ISU-ISU POLEM IS DALAM DISKURSUS
‘ULŪM AL
-
QUR’ĀN
DI MESIR KONTEM PORER
T esis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama
Oleh:
Ah. Fawaid
N IM. 03.2.00.1.05.01.0074D ibawah Bimbingan:
Prof. Dr. N asaruddin Umar, MA Dr. Yusuf Rahman, MA
SEKO LAH
PASCA
SARJAN A
U N IVERSIT AS
ISLAM
N EGERI
(U IN )
SYARIF H IDAYAT U LLAH JAKART A
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 2 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya, atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 11 April 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Tesis yang berjudul ISU-ISU POLEMIS DALAM
DISKURSUS‘ULU<M AL-QUR’A<N DI MESIR KONTEMPORER telah diujikan dalam sidang munaqasyah Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Januari 2008. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama (MA) pada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Januari 2008
Tim Penguji
Ketua Merangkap Anggota,
Dr. Fuad Jabali, MA
NIP:
Anggota,
Dr. Ahmad Sayuti A. Nasution Dr. Mukhlis M. Hanafi, MA
NIP: NIP:
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Dr. Yusuf Rahman, MA
A B S T R A K
Ah. Fawaid
Isu-Isu Polemis dalam Diskursus‘Ulu>m al-Qur’a>n di Mesir Kontemporer, Tesis Master Sekolah Paska Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam konteks Mesir, karya-karya yang terkait dengan‘ulu>m al-Qur’a>n sangat banyak dan beragam. Coraknya pun beragam. Tidak jarang antar karya saling komunikasi, saling koreksi, bahkan saling hujat, lantaran masing-masing memiliki perspektif yang tidak tunggal dalam menulis dan memahami beberapa disiplin dalam ilmu Al-Qur’an. Oleh karena itu, polemik dalam disiplin ilmu ini menjadi suatu yang niscaya terjadi.
Dengan mengkaji sejumlah karya yang membahas kajian ilmu Al-Qur’an di Mesir antara tahun 1970-an hingga saat ini, penelitian ini hendak menjawab permasalahan utama tesis ini, yaitu: Kenapa polemik dalam ilmu Al-Qur’an begitu sengit terjadi dalam perkembangannya di Mesir kontemporer? Untuk menjawab permasalahan ini perlu didukung dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a) Apa saja corak dan kecenderungan dalam perkembangan penulisan ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir kontemporer?; b) Bagaimana potret debat intelektual dalam disiplin ilmu Al-Qur’an itu berlangsung di Mesir kontemporer? Bagaimana kepentingan dan ideologi seseorang berpengaruh dalam debat intelektual tentang beberapa isu polemis dalam ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir kontemporer?
Dari pembacaan terhadap sejumlah karya, terungkap bahwa corak penulisan karya dalam bidang ilmu Al-Qur’an cukup beragam. Setidaknya ada empat corak umum karya-karya ‘ulu>m al-Qur’a>n yang berkembang saat ini, yaitu: 1) corak penulisan disiplin ilmu Al-Qur’an dalam dokumen utuh; 2) corak penulisan ilmu Al-Qur’an secara tematik; 3) corak polemik; dan 4) corak penulisan ilmu Al-Qur’an secara ensiklopedik. Dari corak penulisan itu, setidaknya ada tiga kecenderungan dominan, yaitu kecenderungan konservatif, kecenderungan kritis, dan kecenderungan agitatif.
A B S T R A C T
Polemical Issues in the Discourse of the Qur’anic Sciences (‘Ulu>m al-Qur’a>n) in Contemporary Egypt. Master Thesis at the Graduate School Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
In Egyptian context, there are a great number of works dealing with the Qur’anic sciences which are also of various types. It is not uncommon that these works are in communication to each other, correcting and at times arguing as the function of their different perspectives in understanding certain problems. In short, polemics is a common phenomenon within this discipline in contemporary Egypt.
Having studied a number of works on the Qur’anic Sciences in Egypt from 1970s and to the present, this research aims at answering the main question as to why the polemics within the Qur’anic Sciences has developed so vehemently in contemporary Egypt. This question is later broken down into more specific questions that will help clarify and emphasize some of important points within the discussion, as the following: a) what are the types and inclinations of the works on the Qur’anic Sciences written in Contemporary Egypt?; b) What is the picture of the intellectual debate on this subject as it develops in contemporary Egypt, and what influence does the interest and the ideological holding of a scholar may have on the undertaking of the debate itself?
From a number of works studied, it is revealed that there are at least four types of works on the Qur’anic Sciences with are flourishing up to the present, that is, 1) comprehensive, (2) thematic, (3) polemical, and (4) encyclopedic. Within the four types, there are three predominant leanings in terms of the perspective, namely conservative, critical, and agitative.
By studying two cases which constitute parts of the polemical issues in the Qur’anic Sciences, that is, the story (Qis}}s}ah) and abrogation (naskh)
KATA PENGANTAR semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw yang telah melakukan revolusi nalar jahili dan mengantarkan kita pada iklim nalar Islami. Demikian pula salawat dan salam semoga tercurah pada para keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta penerusnya ila> yaum al-di>n. A<mi>n.
Tesis ini adalah produk proses panjang yang melibatkan banyak orang dan kalangan. Oleh karena itu, selesainya tesis ini tidak lepas dari keterlibatan mereka, baik langsung maupun tidak langsung, dalam proses yang tidak pendek ini. Kepada mereka, perkenankan saya mengucapkan banyak terima kasih atas segara jerih payahnya dalam membantu dan melalui proses ini. Tulus terima kasih saya haturkan kepada orang tua tercinta, A. Sjadzili Hasan dan Wardiyatun, yang terus-menerus memberikan dukungan demi kelangsungan pendidikan ini, hingga akhirnya tesis ini benar-benar selesai.
Secara khusus, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dan Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA yang telah terlibat dari awal sejak proposal penelitian ini dirancang hingga beliau diresmikan menjadi pembimbing tesis ini. Bahkan beliaulah yang mendesak penulis untuk riset pustaka ke Mesir. Berkat dorongan beliaulah riset pustaka itu berhasil saya lakukan, dan tesis ini bisa saya selesaikan walau dalam waktu yang tidak singkat. Pun juga kepada tim penguji, Dr. Fuad Jabali, MA, Dr. A. Sayuthi A. Nasution, dan Dr. Mukhlis M. Hanafi, MA, yang telah memeberikan masukan berarti demi kesempurnaan tesis ini.
memanfaatkan seluruh waktu yang ada. Termasuk juga dalam memproses segala persyaratan administrasinya.
Kepada Ramli Syarqawi, mahasiswa program Tafsir dan ilmu Al-Qur’an Pasca Sarjana Universitas Al-Azhar, yang telah mendampingi saya dalam menyusuri toko-toko buku di bumi para Nabi (ard} al-anbiya>’), Mesir, sekaligus menjadi mitra diskusi bahkan hingga akhir proses penulisan tesis ini, Di sela-sela proses akhir penulisan ini, dia menyempatkan diri untuk mengirimkan sebuah buku yang tidak saya temukan di tanah air dan menjadi rujukan penting dalam tesis ini. Yaitu buku A l-Naskh fi> al-Qur’a>n karya Dr. Mus}t}a>fa> Zayd. Tentu juga kepada Muhammad Shalahuddin dan Dararul A’la yang merelakan 1 kamar flat-nya selama kurang lebih 40 hari untuk saya tempati sepanjang proses riset itu. Tidak bisa dilupakan pula sahabat-sahabat di Forum Silaturrahmi Keluarga Madura (FOSGAMA) Mesir, sahabat-sahabat di Pengurus Cabang Istimewa NU (PCI-NU) Mesir, dan Pengurus Cabang Istimewa Pelajar Islam Indonesia (PCI-PII) yang menyediakan ruang diskusi bersama mereka. Juga kepada kawan-kawan di komunitas milis Fordian, milis yang dikelola kawan-kawan jurusan tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dan membincang kajian Al-Qur’an. Dari mereka, beberapa informasi saya dapatkan. Dan kepada mereka, saya mengucapkan
mutsyakiri>n awi>.
juga disebutkan di sini adalah sahabat Achmad Tohe yang kini sedang belajar di Boston University, saya ucapkan terima kasih atas waktu diskusinya di sela-sela ngopi bareng di Ciputat, maupun ketika dia telah melanjutkan ke London dan kini di Amerika. Beberapa masukannya teramat berharga demi kesempurnaan tesis ini. Pun buat sejumlah kawan-kawan yang berjuang bersama di kampus tercinta, di antaranya Edi Hayat, Umdah, Khaeran, dll saya ucapkan terima kasih atas keceriaannya dalam belajar bersama.
