• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Inquiry Ditinjau dari Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD Gugus Maruto Bawen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Inquiry Ditinjau dari Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD Gugus Maruto Bawen"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD

Manusia dalam kehidupannya senantiasa berkeinginan agar kehidupannya tidak tertinggal dengan manusia yang lain. Oleh karena itu manusia memerlukan cara-cara untuk tetap berkembang dan maju ke kehidupan yang lebih baik. Salah satu usaha manusia agar kehidupannya terus berkembang dan tidak tertinggal adalah dengan belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010:2). Belajar tidak hanya dilakukan di lingkungan formal saja, tetapi

dapat juga dilakukan di lingkungan non formal seperti keluarga, masyarakat, bahkan juga dari setiap peristiwa yang dialami.

Pembelajaran merupakan kata jamak dari kata belajar, yang menurut Purwadarminta (dalam Mahfud, 2012:211) sama artinya dengan instruction atau pengajaran yaitu cara (pembuatan) mengajar atau mengajarkan. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2000 pasal 1 tentang pendidikan nasional menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (dalam Mawardi dan Puspasari, 2011:198) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan dan proses yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(2)

belajar (peserta didik) dan mengajar (pendidik) pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Latar belakang dari Pembelajaran IPA menurut KTSP Standar Isi 2006 adalah Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari latar belakang ini pembelajaran IPA mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan manusia pada umumnya. Karena dengan adanya pembelajaran IPA ini, manusia

akan termotivasi untuk melakukan penemuan dan inovasi untuk menunjang kehidupannya.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

(3)

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Ruang lingkup tersebut yaitu makhluk hidup dan proses kehidupan, meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. Benda/materi, sifat-sifat dan

kegunaannya meliputi cair, padat dan gas. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Pembelajaran IPA di SD harus mampu mendorong siswa untuk dapat memiliki ketrampilan IPA yang berkaitan dengan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas) yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran IPA berdasarkan ruang lingkupnya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran IPA dibutuhkan strategi/model pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa untuk memiliki ketrampilan salingtemas tersebut. Terdapat berbagai model pembelajaran yang potensial terhadap perkembangan pembelajaran IPA di SD. Model-model tersebut diantaranya Discovery Learning, Problem Based Learning (PBL), Project Based Learning (Pjbl), Group Investigation, Inquiry, Make a Match, Picture and Picture, dan Jigsaw.

(4)

substansi model pembelajaran Inquiry sebagai model pembanding dan hasil belajar sebagai tolok ukur keefektifan penerapan model Group Investigation dan Inquiry dalam pembelajaran IPA.

2.1.2 Model Pembelajaran

Terdapat berbagai istilah dalam pembelajaran yang terkadang membuat guru bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut meliputi pendekatan, strategi, model, metode dan teknik pembelajaran. Kesemua hal tersebut merupakan bagian dari komponen pembelajaran yang saling berkaitan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Perbedaan dari istilah-istilah tersebut terletak dari sudut pandang masing-masing pribadi yang memaknai.

Menurut Chatib (2011:128) model pembelajaran adalah sebuah sistem proses pembelajaran yang utuh mulai dari awal hingga akhir yang melingkupi pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan teknik pembelajaran. Sedangkan Gerlach dan Ely (dalam B. Uno, 2007:1) lebih mengarahkan ke definisi strategi pembelajaran yaitu cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu yang meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar peserta didik.

Menurut Joyce (dalam Wigar, 2012:5), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Selanjutnya Joyce juga menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran.

(5)

perencanaan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Tujuan dari penggunaan model pembelajaran pada hakikatnya adalah agar bagaimana siswa mampu meningkatkan kapabilitas mereka untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif pada masa yang akan datang, baik karena skill dan pengetahuan yang mereka peroleh maupun karena penguasaan mereka tentang proses belajar yang lebih baik (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009:7)

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Pemilihan model pembelajaran yang tepat dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu proses pembelajaran, agar tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan baik. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD yang suka berkelompok adalah model pembelajaran kooperatif. Sesuai dengan namanya kooperatif yang artinya kerja sama, model ini dapat membantu meringankan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Johnson dan Holobec (dalam Soewarso, 2013:11) mengatakan bahwa Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif) adalah pelajaran menggunakan kelompok kecil supaya para peserta didik bekerja sama memiliki pendapat secara maksimal dan saling mempelajari. Sedangkan Slavin (dalam Utami, 2012:5)

berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

(6)

Ada beberapa asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:302) yaitu sebagai berikut: 1. Sinergi yang ditingkatkan dalam bentuk kerja sama akan meningkatkan

motivasi yang jauh lebih besar dari pada dalam bentuk lingkungan kompetitif individual.

2. Anggota-anggota kelompok kooperatif dapat saling belajar satu sama lain. 3. Interaksi anggota, akan menghasilkan aspek kognitif semisal kompleksitas

sosial, menciptakan sebuah aktivitas intelektual yang dapat mengembangkan

pembelajaran ketika dibenturkan pada pembelajaran tunggal.

4. Kerja sama meningkatkan perasaan positif terhadap satu sama lain, menghilangkan pengasingan dan penyendirian, membangun sebuah hubungan, dan memberikan sebuah pandangan positif mengenai orang lain. 5. Kerja sama meningkatkan penghargaan diri, tidak hanya melalui

pembelajaran yang terus berkembang, namun juga melalui perasaan dihormati dan dihargai oleh orang lain dalam sebuah lingkungan.

