BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Medis
1. Definisi Persalinan Sungsang
Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah dimana
letak bayi sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus
uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah atau di daerah pintu
atas panggul atau simfisis. (Sarwono, 2006; h. 520)
Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah jika letak
bayi memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah.
(Sulaiman dkk, 2005; h. 132)
Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah jika letak
bayi membujur dengan kepala janin di fundus uteri. (Manuaba, 2001;
h. 237)
Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah dimana
letak janin memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin
merupakan kutub bawah, penunjuknya adalah sacrum. (Harry & William,
2010; h. 195)
Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah posisi
dimana bayi di dalam rahim berada dengan kepala di atas sehingga pada
saat persalinan normal, pantat atau kaki si bayi yang akan keluar terlebih
dahulu dibandingkan dengan kepala pada posisi normal. (Sujiyatini dkk,
Dari beberapa definisi persalinan sungsang dengan presentasi
bokong menurut beberapa sumber di atas, dapat disimpukan bahwa
persalinan sungsang adalah persalinan dengan letak atau posisi bayi
tidak normal yaitu bokong berada di bagian bawah atau di daerah pintu
atas panggul sedangkan kepala berada pada fundus uteri.
Menurut Sulaiman, Djamhoer, dan Firman (2005; h. 132) klasifikasi
letak sungsang dibagi menjadi :
1. Letak bokong murni : presentasi bokong murni, dalam bahasa inggris
“ Frank breech ". Bokong saja yang menjadi bagian depan,
sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.
Gambar : 2.1 Frank breech
Sumber : Sarwono, 2007; h. 608
2. Letak bokong kaki : Presentasi bokong kaki di samping bokong teraba
kaki, dalam bahasa inggris " Complete breech ". Disebut letak bokong
kaki sempurna atau tidak sempurna jika disamping bokong teraba
11
Gambar : 2.2 Complete breech Sumber : Sarwono, 2007; h. 608
3. Letak lutut Presentasi lutut.
Gambar 2.3 Presentasi lutut
Sumber : Oxorn, 2010; h. 197
4. Letak kaki Presentasi kaki, dalam bahasa inggris kedua letak yang
Gambar 2.4 : Incomplete breech
Sumber : Sarwono, 2007; h. 608
2. Etiologi
Menurut Myles(2009; h. 551-552) penyebab dari letak sungsang
sering kali tidak ada penyebab yang bisa diidentifikasikan, tetapi berbagai
kondisi berikut ini mendorong terjadinya presentasi bokong diantaranya :
a. Persalinan prematur. Presentasi bokong relatif sering terjadi
sebelum usia gestasi 34 minggu sehinggga presentasi bokonglebih
sering terjadi pada persalinan prematur.
b. Tungkai ekstensi. Versi sefalik spontan dapat terhambat jika tungkai
janin mengalami ekstensi dan membelit panggul.
c. Kehamilan kembar. Kehamilan kembar membatasi ruang yang
tersedia untuk perputaran janin, yang dapat mennyebabkan salah
satu janin atau lebih memiliki presentasi bokong
d. Polihidroamnion. Distensi rongga uterus oleh cairan amnion yang
berlebihan dapat meyebabkan presentasi bokong.
e. Hidrosefalus. Peningkatan ukuran kepala janin lebih cenderung
terakomodasi didalam fundus.
f. Abnormalitas uterus. Distorsi ronggauterus oleh septum atau jaringan
g. Plasenta previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi
luas ruangan dalam rahim.
h. Panggul sempit. Sempitnya ruang panggul mendorong janin
mengubah posisinya menjadi sungsang (Sarwono, 2007; h. 611).
i. Multiparitas. Pernah melahirkan anak sebelumnya sehingga rahim
elastis dan membuat janin berpeluang untuk berputar (Sarwono,
2007; h. 611).
i. Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas bergerak
(Sujiyatini dkk, 2011:119).
j. Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah
melahirkan beberapa anak sebelumnya, sehingga rahim sangat
elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga
minggu ke-37 dan seterusnya (Sujiyatini dkk, 2011; h. 119).
3. Patofisiologi
Menurut Sarwono (2007; h.611) letak janin dalam uterus
bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan di dalam
uterus. Padakehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak
dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam
presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan
triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif
berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih
besar dari pada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan
4. Prognosis
Bagi ibu : Perdarahan, robekan jalan lahir dan infeksi (Manuaba, 2010;
h. 493). Jika ketuban pecah dini (KPD) dapat terjadi partus
lama, dan infeksi (Ai yeyeh & lia, 2010; h. 243).
Bagi bayi : Dapat menimbulkan asfiksia karena adanya gangguan
peredaran darah plasenta setelah bokong dan perut lahir
dimana tali pusat terjepit antara kepala dan panggul
(Sumarah, Yani, Nining, 2009:126) trauma persalinan dan
infeksi. (Manuaba, 2010; h. 493)
5. Diagnosa
a. Data subjektif
Menurut Sulaiman, Djamhoer, Firman (2005:132-133)
mengatakan bahwa pergerakan anak teraba oleh si ibu di bagian
perut bawah, di bawah pusat, dan ibu sering merasa benda keras
(kepala) mendesak tulang iga. Ibu juga mengeluh rasa nyeri oleh
karena janin menyepak-nyepak rectum (Oxorn,2010:195).Apabila
ibu pernah hamil sebelumnya maka kehamilannya dengan letak
sungsang akan terasa lain dari pada kehamilan yang terdahulu,
karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih
banyak di bagian bawah (Sarwono, 2007; h. 609).
b. Data objektif
1) Pemeriksaan palpasi Leopold :
Leopold I : untuk mengetahui bagian yang berada pada bagian
atas fundus. Pada presentasi bokong akan teraba
Leopold II : Untuk mengetahui letak janin pada bagian kanan
atau kiri fundus. Bagian kanan dan kiri teraba
punggung dan bagian-bagian kecil janin.
Leopold III : untuk mengetahui bagian bawah janin. Pada
presentasi bokong akan teraba bokong, agak bulat,
tidak melenting.
Leopold IV : setelah terjadi engagement, menunjukkan posisi
bokong yang mapan di bawah simfisis.
(Cunningham, 2006; 561-562)
2) Pemeriksaan auskultasi
Pada pemeriksaan ini punktum maksimum/letak DJJ biasanya
terdengar paling keras pada daerah sedikit di atas umbilikus,
sedangkan bila telah terjadi engagement kepala janin, suara
jantung terdengar paling keras di bawah umbilikus.
3) Pemeriksaan USG
Untuk memastikan perkiraan klinis presentasi bokong dan bila
mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin.
4) Pemeriksaan dalam
Pada presentasi bokong murni, teraba sacrum, anus, kedua
tuberositas iskiadika, dan setelah terjadi penurunan lebih lanjut,
genitalia eksterna dapat dikenali (Cunningham, 2006; h. 562).
Perlu diperhatikan perbedaan dengan presentasi muka. Cara
membedakannya dengan melakukan pemeriksaan dalam dan
a) Apabila menemukan lubang kecil tanpa tulang, tidak ada
hisapan, terdapat mekonium, kesimpulannya adalah anus.
b) Apabila menemukan lubang, menghisap, lidah prosesus
zigomatikus, maka kesimpulan tersebut adalah mulut.
c) Apabila menemukan tumit, sudut 90° dengan jari-jari rata,
maka kesimpulan hal tersebut adalah kaki.
d) Apabila menemukan jari-jari panjang tidak rata dan tidak
terdapat sudut maka disimpulkan hal tersebut adalah tangan.
e) Apabila teraba patella dan poplitea maka kesimpulannya
adalah lutut. (Sumarah, Yani dan Nining, 2009; h. 124).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG : Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk
memastikan perkiraan klinis presentasi bokong
dan bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya
anomali janin (Cunningham, 2006; h. 562).
