• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Pendidikan kesehatan memotifasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat (Budioro,1998).

Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai- nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan menjadi mampu (Purwanto, 1999).

Berdasarkan pengertiaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan secara optimal.

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan

(2)

yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong indiviu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada (Herawani, 2001).

Sedangkan menurut Machfoed (2005), pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal- hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup antara lain pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang garam beryodium dengan melakukan pendidikan kesehatan berarti petugas kesehatan membantu keluarga dalam mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan derajat kesehatan.

(3)

3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2000) bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat.

Faktor predisposisi meliputi pendidikan, ekonomi (pendapatan), hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya) dan pengalaman. Pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang dengan pendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari pendidikan kesehatan. Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan, semakin tinggi pendapatan keluarga akan lebih mudah tercukupi konsumsi garam beryodium dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pada keluarga. Selanjutnya pada hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya), manusia adalah makhluk sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Keluarga yang berinteraksi secara langsung akan lebih besar terpapar informasi. Sehingga lingkungan sekitar mempengaruhi untuk mengkonsumsi garam beryodium. Sedangkan pada pengalaman keluarga tentang garam beryodium diperoleh dari tingkat kehidupan keluarga dalam mengkonsumsi garam beryodium (Notoatmodjo, 2000).

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor pendukung, mencakup ketersediaan sumber- sumber dan fasilitas yang

(4)

memadai. Sumber- sumber dan fasilitas tersebut harus digali dan dikembangkan dari keluarga itu sendiri. Faktor pendukung ada dua macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat- obatan. Sedangkan fasilitas umum yaitu media massa meliputi TV, radio, majalah, ataupun flamlet (Notoatmodjo, 2000).

Faktor penguat sebagai faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku kesehatan meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatannya pada dasarnya adalah pendidik kesehatan. Karenanya, petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai- nilai kesehatan. Selain itu perilaku tokoh masyarakat juga dapat merupakan panutan orang lain untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2000).

Selain faktor- faktor tersebut, menurut Purwanto (1999) faktor keturunan dan lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan pembawaan atau perilaku seseorang.

4. Proses Pendidikan Kesehatan

Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output). Masukan (input) dalam pendidikan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu individu, kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar belakangnya. Proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan terjadi timbal balik berbagai faktor antara lain adalah pengajar, tehnik

(5)

belajar dan materi atau bahan pelajaran. Sedangkan keluaran merupakan kemampuan sebagai hasil perubahan yaitu perilaku sehat dari sasaran didik melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo,2003).

5. Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003), metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan, kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan individu, kelompok, masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode pendidikan kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan kelompok dan pendidikan massa. Metode yang sering digunakan dalam pendidikan kesehatan yaitu bimbingan dan penyuluhan, wawancara, ceramah, seminar, simposium, diskusi kelompok, buzz group, curah gagas, forum panel, demonstrasi, simulasi, dan permainan peran.

6. Sasaran Pendidikan Kesehatan

Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu baik yang sehat maupun sakit. Sasaran pendidikan kesehatan tergantung pada tingkat, dan tujuan penyuluhan yang diberikan. Lingkungan pendidikan kesehatan di masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai lembaga dan organisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

B. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan tejadi

(6)

melalui panca indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan Kam (2005), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan panca indera.

2. Tingkatan Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003) meliputi tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan evaluasi (evaluation).

Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah diajarkan melalui pendidikan kesehatan. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari dalam pendidikan kesehatan. Oleh karena itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. Salah satu contohnya adalah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan garam beryodium. Tingkatan pengetahuan selanjutnya adalah memahami (comprehension), artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang obyek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh, dan menyimpulkan.

(7)

Misalnya keluarga paham apa itu manfaat garam beryodium (Notoatmodjo, 2003).

Aplikasi (application) sebagai tingkat pengetahuan yang ketiga merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum- hukum, rumus, metode dalam situasi nyata. Misalnya keluarga dapat mengkonsumsi garam beryodium dengan baik dalam memasak makanan. Sementara analisis (analysis) sebagai tingkat pengetahuan yang keempat diartikan sebagai kemampuan untuk menguraikan ke dalam bagian- bagian lebih kecil, tetap masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan menganalisis ditunjukkan dengan dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan. Salah satu contohnya adalah keluarga mampu membedakan antara garam beryodium dengan garam bukan beryodium (Notoatmodjo, 2003).