Tentu perlu disebutkan adalah The Indonesian International Education Foundation (IIEF) yang telah memberikan beasiswa pendidikan selama satu tahun (Grantee No. 15056020), sekaligus memberikan support
dalam penelitian ini. Kepada yayasan ini, saya mengucapkan banyak terima kasih atas batuannya yang tidak kecil.
Akhirnya, kepada yang terkasih dan tersayang, istriku tercinta, Ulya Fikriyati yang meskipun mengandung tetap tidak jemu mendorong dan memompakan semangat lahir dan batin demi tuntasnya proses ini. Bahkan dia juga terlibat dalam collecting bahan pustaka selama belajar di Mesir, sekaligus membaca dan mengoreksi draft akhir hasil penelitian ini. Kepadanya dan calon buah hati yang dikandungnya, saya dedikasikan tesis ini. Juga kepada adikku: Zubdatuz Zahirah dan Ibrizah Maulidiyah, kakak ucapkan terima kasih semoga sukses selalu menyertaimu. Seluruh keluarga, yang langsung maupun tidak langsung memberikan dukungan—baik moral maupun material—saya ucapkan terima kasih. Terutama kepada Aba dan Ibu mertua (H. Fathur Rohman dan Hj. Annisa’i Choiriyah) yang setiap saat ‘mengontrol’ progress penulisan tesis menantunya. Dukungan yang tanpa henti itu kini membuahkan hasil, dan tesis ini saya haturkan. Serta kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian tesis ini yang tak mugkin saya identifikasi satu-persatu. Kepadanya saya ucapkan terima kasih. Jaza>.kumulla>h Khairan.
D A F T A R I S I
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 7
1. Identifikasi Masalah ... 7
2. Pembatasan Masalah ... 8
3. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Penelitian ... 11
E. Tinjauan Pustaka ... 12
F. Metodologi Penelitian ... 20
G. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II DISKURUS ‘ULU<M AL-QUR’A<N DI Mesir KONTEMPORER 25 A. Geneologi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di Mesir ... 27
1. Fath} Mis}r: Embrio Kajian Al-Qur’an di Mesir ... 32
2. Potret Umum ‘Ulu>m al-Qur’a>n Masa Awal di Mesir ... 36
3. Kecenderungan ‘Ulu>m al-Qur’a>n di Era Awal di Mesir ... 39
B. Gambaran ‘Ulu>m al-Qur’a>n di Mesir Kontemporer ... 42
1. Sekilas tentang Mesir Kontemporer ... 42
2. Potret ‘Ulu>m al-Qur’a>n di Mesir Kontemporer ... 53
BAB III POLEMIK ‘ILM AL-QUR’A<N DI MESIR KONTEMPORER 68
A. Nasakh dalam Al-Qur’an ... 68
B. Kisah dalam Al-Qur’an ... 79
BAB 1V MEMPEREBUTKAN MAKNA: ISU-ISU POLEMIS DAN KEPENTINGAN IDEOLOGIS ... 101
A. Politik Interpretasi: Jalinan Gagasan dan Kepentingan ... 101
B. Memperebutkan Makna: Isu-Isu Polemis dan Keberpihakan Ideologis 122 BAB V PENUTUP ... 133
A. Kesimpulan ... 135
B. Saran-Saran ... 139
DAFTAR PUSTAKA ... 137
LAMPIRAN ... 145 Riwayat Hidup ... -
PEDOMAN TRANSLITERASI
Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
b be
t te
s\ es dengan titik atas
j je
h} Ha dengan titik bawah
kh ka dan ha
d de
z\ zet dengan titik atas
r er
z zet
s es
sy es dan ye
s} es dengan titik bawah
d} de dengan titik bawah
t} te dengan titik bawah
z} zet dengan titik bawah
‘ koma terbalik di atas hadap kanan
gh ge dan ha
f ef
q ki
l el
m em
n en
w we
h ha
` apostrof
y ye
V okal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a> a dengan garis di atasnya
i> i dengan garis di atasnya
u> u dengan garis di atasnya
V okal Rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i
aw a dan u
Gaya Selingkung
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan model transliterasi sebagaimana digambarkan di atas, kecuali penulisan beberapa kosa kata khusus, yaitu:
Istilah
Hadis, bukan H{adi>s\ atau Hadits
Rasulullah, bukan Rasul al-La>h atau Rasululla>h Tabiin, bukan ta>bi’i>n atau tabi’in
Nasakh, bukan naskh Madzhab, bukan mazhab Nash, bukan nas}
Ramadlan, bukan ramad}a>n
Mudarat, bukan mudlarat atau mud}arat
Nama
Muhammad, bukan Muh}ammad (untuk nama Nabi Muhammad Saw) Khalafulla>h, bukan Khalaf Alla>h
Rasulullah, bukan Rasululla>h, Rasu>l Alla<>h Abdulla>h, bukan Abd Alla>h
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian mengenai Al-Qur’an dan disiplin ilmu yang menopangnya
menjadi perhatian yang cukup memikat. Selain karena Al-Qur’an merupakan
kitab suci yang dipedomani oleh penganutnya, juga karena Al-Qur’an
menyisakan banyak misteri yang membuat orang terpikat dan tertantang
untuk mengkajinya. Al-Zarqa>ni> dengan cukup dramatis menggambarkan
bahwa Al-Qur’an adalah “kekuatan transformatif yang mampu mengubah
bentuk kosmos, mengalihkan batas-batas otoritas, mentransformasi laju
sejarah, dan menyelamatkan kemanusiaan yang bejat, seolah-olah
menjadikan seluruh eksistensi yang ada di bumi sebagai ciptaan baru.”1
Posisi sedemikian penting inilah yang memikat perhatian besar orang
sejak era Rasulullah Saw hingga kini. Perhatian itu diwujudkan dengan
pencatatan Al-Qur’an ketika untuk pertama kalinya disampaikan oleh Nabi
Muhammad Saw kepada umatnya, pembukuan menjadi mushaf, penafsiran,
dan perumusan disiplin keilmuan dalam kajian Al-Qur’an. Manifestasi
perhatian yang luar biasa ini terwujud dengan melimpahnya karya-karya
kesarjanaan yang berupaya membentangkan kandungan maknanya (tafsi>r), di
1 ‘Abd al-‘Az}i>m al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Jilid I, (Beirut:
samping karya-karya intelektual seputar ‘ilmu bantu’ dalam memahami
Al-Qur’an. Ilmu bantu yang dimaksud adalah ‘ulu>m al-Qur’a>n .
Dalam bentuk tafsir, begitu banyak corak yang ditampilkan para
sarjana untuk mengungkap makna dan pesan Al-Qur’an. Bahkan, Nabi
Muhammad Saw sendiri pun melakukan penafsiran atas sejumlah ayat
Al-Qur’an sebagai penjelasan bagi para sahabat yang belum memahaminya.
Begitu pula dengan generasi selanjutnya, tabiin, tabiut tabiin dan seterusnya
hingga kini. Dalam perkembangannya, penafsiran terhadap Al-Qur’an
mengalami polarisasi yang demikian beragam. Masing-masing sarjana
memiliki keunikan tersendiri dalam menyelami bahtera kandungan makna
Al-Qur’an, baik cara, metode, dan tentu saja kesimpulan yang dicapainya.