Pemeriksaan sinar X : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan
diagnosis maupun memperkirakan ukuran dan
konfigurasi panggul ibu (Oxorn, 2010; h. 198)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Mekanisme
Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung dengan
persalinan bokong, persalinan bahu, dan persalinan kepala. Bokong
masuk pintu atas panggul dapat melintang atau miring mengikuti jalan
lahir dan melakukan putar paksi dalam sehingga trochanter depan
hipomoklion, akan lahir trochanter belakang, dan selanjutnya seluruh
bokong lahir. Sementara itu bahu memasuki jalan lahir dan mengikuti
jalan lahir untuk melakukan putar paksi dalam sehingga bahu depan
berada di bawah simpisis. Dengan bahu depan sebagai hipomoklion
akan lahir bahu belakang bersama dengan tangan belakang diikuti
kelahiran bahu depan dan tangan depan. Bersamaan dengan
kelahiran bahu, kepala bayi memasukki jalan lahir dapat melintang
atau miring, serta melakukan putar paksi dalam sehingga suboksiput
berada dibawah simpisis. Suboksiput menjadi hipomoklion,
berturut-turut akan lahir dagu, mulut, hidung, muka, dan kepala seluruhnya
(Manuaba, 2010; h. 492).
Menurut Wiknjosastro (2005; h. 104-105) prosedur pertolongan
persalinan spontan pada presentasi bokong dibagi menjadi beberapa
tahapan yaitu:
1) Tahap pertama : Fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai
pusar (skapula depan). Disebut fase lambat karena fase ini hanya
untuk melahirkan bokong, yaitu bagian janin yang tidak
berbahaya.
2) Tahap kedua : Fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai
lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala
janin mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali
pusat terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan
dan tali pusat segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin
dapat bernafas lewat mulut.
seluruh kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan
keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar
yang tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan
secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan
intrakranial.
b. Jenis persalinan
Menurut Oxorn dan William (2010; h. 211) penanganan
presentasi bokong yaitu dengan persalinan pervaginam dan
persalinan per abdominal (sectio caesarea).
1) Persalinan pervaginam
a) Spontan yaitu persalinan yang terjadi sepenuhnya merupakan
hal yang terjadi secara spontan dengan tenaga ibu dan
kontraksi uterus tanpa dilakukan tarikan atau manipulasi
sedikitpun selain memegang janin yang dilahirkan. Jenis
persalinan ini disebut persalinan dengan cara bracht.
b) Ekstraksi parsial yatu persalinan yang terjadi secara spontan
sampai umbilikus, tetapi selanjutnya dilakukan ekstraksi. Jadi
janin lahir dengan kekuatan ibu, his, dan tenaga penolong,
misalnya dengan cara klasik, muller, mouritceau.
c) Ekstraksi total yaitu persalinan yang terjadi dengan cara
seluruh tubuh janin di ekstraksi oleh tenaga penolong
persalinan atau dokter kebidanan.
2) Persalinan per abdominal : sectio caesarea.
Insidensinya sekitar 10 persen. Menurut Wiknjosastro (2005; h.
letak sungsang harus dilahirkan per abdominam, misalnya :
a) Primigravida tua.
b) Nilai sosial janin tinggi (high social value baby).
c) Riwayat persalinan yang buruk (bad obstetric history).
d) Janin besar, lebih dari 3,5 kg – 4 kg.
e) Dicurigai adanya kesempitan panggul.
f) Prematuritas.
c. Tindakan pertolongan persalinan partus sungsang :
1) Lakukan periksa dalam untuk menilai besarnya pembukaan,
selaput ketuban, dan penurunan bokong serta kemungkinan
adanya penyulit
2) Instruksikan pasien agar mengedan dengan benar selama ada
his. Mengedan dengan benar mulai dengan menarik nafas dalam,
katupkan mulut, upayakan tenaga mendorong ke abdomen dan
anus. Kedua tangan menarik lipat lutut, angkat kepala dan lihat ke
pusar.
3) Pimpin berulang hingga bokong turun kedasar panggul. Lakukan
episiotomi saat bokong membuka vulva dan perinium sudah tipis.
4) Melahirkan bayi dengan cara brach :
a) Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam secara brach
yaitu kedua ibu jari penolong sejajar dengan panjang paha,
jari-jari yang lain memegang daerah panggul.
b) Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses keluarnya
janin.
dada.
d) Lakukan hiperlordosis janin pada saat angulus skapula inferior
tampak di bawah sisfisis (dengan mengikuti gerak rotasi
anterior yaitu punggung janin didekatkan ke arah perut ibu
tanpa tarikan) disesuaikan dengan lahirnya badan bayi.
Gambar : 2.5 Bracht
Sumber : Wiknjosastro, 2005; h. 107
e) Gerakan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi dan
kepala.
5) Apabila terjadi hambatan pengeluaran saat tubuh janin mencapai
daerah skapula inferior, segera lakukan pertolongan dengan cara
klasik atau muller dan lovset (manual aid).
6) Jika dengan cara brach bahu dan tangan tidak bisa lahir maka
bahu dan tangan dilahirkan secara klasik yaitu :
a) Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam dan dilahirkan
sehingga bokong dan kaki lahir.
b) Kemudian mengendorkan tali pusat
c) Pegang kaki pada pergelangan kaki dengan satu tangan dan
kanan atas ibu, untuk melahirkan bahu kiri bayi yang berada di
belakang. Dengan tangan kanan dan menariknya ke arah kiri
atas ibu, untuk melahirkan bahu kanan bayi yang berada di
belakang.
d) Masukkan dua jari tangan kanan atau kiri (sesuai letak bahu
belakang) sejajar dengan lengan bayi, untuk melahirkan
lengan belakang bayi.
Gambar : 2.6 Klasik
Sumber : Saifuddin, 2001; h. 109
e) Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik ke
arah bawah kontra lateral dari langkah sebelumnya untuk
melahirkan bahu dan lengan bayi depan dengan cara yang
sama.
Gambar : 2.7 Klasik
7) Apabila sulit untuk melahirkan bahu belakang maka lakukan cara
muller yaitu :
a) Melahirkan bahu depan terlebih dahulu dengan menarik kedua
kaki dengan cara yang sama seperti klasik, ke arah belakang
kontra lateral dari bahu depan.
Gambar : 2.8 Muller
Sumber : Manuaba,2010; h. 496
b) Setelah bahu dan lengan depan lahir dilanjutkan langkah yang
sama untuk melahirkan bahu dan lengan belakang.
Gambar : 2.9 Muller
Sumber : Manuaba,2010; h. 497
8) Cara lovset (dilakukan bila ada lengan bayi yang terjungkit di
belakang kepala/nuchal arm) :
Kedua tangan. Tarik ke bawah sampai skapula berada di
bawah simpisis.
b) Kemudian bayi diputar 180 derajat sampai bahu belakang
berubah menjadi bahu depan dan lahir.
Gambar : 2.10 Lovset Sumber : Saifuddin,2001; h. 522
c)
Dengan arah yang berlainan dengan putaran pertama, bayi diulangi diputar 180 derajat sampai kedua bahu lahir.Gambar : 2.11 Lovset Sumber : Saifuddin,2001; h. 522
9) Melahirkan kepala bayi dengan cara Mauriceau, dilakukan bila
belum lahir yaitu dengan cara :
a) Letakkan bayi di atas tangan kiri sehingga badan bayi
seolah-olah menunggang kuda (untuk penolong kidal meletakka
badan bayi di atas tangan kanan).
b) Satu jari di masukkan di mulut dan dua jari di maksila
c) Tangan kanan memegang atau mencengkam bahu tengkuk
bayi.
d) Meminta seorang asisten menekan fundus uteri.
e) Bersamaan dengan adanya his, asisten menekan fundus uteri,
penolong persalinan melakukan tarikan ke bawah sesuai arah
sumbu jalan lahir dibimbing jari yang dimasukkan untuk
menekan dagu atau mulut.