Sintesis (syntesis) sebagai tingkat pengetahuan yang kelima adalah suatu kemampuan untuk menggabungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. Ukuran kemampuan mensintesis diperlihatkan dengan dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan menyesuikan suatu teori yang telah ada. Misalnya keluarga dapat merencanakan apa yang dilakukan dalam mengkonsumsi garam beryodium. Tingkat pengetahuan terakhir adalah evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek.

(8)

Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. Misalnya dapat mengetahui manfaat garam beryodium (Notoatmodjo, 2003).

3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Nasution (1999) dalam Notoatmodjo (2000) adalah tingkat pendidikan, informasi, budaya, pengalaman, dan sosial ekonomi.

Semakin tinggi tingkat pendidikan (pengetahuan) seseorang maka ia akan mudah menerima informasi tentang manfaat garam beryodium sehingga akan lebih mudah pula untuk mengkonsumsi garam beyodium. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan selanjutnya adalah informasi. Keluarga yang mempunyai sumber informasi melalui pendidikan kesehatan tentang garam beryodium lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas mengenai konsumsi garam beryodium. Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah budaya karena budaya yang diperoleh belum sesuai dengan budaya yang ada sekarang sehingga mempengaruhi informasi yang ada (Notoatmodjo, 2000).

Pengalaman sebagai faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang keempat, berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas tentang garam beryodium. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang terakhir adalah sosial ekonomi, hal ini berarti bahwa tingkat keluarga untuk memenuhi kebutuhan garam beryodium

(9)

disesuaikan dengan penghasilan yang ada. Sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun dalam membeli garam beryodium, mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga (Notoatmodjo, 2000).

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuikan dengan tingkat pengetahuan.

Hasil pengukuran pengetahuan dengan menggunakan angket atau koesioner pada umumnya berupa prosentase yang menggambarkan tingkat pengetahuan baik, cukup atau pengetahuan kurang. Menurut Waridjan (1999), pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal dikatakan baik bila nilai jawaban benar berkisar pada rentang 80 – 100 %, dikatakan cukup bila menjawab benar sebesar 65 – 79 %, dan pengetahuan dikatakan kurang bila prosentase nilai benar kurang dari 65 %.

C. Garam Beryodium 1. Pengertian

Garam beryodium adalah garam yang diperkaya dengan yodium yang dibutuhkan oleh tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan (Depkes R.I, 2002). Adapun fungsi yodium sebagai bagian dari tiroksin dan senyawa lain yang disintesis oleh kelenjar tiroid. Tubuh mengandung sekitar 25 mg yodium,

(10)

dimana pertiganya terdapat dalam semua jaringan tubuh. Pada ovari, otot, dan darah mengandung yodium yang relatif tinggi setelah tiroid (Suhardjo, 2005).

Kekurangan yodium dapat menimbulkan penyakit gondok (goiter), yang dapat menyebabkan pertumbuhan anak tidak normal yang disebut dengan kretin atau kerdil. Pada ibu hamil dapat menggaggu pertumbuhan dan perkembangan janin, yang dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi yodium dari makanan, atau kurangnya kebutuhan konsumsi garam beryodium yang dianjurkan (Supariasa, 2001).

Kebutuhan konsumsi garam beryodium yang dianjurkan setiap orang adalah sebanyak 6 gram atau satu sendok teh setiap hari. Dalam kondisi tertentu dimana keringat keluar berlebihan dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beryodium 2 sendok teh setiap hari. Bagi seorang penderita hipertensi (darah tinggi) atau yang harus mengurangi konsumsi garam, tetap mengkonsumsi garam beryodium tetapi dengan jumlah yang sedikit dan tetap dianjurkan mengkonsumsi makanan dari laut yang kaya akan yodium seperti ikan, udang, kerang dan ganggang laut (Depkes R.I, 1999).

