• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Kinerja Manajerial Di Kalangan Kepala Sekolah Dasar Negeri Dan Madrasah Gugus Abdulrahman Saleh Kecamatan Boja,Kabupaten Kendal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Kinerja Manajerial Di Kalangan Kepala Sekolah Dasar Negeri Dan Madrasah Gugus Abdulrahman Saleh Kecamatan Boja,Kabupaten Kendal"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1

Model-Model Evaluasi

Evaluasi memiliki beberapa pengertian berbeda menurut para ahli. Salah satu pendapat mengatakan bahwa “Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan” (Arikunto 2010:1). Dalam hal ini evaluasi dapat diartikan sebagai sebuah proses mencari dan menentukan hasil, serta memperoleh informasi yang bermanfaat dari beberapa kegiatan yang telah dilakukan sebagai upaya untuk menentukan alternatif pilihan membuat satu putusan tepat. Dengan kata lain, evaluasi juga merupakan pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu, yang dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.

(2)

mengetahui akhir dari sebuah program kebijakan (Suharsimi Arikunto 2010:7).

Sedangkan evaluasi program sendiri adalah salah satu bentuk dari suatu penelitian evaluatif. Dalam evaluasi program, peneliti bermaksud ingin mengetahui kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan dari sebuah program dimana setelah data-data terkumpul akan dibandingkan dengan standar tertentu, dan untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program.

Di dalam bukunya, Arikunto (2010:40) mengatakan terdapat berbagai model evaluasi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu program yang dikategorikan berdasarkan ahli yang menemukan dan mengembangkannya.

1. Goal oriented evaluation model, dikembangkan oleh Tyler. Yang menjadi objek pengamatan model ini adalah tujuan program yang sudah ditetapkan sebelum program dimulai.

2. Goal free evaluation model, dikembangkan oleh Michael Scriven. Pada model ini, evaluator tidak perlu memperhatikan tujuan program, tetapi bagaimana kerja program tersebut.

3. Formatif summatif evaluation model,

dikembangkan oleh Michael Scriven. Model ini

menunjuk tentang “apa, kapan, dan tujuan” dari

evaluasi dilakukan.

(3)

5. Responsive evaluation model, dikembangkan oleh Stake. Evaluasi disebut responsif jika memenuhi 3 kriteria: berorientasi langsung pada aktivitas program, merespon persyaratan kebutuhan informasi, perspektif nilai yang berbeda dilaporkan dalam kesuksesan dan kegagalan program.

6. CSE-UCLA evaluation model, menekankan pada

“kapan” evaluasi dilakukan. Ciri model ini:

perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak.

7. CIPP evaluation model, dikembangkan oleh Stufflebeam. Konteks, input, proses, dan produk merupakan sasaran evaluasi, yang juga merupakan komponen dari proses sebuah program kegiatan.

8. Disperancy model, dikembangkan oleh Provus. Model ini menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program.

2.1.1 Evaluasi Model CIPP (context, input, process, and product)

(4)

Gambar 2.1

Lingkup Evaluasi Model CIPP

1. Evaluasi konteks

Evaluasi pada tahap awal ini berkaitan dengan tujuan suatu program. Misalnya saja mengapa suatu program dilaksanakan, apakah program yang diadakan itu sesuai dengan visi misi yang dimiliki sebuah lembaga/institusi, apakah tujuan dari program itu dirumuskan dengan jelas dan sesuai dengan kondisi lapangan yang ada di masyarakat. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri. Evaluasi konteks ini berhubungan dengan analisis masalah kekuatan dan kelemahan dari suatu obyek yang akan ataupun yang sedang berjalan kala itu. Konteks itu sendiri dimaknai sebagai suatu alasan dan latar belakang yang mempengaruhi tujuan serta strategi yang akan dikembangkan dalam suatu program kegiatan. Penilaian terhadap konteks dilakukan untuk menjawab pertanyaan dasar: “What should we do?”, sehingga dapat dianalisis kebutuhan apa

saja untuk menentukan ataupun merencanakan

KONTEKS INPUT/ MASUKAN

(5)

suatu tujuan dan prioritasnya. Dimana kebutuhan tersebut seringkali tidak sesuai antara kondisi nyata dengan kondisi yang diharapkan. Penilaian konteks ini juga mendiagnosis kebutuhan seperti apa yang sebaiknya ada sehingga nantinya tidak menimbulkan kerugian dalam waktu lama.

