• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep penilaian kinerja perawat, teori Watson, action research dan kerangka teori. Adapun penjelasannya masing-masing diuraikan sebagai berikut :

2.1. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja perawat merupakan salah satu upaya manajemen rumah sakit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Ginting & Setiawan, 2012) dan merupakan suatu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat untuk mencapai tujuan organisasi (Gilles, 1996). Berikut ini akan dijelaskan konsep yang terkait dengan penilaian kinerja.

2.1.1. Defenisi Penilaian Kinerja

(2)

2.1.2. Pengembangan dan Penggunaan Standar untuk Penilaian Kinerja Analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan merupakan sumber penting bagi standar-standar untuk evaluasi kinerja.

a. Standar Kinerja

Menurut Swansburg (2000), standar kinerja diturunkan dari analisa kinerja, deskripsi kinerja, dan evaluasi kinerja serta dokumen-dokumen lainnya yang menjelaskan mengenai aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif dari kinerja. Standar-standar tersebut dikukuhkan secara autoritas, yang pada dasarnya menjadi substansi dimana standar tersebut digunakan. Standar-standar ini harus berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang terkait serta cukup bernuansa praktis untuk diterapkan. Seperti Standards for Organized Nursing Service and Responsibilities of Nurses Administration Across All Settings dari ANA

(3)

ketetapan atas standarisasi penetapan objektivitas untuk penilaian (Behrend et al, 1986 dalam Huber, 1996).

Di Indonesia standar praktik keperawatan mengacu pada Standar Praktik Keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2005. Adapun standar praktik keperawatan profesional menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) 2005 adalah :

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan 2. Standar II: Diagnosis Keperawatan 3. Standar III: Perencanaan Keperawatan 4. Standar IV: Implentasi Keperawatan 5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

(4)

keperawatan (Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonersia, 2007).

Format Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang mengacu pada (RMCS) pada setiap unit memuat unsur-unsur sebagai berikut : 1. Kode Unit

Kode unit diisi dan ditetapkan dengan mengacu pada format kodifikasi SKKNI.

2. Judul Unit

Mendefenisikan tugas/pekerjaan suatu unit kompetensi yang menggambarkan sebagian atau keseluruhan standar kompetensi.

3. Deskripsi unit

Menjelaskan judul unit yang mendeskripsikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam mencapai standar kompetensi.

4. Elemen Kompetensi

Mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai kompetensi berupa pernyataan yang menunjukkan komponen-komponen pendukung unit kompetensi sasaran apa yang harus dicapai.

5. Kriteria Unjuk Kerja

(5)

6. Batasan Variabel

Ruang lingkup, situasi dan kondisi dimana kriteria untuk kerja diterapkan. Mendefenisikan situasi dari unit dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan, termasuk peraturan dan produk atau jasa yang dihasilkan.

7. Panduan Penilaian

Membantu menginterprestasikan dan menilai unit dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan, untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat keterampilan yang digambarkan dalam kriteria untuk kerja, yang meliputi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu, ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya dilakukan, aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

8. Kompetensi Kunci

(6)

SKKNI sektor jasa kesehatan sub sektor bidang keperawatan dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu Kelompok Unit Kompetensi Perawat Generik (PG) dan Perawat Vokasi (VK). Setiap masing-masing kelompok memiliki daftar unit kompetensi kelompok.

b. Analisis Pekerjaan

Analisis pekerjaan dapat mengidentifikasi, mencirikan, mengatur, memperagakan tugas-tugas, pekerjaan dan tanggung jawab secara aktual yang ditampilkan oleh para pelaku dalam tugas yang diberikan. Selain itu analisis pekerjaan dapat menunjukan ketumpang tindihan pekerjaan sehingga pekerjaan dapat dimodifikasi.

Edwards dan Sproull ( 1998 dalam Swansburg, 2000) menyatakan bahwa manajemen dan pegawai dapat mengembangkan dimensi-dimensi kinerja objektif yang menjadi suatu hal yang dibutuhkan untuk terlaksananya penilaian kinerja yang efektif. Dimensi-dimensi ini dikembangkan dari analisis pekerjaan. Kriteria kinerja yang diperlukan harus: 1) Dapat diukur melalui pengamatan prilaku pekerjaan, 2) Terdefenisi secara jelas, dan 3) Berhubungan dengan pekerjaan.

c. Deskripsi Pekerjaan

(7)

Deskripsi pekerjaan digunakan dengan banyak tujuan yaitu: 1) Untuk membuat landasan-landasan rasional bagi struktur gaji. 2) Untuk mengklarifikasi hubungan antara pekerjaan sehingga dapat menghindari tumpang tindih dan kesenjangan dalam hal tanggung jawab. 3) Membantu karyawan menganalisa tugas-tugasnya sehingga mereka memiliki pengertian yang lebih mendalam mengenai pekerjaan mereka. 4) Membantu mendefenisikan struktur organisasi dan mendukung atau menunjukan bukti untuk revisi. 5) Menugaskan kembali dan memastikan fungsi dan tanggung jawab dalam keseluruhan lembaga. 6) Mengevaluasi kinerja pekerjaan. 7) Mengorientasikan karyawan baru pada pekerjaan. 8) Membantu dalam menyewa dan menempatkan karyawan. 9) Membuat jalur promosi dalam departemen. 10) Mengidentifikasi kebutuhan perlatihan. 11) Meninjau secara jelas tentang adanya praktik keperawatan dalam lembaga. 12) Mempertahankan kesinambungan semua pelaksanaan dalam pergantian lingkungan kerja. 13) Memperbaiki alur kerja. 14) Memberikan data sebagai saluran yang tepat dari komunikasi. 15) Mengembangkan spesifik perkerjaan. 16) Bertindak sebagai dasar untuk perencanaan tingkat pengaturan staf.

d. Evaluasi Pekerjaan

Evaluasi pekerjaan merupakan suatu proses yang mengukur jumlah pasti dari elemen-elemen dasar yang ditemukan dalam pekerjaan.

(8)

2.1.3. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan alat manajemen yang mampu memfasilitasi tingkatan-tingkatan kinerja dalam rangka mencapai tujuan objektif dan misi dari perusahaan. Penilaian kinerja dapat digunakan untuk memastikan keputusan penarikan tenaga kerja. Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk melengkapi rencana tindakan dalam waktu yang telah ditetapkan. Fokus terhadap suatu rencana tindakan merupakan suatu yang penting dimana perawat dapat mengenal kelemahan dan kekuatannya untuk kesiapan karir mereka dimasa depan (Swansburg, 2000).

2.1.4. Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memiliki hasil yang positif. Dimana hal ini dapat dijadikan dasar dalam membentuk tujuan organisasi. Penilaian kinerja bisa dan seharusnya: 1) Memperbaiki kinerja. 2) Memperbaiki komunikasi. 3) Memperkuat prilaku positif. 4) Menjadi suatu metode untuk mengkoreksi komunikasi negatif atas pegawai atau prilaku yang kurang optimal. 5) menyediakan dasar imbalan yang juga sebagai dasar motivasi. 6) Sebagai dasar pemberhentian kerja jika dibutuhkan. 7) Mengenal kebutuhan belajar dan pengembangan personal (Huber, 1996).

(9)

Menurut Sashkin (1982 dalam Huber, 1996) ada 10 penelitian yang berhubungan dengan prinsip dasar bagi penilaian kinerja yaitu: 1) Manajer membutuhkan imbalan untuk mengembangkan pegawai. 2) Manajer membutuhkan keterampilan dan latihan untuk menggunakan alat penilaian kinerja yang efektif. 3) Deskripsi kerja perlu dikaitan dengan mekanisme penilaian. 4) Pemilik yang terlibat dalam proses penilaian diharapkan tetap bekerja dengan baik dan lebih memuaskan. 5) Hubungan yang saling menguntungkan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja pegawai. 6) Fokus penyelesaian masalah untuk menetralkan pertahanan pencegahan prilaku. 7) Konsultasi tersendiri atau pengembangan penilaian dari penilaian administrasi mengizinkan diskusi yang lebih dan penyelesaian masalah. Marquis dan Huston (2010) menyatakan kosultasi harus sering dilakukan. Manajer harus konsultasi ketika ada keraguan tentang bias personal dan pada situasi lainnya. Manajer yang berpengalaman perlu kosultasi dengan orang lain ketika pegawainya mengalami kesulitan besar dalam memenuhi pekerjaan mereka. 8) Kertas kerja atau dukungan administrasi sebagai bukti dalam proses penilaian kinerja perlu disesuaikan dengan tujuan organisasi. 9) Proses penilaian kinerja harus sesuai dengan harapan yang spesifik dari kerja. 10) Sistem penilaian kinerja perlu membangkitkan nilai kegunaan dan sebagai jalan informasi bagi keputusan administrasi.

2.1.5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Kinerja

(10)

penilaian tersebut berdasarkan pada deskripsi pekerjaan mereka, bukan pada persetujuan manajer atas pekerjaan mereka, pegawai akan cendrung melihat penilaian sebagai hal yang relevan.

(11)

2.1.6. Proses Penilaian Kinerja

Proses penilaian kinerja terdiri atas kegiatan informal dan formal. Proses informal termasuk didalamnya supervisi hari ke hari atau pertemuan sekedarnya. Penilaian merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan untuk orang-orang yang berada dalam suatu organisasi, yang digambarkan sebagai sebuah tempat antara persepsi dan monitoring (Haas, 1992 dalam Huber, 1996). Penilaian merupakan suatu alat manajemen yang harus tetap berjalan, kolaborasi dengan bertatap muka langsung dan berpengaruh kepada perbaikan keterampilan dan kinerja. Sedangkan penilaian kinerja formal seharusnya memiliki bukti tulisan dokumentasi dan dokumentasi wawancara formal penilaian kinerja sebaiknya terus dipantau.

Menurut Marquis dan Huston (2010) opini dan keputusan manejer digunakan untuk pengambilan keputusan yang sangat penting dan berdampak luas pada kehidupan kerja pegawai, keputusan itu harus ditentukan dengan cara yang objektif, sistematis dan formal. Penggunan sistem formal peninjauan kinerja juga dapat mengurangi subjektivitas penilaian.

(12)

kinerja. Diskusi yang bersifat membangun ini merupakan hal yang dianjurkan untuk semua pelayanan kesehatan karena melalui diskusi maka akan tercipta komunikasi yang baik dan kemampuan untuk dapat saling mendengar (Vasset, Marnburg dan Furuness, 2010).

Pendidikan dan pengalaman merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan individu perawat, karena perawat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap penilaian kinerja akan memiliki motivasi kerja yang tinggi (Vanetzian dan Higgins, 1990). Motivasi kerja perawat juga berasal dari adanya umpan balik yang tepat, tujuan yang jelas, dan pelatihan yang sesuai bagi perawat (Vasset, Marnburg dan Furunes, 2011).

2.1.7. Sumber Penilaian Kinerja

(13)

Sumber penilaian kinerja berdasarkan penilaian diri sendiri yaitu penilaian yang dilakukan dari pegawai sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya dirinya sendiri, sehingga dapat merancang perbaikan terhadap aspek-aspek kinerja yang perlu diperbaiki (Rivai & Basri, 2005). Penilaian rekan sejawat merupakan penilaian kinerja yang dilakukan oleh rekan sejawat. Penilaian manajer belum sempurna, kecuali ada beberapa data tinjauan rekan sejawat yang dikumpulkan, jika diimplementasikan secara tepat, dapat memberikan umpan balik yang berharga bagi perawat (Marquis & Huston, 2003).

2.1.8. Alat Ukur Penilaian Kinerja

Ada berbagai macam alat ukur yang digunakan sebagai pedoman untuk menilai kinerja perawat. Menurut Henderson (1984 dalam Gilles, 1996) pada umumnya alat ukur yang digunakan untuk menilai kinerja perawat ada lima macam, yaitu : 1) Laporan bebas. 2) Pengurutan yang sederhana. 3) Checklist.

(14)

kompetensi yang fokusnya mengacu kepada konsumen dan kesadaran terhadap biaya sehingga lebih mudah untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik.

Marquis dan Huston (2003) menyebutkan beberapa alat penilaian yang biasa digunakan dalam organsasi layanan kesehatan yaitu: 1) Ciri skala peringkat, merupakan metode mengurutkan peringkat seseorang berdasarkan standar yang telah disusun, yang mungkin terdiri atas diskripsi pekerjaan, prilaku yang diinginkan, atau sifat personal. Skala peringkat mungkin merupakan metode penilaian yang paling banyak digunakan pada berbagai metode penilaian yang tersedia. 2) Skala dimensi pekerjaan, tehnik ini mengharuskan skala peringkat disusun untuk setiap klasifikasi pekerjaan. Faktor peringkat diambil dari konteks deskripsi pekerjaan tertulis. Meskipun memiliki beberapa kelemahan yang sama seperti skala sifat, skala dimensi kerja berfokus pada syarat kerja daripada istilah ambigu seperti “kuantitas kerja”. 3) Skala peringkat berdasarkan prilaku

Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS) yaitu suatu tehnik yang mensyaratkan bentuk tehnik terpisah dibentuk untuk setiap klasifikasi kerja. 4) Daftar tilik.

(15)

2.1.9. Dokumentasi Penilaian Kinerja

Penyimpanan catatan yang akurat juga merupakan bagian yang sangat penting untuk memastikan keakuratan dan keadilan suatu penilaian kinerja. Informasi mengenai kinerja bawahan (baik negatif maupun positif) harus ditulis dan tidak hanya disimpan dalam ingatan saja. Manajer harus memiliki kebiasaan menyimpan catatan tentang observasi, komentar orang lain, dan peninjauan ulang grafik serta rencana asuhan keperawatan secara periodik (MacMurray, 1993 dalam Marquis & Huston, 2010).

Catatan dan informasi tentang kinerja perawat merupakan data yang dimiliki oleh seorang manajer keperawatan. Data-data ini harus dikumpulkan dengan tepat, sistematis dan teratur. Tidak hanya harus menggunakan berbagai sumber dalam mengumpulkan data tentang kinerja perawat, tetapi data yang diperlukan juga perlu mencerminkan keseluruhan periode waktu penilaian.

(16)

2.1.10. Masalah pada sistem penilaian kinerja

Sistem penilaian kinerja terbagi atas input (pelaku penilaian, alat penilaian), proses penilaian, dan output (dokumentasi hasil penilaian). Pada penerapannya, ada berbagai masalah yang muncul baik dari segi input, proses dan

output. Menurut Nikpeyma, N., et al, 2013 menyatakan bahwa masalah pada sistem penilaian kinerja perawat adalah masalah pada konteks penilaian kinerja, masalah pada struktur penilaian kinerja, masalah pada proses penilaian kinerja dan masalah pada hasil penilaian kinerja.

Masalah pada sistem penilaian kinerja perawat yaitu : 1. Masalah pada konteks penilaian kinerja

Masalah pada konteks penilaian kinerja terjadi dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara standar kinerja perawat dengan tugas perawat, kurangnya motivasi diantara perawat dan kontek organisasi yang kurang.

2. Masalah pada struktur penilaian kinerja

Masalah yang terjadi pada struktur penilaian kinerja dikarenakan oleh penilaian yang subjektif, kurang tegasnya organisasi dalam penekanan atas hukum dan aturan yang berlaku dan adanya kesenjangan antara teori dan praktek yang dilakukan.

3. Masalah pada proses penilaian

(17)

4. Masalah pada hasil penilaian

Masalah yang muncul pada hasil dari penilaian kinerja adalah kurangnya pemberian insentif atas kinerja dan ketidakakuratan dalam melakukan umpan balik.

(Nikpeyma, N., et al, 2013)

2.1.11. Hambatan dalam Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan kegiatan yang syarat dengan sosial emosional, yaitu evaluasi terhadap kontribusi seseorang terhadap perusahaan karena sinyal-sinyal yang diterima seseorang mengenai hasil penilaian kinerja ini dapat mempengaruhi harga diri (self-esteem) dan bentuk kinerja untuk masa yang akan datang. Dari hasil evaluasi kinerja, setiap orang memiliki keinginan memberikan dan memperoleh umpan balik. Dalam banyak hal hasil penilaian kinerja ini sangat tidak memuaskan. Hasil penilaian kinerja yang tidak baik ini disebabkan oleh banyak faktor dimana keseluruhan faktor tersebut dapat dikatakan sebagai hambatan.

Hambatan dalam penilaian kinerja menurut Rivai dan Basri (2006) yaitu : a. Hambatan Hukum

(18)

b. Hambatan Norma Sosial

Hasil evaluasi kinerja yang diperoleh dengan cara-cara yang baik adalah yang memenuhi syarat-syarat evaluasi, karena hal ini akan memberikan kekuatan yang sah bagi unsur-unsur SDM yang terlibat didalamnya sehingga hasil tersebut bisa menjadi ukuran untuk kelanjutan karir seseorang dalam hal memperoleh penghargaan, promosi, memperoleh jabatan baru atau bahkan sampai pemecatan. Namun untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik bukanlah hal yang mudah karena adanya norma sosial yaitu berupa anggapan yang menyatakan bahwa masih banyak orang yang lebih tua enggan dinilai oleh orang yang lebih muda, orang yang mempunyai jabatan yang lebih tinggi tidak suka kalau bawahannya memberikan evaluasi, dan lain-lain.

Hambatan norma sosial dapat diubah sesuai dengan kebutuhan, misalnya melalui perubahan budaya. Dimana kita harus mampu meletakkan posisi SDM, dalam evaluasi kinerja. Menyesuaikan diri pada keadaan yang menuntut dan meminta adanya perubahan serta memposisikan perusahaan yang berorientasi kemasa depan.

c. Hambatan Pribadi

(19)

d. Bias Penilaian

Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif merupakan peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah: 1)

Hallo Effect (Kesan Pertama) yaitu bias yang terjadi karena penilai (evaluator) memberikan penilaian berdasarkan pada kesan pertama ketika penilai mengenal atau mengetahui objek Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan dievaluasi. Patokan penilai lebih dikenakan pada kesan pertama yang bisa disebabkan karena secara psikologis setiap orang dalam penampilan pertamanya akan berusaha tampil mengungguli yang lain dalam segala hal. Oleh karena itu, bila penilaian kinerja ini dilakukan hanya atas kesan pertama pasti hasilnya bias. Padahal seharusnya evaluasi kinerja adalah hasil dari penilaian yang kumulatif berdasarkan waktu dan jangan sekali-sekali hanya didasari pada penampilan yang sesaat saja. 2) Error of Central Tendency (Kesalahan Akibat Kecendrungan Menilai di Tengah) yaitu penilaian yang dilakukan dengan asumsi berdasarkan pada rata-rata kinerja. Setiap pegawai dianggap memiliki nilai yang sama dalam kinerjanya. Untuk menghindari bias ini, penilai sebetulnya dapat melakukan proses penilaian dengan cara memperbanyak kriteria yang dimasukkan untuk penilaian. Kriteria ini bisa saja dimunculkan pada job description dengan penugasan pada job spesification yang jelas untuk individu yang berkesesuaian. 3)

(20)

dapat dengan mudah terpenuhi oleh semua individu untuk semua tingkatan manajemen suatu perusahaan. 4) Friendly (Kedekatan Hubungan) yaitu bias yang terjadi ketika pegawai dalam bekerja dihadapkan pada masalah sulit yang memerlukan pemecahan secara keilmuan, pegawai tersebut ada kecendrungan lebih mempercayai teman almamater yang sama untuk memecahkan masalah tersebut meskipun saja ada pegawai lain dalam perusahaan ini lebih kompeten. 5)

(21)

digunakan dalam mengevaluasi pegawai-pegawai. Di sini perlu adanya kesatuan persepsi dan pandangan terhadap makna butir-butir penilaian yang terdapat dalam formulir penilaian. Disini dituntut untuk membuat standar yang jelas sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 9) Recency Effect yaitu bias yang terjadi karena penilai berdasarkan pada kesan yang sesaat, yakni kesan yang sekarang. Kesan sekarang akan digunakan sebagai standar penilaian yang sama untuk waktu yang telah lalu maupun waktu yang akan datang.

2.1.12. Dampak Penilaian Kinerja

Sistem penilaian kinerja memiliki dampak bagi penilai, personel yang dinilai dan organisasi. Hal ini terjadi karena tidak ada sistem penilaian kinerja yang dapat dilakukan dengan sempurna. Dampak penilaian kinerja perawat terdiri atas dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif dari penilaian kinerja yaitu meningkatnya motivasi kerja perawat. Hal ini disebabkan adanya komunikasi efektif, umpan balik positif, pengaturan tujuan, dan pelatihan memiliki efek yang signifikan atas motivasi kerja perawat (Vasset, Marnburg dan Furunes, 2011; Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, dan Majd, 2013). Penilaian kinerja dapat meningkatkan kompetensi perawat (Kalb et al, 2006), meningkatkan disiplin, bertanggung jawab, kemampuan bekerja sama (Goncalves, Lima, Crisitano, dan Hashimoto, 2007), pengembangan organisasi (Redshaw, 2008), dan meningkatkan rasa percaya diri (Murie, Wilson, dan Cerinus, 2009).

(22)

oleh perawat. Pada umumnya ketidakadilan yang dialami oleh perawat kebanyakan berasal dari prosedur dalam pelaksanaan penilaian kinerja, penetapan atas intensif, pelatihan dan pendidikan bagi perawat yang kinerjanya baik (Clarck, Harcourt dan Flynn, 2013). Ada tiga komponen yang berhubungan dengan rasa ketidakadilan dalam penilaian kerja yang dialami perawat, pertama ketidakadilan secara prosedur seperti pemberitahuan yang tidak adekuat, tidak mendengarkan dengan jelas, frekuensi penilaian yang tidak teratur, personel yang merasa diadili. Kedua, ketidakadilan dalam berinteraksi meliputi adanya penghinaan, kecurangan, pelanggaran privasi dan tidak ada rasa hormat. Ketiga adalah ketidakadilan dalam pendistribusian hasil dari penilaian kinerja (Vasset, Marnburg dan Furunes, 2011). 2.2. Helping-Trust Realtionship Teori Caring Jean Watson

Membina helping-trust realtionship merupakan pengembangan dari salah satu faktor carative. Karena helping-trust realtionship dekat hubungannya kepada pernyataan penerimaan atas perasaan positif dan negatif seseorang. Kualitas hubungan seseorang dengan orang lain merupakan suatu elemen yang sangat berarti dalam menentukan keefektifan pertolongan. Keperawatan sebagai ilmu

(23)

Elemen dasar dari pelayanan yang berkualitas tinggi adalah pengembangan dari kualitas hubungan yang saling percaya dan membantu. Untuk mengembangkan suatu hubungan, pertama harus mengetahui orang lain, hal ini termasuk mengetahui diri mereka, cara pandang mereka terhadap dunia dan ruang kehidupan mereka.

Pengembangan atas hubungan saling percaya dan membantu bisa tumbuh secara berangsur-asur apabila hubungan saling percaya tersebut merupakan suatu proses sikap yang pasti dimiliki oleh perawat. Untuk mengembangkan helping-trust relationship pada diri perawat, maka beberapa hal yang harus dilakukan perawat adalah Congruence, Empathy, Non possessive warmth, Effective Communication (Watson,1979).

a. Congruence

Congruence merujuk kepada keberadaan perawat berdasarkan atas apa yang mereka lihat seperti keiklasan, profesional, berkarakter kuat. Congruence

(24)

produktivitas kerja yang baik karena mereka memiliki kemampuan untuk pindah dari harapan terhadap kekakuan peran (Alligood & Tomey, 2006).

b. Emphaty

Empati merujuk kepada bagaimana perawat merasakan pengalaman yang dirasakan oleh orang lain dan mengomunikasikan kepada orang lain bahwa hal itu penting untuk dimengerti. Kemampuan perawat untuk merespon perasaaan orang lain merupakan pondasi dari sikap empati. Jika perawat mampu untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain maka hubungan emosi antara perawat dan pasien terbina dengan baik. Perawat yang mampu merasakan hal yang sama dengan orang lain namun tidak berarti membuat mereka bisa mengadili dan merasa terintimidasi atas sikap mereka tersebut.

c. Nonpossessive Warmth

Nonpossessive Warmth adalah kondisi interpersonal dalam suatu helping-trust relationship yang sama dengan congruennce dan empathy, yang gunanya untuk menumbuhkan diri orang lain. Perawat yang merawat secara efektif mampu membuat ketidakadaannya rasa terancam, aman, kepercayaan, suasana aman melalui penerimaan, penghargaan yang positif, nilai kasih sayang atau

(25)

Walaupun suatu hubungan kehangatan tidak merupakan suatu yang efektif dalam helping relationship, kehangatan melihat suatu dorongan pengembangan dari kondisi lainnya atas rasa empati dan keiklasan. Kehangatan dapat dilakukan dengan berkomunikasi secara luas dan beragam seperti gesture, postur tubuh, nada suara, sentuhan dan ekspresi wajah. Kehangatan merupakan pesan non verbal yang penting dan sikap yang memberikan dampak positif.

Beberapa atribut yang penting dari kehangatan non verbal adalah menjaga kontak mata selama berinteraksi, menggunakan volume yang sedang ketika berbicara, santai, menghadap keorang yang berbicara, memiliki postur yang lebih terbuka daripada tertutup kepada orang lain (Alligood & Tomey, 2006). d. Komunikasi yang efektif

Perawat yang ingin berkomunikasi dengan efektif dalam membangun

helping-trust relationship harus bener-benar berespon ke semua model prilaku orang lain sehingga dapat mempengaruhi orang lain. Komunikasi yang efektif terdiri atas banyaknya respon kognitif verbal, juga termasuk prilaku non verbal dan respon afektif. Orang menerima dan memberi pesan melalui 3 proses yaitu kognitif, affektif dan prilaku. Melalui tiga proses ini orang bisa berhubungan dengan prilaku diri mereka sendiri.

Ada tiga dasar komunikasi yang bisa memahami orang lain yaitu :

1. Level somatik yaitu meliputi nafas, tekanan nadi, dan keseluruhan fisik dan mencakup biospsikologika.

(26)

3. Level bahasa yang merujuk pada kata-kata dan pengertian mereka. Ada 2 macam bahasa komunikasi yaitu : 1. Komunikasi denotatif yaitu berkata yang tegas yang sesuai dengan maksud. 2. Komunikasi konotatif yaitu berbicara secara lengkap, mengasosiasikan ide, perasaan, mensimbolkan respon yang disampaikan

Komunikasi efektif dalam suatu hubungan, perawat harus mengenal dan menilai fakta bahwa komunikasi non verbal adalah ekspresi yang akurat untuk mewakili perasaan dari komunikasi verbal. Hal tersebut merupakan suatu yang mungkin terjadi karena seseorang memiliki kontrol lebih pada pesan non verbalnya yang dibagikan secara tak sadar dan sering dengan menggunakan gaya tubuh dan pergerakan tubuh lainnya. Prinsip komunikasi penting lainnya yaitu perawat harus berusaha untuk memahami maksud orang lain atas prilaku dan perasaan orang lain. Pesan yang diberi dan diterima secara akurat menunjukan komunikasi berjalan dengan baik.

Seleksi instrumen untuk caring yang digunakan dalam penelitian merupakan suatu tugas yang kompleks. Banyak faktor yang membutuhkan pertimbangan dalam proses pembuatan keputusan, seperti konsep instrumen dari defenisi caring, reability dan validity, lama waktu administrasi, kemampuan membaca dan pondasi konsep (Beck, 1999). Kebanyakan instrumen untuk menilai

(27)

caring perawat. Alat ini dirancang untuk merefleksikan persepsi staf perawat atas manejer mereka dalam meneliti administrasi keperawatan.

2.3. Action Research

2.3.1 Kosep Action Research

Action research adalah sebuah nama yang menjelaskan adanya bentuk patisipasi dari suatu tindakan. Peneliti dan partisipan berkolaborasi dalam mendefenisikan suatu masalah, menseleksi metode riset, menganalisa data dan memutuskan untuk menggunakan penemuan yang ditentukan.

Tujuan dari action research adalah tidak hanya menghasilkan pengetahuan tetapi tindakan atas kesadaran yang muncul dengan baik. Peneliti berusaha untuk memberdayakan orang melalui proses kontruksi dan penggunaan pengetahuan.

(28)

kreatifitas mereka dalam menyelidiki hidup mereka, mengatakan cerita mereka, dan mengenal kekuatan mereka (Polit & Beck, 2012).

Action research telah digunakan dalam keperawatan dalam berbagai cara, bertindak sebagai fasilitator perubahan di rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, dan dukungan emosional. Peneliti meletakan fakta-fakta yang menekan pada kebutuhan akan sumber dukungan bagi perawat dan mencoba untuk mengenalkan perubahan di lingkungan kerja mereka serta melihat action research sebagai suatu yang berarti bagi perawat agar bisa mengambil kembali wewenang untuk mengklarifikasi peran mereka dan menetapkan kondisi yang membutuhkan kinerja tugas yang efektif oleh mereka sendiri dan orang lain (Towell & Harries, 1979 dalamWebb, 1989).

2.3.2 Ciri-ciri Action Research

a. Action research merupakan sebuah proses sosial yaitu suatu proses yang ditempuh dalam penelitian yang disetting ketika manusia baik secara individu dan kolektif berusaha memahami bagaimana diri mereka dibentuk dan dibentuk ulang kembali sebagai individu-individu yang saling berhubungan satu sama lain.

b. Action research berciri participatoris dalam pengertian bahwa manusia hanya dapat melakukan penelitian tindakan terhadap dirinya sendiri secara individu maupun kolektif.

(29)

d. Action research berciri emansipatoris yaitu bertujuan untuk membantu manusia agar pulih dan melepaskan diri mereka dari tekanan-tekanan struktur sosial yang irasional, tidak produktif, tidak adil dan tidak memuaskan yang membatasi perkembangan diri dan kemandirian diri.

e. Action research berciri kritis yaitu bertujuan untuk membantu manusia agar pulih dan melepaskan diri sendiri dari hambatan-hambatan yang melekat dengan media sosial yang menjadi wahana interaksi mereka.

f. Action research berciri recursif (refleksif dan dialektis) yaitu bertujuan untuk membantu manusia dalam mengkaji realita agar mampu merubahnya.

g. Action research bertujuan untuk mengubah teori dan praktik. Action research

tidak mementingkan salah satu dalam hubungan antara teori dengan praktik, karena tujuannya adalah untuk mengartikulasikan dan mengembangkan keduanya dalam hubungan satu sama lain di penalaran kritis tentang teori dan praktik berserta konsekuensi keduanya (Lincoln & Denzin, 2009).

2.3.3 Proses action research terdiri atas beberapa tahap, yaitu :

Secara umum action research dipandang sebagai sebuah spiral siklus

(30)

berinteraksi sehingga menjadi wadah untuk mewujudkan rasionalitas dan demokrasi. Action research merupakan suatu proses pembelajaran yang hasilnya berupa perubahan nyata dalam bentuk tindakan manusia, cara mereka berinteraksi dengan orang lain, memiliki tujuan dan nilai serta wacana yang menjadi tempat mereka untuk dapat saling memahami dan menafsirkan (Lincoln & Denzin, 2009). Adapun proses action research adalah :

a. Reconnaissance

Dasar dalam merencanakan langkah awal sebelum melakukan tindakan pertama sekali adalah pemeriksaan atau peninjuan (Reconnaissance). Tahap ini berguna karena peneliti harus memiliki dasar dalam merencanakan tindakan yang akan dijadikan sebagai pandangan awal atas bagaimana situasi yang dihadapi dan syarat-syarat yang perlu diperhatikan dan dipenuhi. Kegunaan fase

reconnaissance adalah untuk membantu mengorientasikan diri dalam bertindak dan mengenal sesuatu yang memungkinkan untuk merencanakan tindakan (Kemmis & McTaggart, 1988).

b. Planning (Perencanaan)

(31)

yang terlibat sehingga dapat mempersiapkan tindakan yang berguna untuk evaluasi.

c. Acting dan Observation (tindakan dan pengamatan)

Pelaksanaan dari action harus sesuai dengan yang direncanakan di tahap perencanaan. Tindakan yang dipandu oleh perencanaan menggambarkan bahwa tindakan yang dilakukan telah memiliki dasar pemikiran sebelumnya. Tetapi tindakan tidak sepenuhnya dikendalikan oleh rencana, karena hambatan dan kendala dapat muncul tiba-tiba dan tidak terduga sebagai konsekuensi dari perubahan dalam tindakan.

(32)

d. Reflection

Reflection mengulang kembali tindakan yang sudah direkam dalam observasi. Hal yang dicari pada tahap refleksi adalah pengertian akan proses, masalah, isu dan batasan untuk membuat manifestasi atas strategi tindakan yang muncul. Tahap refleksi ini memungkinkan berbagai macam perspektif dalam situasi sosial, isu yang menyeluruh serta batasan yang mereka munculkan. tahap refleksi biasanya dibantu dengan diskusi antar partisipan. Melalui ceramah, refleksi grup memimpin pembangunan pengertian atas situasi sosial dan menyediakan dasar untuk meninjau kembali rencana. Refleksi memilki aspek penilaian yaitu membuat peneliti untuk mengembangkan pengalaman mereka dan menentukan apakah akibat yang tidak diinginkan dan saran bagi laporan kerja.

(33)

2.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini disusun berdasarkan landasan teori keperawatan Watson’s Theory of Transpersonal yaitu Carative Factor yang dikaitkan dengan penilaian kinerja perawat di rumah sakit serta penelitian yang berhubungan dengan penilaian kinerja. Dalam penyusunan sistem penilaian kinerja perawat peneliti mengacu kepada kegiatan yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan teori caring helping-trust relationship yaitu melihat bagaimana hubungan antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana, teman sejawat, supervisor.

(34)

INPUT

PROSES

OUTPUT

OUT COME

Gambar 2.4.1. Kerangka Konsep Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Pengembangan dan penggunaan

standar untuk penilaian kinerja

1. Standar Kinerja

a. Standar Asuhan Keperawatan menurut PPNI 2005

b. Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia (SKKNI, 2007)

2. Analisis Kerja

3. Deskripsi Kerja Perawat 4. Evaluasi kerja

SISTEM PENILAIAN KINERJA

PERAWAT

Terdiri atas tim, alur, instrumen yang sesuai dengan SKKNI,

PPNI dan Deskripsi kerja dan SOP penilaian kinerja

1. Pengetahuan perawat terhadap penilaian kinerja.

2. Tingkat kepuasan Perawat.

3. Tingkat Kepuasan Pasien.

4. Kemampuan Karu dalam melakukan penilaian

kinerja.

SISTEM PENILAIAN KINERJA PERAWAT TENTATIF Teori Caring “Helping-trust

Relationship

1. Congruence 2. Emphaty

3. Nonpossesive warmth 4. Effective communication

(Jean Watson, 1979)

Masalah penilaian kinerja pada perawat klinis;

1. Masalah pada konteks penilaian kinerja. 2. Masalah pada struktur

penilaian kinerja. 3. Proses penilaian 4. Hasil penilaian

Gambar

Gambar 2.4.1. Kerangka Konsep Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja

Referensi

Dokumen terkait

jangka menengah daerah dan indikasi rencana program prioritas yang disertai kebutuhan pendanaan yang tercantum dalam rancangan awal RPJMD yang telah disempurnakan sebagaimana

Penerapan “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba” akan memberikan kemudahan bagi pengguna laporan keuangan Palang

Upaya yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam mental activities yaitu dengan cara memberikan motivasi atau menarik perhatian

Dari sekian banyak teori tentang intensi berwirausaha, karakteristik wirausahawan, dan pendidikan kewirausahaa, penelitian ini mendasarkan pada definsi konsep sebagai berikut:

[r]

Dari hasil pengukuran penampang stratigrafi, pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi beberapa satuan batuan, diantaranya dari yang tua hingga muda adalah satuan

Upaya pemerintah dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 adalah dengan menerbitkan buku pegangan guru dan buku pegangan siswa yang digunakan untuk mempermudah

Hasil penelitian berdasarkan analisis Minimum Requirements Technique Tahun 2011-2015 menunjukkan bahwa sub sektor basis di Kabupaten Bantul adalah sub sektor