Gambar : 2.12 Mauriceau Sumber : Saifuddin,2001; h. 522
10) Ekstraksi kaki dilakukan bila kala II tak maju atau tampak gejala
kegawatan ibu dan bayi.
pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan
fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi,
tangan yang lain mendorong fundus ke bawah. Setetlah kaki
fleksi pergelangan kaki dipegang dengan dua jari dan dituntun
ke luar dari vagina sampai batas lutut.
b) Kedua tangan penolong memegangbetis janin, yaitu kedua ibu
jari diletakkan di belakang betis sejajar sumbu panjang paha
dan jari-jari lain di depan betis, kaki ditarik curam ke bawah
sampai pangkal paha lahir.
c) Pegangan dipindah ke pangkal paha setinggi mungkin dengan
kedua ibu jari di belakang paha, sejajar sumbu panjang paha
dan jari lain di depan paha.
d) Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter
depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang
sama dielevasi ke atas hingga trokhanter belakang lahir. Bila
kedua trokhanter telah lahir berarti bokong lahir.
e) Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dahulu,
maka yang akan lahir lebih dahulu adalah trokhanter belakang
dan untuk melahirkan trokhanter depan maka pangkal paha
ditarik terus curam ke bawah.
f) Setelah bokong lahir maka dilanjutkan dengan manual aid.
11) Teknik ekstraksi bokong dikerjakan jika presentasi bokong murni
dan bokong sudah turun di dasar panggul, bila kala II tidak maju
atau tampak keadaan janin/ibu yang mengharuskan bayi segera
dilahirkan. Caranya yaitu :
dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan dilipatan paha
bagian depan. Dengan jari ini lipat/krista iliaka dikaitkan dan
ditarik curam ke bawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan ini,
maka tangan penolong yang lain mencekam pergelangan tadi
dan turut menarik curam ke bawah.
b) Bila dengan tarikan ini trokhanter depan mulai tampak di
bawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain
mengkait lipatan paha ditarik curam ke bawah sampai bokong
lahir.
c) Setelah bokong lahir, bayi dilahirkan dengan manual aid.
12) Cunam piper digunakan kalau pengeluaran kepala bayi dengan
bracht atau mauriceau gagal. Caranya : tangan dan badan bayi
dibungkus kain steril, diangkat ke atas, cunam piper dipasang
melintang terhadap panggul dan kepala kemudian ditarik.
B. Tinjauan Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah suatu metode berpikir dan bertindak
secara sistematis dan logis dalam memberikan asuhan kebidanan, agar
menguntungkan kedua belah pihak baik klien atau pemberi asuhan
(Soepardan, 2008).
Penerapan manajemen kebidanan menurut Varney (1997) meliputi:
pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan tindakan antisipasi
segera atau kolaborasi dan konsultasi, penyusunanrencana tindakan,
1. Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua
data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan
langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien (Nursalam,
2001:17). Data subyektif adalah informasi yang diceritakan ibu ibu
tentang apa yang dirasakannya, apa yang sedang dan telah dialaminya.
Data obyektif : Informasi yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan
atau pengamatan terhadap ibu (Depkes RI, 2008; h. 8).
2. Interpretasi data
Menginterpretasikan data dengan tepat untuk mengidentifikasi masalah
atau diagnosa. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standart nomenklatur diagnosa
kebidanan. Standart nomenklatur kebidanan adalah :
a. Diakui dan telah disyhkan oleh profesi.
b. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan.
c. Memiliki ciri khas kebidanan.
d. Didukung oleh klinikal judgemen dalam lingkup praktik kebidanan.
e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
3. Diagnosa potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan diagnosis masalah yang sudah teridentifikasi (Nursalam,
2001:41)
konsultasi
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
penatalaksanaan kebidanan, yang tidak hanya dilakukan selama
perawatan primer tetapi perawatan yang berkelanjutan. Mengumpulkan
data-data baru dan dievaluasi. Beberapa data mengidentifikasi situasi
yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu atau anak.
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah
yang sebelumnya. Langkah ini merupakan lanjutan dari masalah atau
diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah
informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana
asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa sudah terlihat dari
kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga
berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi wanita tersebut yaitu
tentang apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, penyuluhan,
konseling, dan rujukan untuk masalah-masalah sosial, ekonomi, kultural
atau masalah psikologi bila diperlukan. Dengan perkataan lain, asuhan
terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan
dengan semua aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan
haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan dan wanita tersebut
yang pada akhirnya akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena
itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan
sesuai pembahasan rencana bersama wanita tersebutkemudian
6. Melaksanakan perencanaan
Pelaksanaan asuhan yang menyeluruh yang dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian oleh orang tua, bidan atau anggota tim kesehatan
lainnya, jika bidan tidak melakukan sendiri, bidan tetap bertanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaan agar benar-benar dilakukan.
Apabila bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam
manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga
bertanggung jawab terlaksananya rencana asuhan kolaborasi yang
menyeluruh tersebut. Manajemen efisien akan menyingkat waktu dan
biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan tersebut.
7. Evaluasi
Langkah terakhir ini adalah memeriksa apakah rencana asuhan tersebut
yang meliputi pemenuhan kebutuhan ibu, benar-benar terpenuhi dalam
mengidentifikasi masalah atau diagnosa. Rencana tersebut efektif jika
dalam pelaksanaannya efektif dan dianggap tidak efektif jika tidak efektif.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif an
sedangkan sebagian lain tidak. Langkah-langkah proses manajemen
pada umumnya memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi
tindakan serta berorientasi. (Varney, 2007)
Metode pendokumentasian SOAP :
S (Data Subjektif) : Data subjektif merupakan pendokumentasian
manajemen kebidanan. Data subjektif ini
berhubungan dengan apa yang dikatakan ibu.
O (Data Objektif) : Data objektif merupakan pendokumentasian
dengan apa yang dilihat dan dirasakan bidan
sewaktu melakukan pemeriksaan
A (Assessment) : Assessment merupakan pendokumentasian hasil
analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data
subjektif dan objektif.
P (Planning) : Apa yang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi
tersebut diatas.
Penerapan manajemen kebidanan menurut Varney (1997) meliputi:
pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan tindakan antisipasi
segera atau kolaborasi dan konsultasi, penyusunanrencana tindakan,
pelaksanaan dan evaluasi.
I. Pengkajian
Merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan
menggunakan metode wawancara secara langsung dan pemeriksaan
fisik.
A. Data Subjektif
1. Identitas Pasien
Berisi tentang biodata pasien dan penanggung jawab yaitu
menurut nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
Identitas pasien
Nama : Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama
panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam
memberikan penanganan dan untuk mengetahui
identitas pasien. (Sastrawinata, S. h. 154)
karena pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun temasuk resiko tinggi dalam
kehamilan, persalinan dan nifas (Wheeler, 2004:
h. 5).
Suku bangsa : Untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari (Wheeler, 2004; h. 52).
Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut
untuk membimbing atau mengarahkan pasien
dalam berdoa (Wheeler, 2004; h. 64).
Pendidikan : Pendidikan berpengaruh pada tingkat
penerimaan pasien terhadap konseling yang
diberikan, serta tingkat kemampuan pengetahuan
ibu terhadap kehamilan (Wheeler, 2004; h. 64).
Pekerjaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi
dalam gizi ibu tersebut serta ada pengaruhnya
atau tidak maka perlu dikaji (Wheeler, 2004;
h.62).
Alamat : Ditanya untuk mempermudah hubungan dengan
pasien apabila diperlukan dalam keadaan
mendesak, dan mengetahui alamat yang lebih
jelas dalam melakukan kunjungan rumah untuk
mengetahui hasil dari perawatan. (Varney H.,
2. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan
dengan persalinan dengan presentasi bokong, seperti ibu
merasakan gerakan anak di perut bagian bawah, di bawah pusat,
dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga
(Sulaiman, Djamhoer, Firman, 2005; h. 132). Ibu juga mengeluh
perut merasa nyeri karena janin menyepak-nyepak rectum (Oxorn,
2010; h. 195). Apabila ibu pernah hamil sebelumnya maka
kehamilannya dengan letak sungsang akan terasa lain dari pada
kehamilan yang terdahulu, karena terasa penuh di bagian atas
dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah (Sarwono,
2007; h. 609).