Seperti yang diutarakan Arikunto (2007:46) berikut ini:

Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek... ada empat pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan evaluasi konteks, yaitu sebagai berikut.

1) Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program...?

2) Tujuan pengembangan apakah yang belum dapat tercapai oleh program,...? 3) Tujuan pengembangan apakah yang

dapat membantu mengembangkan masyarakat,...?

4) Tujuan-tujuan mana sajakah yang paling mudah dicapai,...?

(6)

Di dalam konteks ini, evaluasi manajerial kinerja kepala sekolah meliputi: tujuan kepala sekolah menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif dalam melaksanakan program sekolah, apa yang dilakukan kepala sekolah dalam merumuskan tujuan yang hendak dicapai sebelum membuat rencana sekolah, tujuan kepala sekolah menentukan skala prioritas dalam rencana sekolah, dan apa yang dilakukan kepala sekolah dalam merumuskan

visi misi sekolah dan bagaimana

mensosialisasikannya ke masyarakat.

2. Evaluasi input/masukan

(7)

Menurut Arikunto (2007:46) bahwa, “Maksud dari evaluasi masukan adalah kemampuan awal siswa dan sekolah dalam menunjang program”. Artinya evaluasi ini berkenaan dengan masukan yang dimiliki orang per orang atau lembaga, dan lebih mengarah pada pemecahan masalah sehingga mendorong diadakannya suatu program.

Dalam input/masukan, evaluasi kinerja manajerial kepala sekolah meliputi: apakah kepala sekolah dapat mengembangkan budaya dan tradisi berakhlak mulia, memiliki integritas kepemimpinan, konsistensi tinggi dalam bersikap, berpikir, dan bertindak dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya yang tinggi, memiliki keinginan kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah dan etos kerja tinggi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah pekerjaan, disiplin, dan tegas mengambil putusan, mampu memberdayakan kemampuan guru dalam peningkatan kualitas pendidikan,

dan bagaimana kepala sekolah mampu

(8)

3. Evaluasi proses

Tahap ini berkaitan erat dengan kegiatan pelaksanaan rencana suatu program. Apabila dilihat pada model CIPP, evaluasi proses dimaksudkan pada seberapa jauhkah kegiatan dalam suatu program sesuai dengan rencana yang telah dibuat (Arikunto 2007:47). Dengan kata lain evaluasi ini bertujuan untuk melihat kesesuaian antara pelaksanaan program dengan strategi yang diterapkan. Sehingga perubahan apapun yang terjadi harus dimonitor secara cermat dan dilakukan pencatatan aktifitas harian untuk pengambilan keputusan serta tindak lanjut penyempurnaan program.

(9)

supervisi tersebut dalam rangka mencapai tujuan program.

4. Evaluasi produk/hasil

Evaluasi ini merupakan tahapan paling akhir dari rangkaian proses evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Evaluasi hasil ini dibagi dalam penilaian terhadap dampak, efektivitas, keberlanjutan, dan daya adaptasi. Pada tahap ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan seperti seberapa jauh tujuan program tercapai, tingkat kepuasan orang yang dijadikan sasaran program, ketepatan waktu, dampak dari program yang dilaksanakan, dan masih banyak lagi (Sugiyono 2013:580). Dalam penilaian produk tersebut dibutuhkan pembanding antara tujuan yang ada dalam rancangan dengan hasil program yang telah dicapai.

(10)

mengatasi hambatan-hambatan yang ada pada pelaksanaan program sekolah.

1.2

Kinerja Manajerial Kepala Sekolah

2.2.1 Evaluasi Kinerja

Penilaian kerja merupakan proses akhir dari seluruh rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mengetahui tingkat ketercapaian hasil kegiatan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat berikut: “Evaluasi kinerja merupakan proses terakhir dari manajemen kinerja, di mana dilakukan pengukuran dan penilaian atas pencapaian hasil kinerja” ( Wibowo 2006: 67). Pendapat lain menyatakan bahwa, “...dalam hal keberhasilan diperlukan penilaian tentang faktor-faktor organisasional yang mendukung keberhasilan tersebut dan kendala atau masalah apa yang berhasil diatasi dan bagaimana cara mengatasinya” (Siagian 2012: 262). Artinya penilaian akan dilakukan pada rangkaian akhir kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan ataupun ketercapaian tujuan suatu program kegiatan. Sehingga dapat dianalisis hambatan apa saja yang sudah berhasil diatasi ataupun sebaliknya, sehingga dapat dicarikan solusi pemecahannya.

(11)

dilaksanakan, dan seberapa jauh tujuan program tercapai” (Sugiyono, 2013:570). Pada dasarnya evaluasi ataupun penilaian kerja merupakan suatu proses akhir dari seluruh rangkaian kegiatan. Evaluasi dilakukan dengan tujuan mengetahui hasil dari pekerjaan yang dilaksanakan seorang kepala sekolah. Dengan melihat proses pelaksanaan program terhadap rencana awal dan ketercapaian tujuannya,maka dapat terlihat seberapa besar kinerja kepala sekolah dalam upaya mencapai tujuan akhir. Sehingga evaluasi kinerja penting dilakukan untuk mengukur kualitas seorang kepala sekolah.

Payaman Simanjuntak (2005: 106) juga berpendapat bahwa tujuan suatu penilaian kerja ialah sebagai suatu bentuk jaminan ketercapaian sasaran dari seluruh program kegiatan yang dilaksanakan. Dengan demikian dapat diukur pula tingkat ketepatan waktu pelaksanaannya, bahkan apabila ada ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan di lapangan yang mungkin terjadi. “Tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi

kelambatan atau penyimpangan” (Payaman

(12)

pada proses pelaksanaannya dapat diberikan pemecahan masalah yang terbaik.

Husein Umar (2002: 40) mengatakan dalam bukunya tentang standar yang dipakai untuk evaluasi kegiatan tertentu dilihat dari 3 aspek utama menurut

Committee On Standard For Educational Evaluation

yaitu:

1. Utility (manfaat), hasil evaluasi hendaknya bermanfaat bagi manajemen untuk mengambil keputusan atas program yang sedang berjalan.

2. Accuracy (akurat), info atas hasil evaluasi mempunyai tingkat ketepatan tinggi, dimana setelah evaluasi informasi dipakai menilai realisasi kegiatan itu menyimpang atau tidak.

3. Feasibility (layak), proses evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan dengan layak.

Sedangkan tujuan dari evaluasi kinerja itu sendiri, menurut Mangkunegara (2005: 10) adalah untuk:

1. Meningkatkan saling pengertian diantara karyawan tentang persyaratan kerja.

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kerangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

(13)

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya.

5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.

Kurniawan (2013: 20) dalam bukunya

mengatakan “...manager adalah orang yang bertanggung jawab mengelola (me- manage) seluruh bagian pada suatu perusahaan atau organisasi”. Di dalam organisasi sekolah, seorang kepala sekolah menempati posisi sebagai manager, dia diharapkan

mampu mengorganisasi, mengelola dan

mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki suatu sekolah serta mengarahkan mind-set para pendidik dan tenaga kependidikan untuk menuju kemajuan bersama.

Seperti halnya pendapat berikut ini: “Peran seorang pemimpin sangatlah luas dan berat. Pemimpin harus mencapai hasil yang diharapkan organisasi, mengembangkan lingkungan yang dihadapi dan sekaligus lebih memerhatikan kepentingan orang lain” (Wibowo 2006: 273). Sebagai seorang pimpinan, kepala sekolah mengemban tugas yang berat. Kepala sekolah harus memikul tanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan yang ada di sekolah, dapat mengelola sumber daya yang ada di sekolah, pandai menyikapi masalah dan kendala yang dihadapi, serta

(14)

mengembangkan dan memajukan sekolah yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah juga dituntut mampu bekerjasama baik dengan para pendidik dan tenaga kependidikan, komite sekolah serta masyarakat, mendengar dan menimbang masukan mereka sehingga menghasilkan keputusan atau peraturan terbaik demi kemajuan sekolah. Pemerintah telah menegaskan fungsi manajerial kepala sekolah ini dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007.

Sagala (2011) mengatakan bahwa jaminan suatu mutu layanan dalam bidang pendidikan dan mutu manajemen pendidikan dalam proses pengembangan standar kompetensi seorang kepala sekolah meliputi 4 hal penting yaitu: kompetensi kepribadian, manajerial, supervisi, serta kompetensi sosial. Sekolah dapat dikatakan baik dilihat dari kepribadian kepala sekolahnya, bagaimana kepala sekolah mampu mengimplementasi fungsi manajerialnya, bagaimana supervisi yang dilakukan dan hasilnya, serta kemampuan sosialnya.

Maka indikator kinerja mengacu pada penilaian kerja yang dilakukan kepala sekolah. Indikator ini merupakan merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat ketercapaian suatu kegiatan, serta dikategorikan dalam: input

(15)

dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat),

benefit (kegunaan output yang dirasakan langsung oleh masyarakat), impact (ukuran pengaruh sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dimulai capaian kerja suatu kegiatan).

Danim (2009:79) dalam bukunya bahkan memberikan beberapa alternatif strategi peningkatan kinerja bagi seorang kepala sekolah antara lain:

a. Peningkatan kemampuan berkomunikasi, yang mana sebagian waktu kerja yang dimiliki kepala sekolah adalah dengan berkomunikasi baik diri sendiri ataupun dengan orang lain dalam komunitasnya.

b. Peningkatan motivasi, dimana peran motivasi berprestasi kepala sekolah penting dimiliki

untuk mengembangkan mutu dunia

pendidikan. Tanpa adanya motivasi

berprestasi dari pribadi kepala sekolah dan stafnya, tentu sebuah sekolah tidak mampu bersaing dengan sekolah lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas guru, implementasi program sekolah, maupun output yang

dihasilkan nantinya. Maka dengan

memberikan pujian atas prestasi yang dicapai kepala akan dapat merangswang kepala sekolah mewujudkan suatu kinerja produktif yang positif.

(16)

meningkatkan pengetahuan dapat dimulai dari

pemahaman mendalam dengan diskusi

pelbagai pihak tentang tugas fungsi disertai peran sebagai seorang pimpinan.

2.2.2Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah

Menurut Robert (2001), kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan yang memadai untuk mengerjakan tugas, pekerjaan, atau peran. Kompetensi menggabungkan suatu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap seseorang. Kompetensi membangun pengetahuan dan ketrampilan serta diperoleh melalui pengalaman kerja dan pembelajaran yang dilakukan. Selain dapat menjalankan proses manajemen (fungsi manajemen) dengan baik, seorang kepala sekolah juga harus mampu memahami serta melaksanakan penerapan semua substansi dalam kegiatan pendidikan.

Danim (2009:2) dalam bukunya mengemukakan:

(17)

tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisasi, dan sesuai dengan jadwal; dalam berbagai bidang seperti industri, pendidikan, kesehatan, bisnis, finansial dan sebagainya. Efektif merujuk pada tujuan dan hasil guna, sedangkan efisien merujuk pada daya guna, cara, dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut.

Seorang kepala sekolah hendaknya memahami konsep manajemen untuk dapat mencapai tujuan organisasi yang dipimpinnya. Kepala sekolah mengarahkan stafnya dan sumber daya sekolah yang ada secara efektif dan efisien. Efektif diartikan bahwa tujuan dan hasil tercapai sesuai rencana, dan efisien artinya tugas yang ada dilakukan secara terorganisir, pelaksanannya sesuai dengan jadwal, dan cara mencapai tujuan tersebut. Untuk itulah dibutuhkan kompetensi manajerial dalam diri seorang kepala sekolah sebagai pimpinan sekaligus manajer dalam organisasi yang dipimpinnya. Kompetensi manajerial itu sendiri ada empat fungsi yaitu: a)perencanaan, merencanakan penetapan program kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan didasarkan pada fakta mencakup perbuatan, petunjuk, serta arah dalam tindakan berikutnya, b)pengorganisasian, tindakan yang menentukan aktivitas yang harus dilaksanakan dengan menempatkan orang yang melaksanakan aktifitas itu, menentukan pembagian tugas sesuai keadaan, memperhitungkan tenaga, waktu, biaya

seminim mungkin, menetapkan fasilitas,

(18)

implementasi, mencakup keseluruhan tindakan dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukan manusia yang merupakan salah satu elemen manajemen, hubungan sikap, moril, disiplin, serta komunikasi individu dalam melaksanakan manajemen, dan d)pengawasan, mencakup tindakan untuk melihat sejauh mana hasil yang dilaksanakan ketiga fungsi dasar sebelumnya.

Implementasi kompetensi manajerial dapat dijadikan dasar oleh seorang kepala sekolah didalam melakukan kegiatan sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan menerapkan fungsi-fungsi manajerial diharapkan kepala sekolah dapat mengelola sumber daya yang ada di sekolah yang dipimpinnya. Sumber daya ini meliputi 6M: men, money, materials, machines, method, and markets (Kurniawan 2013: 18).

Apabila mengacu pada Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah, salah satunya mencakup kompetensi manajerial dimana indikatornya adalah sebagai berikut: a)menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkat

pelaksanaan, b)mengembangkan organisasi

sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan,

c)memimpin sekolah/madrasah dalam rangka

(19)

pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, g)mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal, h)mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah, i)mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan

peserta didik baru, dan penempatan dan

(20)

Selanjutnya Mulyasa (2011:103) dalam bukunya mengatakan bahwa:

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

Di dalam sebuah organisasi, kepala sekolah menempati posisi sebagai pimpinan sekaligus seorang manajer. Apabila melihat peran dan fungsinya sebagai manajer, maka kepala sekolah diharuskan mempunyai kemampuan seperti: memiliki strategi tepat guna dalam memberdayakan stafnya, memberi kesempatan/ peluang bagi tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesi, serta dapat mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam kegiatan yang menunjang program-program sekolah yang ada. Kepala sekolah harus berusaha mendorong keterlibatan (partisipatif) semua tenaga kependidikan dengan berpedoman pada:

a. Asas tujuan, kepala sekolah harus menyampaikan tujuan-tujuan kepada stafnya di sekolah agar mereka dapat memahami dan melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan tersebut.

(21)

dan ketidakpuasan kreatif(menggerakkan

tenaga kependidikan untuk menutupi

ketidakpuasan dan berupaya mencapai kepuasan yang diinginkan).

c. Asas mufakat, kepala harus mampu

menghimpun gagasan bersama serta

membengkitkan stafnya untuk berpikir kreatif dalam melaksanakan tugas.

d. Asas kesatuan, kepala sekolah harus berusaha menjadikan tenaga kependidikan sebagai pengurus upaya-upaya pengembangan sekolah untuk menumbuhkan rasa kepemilikan pada sekolah tempat mereka bertugas.

e. Asas persatuan, kepala sekolah mendorong stafnya meningkatkan profesionalismenya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mencapai tujuan sesuai dengan visi misi sekolah.

f. Asas empirisme, kepala sekolah harus mampu bertindak berdasarkan nilai dan angka-angka yang menunjukkan prestasi para stafnya, karena data yang memuat semua komponen sekolah memegang peranan penting.

g. Asas keakraban, kepala sekolah harus menjaga keakraban dengan para stafnya, agar semua tugas dapat dilaksanakan dengan lancar, karena keakraban mendorong berkembangnya saling percaya dan kesediaan berkorban diantara para staf. Dan,

(22)

kepemimpinannya dengan baik yang diwujudkan dalam kemampuan menyusun prpgram sekolah, organisasi personalia, memberdayakan tenaga kependidikan, dan mendayagunakan sumber daya sekolah secara optimal.

Sedangkan kunci sukses menurut Danim (2009:87) dalam bukunya adalah sebagai berikut:

1. Mempercayai staf pengajar

2. Mendelegasikan tugas dan wewenang 3. Adiraga (kuat fisik)

4. Membagi dan memanfaatkan waktu 5. Tanpa toleransi atas ketidakmampuan 6. Peduli dengan staf pengajar

7. Membangun visi

8. Mengembangkan tujuan institusi 9. Cekatan dan tegas, sekaligus sabar 10.Berani instrospeksi

11.Memiliki konsistensi 12.Bersikap terbuka, dan 13.Berjatidiri tinggi

2.2.3 Kinerja Manajerial

(23)

diartikan sebagai kemampuan yang ada dalam diri kepala sekolah untuk membentuk kinerja yang sukses

dalam mewujudkan tujuan pendidikan dan

peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya.

Di dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 yang diterbitkan pada tanggal 17 April 2007 telah menyebutkan salah satu bagian bahwa seorang kepala sekolah harus mempunyai 5 kompetensi: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Yang mana kelima kemampuan tersebut dapat diukur melalui kinerja manajerial seorang kepala sekolah.

Kinerja manajerial kepala sekolah itu sendiri telah memuat beberapa bagian penting seperti:

1. Konteks kinerja manajerial kepala sekolah,

bagaimana seorang kepala sekolah

menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif, merumuskan tujuan yang hendak dicapai sebelum membuat rencana sekolah, menentukan skala prioritas dalam rencana sekolah, dan merumuskan visi misi sekolah dan mensosialisasikannya ke masyarakat.

2. Input kinerja manajerial kepala sekolah, kepala sekolah berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi berakhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah, memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin, memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri

sebagai kepala sekolah/madrasah,

(24)

pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah, memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan, dan tegas mengambil putusan, mampu memberdayakan kemampuan guru dalam peningkatan kualitas pendidikan, dan mampu menganalisis kondisi sekolah

sebelum menyusun program dan

mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. 3. Proses kinerja manajerial kepala sekolah,

apakah seorang kepala sekolah bersikap terbuka dalam menjalankan tugas pokok dan

fungsi, menyusun perencanaan

sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan, mengembangkan organisasi

sekolah/madrasah sesuai kebutuhan,

memimpin sekolah/madrasah dalam rangka

pendayagunaan sumber daya

sekolah/madrasah secara optimal,mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, bekerja

keras untuk mencapai keberhasilan

sekolah/madrasah sebagai organisasi

(25)

4. Produk kinerja kepala sekolah, seorang kepala sekolah melaporkan dan menindaklanjuti pelaksanaan program sekolah, mengevaluasi tiap program sekolah secara rutin, apakah pelaksanaan program sekolah sesuai rencana dan tujuan, pelaksanaan program sekolah sesuai dengan visi misi yang ditetapkan sekolah, dan kepala sekolah dapat mengatasi

hambatan-hambatan yang ada pada

pelaksanaan program sekolah.

5. Kinerja kepala sekolah terhadap aspek sosial,

bagaimana kepala sekolah melakukan

komunikasi dengan guru, melakukan

komunikasi dengan komite sekolah, memberi kesempatan pada guru dan komite sekolah untuk menyampaikan saran, bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah, berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dan memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja:

(26)

Pada penjelasan diatas dikatakan bahwa ada lima faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang yaitu: kemampuan yang dimiliki seseorang untuk dapat melakukan sesuatu, motivasi/keinginan kuat yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan, dukungan dari dalam diri dan pihak lain yang dapat memacu seseorang melakukan pekerjaan, keberadaan pekerjaan yang dilakukan, dan bagaimana hubungan seseorang dalam sebuah organisasi.

Dalam pemikiran Mangkunegara (2000), faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : faktor kemampuan/ kecakapan dan faktor motivasi. Sedangkan Gibson (1987) menyatakan ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

(27)

sekolah dan lain-lain. Kemampuan manajerial yang dimiliki oleh kepala sekolah mempunyai peran penting dalam meningkatkan kinerja para pendidik. Disini sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan suatu pola kerjasama antara manusia yang saling melibatkan diri dalam satu unit pekerjaan.

2.3

Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan relevan dengan penelitian ini adalah:

Penelitian Afiful Fuadi dengan judul “PERSEPSI

GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KOMPETENSI

MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DI SMP NEGERI SE

KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN

(28)

berkisar 3,72 artinya tergolong mampu dalam pelaksanaannya. Implementasi kompetensi kepala sekolah dalam memimpin sekolah dengan skor rata-rata 3,67. Implementasi kepala sekolah dalam mengorganisasikan guru dan staf sekolah memperoleh skor 3,42. Implementasi kepala sekolah dalam mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat dengan skor 3,76. Implementasi kepala sekolah dalam mengelola kurikulum dan program pembelajaran memperoleh skor 3,75. Implementasi kepala sekolah mengelola sistem informasi dan pemanfaatan TI skor rata-ratanya 3,40. Implementasi kepala sekolah dalam monitoring dan evaluasi dengan skor 3,76. Melihat secara keseluruhan kompetensi manajerial kepala sekolah di SMP Negeri Kecamatan Pasaman menurut guru disana masih tergolong cukup dengan skor rata-rata 3,65. Dilihat dari per bidang kompetensi manajerial terdapat 2 aspek yang perlu ditingkatkan

yaitu pengelolaan sistem informasi dan

pengorganisasian guru dan staf. Hal ini penting terutama penegelolaan sistem informasi karena mengingat kemajuan teknologi dan perkembangan jaman yang menuntut individuuntuk menguasai.

(29)

kompetensi profesional guru melalui proses menyusun program sekolah, kemudian dalam melaksanakan pembinaan itu mengacu pada hasil musyawarah yang telah ditetapkan bersama, dan dalam meningkatkan pembinaan tersebut dilakukan dengan memberdayakan

personil sekolah dalam mengembangkan

kemampuannya untuk mencapai tujuan yang

diharapkan bersama. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kepala sekolah SMK Negeri 1 Banda Aceh dalam perencanaan pembinaan kompetensi profesional guru melalui proses menyusun program sekolah, pembinaan dilaksanakan sesuai komponen dalam persiapan pengajaran berdasarkan visi misi tujuan SMK

(30)

Sedangkan menurut murid kinerja dari aspek sosial sebesar 68,06% kriteria baik. Kinerja dari aspek pemberdayaan guru menurut guru memperoleh 68,37% kriteria baik, dan menurut murid 82,15% (sangat baik). Guru berpendapat kinerja kepala sekolah dari aspek pemberdayaan murid diperoleh 73,89% atau baik, menurut murid sebesar 66,91% (baik). Kinerja kepala sekolah dari aspek pengelolaan sarana dan prasarana menurut guru sebanyak 65,57% (baik), sedangkan murid berpendapat kinerja kepala sekolah sebesar 61,50% sudah cukup baik. Menurut guru kinerja kepala sekolah dari aspek supervisi sebesar 76,43% (baik) dan menurut murid sebesar 70,01% (baik). Maka dilihat secara menyeluruh kinerja kepala SMKN 2 Depok memiliki prosentase 72,73% dan menurut murid sebesar 68,96%. Kegiatan manajerial kepala sekolah meliputi pengelolaan guru, pengelolaan murid, dan pengelolaan sarana prasarana sehingga ketiganya menjadi faktor penting untuk berlangsungnya sebuah sekolah. Dan apabila salah satu kegiatan manajerial kepala sekolah tidak dikelola baik, akan mempengaruhi kinerja kepala sekolah.

(31)

mengungkap ada tidaknya pengaruh ketrampilan teknis, sosial, konseptual, dan manajerial terhadap kinerja kepala SDN di Jakarta Pusat dengan teknik acak sederhana dan menggunakan sebanyak 114 orang dari kerangka sampel. Hasilnya ketrampilan teknis berpengaruh langsung terhadap ketrampilan manajerial kepala sekolah sebesar 15,52% dengan koefisien jalur sebesar 0,394. Ketrampilan sosial berpengaruh langsung terhadap ketrampilan manajerial kepala sekolah sebesar 58,52% dengan koefisien jalur 0,765. Ketrampilan konseptual berpengaruh langsung terhadap ketrampilan manajerial kepala sekolah sebesar 3,50% dan koefisien jalurnya 0,187. Ketrampilan manajerial berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah 48,30% dengan koefisien jalur sebesar 0,695. Sementara pengaruh tak langsung yaitu pengaruh ketrampilan teknis melalui ketrampilan sosial kepala sekolah adalah sebesar 10,22%. Ketrampilan sosial kepala sekolah telah berpengaruh langsung juga tak langsung terhadap ketrampilan manajerial kepala sekolah.

2.4

Kerangka Pikir Penelitian

(32)

pengelolaan sarpras sekolah (aspek manajerial) yang merupakan faktor penting berlangsungnya suatu sekolah. Apabila salah satu fungsi tidak berjalan baik tentunya akan mempengaruhi kinerja kepala sekolah. Untuk itulah kepala sekolah harus mampu mengelola kedua faktor tersebut dengan maksimal, sehingga mutu pendidikan sekolah menjadi lebih baik. Selain aspek manajerial, kepala sekolah juga harus memiliki aspek sosial dalam menjalankan tugas fungsinya untuk menunjang proses dan hasil program sekolah yang dijalankan. Untuk itulah aspek manajerial dan sosial yang dimiliki kepala sekolah perlu dievaluasi dengan CIPP, sehingga dapat diketahui apakah semua program yang dilakukan kepala sekolah sudah sesuai atau belum, perlu dilanjutkan atau dihentikan, bahkan apakah perlu ditindaklanjuti hal-hal yang masih kurang.

(33)

Gambar

Gambar 2.1 Lingkup Evaluasi Model CIPP
Gambar 2.2 Kerangka pikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

The general form of the parameter is: BBOX=lcc1,lcc2,…,lccN,ucc1,ucc2,…uccN[,crsuri] where lcc means Lower Corner Coordinate, ucc means Upper Corner Coordinate and crsuri means the

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari Nazara yang berjudul “Faktor- Faktor yang Menyebabkan Ibu Tidak Memberikan Kolostrum Kepada Bayi Baru Lahir di Desa Sifalaete

067 = Latihan menebak kata kerja tidak beraturan 068 = Belajar bahasa Inggris melalui video. 069 = Reading Comprehension (Latihan) 070 = Reading Comprehension (Latihan) 071 =

Kerja sama internasional dapat dalam berbagai bidang baik itu pertahanan, ekonomi, sosial budaya, imptek dan lain-lainnya dimana organisasi internasional adalah sebuah wadah

Dengan adanya loyalitas merek yang tinggi terhadap suatu merek perusahaan dapat menjamin konsumen akan memberikan reaksi timbal balik dengan memiliki niat untuk

Ditimbang 0,3151 gram Asam oksalat dengan neraca analitik, kemudian diencerkan dengan aquades dalam labu ukur 50 ml sampai tanda batas. Urea 60 gram/mol). Ditimbang 0,1086 gram

Fungsi dan cara kerja enzim 4.Faktor-faktor yang empengaruhi kerja enzim VIII 100 menit Dialog interaktif; Diskusi kelompok kecil Menjawab latihan dan soal-soal dari

Hal ini dapat dilihat bahwa dijaman urban-kosmopolit para kaum muda mengadopsi sebauh gaya dari komunitas punk yang dijadikan sebuah fesyen dalam berpakaian, tetapi dengan