hasil pengembangan instrumen penilaian ini sesuai dengan kebutuhan siswa, kajian teori belajar (Piaget, Kohlberg, Vygotsky), teori pembelajaran konstruktivisme, dan teori model pembelajaran berbasis masalah. Hasil pengembangan ini juga sudah sesuai dengan prosedur pengembangan instrumen penilaian. Kualitas produk instrumen penilaian ini telah mendapat nilai rata-rata 3,24 dengan kategori baik dari delapan ahli.
ix ABSTRACT
ASSESSMENT LEARNING DEVELOPMENT OF PKn USE IN PROBLEM BASED LEARNING MODEL OF 4TH GRADE STUDENTS IN 2ND
SEMESTER SD N UNGARAN 2 YOGYAKARTA Eka Dwi Rahmawati
Sanata Dharma Universty 2012
This research was aimed to find out the main problem and sub problems. The main problem was how the innovative learning assessment was like, that was appropriate with the need of 4th grade students in 2nd semester SD N Ungaran 2 Yogyakarta. The sub problems in this research were 1) how was the assessment instrument that was needed by 4th grade students in 2nd semester SD N Ungaran 2 Yogyakarta? 2) how was the development of innovative assessment instrument on PKn that was appropriate with learning theories and problem based learning? 3) what were the steps to develop innovative assessment instrument of 4th grade students in 2nd semester SD N Ungaran 2 Yogyakarta?
This research used research and development (R & D) method to answer the main problem and sub problems. This research developed the assessment instrument, that was a book. The assessment learning development done in this research was until prototype result.
The result of the research was appropriate with student’s need of theoretical reviews (Piaget, Vygotsky, Kohlberg, and constructivism), and theory of problem based learning model. The result was also appropriate with the procedures of assessment instrument. The product of assessment instrument was same to development procedure, with good score from eight experts was 3.24.
x KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan segala
karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat
terlaksana dengan baik. Keberhasilan penulisan Tugas Akhir Skripsi tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti haturkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Rm. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., BST., M.A., selaku ketua Prodi PGSD
Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Drs. Adi Susilo, S.Th., M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing serta memberikan motivasi dalam penelitian.
4. Ibu Ag. Kustulasari 81, S.Pd., M.A., selaku dosen pembimbing II atas segala
saran dan bimbingan yang telah diberikan.
5. Ibu Dra. Esti Sumarah, M.Hum., selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran.
6. Bapak Drs. Paulus Wahana, M.Hum., selaku dosen ahli PKn yang telah
membantu memberikan penilaian.
7. Ibu Agnes Wiwik, S.Pd., M.Pd., selaku dosen ahli evaluasi pendidikan yang
telah memberikan penilaian dan saran.
8. Ibu Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd., selaku dosen evaluasi pendidikan atas
penilaian yang diberikan.
9. Bapak Trismantara, S.Pd., selaku guru kelas IV SD N Ungaran II Yogyakarta
xi
10.Bapak Tria Ristantio, S.Pd., selaku wali kelas IV A SD N Ungaran II
Yogyakarta atas bantuan dalam penelitian dan penilaian.
11.Bapak Sukarim, S.Pd., selaku guru PKn SD N Ngasinan yang telah
memberikan penilaian.
12.Ibu dan Bapak tercinta yang telah memberikan doa serta dukungan kepada
peneliti sampai saat ini.
13.Teman-teman penelitian payung, Eko, Melan, Krisna, Fia, Janu, Fransi, Mita,
Hari, Niken, Pita, dan Tere yang telah berjuang bersama-sama dalam
penelitian.
14.Sahabat-sahabat terkasih, Melan, Erni, Ida, Niken, Pita, Tika, Tere, Putri,
Andrea, Fransi, dan Natal atas dukungan dan semangat yang diberikan.
15.Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini
dengan penuh keikhlasan.
Semoga bantuan dan kebaikan hati dari pihak-pihak yang tertulis di atas
mendapat pengganti dari Tuhan YME. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, namun demikian semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 2 Juli 2012
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Spesifikasi Produk ... 4
1.5 Pentingnya Pengembangan ... 5
xiii Halaman
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ... 8
2.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 8
2.1.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 11
2.1.3 Pendidikan Kewarganegaraan ... 17
2.1.4 Evaluasi Pembelajaran ... 21
2.1.5 Keterkaitan Teori dengan Instrumen Penilaian ... 33
2.2 Penelitian Pengembangan yang Relevan ... 33
2.3 Kerangka Berpikir ... 35
BAB III METODOLOGI PENGEMBANGAN 3.1 Model Pengembangan ... 37
3.2 Prosedur Pengembangan ... 40
3.3 Validasi Desain ... 41
3.4 Jadwal Penelitian ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Kebutuhan ... 44
4.2 Desain Produk Awal ... 47
4.3 Hasil Validasi ... 48
4.4 Revisi Produk ... 52
4.5 Kajian Produk Akhir ... 54
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 56
xiv `Halaman
DAFTAR PUSTAKA ... 59
xv DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1. Kerangka Berpikir ... 35
xvi DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget ... 9
Tabel 2. Langkah-Langkah PBM ... 16
Tabel 3. Keterangan Kualifikasi Nilai dari Ahli ... 40
Tabel 4. Kriteria Tingkat Kualitas Produk ... 43
Tabel 5. Jadwal Penelitian ... 43
Tabel 6. Data Diri Tim Ahli Penilai Produk Pengembangan Instrumen Penilaian PKn ... 49
xvii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 63
Lampiran 2. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 64
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 65
Lampiran 4. Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 71
Lampiran 5. Hasil Wawancara ... 74
Lampiran 6. Hasil Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 78
Lampiran 7. Contoh Jawaban Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 79
Lampiran 8. Hasil Validasi Tim Ahli ... 82
Lampiran 9. Silabus ... 98
Lampiran 10. RPP ... 102
Lampiran 11. Foto Hasil Observasi ... 118
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang sangat penting bagi
siswa SD. Siswa diharapkan mampu menjadi manusia yang menyadari nilai-nilai
yang ada di dalam pribadi masyarakat dengan pendidikan kewarganegaraan.
Selain itu, siswa diharapkan mampu untuk mengembangkan moral sebagai warga
negara yang memiliki jati diri sesuai dengan nilai luhur Pancasila sebagai akar
budaya Bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pelajaran kewarganegaraan adalah
pelajaran pendidikan nilai dan moral yang bertujuan untuk membantu siswa
memperbaiki kualitas berpikir dan perasaannya dengan cara mempelajari
nilai-nilai yang ada dan berpikir secara kritis. Oleh karena itu, pelajaran PKn
merupakan aspek yang penting untuk diajarkan kepada siswa SD. Dalam hal ini
peneliti akan menfokuskan pada pelajaran PKn kelas IV semster 2 khususnya
pada materi globalisasi. Globalisasi adalah proses sesuatu yang mendunia. Seperti
yang dikatakan Sumaatmadja dan Wihardit (2011:1.4) bahwa globalisasi memiliki
pengertian yang menyeluruh, di mana dunia ini tidak lagi dibatasi oleh batas
negara, wilayah, ras, warna kulit, dsb. Siswa diharapkan dapat belajar tentang era
globalisasi dan juga dapat menyikapi era globalisasi dalam dunia nyata sesuai
dengan nilai-nilai luhur Pancasila dengan mempelajari materi globalisasi.