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu ditujukan pada pengkajian
penyakit yang diderita pasien, seperti penyakit kelainan uterus
dan tumor di pelvis dapat menyebabkan terjadinya letak
sungsang (Myles, 2009; h. 552).
Apabila mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus
dalam kehamilan dapat terjadi komplikasi seperti partus
premature, hydramnion, yang merupakan penyebab dari letak
sungsang (Manuaba,2010:346). Serta untuk mengetahui
apakah dahulu ibu mempunyai riwayat persalinan premature,
plasenta previa, dan hamil kembar yang merupakan salah satu
Apabila ibu mempunyai penyakit jantung dalam
kehamilan dapat terjadi komplikasi pada ibu seperti terjadi
gagal jantung kongestif, odema paru, hingga kematian,
sedangkan pada janin dapat terjadi lahir prematur, berat
badan lahir rendah, hipoksia, gawat janin, lahir mati dan
pertumbuhan janin terhambat (Kapita Selekta, 2001; h. 283).
Komplikasi yang terjadi pada janin lahir prematur, berat badan
lahir rendah merupakan salah satu penyebab dari presentasi
sungsang (Myles, 2009; h. 551).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang sekarang dikaji untuk
mengetahui adakah penyakit yang diderita seperti penyakit
kelainan uterus dan tumor di pelvis, hydramnion, hidrosefalus,
plasenta previa, yang merupakan penyebab dari letak
sungsang (Myles, 2009; h. 552).
Apabila mempunyaipenyakit diabetes mellitus dalam
kehamilan dapat terjadi komplikasi seperti partus premature,
hydramnion, yang merupakan penyebab dari letak sungsang
(Manuaba,2010; h. 346).
Apabila ibu mempunyai penyakit jantung dalam
kehamilan dapat terjadi komplikasi pada ibu seperti terjadi
gagal jantung kongestif, odema paru, hingga kematian,
sedangkan pada janin dapat terjadi lahir prematur, berat
badan lahir rendah, hipoksia, gawat janin, lahir mati dan
pertumbuhan janin terhambat (Kapita selekta, 2001; h. 283).
lahir rendah merupakan salah satu penyebab dari presentasi
sungsang ( Myles, 2009; h. 551).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dikaji untuk mengetahui
apakah ada penyakit keturunan yang dapat mempengaruhi
pada kehamilan ibu misalnya apakah ada riwayat kehamilan
kembar pada keluarga, karena kehamilan kembar salah satu
penyebab sungsang (Myles, 2009; h. 551).
4. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Haid
Riwayat haid melalui menarche, siklus, lamanya
mendapatkan menstruasi, banyaknya dalam sehari (ganti
pembalut berapa kali) sifat darah, dismenorhea, flour albus,
HPHT (hari pertama haid terakhir) dikaji untuk mengetahui
usia kandungan apakah sudah aterm atau belum, karena bila
dijumpai ibu bersalin dengan premature merupakan penyebab
terjadinya persalinan dengan presentasi bokong (Myles, 200;
h. 551).
b. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu dikaji
untuk mengetahui apakah ibu pernah melahirkan premature,
BBLR, dan apakah mempunyai riwayat hamil kembar, karena
beberapa kejadian tersebut merupakan penyebab terjadinya
Apabila ibu pernah hamil sebelumnya maka kehamilan
dengan letak sungsang akan terasa lain dari pada kehamilan
yang terdahulu, karena terasapenuh di bagian atas dan
gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah (Sarwono, 2007;
h. 609).
c. Riwayat kehamilan sekarang
1) ANC
Dilakukan untuk mengetahui dan mengawasi
perkembangan kehamilan dengan pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetric
dengan cara palpasi Leopold untuk mengetahui letak janin
sungsang atau lintang, Auskultasi dan TFU serta
pemeriksaan penunjang seperti USG, Hb, protein urine dan
reduksi urine. Untuk mendiagnosis presentasi bokong pada
minggu ke 35 hingga 37 (Cunningham, 2006; h. 560).
Pada kehamilan dengan presentasi bokong ibu akan
merasakan gerakan anak di perut bagian bawah, di bawah
pusat, dan ibu sering merasa benda keras (kepala)
mendesak tulang iga (Sulaiman, Djamhoer, Firman,2005;
h. 132).
2) Imunisasi TT
Immunisasi dilakukan, untuk melindungi janin yang akan
dilahirkan terhadap tetanus noenatorum dewasa ini
dianjurkan untuk diberikan toxoid tetanus sehingga penting
3) Gerakan janin
Untuk mengetahui frekuensi janin bergerak dalam satu
hari, sebagai penilaian janin masih dalam keadaan
baik.Pada kehamilan dengan presentasi bokong ibu akan
merasakan gerakan janin di bagian perut bawah, di bawah
pusat (Sulaiman, Djamhoer, Firman, 2005; h. 132).
4) Obat
Untuk mengetahui macam-macam obat yang diberikan
bidan pada ibu serta jumlah dan pemberiannya. Seperti
pemberian tablet zat besi (Fe) minimal 90 tablet selama
kehamilan.
5) Nasehat
Untuk mengetahui nasehat-nasehat yang diberikan bidan
kepada ibu sebagai pedoman ibu dalam kehamilan
maupun persalinan. Seperti pada kehamilan sekitar 7-7,5
bulan, masih dapat dicoba melakukan posisi knee-chest
sebanyak 3 sampai 4 kali perhari selama 15 menit
(Manuaba, 2001; h. 239).
5. Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan ibu, usia perkawinan
ibu apakah kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dan
lamanya perkawinan ibu. Jika ibu melahirkan bayi pada usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki peluang
tinggi untuk melahirkan premature yang merupakan etiologi dari
6. Riwayat KB
Untuk mengetahui riwayat kontrasepsi yang pernah
digunakan oleh ibu, lamanya penggunaan, keluhan saat
penggunaa serta rencana kontrasepsi yang akan digunakan ibu
setelah persalinan. Penggunaan kontrasepsi hormonal akan
memberiakan efek samping sesuai dengan kadar hormon yang
dikandungnya. Kelebihan hormon estrogen dapat menimbulkan
keputihan, nyeri kepala dan hipertensi (Kapita selekta, 2001; h.
360). Hipertensi ini merupakan salah satu tanda dari pre eklamsi.
Apabila pre ekslamsi terjadi pada kehamilan akan menimbulkan
komplikasi pada janinnya yaitu pertumbuhan janin terhambat dan
prematuritas (Kapita selekta, 2001; h. 271) yang dapat
menyebabkan terjadinya letak sungsang (Myles, 2009; h. 551).
7. Pola kebutuhan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Menggambarkan tentang kebutuhan nutrisi ibu selama hamil,
apakah sudah tercukupi sesuai dengan gizi seimbang untuk
ibu hamil.Jika asupan nutrisi ibu tidak baik akan
mempengaruhi pada pertumbuhan janin yang mengakibatkan
BBLR, yang merupakan salah satu penyebab dari letak
sungsang (Sujiyatini, 2011; h. 119).
b. Pola eliminasi
Mengkaji pola fungsi ekskresi yaitu kebiasaan buang air besar
meliputi terakhir BAB, warna, konsistensi, dan keluhan. Serta
konsistensi dan keluhan (Anggraini,Y. 2010; h.137)
c. Pola aktivitas
Untuk mengetahui apakah pekerjaan ibu sehari-hari terlalu
berat atau tidak. Ibu hamil boleh melakukan aktifitas fisik biasa
selama tidak terlalu melelahkan seperti : menyapu, memasak.