6. Siswa yang mengalami dan menjalani tugas serta merasa harus bekerja sama dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bekerja sama secara produktif. Dengan kata lain, semakin banyak siswa mendapat kesempatan untuk bekerja sama, maka mereka akan semakin mahir bekerja sama, dalam hal ini akan sangat berguna bagi skill sosial mereka secara umum.

7. Siswa, termasuk juga anak-anak, bisa belajar dari beberapa latihan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerja sama.

Terdapat berbagai tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran IPA. Model-model pembelajaran kooperatif tersebut yaitu Jigsaw, Think Pair Share, Numbered Head Together, Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, dan Inside-Outside Circle.

(7)

siswa SD yang suka berkelompok. Sedangkan model pembelajaran Inquiry meskipun hakikatnya bukan merupakan model pembelajaran kooperatif, namun pada penerapannya dapat dilakukan secara kooperatif/kelompok maupun individu. Selain itu model Inquiry juga memilik karakteristik yang sama dengan model Group Investigation yaitu mengandung unsur penemuan. Dalam kaitannya dengan materi IPA yang diambil yaitu tentang jenis-jenis tanah, model pembelajaran GI dan Inquiry diharapkan dapat memberikan kemudahan siswa dalam membangun pengetahuannya tentang berbagai jenis tanah melalui kegiatan investigasi dan

penemuan langsung yang dilakukannya bersama kelompok.

Keefektifan dari model pembelajaran GI ini juga diperkuat oleh hasil penelitian yang berhasil membuktikan bahwa model Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dina Maharani Arumsari (2013) yang dilaksanakan di kelas 4 SD Negeri 02 Kupen Temanggung dan juga penelitian dari Sahidah, Marmi Sudarmi dan Made Rai Suci Shanti (2013) yang menunjukkan peningkatan hasil belajar IPA dengan materi lensa cembung. Namun ternyata ada juga yang melakukan penelitian dengan hasil yang menunjukkan bahwa model NHT (Numbered Head Together) lebih efektif dibandingkan model Group Investigation dilihat perolehan hasil belajar yaitu nilai rata-rata kelas 62,076 dengan perlakuan model GI dan nilai rata-rata kelas sebesar 68,375 dengan perlakuan model NHT.

Keefektifan dari model pembelajaran Inquiry diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyono (2012) yang menunjukkan adanya pengaruh metode Inquiry dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Kajengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian yang dilakukan oleh Prantalo (2012) juga menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada penggunaan model

(8)

Penelitian lebih lanjut mengenai kefektifan model Group Investigation dan Inquiry perlu dilakukan dengan terlebih dahulu memahami hakikat model GI dan Inquiry, karakteristik, komponen dan kelebihan dari model Group Investigation dan Inquiry. Berikut secara berurutan akan dipaparkan mengenai hakikat, ciri-ciri, sintak, kelebihan dan komponen yang di dalamnya menyangkut sistem sosial, prinsip reaksi, dampak intruksional, dampak pengiring dari model pembelajaran

Group Investigation dan Inquiry.

2.1.4 Model Pembelajaran Group Investigation(GI)

2.1.4.1Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation(GI)

Model pembelajaran Group Investigation menggunakan gaya pembelajaran dengan proses demokrasi. Herbert Thelen merupakan salah satu pencetus National Training Laboratory yang juga penggagas gaya/model pembelajaran Group Investigation. Thelen mempunyai pandangan yang sama dengan Dewey dan Michaelis bahwa proses pembelajaran yang di dalamnya mengandung unsur demokratis akan lebih efektif dalam mengatasi masalah-masalah dalam pembelajaran. Investigasi kelompok (Group Investigation) berusaha mencampurkan bentuk pengajaran dengan dinamika proses demokrasi serta proses akademik yang berupa penelitian (Joyce, Weil dan Calhoun, 2009:315).

Investigasi menurut Krismanto (dalam Utami, 2012:110) merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil belajar sesuai dengan pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan belajar siswa diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.

(9)

dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Sedangkan Slavin (dalam Setyorini, 2014:8) menyatakan Group Investigation adalah sebuah perencanaan kelas secara umum dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil dengan menggunakan inkuiri kooperatif diskusi kelompok dan perencanaan kooperatif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model kegiatan pembelajaran yang bersifat demokratis yang diwujudkan dalam bentuk kooperatif diskusi kelompok, yang terdiri dari

beberapa kelompok kecil untuk menginvestigasi pemecahan suatu masalah.

2.1.4.2Ciri-Ciri Model Pembelajaran Group Investigation(GI)

Slavin (dalam Utami, 2012:8) mengemukakan beberapa hal penting dalam melakukan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yaitu sebagai berikut:

1. Membutuhkan kemampuan kelompok

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk

mengerjakan lembar kerja. 2. Rencana kooperatif

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang dibutuhkan, siapa yang melakukan, apa dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3. Peran guru

(10)

2.1.4.3Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Sintak dari model pembelajaran group investigation menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:318) yaitu:

1. Tahap pertama, menyajikan situasi yang rumit (terencana atau tidak terencana). Guru menyajikan sebuah masalah yang memancing perhatian dan kehebohan siswa. Penyajian masalah tersebut dapat dilakukan secara verbal dalam bentuk cerita pengalaman atau dapat juga melalui penayangan

video/gambar.