Berdasarkan observasi pada tanggal 5 Januari 2012 di SD N Ungaran II
kelas IV A terlihat bahwa kegiatan belajar pada mata pelajaran PKn masih belum
2
siswa. Kegiatan pembelajaran masih mengutamakan tingkat pemahaman siswa,
sedangkan penilaian sikap dan kreatifitas siswa belum nampak. Berdasarkan
wawancara dengan guru kelas IV A pada tanggal yang sama, di kelasnya masih
butuh peningkatan mutu pembelajaran termasuk di dalam penilaian hasil belajar.
Pada pelajaran PKn yang dinilai hanya pada kemampuan kognitif sedangkan
kemampuan afektif dan psikomotor masih belum dilakukan. Siswa belum
menunjukkan sikap sesuai dengan pelajaran PKn yang diharapkan. Siswa kurang
dalam menerapkan sikap yang berbudi luhur sesuai dengan kepribadian Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, serta kurang mengapresiasi kreativitas yang mereka
miliki. Pada saat kegiatan akhir pelajaran guru masih jarang melakukan evaluasi
terhadap siswa. Guru hanya menyimpulkan pelajaran yang telah dipelajari atau
pemberian PR, tetapi evaluasi yang seharusnya dilakukan untuk mengetahui
tingkat ketercapaian tujuan masih jarang dilaksanakan.
Instrumen penilaian yang bervariasi dapat membantu guru dalam
melaksanakan proses penilaian yang menarik minat siswa dan menghilangkan
kejenuhan siswa. Instrumen penilaian digunakan sebagai alat bantu untuk menilai
sejauh mana tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan penilaian harus
menyesuaikan tingkat perkembangan siswa dan mencakup tiga ranah yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotor. Alat penilaian yang digunakan berupa tes dan
non tes. Alat penilaian yang bervariasi dapat mengaktifkan siswa.
Model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk membantu
pelaksanaan proses penilaian. Model pembelajaran berbasis masalah adalah model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai bahan
3
belajar. Pembelajaran yang berorientasi pada masalah dimaksudkan untuk
merangsang siswa agar berfikir kritis dan analitis. Peneliti merasa bahwa model
pembelajaran berbasis masalah cocok untuk diterapkan pada mata pelajaran PKn.
Kelas IV A SD N Ungaran II belum menggunakan instrumen penilaian
yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
guru harus memecahkan masalah yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan tentang penilaian yang belum dimiliki. Dengan demikian, peneliti
berusaha menghasilkan produk instrumen penilaian yang dibutuhkan dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seperti apakah instrumen
penilaian yang inovatif pada pelajaran PKn yang digunakan dalam model
pembelajaran berbasis masalah untuk siswa kelas IV A SD N Ungaran II
Yogyakarta?
Untuk menjawab pertanyaan utama tersebut, peneliti merumuskan tiga sub
pertanyaan:
1.2.1 Instrumen penilaian PKn seperti apakah yang sesuai dengan kebutuhan
siswa kelas IV A semester 2 SD N Ungaran II Yogyakarta?
1.2.2 Bagaimana pengembangan instrumen penilaian yang inovatif untuk PKn
berdasarkan teori belajar dan model pembelajaran berbasis masalah unutuk
siswa kelas IV A SD N Ungaran II Yogyakarta?
1.2.3 Bagaimana langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian yang
inovatif pada pelajaran PKn untuk siswa kelas IV A SD N Ungaran II
4 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah menghasilkan instrumen penilaian yang
inovatif pada pelajaran PKn yang digunakan dalam model pembelajaran berbasis
masalah untuk siswa kelas IV A SD N Ungaran II Yogyakarta. Tujuan dalam
penelitian dirinci dalam sub tujuan berikut:
1.3.1 Menghasilkan instrumen penilaian PKn yang sesuai dengan kebutuhan
siswa kelas IV A SD N Ungaran II Yogyakarta.
1.3.2 Menghasilkan pengembangan instrumen penilaian yang inovatif pada
pelajaran PKn berdasarkan teori belajar dan model pembelajaran berbasis
masalah untuk siswa kelas IV A SD Negeri Ungaran II Yogyakarta semester
2.
1.3.3 Mengetahui langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian PKn yang
inovatif sesuai dengan kebutuhan siswa kelas IV A SD N Ungaran II
Yogyakarta.
1.4 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Spesifikasi produk yang akan dikembangkan adalah sebuah prototipe
produk berupa buku tentang instrumen penilaian. Buku instrumen penilaian yang
dikembangkan adalah buku instrumen penilaian PKn kelas IV A SD N Ungaran
II. Buku instrumen penilaian berisi penilaian tes dan non tes yang mencakup
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian tes berupa tes tertulis,
sedangkan non tes berupa penugasan, unjuk kerja dan portofolio. Dalam produk
yang akan dibuat mencakup kisi-kisi, soal/instruksi, kunci jawaban/contoh hasil
5 1.5Pentingnya Pengembangan
1.5.1 Bagi siswa
1.5.1.1 Terpenuhinya kebutuhan akan instrumen penilaian yang diharapkan.
1.5.1.2 Menambah pengetahuan, sikap positif, dan kreativitas siswa.
1.5.1.3 Mengajarkan siswa berfikir kritis.
1.5.2.4 Pemenuhan kebutuhan perkembangan secara utuh dan menyeluruh baik
dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
1.5.2 Bagi Guru
1.5.2.1 Membantu membuat instrumen penilaian sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
1.5.2.2 Memberikan kelengkapan dalam mengajar.
1.5.2.3 Menambah semangat untuk lebih kreatif.
1.5.3 Bagi Peneliti
1.5.3.1 Menerapkan ilmu yang telah didapatkan di universitas.
1.5.3.2 Membantu proses kemajuan belajar generasi penerus bangsa.
1.5.3.3 Menambah pengalaman dan pengetahuannya.
1.6Asumsi dan Batasan Pengembangan 1.6.1 Asumsi
1.6.1.1 Jika pengembangan instrumen penilaian PKn dikembangkan sesuai
dengan prosedur pengembangan maka akan menjawab kebutuhan siswa.
1.6.1.2 Jika pengembangan instrumen penilaian PKn dikembangkan berdasarkan
teori belajar dan model pembelajaran berbasis masalah maka akan
6
1.6.1.3 Jika langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian PKn sesuai
dengan prosedur pengembangan maka akan menghasilkan instrumen
penilaian yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
1.6.2 Batasan Pengembangan
1.6.2.1 Pengembangan
Pengembangan adalah penelitian yang dilakukan untuk memenuhi suatu
kebutuhan dalam hal tertentu dengan menghasilkan atau membuat suatu produk
yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
1.6.2.2 Instrumen penilaian
Alat untuk menilai siswa dan mengukur seberapa besar tujuan yang
diharapkan dari proses belajar dapat tercapai. Instrumen penilaian yang digunakan
berupa tes (tertulis) dan non tes (penugasan, unjuk kerja, portofolio, laporan
kegiatan).
