commit to user
HUBUNGAN BODY MASS INDEX DENGAN RISIKO KEJADIAN INFERTILITAS PADA PEREMPUAN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
FEMI DWI ALDINI
G0008096
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iv ABSTRACT
Femi Dwi Aldini, G0008096, 2012, The Correlation between Body Mass Index and The Incidence of Infertility among Women.
Objective: The purpose of this research is to find out the correlation between Body Mass Index and the incidence of infertility among women.
Methode: This research is an observational analytic using cross sectional approach and primary data. Subjects of this research are 57 married women, age from 23 until 36 years old. The subjects have marital period at least a year, have not been using any kind of contraception within a year, have body mass index value at least 18.5, and their husband have normozoospermia. The data was collected by measuring anthropometry to get body mass index value, and by doing structural interview. The data was then analyzed by using chi square test to see the different between fertil women group and the infertil one, and to compare between women have normal and overweight body mass index to effect infertility.
Results: The results of chi square test shows an unsignificant correlation (p = 0.683) between age and BMI value. There are also not a significant correlation between age and menstrual cycle (p = 0.538), between BMI value and menstrual cycle (p = 0.873), between menstrual cycle and fertility (p= 0.182), and between BMI value and fertility (p= 0,160). But, age shows a significant correlation with fertility (p = 0,002).
Conclusion: There is not correlation between BMI value and infertility.
commit to user
v ABSTRAK
Femi Dwi Aldini, G0008096, 2012, Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan.
Tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan.
Metode penelitian. Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer. Subjek penelitian ini adalah 57 orang perempuan menikah berusia 23-36 tahun, dengan usia pernikahan minimal satu tahun, tidak sedang menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun terakhir, memiliki nilai BMI minimal 18,5, serta memiliki pasangan (suami) dengan normozoospermia. Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri untuk mendapatkan data nilai body mass index (BMI), dan wawancara terstruktur. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, dan membandingkannya antara BMI normal dan lebih/overweight. Hasil penelitian. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.683) antara umur dan nilai BMI perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.538) antara umur dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.873) antara BMI dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p= 0.182) antara keteraturan siklus haid dan fertilitas pada perempuan, serta tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai BMI dan fertilitas pada perempuan (p= 0,160). Akan tetapi, terdapat hubungan yang sangat signifikan (p = 0,002) antara umur dan fertilitas pada perempuan
Simpulan penelitian. Tidak terdapat hubungan antara nilai BMI dan infertilitas.
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugerah, dan karunia-Nya sehingga Skripsi dengan judul “Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan” ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan, terutama pada BMI lebih (overweight). Hal ini penting diketahui sebab berhubungan dengan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga status gizi yang dapat diukur melalui berat badan dan indikator keteraturan siklus haid. Skripsi ini memuat hasil penelitian, analisis data dan pembahasan tentang hubungan infertilitas dengan beberapa faktor yaitu umur, keteraturan siklus haid dan nilai Body Mass Index.
Dalam proses penelitian ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran dari pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya penelitian dan pelaporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, kekasih yang Maha Agung dan Bijaksana. Sujud syukur hamba dalam sajadah hidupku atas skenario indah-Nya, atas pertolongan dan kemudahan yang Allah curahkan untukku, terutama ketika semangat ini melemah dan rapuh.
2. Rosulullah dan tauladan perjuanganku, Muhammad SAW yang senantiasa menjadi motivator terbesar dalam setiap keindahan akhlakmu untuk mengajarkan kepadaku bahwa hidup ini begitu mempesona.
3. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR FINASIM selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Eriana Melinawati, dr., Sp.OG (K), selaku pembimbing utama yang telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada penulis dalam penyelesaian setiap lembar skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan banyak waktu yang telah diluangkan di tengah kesibukan Ibu untuk memberikan bimbingan, masukan, perbaikan dan motivasi kepada penulis.
commit to user
vii
7. Bapak Dr. Supriyadi Hari, dr., Sp.OG, selaku penguji utama yang telah memberikan nasehat, dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
8. Bapak Hari Purnomo Sidik, dr., MMR, selaku anggota penguji yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
9. Kepala SMF. OBSGIN RSUD Dr. Moewardi, beserta seluruh staff terkait yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi ini.
10. Kepala Klinik Indriya Ratna RSUD Dr. Moewardi beserta seluruh paramedis dan staff yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan dalam pengambilan sampel penelitian. 11. Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Ibunda Sueryani dan Ayahanda KA. Cholil, serta
Kakakku tersayang, Nina Fadilla. Terima kasih yang tiada terhingga atas segala kasih sayang, doa restu, dukungan baik material, moral, maupun spiritual, serta pengorbanan yang telah diberikan untuk penulis.
12. Semua sahabat terbaikku yang telah membantu dan menemani dalam berjuang, teman-teman mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2008 yang menemani serta selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis dalam suka maupun duka.
13. Ibu Sunengsih, serta semua pihak lainnya yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun sangat berarti dalam terselesaikannya Skripsi ini.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Demikian Skripsi ini penulis buat, semoga dapat memperkaya khasanah kajian ilmu kedokteran dan bermanfaat bagi kalangan civitas akademika.
Surakarta, 2 Januari 2012
commit to user
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv-v PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ... 5
A. Tinjauan Pustaka ... 5
1. Status Gizi ... 5
2. Body Mass Index (BMI)... ... 9
3. Siklus Haid dan Ovulasi... 11
4. Infertilitas ... 15
5. Hubungan Status Gizi dan Infertilitas ... 26
B. Kerangka Berpikir ... 31
commit to user
ix
BAB III. METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis Penelitian... ... 32
B. Lokasi Penelitian... ... 32
C. Subjek Penelitian ... 32
D. Teknik Sampling ... 33
E. Rancangan Penelitian ... ... 33
F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34
H. Alat dan Bahan Penelitian ... 37
I. Cara Kerja ... 37
J. Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 39
A. Deskripsi Sampel ... 39
B. Hubungan Antar Variabel... ... ... 40
BAB V. PEMBAHASAN ... 44
A. Karakteristik Sampel dan Variabel Luar Penelitian ... 44
B. Hubungan Body Mass Index dengan Infertilitas... ... 48
C. Keterbatasan Penelitian ... 50
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Simpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
commit to user
Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik………... Peluang Hamil setelah Tahun Pertama……….. Karakteristik Sampel (data kategorikal)………
Karakteristik Sampel (data numerik)…….……… Hubungan antara Umur dan BMI……….. Hubungan antara Umur dan Keteraturan Siklus Haid ………..
Hubungan antara BMI dan Keteraturan Siklus Haid………...….. Hubungan antara Umur dan Fertilitas……….…….. Hubungan antara Keteraturan Siklus Haid dan Fertilitas……….. Hubungan antara BMI dan Fertilitas.….….………..
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi………... Grafik Hubungan Faktor Umur dalam mempengaruhi Fertilitas……..
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan dilaksanakan pernikahan oleh pasangan suami istri adalah
membentuk keluarga bahagia, yang erat kaitannya dengan pengembangan
keturunan atau generasinya. Kehadiran anak sangat bernilai baik dari segi
ekonomi, pendidikan, sosial, psikologis, dan agama. Pasangan yang infertil
dipertimbangkan dalam kondisi krisis mayor karena terancam gagal dalam
mencapai tujuan utama kehidupan pernikahan, serta menimbulkan reaksi
stress yang disebut dengan stress infertilitas (Hidayah, 2007).
Infertilitas bagi pasangan suami istri dapat berdampak positif maupun
negatif. Positifnya, pasangan akan saling mendorong dan mengeratkan
hubungan karena timbulnya rasa saling membutuhkan untuk mencari solusi
terhadap permasalahan yang dialami. Namun, sebagian besar pasangan akan
berdampak negatif berupa pertengkaran, saling menyalahkan, menurunkan
kualitas hubungan interpersonal, dan menimbulkan perceraian. Apabila
harapan untuk memiliki anak tidak dapat terwujud secara terus menerus,
dengan tidak adanya kehadiran anak, pasangan suami istri merasa cemas,
gelisah, takut dan depresi (Prasetyono, 2007). Selain masalah psikologis, juga
berdampak negatif pada finansial, fisik dan lainnya (Malpani, 2004).
Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan suami istri belum
commit to user
pasangan tersebut telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi (Aronson, 2001, dalam Nurfita, 2007).
Kejadian perempuan infertil di Indonesia adalah 15% pada usia 30-34
tahun, 30% pada usia 35-39 tahun, dan 55% pada usia 40-44 tahun. Hasil
survei gagalnya kehamilan pada pasangan yang sudah menikah selama 12
bulan, 40% disebabkan infertilitas pada pria, 40% karena infertilitas pada
perempuan, dan 10% dari pria dan perempuan, 10% tidak diketahui
penyebabnya. Pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas
sebanyak 524 (5,1%) PUS dari 10205 PUS (Syamsiyah, 2009). Statistik
mengatakan infertilitas diderita oleh 15% pasangan (terdapat 1 pasangan
infertil setiap 7 pasangan). Berdasarkan data statistik BKKBN di Jawa
Tengah terdapat masalah infertil sebesar 5,5%.
Dalam penelitian lain, sekitar satu dari 10 pasangan suami istri usia
subur tidak bisa memperoleh keturunan. Hingga akhir tahun 2009 tercatat
sekitar 1,5 atau 2 juta pasangan mengalami masalah gangguan kesuburan atau
infertilitas dari total pasangan usia subur di Indonesia yang mencapai 15 juta.
Berdasarkan sensus penduduk di Indonesia, diperoleh angka ketidaksuburan
suami istri yang berkisar 12-25 persen. Jadi, sekitar 1 dari 10 pasangan suami
istri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan (Wiweko, 2010).
Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik,
keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi sangat
penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan tidak hanya
commit to user
juga menunjukkan peningkatan risiko masalah reproduksi (Catalano, 2007).
Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan kelebihan berat
badan lebih sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000;
Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007).
Perempuan infertil dengan gangguan siklus haid berupa amenorrhea
atau oligomenorrhea, 58% mengalami gangguan pola makan. Penelitian
menunjukkan bahwa gangguan pola makan dan nutrisi dapat mempengaruhi
menstruasi, fertilitas, tambahan berat badan ibu hamil, dan kesehatan janin
(Stewart, 1990). Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index
dan infertilitas menyimpulkan bahwa risiko infertil oleh karena faktor ovulasi
terbesar adalah pada perempuan obes, dan juga sedikit meningkat pada
perempuan moderat-overweight dan underweight (Grodstein, 1994).
Overweight dan obesitas pada awal masa dewasa meningkatkan risiko
gangguan menstruasi, hipertensi pada kehamilan dan subfertilitas. BMI pada
masa anak memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kesehatan reproduksi
seorang perempuan di masa depannya (Lake, 1997).
Berdasarkan hal tersebut, infertilitas merupakan masalah kependudukan
yang juga harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, penulis tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara body mass index
dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada perempuan. Hal ini diharapkan
dapat mengurangi prevalensi perempuan infertilitas, terutama yang
diakibatkan oleh faktor risiko status gizi yang tidak baik, terutama status gizi
commit to user
B. Perumusan Masalah
Adakah hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian
infertilitas pada perempuan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan
antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat:
a. Memberikan informasi ilmiah dalam bidang obstetri ginekologi serta
ilmu gizi mengenai hubungan antara status gizi yang dilihat dari
Body Mass Index dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada
perempuan.
b. Memberikan tambahan informasi ilmiah tentang salah satu faktor
yang mempengaruhi fertilitas pada perempuan, yaitu status gizi yang
dapat dilihat dari BMI, serta pengaruhnya pada siklus haid.
2. Manfaat praktis
a. Dapat diupayakan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga
berat badan normal.
b. Diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Status Gizi
a. Pengertian
Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutrisi
seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). Status gizi
adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Gibson (1990) menyatakan
status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan
utilisasinya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
1) Faktor Genetik
Status gizi cenderung berlaku dalam keluarga. Ini
disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan
kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota
keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan
commit to user
2) Faktor Emosional
Sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam
jumlah yang banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan,
dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan rasa
lapar. Perasaan seseorang mempengaruhi kebiasaan makan dan
membuat seseorang makan terlalu banyak (Galletta, 2005).
3) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah
gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang
dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya (Galletta, 2005).
4) Faktor Jenis Kelamin
Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih
banyak dari perempuan. Lelaki menggunakan kalori lebih
banyak dari perempuan bahkan saat istirahat karena otot
membakar kalori lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan
yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah
berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama
(Galletta, 2005).
5) Faktor Usia
Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung
kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak
tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan
commit to user
6) Kehamilan
Pada perempuan, berat badannya cenderung bertambah 4 –
6 kilogram setelah kehamilan dibandingkan dengan berat
sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi setiap dari kehamilan
dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan
obesitas pada perempuan (Galletta, 2005).
c. Penilaian Status Gizi
1) Penilaian secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut
(Supariasa, 2001):
a) Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia.
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak
digunakan adalah Berat Badan dan Tinggi Badan. Dalam
peniliaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk
indeks yang dikaitkan dengan variable lain, seperti berat
badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi
commit to user
menurut tinggi badan (BB/TB) dan lain-lain.
Masing-masing indeks antropometri tersebut memiliki baku rujukan
atau nilai patokan untuk memperkirakan status gizi
seseorang atau masyarakat (Poncorini, 2008)
b) Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.
Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c) Biokimia
Pemeriksaan spesimen diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah,
beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
d) Biofisik
Suatu metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat
perubahan struktur jaringan.
2) Penilaian secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3
commit to user
ekologi (Supariasa, 2001). Adapun uraian dari ketiga hal
tersebut adalah:
a) Survey konsumsi makanan
Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.
b) Statistik vital
Adalah dengan cara menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan
umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
c) Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan
budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.
2. Body Mass Index (BMI)
Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan
indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
status gizi pada orang dewasa, menggunakan rumus berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo,
commit to user
a. Berat Badan
Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua
jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan
tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang
terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi
kesehatan (Soetjiningsih, 1998).
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat
yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain,
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya,
3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg,
4) Skalanya mudah dibaca.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang
cukup penting. Keistimewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan
meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi
yang optimal. Di samping itu tinggi badan dapat dihitung dengan
dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan umur.
Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT), diukur
melalui rumus: 傘Ǵú̜ƅ 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ 푈s
ƅ:mss: 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ (BNF, 2000).
Bila melakukan penilaian BMI, perlu diperhatikan akan adanya
perbedaan individu dan etnik. Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah
commit to user
Tabel 2.1 Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang (underweight) <18,5
Kisaran Normal 18,5 – 22,9
Berat badan lebih (overweight) > 23,0
· Berisiko Obes 23,0 – 24,9
· Obes I 25,0-29,9
· Obes II > 30,0
Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pacific Perspective:
Redefining Obesity and its Treatment (2000)
3. Siklus Haid dan Ovulasi
a. Siklus Haid Normal
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,
disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid
ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid
berikutnya. Panjang siklus haid dipengaruhi usia seseorang, semakin
tua usia seorang perempuan, siklus haidnya akan semakin panjang.
Panjang siklus haid yang biasa pada manusia ialah 25-32 hari, dan
kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar
antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari
42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi
commit to user
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari
diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari.
Pada setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap (Hanafiah,
2007).
Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 + 16 cc. Pada
perempuan yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak.
Pada perempuan dengan anemia defisiensi besi jumlah darah
haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc
dianggap patologik (Hanafiah, 2007).
Siklus haid normal dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase
folikuler (saat ovulasi) dan fase luteal. Siklus haid sangat tergantung
dari perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada permulaan siklus
haid, meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada
fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa
terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh
folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen
meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH.
Hidupnya korpus luteum juga tergantung pada kadar minimum LH
yang terus menerus. Sehingga, hubungan antara folikel dan
hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan
pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan
yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan
commit to user
Gambar 2.1 Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi
b. Kelainan Siklus Haid
Siklus haid seorang perempuan seringkali mencerminkan
keadaan organ reproduksinya. Jika siklus tersebut tidak normal,
maka kemungkinan ada gangguan di sistem reproduksi (Anonim,
2008). Berikut beberapa kelainan pada menstruasi.
1) Siklus Anovulatorik
Siklus anovulatorik hampir selalu terjadi pada 1-2 tahun
pertama setelah menarche dan juga sebelum menopause
(Ganong, 2002). Kira-kira 97% perempuan yang berovulasi
commit to user
dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya
siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Hanafiah, 2007).
2) Amenorea
Amenorea adalah tidak adanya periode menstruasi selama 3
bulan berturut-turut. Dibedakan menjadi amenorea primer dan
sekunder (Anonim, 2010). Amenore primer bila perempuan
tidak pernah mendapat haid sama sekali. Penyebabnya adalah
kelainan genetik atau anatomi. Beberapa perempuan dengan
amenorea primer memiliki payudara kecil dan tanda-tanda
kegagalan pematangan seksual (Ganong, 2002). Amenorea
sekunder bila perempuan pernah mendapat haid tapi kemudian
berhenti. Penyebabnya adalah kurang gizi, metabolisme, tumor,
infeksi (Anonim, 2010), penyakit hipotalamus, gangguan
hipofisis, penyakit ovarium primer dan berbagai penyakit
sistemik (Ganong, 2002).
3) Hipomenorea dan Menoragia
Istilah ini masing-masing mengacu pada darah menstruasi
yang sedikit (hipomenorea) atau berlebihan (menoragia), pada
siklus haid yang teratur (Ganong, 2002).
4) Metroragia
Metroragia adalah perdarahan dari uterus yang terjadi di
commit to user
5) Polimenorea dan Oligomenorea
Polimenorea adalah siklus haid lebih pendek dari biasanya
(kurang dari 18-21 hari siklusnya atau masa bersih tanpa darah
haid kurang dari 2 minggu). Secara awam terlihat sebagai haid
yang terjadi dua kali atau lebih dalam satu bulan. Banyaknya
perdarahan bisa sama atau lebih banyak dari haid normal.
Penyebabnya yaitu gangguan hormonal (Anonim, 2010).
Oligomenorea adalah siklus haid yang lebih panjang dari 35
hari (Anonim, 2010), 42 hari (Hanafiah, 2007), atau 45 hari
(Anonim, 2008). Perdarahan pada oligomenorea biasanya lebih
sedikit dari ukuran normal. Penyebabnya antara lain gangguan
hormonal, psikologis dan efek penyakit tertentu seperti TBC.
6) Dismenorea
Dismenorea adalah menstruasi yang nyeri. Keram
menstruasi berat yang terjadi pada perempuan muda sering
menghilang setelah kehamilan pertama. Sebagian besar gejala
dismenorea disebakan oleh penimbunan prostaglandin dalam
uterus (Ganong, 2002).
4. Infertilitas
a. Pengertian
Pengertian infertilitas sangat beragam, namun tetap dengan
commit to user
adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun
dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat
kontrasepsi, tetapi belum hamil. Infertilitas yaitu pasangan yang
telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun
tetapi belum hamil (Manuaba, 1998). Infertilitas atau ketidaksuburan
juga didefinisikan sebagai suatu keadaan pasangan yang sudah
menikah lebih dari satu setengah tahun tanpa kontrasepsi dan tidak
mendapatkan anak/hamil padahal rutin melakukan hubungan seksual
tiga kali seminggu (BKKBN, 2006). Infertilitas primer bila pasutri
tidak pernah hamil. Infertilitas sekunder bila istri pernah hamil
meskipun akhirnya terjadi keguguran (abortus) (Siswandi, 2006).
b. Faktor Penyebab
1) Pihak Suami, disebabkan oleh:
a) Gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis),
misal: aspermia, hypospermia, necrospermia.
b) Kelainan mekanis, misal: impotensi, ejakulatio precox,
penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis.
Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar 35-40 %.
2) Pihak Istri,
a) Usia perempuan
Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi
fertilitas adalah usia si perempuan (Gambar 2). Fertilitas
commit to user
tahun. Sesudah itu, terjadi penurunan fertilitas secara
bertahap. Saat menginjak usia 40 tahun, fertilitas menurun
drastis.
Beberapa hal yang terjadi pada perempuan seiring
bertambah usianya:
· Semakin sedikit jumlah sel telur yang dihasilkan,
hingga sama sekali nol produksi.
· Kualitas sel telur dalam ovaruim menurun.
· Kemampuan telur untuk dibuahi menurun, sehingga
memperkecil peluang terjadinya pembuahan. Hal ini
kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya infeksi
panggul, rahim fibroid atau polip.
· Perubahan hormon yang menyebabkan sulit terjadinya
untuk ovulasi.
· Meningkatnya kemungkinan keguguran pada
commit to user b)
kehamilan.
· Kondisi kesehatan secara umum juga menurun.
Tekanan darah tinggi dan diabetes mempengaruhi
kemampuan berhasil hamil, selama masa kehamilan,
atau untuk mendapatkan status kehamilan yang sehat.
Lama waktu mencoba mengandung
Fakta menunjukkan, secara normal, perempuan
sehat (di bawah 30 tahun) yang melakukan hubungan badan
secara teratur, hanya memiliki peluang gagal 20 hingga 40
persen selama siklus tertentu.
Kenyataannya, menurut data National Center for
Health Statistics, AS (Tabel 2.2), peluang untuk hamil
sebenarnya cukup besar jika melihat dalam rentang waktu
satu tahun hubungan badan tanpa pelindung.
Tabel 2.2 Peluang Hamil Setelah Tahun Pertama
Umur Peluang untuk
hamil setelah tahun pertama
< 25 tahun 96%
25 – 34 86%
35 – 44 78%
c) Masalah Medis
Penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri
commit to user
disebabkan oleh pihak istri sekitar 40-50 %, sedangkan
penyebab yang tidak jelas kurang lebih 10-20 %.
(1) Gangguan ovulasi, misal: gangguan ovarium dan
hormonal.
(2) Gangguan ovarium, dapat disebabkan oleh faktor usia,
adanya tumor pada indung telur dan gangguan lain
yang menyebabkan sel telur tidak dapat masak.
Sedangkan gangguan hormonal disebabkan oleh bagian
otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi
hormon reproduksi seperti FSH dan LH.
(3) Kelainan mekanis yang menghambat pembuahan,
meliputi kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis
cervicalis atau hymen, fluor albus, kelainan rahim.
(4) Kelainan tuba, disebabkan adanya penyempitan,
perlekatan maupun penyumbatan pada saluran tuba.
(5) Kelainan rahim, diakibatkan kelainan bawaan rahim,
bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat.
Sekitar 30-40% pasien dengan endometriosis adalah
infertil. Endometriosis yang berat dapat menyebabkan
commit to user
c. Pemeriksaan Infertilitas
1) Syarat-Syarat Pemeriksaan
Pasangan infertil merupakan satu kesatuan biologis
sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun
syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah
(Sumapraja, 2007):
a) Istri usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha
mendapatkan anak selama 12 bulan.
b) Istri usia 31-35 tahun langsung diperiksa pertama kali
datang.
c) Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan
pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.
d) Pemeriksaan tidak dilakukan pada pasangan mengidap
penyakit.
2) Langkah Pemeriksaan
Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah
dengan mencari penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan
infertilitas adalah sebagai berikut :
a) Pemeriksaan Umum
(1) Anamnesis, terdiri dari pengumpulan data dari
pasangan suami istri secara umum dan khusus.
commit to user
Lama menikah, umur suami istri, frekuensi
hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit
yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat
perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan dulu
mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan
tersebut.
Anamnesis khusus
Istri: usia saat menarche, keteraturan haid, lama
terjadi perdarahan/haid, nyeri haid, keputihan
abnormal, riwayat contact bleeding, riwayat operasi
organ reproduksi, kontrasepsi, abortus, infeksi
genitalia.
Suami: gangguan fungsi ereksi, riwayat penyakit
menular seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis
epidemika) sewaktu kecil.
(2) Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum
meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan).
(3) Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan
laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap,
urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah.
(4) Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini
commit to user b) Pemeriksaan Khusus
(1) Faktor Perempuan
(a) Pemeriksaan Ovulasi
Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan
berbagai pemeriksaan diantaranya :
(i) Pemeriksaan suhu basal: Kenaikan suhu basal
setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh
hormon progesteron.
(ii) Pemeriksaan vaginal smear: Pengaruh
progesteron terhadap sitologi pada sel-sel
superfisial.
(iii)Pemeriksaan lendir serviks: hormon
progesteron menyebabkan perubahan lendir
menjadi kental.
(iv) Pemeriksaan endometrium.
(v) Pemeriksaan endometrium: Hormon estrogen,
ICSH dan pregnandiol.
Gangguan ovulasi disebabkan:
(i) Faktor susunan saraf pusat: misal tumor,
disfungsi, hypothalamus, psikogen.
(ii) Faktor intermediate: misal gizi, penyakit
commit to user
(iii)Faktor ovarial: misal tumor, disfungsi, turner
syndrome.
Terapi: Sesuai dengan etiologi, bila terdapat
disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan
pil oral yang mengandung estrogen dan
progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan
LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang
hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen
dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada
perempuan anovulatoir dengan hiperprolaktinemia.
Pemberian Human Menopausal Gonadotropin/
Human Chorionic Gonadotropin untuk perempuan
yang tidak mampu menghasilkan hormon
gonadotropin endogen yang adekuat.
(b) Pemeriksaan Lendir Serviks
Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi
keadaan spermatozoa adalah :
(i) Kentalnya lendir serviks: Lendir serviks yang
mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang
cair.
(ii) pH lendir serviks: pH lendir serviks ± 9 dan
bersifat alkalis.
commit to user
(iv) Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat
membunuh spermatozoa.
Baik tidaknya lendir serviks diperiksa dengan:
(i) Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan
sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan
bahwa: teknik coitus baik, lendir cerviks
normal, estrogen ovarial cukup ataupun
sperma cukup baik.
(ii) Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari
pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik
dan dilakukan pada pertengahan siklus.
Terapi yang diberikan adalah pemberian
hormon estrogen ataupun antibiotika bila terdapat
infeksi.
(c) Pemeriksaan Tuba
Untuk mengetahui potensi tuba dapat
dilakukan:
(i) Pertubasi (insuflasi= rubin test): pemeriksaan
ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke
dalam cavum uteri.
(ii) Hysterosalpingografi: pemeriksaan ini dapat
mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang
commit to user
(iii)Koldoskopi: cara ini dapat digunakan untuk
melihat keadaan tuba dan ovarium.
(iv) Laparoskopi: cara ini dapat melihat keadaan
genetalia interna dan sekitarnya.
(d) Pemeriksaan Endometrium
Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi
stadium sekresi dilakukan mikrokuretase. Jika pada
stadium sekresi tidak ditemukan, maka:
endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron,
produksi progesterone kurang. Terapi yang
diberikan adalah pemberian hormon progesteron
dan antibiotika bila terjadi infeksi.
(2) Faktor Pria
Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah
spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang
ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari
pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus
selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam
setelah sperma keluar.
(a) Ejakulat normal: volume 2-5 cc, jumlah
commit to user
masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan,
bentuk abnormal 25%.
(b) Spermatozoa pria fertil: > 60 juta per cc, subfertil:
20-60 juta per cc, steril: < 20 juta per cc.
Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah
gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise,
kelainan traktus genetalis (vas deferens).
5. Hubungan Status Gizi dan Infertilitas
Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik,
keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi
sangat penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan
tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis
(Must, 1999), tapi juga menunjukkan peningkatan risiko masalah
reproduksi (Catalano, 2007). Beberapa studi menunjukkan bahwa
perempuan dengan kelebihan berat badan sering memiliki masalah
fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali,
2006; Gesink, 2007).
Masalah kesehatan reproduksi meningkat seiring dengan
kecenderungan belakangan ini yaitu meningkatnya kegemukan pada
populasi secara umum. Risiko tinggi infertilitas sudah ditemukan baik
pada perempuan overweight maupun underweight. Hal ini jelas tampak
commit to user
Obesitas mempunyai hubungan yang kuat dengan infertilitas dan
menstruasi yang tidak teratur. Beberapa problem ovulasi dan perubahan
menstruasi dapat ditemukan pada perempuan dengan Polycystic Ovarian
Syndrome (PCOS) yang juga obes, namun perempuan yang tidak
memiliki PCOS namun overweight pun memiliki problem yang sama.
Program Terapi Kelompok yang membantu perempuan obes dengan diet
dan perencanaan olahraga telah membuktikan mengembalikan fertilitas
banyak pasien. Kehilangan berat badan 6,5 kg telah dibuktikan dapat
memulihkan siklus ovulasi (Reid, 1987).
Lake (1997) meneliti hubungan antara BMI pada masa kanak-kanak
dan remaja serta akibatnya pada masalah reproduksi. Obesitas pada usia
23 tahun dan 7 tahun, masing-masing dapat meningkatkan risiko masalah
menstruasi pada usia 33 tahun. Overweight dan obesitas pada awal
remaja tampaknya meningkatkan risiko permasalahan menstruasi dan
subfertilitas. Selain permasalahan menstruasi, BMI pada masa
kanak-kanak juga memiliki pengaruh yang kuat pada kesehatan reproduksi
seorang perempuan.
Obesitas pada awal remaja akan meningkatkan risiko gangguan
menstruasi dan subfertilitas. Obesitas pada masa kanak-kanak mungkin
juga membawa konsekuensi yang merugikan pada permasalahan
menstruasinya, akan tetapi munculnya kejadian ini jika obesitas terus
commit to user
Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index dan
infertilitas melihat perbandingan BMI antara 597 perempuan yang
didiagnosis infertil karena gangguan ovulasi pada 7 klinik infertil di
United States dan Canada dengan 1.695 kontrol primipara yang baru
melahirkan. Perempuan Obes (BMI > 27) yang memiliki hubungan
dengan risiko ovulasi infertil memiliki nilai 3.1 [95% confidence interval
(CI) = 2.2-4.4], dibandingkan dengan perempuan dengan berat badan
yang lebih rendah (BMI 20-24.9). Ditemukan efek yang kecil pada
perempuan dengan BMI 25-26.9 atau di bawah 17 [relative risk (RR) =
1.2, 95% CI = 0.8-1.9; dan RR = 1.6, 95% CI = 0.7-3.9, berturut-turut).
Disimpulkan bahwa risiko infertil akibat gangguan ovulasi terbesar
adalah pada perempuan obes, dan sedikit meningkat pada perempuan
overweight sedang dan underweight (Grodstein, 1994).
Grodstein dalam sebuah penelitiannya Body Mass Index and
Ovulatory Infertility (1993) yang membandingkan BMI perempuan yang
didiagnosis infertil oleh karena faktor ovulasi/ovarium dengan
perempuan yang baru saja melahirkan sebagai kontrol. Grodstein
menemukan bahwa meningkatnya risiko infertil oleh karena faktor
ovulasi/ovarium primer pada perempuan dengan BMI > 27. Penelitian ini
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara berat badan dan
ketidakteraturan menstruasi, serta usaha untuk menurunkan berat badan
pada perempuan obes yang tidak mengalami ovulasi akan
commit to user
Salah satu penyebab terbanyak infertilitas adalah kista ovarium, yang
sering terjadi pada perempuan di masa reproduksinya. Sebagian besar
kista terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama
siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium.
Selain itu, beberapa ahli mengatakan bahwa miom, yang dapat
menyebabkan infertilitas, juga terkait faktor bakat, yang kemudian dipicu
oleh rangsangan hormon, makanan kaya lemak, serta kelebihan berat
badan.
Gaya hidup disinyalir berperan pula dalam kasus hiperandrogen pada
perempuan. Kurang gerak, banyak makan (gizi tidak seimbang), dan stres
dapat menghasilkan timbunan lemak di tubuh, kemudian meningkatkan
produksi hormon estrogen yang bisa mengganggu haid, jadi
keseimbangan hormon ikut terusik.
Pada sebuah studi di Amerika Serikat (AS), Leitzman (2007),
mengaitkan kegemukkan dengan peningkatan risiko munculnya kanker
ovarium. Hal ini didukung juga oleh beberapa penelitian lain yang di
lakukan oleh para ilmuwan di AS. Perempuan yang memiliki berat badan
berlebihan memiliki risiko terserang kanker indung telur (ovarium) ganas
lebih tinggi dibanding dengan perempuan yang tidak mengalami obesitas
(kegemukan). Dimana kanker ovarium merupakan salah satu penyebab
kejadian infertilitas pada perempuan.
Belum jelas mengapa obesitas memiliki kontribusi terhadap kanker
commit to user
berlebihan terhadap kadar estrogen dalam tubuh seorang perempuan,
jaringan lemak berpengaruh terhadap perkembangan tumor. Sel lemak
yang menghasilkan hormon atau protein membuat kanker ovarium
berkembang menjadi lebih pesat.
Komplikasi internal yang terjadi dengan penimbunan lemak yaitu
jaringan lemak akan menarik sistem sel yang menyebabkan peradangan
(respon imunitas) pada tubuh. Ternyata, obesitas berpengaruh pada
ketahanan tubuh. Mereka yang mengalami obesitas, sel kankernya bisa
timbul lagi setelah melakukan pengobatan dan berisiko pada kematian
commit to user
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Surakarta (Klinik Infertil “Indriya
Ratna” RSUD Moewardi), serta di beberapa tempat di masyarakat umum
seperti posyandu, puskesmas dan tempat-tempat dimana terdapat ibu-ibu
berusia subur.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi : Perempuan Menikah (Usia Subur)
2. Sampel :
Penentuan besar sampel pada analisis bivariat yang melibatkan
sebuah variabel dependen dan sebuah variabel independen, diambil
berdasarkan teori “rule of thumb” menggunakan ukuran sampel
sebesar minimal 30 subjek penelitian (Bhisma, 2010).
3. Kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi, yaitu: 1) perempuan menikah, 2) usia pernikahan >
1 tahun, 3) tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun
commit to user
Kriteria eksklusi, yaitu: 1) Akseptor KB, 2) tidak bersedia menjadi
sampel penelitian, 3) BMI Kurang (<18,5), 4) Penyakit Kronis yang
berhubungan dengan infertilitas, seperti DM, Neoplasma/Kanker,
Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Thyroid, TBC, dll.
D. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan purposive sampling, yaitu peralihan subyek berdasarkan
ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi
(Taufiqurrohman, 2003). Dan selanjutnya pemilihan besar sampel dari
total populasi yang ada dilakukan dengan cara random sampling.
E. Rancangan Penelitian
Fertilitas
Populasi
Sampel: Perempuan Menikah (Usia Subur)
Pemeriksaan Antropometri Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur
commit to user
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : a. Body Mass Index (BMI)
b. Keteraturan Siklus Haid
2. Variabel terikat : Infertilitas
3. Variabel luar
a. Dapat dikendalikan : umur, pasangan (suami), akseptor KB,
riwayat operasi organ reproduksi.
b. Tidak dapat dikendalikan : faktor genetik, kondisi stress
psikososial, aktivitas sehari-hari, asupan nutrisi dan olahraga.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas :
a. Status Gizi yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) atau
indeks massa tubuh (IMT), diukur melalui
rumus: 傘Ǵú̜ƅ 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ 푈s
ƅ:mss: 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ (BNF, 2000).
Skala : Nominal
Kategori : 1. BMI Normal (18,5-22,9)
2. BMI Lebih/Overweight (> 23)
Cara Pengukuran : Pengukuran antropometri
b. Siklus Haid, dilihat dari panjang siklus haid yaitu jarak antara
tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya
(Normal berovulasi= 18-42 hari), serta lama siklus haid yaitu
lamanya masa haid dalam satu kali periode (3-8 hari/tetap).
commit to user
Kategori : a. Tidak Teratur (p:<18 hari atau >42 hari, l: tidak
tetap)
b. Teratur (p: 18-42 hari, l: 3-8 hari tetap)
Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur
2. Variabel terikat: Infertilitas, yaitu perempuan yang telah menikah
selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa
menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum pernah hamil.
Skala : Nominal
Kategori : 1. Infertil
2. Fertil
Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur
3. Definisi Operasional Pertanyaan Wawancara Terstruktur
a. Usia Perempuan : untuk mengukur sebaran data dan
mengurangi bias infertil karena faktor
usia.
b. Suami Normozoospermia : untuk mengekslusi pasangan infertil
oleh karena suami, dan memastikan
bahwa infertilitas memang
benar-benar berasal dari istri.
c. Usia Pernikahan :Menurut penelitian, 75-85%
pasangan secara normal bisa hamil
dalam jangka waktu 12 bulan
commit to user
d. Riwayat Menstruasi
1) Panjang Siklus : jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid berikutnya. Normalnya 28
+ 7 hari. Jika siklusnya <18 hari atau >42 hari
dan tidak teratur, biasanya siklusnya
anovulatoar (Prawirohardjo, 2007).
2) Lama Haid : lamanya menstruasi dalam satu periode. Pada
setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap
(Prawirohardjo, 2007).
3) Volume Darah : Jumlah darah haid yang keluar, rata-rata 33,2
+ 16 cc. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc
dianggap patologik (Prawirohardjo, 2007).
Diukur dengan cara menanyakan jumlah
pembalut yang dipakai dalam 1 hari, dan
seberapa penuh darah mengisi ruang di
pembalut. Normalnya maksimal 5 pembalut
yang dipakai dalam 1 hari.
e. Disfungsi Seksual : untuk mengeksklusi pasangan infertil akibat
faktor lain, diluar status gizi.
f. Riwayat Penyakit Berat Dan Menahun
Diabetes Mellitus, Neoplasma/Kanker, Jantung, Ginjal, Asma,
Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Adanya Kontak Bleeding,
commit to user
g. Riwayat Operasi Organ Reproduksi
h. Jumlah kehamilan/Anak Hidup
H. Alat dan bahan penelitian
1. Alat
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Timbangan, untuk mengukur berat badan
b. Meteran, untuk mengukur Tinggi Badan
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Daftar pertanyaan wawancara
b. Lembar persetujuan menjadi sampel
c. Hasil rekam medis diagnosis klinik tentang infertilitas
d. Alat tulis
I. Cara kerja
Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri dan wawancara
terstruktur.
1. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan untuk menentukan BMI.
2. Wawancara terstruktur (daftar pertanyaan lengkap terlampir):
a. Identitas (Pasutri)
b. Riwayat Menstruasi
c. Riwayat Pernikahan
d. Riwayat Partus
commit to user
f. Riwayat Penyakit Berat
g. Riwayat Operasi Organ Reproduksi
J. Teknik Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi,
presentase dan rata-rata serta standar deviasi dari keseluruhan data yang
diteliti meliputi nilai umur, nilai BMI, keteraturan siklus haid dan
infertilitas.
b. Analisis Statistik
Untuk mengetahui hubungan BMI dengan siklus haid dan
infertilitas, peneliti menggunakan analisa data dengan bantuan
perangkat lunak Statistical Product dan Service Solution (SPSS) 16.0
for windows. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji
chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, serta
commit to user
39 BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan menikah. Pada penelitian ini didapat total sampel 57 orang.
Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kategorikal)
Variabel n (%)
commit to user
Perempuan fertil berjumlah 30 orang (52.6 %) dan perempuan infertil berjumlah 27 orang
(47.4 %). Dari karakteristik keteraturan siklus haid, 22 orang (38.6 %) perempuan dengan siklus haid teratur, dan 39 orang (61.4 %) dengan siklus haid yang tidak teratur. Sedangkan dari penggolongan umur, perempuan yang berusia < 30 tahun berjumlah 39 orang (68.4 %)
dan yang berusia lebih dari 30 tahun berjumlah 18 orang (31.6 %). Tabel 4.2 Karakteristik sampel (data Numerik)
Variabel n Mean SD Min Maks
Umur (th) 57 29.74 3.15 23 36
Data Pengukuran BMI 57 22.40 2.38 18.73 30.83
Sumber : Data primer, 2011 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan umur perempuan mempunyai rata-rata (mean)
29.74 tahun, dengan umur perempuan yang paling muda 23 tahun dan paling tua berumur 36 tahun. Sedangkan nilai BMI perempuan mempunyai rata-rata 22.40 dengan nilai paling rendah 18.73 dan paling tinggi 30.83.
B. Hubungan Antar Variabel
Tabel 4.3 Hubungan antara Umur dan BMI
Umur BMI X2 p
commit to user
dengan usia > 30 tahun memiliki nilai BMI normal (18-22.9) sebanyak 11 orang (61.11 %),
lebih banyak daripada perempuan dengan BMI lebih (> 23) sebanyak 7 orang (38.89 %). Tabel 4.4 Hubungan antara Umur dan Keteraturan Siklus Haid
Umur Keteraturan Siklus Haid X2 p
Tidak Teratur Teratur Total
< 30 tahun 25 (64.10 %) 14 (35.90 %) 39 (100.0 %)
0.380 0.538 > 30 tahun 10 (55.56 %) 8 (44.44 %) 18 (100.0 %)
Total 35 (61.40%) 22 (38.60%) 57 (100.0 %)
Tabel 4.4 menyajikan perbandingan keteraturan siklus haid berdasarkan umur. Perempuan yang berusia < 30 tahun memiliki siklus haid yang tidak teratur sebanyak 25 orang (64.10 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid yang teratur yaitu
sebanyak 14 orang (35.90 %). Demikian pula berdasarkan umur > 30 tahun, perempuan dengan siklus haid tidak teratur sebanyak 10 orang (55.56 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid teratur yaitu sebanyak 8 orang (44.44 %).
Tabel 4.5 Hubungan antara BMI dan Keteraturan Siklus Haid
BMI Keteraturan Siklus Haid X2 p
Tidak Teratur Teratur Total
Normal 23 (62.16 %) 14 (37.84 %) 37 (100.0 %)
0.026 0.873 Lebih 12 (60.00 %) 8 (40.00 %) 20 (100.0 %)
Total 35 (61.40 %) 22 (38.60 %) 57 (100.0 %)
Tabel 4.5 menyajikan perbandingan antara keteraturan siklus haid berdasarkan BMI.
commit to user
memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak 12 orang (60.00 %), lebih banyak daripada
perempuan dengan siklus haid yang teratur, yaitu 8 orang (40.00 %). Tabel 4.6 Hubungan antara Umur dan Fertilitas
Umur Fertilitas X2 p
Infertil Fertil Total
< 30 tahun 13 (33.33 %) 26 (66.67 %) 39 (100.0 %)
9.758 0.002 > 30 tahun 14 (77.78 %) 4 (22.22 %) 18 (100.0 %)
Total 27 (47.37%) 30 (52.63%) 57 (100.0 %)
Tabel 4.6 menyajikan perbandingan antara fertilitas perempuan berdasarkan umur. Berdasarkan umur di bawah 30 tahun, ditunjukkan bahwa perempuan infertil sebanyak 13 orang (33.33 %), lebih sedikit daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 26 orang (66.67 %).
Sebaliknya dengan umur lebih dari 30 tahun, perempuan infertil sebanyak 14 orang (77.78 %), lebih banyak daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 4 orang (22.22 %).
Tabel 4.7 Hubungan antara Keteraturan Siklus Haid dan Fertilitas
Keteraturan
Siklus Haid
Fertilitas
X2 p
Infertil Fertil Total
Tidak Teratur 19 (54.29 %) 16 (45.71 %) 35 (100.0 %)
1.740 0.182 Teratur 8 (36.36 %) 14 (63.64 %) 22 (100.0 %)
Total 27 (47.37 %) 30 (52.63 %) 57 (100.0 %)
Tabel 4.7 menyajikan perbandingan antara fertilitas perempuan berdasarkan keteraturan siklus haid. Berdasarkan keteraturan siklus haid, perempuan dengan siklus haid tidak teratur
commit to user
Tabel 4.8 Hubungan antara BMI dan Fertilitas
BMI Fertilitas X2 p
Infertil Fertil Total
Normal 15 (40.54 %) 22 (59.46 %) 37 (100.0 %)
1.972 0.160 Lebih 12 (60.00 %) 8 (40.00 %) 20 (100.0 %)
Total 27 (47.37%) 30 (53.63%) 57 (100.0 %)
Tabel 4.8 menyajikan perbandingan antara fertilitas perempuan berdasarkan nilai
BMI. Berdasarkan nilai BMI Normal, ditunjukkan bahwa perempuan infertil sebanyak 15 orang (40.54 %), lebih sedikit daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 22 orang (59.46 %). Sebaliknya dengan nilai BMI lebih, perempuan infertil sebanyak 12 orang (60.00 %), lebih
commit to user
44 BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sampel dan Variabel Luar Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan
September 2011 di Klinik Ingin Punya Anak Indriya Ratna RSUD Dr.
Moewardi Surakarta serta di masyarakat umum, beberapa posyandu serta
puskesmas di daerah Surakarta dan sekitarnya. Data yang didapatkan
dianalisis dengan menggunakan metode analisis Chi Square untuk
mengetahui adanya hubungan antar variabel.
Subjek penelitian berjumlah 67 orang, dengan rincian 29 sampel infertil
dan 38 sampel fertil. Namun karena sebaran data tidak normal akibat terdapat
banyak data outlier (data ekstrem), maka beberapa data ekstrem tersebut
dikeluarkan sehingga hanya 57 data sampel yang dianalisis, terdiri dari 27
sampel infertil dan 30 sampel fertil, sehingga mencapai distribusi normal,
dengan uji normalitas data Saphiro-Wilk = 0.149 (p > 0.05).
Subjek penelitian ini pada metode penelitian sebelumnya adalah
perempuan dengan batasan umur 20-30 tahun. Namun karena kendala teknis
dan waktu yang tidak memungkinkan, batasan kriteria umur tidak dapat
terlaksana. Sehingga subjek penelitian menjadi semua perempuan usia subur,
yaitu perempuan dengan keadaan dan fungsi organ reproduksinya masih
dapat berfungsi, antara umur 20-45 tahun (Sarlina, dkk, 2009). Selanjutnya
commit to user
Dari penelitian ini, didapatkan 39 orang subjek (68.4 %) berumur di
bawah 30 tahun dan 18 orang (31.6 %) berumur di atas 30 tahun. Perlu
penelitian dengan kriteria umur yang sepadan (matching) untuk dapat
menganalisis hasil ini tanpa menimbulkan bias yang besar.
Dari 57 subjek penelitian, terdapat 37 orang (64.9 %) memiliki BMI
Normal (18,5-22,9) dan 20 orang (35.1 %) dengan BMI lebih/overweight (>
23). Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p = 0.683) antara umur dan nilai BMI perempuan. Hal ini
tidak sejalan dengan penelitian dari Galletta (2005) yang menyatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, yang dapat diukur
dengan BMI, yaitu faktor umur. Semakin bertambah usia seseorang, mereka
cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh.
Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang
diperlukan lebih rendah sehingga cenderung lebih mudah untuk mengalami
kegemukan (Supeni, 2007).
Selain faktor umur, banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai BMI
sebagai gambaran status gizi seseorang. Galletta (2005) membagi faktor
risiko obesitas menjadi enam: faktor genetik, faktor emosional, faktor
lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor usia, kehamilan. Dari berbagai faktor
tersebut, peneliti telah berusaha merestriksi subjek penelitian untuk
memperkecil bias penelitian. Namun, ada beberapa faktor yang sulit
dikendalikan seperti faktor genetik, faktor emosional, dan faktor lingkungan.
commit to user
disebabkan oleh faktor-faktor lain tersebut yang belum dikendalikan dengan
baik. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa
perbedaan umur sampel tidak berpengaruh pada hasil, karena umur tidak
berpengaruh signifikan (p > 0,05) pada berat badan seseorang.
Berikutnya, dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 27 orang
(47.37 %) perempuan infertil dan 30 orang (52.63 %) perempuan fertil.
Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, terdapat hubungan yang sangat
signifikan (p = 0,002) antara umur dan fertilitas perempuan.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu faktor
terpenting yang mempengaruhi fertilitas adalah umur (Sastrawinata, 2007).
Fertilitas cukup stabil hingga seorang perempuan mencapai usia 35 tahun.
Sesudah itu, terjadi penurunan fertilitas secara bertahap. Saat menginjak usia
40 tahun, fertilitas menurun drastis. Sejalan dengan bertambahnya usia,
derajat kesuburan seseorang justru sebaliknya cenderung turun disebabkan
faktor-faktor fisiologis tubuh yang menurun secara keseluruhan, termasuk
organ reproduksi. Ketika seorang wanita memasuki usia menopause, ovarium
mulai berhenti memproduksi sel telur hingga kemudian berhenti sama sekali.
Oleh karena faktor umur sangat berpengaruh pada fertilitas seseorang,
maka sangatlah penting untuk membuat batasan kriteria umur yang sepadan
(matching) untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan bias penelitian.
Hasil Penelitian pada tabel 4.4 menyajikan terdapat 35 orang (61.4 %)
perempuan dengan siklus haid tidak teratur, lebih banyak daripada perempuan
commit to user
Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p =
0.538) antara umur dan keteraturan siklus haid pada perempuan.
Selanjutnya, hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan perbandingan
antara keteraturan siklus haid berdasarkan BMI. Berdasarkan BMI yang
tergolong normal perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak
23 orang (62.16 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid
teratur, yaitu 14 orang (37.84 %). Begitu pula dengan nilai BMI lebih dari 23,
perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak 12 orang (60.00
%), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid yang teratur, yaitu 8
orang (40.00 %). Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat
hubungan yang signifikan (p = 0.873) antara BMI dan keteraturan siklus haid
pada perempuan.
Berdasarkan hasil studi pustaka yang dilakukan peneliti, ada hubungan
antara BMI dan keteraturan siklus haid, diperkirakan karena nilai status gizi
yang diukur dengan nilai BMI ini erat kaitannya dengan kadar lemak di
dalam tubuh. Kadar lemak di dalam tubuh selanjutnya akan mempengaruhi
keteraturan siklus haid.
Lemak tubuh mengandung enzim aromatase, enzim yang dibutuhkan
untuk memproduksi hormon estrogen. Hormon estrogen, adalah hormon
penyimpan lemak. Estrogen merupakan salah satu hormon yang dapat larut
dalam lemak termasuk steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari
kolesterol, sehingga dapat menembus membran sel dengan bebas (Murray, et
commit to user
Hormon dikatakan seimbang bila pengeluaran hormon dari otak sesuai
dengan hormon dari indung telur yaitu estrogen dan progesteron. Bila hormon
indung telur rendah, hormon otak akan merangsang, dan sebaliknya bila
tinggi, maka hormon otak akan berhenti merangsang. Bila mekanisme ini
terjadi terus menerus, datang bulan jadi teratur (Simanjuntak, 2007; Ganong,
2002).
Melalui proses tersebut di atas, seseorang dengan kadar lemak
berlebihan akan menyebabkan peningkatan hormon estrogen seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Peningkatan kadar estrogen dalam tubuh ini
selanjutnya akan menyebabkan feedback negatif ke jalur hipotalamus
hipofisis di otak sehingga berhenti atau menurunkan pembentukan hormon
gonadotropin (Murray, et al, 2003; Ganong, 2002). Ketidakseimbangan
hormon estrogen ini tentu sangat berpengaruh pada keteraturan siklus haid
dan ovulasi seorang perempuan (Simanjuntak, 2007).
Selain karena status gizi yang diukur melalui BMI, terdapat banyak
faktor lain yang turut mempengaruhi keteraturan siklus haid, yaitu gangguan
organik pusat akibat tumor, radang ataupun destruksi; gangguan kejiwaan;
gangguan poros hipotalamus-hipofisis; gangguan gonad; gangguan glandula
suprarenalis; gangguan glandula tiroidea; gangguan pankreas; dan sebagainya
(Prawirohardjo, 2007). Hasil penelitian tentang keteraturan siklus haid yang
tidak sesuai dengan teori ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain
tersebut yang belum dikendalikan dengan baik. Akan tetapi, berdasarkan hasil