Menurut Sofie, RK apabila ibu melakukan aktivitas fisik yang
berat, bekerja terlalu lama dan yang menimbulkan stres
seperti berhadapan dengan konsumen dapat memicu
terjadinya partus premature, yang merupakan salah satu
penyebab letak sungsang (Myles,2009; h. 551).
d. Pola istirahat
Menggambarkan tentang pola istirahat ibu, yaitu berapa jam
ibu tidur siang dan berapa jam ibu tidur malam, karena
berpengaruh terhadap kesehatan fisik ibu. Tidur malam
kurang lebih selama 8 jam dan tidur siang selama 1 jam
(Kusmiyati dkk,2009; h. 120).
e. Pola personal hygiene
Menggambarkan pola hygiene pasien, misalnya berapa kali
ganti pakaian dalam, mandi, gosok gigi dalam sehari dan
keramas dalam satu minggu. Pola ini perlu dikaji untuk
mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan dirinya
(Varney, 2008; h.719).
f. Pola seksual
Untuk mengetahui kapan ibu terakhir melakukan hubungan
dalam sperma dapat merangsang terjadinya kontraksi.
(Wheeler, 2004; h. 46)
8. Psikososial, kultural dan spiritual
a. Psikososial
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana respon dan
dukungan yang diberikan suami dan keluarga kepada ibu pada
saat ibu merasakan cemas terhadap bayinya apakah dapat
lahir secara normal atau tidak.
b. Kultural
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pantangan maupun
kebiasaan ibu yang dapat merugikan dirinya maupun janin
yang dikandungnya, serta pengambilan keputusan saat proses
persalinan.
c. Spiritual
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan ibu dalam
menjalankan ibadahnya maupun aktifitas keagamaan.
(Wheeler, 2004; h. 54)
B. Data Objektif
1. Keadaan umum
Untuk menilai status keadaan umum ibu pada saat persalinan
(Manuaba, 2010; h. 177).
2. Tingkat kesadaran
Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan penilaian
a. Composmentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
b. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan kehidupan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh).
c. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja,
dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri,
tetapijatuh tidur lagi.
d. Sopor : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,
reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan
rangsang nyeri.
e. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat,
memberontak, berteriak-triak dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat dan waktu.
f. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali
dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsang apapun. (Priharjo Robert, 2007; h.
23)
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : untuk mengetahui tekanan darah ibu
padawaktu bersalin karena pada waktu bersalin tekanan darah
bisamempengaruhiprosespersalinan. Jika TD diastolik 90
mmHg atau lebih dicurigai preeklamsia ringan, dan jika TD
diastolik 110 mmHg atau lebih dicurigai preeklamsia berat.
(Sarwono, 2007; h. 282-288)
b. Nadi : Untuk mengetahui nadi ibu normal atau tidak. Jika nadi
Syok, dan jika nadi cepat 110 x/menit atau lebih tanda dan
gejala ibu mengalami infeksi.(Depkes RI, 2008; h. 91)
c. Pernafasan : untuk mengetahui pernafasan ibu masih normal
atau tidak karena pernafasan berhubungan dengan keadaan
suhu dan nadi, apabila keadaan suhu dan nadi tidak normal
maka pernafasan pun ikut terganggu. Jika pernafasan cepat
lebih dari 30x/menit merupakan tanda gejala ibu syok.
(Depkes RI, 2008; h. 91)
d. Suhu : untuk mengetahui keadaan suhu pada ibu normal atau
tidak. Jika suhu lebih dari 38°C merupakan tanda dan gejala
infeksi. (Depkes RI, 2008; h. 91)
e. Berat badan sekarang dan sebelum hamil : untuk mengetahui
tingkat kenormalan penambahan berat badan ibu selama
kehamilan. Menurut Wheeler (2004; h. 71-72) berdasarkan
indeks masa tubuh diperoleh dengan menghubungkan tinggi
badan klien dengan berat badannya saat hamil sebagai berikut
: 12,5 sampai 17,5 kg untuk wanita dengan berat dan tinggi
badan yang normal selama masa hamil (IMT 19,8 sampai 26),
14 sampai 20 kg untuk wanita dengan berat badan rendah
(IMT kurang dari 19,8), 7,5 sampai 12,5 kg untuk wanita
dengan berat badan berlebih (IMT 26,1 sampai 29), dan
sekurang-kurangnya 7,5 kg untuk wanita obesitas (IMT lebih
dari 29).
f. Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan ibu normal atau
memiliki tinggi badan kurang dari140 cm, curigai adanya
disproporsi sefalopelvik, karena kesempitan panggul
merupakan penyebab letak sungsang (Kapita Selekta, 2001;
h. 257).
g. LILA : Untuk mengukur lingkar lengan gunanya untuk
mengetahui status gizi pada ibu normal atau tidak. Normal nya
23,5 Cm, jika ukuran lila kurang dari 23,5 Cm maka
interpretasinya kurang energi kronis (KEK). (Kusmiyati dkk,
2009; h. 85)
h. Status present
1) Bentuk kepala : untuk mengetahui bentuk kepala dan
benjolan dikepala.
2) Rambut : untuk mengetahui apakah rambut ibu
rontok atau tidak.
3) Muka : oedema atau tidak.
4) Mata : untuk mengetahui adanya anemi/
hepatitis dengan menilai sclera dan
konjungtiva.
5) Mulut : untuk mengetahui apakah terdapat
stomatitis atau tidak, jika terjadi radang
pada gusi /caries pada gusinya bisa
menjadi jalan masuk kuman.
6) Telinga : untuk mengetahui apakah simetris dan
terdapat serumen atau tidak.
7) Hidung : untuk mengetahui apakah terdapat polip
8) Leher : untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan seperti terdapat pembesaran
kelenjar tyroid dan limfe atau tidak.
9) Dada dan axilla : untuk menilai adanya gangguan pada
pernapasan.
10) Abdomen : untuk mengetahui bentuk abdomen, luka
bekas operasi, pembesaran kelenjar
limfe/hati dan nyeri tekan.
11) Genetalia : untuk mengetahui terdapat oedema,
varices, lecet, memar atau tidak.
12) Ekstremitas : untuk mengetahui apakah terdapat
oedema, varices dan ada reflek patella.
(Priharjo Robert,2007; h. 50-148)
4. Status obstetrikus
a. Inspeksi :
Muka : Untuk mengetahui apakah ada cloasma
gravidarum atau tidak, apakah adanya oedema
atau tidak.
Dada : untuk mengetahui pembesaran mammae,
hiperpigmentasi pada areola, puting susu
menonjol, kelenjar montgomeri.
Abdomen : untuk mengetahui apakah ada linea nigra, striae
gravidarum, dan abdomen membesar sesuai
b. Palpasi :
Leopold I : untuk mengetahui bagian yang berada
padabagian atas fundus, pada presentasi
bokongakan teraba kepala, bulat dan keras
Leopold II : untuk mengetahui letak janin pada
bagiankanan atau kiri fundus. Bagian kanan
dan kiri teraba punggung dan bagian kecil
janin.
Leopold III : untuk mengetahui bagian bawah janin. Pada
presentasi bokong akan teraba bokong, agak
bulat, tidak melenting.
Leopold IV : setelah terjadi engagement, menunjukkan
posisi bokong yang mapan di bawah simfisis.
(Cunningham, 2006; h. 561-562)
TFU : Untuk mengetahui umur kehamilan dan TBJ.
c. Auskultasi : Pada pemeriksaan ini punktum maksimum / letak
DJJ biasanya terdengar paling keras pada daerah sedikit di
atas umbilicus, sedangkan bila telah terjadi engagement
kepala janin, suara jantung terdengar paling keras di bawah
umbilikus. (Cunningham, 2006; h. 562)
d. Pemeriksaan dalam :
1) Vagina : untuk mengetahui apakah ada
kelainan atau tidak, apakah ada
luka parut atau tidak.
penipisan servik.
3) Effacement : untuk mengetahui effacement
berapa persen.
4) Kulit ketuban : untuk mengetahui kulit ketuban utuh
atau sudah pecah.
5) Bagian terendah : untuk mengetahui bagian terbawah
janin. Pada presentasi bokong
teraba bokong.