1.6.2.3 PKn
Pendidikan nilai moral yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila serta
mengembangkan rasa cinta dan bangga terhadap tanah airnya. Pendidikan
kewarganegaraan ditujukan untuk siswa kelas IV sekolah dasar semester 2 pada
materi globalisasi.
1.6.2.4 Model pembelajaran berbasis masalah
Model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai media untuk
proses belajar mengajar dan berusaha agar siswa mampu memecahkan masalah
7
1.6.2.5 Prototipe
Gambaran atau contoh produk yang akan dihasilkan sesuai rancangan dan
tujuan produk yang akan dihasilkan. Prototipe produk berupa buku instrumen
penilaian PKn menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk siswa
8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
Dalam kajian pustaka peneliti akan membahas tentang (1) teori
perkembangan anak, (2) model pembelajaran berbasis masalah, (3) pendidikan
kewarganegaraan, dan (4) evaluasi pembelajaran. Keempat bahasan tesebut saling
berhubungan di mana peneliti akan merancang produk instrumen penilaian
sebagai evaluasi pembelajaran pada mata pelajaran PKn menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah. Rancangan tersebut disesuaikan dengan teori
perkembangan anak.
2.1.1 Teori Perkembangan Anak
Siswa sebagai subjek penelitian berada pada rentang usia 7-11 tahun yang
dijelaskan oleh Piaget dalam Suparno (1997). Dalam teori tersebut dijelaskan
bahwa perkembangan kognitif siswa berada pada tahap perkembangan
operasional-formal. Kohlberg dalam Crain (2007) menjelaskan teori
perkembangan afektif. Teori perkembangan kognitif dalam perkembangan sosial
anak menggunakan teori perkembangan kognitif Vygotsky dalam Santrock
(2008).
2.1.1.1 Teori Perkembangan kognitif Piaget
Taraf perkembangan kognitif seseorang berkembang sesuai dengan
tingkatan usia. Pada dasarnya teori perkembangan kognitif anak dimulai dari
hal-hal yang konkret terlebih dahulu baru menuju hal-hal-hal-hal yang abstrak. Piaget dalam
Suparno (1997) mengatakan bahwa ada empat taraf perkembangan kognitif
9
dan (4) operasional formal. Taraf pekembangan kognitif tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1. Perkembangan Kognitif menurut Piaget
Usia (tahun)
Tahap
Perkembangan Perubahan Perilaku
0 – 2 Sensori Motor Kemampuan berpikir baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh atau memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Pada usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah “menangis”. Memberi pengetahuan pada mereka pada usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak.
2 – 7 Praoperasional Kemampuan skema kognitif masih terbatas, suka meniru perilaku orang lain, terutama meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah dia lihat ketika orang itu merespon terhadap perilaku orang, keadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau. Mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif.
7 – 11 Operasional Konkret
Usia ini sudah mulai memahami aspek-aspek komulatif materi, misalnya volume dan jumlah. Mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatannya bervariasi.
Sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
11 – ke atas
Operasional Formal
Telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, secara serentak maupun berurutan. Kapasitas merumuskan hipotesis dapat membuat siswa mampu berpikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan, sedangkan kapasitas dengan menggunakan prinsip-prinsip abstrak, siswa akan mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak, seperti agama, matematika dan
lainnya.
10
Usia siswa dalam penelitian berkisar antara 7-11 tahun. Perkembangan
kognitif siswa menurut Piaget berada pada tingkat operasional konkret di mana
siswa berpikir dari hal-hal konkret ke abstrak.
2.1.1.2Teori Perkembangan Afektif Kohlberg
Kohlberg dalam Crain (2007) mengatakan bahwa tahap perkembangan
moral ada enam tahap, yaitu: tahap 1 (kepatuhan dan orientasi hukuman), tahap 2
(individualisme dan pertukaran), tahap 3 (hubungan-hubungan antara pribadi yang
baik), tahap 4 (memelihara tatanan sosial), tahap 5 (kontrak sosial hak-hak
individual), dan tahap 6 (prinsip-prinsip universal). Keenam tahap tersebut masuk
ke dalam tiga tingkatan yaitu: tingkat 1 (moralitas prakonvensional) meliputi
tahap satu dan tahap dua, tingkat 2 (moralitas konvensional) meliputi tahap tiga
dan empat, dan tingkat 3 (moralitas pasca konvensional) meliputi tahap lima dan
enam. Anak usia SD berada pada tingkat moralitas konvensional tetapi masih
pada tingkat 3. Anak sudah dapat menilai baik dan buruk seseorang.
2.1.1.3 Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Vygotsky dalam Santrock (2008) mengatakan bahwa fungsi-fungsi mental
mempunyai hubungan eksternal atau hubungan sosial. Anak-anak
mengembangkan konsep-konsep yang lebih sistematis, logis, dan rasional. Dalam
mengembangkan konsep tersebut anak tidak dapat berkembang sendiri tetapi juga
harus mendapatkan bantuan dari orang lain. Perkembangan kognitif anak
tercermin pada konsep zona perkembangan proksimal yaitu untuk kisaran
tugas-tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai anak sendirian tetapi dapat dikuasai dengan
11
Zona perkembangan proksimal memiliki batas bawah dan batas atas. Batas
atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan
bantuan seorang pengajar yang berkompeten. Batas bawah adalah tingkat
pemecahan masalah yang dapat diraih pada tugas-tugas ini dengan dilakukan
sendiri. Anak usia SD berada pada zona tersebut, di mana anak dapat
menyelesaikan masalah dengan bantuan orang lain.
2.1.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah dilandasi oleh teori belajar
konstruktivisme. Schimidth (1993), Savery dan Duffy (1995), Murphy (1995)
dalam Rusman (2011) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah didasari
oleh perkembangan konstruktivisme dengan ciri: pemahaman yang didapatkan
berasal dari masalah dan lingkungan belajar, pergulatan masalah dan proses
inquiri masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar,
pengetahuan terjadi melalui proses sosial dan evaluasi terhadap keberadaan
sebuah sudut pandang.