Kebutuhan yodium pada bayi atau balita berbeda dengan kebutuhan yodium pada orang tua. Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (1998) yang dikutip Almatsier (2001) kebutuhan yodium yang dianjurkan setiap harinya pada bayi adalah 50 – 70 mg, balita dan anak sekolah sebanyak 70 – 120 mg, remaja dan dewasa sebanyak 150 mg, ibu hamil sebanyak 175 mg, sedangkan pada ibu menyusui sebanyak 200 mg.

(11)

2. Sumber Yodium

Laut merupakan sumber utama yodium, oleh karena itu makanan laut berupa ikan, udang dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber yodium yang baik. Bahwa daerah pantai air dan tanah juga mengandung yodium (Almatsier, 2001). Sementara itu kandungan yodium dalam produk pertanian tergantung pada jumlah yodium di dalam tanah pada wilayah dimana makanan tersebut dihasilkan. Kandungan yodium pada berbagai tanah sangat bervariasi sebagian diantaranya hanya mengandung sedikit yodium ( Beck, 1995 ).

Salah satu makanan yang dipromosikan dan memang mengandung zat yodium yang sangat tinggi adalah rumput laut. Selama ini konsumsi rumput laut sangat terbatas dalam masyarakat Indonesia terutama di daerah pegunungan. Selain rumput laut juga diperkenalkan pisang dimana kandungan yodium pada pisang sangat sedikit namun bisa dibuat banyak cara didaur ulang (Beck, 1995). Penelitian yang telah dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti (2002), menyarankan untuk menambah kadar yodium dalam pisang dengan memberikan pupuk kadar yodium pada pisang tersebut. Caranya setelah rumput laut disortir, jenis rumput laut yang kurang baik untuk dikonsumsi manusia diberikan pada hewan ternak, kemudian kotoran tersebut digunakan sebagai pupuk untuk pohon pisang. Cara tersebut ternyata bisa menambah kadar yodium dalam buah pisang yang dihasilkan.

Sumber yodium yang lain adalah kapsul minyak beryodium. Kapsul minyak beryodium adalah larutan yodium dalam minyak berbentuk

(12)

kapsul lunak, mengandung 200 mg yodium (Depkes R.I, 1999). Dosis pemberian kapsul minyak beryodium bervariasi menurut umur dan jenis kelamin. Dosis pemberian kapsul minyak beryodium menurut golongan umur seperti sebagaimana disarankan oleh Depkes R.I. (1999) adalah tertera dalam Tabel.2.1

Tabel 2.1. Dosis pemberian kapsul minyak beryodium Dosis Kelompok

Umur

(Tahun) Pemberian minyak beryodium /

hari Kapsul Bayi < 1 100 mg ½(6tetes) Anak Balita 1-5 200 mg 1 Wanita 6 - 35 400 mg 2 Wanita hamil - 200 mg 1 Wanita - 200 mg 1 Pria 6 – 20 400 mg 2

Beberapa makanan ternyata mengandung zat– zat yang dapat mempengaruhi penggunaan yodium dalam tubuh. Zat– zat tersebut dikenal dengan nama goitrogen. Bahan makanan yang mengandung goitrogen adalah lobak dan kobis. Ada bukti yang menunjukkan bahwa air juga dapat memiliki sifat- sifat goitrogenik, kalau tercemar tinja beberapa air mineral juga bersifat goitrogenik (Beck, 1995).

3. Cara Menyimpan Garam Beryodium yang Baik

Agar garam beryodium yang disimpan tidak mengalami kerusakan atau kadar yodium yang dikandungnya tidak berkurang yaitu dengan cara disimpan dalam wadah yang ditutup dan kering, ditempatkan dalam tempat yang sejuk, jauh dari panas api atau terkena api secara langsung,

(13)

dalam mengambil garam menggunakan sendok yang kering, dan ditutup kembali wadahnya setelah selesai mengambil garam (Depkes R.I, 1999).

Untuk menyelamatkan program yang sudah dilaksanakan dan mengurangi kesia- siaan dari yodiasi garam, maka dikeluarkan anjuran untuk membubuhkan garam setelah hidangan masak atau matang (Sumarno, 2002).

4. Macam- Macam Garam

Adapun macam- macam garam yang beredar dalam masyarakat diantaranya, garam halus yaitu garam yang kristalnya sangat halus menyerupai gula pasir, umumnya kalangan masyarakat menyebutnya dengan garam yang dikemas dalam wadah plastik yang berlabel lengkap. Garam curai atau krasak yaitu garam yang kristalnya kasar biasanya dibungkus dalam karung dan dijual dalam kiloan, dan garam briket yaitu garam yang berbentuk bata (Depkes R.I, 2001).

Untuk membedakan garam beryodium dengan yang tidak beryodium menggunakan dapat dilakukan dengan test kit atau Iodina test yang dapat dibeli di apotik atau toko obat. Cara menggunakan test kit tersebut adalah dengan menetesi garam dapur dengan cairan iodina, sehingga diketahui garam yang mengandung yodium akan menunjukkan warna ungu tua. Jadi semakin tua warnanya mutu garam beryodium semakin baik (Depkes R.I, 1999).

Bila tidak tersedia tes kit atau iodina dengan menggunakan sinkong yang masih segar dengan cara singkong yang masih segar dikupas kemudian diparut, lalu diambil satu sendok diperas tanpa ditambah air

(14)

dituang kedalam tempat yang bersih. Kemudian ditambah 4 – 6 sendok garam yang akan diperiksa dan ditambahkan 2 sendok cuka sampai rata dan dibiarkan beberapa menit. Bila timbul warna ungu, berarti garam tersebut mengandung yodium (Depkes R.I, 1999).

D. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Perilaku

Menurut WHO (1954), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), bahwa pemberian pendidikan kesehatan adalah suatu upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat mengetahui atau menyadari bagaimana memelihara kesehatan mereka. Lebih dari itu pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya meningkatkan pengetahuan pada masyarakat, namun yang lebih penting adalah mencapai perilaku kesehatan (healthy behavior). Berarti tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat dapat berperilaku hidup sehat.

Menurut Sudibyo Supardi (1998), bahwa penyuluhan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dibandingkan dengan yang tidak diberi penyuluhan. Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan dapat meningkatkan perilaku kesehatan. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan oleh Winarsih Nur Ambarwati dan Retno Sintowati (2006), menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku ibu- ibu meningkat setelah diberikan pendidikan kesehatan.

(15)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian (Sumber : Notoatmodjo, 2003 yang dimodifikasi).

Faktor predisposisi : 1. Pendidikan 2. Ekonomi (pendapatan) 3. Hubungan sosial 4. Pengalaman 5. Pengetahuan 6. Sikap 7. Nilai 8. Umur Faktor pendukung : 1. Fasilitas fisik : Fasilitas kesehatan misal Puskesmas, obat – obatan 2. Fasilitas umum : Media informasi misal TV, Koran, majalah, flamlet Faktor penguat : 1. Sikap petugas kesehatan 2. Perilaku petugas kesehatan Perilaku konsumsi garam beryodium pada keluarga. Pendidikan kesehatan

(16)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang garam beryodium.

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel terikat dalam penelitian adalah pengetahuan keluarga tentang garam beryodium.

H. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang garam beryodium pada keluarga di Desa Blagung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali. Pendidikan kesehatan tentang garam beryodium Pengetahuan keluarga tentang garam beryodium

Gambar

Tabel 2.1. Dosis pemberian kapsul minyak beryodium  Dosis  Kelompok
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian   (Sumber : Notoatmodjo, 2003 yang dimodifikasi)

Referensi

Dokumen terkait

Konsep dasar pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah

Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi individu, serta memainkan peran penting dalam program perawatan dan

“Paedia” yang berarti pendidikan. Memang pada mulanya ensiklopedi berarti pelajaran atu petunjuk dalam lingkungan seni dan ilmu pengetahuan. Pengertian ini berlaku sampai

Penelitian oleh Wurtiningsih (2012), menyatakan klien paska stroke dukungan keluarga dengan activity daily living (ADL) beperan sangat penting untuk membantu dalam

Bowen menegaskan bahwa tujuan terapi keluarga adalah membantu konseli (anggota keluarga) untuk mencapai individualis, membuat dirinya menjadi hal yang berbeda dari

Advokasi adalah kompetensi kritis spesialis pendidikan kesehatan dan strategi penting dalam upaya peningkatan keprofesian untuk mendorong peningkatan kesehatan individu

Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas. Tugas kita