6) Kaput : persalinan presentasi bokong tidak
ada kaput.
7) POD : pada presentasi bokong teraba
sacrum
8) Penurunan : untuk mengetahui penurunan
bokong pada panggul.
9) Bagian menumbung : untuk mengetahui apakah ada
bagian yang menumbung atau tidak
10) Moulage : untuk mengetahui apakah adanya
moulage atau tidak. Pada persentasi
bokong tidak ada moulage
(Wiknjosastro, 2005; h. 42-44).
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan USG : digunakan untuk memastikan
perkiraan klinis presentasi bokong dan bila mungkin untuk
mengidentifikasi adanya anomali janin (Cunningham, 2006;
h. 562).
diagnosis maupun untuk memperkirakan ukuran dan
konfigurasi panggul ibu (Oxorn,2010; h. 198).
II. Interpretasi Data
Diagnosa : Ny...G...P...A.., umur...tahun, umur kehamilan... minggu,
Janin tunggal,hidup, intrauteri, presentasi bokong, puki,
point of direction sacrum, tidak ada bagian yang
menumbung, sarung tangan ada lendir darah, dalam
persalinan kala I fase aktif dengan presentasi bokong.
Data Dasar
Data Subyektif :
1. Ibu mengatakan bernama Ny...
2. Ibu mengatakan berusia...
3. Ibu mengatakan kehamilannya merupakan kehamilan yang ke...,
belum atau pernah melahirkan, belum atau pernah keguguran
4. Ibu mengatakan HPHT tanggal
5. Ibu mengatakan perut nya kenceng-kenceng sejak jam...
Data Obyektif :
1. TTV
a. TD
b. Nadi
c. Suhu
d. RR
2. Palpasi
a. Leopold I : fundus teraba kepala, bulat keras, dan melenting
kecil janin
c. Leopold III : teraba bokong, agak bulat, lunak, tidak melenting
d. Leopold IV : setelah terjadi engagement, menunjukkan posisi
bokong yang mapan di bawah simpisis.
TFU : Untuk mengetahui umur kehamilan dan TBJ.
(Cunningham,2006; h. 561-562)
2. Pemeriksaan dalam
Menurut Wiknjosastro (2005; h. 42-44) untuk mengetahui bagian vulva
dan uretra apakah ada tanda infeksi, vagina, portio masih tebal atau
sudah mengalami penipisan, dilatasi servik, bagian menumbung,
selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, presentasi kepala atau
bukan, point of direction, adakah penyusupan atau tidak, penurunan
hodge, dan adakah sarung tangan lendir darah.
Masalah : lbu cemas, kurangnya pengetahuan dan informasi tentang
persalinan sungsang. (Sujiyatini dkk, 2009; h. 144)
III. Diagnosa Potensial
Pada ibu :
1. Perdarahan
Dapat disebabkan karena robekan perineum.
2. Infeksi. Dapat terjadi karena persalinan berlangsung lama, ketuban
pecah pada pembukaan kecil, dan manipulasi dengan pemeriksaaan
dalam.(Manuaba, 2010; h.493).
3. Robekan jalan lahir.
Pada Bayi :
1. Asfiksia. Dapat disebabkan oleh kemacetan persalinan (aspirasi air
2. Trauma persalinan. Dapat disebabkan dislokasi fraktur persendian,
tulang ekstremitas, kerusakan alat vital (limfa, hati, paru-paru atau
jantung) dan dislokasi fraktur persendian tulang leher.
3. Infeksi (Manuaba, 2010; h. 493).
4. After coming head (Cunningham, 2006; h. 564).
IV. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera atau Kolaborasi dan Konsultasi
1.Memasang infus
2.Pemberian uterotonika secara IM atau IV drip
3. Persiapan alat resusitasi :
a. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, bersih, kering, hangat
dan terang.
b. 3 helai kain
c. Alat penghisap lendir De lee
d. Tabung dan sungkup/balon
e. Kotak alat resusitasi
f. Sarung tangan
g. Jam
h. Lampu (Depkes RI, 2008; h. 146)
4.Tindakan resusitasi :
a. Langkah awal
1) Menjaga bayi tetap hangat
2) Mengatur posisi bayi
3) Menghisap lendir
5) Mengatur kembali posisi kepala bayi (reposisi)
6) Melakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, jika tidak
lakukan ventilasi.
b. Ventilasi
1) Memasang sungkup melingkupi hidung, mulut, dan dagu
2) Melakukan ventilasi percobaan sebanyak 2x : lakukan tiupan
pada pangkal tabung atau tekan balon untuk mengalirkan
udara dengan tekanan 20 cm air ke jalan nafas bayi.
Perhatikan gerakan dinding dada mengembang atau tidak, jika
tidak periksa kembali kemungkinan kebocoran pelengkatan
sungkup dan hidung, posisi kepala dan sumbatan jalan nafas
oleh lendir pada mulut atau hidung.
3) Melakukan ventilasi devinitif : Setelah ventilasi percobaan
berhasil maka lakukan ventilasi definitive dengan meniupkan
udara dengan frekuensi 20 kali dalam waktu 30 detik. Apabila
bayi sudah bernafas normal hentikan ventilasi dan pantau
bayi. Bila bayi belum bernafas lakukan ventilasi 20 kali dalam
30 detik berikutnya. Kemudian menyiapkan rujukan apabila
bayi tidak bernafas dan telah di ventilasi lebih dari 2 menit.
(Depkes RI, 2008; h. 25-26)
5. Pemberian obat antibiotik untuk mencegah infeksi, dosisnya 500 mg,
V. Perencanaan
1. Beritahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
2. Berikan dukungan emosional agar ibu bersemangat
3. Atur posisi ibu
4. Berikan cairan dan nutrisi pada ibu yaitu dengan memasang infus.
5. Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih, jika ibu tidak
mampu berkemih sendiri maka segera lakukan kateterisasi
6. Lakukan pemantauan 10 yaitu keadaan umum, tekanan darah, nadi,
suhu, respirasi, kontraksi, DJJ, bendle ring, vesika urinaria, dan
kemajuan persalinan.
7. Anjurkan ibu untuk tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap
8. Siapkan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang
diperlukan
9. Lakukan penapisan persalinan pervaginam
VI. Pelaksanaan
1. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa
kehamilan ibu merupakan kehamilan dengan letak sungsang,
sehingga memerlukan penangganan lebih lanjut.
2. Memberikan dukungan agar ibu bersemangat
3. Mengatur posisi ibu yang nyaman yaitu posisi ibu setengah duduk
dengan kedua kaki dipegang dengan menggunakan kedua tangan.
4. Memberikan cairan dan nutrisi pada ibu dengan memasang infus.
5. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih, jika ibu tidak
mampu berkemih sendiri maka lakukan kateterisasi.