2.1.2.1Teori Belajar Konstruktivisme
Piaget dalam Suparno (2007) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
hasil konstruksi/bentukan dari orang yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah
sesuatu yang sudah ada tetapi hasil bentukan secara terus menerus dari proses
belajar. Pengetahuan yang terbentuk didapatkan berdasarkan pengalaman diri
sendiri melalui proses belajar. Jadi pengetahuan tidak bisa didapatkan dari guru
mentransfer ilmu kepada siswa, tetapi siswa harus memiliki keaktivan dan
12
Ada beberapa aliran konstruktivisme yang mengartikan pengetahuan
secara berbeda-beda. Von Glasersveld dalam Suparno (2007) membedakan tiga
taraf konstruktivisme, yaitu: (1) realisme radikal, (2) realisme hipotesis, dan (3)
konstruktivisme yang biasa. Realisme radikal adalah aliran yang beranggapan
bahwa kita hanya dapat mengetahui sesuatu yang dibentuk/dikonstruksikan oleh
pikiran kita. Konstruksi yang dihasilkan hanyalah gambaran dari pikiran kita dan
tidak harus selalu representasi dunia nyata. Realisme hipotesis mengartikan bahwa
pengetahuan (ilmiah) merupakan suatu hipotesis dari pengetahuan yang
sebenarnya. Konstruktivisme yang biasa mengatakan bahwa pengetahuan yang
kita dapatkan merupakan gambaran dari pengetahuan itu sendiri.
Suparno (2007) juga membedakan tiga macam konstruktivisme
berdasarkan siapa atau apa yang menentukan dalam pembentukan pengetahuan.
Pertama, konstruktivisme psikologis personal yang lebih menekankan bahwa
pribadi seseorang sendirilah yang mengkonstruksikan pengetahuan. Kedua,
konstruktivisme sosiologis yang lebih menekankan masyarakat sebagai
pembentuk pengetahuan. Ketiga, sosiokulturalisme yang menggunakan keduanya,
yaitu konstruksi personal dan sosial. Dalam pembentukan pengetahuan kedua
aspek itu berkaitan. Pengetahuan yang terbentuk dari proses belajar tidak hanya
ada satu macam. Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan, yaitu: (1)
pengetahuan fisis, (2) pengetahuan matematis-logis, dan (3) pengetahuan sosial.
Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau
kejadian, seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pengetahuan matematis-logis adalah
13
Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan
sosial yang secara bersama menyetujui sesuatu. Contoh pengetahuan ini adalah
aturan, hukum, moral, nilai, sistem bahasa, dll.
Proses belajar yang dialami oleh diri sendiri tidak bisa lepas dari pengaruh
orang lain. Dalam proses belajar, Matthews dalam Suparno (2007) membedakan
dua tradisi besar dari konstruktivisme, yaitu konstruktivisme psikologis dan
sosiologis. Konstruktivisme psikologis bertitik tolak dari perkembangan
psikologis anak dalam membangun pengetahuannya, sedangkan konstruktivisme
sosial lebih mendasarkan pada masyarakatlah yang membangun pengetahuan.
Suparno (2007) mengatakan bahwa menurut kaum konstruktivis, belajar
merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog,
pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang
sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Ciri-ciri proses
tersebut adalah: (1) belajar yang berarti membentuk makna, (2) konstruksi arti
dalam proses yang terus menerus, (3) belajar bukanlah mengumpulkan fakta
melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian
yang baru, (4) proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waku skema seseorang
dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut, (5) hasil belajar
seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar; konsep-konsep;
tujuan; dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
2.1.2.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah
14
Tan (2000) dalam Rusman (2011) mengatakan bahwa pembelajaran
berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang
diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata,
kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang
ada. Pembelajaran berbasis masalah dalam bahasa asing sering disebut dengan
Problem Based Learning. Dutch (1994) dalam Amir (2010) yang mengatakan
PBL merupakan metode instruksional yang menantang mahasiswa agar belajar untuk belajar. Siswa bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi
masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan
serta kemampuan analisis mahasiswa dan inisiatif atas materi pembelajaran. PBL
mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta
menggunakan sumber yang sesuai. Ibrahim dan Nur (2000) dalam Rusman (2011)
mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa
dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya
belajar bagaimana belajar. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata yang dimaksudkan agar siswa dapat berpikir kritis dan analitis dalam
mencari solusi dan menemukan pengetahuan yang baru.
B. Karakteristik PBM
Dalam PBM ada beberapa karakteristik yang dapat membedakan PBM
dengan pendekatan yang lain. Seperti yang dikatakan Tan (2000) dalam Rusman
(2011:232) bahwa karakteristik dalam PBM adalah:
15
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan dunia nyata yang tidak
terstruktur.
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar.
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM.
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
h. Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan.
i. Keterbukaan proses dalam PMB meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar.
j. PMB melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. C. Langkah PBM
Dalam PBM langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengenalkan
fakta dan konsep. Setelah konsep jelas, baru siswa diajak untuk merumuskan
masalah dan menganalisisnya sehingga siswa dapat menemukan gagasan-gagasan
tentang cara mengatasi masalah tersebut dan akhirnya memperoleh pengetahuan
yang baru. Dalam kegiatan PBM lebih baik jika diadakan kegiatan berkelompok.
Seperti yang dikatakan Rusman (2011) bahwa dalam proses PBM siswa belajar
16
kognitif untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan
menganalisis data penting, dan mengelaborasi solusi.
Amir (2010) mengatakan bahwa ada proses tujuh langkah yang dilakukan
dalam setiap kelompok kecil yaitu: mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum
jelas, merumuskan masalah, menganalisis masalah, menata gagasan dan secara
sistematis menganalisisnya dengan dalam, menghubungkan dengan tujuan
pembelajaran, mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi
kelompok), mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan
membuat laporan untuk dosen/kelas. Ibrahim dan Nur (2000) dan Ismail (2002)
dalam Rusman (2011:243) mengemukakan bahwa langkah-langkah PBM adalah:
Tabel 2. Langkah-Langkah PBM
Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1 Orientasi siswa pada
masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3 Membimbing
pengalaman individu atau kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melakukan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4 Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan timnnya.
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
D. Manfaat PBM
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan PBM.
Seperti yang dikatakan Smith (2005) dalam Amir (2010) bahwa PBM membuat
17
mengingat, meningkatkan pemahamannya, meningkatkan pengetahuannya yang
relevan dengan dunia praktek, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun
kemampuan kepemimpinan dan kerjasama, kecakapan belajar, dan memotivasi
siswa.
2.1.3 Pendidikan Kewarganegaraan
2.1.3.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Amin (2011) memaparkan bahwa PKn merupakan tahap lanjut bela
negara. Kesadaran bela negara yang mengandung rasa cinta tanah air, kesadaran
berbangsa dan bernegara, keyakinan akan Pancasila dan UUD 1945, rela
berkorban demi bangsa dan negara, sikap dan perilaku awal bela negara. Wahab
(1995) menjelaskan bahwa PKn dapat diartikan sebagai mata pelajaran yang
digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur
dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut
diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari
peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai-nilai moral Pancasila yang dapat diwujudkan melalui PKn dengan
menekankan pada sikap patriotisme antara lain adalah: rela berkorban, berani dan
jujur dalam membela kebenaran, menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan
benar, dan cinta produksi dalam negeri serta menumbuhkan sikap untuk mampu
bersaing dan menjadi keunggulan sebagai bangsa dalam menghadapi era
globalisasi dan informasi agar dapat hidup secara baik dalam era pasar bebas
dunia pada masa yang akan datang. Wahab (1995) memaparkan bahwa
18
yang dimaksud adalah: menemukenali nilai-nilai inti pribadi dan masyarakat,
inkuiri filosofis dan rasional terhadap nilai-nilai inti tersebut, respon afektif atau
emotif terhadap nilai-nilai inti tersebut, pembuatan keputusan yang berkaitan
dengan nilai-nilai dasar berdasarkan inkuiri dan respon.