2. Tahap kedua, menjelaskan dan menguraikan reaksi terhadap situasi. Jika siswa bereaksi terhadap masalah yang disajikan, guru menggiring perhatian mereka terhadap reaksi mereka masing-masing yang berbeda, yakni meliputi sikap yang mereka tunjukkan, apa yang mereka rasakan, dan bagaimana mereka mengatur sesuatu.

3. Tahap ketiga, merumuskan tugas dan mengaturnya dalam pembelajaran. Ketika siswa mulai tertarik terhadap perbedaan reaksi dari masing-masing individu, guru menggiring mereka untuk merumuskan dan menyusun masalah-masalah bagi diri mereka sendiri.

4. Tahap keempat, studi yang mandiri dan berkelompok. Siswa dalam kelompok menganalisis beberapa peran yang dibutuhkan, mengatur diri mereka sendiri berdasarkan peran yang didapatkan, bertindak, dan melaporkan hasil yang didapatkan.

5. Tahap kelima, menganalisis perkembangan dan proses. Masing-masing kelompok mengevaluasi solusi permasalahan yang dicocokkan dengan maksud dan tujuan utama.

6. Tahap keenam, mendaur ulang aktivitas. Beberapa tahapan terus berlanjut,

(11)

2.1.4.4Kelebihan Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation menurut Setiaji (dalam Utami, 2012:13) yaitu siswa menjadi mandiri dalam

mencari informasi tentang materi yang akan dipelajari, siswa mempunyai jiwa kooperatif yang tinggi, siswa memiliki kemahiran dalam berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam mensintesis dan menganalisis, meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi.

2.1.4.5Komponen Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu

hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari model pembelajaran Group Investigation yaitu sebagai berikut.

1. Sintagmatik

(12)

dan bagaimana mereka mengatur sesuatu. Misalnya ketika ada siswa yang bertanya mengenai masalah yang disajikan dalam pertunjukkan percobaan dan gambar, guru tidak langsung memberikan jawaban yang pasti, tetapi mengarahkan mereka untuk mencari jawaban sendiri melalui investigasi kelompok.

Tahap ketiga, merumuskan tugas dan mengaturnya dalam pembelajaran. Ketika siswa mulai tertarik terhadap perbedaan reaksi dari masing-masing individu, guru menggiring mereka untuk merumuskan dan menyusun

masalah-masalah bagi diri mereka sendiri. Misalnya saat seorang siswa mengetahui reaksi yang berbeda dari siswa lain, misalnya berupa bentuk pertanyaan yang berbeda, siswa mulai tertarik dengan keberagaman reaksi tersebut, maka guru segera mengambil tindakan untuk mengarahkan mereka untuk merumuskan dan menyusun masalah lain yang timbul dari masing-masing individu dengan menuliskan daftar masalah di papan tulis.

Tahap keempat, studi yang mandiri dan berkelompok. Siswa dalam kelompok menganalisis beberapa peran yang dibutuhkan, mengatur diri mereka sendiri berdasarkan peran yang didapatkan, bertindak, dan melaporkan hasil yang didapatkan. Setelah siswa mengetahui beberapa masalah yang timbul dari masing-masing individu melalui daftar masalah yang sudah ditulis, kemudian siswa mengelompokkan diri berdasarkan minat mereka terhadap masalah tersebut dan bekerja bersama kelompoknya sesuai peran yang didapatkannya, misalnya dia mendapat peran untuk menyelidiki tentang ciri-ciri jenis tanah liat. Setelah selesai kemudian kelompok mempresentasikan hasil yang didapatkan dalam kegiatan investigasi di hadapan kelompok lain.

Tahap kelima, menganalisis perkembangan dan proses. Masing-masing kelompok mengevaluasi solusi permasalahan yang dicocokkan dengan maksud

(13)

memunculkan masalah baru yang merangsang adanya investigasi. Hal ini dilakukan apabila terdapat masalah yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. 2. Prinsip reaksi

Peran guru dalam model Group Investigation ini adalah sebagai seorang fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai seorang konselor akademik. Saat siswa bereaksi ketika menghadapi keadaan yang

membingungkan, guru akan menguji dan memerhatikan kebiasaan alami mereka yang tercermin dalam reaksi yang berbeda-beda. Mereka kemudian menentukan informasi yang mereka butuhkan untuk mendekati masalah dan proses untuk mengumpulkan data yang relevan. Mereka mengembangkan hipotesis dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengujinya. Mereka mengevaluasi hasil yang didapatkan dan meneruskan penelitiannya atau memulai penelitian baru.