Namun, bukan tempatnya penulis membahas keragaman corak penafsiran
Al-Qur’an tersebut. Yang pasti, keragaman dan kekayaan produk meditasi
intelektual para sarjana dalam mengkaji Al-Qur’an merupakan manifestasi
dari keterpikatan dan perhatian mereka terhadap Al-Qur’an.2
2 Untuk melacak keragaman corak penafsiran Al-Qur’an bisa merujuk pada
Muh}ammad H{usain al-Z|ahabi>, A l-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, 2 Vol., (ttp: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1976); Fah}d ibn Sulaima>n, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi al-Qarn al-Ra>bi’ ’A syar, 3 Vol., (Saudi Arabia: Maktabah al-Tija>riyyah, t.t.); Mus}t}afa> Muh}ammad al-H{adi>d al-T{air, Ittija>h}a>t al-Tafsi>r fi al-‘A s}r al-H{adi>s\, (Kairo: Al-Hai’ah al-‘A<mmah li Syu’u>n al-Mat}a>bi‘ al-Ami>riyyah, 1975); Muh}ammad Ibra>hi>m Syari>f, Ittijht al-Tajdd f Tafsr al-Qur’n al-Karm f Mis}r (Kairo: Dr al-Turs\, 1982); ‘Abd al-Qa>dir Muh}ammad S{a>lih}, A l-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n fi al-‘A s}r al-H{adi>s\, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003); Gama>l al-Banna>, Tafsr al-Qur’a>n al-Karm Bain al-Qudm wa al-Mudis\n (Kairo: Da>r al-Fikr al-Isla>mi>, 2003);
Sementara dalam bentuk perumusan ilmu bantu untuk memahami
Al-Qur’an pun tidak kalah banyaknya dengan beragam varian
penguraiannya. Kepentingan untuk merumuskan dasar-dasar epistemologis
dalam mendekati dan memahami Al-Qur’an ini dirasa perlu guna membantu
orang yang hendak mengkaji dan memahami Al-Qur’an secara akurat. Apa
yang kemudian dikenal dengan‘ulu>m al-Qur’a>n ini ibarat ‘kunci’ untuk
memasuki bahtera maha luas pesan Al-Qur’an. 3
Kemunculan‘ulu>m al-Qur’a>n ini bukanlah kreasi paska kenabian,
melainkan seiring-sejalan dengan diseminasi Al-Qur’an melalui Nabi
Muhammad Saw kepada para sahabatnya. Artinya, sebagaimana dalam
menafsirkan Al-Qur’an, Rasulullah pun berperan dalam memperkenalkan‘ilm
al-Qur’a>n yang kemudian diterima oleh para sahabatnya untuk kemudian
ditularkan pada generasi setelahnya. Dengan demikian, secara embrional,
‘ilmu al-Qur’a>n bermula sejak Nabi Saw mengajari para sahabatnya dan
demikian seterusnya.4 Data yang diajukan untuk mengukuhkan argumen ini
adalah penjelasan Ibn Khaldu>n bahwa Nabi Muhammad Saw menjelaskan
ayat-ayat yang global (mujmal), memilah mana ayat yang mansu>kh dan yang
na>sikh. Beliau memberitahu para sahabatnya dan mereka pun tahu serta
memahami konteks historis yang melatari turunnya ayat.5 Informasi ini
3Muh}ammad ibn Muh}ammad Abu> Syuhbah, A l-Madkhal li Dira>sa>t al-Qur’a>n
al-Kari>m, (Beirut: Da>r al-Ji>l, 1992), h. 26
4 Syuhbah, A l-Madkhal, h. 27 5
cukup untuk mengatakan bahwa perumusan ilmu bantu dalam memahami
Al-Qur’an setua dengan Al-Qur’an itu sendiri.
Dalam perkembangannya, kajian tentang ilmu Al-Qur’an mengalami
proliferasi yang luar biasa pesatnya. Tidak saja di tempat turunnya, Mekah
dan Madinah, tapi kajian tentang ilmu Al-Qur’an juga meluas hingga
wilayah tetangga sebagai konsekwensi pembebasan-pembebasan wilayah
(futu>h}a>t) yang dilakukan oleh para sahabat dan tabiin dalam menyebarkan
Islam. Di wilayah ketika Islam tumbuh, di situlah kajian Al-Qur’an dan ilmu
pendukungnya menemukan ruangnya. Demikianlah, seiring dengan perluasan
wilayah Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan, kajian Al-Qur’an
mengalami semacam sofistifikasi dalam materinya.6
6
Memang tidak sepenuhnya bahwa dalam perkembangannya ‘ilm al-Qur’a>n mengalami sofistikasi, karena dalam banyak hal juga disiplin bantu itu mengalami kebuntuan, bahkan jalan di tempat. Penelitian ini hendak melacak kreasi-kreasi itu, walaupun kreasi yang dimaksud tidak selalu bisa diartikan sebagai pengembangan keilmuan dalam arti yang sesungguhnya, melainkan juga tautologi keilmuan yang tidak memberikan
‘wajah baru’ dalam substansi pembahasannya. Secara spesifik, Bassa>m al-Jama>l mengkaji secara serius perkembagan kajian mengenai disiplin ilmu asba>b al-nuzu>l sebagai bagian dari disiplin ‘ulu>m al-Qur’a>n. Dengan mengkaji sejumlah literatur mutakhir tentang kajian
Begitu pula yang terjadi di Mesir yang menjadi fokus kajian
penelitian ini. Ketika ‘Amr ibn ‘A<s} atas perintah ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b
berhasil membebaskan Mesir pada tahun 20 H/639 M., sejak saat itulah
terjadi persentuhan budaya antara Arab dan Mesir. Dan Al-Qur’an
merupakan bagian terpenting yang dibawa Arab ke Mesir hingga sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakatnya.7 Kajian tentang perkembangan
‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir inilah yang menjadi kajian tulisan ini dengan
menfokuskan pada dua isu yang diperdebatkan dalam disiplin ‘ilmu
al-Qur’a>n, yaitu nasakh dan kisah dalam Al-Qur’an.8
Sebagaimana dalam pemikiran secara umum yang demikian beragam,
pemikiran dalam kajian ilmu Al-Qur’an pun demikian. Sejumlah karya
mengenai Al-Qur’an dengan beragam variannya bermunculan. Munculnya
karya-karya tentang studi ilmu Al-Qur’an yang mengusung semangat liberal
misalnya juga dibarengi dengan lahirnya karya-karya mengenai Al-Qur’an
dalam wajah lainnya yang berbeda. Polemik pemikiran tidak jarang terjadi,
dan membatasi pada satu mainstream pemikiran dalam kajian Al-Qur’an ini
sangatlah tidak memadai. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan
metode filologis (al-manhaj al-filu>lu>ji>) yang di antaranya diwakili oleh Gustav Weil. Lebih jelasnya, lihat Bassam al-Jama>l, A sba>b al-Nuzu>l ‘Ilm min ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Beirut: al-Markaz al-S|aqafi> al-‘Arabi>, 2005), h. 20-47
7 Abdulla>h Khursyid al-Barri>, A l-Qur’a>n wa ‘Ulu>muh fi Mis}r, (Kairo: Da>r
al-Ma’a>rif, 1969), h. 5-6
8 Penjabaran mengenai polemik menyangkut dua isu ini secara panjang lebar akan
pada pelacakan dua isu dalam disiplin ilmu Al-Qur’an yang terus-menerus
diperdebatkan hingga kini. Kedua isu itu meliputi perdebatan seputar konsep
nasakh dan kisah dalam Al-Qur’an. Pelacakan debat intelektual dalam studi
ilmu Al-Qur’an ini difokuskan pada literatur yang berkembang dan muncul
di Mesir pada era tahun 1970-an hingga kini.
Dengan membatasi pada dua isu utama dalam disiplin ilmu Al-Qur’an
ini, sebenarnya penulis tidak hendak menafikan bahwa dua isu itu saja yang
diperdebatkan dalam kajian ilmu Al-Qur’an. Pilihan ini lebih didasarkan
pada kenyataan bahwa kedua isu itu menempati posisi yang sangat polemis
sebagaimana tampak dalam munculnya karya-karya baik pro maupun kontra
dalam kedua isu tersebut.9 Sementarakonteks Mesir menarik dijadikan objek
kajian, mengingat di samping pengaruhnya yang luar biasa dalam lanskap
pemikiran keislaman di Indonesia, Mesir juga mewakili sebuah negara yang
secara intelektual penuh warna dan dinamika. Oleh karena itu, mengkaji
pemikiran dalam studi ilmu Al-Qur’an di Mesir yang menjuntai sejak tahun
1970-an hingga kini menarik untuk dilakukan. Persoalan di atas inilah yang
hendak penulis angkat dalam penelitian tesis yang berjudul “IS U-ISU
POLEMIS DALAM DISKURSUS ‘ULU><M AL-QUR’A<N DI MESIR
KONTEMPORER.”
9 Dalam konteks konsep nasakh, bermunculan buku yang di satu sisi mendukung
keberadaan nasakh, dan di sisi lain muncul buku yang membantahnya. Begitu pula dalam konsep kisah yang diwakili dengan karya-karya yang mempolemikkan apakah kisah dalam
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Kajian terhadap Al-Qur’an merupakan kajian yang banyak diminati
tidak saja oleh sarjana Muslim, tetapi juga sarjana Barat. Sehingga bisa
dikatakan bahwa kajian Al-Qur’an merupakan kajian yang paling banyak
mendapat perhatian dalam karya kesarjanaan. Munculnya sejumlah karya
tafsir dengan berbagai variannya merupakan salah satu contoh dinamisasi
dan kreativitas kajian Al-Qur’an. Kajian Al-Qur’an semacam ini berkembang
pesat di pusat-pusat kajian Islam, tidak hanya di dunia Islam seperti Mesir,
melainkan juga di pusat-pusat kajian Islam di Barat.
Dalam konteks Mesir, muncul dan berkembangnya kajian Al-Qur’an
cukup panjang, setidaknya bisa ditarik pada masa pembebasan Mesir yang
dilakukan ‘Amr ibn ‘A<s}. Rentang waktu yang cukup panjang tersebut tidak
mungkin seluruhnya diurai dalam penelitian ini. Belum lagi cakupan kajian
Al-Qur’an yang begitu luas, di mana salah satunya adalah kajian tentang
ilmu Al-Qur’an.
Di samping itu, pembahasan ilmu Al-Qur’an juga demikian banyak
cabangnya. Al-Zarkasyi>10 menyebutkan setidaknya ada 47 pembahasan
10 Badr al-Di>n Muh}ammad ibn ‘Abdilla>h al-Zarkasyi>, A l-Burha>n fi> ‘Ulu>m
dalam ilmu Al-Qur’an, Al-Suyut}i>11 menyebutkan ada 80 pembahasan,
sedangkan Al-Zarqa>ni>12 menyebutkan hanya ada 17 pembahasan.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi di atas, maka penelitian ini hendak membatasi kajian
Al-Qur’an di Mesir yang beragam dan luar biasa dinamis ini hanya pada
‘ulu>m al-Qur’a>n. Oleh karena itu, kajian Al-Qur’an dalam bentuk tafsir-tafsir
tidak menjadi fokus kajian penelitian ini. Di samping karena luasnya
cakupan pembahasan, kajian dalam bentuk tafsir telah banyak dikaji sarjana.
Maka, membatasi diri pada kajian ilmu Al-Qur’an patut dilakukan.
Selain itu, kajian ini difokuskan pada kajian ilmu Al-Qur’an di Mesir.
Mesir menjadi fokus kajian karena ia menjadi pusat studi Islam yang begitu
rupa mempengaruhi iklim akademis Indonesia. Ini terlihat dari banyaknya
alumni di berbagai perguruan tinggi di Mesir, terutama Al-Azhar, yang
menjadi medium transfer of knowledge yang begitu efektif dalam
transformasi intelektual di Nusantara. Dan di situlah dialog intensif antara
Mesir dan Indonesia, utamanya dalam ranah intelektual, menemukan
ruangnya. Karena rentang waktu yang cukup panjang dari sejak masyarakat
Mesir mengenal Al-Qur’an, maka penelitian difokuskan pada perkembangan
11 Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rah}ma>n al-Suyu>t}i>, A l-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r
al-Hadis\, 2004)
12
ilmu Al-Qur’an di Mesir kontemporer, yang membentang antara 70-an
hingga kini.
Mengingat begitu luasnya cakupan ilmu Al-Qur’an, maka penelitian
ini membatasi diri pada dua isu dalam ilmu Al-Qur’an yang paling sering
diperdebatkan dalam ranah akademis Mesir sepanjang tahun 70-an hingga
saat ini. Artinya, penelitian ini hanya membatasi diri pada karya-karya
tentang studi ilmu Al-Qur’an yang ditulis oleh orang Mesir, dan dicetak di
Mesir, sepanjang 70-an hingga saat ini dengan penekanan pada dua isu
utama: nasakh dan kisah dalam Al-Qur’an. Konsep nasakh dipilih karena isu
ini sangat sengit perdebatannya, tidak saja pada keragaman jumlah nasakh
dalam Al-Qur’an, tetapi juga perdebatan seputar ada tidaknya nasakh dalam
Al-Qur’an. Isu ini juga mewakili disiplin ilmu Al-Qur’an yang terkait
langsung dengan pemaknaan teks. Sedangkan pemilihan isu kisah dalam
Al-Qur’an terkait dengan mekanisme dan strategi teks dalam menyampaikan
pesan. Selain itu, persoalan kisah juga menjadi isu yang diperdebatkan,
utamanya setelah hadirnya karya kontroversial Muh}ammad Khalafulla>h.13
13
Sebenarya, kontroversi apakah kisah dalam Al-Qur’an itu fiksi atau fakta telah muncul pada era T{a>ha> H{usain, bahkan sebelumnya. Namun yang secara khusus dan tegas menggugat faktualitas dan historisitas kisah dalam Al-Qur’an tanpa dari karya Muhammad Khalafullah. Karya ini yang menjadi entri poin perbincangan kisah dalam Al-Qur’an.
3. Perumusan Masalah
Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang
hendak dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan: Kenapa
polemik dalam ilmu Al-Qur’an begitu sengit terjadi dalam perkembangannya
di Mesir kontemporer? Untuk menjawab permasalahan ini perlu didukung
dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa saja corak dan kecenderungan dalam perkembangan penulisan
‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir kontemporer?
b. Bagaimana potret debat intelektual dalam disiplin ilmu Al-Qur’an itu
berlangsung di Mesir kontemporer?
c. Bagaimana kepentingan dan ideologi seseorang berpengaruh dalam
debat intelektual tentang beberapa isu polemis dalam ‘ulu>m al-Qur’a>n
di Mesir kontemporer?
C. Tujuan Penelitian
Melihat rumusan masalah yang telah diajukan di atas, penelitian ini
dimaksudkan untuk meneliti dan mengkaji beberapa pola dan kecenderungan
penulisan karya ilmu Al-Qur’an di Mesir dulu dan kini, serta bagaimana
beberapa isu dalam disiplin ilmu Al-Qur’an itu diperdebatkan.
Arab dan Yahudi di satu sisi, dan relasai antara Islam dan Yahudi (Al-Qur’an dan Taurat) di sisi yang lain. Lebih lanjut, lihat Sa>mih} Kurayyim, Ma>z\a> Y abqa> Min T{a>ha> Husain, (Beirut: Da>r Qalam, 1974), h. 66; Bandingkan juga dengan komentar Muh}ammad
Penelitian dan kajian ini akhirnya dapat mengungkap beberapa pola
dan kecenderungan penulisan karya ilmu Al-Qur’an, sehingga dari sana
kemudian diketahui aspek-aspek kreatifitas dan produktifitas karya tentang
studi ilmu Al-Qur’an di Mesir, sebuah wilayah yang pengaruhnya tidak
dapat disangsikan perannya dalam pengembangan intelektual—termasuk
dalam kajian ‘ulu>m al-Qur’a>n—tidak terkecuali di Indonesia. Di samping itu
juga dapat diketahui aspek-aspek ‘involutif’ dalam perkembangan kajian
ilmu Al-Qur’an.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan tujuan yang cukup ideal, penelitian ini diharapkan dapat
memiliki kegunaan yang bersifat teoretis dan praktis sekaligus. Secara
teoretis, hasil penelitian ini hendak membuktikan bahwa corak dan
kecenderungan penulisan ilmu Al-Qur’an di Mesir kontemporer tidak
tunggal, bahkan mengalami pengayaan corak dibandingkan dengan era
sebelumnya. Penelitian ini juga berguna untuk mengembangkan
kajian-kajian serupa dengan objek berbeda yang telah dilakukan terdalahulu oleh
para peneliti.
Secara praktis, penelitian ini hendak memperkenalkan ragam corak
dan kecenderungan penulisan buku ilmu Al-Qur’an di Mesir kontemporer,
dan bagaimana model polemik yang disuguhkan buku-buku ilmu Al-Qur’an
memperkenalkan bahwa perspektif yang berbeda akan melahirkan
kesimpulan yang berbeda pula. Dan perbedaan kesimpulan itulah yang
kemudian menggiring pada munculnya polemik dalam disiplin ini.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian tentang sejarah pemikiran dalam kajian Al-Qur’an telah
banyak dilakukan, baik oleh kalangan umat Islam sendiri (insider) maupun
kalangan oreintalis (outsider). Dalam konteks kajian yang dilakukan oleh
umat Islam sendiri, nama Muh}ammad H{usain al-Z|ahabi> layak disebutkan di
sini. Malalui karyanya A l-Tafsr wa al-Mufassirn,14 al-Z|ahabi> menjelaskan
periodesasi perkembangan tafsir sejak masa Nabi hingga masa Syekh
Mus}t}afa> al-Mara>ghi>. Apa yang dilakukan al-Z|ahabi> tersebut tidak semata
mengkaji perkembangan tafsir secara periodik, melainkan juga mengkaji
ragam tafsir secara taksonomik dengan mengangkat
kecenderungan-kecenderungan dan orientasi masing-masing tafsir. Selain itu, buku ini tidak
mengkaji tafsir yang berkembang di wilayah tertentu, melainkan beragam
tafsir sejak awal pertumbuhan, perkembangannya hingga era modern, dengan
menekankan pada pembahasan mengenai metode serta kecenderungan dan
corak-coraknya.
14
Karya lain yang mirip dengan apa yang dilakukan al-Z|ahabi> adalah
Ittijht al-Tafsr fi> al-Qarn al-Rbi’ A syar15 karya Fah}d ibn Sulaima>n
al-Ru>mi>. Sebagaimana judulnya, buku ini mengurai
kecenderungan-kecenderungan tafsir pada abad ke-14 H. Meskipun kajiannya dibatasi pada
abad ke-14 H, namun al-Ru>mi> mengawali karyanya dengan mengurai
kecenderungan tafsir pada awal mula tumbuhnya, persis sama dengan apa
yang dilakukan al-Z|ahabi>. Sebagaimana al-Z|ahabi>, karya al-Ru>mi> ini juga
tidak dibatasi pada perkembangan tafsir di wilayah tertentu, meskipun
sejumlah tafsir yang muncul di Mesir juga menjadi bagian yang tidak
terpisah dalam kajiannya.
Karya yang mencoba memotret perkembangan tafsir di Mesir,
sebagaimana juga hendak dilakukan penulis, adalah karya Iffat Muh}ammad
al-Syarqa>wi> yang berjudul Ittijht al-Tafsr f Mis{r f A s{r al-ads\.16
Dalam karya ini, al-Syarqa>wi> tidak hanya memasukkan karya-karya yang
diterbitkan, melainkan juga karya-karya manuskrip yang pada masa itu
belum diterbitkan. Karya ini juga tidak mengintrodusir karya-karya tafsir
yang muncul sesudah tahun 1963. Sementara kajian ilmu Al-Qur’an lepas
dari kajiannya, dan ruang kosong inilah yang hendak dikaji penulis dalam
penelitian dengan aksentuasi pada pembahasan mengenai isu-isu polemis
15 Fah}d ibn Sulaima>n al-Ru>mi, Ittijht al-Tafsr fi> al-Qarn al-Rbi’ A syar, (Saudi
Arabia: Maktabah al-Tijriyyah,t.t), 3 Vol.
16 Iffat Muh}ammad al-Syarqa>wi>, Ittijht al-Tafsr f Mis{r fA s{r al-ads\, (Kairo:
dalam diskursus ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir kontemporer. Sebagaimana
judulnya, al-Syarqa>wi> memetakan tiga kecenderungan tafsir, yaitu
kecenderungan sosiologis, kecenderungan sastrawi, dan kecenderungan
saintifik.
Karya lain yang secara khusus memotret kecenderungan baru dalam
tradisi tafsir di Mesir adalah Ittijht al-Tajdd f Tafsr al-Qur’n al-Karm
f Mis{r yang ditulis Muh}ammad Ibra>hi>m Syari>f.17 Buku setebal kurang lebih
767 halaman ini mengungkap adanya kecenderungan baru dalam tafsir
Al-Qur’an di Mesir. Apa yang ia sebut sebagai “kecenderungan pembaruan”
(ittijht al-tajdd) dalam tafsir Al-Qur’an di Mesir adalah adanya pola baru
penulisan tafsir Al-Qur’an yang berbeda dengan ‘tafsir arus utama’.
Kecenderungan itu meliputi tiga aspek, orientasi ‘etis’ (al-ittija>h al-hida>’i>),
orientasi ‘filologik’ (al-ittija>h al-adabi>), dan orientasi saintifik (al-ittija>h
al-‘ilmi>). Buku ini juga hanya menfokuskan pada kecenderungan baru dalam
tafsir, bukan dalam ilmu Al-Qur’an yang menjadi fokus kajian tulisan ini.
Di samping itu, karya lain yang secara khusus memotret
perkembangan Al-Qur’an dan ilmu al-Qur’an di Mesir adalah karya yang
ditulis ‘Abdulla>h Khursyid al-Barri>. Dalam karyanya yang berjudul A
l-Qur’a>n wa ‘Ulu>muh fi> Mis}r (20 H-358 H),18 al-Barri> berupaya memotret
17 Muh}ammad Ibra>hi>m Sya>rif, Ittijht al-Tajdd f Tafsr al-Qur’n al-Karm f
Mis{r, (Kairo: Dr al-Turs\, 1982)
18 ‘Abdulla>h Khursyid al-Barri>. A l-Qur’a>n wa ‘Ulu>muh fi> Mis}r (20 H-358 H),
perkembangan kajian Al-Qur’an dan ‘ulu>m al-Qur’a>n dalam kurun waktu
yang relatif awal dalam konteks Mesir. Sesuai dengan judulnya, al-Barri>
mencoba melacak beberapa hal penting terkait dengan Al-Qur’an dan ‘ulu>m
al-Qur’a>n di Mesir sepanjang kurang lebih tiga abad. Pokok-pokok kajian
yang diangkat adalah: sejak kapan Al-Qur’an masuk dan dikenal di Mesir?
Dalam bentuk apa penyikapan dan penerimaannya? Bagaimana mereka
belajar Al-Qur’an? Siapa yang mengajar? Bagaimana awal mula kemunculan
qa>ri’ di Mesir? Apakah ada jenis qira>’at yang unik Mesir? Hingga
perbincangan mengenai ilmu tafsir. Bagaimana awal mula
perkembangannya? Apakah ada ‘madzhab’ khusus tafsir a la Mesir? Dan
bagaimana hubungannya dengan ‘madzhab-madzhab’ tafsir lainnya di luar
Mesir? Semua itu menjadi fokus kajian al-Barri> dalam karya yang bermula
dari disertasi doktoralnya di Fakultas A <da>b Universitas Kairo.
Karya yang relatif lengkap ini tidak hendak diulang dalam karya ini
kecuali sekilas tentang asal-usul perkembangan studi Al-Qur’an di Mesir
pada masa-masa awal untuk disambungkan dengan kajian yang hendak
penulis uraikan dalam tesis ini. Kalau karya al-Barri> berupaya melacak
asal-usul kajian Al-Qur’an dan ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir pada masa yang relatif
dini, maka apa yang hendak penulis lakukan dalam tesis ini lebih pada
pelacakan isu-isu dalam ‘ilm al-Qur’a>n yang diperdebatkan di Mesir pada era
kontemporer, sebuah masa yang membentang pasca kekalahan Arab (Mesir)
al-Qur’a>n yang muncul pada rentang inilah yang menjadi perhatian penulis
dalam tesis ini.
Karya yang relatif baru dalam kajian serupa adalah karya yang ditulis
Gama>l al-Banna>. Saudara H{asan al-Banna> ini menulis sebuah buku yang
berjudul Tafsr al-Qur’n al-Karm Bain al-Quda>mi> wa al-Muh}dis\n.19 Buku
yang tebalnya tidak lebih dari 240 halaman ini mengurai tipologi tafsir
klasik (al-qudm) yang berorientasi linguistik (al-lughawiyyn), ideologis
(al-mahabiyyn), dan naratif (al-akhba>riyyn). Selain itu, Gama>l juga
menjelaskan sebagian mufasir modern yang diwakili Mu}ammad Abduh dan
Rasyi>d Rid}a> dengan Al-Manr-nya, T{a>hir ibn ‘Asyu>r dengan al-Tarr wa
al-Tanwr-nya, Mutawalli> al-Syarw dengan Tafsr al-Syarw-nya, dan
tafsir-tafsir ‘pinggiran’ (syah) yang diwakili Mah}mu>d Muh}ammad T{a>ha>
dan Nas}r H{a>mid Abu>-Zayd. Ia juga menjelaskan adanya upaya pembaruan
tafsir sebagaimana dilakukan Syah}ru>r, Arku>n, dan dirinya melalui proyek
revolusi Al-Qur’an-nya (Tas\wr Al-Qur’a>n). Lagi-lagi, buku ini tidak
membatasi kajiannya pada perkembangan tafsir dan ‘ulu>m al-Qur’a>n di
wilayah tertentu, melainkan mengkaji perkembangan tafsir dan ‘ilmu
al-Qur’a>n secara acak sebagai contoh kajiannya. Meskipun dari contoh yang
diajukan, tokoh-tokoh yang berlatar belakang Mesir lebih dominan dijadikan
objek kajian.
19 Gamal Al-Banna, Tafsr al-Qur’n al-Karm Bain al-Quda>mi> wa al-Muh}dis\n,
Sebuah kajian mengenai salah satu ilmu Al-Qur’an adalah apa yang
dilakukan oleh Bassa>m al-Jama>l dalam bukunya A sba>b al-Nuzu>l: ‘Ilm min
‘Ulu>m al-Qur’a>n.20 Buku ini merupakan survei bibliografis terhadap
sejumlah karya ilmu Al-Qur’an yang membahas salah satu isu dalam ilmu
Al-Qur’an, yaitu asba>b al-nuzu>l. Dari survei ini, al-Jama>l secara kritis
mengkaji dan mengidentifikasi corak dan model kajian asba>b al-nuzu>l dari
rentang waktu yang sangat awal hingga kini. Di samping juga membahas
sisi-sisi imajinatif (al-mutakhayyal) dan sisi-sisi historis (al-ta>ri>khi>) dalam
narasi-narasi asba>b al-nuzu>l, karya ini tidak membatasi diri pada wilayah
tertentu, seperti yang sedang penulis lakukan dalam penelitian ini. Oleh
karena buku ini menfokuskan pada salah satu isu ilmu Al-Qur’an, penulis
juga tidak akan mengulang kajian ini. Oleh karena itu, penulis memilih isu
nasakh dan kisah dalam Al-Qur’an sebagai fokus kajian.
Sementara dalam kajian orientalis, ada sejumlah karya yang terkait
dengan sejarah pemikiran dalam kajian Al-Qur’an. Yang pertama dan
penting untuk disebutkan adalah karya orientalis asal Hungaria, Ignaz
Goldziher. Melalui bukunya Die Richtungen der Islamischen
Koranaslegung,21 Goldziher mengkaji pertumbuhan awal tafsir yang sejak
20
Bassam Al-Jamal, A sba>b al-Nuzu>l: ‘Ilm min ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Beirut: Al-Markaz al-S|aqa>fi> al-‘Arabi>, 2005).
21
Buku ini diarabkan (tarb) oleh ‘Abd al-H{ali>m al-Najja>r dengan judul Mahib al-Tafsr al-Islmi> yang diterbitkan di Beirut oleh penerbit Dr Iqra’. Cetakan keduanya
awal telah bernuansa ideologis. Fragmentasi dan pertarungan yang terjadi di
kalangan para teolog inilah yang melahirkan produktifitas karya-karya tafsir
yang bernuansa ideologis. Selain membahas tipologi tafsir bi al-ma’s\r,
Goldziher menyimpulkan setidaknya ada empat kecenderungan tafsir, yaitu:
tafsir dalam bingkai akidah, tafsir dalam bingkai sufi, tafsir dalam bingkai
perpecahan internal agama, dan tafsir dalam bingkai peradaban Islam .
Karya lainnya yang ditulis oleh orientalis adalah Modern Muslim
Koran Interpretation.22 Buku yang ditulis oleh J.M.S. Baljon ini didakwa
oleh penulisnya sebagai suplemen buku karya Ignaz Goldziher. Dakwaan
Baljon ini ada benarnya karena Goldziher absen membahas tafsir berbahasa
Urdu, satu hal yang dicobalengkapi oleh Baljon. Hal lain dari buku ini adalah
kajiannya yang spesial pada karya Muh}ammad Abduh dan Rasyi>d Rid}a>.
Selain Goldziher dan Baljon, J.J.G. Jansen23 juga melakukan survei
bibliografis terhadap perkembangan dan kecenderungan tafsir. Melalui karya
yang berjudul The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, Jansen
mengkaji karya-karya tafsir di Mesir modern sebelum tahun 1970-an dan
berhasil memetakan secara taksonomis tiga kelompok tafsir yang
berkembang di sana, yaitu tafsir saintifik, filologik, dan etis-sosiologis.
Karya ini tidak menjadikan ‘ulu>m Qur’a>n sebagai objek penelitiannya,
22 J.M.S. Baljon, Modern Muslim Koran Interpretation, (Leiden: E.J. Brill, 1968). 23 J.J.G. Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, (Leiden: E.J.
melainkan pada perkembangan dan kecenderungan tafsir di Mesir. Ruang
kosong inilah yang hendak penulis isi dalam tesis ini. Singkatnya, penulis
hendak ‘melanjutkan’ survei bibliografis yang dilakukan Jansen ini dengan
menjadikan tahun 70-an sebagai titik awal waktunya, namun dengan
aksentuasi kajian ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir kontemporer, khususnya
mencakup pada dua isu yang diperdebatkan dalam ‘ulu>m al-Qur’a>n: nasakh
dan kisah.
Selain karya-karya yang berbentuk buku, masih banyak karya-karya
lain dalam bentuk artikel-artikel. Sebut saja misalnya karya Issa J. Boullata
yang memotret metode tafsir Bint al-Sya>t}i’, yang berjudul Modern Qur’anic
Exegesis: A Study of Bint al-Shâthi’s Method.24 Selain itu adalah tulisan
Rotraud Wielandt yang dimuat di Encyclopedia of the Qur’an25 yang
membahas perkembangan tafsir Al-Qur’an masa awal modern dan
kontemporer.
Dengan sejumlah karya yang berhasil penulis telusuri, maka kajian
mengenai isu-isu polemis dalam diskursus ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir
kontemporer belum dilakukan oleh para pemerhati kajian Al-Qur’an. Ruang
kosong inilah yang hendak dimanfaatkan penulis untuk melengkapinya
dalam penelitian ini.
24 Dimuat di Jurnal The Muslim W orld , Vol. LXIV (1974), NO. 4, h. 103-113. 25 Ensiklopedi itu dieditori oleh Jane D. McAuliffe dan diterbitkan oleh E.J. Brill,
E. Metodologi Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
aksentuasi pada model penelitian bibliografis. Dengan demikian, studi
literatur merupakan satu-satunya unsur penelitian kualitatif yang digunakan
dalam penelitian ini. Sumber data dalam penulisan tesis ini sepenuhnya
disandarkan pada riset kepustakaan (library research). Artinya, data-datanya
diperoleh dengan merujuk pada karya-karya yang terkait dengan disiplin
‘ulu>m al-Qur’a>n yang ditulis dan terbit di Mesir sepanjang tahun 70-an
hingga saat ini.
Teknik penelitiannya menggunakan metode “tiga serangkai”, yaitu
deskriptif, komparatif, dan analitis-kritis. Penggunaan tiga metode ini
sekaligus didasarkan pada kenyataan bahwa ketiga metode tersebut saling
melengkapi. Metode deskriptif diarahkan untuk melukiskan keadaan objek
atau peristiwanya tanpa pretensi membuat kesimpulan-kesimpulan yang
berlaku secara umum. Penggunaan metode ini sangatlah penting terutama
dalam studi tokoh dan studi pemikiran, mengingat metode ini diupayakan
untuk menggambarkan peristiwa dan gagasan di seputar dirinya.
Metode komparatif digunakan mengingat bahwa sejumlah penulis
tafsir atau pun penulis karya-karya tentang studi ilmu Al-Qur’an tidak hadir
dalam ruang yang hampa sejarah. Kehadirannya mewakili semangat masanya
yang tentunya pemikirannya secara dialektis berjalin-berkelindan dengan
Metode analitis-kritis berupaya mencermati seberapa jauh pemikiran
yang dituangkan dalam karya-karya tentang studi ilmu Al-Qur’an itu
merespon masanya dan seberapa jauh ruang dan waktu itu berpengaruh pada
strategi mereka dalam menyuguhkan kajiannya.
Selain itu, dalam membedah pemikiran tentang diskursus ‘ulu>m
al-Qur’a>n di Mesir kontemporer, penulis—meminjam strategi yang digunakan
‘A<bid al-Ja>biri>26—menggunakan model kajian strukturalis (mulajah
al-binya>wiyyah), analisa historis (al-tah}ll al-ta>ri>kh), dan analisa ideologis (
al-t}arh} al-aidiyu>lu>ji>). Studi strukturalis digunakan dalam rangka menelaah
pemikiran kajian ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir kontemporer secara menyeluruh
dan melakukan komparasi dengan pemikiran yang lain, sehingga mampu
menyingkap persoalan intinya. Analisa historis digunakan untuk mengurai
sisi historisitas pemikiran dalam kaitannya dengan stuktur di atas, sehingga
ditemukan kebenaran ilmiah dalam pemetaannya. Sedangkan analisa
ideologis digunakan untuk membaca aspek ideologis yang terkandung dalam
pemikiran tersebut, dalam hal polemik yang terjadi atas beberapa isu dalam
‘ilm al-Qur’a>n yang menjadi fokus penelitian ini.
Dalam pengumpulan data, penulis berusaha semaksimal mungkin
untuk menghimpun data selengkap mungkin, baik yang termasuk dalam data
primer maupun sekunder. Karya-karya yang terkait dengan ‘ulu>m al-Qur’a>n
26 bid al-Jbir, Nan wa al-Turs\: Qira>’t Mu’a>irah f Turs\in al-Falsaf,
yang ditulis pada tahun 70-an hingga kini di Mesir merupakan data primer.
Sedangkan data sekunder adalah karya-karya lainnya yang memiliki
keterkaitan dengan objek kajian ini. Sementara teknik penulisannya, penulis
sepenuhnya mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan beberapa modifikasi, termasuk juga
dalam penggunaan transliterasi.27
F. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka sistematisasi penelitian tentang ISU-ISU POLEMIS
DALAM DISKURSUS ‘ULU><M AL-QUR’A<N DI MESIR
KONTEMPORER, maka pembahasan ini akan disajikan menjadi lima bab.
Pembahasan akan diawali dengan PENDAHULUAN yang menguraikan
argumentasi seputar signifikansi studi ini. Bagian ini merupakan bab
pertama yang berisi latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan
masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Selanjutnya, pada bab II (DISKURUS ‘ULU><M AL-QUR’A <N DI
MESIR KONTEMPORER) akan diuraikan tentang geneologi ‘ulu>m
al-Qur’a>n di Mesir, meliputi asul-usul, potret umum, corak, dan
kecenderungannya di Mesir awal. Melengkapi pembahasan mengenai potret
umum, corak, dan kecenderungan ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir awal, dalam bab
27 Tim Penulis, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah [Skripsi, Tesis, dan Disertasi],
ini pula hendak dibahas gambaran umum mengenai situasi Mesir
kontemporer, sekaligus juga potret, tren, dan kecenderungan ulu>m al-Qur’a>n
pada era kontemporer di Mesir.
Melengkapi kajian pada bab II, maka pembahasan pada bab III
(POLEMIK ‘ILM A L-QUR’A <N DI MESIR KONTEMPORER) ini lebih
dikerucutkan pada debat intelektual menyangkut dua isu dalam studi ilmu
Al-Qur’an. Bab ini akan diisi dengan pembahasan mengenai pembahasan
mengenai konsep nasakh dan kisah dalam Al-Qur’an dan bagaimana dua isu
itu dipolemikkan.
Pada bab IV (MEMPEREBUTKAN MAKNA: ISU-ISU POLEMIS
DAN KEPENTINGAN IDEOLOGIS), penulis hendak mengurai dan
menganalisa beberapa isu polemis dalam studi ilmu Al-Qur’an tersebut dan
kaitannya dengan “kepentingan ideologis”. Dari sini dapat dilacak sejauh
mana kepentingan ideologis itu kuat mewarnai sikap masing-masing
kalangan dalam mempertahankan pandangannya menyangkut beberapa isu
polemis dalam disiplin ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir kontemporer. Pembahasan
ini lebih didasari oleh asumsi bahwa pandangan dan sikap seseorang selalu
dibentuk oleh kepentingan ideologisnya untuk terus mengupayakan
pembenarannya.
Akhirnya penelitian ini ditutup dengan bab V (PENUTUP) yang
sekaligus menjawab beberapa pertanyaan yang termaktub dalam rumusan
BAB II
DISKURSUS‘ULU><M AL-QUR’A<N DI MESIR KONTEMPORER
Sebagaimana disiplin keilmuan lainnya dalam Islam, ‘ulu>m
al-Qur’a>n28 merupakan kreasi paska kenabian. Artinya, kehadiran disiplin bantu
dalam memahami Al-Qur’an ini dirasakan signifikansinya paska era
kenabian. Sebagaimana mafhum bahwa pada masa Nabi Muhammad Saw
masih hidup, rujukan segala persoalan selalu bermuara pada sosok paripurna
Nabi Muhammad Saw dan menjadikan beliau sebagai acuan otoritatif dalam
28Istilah ‘ulu>m al-Qur’a>n merupakan susunan dari dua kata, ‘ulu>m (bentuk plural
dari ‘ilm) yang berarti ilmu-ilmu dan al-Qur’a>n. Secara bahasa,‘ilm adalah lawan dari bodoh (naqi>d} al-jahl), atau sinonim dengan paham dan tahu (al-fahm wa al-ma’rifah). Menurut istilah, ‘ilm adalah keyakinan yang pasti yang sesuai dengan kenyataan atau mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Lihat Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-’A rab, (Beirut: Da>r S{a>dir, 2000), jilid 10, h. 263; Majd al-Di>n Muh}ammad ibn Ya’qu>b al-Fairuz Aba>di>, A l-Qa>mu>s al-Muh}i>t}, (Beirut: Da>r al-Ji>l, t.t), jilid 4, h. 155; ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn ‘Ali> al-Jurja>ni>, A l-Ta’ri>fa>t, (Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1996), h. 199. Dalam cakupan makna yang diperluas, ‘ulu>m al-Qur’a>n adalah ilmu yang mencakup pembahasan menyeluruh yang terkait dengan Al-Qur’an dari beragam aspeknya, baik aspek latar belakang turunnya, sistematikanya, kodifikasinya, penulisannya, pembacaannya, tafsirnya, kemukjizatannya, na>sikh-mansu>kh-nya, dan semacamnya. Lihat, Abu> al-Faraj ‘Abdurrah}ma>n ibn Jauzi>, Funu>n al-A fna>n fi> ‘Uyu>n ‘Ulu>m al-Qur’a>n [tahqiq: Hasan Dhiya’uddin ‘Itr}}], (Beirut: Da>r al-Basya>ir al-Isla>miyyah, 1987), h. 11. Mu>sa> Sya>hi>n La>syi>n, A l-La’a>li al-H{isa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Syuru>q, 2002), h. 7. Definisi ini sekaligus sebagai penolakan atas definisi-definisi lain yang mengatakan bahwa ‘ulu>m al-Qur’a>n juga mencakup semua ilmu yang lahir dan tumbuh dari akar Al-Qur’an sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad Abd al-Az}i>m al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Beirut: Da>r Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003), jilid 1, h. 19. Sebaliknya kita harus membatasinya pada ilmu-ilmu dan kajian-kajian yang memiliki hubungan erat dengan Al-Qur’an dan menjadi acuan untuk memahaminya. Lihat: Abd al-H{a>mid ibn Muh}ammad Nada> Ja’rabah, A l-Madkhal ila>
segala bidang. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber pengetahuan
beliau tidak melulu dari kapasitas personalnya sebagai manusia pilihan,
melainkan lebih pada bimbingan wahyu yang berfungsi sebagai pengukuh,
pengoreksi, atau pengarah.
Fakta inilah yang menjadi argumentasi bahwa kehadiran ilmu bantu
sebagai disiplin yang independen semacam ‘ulu>m al-Qur’a>n belum dianggap
sebagai kebutuhan yang mendesak saat itu. Meskipun tidak dianggap sebagai
kebutuhan yang mendesak, namun kepentingan untuk memperkenalkan
pengetahuan tentang ‘ulu>m al-Qur’a>n mulai dilakukan. Seiring dan sejalan
dengan diseminasi Al-Qur’an kepada para sahabatnya, Nabi mulai
memperkenalkan ‘ilm al-Qur’a>n yang kemudian diterima oleh para
sahabatnya untuk selanjutnya ditularkan pada generasi setelahnya. Dengan
demikian, secara embrional, ‘ilm al-Qur’a>n bermula sejak Nabi Muhammad
Saw mengajarkan pada sahabat-sahabatnya dan para sahabat bertanya
tentang hal-hal yang belum diketahui.
Tulisan berikut hendak menjelaskan sejarah kemunculan ‘ulu>m
al-Qur’a>n di Mesir. Berawal dari penjelasan mengenai pengertian asal-usul
historis ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir yang oleh para peneliti ditengarai bermula
pada waktu yang relatif awal, yaitu sejak pembebasan Mesir oleh ‘Amr ibn
‘A<s} pada masa khalifah ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b.29 Tulisan ini akan diarahkan
29 Meskipun penjelasan mengenai sejarah perkembangan ilmu Al-Qur’an telah
pada identifikasi corak dan kecenderungan ‘ulu>m al-Qur’a>n di Mesir era awal
yang kemudian dibandingkan dengan corak dan kecenderungan ‘ulu>m
al-Qur’a>n di Mesir kontemporer.
A. Geneologi‘Ulu>m al-Qur’a>n di Mesir
Sebagaimana diketahui, Mesir menjadi pangkalan pertumbuhan
Islam, terutama setelah ‘Amr ibn ‘A<s}—yang diutus Khalifah ‘Umar ibn
Khat}t}a>b—menduduki kawasan ‘Arisy pada tahun 20 H (639 M). Sejak abad
ketujuh Masehi itulah Islam berhasil menancapkan kekuasaannya di Mesir.
Namun demikian, keberhasilan Islam membangun peradaban di
Mesir tidak bisa dilepaskan dari masa lalu Mesir yang menjuntai ribuan
tahun lamanya. Bahkan tidak berlebihan jika Abd al-Lat}i>f Hamzah
mengatakan bahwa apa yang disebut dengan karakteristik ke-Mesiran
(syakhiyyah miriyyah) memiliki sejarahnya yang panjang, jika tidak yang
terpanjang dalam sejarah.30 Ini misalnya secara lebih detail diterangkan oleh
Mi>la>d H{anna>. H{anna> menunjukkan setidaknya ada tujuh penyangga
kembali dalam tesis ini untuk kesinambungan uraian. Artinya, sebelum penulis membincang perkembangan ilmu Al-Qur’an di Mesir, penjelasan mengenai apa itu ‘ulu>m al-Qur’a>n dan bagaimana perkembangannya secara umum masih relevan untuk ditegaskan kembali dalam tulisan ini.
30
Abd al-Lat}i>f H{amzah, A l-H{arakah al-Fikriyyah fi Mis}r fi al-‘A srayn al-A yyu>bi> wa al-Mamlu>ki> al-A wwal, (Kairo: Al-Hay’ah al-Mis}riyah al-‘A<mmah li al-Kita>b, 1999), h. 3. T{a>ha> H{usain dengan cukup meyakinkan menegaskan bahwa Mesir tidak mungkin menemukan dan menciptakan hal-hal baru tanpa berpijak pada masa lalu Mesir. Lihat T{a>ha>
terbentuknya karakteristik ke-Mesiran.31 Empat di antaranya terkait dengan
latar dan aspek historis yang membentuk identitas ke-Mesir-an, sementara
tiga lainnya terkaitnya latar dan aspek geografis. Secara historis, Mesir,
tepatnya identitas ke-Mesir-an, terbentuk oleh ragam latar sejarah yang
meliputi era Firaun (al-iqbah al-firauniyyah) yang kemudian diikuti era
Yunani-Romawi dan berlanjut pada era Koptik dan Islam. Era Firaun yang
membentang sepanjang tahun 3100 SM hingga 1085 SM ini ditandai dengan
terbentuknya sebuah peradaban yang mondial semisal mumi, prasasti,
piramid, dan bangunan bersejarah lainnya yang menjadi saksi sejarah yang
tidak bisa dipungkiri keabsahannya dalam membentuk citra kemajuan Mesir
pada masa lalu, bahkan hingga kini.
Begitu pula pengaruh periode Yunani-Romawi (322 SM) dalam
mamacu kebangkitan intelektual pun tidak bisa dinisbikan perannya.
Didirikannya Universitas Iskandariyah oleh Ptolemius I sekitar tahun 300
SM, menjadi bukti pengaruh tradisi Yunani-Romawi dalam lintas sejarah
intelektual di Mesir. Massifnya kajian filsafat, kedokteran, sastra,
matematika, antropologi, dan lain-lain menjadi bukti besarnya arus
hellenisasi yang berperan menampilkan citra intelektualitas Mesir.
31 Tujuh penyangga itu adalah, empat terkait dengan identitas budaya (Firaun,
Yunani dan Romawi, Koptik, dan Islam); tiga terkait dengan latar geografis (Arab, Afrika, dan Laut Tengah). Mi>lad H{anna>, A l-Amidah al-Sabah li al-Syakhs}iyyah al-Mis}riyyah
Aspek historis ketiga yang membentuk identitas ke-Mesir-an adalah
era Koptik. Namun kebanyakan sejarahwan, yang juga diikuti oleh H{anna>,32
mengatakan bahwa era ini bermula pada tahun 284 M, ketika Mesir
menegaskan penanggalan Koptik (al-taqwi>m al-qibt}i>) sekaligus pada saat
yang sama, tahun itu merupakan tahun ketika Mesir menunjukkan identitas
dan peradaban barunya. Peradaban baru yang dimaksud mewujud dalam
bentuk bahasa baru, yaitu Bahasa Koptik, dan agama baru, yaitu Agama
Kristen. Pada era inilah, meskipun secara politis berada di bawah kekuasaan
Bizantium, Mesir memainkan peran penting dalam menjadikan Kristen
sebagai agama baru yang go international. Ini terlihat dengan dibukanya
jurusan teologi di Universitas Iskandariyah. Gereja-gereja Koptik kemudian
berhasil memproduksi para pemimpin agama Kristen di era-era awal abad I
meskipun secara teoritik kekuasaannya mengikuti Roma dan kemudian
Bizantium. Atas dasar ini pula Gereja Koptik di Mesir memiliki akar-akar
yang otentik sebagaimana Gereja Vatikan di Roma.33
Era selanjutnya adalah era Islam.34 Sebagaimana dijelaskan di atas
bahwa persentuhan orang Mesir dengan orang Arab adalah ketika ‘Amr ibn
‘A<s} melakukan pembebasan di kota Mesir. Saat itu, Mesir yang beragama
32
H{anna>, A l-Amidah, h. 87-88
33 H{anna>, A l-Amidah, h. 91 34
Hanna>, A l-Amidah, h. 96 dan seterusnya. Bandingkan juga dengan penjelasan Philip K. Hitti, History of The A rabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan
Koptik sedang bersitegang dengan imperium Bizantium. Pasalnya,
Bizantium mengangkat Petrick negara, sementara orang-orang Koptik sudah
memiliki Petrick sendiri, yaitu Baba Benjamin. Akibat pengangkatan itulah,
Benjamin terpaksa melarikan diri dari pemerintahan Bizantium, tepatnya
setelah Heraclius mengutus wakilnya yang mewajibkan semua orang Koptik
untuk memeluk aliran Monotelit, sebuah aliran yang oleh imperium
Bizantium dianggap sebagai aliran pemersatu dari berbagai aliran gereja
yang berseteru: Gereja Iskandariyah, Antokia, Konstantinopel, dan Roma.
‘Amr ibn ‘A<s} sangat memahami karakteristik orang-orang pribumi
Mesir yang sebagian besar adalah kaum Koptik. Karenanya, ‘Amr ibn ‘A<s}
tidak lantas memaksakan ajaran Islam, akan tetapi ia mendekati para
pembesar gereja untuk membangun hubungan baik dengan mereka dan
memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi para umat Koptik untuk
melaksanakan ritual agama. Unsur-unsur itulah yang menyangga
ke-Mesir-an dke-Mesir-an kini melebur menjadi Mesir itu.
Dalam konteks keilmuan dalam Islam, Mesir menjadi rumah
persemaian intelektualitas di dunia Arab. Benih keilmuan Islam yang pada
mulanya muncul di Semenanjung Arabia ini terus melampaui wilayah
kelahirannya. Islam pun diterima secara luas di Damaskus (Syria). Di
wilayah ini, nuansa keilmuan Hijaz (Mekah dan Madinah) masih demikian
kentara. Begitu melebar ke Baghdad (Iraq), nuansa keilmuan bergeser pada