2.1.3.2Tujuan PKn
Fathurrohman dan Wuri (2011) mengatakan bahwa tujuan mata pelajaran
PKn adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut: (1)
berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan, (2) berpartisipasi secara bermutu, bertanggungjawab dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
(3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
masyarakat-masyarakat lainnya, (4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
pencantuman dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
2.1.3.3 Ruang Lingkup PKn
Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut
(BNSP dalam Fathurrohman dan Wuri, 2011:8):
A. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam
perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia,
sumpah pemuda, keutuhan NKRI, partisipasi dalam pembelaan negara,
sikap positif terhadap NKRI, keterbukaan dan jaminan keadilan.
B. Norma, hukum, dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan
19
peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan
peradilan internasional.
C. Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan
kewajiban warga masyarakat, instrumen nasional dan internasional
HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
D. Kebutuhan warga negara, meliputi: hidup gotong royong, harga diri
sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri,
persamaan kedudukan warga negara.
E. Konstitusi negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi
yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di
Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.
F. Kekuasaan dan politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan,
pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan pusat, demokrasi dan
sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat
madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
G. Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, proses perumusan Pancasila dan dasar negara,
pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka.
H. Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan
20
2.1.3.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn di SD
Standar kompetensi yang akan digunakan adalah 4. Menunjukkan sikap
terhadap globalisasi di lingkungannya, dan kompetensi dasarnya adalah 4.1
Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya, 4.2
Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi
kebudayaan Internasional, dan 4.3 Menentukan sikap terhadap pengaruh
globalisasi yang terjadi di lingkungannya.
2.1.3.5 Globalisasi
Dalam penelitian ini, produk yang akan dikembangkan adalah pada materi
globalisasi. Globalisasi memiliki pengertian menyeluruh, di mana pada usia SD
pengertian globalisasi baru mencapai dunia ini tidak lagi dibatasi oleh batas
negara, wilayah, ras, warna kulit, dsb, (Sumaatmadja dan Wihardit, 2011:4).
Globalisasi mengandung unsur proses, proses atau kegiatan yang berpengaruh
terhadap seluruh dunia yang memiliki kepentingan yang sama tetapi berbeda-beda
orang. Amin (2011) mengatakan bahwa globalisasi menunjukkan gejala
menyatunya kehidupan manusia di planet bumi tanpa mengenal batas-batas fisik
geografi maupun sosial. Globalisasi berkembang melalui proses yang dipicu oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kehidupan manusia mengalami perubahan kehidupan yang karena
globalisasi. Ada dampak positif dan dampak negatif globalisasi dalam kehidupan
manusia. Hal tersebut terjadi karena dunia yang semakin transparan. Emil Salim
dalam Sumaatmadja dan Wihardit (2011) mengemukakan empat bidang kekuatan
yang membuat dunia semakin transparan, yaitu: perkembangan iptek yang
21
bebas; lingkungan hidup; dan politik. Har Tilaar dalam Sumaatmadja dan
Wihardit (2011) mengemukakan bahwa ciri-ciri globalisasi adalah: era
masyarakat terbuka dalam bidang ekonomi, ditandai dengan adanya pasar bebas;
menentut kemampuan; kreasi yang menghasilkan produk-produk berkualitas
tinggi, dan dalam bidang politik ditandai dengan berkembangnya nilai demokrasi
dalam masyarakat yang demokratis.
Dalam kaitannya dengan bidang budaya, Mimbar (1990) dalam
Sumaatmadja dan Wihardit (2011) mengatakan bahwa ada empat dimensi yaitu:
afirmasi/penegasan diri dimensi budaya dalam proses pembangunan bangsa dan
masyarakat, mereafirmasi dan mengembangkan identitas budaya dan setiap
kelompok manusia berhak untuk diakui identitas budayanya, partisipasi, dan
memajukan kerjasama budaya antar bangsa. Lingkungan sangat menentukan
untuk menghadapi globalisasi. Champy dalam Amin (2011) menjelaskan bahwa
lingkungan yang dapat menghadapi tantangan masa depan adalah: lingkungan
yang merangsang pemikiran majemuk, dibutuhkan sumber daya manusia dan
pemimpin yang menguasai ilmu dan keterampilan, masyarakat lebih menghargai
prestasi dari pada status, masyarakat yang dapat menghargai seseorang yang bisa
meyelesaikan pekerjaannya, bukan berdasarkan kedudukan.
2.1.4 Evaluasi Pembelajaran
Instrumen penilaian memiliki hubungan yang erat dengan evaluasi
pembelajaran. Mardapi (2008) mengatakan ada tiga istilah yang yang sering
muncul dalam evaluasi, yaitu pengukuran, asesmen/penilaian, dan evaluasi. Selain
itu, kegiatan belajar berusaha untuk menguasai ranah kognitif, afektif, dan
22
pendidikan nasional menggunakan klarifikasi hasil belajar dari Bloom”, Sudjana (2011:22).
2.1.4.1 Teori Taksonomi Bloom
Dalam Taksonomi Bloom dibedakan menjadi tiga ranah, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. "Semua ranah diklarifikasi
berdasarkan kemampuan yang berjenjang dari tahapan yang sederhana menjadi
lebih kompleks”, Daryanto (2007:70). Ranah kognitif adalah ranah yang didasari oleh kemampuan intelektual. Tahapan kemampuan intelektual tersebut bermula
dari ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa, dan evaluasi. Sudijono
(2006) menjelaskan bahwa keenam jenjang ranah kognitif bersifat tumpang tindih
di mana pada jenjang di atasnya pasti ada kemampuan pada ranah di bawahnya.
Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan moral, berurusan dengan
nilai, dan berhubungan dengan perasaan dan sikap seseorang. Ranah psikomotor
berhubungan erat dengan pengendalian saraf-sraf sensory motor. Hal ini sangan
erat hubungannya dengan kemampuan gerak siswa dan kemampuan yang
berhubungan dengan saraf sensory motor.
Bloom dalam Hernawan (2007) juga menjelaskan bahwa ranah kognitif
dibagi menjadi enam tingkatan yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesa, dan evaluasi. Ranah afektif dibagi menjadi lima tingkatan yaitu:
menerima, menanggapi, menghargai, mengatur diri, dan menjadikan pola hidup.
Ranah psikomotor juga dibagi ke dalam lima tingkatan yaitu: persepsi, kesiapan,
gerakan terbimbing, bertindak secara mekanis, dan gerakan kompleks.
Tingkatan pertama dalam ranah kognitif adalah ingatan, yaitu ditunjukkan
23
telah dipelajari. Tingkat pemahaman menuntut kemampuan menangkap makna
atau arti dari suatu konsep. Tingkat penerapan adalah kemampuan menangkap
suatu konsep, hukum, atau rumus pada situasi baru. Kemampuan penerapan atau
aplikasi menuntut adanya konsep, teori, hukum, dalil, rumus, prinsip, dan yang
sejenisnya. Tingkat analisis adalah kemampuan untuk emmecahkan, menguraikan
suatu integrasi atau kesatuan yang utuh menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian
yang mempunyai arti. Tingkat sintesa menunjukkan kemampuan untuk
menyatukan beberapa jenis informasi yang terpisah-pisah menjadi satu bentuk
komunikasi yang baru dan lebih jelas dari sebelumnya.
Hasil afektif mengacu pada sikap dan nilai yang diharapkan. Kemampuan
menerima mengacu pada kepekaan individu untuk menerima rangsangan
(stimulus) dari luar. Siswa dianggap telah mencapai sikap menerima apabila siswa
tersebut mampu menunjukkan kesadaran, kemauan, dan perhatian terhadap
sesuatu, serta mengakui kepentingan dan perbedaan. Kemampuan menanggapi
mengacu pada reaksi yang diberikan individu terhadap stimulus yang datang dari
luar. Siswa menunjukkan kepatuham pada peraturan, atau perintah serta berperan
aktif dalam berbagai kegiatan. Kemampuan menghargai mengacu pada kesediaan
individu menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. Kemampuan
mengatur diri mengacu pada kemampuan membentuk atau mengorganisasikan
bermacam-macam nilai serta menciptakan sistem nilai yang baik. Kemampuan
menjadikan pola hidup mengacu pada sikap siswa dalam menerima system nilai
dan menjadikannya sebagai pola kepribadian dan tingkah laku.
Ranah psikomotori tingaktan pertama adalah persepsi. Kemampuan
24
memilih isyarat, dan menerjemahkan isyarat tersebut ke dalam bentuk gerakan.
Tingkat yang kedua adalah kesiapan. Pada tahap ini individu dituntut untuk
emnyiapkan dirinya melakukan suatu gerakan. Kesiapan ini meliputi kesiapan
mental, fisik, dan emosional. Kemampuan melakukan gerakan terbimbing
mengacu pada kemampuan individu melakukan gerakan yang sesuai dengan
prosedur atau mengikuti petunjuk pelatih. Kemampuan motorik dalam tingkat
bertindak secara mekanis mengacu pada kemampuan individu untuk melakukan
tindakan yang seolah-olah sudah otomatis. Kemampuan gerak kompleks
merupakan kemampuan bertindak yang paling tinggi dalam ranah psikomotor.
Gerakan yang dilakukan sudah didukung oleh suatu keahlian. Siswa dianggap
telah menguasai kemampaun pada tingkat ini apabila siswa tersebut telah
melakukan tindalan tanpa keraguan dan otomatis.
2.1.4.2 Pengukuran
Arikunto (2009) mengatakan bahwa mengukur adalah membandingkan
sesuatu dengan satuan ukuran. Allen dan Yen (1979) dalam Marpadi (2008)
mengatakan bahwa pengukuran adalah penetapan angka dengan cara yang
sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Mardapi (2008) mengatakan
bahwa pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka bagi
suatu objek secara sistematis. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk
menggambarkan karakteristik suatu objek. Kemampuan seseorang dalam bidang
tertentu dinyatakan dengan angka. Dalam menentukan karakteristik individu
pengukuran yang dilakukan harus sedapat mungkin mengandung kesalahn yang
25
semester, dan ulangan akhir semester. Pada prinsipnya alat ukur yang digunakan
harus memiliki bukti kesahihan dan kehandalan.
2.1.4.3 Assessment /Penilaian
Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya
saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar
yang baik, dan kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya.
Penilaian berfokus pada individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.
Arikunto (2009) mengatakan bahwa menilai adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Dalam bahasa asing istilah
pengukuran adalah measurement, sedangkan penilaian adalah evaluation. Kata tersebut dalam Bahasa Indonesia diperoleh istilah evaluasi yang berarti menilai.
Chittenden (1991) dalam Mardapi (2008) mengatakan bahwa kegiatan
penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan pada empat hal yaitu: (1)
Penelusuran, (2) pengecekan, (3) pencarian, dan (4) penyimpulan. Penelusuran
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran
telah berlangsung sesuai yang direncanakan atau tidak. Pendidik mengumpulkan
informasi sepanjang semester atau tahun melalui berbagai bentuk pengukuran
untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian kemajuan belajar anak.
Pengecakan adalah untuk mencari informasi apakah terdapat
kekurangan-kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran. Berbagai betuk
pengukuran pendidik berusaha untuk memperoleh gambaran menyangkut
26
dikuasai. Pencarian adalah untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan
yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Pendidik dapat segera
mencari solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selama proses
belajar berlangsung. Penyimpulan yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat
pencapaian belajar yang telah dimiliki peserta didik. Hal ini sangat penting bagi
pendidik untuk mengetahui tingkat pencapaian yang diperoleh peserta didik.
Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat digunakan sebagai laporan hasil tentang
kemajuan belajar peserta didik baik untuk peserta didik sendiri, sekolah, orang
tua, maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan.
TGAT (1987) dalam Mardapi (2008) mengatakan bahwa assessment
mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau
kelompok. Menurut Griffin dan Nix (1991) dalam Marpadi (2008) pengukuran,
asesmen, dan evaluasi merupakan hirarki. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria. Assessment menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran. Evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku.
Kegiatan penilaian tidak hanya dilakukan pada setiap akhir pelajaran. Penilaian
dapat dilakukan pada saat proses kegiatan belajar berlangsung. Seperti yang
dikatakan Suryanto (2011) bahwa penilaian hasil belajar tidak hanya dilakukan
pada akhir pelajaran saja, tetapi proses bagaimana siswa belajar untuk menguasai
suatu kompetensi juga harus dinilai.
2.1.4.4 Prinsip dan Prosedur Penilaian
Penilaian di dalam pendidikan harus memenuhi prinsip umum penilaian
seperti yang dikatakan Muslich (2011) bahwa prinsip umum dalam penilaian
27
objektif; (5) terbuka; (6) berkesinambungan; (7) menyeluruh; (8) bermakna. Valid
yaitu penilaian yang dilakukan harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dibutuhkan alat ukur yang dapat menghasilkan hasil pengukuran yang valid dan
reliable. Mendidik artinya penilaian yang dilakukan harus bisa memberikan
hal-hal yang bersifat mendidik. Berorientasi pada kompetensi adalah penilaian yang
dilakukan harus benar-benar bisa mengukur ketercapaian siswa dalam pencapaian
kompetensi seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Adil dan objektif yaitu
penilaian yang dilakukan harus sama terhadap semua siswa. Siswa harus
mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama. Guru harus bersifat objektif
tanpa membedakan muridnya. Terbuka yaitu kriteria penialian harus terbuka agar
keputusan hasil belajar siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Berkesinambungan yaitu penilaian yang dilakukan untuk memperoleh informasi
hasil belajar dan perkembangan siswa harus bertahap, terencana, teratur, terus
menerus, dan berkesinambungan. Menyeluruh yaitu penilaian yang dilakukan
harus mampu menilai keseluruhan kompetensi yang terdapat dalam kurikulum
yang meliputi ranah kognitif;afektif;dan psikomotor. Bermakna yaitu penilaian
yang dilakukan dapat memberikan hasil yang bermakna bagi siswa dan pihak
yang berkepentingan. Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
penilaian yang dilakukan harus memenuhi prinsip-prinsip yang pada dasarnya
objektif dan benar-benar mengevaluasi secara keseluruhan.
Penilaian membutuhkan prosedur yang baik agar proses hasil penilaian juga
dapat dilaksanakan dengan baik. Sudjana (2011) mengatakan ada beberapa
langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan proses penilaian
28
mengkaji kembali materi pengajaran berdasarkan kurikulum dan silabus mata
pelajaran, menyusun alat penilaian baik tes maupun non tes, menggunakan
hasil-hasil penilaian sesuai dengan tujuan penilaian tersebut. Terkait dengan menyusun
alat penilaian ada beberapa langkah yang harus ditempuh, yaitu (1) menelaah
kurikulum dan buku pelajaran, (2) merumuskan tujuan instruksional khusus
sehingga tampak jelas apa yang harus dinilai, (3) membuat kisi-kisi alat penilaian,
(4) menyusun soal berdasarkan kisi-kisi, (5) membuat dan menentukan kunci
jawaban soal.
2.1.4.5 Jenis-jenis Penilaian
Muslich (2011) mengatakan bahwa jenis penilaian terbagi menjadi 5
yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian
selektif,dan penilaian penempatan. Penilaian formatif adalah penilaian yang
berorientasi pada proses pembelajaran. Penilaian formatif dilaksanakan pada akhir
pembelajaran untuk melihat tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Penilaian
sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit pelajaran, misalnya
pada akhir semester atau akhir cawu. penilaian sumatif berorientasi pada produk
bukan pada prosesnya. Penilaian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh tujuan
kurikuler dapat dicapai oleh peserta didik. Penilaian diagnostik adalah penilaian
yang dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami peserta didik.
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan peseta didik dan faktor yang
menyebabkannya. Penilaian selektif adalah penilaian yang ditujukan untuk
keperluan seleksi, misalnya karena kuota dengan peminat lebih banyak peminat
maka dilakukan seleksi. Penilaian penempatan berorientasi pada kesiapan siswa
29
Mardapi (2008) mengatakan bahwa evaluasi pengajaran dikategorikan
menjadi dua yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar, dan evaluasi sumatif bertujuan untuk
menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik.
2.1.4.6 Instrumen Penilaian
Dalam penilaian dibutuhkan alat penilaian. Dilihat dari segi alat
penilaian, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes dan non tes.
Daryanto (2007) membedakan teknik non tes menjadi enam, yaitu: (1) skala
bertingkat (rating scale); (2) kuesiner (questionaire) sering disebut dengan angket; (3) wawancara (interview); (4) pengamatan (observation), (5) Daftar cocok (check-list), dan (6) catatan anecdota. Sakla bertingkat adalah penilaian yang menggambarkan angka terhadap suatu hasil pertimbangan. Angket adalah
sejumlah pertanyaan/pernyataan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur
(responden). Dipandang dari segi menjawab angket/kuesioner dibagi menjadi dua,
yaitu kuesioner langsung dan tidak langsung. Sedangkan dari segi cara menjawab
kuesioner dibagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Wawancara
adalah cara yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dengan tanya jawab
sepihak. Dikatakan sepihak karena responden tidak boleh mengajukan pertanyaan.
Pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
dengan cara pengamatan secara teliti dan pencatatan secara sistematis; riwayat
hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama masa kehidupannya.
30
anecdota adalah catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang dialami
peserta didik.
Sudjana (2011) membedakan teknik tes menjadi tiga macam, yaitu tes
lisan, tes tertulis, dan tes tindakan. Tes lisan masih dibedakan menjadi dua yaitu
tes lisan dan tes tertulis. Tes lisan masih diuraikan lagi menjadi tes individual dan
kelompok. tes tertulis masih dibedakan menjadi menjadi dua yaitu essay dan
objektif dimana tes objektif terdiri dari benar salah, menjodohkan, isian pendek,
dan pilihan ganda. Sedangkan tes essay terdiri dari tes berstruktur, tes bebas, dan
tes terbatas.
2.1.4.7 Tujuan Penilaian
Muslich (2011) mengatakan bahwa secara umum, penilaian pembelajaran
bertujuan untuk memberikan penghargaan terhadap pencapaian belajar pesera
didik serta memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran. Penilaian dimaksud
untuk mengevaluasi suatu kegiatan pembelajaran. Purwanto (2009) juga
memaparkan bahwa hasil belajar perlu dievaluasi yang dimaksudkan sebagai
cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan
apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil
belajar. Berdasarkan teori tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan dari penilaian
adalah untuk melihat ketercapaian tujuan dari hasil belajar.
Selain tujuan di atas, Fathurrohman (2011) mengatakan bahwa tujuan
penilaian ada empat hal, yaitu: (1) mengetahui kedudukan siswa dalam kelompok
kelasnya, (2) mengetahui ketepatgunaan program dan metode mengajar yang
31
memperoleh informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
pengambilan keputusan atau pembuatan laporan.
2.1.4.8 Acuan Penilaian
Dalam perolehan nilai dari kegiatan penilaian biasanya menggunakan angka
ataupun huruf. Huruf yang sering digunakan adalah A, B, C, D dimana A adalah
nialai paling tinggi dan menurun ke bawah seterusnya. Penilaian yang
menggunakan angka biasanya antara rentan 1- 10 atau 10-100. Sistem penilaian
tersebut memiliki acuan. Purwanto (2009) mengatakan bahwa acuan dalam
penilaian hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu penilaian acuan norma (PAN)
dan penilaian acuan patokan (PAP). “Penilaian acuan norma adalah penilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya, sedangkan penilaian patokan adalah
penilaian yang dacukan pada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa”, Sudjana (2011:7).
2.1.4.9 Model Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian yang terjadi secara bertahap dalam
bentuk kumpulan tugas-tugas. Seperti yang dikatakan Arifin (2009) bahwa
portofolio dapat digunakan oleh guru untuk melihat perkembangan peserta didik
dari waktu ke waktu berdasarkan kumpulan dari hasil karya siswa sebagai bukti
dari suatu kegiatan pembelajaran. Portofolio berupaya menilaia siswa secara
bertahap dan dalam periode yang telah ditentukan.
Suryanto (2011) menuliskan beberapa karakteristik portofolio, yaitu (1)
penilaian portofolio adalah penilaian yang menuntut adanya kerjasama antara guru
dan siswa; (2) penilaian portofolio tidak hanya sekumpulan hasil karya siswa
32
criteria tertentu untuk dimasukkan ke dalam hasil karya; (3) kumpulan hasil karya
siswa dilakukan dari waktu ke waktu dan merefleksi hasil karya yang dibuatnya;
(4) kriteria yang diterapkan harus jelas dan konsisten baik untuk guru maupun
siswa.
Penilaian menggunakan portofolio dapat memberikan kekuatan-kekuatan
yakni dapat melihat kemajuan belajar setiap saat secara jelas, memberikan
pengaruh positif, membandingkan hasil karya siswa dari tahap ke tahap yang
dapat memberikan motivasi kepada siswa.
2.1.4.10 Evaluasi
Menurut Mardapi (2008) evaluasi merupakan salah satu rangkaian
kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktivitas suatu lembaga
dalam melaksankan programnya. Selain itu Marpadi juga mengatakan bahwa
evaluasi secara singkat juga dapat dikatakan sebagai proses mengumpulkan
informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Sebelum
evaluasi dilakukan selalu dilakukan penilaian terlebih dahulu. Seperti yang
dikatakan Griffin dan Nick (1991) dalam Mardapi (2008), evaluasi adalah
judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Dalam pengertian ini evaluasi selalu didahului dengan pengukuran dan penilaian.
Penilaian adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran. Menurut Arikunto (2009) evaluasi
diperoleh dari kata evaluation yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Selain itu penilaian juga dikatakan dalam bagian
33
menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran”, (Hamalik, 210:2009).
2.1.5 Keterkaitan Teori dengan Instrumen Penilaian
Instrumen penilaian yang akan dibuat sesuai dengan landasan teori yang
sudah ditulis di atas. Prototipe produk instrumen penilaian PKn yang akan disusun
untuk siswa sekolah dasar perlu memperhatikan tingkat perkembangan siswa
berdasarkan teori perkembangan Piaget, teori Kohlberg, teori Vygotsky dan teori
Taksonomi Bloom. Berdasarkan teori perkembangan, siswa berpikir mulai dari
hal yang kongkrit menuju yang abstrak. Selain itu, instrumen penilaian yang
dirancang memperhatikan teori belajar konstruktivisme yang merumuskan
bahwa siswa belajar dan guru sebagai fasilitator. Instrumen penilaian juga didasari
oleh tujuan pembelajaran sesuai dengan teori Taksonomi Bloom.
Model pembelajaran yang dikembangkan untuk pengembangan produk
instrumen penilaian adalah pembelajaran berbasis masalah. Ciri pembelajaran
berbasis masalah adalah siswa memperoleh pemahaman objek tersebut dari
interaksi siswa dengan lingkungannya. Dari interaksi lingkungan belajar, siswa
dapat menemukan masalah pada awal pembelajaran dan kemudian mencari
pemecahan terhadap masalah tersebut. Instrumen penilaian dilakukan untuk
mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran, terlebih instrumen penilaian yang
disusun secara sistematis, psikologis, dan berdasarkan tinjauan dari prinsip-prinsip
belajar akan dapat mengaktifkan siswa.
2.2 Penelitian Pengembangan yang Relevan
2.2.1 Dwi Priyono Utomo pada tahun 2008 melakukan penelitian yang berjudul
34 Matematika di SD”. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses dan hasil
pengembangan perangkat pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran
matematika SD dan efektivitasnya. Hasil penelitian ini adalah rencan
pembelajaran berbasis masalah, buku siswa, evaluasi dan lembar kerja siswa yang
disusun berdasarkan pembelajaran berbasis masalah.
2.2.2 Tri Hartiti Retnowati (2009) fakultas Bahasa dan Seni UNY melakukan
penelitian dengan judul “Pengembangan Instrumen Penilaian Karya Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar”. Penelitian ini bertujuan mengembangkan instrument
penilaian yang sahih dan andal untuk mengukur hasil belajar seni lukis anak. Hasil
dari penelitian adalah (1) spesifikasi instumen penilaian hasil belajar karya seni
lukis anak di SD berbentuk lembar pengamatan yang di dalamnya terdiri atas
indicator, deskripsi, dan rubrik (kriteria). Penggunaan instrument ini adalah
pendidik sebagai rater. Komponen yang menjadi objek penilaian meliputi proses dan produk. Komponen proses terdiri atas & (tujuh) item, komponen produk 3
(tiga) item. (2) karakteristik instrument penilaian hasil belajar karya seni lukis
anak yang mencakup validitas, reliabilitas, dan keterpakaian di sekolah dasar telah
teruji. Validitas telah teruji melalui proses focus group discussion sebanyak 3 (tiga) kali dan seminar sekali. Reliabilitas telah teruji melalui teknik
generalizeability theory (teori G) dan interrater Cohen’s Kappa. Koefisien
Genova untuk instrument ini sebesar 0,71 dan koefisien interrater 0,82 telah memenuhi kriteria minimal yang dipersyaratkan yaitu 0,70.
2.2.3 Disertasi atas nama Chaerun (2009) dengan judul “Pengembangan Model Evaluasi Hasil Belajar Seni Tari Yang Apresiasiatif Dan Kreatif Disekolah
35
belajar seni tari yang berbasis apresiatif dan kreativitas di sekolah dasar ialah
model evaluasi hasil belajar yang berbasis pada kemampuan siswa mengenal
kesan-kesan inderawi ataupun kesan-kesan estetis yang bersumber pada suasana
hasti dan model hasil belajar yang berbasis pada pertumbuhan kemampuan siswa
mengekspresikan unsur-unsur gerak pokok dalam bentuk pacak (gerak dasar sesuai karakter), (2) model evaluasi hasil belajar seni tari yang dikembangkan
cukup efektif, karena mampu mengungkapkan hasil belajar yang dikembangkan
dapat diterima oleh pihak terkait (para guru, dan pengambil kebijakan pengajaran
seni tari di sekolah dasar, melalui kegiatan focus group discussion (FGB). 2.3 Kerangka Berpikir
Bagan 1. Kerangka Berpikir
Instrumen yang digunakan guru belum mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor. Hal tersebut membuat siswa kurang aktif dalam belajar. Penilaian
yang dilakukan masih dalam ranah kognitif. Keberadaan instrumen penilaian yang
bervariasi masih sangat minim. Guru belum menerapakan instrumen penilaian
yang inovatif di dalam kegiatan belajar. Teori perkembangan konstruktivisme Teori belajar
Teori perkembangan Piaget, Vygotsky, dan Kohlberg Teori belajar konstruktivisme teori Taksonomi Bloom, dan teori
instrumen penilaian
Instrumen penilaian
Model pembelajaran berbasis masalah
Kondisi awal siswa SD N Ungaran II
Yogyakarta
Instrumen penilaian yang