Pusat dalam proses pembelajaran kemudian beralih untuk membangun sebuah lingkungan sosial yang kooperatif dan mengajari ketrampilan bernegosiasi, menyelesaikan konflik, serta beberapa penyelesaian masalah demokrasi. Guru juga harus membimbing siswa dalam metode pengumpulan data serta analisis, membantu siswa membingkai hipotesis yang dapat diuji. Ketika proses pembelajaran berlangsung, khususnya pada saat siswa melakukan percobaan dalam kelompok sebagai bentuk kegiatan investigasi, guru mempunyai peran untuk membimbing mereka bekerja dalam kelompok misalnya dengan mendekati dan mengarahkan kelompok yang tidak dapat bekerja sama karena bingung dengan tugas/permasalahan yang harus mereka selesaikan. Guru juga bertugas untuk menjelaskan terlebih dahulu langkah kerja dalam mengidentifikasi

ciri-ciri jenis tanah yang harus diikuti dalam pelaksanaan kegiatan investigasi. 3. Sistem sosial

(14)

fenomena rumit yang kemudian dijelaskan oleh seorang guru sebagai sebuah objek pembelajaran. Aktivitas kelompok muncul dalam jumlah struktur eksternal yang minimalis yang diberikan oleh seorang guru. Lebih singkatnya sistem sosial dalam model ini berlandaskan pada proses demokrasi dan keputusan kelompok, dengan struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang diciptakan haruslah alami, tidak bisa dipaksakan. Siswa maupun guru mempunyai status yang sama namun peran yang berbeda. Atmosfer merupakan salah satu alasan dan negosiasi (Joyce, Weil dan Calhoun, 2009:323).

Sistem sosial dalam kegiatan investigasi jenis-jenis tanah berupa sikap saling menghargai pendapat yang dikemukakan oleh setiap anggota kelompok, dan kerja sama dalam melakukan percobaan mengidentifikasi ciri-ciri jenis tanah. Sehingga melalui kegiatan investigasi kelompok tersebut, diharapkan akan muncul sikap demokratis, kooperatif dan bertanggung jawab.

4. Daya dukung

Sistem pendukung dalam model Group Investigation ini harus ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya. Misalnya dalam pembelajaran IPA tentang jenis-jenis tanah dibutuhkan berbagai macam alat dan bahan yang akan mendukung terjadinya proses pembelajaran seperti contoh jenis tanah liat, berkapur, berpasir dan tanah humus. Selain contoh konkret dari benda asli, guru juga dapat menambahkan media gambar mengenai komposisi penyusun jenis tanah.

5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.

Dampak instruksional dalam model GI secara umum adalah: a. Proses dan pengelolaan kelompok efektif

(15)

minat anggota kelompok. Sehingga proses pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dapat berjalan sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Pandangan konstruktivis tentang pengetahuan

Para konstruktivis mempunyai pandangan bahwa pengetahuan tidak sekedar ditransmisikan oleh guru/pengajar, tetapi mau tidak mau harus dibangun dan dimunculkan sendiri oleh siswa agar mereka dapat merespon informasi dalam lingkungan pendidikan. Oleh karena itu dengan penerapan model GI ini diharapkan dapat membiasakan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui investigasi dalam kelompoknya bukan berdasarkan penyampaian informasi oleh guru secara konvensional.

c. Disiplin dalam penelitian kolaboratif

Melalui proses kerjasama dalam kelompok diharapkan adanya kedisiplinan dan tanggung jawab dari masing-masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok ikut berpartisipasi aktif dalam investigasi yang dilakukan.

Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA dengan materi jenis-jenis tanah melalui model pembelajaran Group Investigation adalah kemampuan mengindentifikasi komposisi penyusun tanah, kemampuan menyebutkan jenis-jenis tanah, kemampuan mencirikan jenis-jenis tanah, kemampuan membedakan ciri-ciri dari masing-masing jenis tanah, dan kemampuan memberi contoh kegunaan dari berbagai jenis tanah.

Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi dampak pengiring melalui model Group Investigation diharapkan dapat terbentuk kemampuan kemandirian sebagai pembelajar seperti mempunyai rasa ingin tahu

(16)

kehangatan dan interpretasi personal yang memunculkan harapan dengan diterapkannya model GI dalam pembelajaran IPA siswa mendapatkan rasa nyaman dalam belajar, sehingga penilaian diri yang positif dapat terbentuk dengan baik.

Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi jenis-jenis tanah melalui model Group Investigation adalah demokratis, kerja sama, mandiri, tanggung jawab, komunikatif dan disiplin. Dampak pengiring hanya mungkin terbentuk jika

kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai.

Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Group Investigation digambarkan dalam bagan berikut.

Gambar 1

(17)

2.1.5 Model Pembelajaran Inquiry

2.1.5.1Pengertian Model Pembelajaran Inquiry

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian model pembelajaran Inquiry dalam Soewarso (2013:3) yaitu diantaranya Richard Suchman mengemukakan bahwa model Inquiry adalah suatu pola yang membantu peserta didik belajar merumuskan dan menguji pendapatnya sendiri dan memiliki kesadaran akan kemampuannya. Sedangkan Antony S. Jones berpendapat bahwa model Inquiry adalah strategi mengajar yang memungkinkan para peserta didik mendapatkan jawabannya sendiri.

Model Inquiry menurut Sumantri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Ciri khusus dari model Inquiry adalah siswa atau peserta didik mampu merumuskan dan menguji jawabannya sendiri melalui sebuah penelitian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Inquiry adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan menguji jawabannya sendiri dengan atau tanpa bantuan guru melalui sebuah penelitian.

2.1.5.2Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran Inquiry

Sintak dari model pembelajaran Inquiry menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:206-208) yaitu:

1. tahap pertama, orientasi atau mengenalkan masalah. Pada tahap ini guru menyajikan situasi permasalahan dan menjelaskan prosedur-prosedur penelitian.

2. Tahap kedua, verifikasi pengumpulan data. Siswa mencoba mengumpulkan

data yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Verifikasi data dapat dilakukan dengan cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang memungkinkan guru dapat menjawab dengan kata ya atau tidak.

(18)

data yang sudah diverifikasi. Eksperimentasi memiliki dua fungsi, yaitu eksplorasi dan pengujian langsung.

4. Tahap keempat, mengolah dan merumuskan penjelasan. Siswa mengolah informasi yang mereka dapatkan selama pengumpulan data dan mencoba menjelaskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian atau perbedaan-perbedaan. 5. Tahap kelima, menganalisis proses penelitian. Siswa menganalisis

strategi-strategi pemecahan masalah yang telah mereka gunakan selama penelitian.

2.1.5.3Kelebihan Model Pembelajaran Inquiry

Kelebihan dari model pembelajaran Inquiry menurut Prantalo (2012:17) yaitu antara lain:

1. Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih bermakna.

2. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan belajar mereka. 3. Merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi

belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat adanya pengalaman.

4. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

2.1.5.4Komponen Model Pembelajaran Inquiry

(19)

1. Sintagmatik

Sintagmatik atau struktur model pembelajaran Inquiry menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:206-208) yaitu: tahap pertama, orientasi atau mengenalkan masalah. Pada tahap ini guru menyajikan situasi permasalahan dan menjelaskan prosedur-prosedur penelitian. Situasi permasalahan dapat disajikan dalam bentuk cerita yang disampaikan secara verbal maupun melalui pertunjukkan suatu percobaan atau sebuah gambar. Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu jenis-jenis tanah, masalah disajikan dalam bentuk percobaan

dan menunjukkan gambar tentang komposisi penyusun tanah.

Tahap kedua, verifikasi pengumpulan data. Siswa mencoba mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Verifikasi data dapat dilakukan dengan cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang memungkinkan guru dapat menjawab dengan kata ya atau tidak. Dalam tahap ini siswa mulai membentuk kelompok, membuat hipotesis mengenai data yang mereka kumpulkan dan dapat bertanya pada guru mengenai hipotesis yang mereka buat dengan pertanyaan yang terbatas pada jawaban ya atau tidak. Tahap ketiga, eksperimentasi pengumpulan data. Siswa melakukan serangkaian uji coba terhadap situasi permasalahan berdasarkan pengumpulan data yang sudah diverifikasi. Eksperimentasi memiliki dua fungsi, yaitu eksplorasi dan pengujian langsung. Dalam tahap ini siswa bekerja dalam kelompok untuk melakukan percobaan tentang ciri-ciri dari masing-masing jenis tanah dan sekaligus untuk menguji hipotesis yang telah mereka buat.

Tahap keempat, mengolah dan merumuskan penjelasan. Siswa mengolah informasi yang mereka dapatkan selama pengumpulan data dan mencoba menjelaskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian atau perbedaan-perbedaan. Setelah berhasil menguji hipotesis melalui percobaan tentang ciri-ciri berbagai jenis tanah

(20)

guru untuk menganalisis proses penelitian yang sudah dilakukan agar diketahui bagian/tahapan mana yang masih sulit dilaksanakan siswa.

2. Prinsip reaksi

Peran guru dalam model Inquiry ini adalah sebagai seorang fasilitator yang terlibat langsung dalam proses kelompok dan kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai konselor akademik, yaitu saat siswa bereaksi ketika menghadapi keadaan yang menbingungkan, guru akan menguji dan memerhatikan kebiasaan alami mereka yang tercermin dalm reaksi yang

berbeda-beda. Mereka kemudian menentukan informasi yang dibutuhkan dan mengumpulkan data yang relevan. Kemudian mereka mulai mengembangkan hipotesis dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengujinya.

Tidak hanya menguji dan memperhatikan, guru juga harus membimbing siswa dalam metode pengumpulan data dan analisis, membantu siswa membingkai hipotesis yang dapat diuji. Ketika pembelajaran berlangsung, khususnya pada saat siswa melakukan percobaan dalam kelompok, guru mempunyai peran untuk membimbing mereka bekerja dalam kelompok, misalnya mendekati dan mengarahkan kelompok yang tidak dapat membuat hipotesis maupun tidak dapat bekerja sama karena mereka bingung dengan tugas yang harus diselesaikan. Hal terpenting sebelum meminta siswa bekerja dalam kelompok adalah guru terlebih dahulu harus menjelaskan langkah kerja dalam kegiatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi ciri-ciri berbagai jenis tanah. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa secara keseluruhan memahami proses-proses yang harus dilakukan.

3. Sistem sosial

Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah suasana kooperatif yang penuh dengan tanggung jawab yang dilandasi oleh sikap saling menghargai

(21)

4. Daya dukung

Sistem pendukung dalam model Inquiry ini harus ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat pembelajaran berlangsung. Misalnya dalam pembelajaran IPA tentang jenis-jenis tanah dibutuhkan berbagai alat dan bahan yang akan mendukung proses pembelajaran seperti berbagai jenis tanah (tanah liat, berkapur, humus dan berpasir). Selain contoh konkret dari benda asli,

guru juga dapat menambahkan media gambar mengenai komposisi penyusun jenis tanah.

5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA dengan materi jenis-jenis tanah melalui model Inquiry adalah kemampuan mengidentifikasi komposisi peyusun tanah, kemampuan menyebutkan jenis-jenis tanah, kemampuan mencirikan jenis-jenis tanah, kemampuan membedakan ciri-ciri dari masing-masing jenis tanah, dan kemampuan memberi contoh kegunaan dari berbagai jenis tanah.

(22)

Gambar 2

Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Inquiry Model

Inquiry

Kemampuan

mengidentifikasi komposisi penyusun tanah

Kemampuan menyebutkan jenis-jenis tanah

Kemampuan mencirikan jenis-jenis tanah

Kemampuan membedakan ciri-ciri dari masing-masing jenis tanah

Kemampuan memberi contoh kegunaan dari berbagai jenis tanah Kritis

Tanggung jawab

Mandiri

Kerja sama

Komunikatif

Disiplin

Keterangan

(23)

2.1.6 Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Perlakuan Model Group Investigation dan Inquiry

Pembelajaran dengan menggunakan model Group Investigation dan Inquiry adalah serangkaian aktivitas belajar dengan model Group Investigation dan Inquiry yang sudah direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model Group Investigation dan Inquiry sebagai berikut.

Tabel 1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Group Investigation

Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Siswa

1. Guru menyajikan suatu permasalahan melalui penayangan gambar/percobaan

1. Penyajian masalah/situasi rumit 1. Siswa memperhatikan apa yang

dilakukan oleh guru sehingga timbul rasa ingin tahu mengenai masalah yang disajikan (timbul rasa ketertarikan) 2. Guru memancing siswa untuk bertanya

mengenai masalah yang disajikan berdasarkan keingintahuan mereka

2. Eksplorasi reaksi 2. Siswa menggali pengetahuannya dengan bertanya tentang masalah yang disajikan guru berdasarkan rasa keingintahuannya 3. Guru menuliskan daftar pertanyaan dari

siswa di papan tulis

4. Guru tidak menjawab langsung pertanyaan siswa terkait masalah yang disajikan, tetapi mengarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu sendiri jawabannya

3. Perumusan tugas 3. Siswa mengemukakan pendapatnya melalui pertanyaan yang bervariasi dengan arahan guru

4. Siswa mengamati berbagai pertanyaan dari teman-temannya yang ditulis guru dipapan tulis

(24)

Kegiatan Guru Tahap Pelaksanaan Kegiatan Siswa 5. Guru memberi kebebasan siswa untuk

membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang anggota dan menentukan masalah mana yang ingin dipecahkan oleh masing-masing kelompok.

6. Guru bertugas sebagai fasilitator apabila ada kelompok yang membutuhkan bimbingan

4. Kemandirian dan kelompok belajar

6. Siswa membentuk kelompok sesuai minatnya masing-masing dan membagi peran berdasarkan tugas yang didapat. 7. Siswa bekerja dalam kelompok

masing-masing dan dapat bertanya kepada guru apabila ada hal-hal yang belum jelas dalam tugasnya.

7. Guru membimbing siswa dalam kelompok untuk mempresentasikan hasil investigasinya terhadap

tugas/masalah yang didapatkan 8. Guru memberikan evaluasi terhadap

hasil investigasi masing-masing

kelompok dan meluruskan jawaban bila ada yang kurang tepat serta memberikan apresiasi terhadap hasil kerja mereka

5. Analisis perkembangan dan proses

8. Masing-masing kelompok maju untuk mempresentasikan hasil investigasinya dan meminta tanggapan dari kelompok lain. 9. Siswa dengan bimbingan guru

menyimpulkan inti dari investigasi mereka

9. Guru memberikan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan, apabila ada masalah baru yang muncul, dapat dilakukan investigasi pada pertemuan selanjutnya

(25)

Tabel 2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Inquiry

Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Siswa

1. Guru menyajikan suatu permasalahan dalam bentuk cerita/percobaan/penayangan video.

1. Orientasi masalah 1. Siswa memperhatikan permasalahan yang disajikan guru

2. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota 4-5 orang tiap kelompok 3. Guru memberi kesempatan siswa dalam

kelompok untuk mengajukan pertanyaan berdasarkan masalah yang disajikan dengan batasan pertanyaan yang diajukan hanya dapat dijawab dengan kata ya atau tidak

2. Verifikasi pengumpulan data 2. Siswa berkelompok dengan anggota 4-5 orang tiap kelompoknya

3. Berdasarkan masalah yang disajikan diharapkan siswa tertarik dan bertanya mengenai hal-hal terkait, dengan catatan bentuk pertanyaan yang diajukan dapat dijawab dengan kata ya atau tidak 4. Guru mendorong siswa untuk menguji

cobakan data/informasi yang mereka peroleh

3. Eksperimentasi pengumpulan data 4. Siswa bersama kelompoknya menguji data/informasi yang diperoleh, dapat dilakukan dengan cara mencoba langsung atau studi pustaka

5. Guru membimbing siswa untuk mengolah hasil dari pengumpulan data menjadi laporan hasil penelitian sederhana

4. Pengolahan dan perumusan penjelasan

5. Siswa bekerja dalam kelompok mengolah data yang mereka peroleh dan menuliskannya dalam bentuk laporan sederhana

6. Guru membimbing siswa untuk menyampaikan hasil laporan

7. Guru membimbing siswa menganalisis proses penelitian yang sudah dilakukan agar dapat diketahui bagian mana dari proses yang belum terlaksana dengan baik.

5. Analisis proses penelitian 6. Perwakilan kelompok menyampaikan hasil laporannya

(26)

2.1.7 Hasil Belajar

Indikator untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan pembelajaran salah satunya adalah dengan melakukan pengukuran terhadap hasil belajar. Hasil belajar

menjadi puncak dari suatu proses pembelajaran. Hasil belajar tidak hanya terbatas pada aspek kognitif tetapi dapat juga dalam aspek afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005:22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2005:22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 macam, yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Hal tersebut senada dengan Benyamin Bloom yang membagi kriteria hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotoris.

Dimyati (dalam Setyorini, 2014:9) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Winkel (dalam Setyorini, 2014:8) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang yang melakukan proses belajar sesuai bobot atau nilai yang berhasil diraihnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil/bukti keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berupa

kemampuan-kemampuan yang dimiliki dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebagian besar guru melakukan penilaian hasil belajar dari segi kognitif, yaitu melalui tes

tertulis maupun lisan, baik tes formatif maupun tes sumatif.

Keefektifan model pembelajaran Group Investigation dalam penelitian ini dapat dilihat dari ketuntasan perolehan hasil belajar IPA pada materi jenis-jenis tanah dengan menggunakan model Group Investigation dan Inquiry. Pengukuran hasil belajar tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik tes berupa tes sumatif dalam bentuk pilihan ganda.

(27)

1. Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar jika siswa tersebut telah mencapai skor 65% atau nilai 65.

2. Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika terdapat 85% siswa yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.

Jadi acuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran dilihat dari ketuntasan hasil belajar yang ditentukan oleh kriteria ketuntasan perorangan yaitu 65% atau kriteria ketuntasan klasikal yaitu 85%. Dengan kata lain dianggap tuntas perorangan bila masing-masing siswa mencapai nilai ketuntasan minimal 65 atau

tuntas secara klasikal bila terdapat 85% siswa yang tuntas dengan KKM 65.

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dilaksanakan saat ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Karnawati (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan GI. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 58,75 yang berada dalam kategori hampir cukup dengan standar deviasi 11,981. Sedangkan hasil posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model GI diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 68,85 yang berada dalam kategori lebih dari cukup dengan standar deviasi 7,659.

(28)

Penelitian yang dilakukan oleh Prih Utami (2012) menunjukkan hasil analisis data yang diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,001<0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan NHT dilihat dari hasil belajar matematika siswa yaitu kelas VIID yang diajar menggunakan model pembelajaran NHT memperoleh nilai rata-rata kelas 68,735, sedangkan kelas VIIE yang diajar menggunakan model pembelajaran GI memperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 62,076.

Penelitian yang dilakukan Sahidah, Marmi Sudarmi dan Made Rai Suci Shanti (2013) menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA dengan materi lensa cembung, yaitu dibuktikan dengan 80% siswa mendapatkan nilai >75 (aspek kognitif) dan pada aspek afektif diperoleh hasil keaktifan kelas sebesar 74,44%.

Penelitian yang dilakukan oleh Dina Maharani Arumsari (2013) menunjukkan bahwa model Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri 02 Kupen Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung. Hal ini dibuktikan dengan hasil ketuntasan belajar sebelum menggunakan model Group Investigation sebesar 36% yakni hanya 8 siswa yang tuntas dari jumlah keseluruhan sebanyak 22 siswa. Setelah diterapkan model Group Investigation pada siklus I diperoleh peningkatan sebesar 72,73% atau 16 siswa dan pada siklus II meningkat lagi sebesar 100% atau 22 siswa. Persentase ketuntasan belajar yaitu dari pra siklus 8 siswa, siklus I menjadi 16 siswa, dan siklus II menjadi 22 siswa dengan presentase 36%, 72,73%, dan menjadi 100 %. Sedangkan nilai rata kelas pada mata pelajaran IPA sebelum menggunakan model group investigation sebesar 62,86, setelah menggunakan model group investiation pada siklus I menjadi 78,40 dan siklus II 85,22.

Penelitian yang dilakukan oleh Suyono (2012) yang menunjukkan adanya

(29)

rata-rata 82,38 sedangkan siswa yang diajar tidak menggunakan metode Inquiry memperoleh nilai rata-rata 74,34.

Penelitian yang dilakukan oleh Prantalo (2012) juga menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran Inquiry terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Manggisan Kecamatan Getasan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan perolehan nilai rata-rata

posttest kelas eksperimen (diberi perlakuan model Inquiry) 82,13 dan kelas kontrol (tidak diberi perlakuan model Inquiry) 61,23.

Penelitian yang dilakukan oleh Yosi Widianto (2013) dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA dengan Menggunakan Metode Inquiry pada Siswa Kelas 4 SDN Ledok 07 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013” menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas 4 di SD tersebut, dibuktikan dengan ketuntasan hasil belajar siswa yang mencapai 54,05% dengan nilai rata-rata 66,89 pada siklus I dan meningkat pada siklus II dengan ketuntasan mencapai 80% dengan nilai rata-rata 74,59.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri

pengetahuannya sehingga dapat diterapkan di dalam kehidupannya sehari-hari. Penemuan pengetahuan sendiri oleh siswa diperoleh melalui pengalaman belajar

langsung yang dialami siswa disekolah dan lingkungan sekitarnya. Selain pengalaman belajar langsung siswa juga membutuhkan suatu teknik belajar yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam pembelajaran IPA. Konsep-konsep penting tersebut nantinya akan membantu siswa dalam menerapkan apa yang diperolehnya dari pengalaman belajar langsung ke dalam kehidupan sehari-hari.

(30)

teman satu kelompok maupun kelompok lain melalui laporan diskusi masing-masing kelompok.

Model pembelajaran Group Investigation mempunyai beberapa sintak/langkah pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Uraian manfaat dari masing-masing sintak meliputi: tahap pertama, penyajian situasi rumit. Pada tahap ini diharapkan muncul rasa ketertarikan/keingintahuan dari siswa sehingga mereka bersemangat untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Tahap kedua,

eksplorasi reaksi. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengeksplorasi pengetahuaannya melalui kesempatan bertanya kepada guru dengan jawaban yang mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri informasi yang ingin diperoleh.

Tahap ketiga, perumusan masalah. Dalam tahap ini diharapkan siswa mampu merumuskan sendiri masalah yang ingin dipecahkan dan mampu membagi tugas masing-masing dalam kelompoknya. Tahap keempat, Kemandirian dan kelompok belajar. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu bekerja sama secara mandiri dalam kelompoknya untuk mencari solusi pemecahan masalah yang ada. Tahap kelima, analisis perkembangan dan proses. Dalam tahap ini siswa diharapkan mampu menganalisis perkembangan belajar mereka melalui proses-proses yang sudah dilaksanakan sehingga siswa menyadari bahwa masing-masing dari mereka mempunyai kemampuan untuk menginvestigasi suatu masalah. Tahap keenam, mendaur ulang aktivitas. Tahap ini dapat dilakukan bila hasil penelitian membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Sehingga siswa dapat termotivasi untuk senantiasa melakukan penyelidikan.

Model pembelajaran Inquiry mempunyai beberapa sintak yang juga diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Uraian sintak dan manfaatnya yaitu tahap pertama, orientasi masalah. Pada tahap ini siswa

(31)

dikumpulkan, baik melalui eksplorasi maupun pengujian langsung. Tahap keempat, pengolahan dan perumusan penjelasan. Siswa diharapkan mampu mengolah data yang sudah diuji dan menuliskannya dalam bentuk laporan sederhana. Tahap kelima, analisis proses penelitian. Pada tahap ini diharapkan siswa mampu menganalisis proses penelitian yang sudah dilakukan sehingga dapat diketahui bagian penelitian mana yang belum dilaksanakan dengan baik.

Berdasarkan sintak model pembelajaran Group Investigation dan Inquiry tersebut, secara umum diharapkan siswa memiliki semangat secara mandiri untuk

menyelidiki suatu masalah dengan tujuan memperoleh solusi pemecahan masalah yang ada. Oleh karena siswa berpartisipasi secara aktif dalam menjalani setiap tahap/sintak dari model pembelajaran tersebut, maka pada akhirnya diharapkan siswa mampu membangun sendiri pengetahuaannya dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Muara dari penerapan model pembelajaran tersebut diharapkan dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar yang diperoleh siswa, sehingga kedua model tersebut dapat efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA.

(32)

Sintak/langkah-langkah

(33)

Sintak/langkah-langkah

Gambar 4 bagan kerangka berpikir model Inquiry

(34)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut.

H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan Inquiry pada siswa kelas V SD Gugus Maruto Bawen.

Ha: Ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam penerapan model

Gambar

Gambar 1
  Gambar 2 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran
Tabel 1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Group Investigation
Tabel 2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Inquiry
+3

Referensi

Dokumen terkait

seorang guru dapat menggunakan investigasi kelompok dalam proses pembelajaran dengan beberapa keadaan antara lain sebagai berikut: (1) bilamana guru bermaksud agar

membuat anak cepat bosan saat pembelajaran berlangsung. 2) Guru hendaknya membuat alat peraga yang dikemas. semenarik mungkin agar dapat menarik minat anak

Selanjutnya, tujuan dari penelitian ini adalah (1) mana yang mempunyai hasil belajar matematika lebih baik, model pembelajaran investigasi kelompok atau pembelajaran langsung, (2)

Uji beda pada skor hasil belajar kedua kelompok penelitian ini dilakukan dengan Independent Sample T Test pada SPSS 18 melalui uji t gain score kelompok eksperimen

materi yang telah disampaikan.  Guru memberikan tidak lanjut berupa tugas rumah.  Guru menutup dengan salam.. Penilaian kognitif Instrument penilaian. Menggunakan pecahan

Pada saat proses pembelajaran berlasung akan dinilai oleh observer (guru kelas) agar ada data tentang bagaimana pembelajaran berlangsung, apakah pembelajaran sudah sesuai

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dibahas pada bab IV dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model

Maka dari itu diperlukan suatu interaksi tindakan belajar yang menarik dan tindakan mengajar yang asik supaya dapat menghasilkan hasil belajar yang memuaskan supaya dapat memenuhi KKM