a. Keadaan umum
b. Tekanan darah setiap 4 jam
c. Nadi setiap 30 menit
d. Suhu setiap 4 jam
e. Respirasi setiap 30 menit
f. Kontraksi setiap 30 menit
g. DJJ setiap 30 menit
h. Bendle ring
i. Vesika urinaria setiap 2 jam
j. Kemajuan persalinan setiap 4 jam
7. Menganjurkan ibu untuk tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap
8. Menyiapkan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang
diperlukan :
a. Alat partus set
1) 2 klem Kelly atau 2 klem kocher
2) Gunting tali pusat
3) Benang tali pusat
4) Kateter nelaton
5) Gunting episiotomy
6) Klem ½ kocher
7) 2 pasang sarung tangan DTT atau steril
8) Kasa
9) Gulungan kapas basah
10) Tabung suntik 2 ½ atau 3 ml
11) Kateter penghisap de lee
13) 3 handuk atau kain untuk mengeringkan dan menyelimuti
bayi (bisa disediakan oleh keluarga). (Depkes RI,2008;
h.189-190)
b. Bahan-bahan yang harus tersedia pada setiap persalinan
1) Partograf (halaman depan dan belakang)
2) Termometer
3) Pita pengukur/metlin
4) Doppler
5) Jam
6) Stetoskop
7) Tensimeter
8) Sarung tangan pemeriksaan bersih (5 pasang)
c. Benda-benda yang harus tersedia pada setiap persalinan
1) Sarung tangan DTT atau steril (5 pasang)
2) Sarung tangan rumah tangga (1 pasang)
3) Larutan klorin (bayclin 5,25% atau setara)
4) Perlengkapan pelindung pribadi : masker, kaca mata, dan alas
kaki yang tertutup
5) Sabun cuci tangan
6) Deterjen
7) Sikat kuku dan gunting kuku
8) Celemek plastik
9) Lembar plastik untuk alas tempat tidur ibu saat persalinan
10) Kantung plastik (untuk sampah)
12) Wadah untuk larutan klorin 0,5% (bisa disediakan oleh
keluarga
13) Wadah untuk air DTT (bisa disediakan oleh keluarga)
d. Obat-obatan dan perlengkapan untuk asuhan rutin dan
penatalaksanaan/penangganan penyulit
1) 8 ampul oksitosin, 1 ml oksitosin sama dengan 10 U (atau 4
ampul oksitosin 2 ml U/ml) (simpan didalamlemari pendingin
dengan suhu 2-8 derajat C)
2) 20 ml lidokain 1% tanpa efinefrin atau 10 ml lidokain 2% tanpa
efinefrin dan air steril atau cairan garam fisiologis (NS) 500ml
3) Selang infus
4) 2 kanula IV no. 16-18 G
5) 2 ampul metal ergometrin maleat (disimpan didalam suhu
2-8°C)
6) 2 vial larutan magnesium sulfat 40% (25g)
7) 6 tabung suntik 2,5 – 3 ml steril, sekali pakai dengan jarum IM
8) 2 tabung suntik 5 ml steril, sekali pakai dengan jarum IM
9) 1 10 ml tabung suntik steril, sekali pakai dengan jarum IM
ukuran 22, panjang 4 cm atau lebih
10) 10 kapsul/kaplet Amoxilin/Ampisilin 500 mg atau Amoxillin/
Ampisillin IV 2g
e. Persiapan resusitasI
1) Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, bersih, kering,
hangat dan terang.
3) Alat penghisap lendir De lee
4) Tabung dan sungkup/balon.
5) Kotak alat resusitasi.
6) Sarung tangan.
7) Jam.
8) Lampu. (Depkes RI, 2008; h. 146)
f. Perlengkapan hecting set dan peralatan untuk bayi adalah :
1) 1 spuit 10 ml steril, dengan jarum IM ukuran 22, panjang 4 cm
2) 1 Bak instrument untuk tempat heacting set
3) Pinset sirulgis dan anatomis
4) Pegangan jarum/nalpuder
5) 2-3 jarum jahit tajam (ukuran 9 dan 11)
6) Benang kromic (satu kali pemakaian) ukuran 2,0 atau 3,0
7) Satu pasang sarung tangan DTT atau steril
8) 1 dok steril
9) 1 bak instrument untuk tempat heacting set
10) Salep mata 1 % untuk bayi
9 Melakukan penapisan persalinan pervaginam dengan cara melihat
beberapa kondisi seperti bukan merupakan primigravida tua, tidak
mempunyai riwayat persalinan yang buruk, janin tidak besar dan tidak
lebih dari 3,5 kg sampai 4 kg, tidak adanya kesempitan panggul serta
VII. Evaluasi
1. Pemantauan kemajuan persalinan kala I
a. His : setiap 30 menit
b. DJJ : setiap 30 menit
c. Nadi : setiap 30 menit
d. TD dan S : setiap 4 jam
e. Pembukaan servik : setiap 4 jam
f. Vesika urinaria : setiap 2 jam
3. Observasi tanda-tanda kala dua seperti adanya keinginan ibu untuk
meneran, perineum menonjol, vulva membuka dan anus membuka.
DATA PERKEMBANGAN I A. SUBYEKTIF
lbu mengatakan ingin buang air besar dan ingin mengejan (Depkes RI,
2008).
B. OBYEKTIF
1. Inspeksi : ibu ingin meneran, perineum menonjol, vulva membuka dan
anus membuka.
2. Palpasi
Kontraksi uterus dalam 10 menit, sifat kuat dan teratur.
3. Auskultasi
Denyut Jantung Janin (DJJ) dengan punctum maksimum diatas pusat.
Normal nya DJJ 120-160 kali permenit.
4. Pemeriksaan dalam
Vulva normal, uretra tidak ada tanda infeksi, porsio tidak teraba,
pecah, bagian terendah bokong, point of direction sakrum, bagian
menumbung tidak ada, molase tidak ada, caput tidak ada.
C. ASSESMENT
Ny... G... P... A... umur.... tahun, hamil minggu, janin tunggal,
hidup intra uteri presentasi bokong, puki, point of direction sacrum, tidak
ada bagian yang menumbung, sarung tangan ada lendir darah, dalam
persalinan kala II dengan presentasi bokong.
D. PLANNING
1. Menolong kelahiran bayi mulai dari lahirnya bokong sampai pusar
dengan cara brach yaitu :
a. Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam secara brach yaitu
kedua ibu jari penolong sejajar dengan panjang paha, jari-jari yang
lain memegang daerah panggul.
b. Kemudian seorang asisten melakukan perasat wigand M Wingkel.
c. Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses keluarnya janin.
d. Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian dada.
e. Lakukan hiperlordosis janin pada saat angulus scapula inferior
tampak di bawah simpisis (dengan mengikuti gerak rotasi anterior
yaitu punggung janin didekatkan ke arah perut ibu tanpa tarikan)
disesuaikan dengan lahirnya badan janin
f. Gerakkan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi dan
kepala.
2. Apabila terjadi hambatan pengeluaran saat tubuh janin mencapai
daerah skapula inferior, segera lakukan pertolongan dengan cara
klasik atau muller dan lovset (manual aid).
dan tangan dilahirkan secara klasik yaitu :
a. Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam dan dilahirkan
sehingga bokong dan kaki lahir.
b. Kemudian mengendorkan tali pusat
c. Pegang kaki pada pergelangan kaki dengan satu tangan dan tarik
ke atas. Dengan tangan kiri dan menariknya ke arah kanan atas
ibu, untuk melahirkan bahu kiri bayi yang berada di belakang.
Dengan tangan kanan dan menariknya ke arah kiri atas ibu, untuk
melahirkan bahu kanan bayi yang berada di belakang.
d. Masukkan dua jari tangan kanan atau kiri (sesuai letak bahu
belakang) sejajar dengan lengan bayi, untuk melahirkan lengan
belakang bayi.
e. Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik ke arah
bawah kontra lateral dari langkah sebelumnya untuk melahirkan
bahu dan lengan bayi depan dengan cara yang sama.
4. Apabila sulit untuk melahirkan bahu belakang maka lakukan cara
muller yaitu :
a. Melahirkan bahu depan terlebih dahulu dengan menarik kedua
kaki dengan cara yang sama seperti klasik, ke arah belakang
kontra lateral dari bahu depan.
b. Setelah bahu dan lengan depan lahir dilanjutkan langkah yang
sama untuk melahirkan bahu dan lengan belakang.
5. Cara lovset (dilakukan bila ada lengan bayi yang terjungkit di
belakang kepala/nuchal arm) :
Tarik ke bawah sampai skapula berada di bawah simpisis.
b. Kemudian bayi diputar 180 derajat sampai bahu belakang berubah
menjadi bahu depan dan lahir.
c.
Dengan arah yang berlainan dengan putaran pertama, bayidiulangi diputar 180 derajat sampai kedua bahu lahir
.
6. Melahirkan kepala bayi dengan cara Mauriceau, di lakukan bila bayi
dilahirkan secara manual aid atau bila dengan bracht kepala belum
lahir yaitu dengan cara :
a. Letakkan bayi di atas tangan kiri sehingga badan bayi seolah-olah
menunggang kuda (untuk penolong kidal meletakka badan bayi di
atas tangan kanan).
b. Satu jari di masukkan di mulut dan dua jari di maksila
c. Tangan kanan memegang atau mencengkam bahu tengkuk bayi.
d. Meminta seorang asisten menekan fundus uteri.
e. Bersamaan dengan adanya his, asisten menekan fundus uteri,
penolong persalinan melakukan tarikan ke bawah sesuai arah
sumbu jalan lahir dibimbing jari yang dimasukkan untuk menekan
dagu atau mulut.
7. Melakukan tindakan resusitasi jika bayi tidak bernafas atau bernafas
megap-megap dan tonus otot tidak baik dengan cara :
a. Langkah awal
1) Menjaga bayi tetap hangat
2) Mengatur posisi bayi
3) Menghisap lendir
5) Mengatur kembali posisi kepala bayi (reposisi)
6) Melakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, jika tidak
lakukan ventilasi
7) Jika bayi masih megap-megap atau tidak bernafas mulai
lakukan ventilasi
b. Ventilasi
1) Memasang sungkup melingkupi hidung, mulut, dan dagu
2) Melakukan ventilasi percobaan sebanyak 2x : lakukan tiupan
pada pangkal tabung atau tekan balon untuk mengalirkan
udara dengan tekanan 20 cm air ke jalan nafas bayi.
Perhatikan gerakan dinding dada mengembang atau tidak, jika
tidak periksa kembali kemungkinan kebocoran pelengkatan
sungkup dan hidung, posisi kepala dan sumbatan jalan nafas
oleh lendir pada mulut atau hidung.
3) Melakukan ventilasi devinitif : Setelah ventilasi percobaan
berhasil maka lakukan ventilasi definitive dengan meniupkan
udara dengan frekuensi 20 kali dalam waktu 30 detik. Apabila
bayi sudah bernafas normal hentikan ventilasi dan pantau bayi.
Bila bayi belum bernafas lakukan ventilasi 20 kali dalam 30
detik berikutnya.
E. Evaluasi
Bayi lahir jam, jenis kelamin laki-laki/perempuan, menangis/tidak, gerak
DATA PERKEMBANGAN II A. SUBYEKTIF
Ibu mengatakan perutnya masih terasa mules (Depkes RI, 2008).
B. OBYEKTIF
Kontraksi uterus baik, TFU setinggi pusat.
Terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu : perubahan bentuk dan
tinggi fundus, tali pusat memanjang dan adanya semburan darah
mendadak (Depkes RI,2008; h. 96).
C. ASSESMENT
Ny… P… A…, umur tahun, dalam persalinan kala III
D. PLANNING
1. Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus.
2. Memberitahu pada ibu bahwa penolong akan menyuntikan oksitosin
(agar uterus berkonteraksi dengan baik).
3. Menyuntikkan oksitosin 10 unit (intra muskuler) di 1/3 paha atas
bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntik oksitosin).
4. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva.
5. Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
6. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang – atas
(dorso kranial) secara hati-hati. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40
detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul
7. Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti
poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial). Jika tali pusat
bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan plasenta.
8. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang
telah tersedia.
9. Setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus
teraba keras) selama 15 detik.
10. Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan
pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Memasukkan plasenta ke
dalam wadah kantung plastik.
11. Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
E. Evaluasi
Keadaan plasenta, jumlah kotiledon selaput plasenta, panjang tali pusat,
DATA PERKEMBANGAN III A. SUBYEKTIF
Ibu mengatakan perut nya masih mules
B. OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD, Nadi, Suhu, RR
2. Pemeriksaan obstetri
TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi : baik
Kandung kemih : kosong
Jumlah perdarahan : normal
Pemeriksaan antropomertri : BB, PB, LK, LP, LD, dan LILA
C. ASSESMENT
Ny. P A, umur tahun, dalam persalinan kala IV
D. PLANNING
1. Mengobservasi kontraksi uterus dan mengajari ibu untuk memasase
uterus searah jarum jam supaya tidakterjadi perdarahan.
2. Melakukan penjahitan laserasi :
a. Bersihkan sarung tangan didalam larutan klorin0,5 %, lepaskan
dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5%
b. Posisikan bokong ibu pada sudut ujung tempat tidur, dengan
posisi litotomi
c. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
e. Pakai satu sarung tangan
f. Isi tabung suntik 10 ml dengan larutan lidokain 1%
g. Lengkapi pemakai sarung tangan pada kedua tangan
h. Gunakan kasa bersih, untuk membersihkan daerah luka dari
darah atau bekuan darah, dan nilai kembali luas dan dalamnya
robekan pada daerah perineum
i. Beritahu ibu akan disuntik
j. Tusukkan jarum suntik pada ujung luka/robekan perineum,
masukkan jarum suntik secara subkutan sepanjang tepi luka
k. Aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap. Bila
ada darah, tarik jarum sedikit dan kembali masukkan. Ulangi lagi
aspirasi.
l. Suntikkan cairan lidokain 1% sambil menarik jarum suntik pada
tepi luka daerah perineum.
m. Tanpa menarik jarum sunti keluar dari luka, arahkan jarum suntik
sepanjang tepi luka pada mukosa vagina, lakukan aspirasi,
suntikkan cairan lidokain 1% sambil menarik jarum.
n. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan untuk
mendapatkan hasil optimal dari anestesi
o. Lakukan inspeksi vagina dan perinium untuk melihat robekan
p. Jika ada perdarahn yang terlihat menutupi luka, pasang tampon
atau kasa ke dalam vagina
q. Tempatkan jarum jahit pada pemegang jarum, kemudian kunci
pemegang jarum.
s. Lihat dengan jelas batas luka
t. Lakukan penjahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas puncak luka
robekan perineum, ikat jahitan pertama dengan simpul mati.
Potong ujung benang yang bebas (ujung benang tanpa jarum)
hingga tersisa kurang lebih 1 cm.
u. Jahit mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur hingga
tepat di belakang lingkaran himen. Buat simpul mati pada jahitan
jelujur di belakang lingkaran himen.
v. Tusukan jarum pada mukosa vagina dari belakang lingkaran
himen hingga menembus luka robekan bagian perineum.
w. Teruskan jahitan jelujur pada luka robekan perineum sampai ke
bagian bawah luka perineum. Buat simpul mati pada jahitan jelujur
paling bawah.
x. Jahit jaringan subkutis kanan-kiri ke arah atas hingga tepat di
muka linkaran himen. Tusukkan jarum dari depan lingkaran himen
ke mukosa vagina di belakang lingkaran himen. Buat simpul mati
di belakang lingkaran himen dan potong benang hingga tersisa
kurang lebih 1 cm.
y. Masukkan jari telunjuk ke dalam rektum dan rabalah dinding atas
rektum
8. Mendekontaminasi tempatdan membersihkan ibu
9. Mendekontaminasi alat dengan larutan klorin 0,5 % dan merendam
alat selama 10 menit di dalam larutan klorin 0,5 %.
5. Meminta keluarga mengambil makanan dan minuman untuk ibu.
a. TD : setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selama 1 jam kedua.
b. Nadi : setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selama 1 jam kedua.
c. Suhu : setiap 1 jam dalam 2 jam pertama pasca
persalinan
d. TFU : setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selama 1 jam kedua
e. Kontraksi : setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selam 1 jam kedua
f. KK : setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selam 1 jam kedua
g. Perdarahan : setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selam 1 jam kedua
C. Aspek Hukum
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1464/MENKES/PER/X/2010
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Pasal 10
1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a
diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pelayanan konsling pada masa pra hamil
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c. Pelayanan persalinan normal
d. Pelayanan ibu nifas
e. Pelayanan ibu menyusui
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berwenang untuk :
a. Episitomi
b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
f. Fasilitas atau bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu
ibu eksklusif
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan post
partum
h. Penyuluhan dan konseling
i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil