BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal. Demam Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal. Demam remati
rematik (DR) k (DR) dan atau dan atau PenyPenyakit jantung rematik (PJR) eksaserbasi akut adalah suatuakit jantung rematik (PJR) eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman
sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman StreptococcusStreptococcus beta hemolyticusbeta hemolyticus grup Agrup A pada
pada tenggorokan tenggorokan yang yang terjadi terjadi secara secara akut akut ataupun ataupun berulang berulang dengan dengan satu satu atau atau lebihlebih gej
gejala ala maymayor or yaiyaitu tu polpoliariartrittritis is migmigranrans s akuakut, t, karkarditditis, is, korkorea, ea, nodnodul ul subsubkutkutan an dandan eritema marginatum.
eritema marginatum.
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan penyakit jantung sebagai akibat Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan penyakit jantung sebagai akibat adanya sisa (sekuele) dari demam reumatik yang ditandai dengan cacatnya katup adanya sisa (sekuele) dari demam reumatik yang ditandai dengan cacatnya katup jantung.
jantung.
Demam rematik (DR) terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif Demam rematik (DR) terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif si
siststememik ik yayang ng dadapapat t memeliblibatkatkan an sensendidi, , jajantntunung, g, susususunanan n sarsaraf af pupusatsat, , jajariringnganan subkutan, dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi.
subkutan, dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi. Jauh
Jauh sebsebeluelum m T. T. DucDucketkett t JonJones es padpada a tahtahun un 1941944 4 menmengemgemukaukakan kan krikriterteriaia Jones untuk menegakkan diagnosis demam rematik, beberapa tulisan sejak awal abad Jones untuk menegakkan diagnosis demam rematik, beberapa tulisan sejak awal abad
ke-ke-17 17 teltelah ah melmelapoaporkarkan n menmengengenai ai gejgejala ala penpenyakyakit it terstersebuebut. t. EpiEpidemdemioliologiogis s dardarii Perancis de Baillou adalah yang pertama menjelaskan rheumatism artikuler akut dan Perancis de Baillou adalah yang pertama menjelaskan rheumatism artikuler akut dan membedakannya dari gout dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan korea, membedakannya dari gout dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala tersebut dengan penyakit jantung. tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala tersebut dengan penyakit jantung. Pada tahun 1761 Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan adanya kelainan Pada tahun 1761 Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan adanya kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR dijelaskan setelah katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR dijelaskan setelah didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec. Pada tahun 1886 dan 1889 didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec. Pada tahun 1886 dan 1889 Walter Butletcheadle mengemukakan “
Walter Butletcheadle mengemukakan “rheumatic fever syndromerheumatic fever syndrome” yang merupakan” yang merupakan kombinasi artritis akut, penyakit jantung, korea dan belakangan termasuk manifestasi kombinasi artritis akut, penyakit jantung, korea dan belakangan termasuk manifestasi yang jarang ditemui yaitu eritema marginatum dan nodul subkutan sebagai komponen yang jarang ditemui yaitu eritema marginatum dan nodul subkutan sebagai komponen si
sindndroroma ma tertersebsebutut. . PaPada da tahtahun un 19193131, , CoCobuburn rn memengngususululkakan n huhububungngan an ininfekfeksisi Streptococcus
Streptococcus beta hemolyticusbeta hemolyticus grup A dengan demam rematik dan secara perlahan-grup A dengan demam rematik dan secara perlahan-lahan diterima oleh Jones
lahan diterima oleh Jones dan peneliti lainnya. Pada tahun 1944 Jones mengemukakandan peneliti lainnya. Pada tahun 1944 Jones mengemukakan sua
suatu tu krikriterteria ia untuntuk uk menmenegaegakkakkan n diadiagnognosis sis demdemam am remrematiatik. k. KriKriteriteria a ini ini masmasihih di
digugunanakakan n samsampapai i saasaat t inini i ununtutuk k memenenegagakkkkan an didiagagnonosis sis dadan n tetelalah h bebebeberaprapaa meng
mengalami alami modimodifikasi dan fikasi dan revisirevisi, , karena dirasakan masih karena dirasakan masih mempumempunyai nyai kelemkelemahanahan untuk menegakkan diagnosis secara tepat, akurat dan cepat.
Saat ini telah banyak kemajuan yang didapat dalam bidang kardiologi, tetapi Saat ini telah banyak kemajuan yang didapat dalam bidang kardiologi, tetapi dem
demam am remrematik dan atik dan penpenyakyakit it janjantuntung g remrematiatik k masmasih ih mermerupaupakan masalkan masalah ah karkarenaena merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat ini
ini demdemam am reureumatmatik ik masimasih h belbelum um dapdapat at dihdihapuapuskaskan, n, walwalaupaupun un kemkemajuajuan an daldalamam bidang
bidang penelitian penelitian dan dan penggunaan antibiotika penggunaan antibiotika terhadap terhadap penyakit penyakit infeksi infeksi begitu begitu maju.maju. Demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit Demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit kardiovaskuler yang signifikan di dunia, termasuk Indonesia. Di Negara maju dalam kardiovaskuler yang signifikan di dunia, termasuk Indonesia. Di Negara maju dalam lim
lima a tahtahun un teraterakhikhir r ini ini terlterlihaihat t insinsideidens ns demdemam am remrematiatik k dan dan preprevalvalensi ensi penpenyakyakitit jantung
jantung rematik rematik menurun, menurun, tetapi tetapi sampai sampai saat saat ini ini masih masih tetap tetap merupakan merupakan masalahmasalah medik dan kesehatan masyarakat di dunia karena mengenai anak-anak dan dewasa medik dan kesehatan masyarakat di dunia karena mengenai anak-anak dan dewasa muda pada usia yang produktif.
muda pada usia yang produktif.
Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan ka
katutup p jajantntunung g memengnghahabibiskskan an bibiayaya a yayang ng sansangagat t bebesarsar. . UnUntutuk k pepenanangnganananannynyaa memerlukan sarana, prasarana dan tenaga terampil yang handal sehingga memerlukan memerlukan sarana, prasarana dan tenaga terampil yang handal sehingga memerlukan biaya yang sangat
biaya yang sangat besar. Penanganan yang besar. Penanganan yang tidak sempurna dapat tidak sempurna dapat menyebabkan angkamenyebabkan angka kesakitan dan angka kematian bagi penderitanya, dan penanganan yang sempurna kesakitan dan angka kematian bagi penderitanya, dan penanganan yang sempurna me
mememerlrlukukan an bibiayaya a yayang ng bebesasar r dadan n wawaktktu u yayang ng teterurus s memenenerurus s sepsepananjajang ng ususiaia penderitanya.
penderitanya.
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 200
2001 1 yanyang g ditditerberbitkitkan an tahtahun un 2002004 4 angangka ka mormortaltalitas itas untuntuk uk PJR PJR 0,5 per 0,5 per 100100.00.0000 penduduk di
penduduk di negara negara maju maju hingga hingga 8,2 8,2 per per 100.000 penduduk 100.000 penduduk di di negara negara berkembang.berkembang. Di
Di daedaerah rah AsiAsia a TenTenggaggara ra dipdiperkerkirakirakan an 7,6 7,6 per per 100100.00.000 0 penpendudduduk. uk. DipDiperkerkirakirakanan sekita
sekitar r 2.002.000-3320-332.000 penduduk yang .000 penduduk yang meninmeninggal ggal diseludiseluruh ruh dunidunia a akibaakibat t penypenyakitakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (
tersebut. Angka disabilitas pertahun (The Disability – The Disability – Adjusted Life YeaAdjusted Life Years rs (DALYs) 1(DALYs) 1 lost
lost ) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per
per 100.000 100.000 di di negara negara berkembang berkembang yang yang secara secara ekonomis ekonomis sangat sangat merugikan. merugikan. DataData insiden DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data insiden DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insiden yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insiden pertahunnya cenderung menurun di negara maju, tetapi
pertahunnya cenderung menurun di negara maju, tetapi di negara berkembang tercatatdi negara berkembang tercatat berkisar
berkisar antara antara 1 1 di di Amerika Amerika Tengah Tengah – – 150 150 per per 100.000 100.000 di di Cina. Cina. Sayangnya Sayangnya dalamdalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan.
Saat ini telah banyak kemajuan yang didapat dalam bidang kardiologi, tetapi Saat ini telah banyak kemajuan yang didapat dalam bidang kardiologi, tetapi dem
demam am remrematik dan atik dan penpenyakyakit it janjantuntung g remrematiatik k masmasih ih mermerupaupakan masalkan masalah ah karkarenaena merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat ini
ini demdemam am reureumatmatik ik masimasih h belbelum um dapdapat at dihdihapuapuskaskan, n, walwalaupaupun un kemkemajuajuan an daldalamam bidang
bidang penelitian penelitian dan dan penggunaan antibiotika penggunaan antibiotika terhadap terhadap penyakit penyakit infeksi infeksi begitu begitu maju.maju. Demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit Demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit kardiovaskuler yang signifikan di dunia, termasuk Indonesia. Di Negara maju dalam kardiovaskuler yang signifikan di dunia, termasuk Indonesia. Di Negara maju dalam lim
lima a tahtahun un teraterakhikhir r ini ini terlterlihaihat t insinsideidens ns demdemam am remrematiatik k dan dan preprevalvalensi ensi penpenyakyakitit jantung
jantung rematik rematik menurun, menurun, tetapi tetapi sampai sampai saat saat ini ini masih masih tetap tetap merupakan merupakan masalahmasalah medik dan kesehatan masyarakat di dunia karena mengenai anak-anak dan dewasa medik dan kesehatan masyarakat di dunia karena mengenai anak-anak dan dewasa muda pada usia yang produktif.
muda pada usia yang produktif.
Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan ka
katutup p jajantntunung g memengnghahabibiskskan an bibiayaya a yayang ng sansangagat t bebesarsar. . UnUntutuk k pepenanangnganananannynyaa memerlukan sarana, prasarana dan tenaga terampil yang handal sehingga memerlukan memerlukan sarana, prasarana dan tenaga terampil yang handal sehingga memerlukan biaya yang sangat
biaya yang sangat besar. Penanganan yang besar. Penanganan yang tidak sempurna dapat tidak sempurna dapat menyebabkan angkamenyebabkan angka kesakitan dan angka kematian bagi penderitanya, dan penanganan yang sempurna kesakitan dan angka kematian bagi penderitanya, dan penanganan yang sempurna me
mememerlrlukukan an bibiayaya a yayang ng bebesasar r dadan n wawaktktu u yayang ng teterurus s memenenerurus s sepsepananjajang ng ususiaia penderitanya.
penderitanya.
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 200
2001 1 yanyang g ditditerberbitkitkan an tahtahun un 2002004 4 angangka ka mormortaltalitas itas untuntuk uk PJR PJR 0,5 per 0,5 per 100100.00.0000 penduduk di
penduduk di negara negara maju maju hingga hingga 8,2 8,2 per per 100.000 penduduk 100.000 penduduk di di negara negara berkembang.berkembang. Di
Di daedaerah rah AsiAsia a TenTenggaggara ra dipdiperkerkirakirakan an 7,6 7,6 per per 100100.00.000 0 penpendudduduk. uk. DipDiperkerkirakirakanan sekita
sekitar r 2.002.000-3320-332.000 penduduk yang .000 penduduk yang meninmeninggal ggal diseludiseluruh ruh dunidunia a akibaakibat t penypenyakitakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (
tersebut. Angka disabilitas pertahun (The Disability – The Disability – Adjusted Life YeaAdjusted Life Years rs (DALYs) 1(DALYs) 1 lost
lost ) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per
per 100.000 100.000 di di negara negara berkembang berkembang yang yang secara secara ekonomis ekonomis sangat sangat merugikan. merugikan. DataData insiden DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data insiden DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insiden yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insiden pertahunnya cenderung menurun di negara maju, tetapi
pertahunnya cenderung menurun di negara maju, tetapi di negara berkembang tercatatdi negara berkembang tercatat berkisar
berkisar antara antara 1 1 di di Amerika Amerika Tengah Tengah – – 150 150 per per 100.000 100.000 di di Cina. Cina. Sayangnya Sayangnya dalamdalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan.
BAB II BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA
A.
A. DemaDemam Rematm Rematik dan Peik dan Penyaknyakit Jantit Jantung Remung Rematik atik 1
1.. DDeeffiinniissii De
Demamam m reremamatitik k memerurupapakakan n susuatatu u pepenynyakakit it sisiststememik ik yayang ng dadapapatt bersifat
bersifat akut, sakut, subakut, kronik, ubakut, kronik, atau atau fulminan, fulminan, dan dapat dan dapat terjadi terjadi setelah setelah infeksiinfeksi Strep
Streptococctococcus us beta beta hemolhemolyticuyticuss grgrououp p A A papada da salsalururan an nanafas fas babagigian an ataatas.s. Dem
Demam am remrematik atik mermerupaupakan kan penpenyakyakit it vasvaskulkular ar kolkolageagen n mulmultisitisistem stem padpadaa individu yang mempunyai faktor predisposisi. Demam rematik akut ditandai individu yang mempunyai faktor predisposisi. Demam rematik akut ditandai ole
oleh h demdemam am berberkepkepanjanjangangan, an, janjantuntung g berberdebdebar ar kerkeras, as, kadkadang ang cepcepat at lellelah.ah. Ke
Keteterlrlibibatatan an kakardrdioiovavaskskulular ar papada da pepenynyakakit it inini i diditatandndai ai ololeh eh ininflflamamasasii en
endodokakardrdiuium m dadan n mimiokokarardidium um memelalalului i susuatatu u prprososes es auautotoimimun un yayangng men
menyebyebabkabkan an kerkerusausakan kan jarjaringingan. an. InfInflamlamasi asi yanyang g berberat at dapdapat at melmelibaibatkatkann perikardium.
perikardium. Valvulitis Valvulitis merupakan merupakan tanda tanda utama utama rematik rematik karditis karditis yang yang palingpaling banyak mengenai katup mitral (76%), katup
banyak mengenai katup mitral (76%), katup aorta (13%), dan aorta (13%), dan katup mitral dankatup mitral dan katup aorta (97%). Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok katup aorta (97%). Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5 – 15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun usia 5 – 15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
dan penduduk di atas 50 tahun.
Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantung didapat yang Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam sering ditemukan pada anak. Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa
bahasa medisnyamedisnya Rheumatic Heart Rheumatic Heart DiseaseDisease (RH(RHD) D) adaadalah lah suasuatu tu konkondisdisii di
dimamana na teterjrjadadi i kekelalaininan an papada da kakatutup p jajantntunung g yayang ng memenenetatap, p, bibisa sa beberurupapa penyempitan
penyempitan atau atau kebocoran, kebocoran, sebagai sebagai akibat akibat adanya adanya gejala gejala sisa sisa dari dari demamdemam reu
reumatmatik ik akuakut t sebsebeluelumnymnya, a, teruterutama tama menmengengenai ai katkatup up mitmitral ral (75(75%), %), aoraortata (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.
pulmonal. Penyakit Penyakit jantung jantung rematik rematik dapat dapat menimbulkan menimbulkan stenosis stenosis atauatau insufisiensi atau keduanya.
insufisiensi atau keduanya.
2.
2. EEpipiddememioiolologigi De
Demamam m reremamatitik k (D(DR) R) mamasih sih serserining g dididadapapati ti papada da ananak ak di di nenegagarara sedang berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada sedang berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada tahun 1944 diperkirakan di seluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan tahun 1944 diperkirakan di seluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap PJR dan sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap
berulang
berulang di di rumah rumah sakit. sakit. Prevalensinya Prevalensinya dinegara dinegara sedang sedang berkembang berkembang berkisar berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per
antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan relatif 1000 anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3 – 0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding didapati 0,3 – 0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding ne
negagara ra beberkrkemembabang ng lalaininnynya. a. StStatatisistitik k rurumamah h sasakikit t di di nenegagara ra sesedadangng berkembang
berkembang menunjukkan menunjukkan sekitar sekitar 10 10 – – 35 35 persen persen dari dari penderita penderita penyakitpenyakit jantung yang
jantung yang masuk ke masuk ke rumah rumah sakit sakit adalah adalah penderita penderita DR dan DR dan PJR. Data PJR. Data yangyang berasal
berasal dari dari negara negara berkembang berkembang memperlihatkan memperlihatkan mortalitas mortalitas karena karena DR DR dandan PJR masih merupakan masalah dan kematian karena DR akut terdapat pada PJR masih merupakan masalah dan kematian karena DR akut terdapat pada nak dan dewasa muda.
nak dan dewasa muda. Di negara maju
Di negara maju insiden DR dan insiden DR dan prevalensi PJR sudah prevalensi PJR sudah jauh berkurangjauh berkurang dan
dan bahbahkan kan sudsudah ah tidtidak ak dijdijumpumpai ai laglagi, i, tettetapi api akhakhir-air-akhikhir r ini ini dildilapoaporkarkann memperlihatkan peningkatan di beberapa negara maju. Dilaporkan dibeberapa memperlihatkan peningkatan di beberapa negara maju. Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980-an telah tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980-an telah ter
terjadjadi i penpeningingkatkatan an insinsideiden n DR, DR, demdemikiikian an jugjuga a padpada a poppopulaulasi si aboaborigrigin in didi Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini.
Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini.
Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Strep
Streptococctococcus us β β hemolhemolyticusyticus grup A menderita DR. Sekitar 3 persen darigrup A menderita DR. Sekitar 3 persen dari penderita infeksi saluran
penderita infeksi saluran nafas atas nafas atas terhadapterhadap Streptococcus β hemolyticusStreptococcus β hemolyticus grupgrup A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4 A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4 persen
persen didapati didapati pada pada anak anak yang yang tidak tidak diobati diobati setelah setelah epidemi epidemi infeksiinfeksi Streptococcus β hemolyticus
Streptococcus β hemolyticus grup A pada populasi masyarakat sipil.grup A pada populasi masyarakat sipil. Dala
Dalam m laplaporaoran n WHO WHO ExpExpert ert ConConsulsultattation ion GenGenevaeva, , 29 29 OktOktobeober–1r–1 November
November 2001 yang 2001 yang diterbitkan diterbitkan tahun tahun 2004 a2004 angka ngka mortalitas mortalitas untuk untuk PJR PJR 0,50,5 per
per 100.000 100.000 penduduk penduduk di di negara negara maju maju hingga hingga 8,2 8,2 per per 100.000 100.000 penduduk penduduk didi ne
negagara ra beberkrkemembabang ng dadan n di di dadaererah ah AsAsia ia TeTengnggagara ra didipeperkrkirirakakan an 7,7,6 6 peper r 100
100.00.000. 0. DipDiperkerkirairakan kan seksekitaitar r 2002000 0 – – 332332.00.000 0 yanyang g menmeninginggal gal di di seluseluruhruh dunia karena penyakit tersebut.
dunia karena penyakit tersebut. An
Angkgka a didisabsabililititas as pepertartahuhun n ((ThThe e DiDisasabibilility-ty-AdAdjujuststed ed LiLife fe YeYeararss (DALYs)
(DALYs) 1 lost 1 lost ) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara maju hingga 173,4 per 100.000 dinegara berkembang yang secara ekonomis maju hingga 173,4 per 100.000 dinegara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan.
sangat merugikan.
Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa
pada anak sekolah.
pada anak sekolah. Insidens per taInsidens per tahunnya cenderung menurun di hunnya cenderung menurun di negara maju,negara maju, tetapi dinegara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah – tetapi dinegara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah – 150 per 100.000 di Cina.
150 per 100.000 di Cina. Say
Sayangangnya nya daldalam am laplaporaoran n WHO WHO yanyang g ditditerberbitkitkan an tahtahun un 202004 04 datdataa mengenai DR dan PJR Indonesia tidak
mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan.dinyatakan.
3
3.. EEttiioollooggii Pen
Penyakyakit it ini ini adaadalah lah akiakibat bat dardari i resprespon on reakreaksi si antantigeigen-an-antintibodbodi i yanyangg terjadi dalam jangka waktu antara 1 – 4 minggu setelah terjadinya infeksi terjadi dalam jangka waktu antara 1 – 4 minggu setelah terjadinya infeksi dengan
dengan StrepStreptotocococcccus us β β hehemomolylytiticucuss grugrup p A A mimisasalnlnyya a : : totonsnsililititisis,, nasofaringitis, dan otitis media.
nasofaringitis, dan otitis media.
Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptococcus β hemolyticus
Streptococcus β hemolyticus grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kumangrup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini
ini pada pada kulit mempunyakulit mempunyai i hubuhubungan untuk ngan untuk terjadterjadinya inya glomglomerulonerulonefritis efritis akut.akut. Kuman
Kuman StrStrepteptocoococcuccus s β β hemhemolyolyticticusus dapadapat t didibabagi gi atatas as sesejujumlmlah ah grgrupup sero
serologloginyinya a yanyang g diddidasarasarkan kan atas atas antantigeigen n polpolisaisakarkarida ida yanyang g terdterdapaapat t padpadaa dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung
bertanggung jawab jawab pada pada infeksi infeksi pada pada manusia, manusia, tetapi tetapi hanya hanya grup grup A A yangyang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman Streptococcus β hemolyticus
Streptococcus β hemolyticus grup A sebagai penyebab DR terjadi secara tidak grup A sebagai penyebab DR terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari lesi, tetapi langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari lesi, tetapi banyak
banyak penelitian penelitian klinis, klinis, imunologis imunologis dan dan epidemiologis epidemiologis yang yang membuktikanmembuktikan bahwa
bahwa penyakit penyakit ini ini mempunyai mempunyai hubungan hubungan dengan dengan infeksiinfeksi StrepStreptococctococcus us β β hemolyticus
hemolyticus grup A, terutama serotipe M1,3,5,6,14,18,19 dan 24. Sekurang-grup A, terutama serotipe M1,3,5,6,14,18,19 dan 24. Sekurang-kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan terhadap
terhadap Streptococcus β hemolyticusStreptococcus β hemolyticus grup A sering negatif pada saat serangangrup A sering negatif pada saat serangan DR. Tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat DR. Tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat dit
ditunjunjukkukkan an padpada a hamhampir pir semusemua a kaskasus us DR DR dan serangdan serangan an akuakut t DR DR sansangatgat berhubungan
berhubungan dengan dengan besarnya besarnya respons respons antibodi. antibodi. Diperkirakan Diperkirakan banyak banyak anak anak ya
yang ng memengngalalami ami epepisoisode de farfariningigititis s sesetiatiap p tahtahununnynya a dadan n 1515-2-20 0 pepersersenn disebabkan oleh
disebabkan oleh StreptStreptococcococcus us β β hemohemolyticulyticuss grup A dan 80 persen lainnyagrup A dan 80 persen lainnya disebabkan infeksi virus.
Insidens infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A pada tenggorokan bervariasi diantara berbagai negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi didapati pada anak usia 5 -15 tahun. Beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini adalah keadaan sosio
ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik tertentu, faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak.
4. Patogenesis
Hubungan antara infeksi infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A dengan terjadinya DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respons autoimun terhadap infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetik host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen histokompatibiliti mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi yang berkembang segera setelah infeksi Streptococcus telah diteliti sebagai faktor risiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari Streptococcus β hemolyticus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotipe biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M protein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya
homolog dengan miosin kardiak dan molekul alpha-helical coiled coil , seperti tropomiosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup jantung. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan dengan terjadinya DR.
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh
bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex molecules dengannonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors.
superantigen-like activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis DR.
Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimun terhadap antigen streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low level respons antigen streptokokkus berhubungan dengan Class II human leukocyte antigen, HLA. Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host adalah kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-binding proteins. Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
Gambar 2.1. Faktor Etiologis dari Penyakit Jantung Reumatik 5. Patologi
DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya
menyembuh setelah beberapa saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan patognomonik DR. Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang
dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR.
Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam reumatik akut (DRA) didahului dengan infeksi tenggorokan akut (faringitis akut) sekitar 20 hari sebelumnya. Masa tersebut merupakan periode laten yang asimtomatis. Rata-rata onset sekitar 3 minggu sebelum timbul gejala.
Penderita umumnya mengalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.
7. Diagnosis
Gambaran klinis demam rematik bergantung pada sistem organ yang terlibat dan manifestasi klinis yang tampak bisa tunggal atau merupakan gabungan sistem organ yang terlibat. Berbagai komponen DR seperti artritis, karditis, korea, eritema marginatum, nodul subkutan dan lainnya telah dijelaskan secara terpisah atau kolektif pada awal abad ke-17. De Baillou dari Perancis adalah epidemiologis pertama yang menjelaskan rheumatism artikuler akut dan membedakannya dari gout 1,7 dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala tersebut dengan penyakit jantung. Pada tahun 1761 Morgagni, seorang
patolog dari Italia menjelaskan adanya kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR dijelaskan setelah didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec. Pada tahun 1886 dan 1889 Walter Butletcheadle mengemukakan “rheumatic fever syndrome” yang merupakan kombinasi artritis akut, penyakit jantung, korea dan belakangan termasuk manifestasi yang jarang yaitu eritema marginatum dan nodul subkutan sebagai komponen sindroma tersebut. Pada tahun 1931, Coburn mengusulkan hubungan infeksi Streptococcus grup A dengan demam rematik dan secara perlahan-lahan diterima oleh Jones dan peneliti lainnya.
Kombinasi kriteria diagnostik dari manifestasi “rheumatic fever syndrome” pertama sekali diusulkan oleh T. Duckett Jones pada tahun 1944
sebagai kriteria untuk menegakkan diagnosis DR setelah ia mengamati ribuan penderita DR selama beberapa dekade dan sebagai panduan dalam penatalaksanaan DR dan atau RHD eksaserbasi akut. Terbukti kriteria yang dikemukan Jones sangat bermanfaat bagi para dokter untuk menegakkan diagnosis DR dan atau RHD eksaserbasi akut.
Berikutnya pada tahun 1956 atas saran Dr.Jones telah dilakukan modifikasi atas kriteria Jones yang asli untuk penelitian “The Relative Effectiveness of ACTH, Cortisone and Aspirin in the Treatment of Rheumatic Fever ”.
Kurangnya pertimbangan klinis oleh para dokter dalam menerapkan Kriteria Jones menyebabkan terjadinya overdiagnosis dalam menegakkan diagnosis DR. Pada tahun 1965 telah dilakukan revisi terhadap Kriteria Jones. Modifikasi oleh “ AdHoc Committee to revise the Modified Jones Criteria of the Council on Rheumatic Fever and Congenital Heart Disease of the American Heart Association (AHA)” yang diketuai oleh Dr. Gene
H.Stollerman. Revisi ini menekankan perlu ada bukti infeksi streptokokus sebelumnya sebagai syarat mutlak untuk menegakkan diagnosis DR atau PJR aktif untuk menghindarkan overdiagnosis, agar menghindarkan kecemasan pada pasien dan familinya. Juga akan efektif dalam penatalaksanaan biaya medik karena akan mencegah pemakaian dan biaya kemoprofilaksis jangka panjang untuk DR dan RHD aktif. Bukti adanya infeksi streptokokus
sebelumnya termasuk riwayat demam skarlet, kultur apus tenggorokan yang positip dan atau ada bukti peningkatan infeksi streptokokus pada pasien dengan korea dan pasien dengan “karditis subklinik atau derajat rendah”. AHA Committee juga memperbaiki beberapa penjelasan berbagai manifestasi
klinis DR akut tetapi tidak ada membuat perobahan.
Pada tahun 1984 telah dilakukan perbaikan Kriteria Jones yang dikenal sebagai Kriteria Jones yang diedit yang isinya tidak banyak berbeda dari Kriteria Jones yang direvisi.
Pada tahun 1960 Roy mengemukakan pengamatan bahwa poliartritis jarang didapati diantara populasi orang India dan artralgia sering didapati. Pengamatannya ternyata sama dengan yang diamati di Boston yang memperlihatkan poliartritis sering didapati pada DR. Roy kemudian merekomendasikan trias berupa sakit sendi, LED yang meningkat atau C reaktif protein dan titer ASTO > 400 unit untuk dipertimbangkan sebagai kriteria mayor untuk diagnosis DR. Ia menyarankan trias tersebut merupakan manifestasi yang sering ditemui dinegara berkembang dan diberi nama diagnosis “presumptive” dari DR akut dan dikonfirmasi atau ditolak setelah observasi selama 4-6 minggu. Pengamatan ini memulai ide adanya Kriteria Jones yang dirubah (Amended jones Criteria [1988]) yang diusulkan oleh Agarwal.
Pada tahun 1992 “Special Writing Group of the Committee on Rheumatic Fever, Endocarditis and Kawasaki Disease of the Council on Cardiovascular Disease in the Young of the American Heart Association” melakukan update kriteria Jones yang telah dimodifikasi, direvisi dan diedit selama beberapa tahun dan disebut sebagai Kriteria Jones Update dan digunakan untuk menegakkan diagnosis demam rematik sampai saat ini. Kriteria update ini menjelaskan alat yang tersedia dan perannya dalam mendiagnosis, mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya. Kriteria update ini juga mempertahankan 2 gejala major dan 1 gejala major ditambah 2 minor untuk menegakkan diagnosis, tetapi kriteria ini menyebabkan hanya dapat digunakan pada serangan awal DR akut. Riwayat DR atau adanya PJR dikeluarkan dari kriteria minor. Alasan untuk merubahnya karena pada
beberapa penderita dengan riwayat DR atau PJR kurang memperlihatkan gejala dan tanda serangan berulang dan karena itu tidak cukup memenuhi Kriteria Jones. Penggunaan ekokardiografi juga telah didiskusikan dan mempunyai peran sebagai parameter diagnostik bila pada auskultasi tidak didapati valvulitis pada pada DR akut.
Tabel 2. 1. Kriteria Jones (Revisi 1992)
Kriteria Mayor Kriteria Mayor
• Karditis (Perikarditis, Miokarditis, Endokarditis) • Poliartritis migrans • Khorea sydenham • Eritema marginatum • Nodulus subkutan Klinis • Artralgia • Demam Laboratorium
• Peninggian reaksi fase akut (LED meningkat dan atau C reactive protein)
• Interval PR memanjang Ditambah
Disokong adanya bukti infeksi Streptococcus sebelumnya berupa kultur apus tenggorok yang positip atau tes antigen Streptococcus yang cepat atau titer ASTO yang meningkat.
Kriteria diagnosis DRA berdasarkan kriteria Jones (Revisi 1992) ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus grup A tenggorok positif dan peningkatan titer antibodi Streptococcus.
a. Kriteria Mayor DRA 1) Poliartritis
• Ditemukan pada 70% kasus.
• Mengenai sendi besar: lutut, mata kaki, siku dan pergelangan tangan. • Pada orang dewasa dapat hanya mengenai sendi-sendi kecil saja dan
selanjutnya akan sembuh spontan dalam 1-5 minggu tanpa deformitas. • Sering melibatkan > 1 sendi, bersamaan atau bergantian atau
• Terdapat tanda radang pada sendi yang terkena (bengkak, panas, merah, nyeri, keras serta fungsi terganggu). Kadang-kadang disertai pula dengan panas badan
• Sangat responsif terhadap salisilat.
2) Karditis
• Ditemukan pada 50% kasus.
• Karditis akut ditandai dengan takikardia dan bising akibat valvulitis. • Manifestasi karditis bisa berupa perikarditis, miokarditis, endokarditis,
atau ketiganya (pankarditis).
• Penampilan perikarditis adalah nyeri prekordial, dan pada auskultasi dapat terdengar friction rub.
• Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung dan tanda-tanda payah jantung. Miokarditis berat yang menyebabkan kardiomegali dan
gangguan kontraktilitas miokard pada ekokardiogram.
• Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daun katup yang menyebabkan terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan pada katup belum menetap. Bila bising menetap, maka berarti sudah terjadi gejala sisa pada katup. Bising yang umumnya terdengar adalah bising sistolik di daerah apeks yang menunjukkan adanya regurgitasi mitral. Karakteristik bising sistolik ini adalah high pitch dan blowing . Bising mid-diastolik di apeks juga sering menyertai bising sistolik, dan dikenal sebagai bising Carey Coombs. Bising ini terjadi akibat stenosis mitral yang relatif karena adanya dilatasi ventrikel kiri dan peningkatan pengisian ventrikel kiri pada fase diastolik.
3) Eritema marginatum
• Ditemukan pada kurang dari 10% kasus.
• Bercak kemerahan (rash) yang berbatas tegas, berbentuk cincin atau lingkaran, dengan bagian tengah yang normal, dapat agak timbul, dan berkonfluensi.
• Tidak gatal dan tidak pernah di wajah.
• Terutama pada badan dan anggota gerak proksimal bagian dalam. • Dapat bersifat sementara maupun menetap dalam waktu yang lama.
4) Nodul subkutan
• Ditemukan pada 2-10% kasus, terutama pada kekambuhan. • Dijumpai pada anak-anak dan jarang pada orang dewasa.
• Merupakan nodul yang keras di bawah kulit, tanpa perubahan warna, tidak nyeri, tidak gatal dengan diameter 0,2-2 cm.
• Biasanya simetris pada daerah ekstensor sendi, sepanjang tulang belakang. Melekat pada fasia atau tendon di daerah tulang yang menonjol seperti daerah siku, permukaan dorsal tangan, daerah maleolus, spina vertebralis, dan occiput.
• Timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu, biasanya rekuren dan secara klinis tak dapat dibedakan dari nodul reumatoid artritis.
5) Khorea sydenham
• Ditemukan pada 15% kasus, terutama pada anak perempuan sebelum puber.
• Dimulai dengan emosi yang labil dan perubahan kepribadian.
• Gerakan spontan tidak terkontrol, disertai kelemahan otot dan bicara cadel. Menghilang sama sekali pada saat penderita tidur.
• Disfungsi ganglia basalis dan komponen neuron korteks. b. Kriteria Minor DRA
1) Demam
• Biasanya tidak terlalu tinggi, hanya subfebris dan sifatnya intermittent , meskipun pada kasus-kasus yang berat dimana dijumpai adanya perikarditis atau miokarditis febris dapat mencapai 390C.
• Demam terjadi pada fase awal demam reumatik yang tidak diobati. Lamanya dapat berminggu-minggu atau berbulan-bulan disertai malaise, astenia, dan penurunan berat badan.
2) Artralgia
• Nyeri dirasakan di dalam sendi dan jaringan periartikuler serta sistem otot ( polyarthralgia).
• Merupakan gejala demam rematik, tetapi tidak spesifik.
3) Peningkatan LED dan C-Reactive protein hampir selalu ditemukan pada karditis.
4) Pemanjangan interval PR dapat pula terjadi pada penyakit inflamasi lain.
Keadaan berikut ini merupakan pengecualian pemakaian kriteria Jones: 1) Khorea dapat terjadi sebagai satu-satunya manifestasi klinis demam
reumatik
2) Indolent carditis dapat merupakan satu-satunya manifestasi klinis pada pasien yang datang beberapa bulan setelah onset demam reumatik
3) Seringkali pasien yang mengalami kekambuhan (recurrence) tidak memenuhi kriteria Jones
c. Klasifikasi Derajat Penyakit
Klasifikasi derajat penyakit ini berhubungan dengan penatalaksanaan: 1) Arthritis tanpa karditis
2) Arthritis + karditis, tanpa kardiomegali 3) Arthritis + kardiomegali
4) Arthritis + kardiomegali + gagal jantung
Pada negara berkembang di mana insidens dan prevalensi DR dan PJR masih tinggi dibandingkan negara maju mempunyai gambaran dan presentasi klinis DR dan PJR yang berbeda dibanding dinegara maju. Poliartritis, eritema marginatum dan nodul subkutan jarang didapati di negara berkembang dibandingkan di negara maju, dan artralgia lebih sering ditemui di negara
berkembang dibandingkan dengan poliartritis di negara maju. Dua pengecualian penggunaan Kriteria Jones disebutkan pada Revisi 1965 dan ditekankan lagi pada Update 1992 yaitu : 1). bila didapati adanya murmur regurgitasi mitral atau aorta yang baru tanpa adanya kejadian rematik aktif seperti tanpa gejala, tanpa demam, dan mempunyai laju endap darah yang normal; dan 2.) pada korea sydenham tanpa manifestasi minor yang lain .
Sejak tahun 1944 diagnosis untuk menegakkan penyakit ini telah menggunakan kriteria Jones dan telah beberapa kali mengalami perbaikan dan revisi. Hal ini terjadi karena dirasakan adanya over diagnosis atau under diagnosis dalam menegakkan diagnosis penyakit ini berdasarkan kriteria Jones.
Pada 2002–2003 WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis DR dan PJR (berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi). Revisi kriteria WHO ini untuk menghindarkan overdiagnosis ataupun underdiagnosis dalam menegakkan diagnosis dan memfasilitasi diagnosis untuk:
1) Episode pertama demam rematik
2) Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR 3) Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR 4) Korea rematik
5) Onset karditis rematik yang tidak tampak 6) PJR kronik
Tabel 2.2. Kriteria WHO 2002 – 2003 untuk Diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik
8. Penatalaksanaan
Pada Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu: 1). Pencegahan primer pada saat serangan DR, 2.) Pencegahan sekunder DR, dan 3.) Menghilangkan gejala yang menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan gagal jantung dan korea.
Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberiannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 3. Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Rematik
Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup-katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung.
Durasi pencegahan sekunder dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2. 4. Durasi Pencegahan Sekunder Demam Rematik
Tetapi sayangnya preparat Benzatine Penisilin G saat ini sukar didapat dan tidak tersedia di seluruh wilayah Indonesia.
Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan tir ah baring dan anti inflamasi perlu diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis. Petunjuk mengenai tirah baring dan dan ambulasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Penggunaan anti inflamasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 6. Rekomendasi Penggunaan Anti Inflamasi
Pada penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan diuretika, restriksi cairan dan garam. Penggunaan digoksin pada penderita DR masih kontroversi karena resiko intoksikasi dan aritmia. Pada penderita korea dianjurkan mengurangi stres fisik dan emosi. Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk kasus korea yang berat fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. Selain itu dapat digunakan valproic acid, chlorpromazin dan diazepam. Penderita PJR tanpa gejala tidak memerlukan
terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini
masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
9. Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang da- lam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.
B. Penyakit Katup Jantung Akibat Demam Rematik
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toksin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
1. Insufisiensi Mitral a. Patofisiologi
Insufisiensi mitral merupakan kelainan katup yang paling sering ditemukan akibat demam rematik akut.
Insufisiensi ini merupakan akibat perubahan struktural yang biasanya meliputi bahan valvuler dan pemendekan serta penebalan khordae tendinea. Selama demam rematik akut dengan keterlibatan jantung berat, gagal jantung kongestif paling sering disebabkan oleh gabungan pengaruh mekanik insufisiensi mitral berat bersama dengan penyakit radang yang dapat melibatkan perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Karena beban volume yang besar dan proses radang, ventrikel kiri menjadi besar dan tidak efisien. Atrium kiri dilatasi ketika darah beregurgitasi ke
dalam ruangan ini. Kenaikan tekanan atrium kiri mengakibatkan kongesti pulmonal dan gejala-gejala gagal jantung sisi kiri.
Pada kebanyakan kasus insufisiensi mitral ada dalam kisaran ringan sampai sedang. Bahkan, pada penderita-penderita yang pada permulaannya insufisiensi berat, biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya lesi kronis paling sering ringan atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih separuh penderita dengan insufisiensi mitral selama serangan akut akan tidak lagi mempunyai bising akibat mitral setahun kemudian. Namun, pada penderita dengan insufisiensi mitral kronis, berat, tekanan arteria pulmonalis menjadi naik, pembesaran ventrikel dan atrium kanan yang
b. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya. Pada penyakit ringan, tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada, perikardium akan tenang, dan auskultasi akan menunjukkan bising holosistolik di apeks, menjalar ke aksila. Pada insufisiensi mitral berat, dapat ada tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, penambahan berat, lemah dan dispnea pada saat kerja. Jantung membesar
dengan impuls prekordial ventrikel kiri apeks kuat angkat dan sering ada getaran (thrill) sistolik di apeks. Bunyi jantung pertama normal; bunyi jantung ke-2 mungkin diperkuat jika ada hipertensi pulmonal. Bunyi jantung ke-3 biasanya jelas. Jarang ada klik ejeksi mid sistolik, seperti ditemukan pada prolaps katup mitral non-rematik. Bising holosistolik terdengar di apeks menjalar ke aksila dan tepi sternum. Lagipula, bising rumbel mid-diastolik pendek menyertai bunyi jantung ke-3; bising ini disebabkan oleh bertambahnya aliran darah dari beban volume atrium kiri yang melewati katup mitral sebagai akibat insufisiensi masif.
Adanya bising diastolik yang disertai dengan insufisiensi tidak perlu berarti bahwa ada stenosis mitral mekanik. Lesi yang kedua ini
memerlukan waktu bertahun-tahun untuk terjadi dan ditandai oleh bising diastolik yang lebih panjang dengan pengerasan prersistolik. Pada anak muda dengan insufisiensi mitral dan tidak ada riwayat kecurigaan demam reumatik akut, diagnosis bandingnya antara kelainan katup mitral kongenital dan keterlibatan katup mitral reumatik atas dasar pemeriksaan fisik mungkin sukar.
Elektrokardiogram dan roentgenogram normal jika lesi ringan. Pada insufisiensi yang lebih berat, EKG menunjukkan gelombang P bifid yang mencolok, tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri, dan disertai hipertrofi ventrikel kanan jika ada hipertensi pulmonal. Secara roentgenigrafis ada penonjolan atrium dan ventrikel kiri. Bila ada hipertensi pulmonal atau gagal jantung kongestif, segmen arteria pulmonalis dan ruang-ruang jantung sisi kanan mencolok. Kongesti pembuluh-pembuluh darah perihiler, suatu tanda hipertensi vena pulmonalis, mungkin juga jelas. Kalsifikasi katup mitral jarang pada anak. Ekokardiografi menunjukkan pembesaran
atrium dan ventrikel kiri, dan pemeriksaan doppler menampakkan keparahan regurgitasi mitral.
c. Komplikasi
Insufisiensi mitral dapat mengakibatkan gagal jantung yang dapat dipercepat oleh penjelekan proses reumatik, mulainya fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat, atau endokarditis infektif. Sesudah bertahun-tahun, pengaruh insufisiensi mitral kronik dapat menjadi nyata secara klinis tanpa kejadian reumatik baru. Gagal jantung sisi kanan dapat disertai dengan insufisiensi katup trikuspidalis atau pulmonal. Kadang-kadang tampak ekstrasistole atrium atau ventrikel. Fibrilasi atrium lebih sering bila insufisiensi mitral disertai dengan atrium kiri yang besar. Penderita dengan fibrilasi atrium biasanya memerlukan antikoagulasi untuk pencegahan tromboemboli dan stroke.
d. Penatalaksanaan
Pada kebanyakan penderita dengan insufisiensi mitral, hanya diperlukan profilaksis terhadap kumat demam reumatik karena lesi ringan dan ditoleransi baik. Pengobatan penyulit gagal jantung, aritmia dan endokarditis infektif divas dimana-mana. Agen penurun beban pasca atau afterload (hidralazin, captopril) mungkin berguna. Penanganan bedah terindikasi pada penderita yang walaupun terapi medik cukup, menderita episode gagal jantung berulang, dispnea pada aktivitas sedang, dan kardiomegali progresif, sering dengan hipertensi pulmonal. Walaupun anuloplasti memberikan hasil yang baik pada beberapa anak dan remaja, penggantian katup mungkin diperlukan. Aktivitas tidak harus dibatasi pada anak yang menderita inkompetensi ringan. Profilaksis terhadap endokarditis bakterial diperlukan pada penderita ini selama prosedur gigi atau pembedahan lain. Antibiotik rutin yang diminum oleh penderita untuk profilaksis demam reumatik tidak cukup untuk mencegah endokarditis.
Gambar 2.3. Katup Jantung Manusia dan Katup Jantung Buatan
2. Stenosis Mitral a. Patofisiologi
Stenosis mitral reumatik adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan komisura, dan kontraktur daun katup, korda dan muskulus papilare selama periode waktu yang lama. Stenosis ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi betul-betul bisa tegak, walauun prosesnya kadang-kadang bisa dipercepat. Stenosis mitral reumatik jarang ditemukan sebelum remaja dan biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa. Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang katup mengurang aampai 25% atau kurang dari lubang katup yang diharapkan normal. Pengurangan demikian berakibat kenaikan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrofi kiri.
Kenaikan tekanan menyebabkan hipertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi dengan disertai gagal jantung sisi kanan.
Gambar 2.4. Stenosis Mitral
b. Manifestasi Klinis
Biasanya ada korelasi yang baik antara gejala dan keparahan obstruksi. Penderita dengan lesi ringan tidak bergejala. Derajat obstruksi
yang lebih berat disertai dengan tidak tahan kerja dan dispnea. Lesi berat dapat ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan edema paru yang nyata. Gejala-gejala ini dapat dipercepat oleh takikardia yang tidak terkendali, fibrilasi atrium, atau infeksi paru. Gagal jantung kongestif biasanya ada tetapi tidak selalu disertai dengan hipertensi pulmonal berat. Dilatasi ventrikel kanan dapat menyebabkan insufisiensi trikuspidal fungsional, hepatomegali, asites dan edema. Hemoptisis karena robekan vena bronkhial atau vena pleurohilus, dan kadang-kadang dapat terjadi infark paru. Sputum dengan bercak darah tampak selama episode edema paru. Pada stenosis mitral berat kronis, tampak sianosis dan kemerahan pipi.
Tekanan vena jugularis naik bila ada gagal jantung kongestif, penyakit katup trikuspidalis atau penyakit hipertensi pulmonal berat. Ukuran jantung normal pada penyakit minimal. Kardiomegali sedang biasanya ada pada stenosis mitral berat dan irama sinus, tetapi pembesaran jantung dapat masif terutama bila timbul fibrilasi atrial dan gagal jantung. Impuls apeks normal, tetapi kuat angkat ventrikel kanan parasternal dapat diraba bila tekanan pulmonal tinggi. Tanda auskultasi utama adalah bunyi jantung pertama keras, opening snap katup mitral, dan bising diastolik
mitral rumbel, panjang, nada rendah dengan pergeseran presistolik pada apeks. Bising diastolik mitral sebenarnya mungkin tidak ada pada penderita yang dalam keadaan gagal jantung kongestif. Bising holosistolik karena insufisiensi trikuspidal mungkin juga dapat didengar. Bila ada hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 keras. Bising diastolik
awal dapat disebabkan oleh insufisiensi aorta yang terkait atau insufisiensi katup pulmonal sekunder (bising Graham Steell).
Elektrokardiogram dan roentgenogram normal jika lesi ringan; bila keparahan bertambah, ada gelombang P berlekuk dan mencolok dan berbagai tingkat hipertrofi ventrikel kanan. Fibrilasi atrium merupakan manifestasi lambat yang sering. Lesi sedang atau berat yang disertai dengan tanda-tanda roentgenografi pembesaran atrium kiri, penonjolan arteria pulmonalis dan ruang jantung sisi kanan, dan aorta serta ventrikel kiri normal atau kecil; mungkin ada kalsifikasi yang tampak pada daerah katup mitral. Obstruksi berat disertai dengan pembagian kembali aliran darah pulmonal sehingga apeks paru mempunyai perfusi lebih besar (kebalikan
normal). Garis sekat pada sudut kostofrenikus mungkin juga ada. Ekokardiografi menampakkan penyempitan lubang mitral yang nyata selama diastole dan pembesaran atrium kiri.
c. Penatalaksanaan
Pembedahan terindikasi bila ada tanda-tanda klinis dan bukti hemodinamik obstruksi berat tetapi sebelum manifestasi berat tampak lebih awal. Valvotomi mitral balon kateter atau pembedahan biasanya menghasilkan hasil yang baik; penggantian katup dihindari kecuali kalau sangat diperlukan. Valvuloplasti balon terindikasi pada katup penderita yang tidak mengapur, lunak, stenotik bergejala tanpa aritmia atrium atau trombus.
3. Insufisiensi Aorta a. Patofisiologi
Pada insufisiensi aorta reumatik kronik, sklerotik katup aorta menyebabkan penyimpangan dan retraksi kuspid. Regurgitasi darah menyebabkan beban volume berlebih dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Kombinasi insufisiensi mitral dan aorta lebih sering daripada keterlibatan aorta saja. Gagal ventrikel kiri akhirnya dapat terjadi.
b. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala tidak biasa kecuali pada insufisiensi aorta berat. Volume sekuncup yang besar dan kontraksi ventrikel kiri yang penuh kekuatan dapat menimbulkan palpitasi. Keringat tidak tahan panas terkait dengan vasodilatasi. Dispnea pada saat kerja dapat menjelek menjadi ortopnea dan edema paru; angina dapat terjadi selama kerja berat. Pada remaja dengan insufisiensi berat, serangan pada malam hari dengan berkeringat, takikardia, nyeri dada, dan hipertensi dapat terjadi.
Tekanan nadi lebar dengan nadi perifer melambung. Tekanan darah sistolik naik, dan tekanan diastolik lebih rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar dan ada kuat angkat apeks ventrikel kiri. Mungkin ada getaran sistolik. Bising khas mulai tepat pada bunyi jantung ke-2 dan berlanjut sampai akhir diastole. Bising terdengar pada linea parasternalis
atas dan tengah dengan penjalaran ke apeks dan ke daerah aorta. Secara khas, bising mempunyai kualitas nada tinggi, bergaung. Biasanya bising lebih mudah dapat didengar pada ekspirasi penuh dengan diagfragma stetoskop ditempatkan kuat pada dada dan penderita condong ke depan. Kadang-kadang bising ini lebih keras pada posisi terlentang. Bising sistolik ejeksi yang kadang-kadang didahului oleh klik sering terdengar dan ditimbulkan oleh volume sekuncup yang besar. Bising presistolik di apeks (Austin Flint) menyerupai bising stenosis mitral, kadang-kadang terdengar dan merupakan akibat dari aliran regurgitan aorta besar pada diastole yang menghalangi katup mitra terbuka secara penuh.
Roentgenogram menampakkan pembesaran ventrikel da aorta. Elektrokardiogram mungkin normal, tetapi pada kasus yang lanjut menunjukkan tanda-tanda hipertrofi dan strain ventrikel kiri dengan gelombang P mencolok. Ekokardiogram menampakkan ventrikel kiri besar dengan geletar katup mitral diastolik atau osilasi yang disebabkan oleh aliran regurgitan yang membentur daun-daun katup. Ekokardiogram dua-dimensi (2-D) menampakkan kelainan katup aorta, dan pemeriksaan doppler memperagakan derajat kebocoran aorta ke dalam ventrikel kiri. c. Prognosis dan Penatalaksanaan
Lesi ringan dan sedang ditoleransi dengan baik. Banyak remaja dengan regurgitasi berat tidak bergejala dan tahan terhadap lesi lanjut sampai pada dekade ke-3 dan ke-4. tidak seperti insufisiensi mitral, insufisiensi aorta tidak mengurang. Penderita dengan lesi kombinasi selama episode demam rematik akut mungkin hanya mengalami keterlibatan aorta 1-2 tahun kemudian. Pengobatan pada kebanyakan kasus terdiri atas profilaksis terhadap kumat demam reumatik akut dan kejadian endokarditis infektif. Penderita didorong untuk hidup aktif dan senormal mungkin. Intervensi bedah (penggantian katup) harus dilakukan juga sebelum mulai gagal jantung kongestif, edema paru atau angina, bila ada perubahan gelombang ST-T pada elektrokardiogram atau bila ada bukti penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri.
C. Gagal Jantung 1. Definisi
Tidak ada definisi yang komprehensif. Gagal jantung lebih mudah dikenali pada pemeriksaan klinik daripada didefinisikan. Sir Thomas Lewis mendefinisikan jantung tidak mampu mengeluarkan isinya dengan adekuat. Paul Wood mendefinisikan jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian adekuat. Definisi yang lazim dianut para klinisi adalah definisi dari Poole- Wilson : gagal jantung adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh kelainan jantung dan ditandai dengan adanya respon hemodinamik, renal, neural dan hormonal. Packer mendefinisikan gagal jantung kongestif sebagai gagal jantung kronis akibat abnormalitas ventrikel kiri dan regulasi neurohormonal yang ditandai dengan menurunnya kapasitas fungsional, retensi cairan dan edema.
2. Terminologi
a. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan fisik, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan eko-Droppler.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying heart disease/index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperbesar oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung. Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom gagal jantung yang sistomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark, jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma, endokarditis infektif. Gagal jantung simtomatik juga akan tampak kalau
terjadi kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya/underlying heart disease.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik:
• Gangguan relaksasi
• Pseudo-normal
• Tipe restriktif
Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia. Disamping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diatolik tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau penyekat kalsium non-dihidropiridin.
b. Gagal Jantung Low Output dan High Output
Pada umumnya gagal jantung selalu disertai dengan curah jantung yang menurun, gagal jantung low output terdapat beberapa keadaan dimana jantung dituntut untuk menyediakan curah jantung untuk metabolisme jaringan yang lebih besar dari normal. Suatu keadaan high output bila kemudian terjadi sindrom gagal jantung, maka memenuhi kebutuhan metabolisme yang meninggi. Keadaan ini disebut sindrom gagal jantung
high output .
Gagal jantung low output disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. Gagal jantung high output ditemukan
pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
c. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan
darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesi perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
d. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel kiri, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
e. Forward Failuredan Backward Failure
Forward failure adalah gagal jantung disertai curah jantung yang tidak adekuat dan penurunan perfusi jaringan sering disertai retensi cairan.
Backward failure adalah gagal jantung disertai elevasi tekanan pengisian ventrikel kanan atau ventrikel kiri. Keadaan ini menyebabkan
f. Preload dan Afterload
Preload adalah panjang serat miokardium pada saat dimulainya sistol, ditentukan oleh tekanan pengisisan ventrikel kanan (tekanan vena sistemik atau atrium kanan) atau ventrikel kiri (tekanan vena paru atau atrium kiri).
Afterload adalah beban yang harus diatasi serat miokardium saat kontraksi, ditentukan oleh tekanan darah arteri dan tahanan perifer sistemik.
3. Etiologi
Sindrom klinik gagal jantung merupakan babak akhir fungsi ventrikel yang merosot akibat berbagai penyakit jantung. Gagal jantung bukan suatu diagnosis. Untuk dapat member terapi yang tepat perlu diketahui penyebab gagal jantung.
Di Eropa dan Amerika Utara, penyebab utama gagal jantung adalah iskemia akibat penyakit arteri koronaria (70%). Penyebab sindrom klinik gagal jantung umumnya adalah disfungsi ventrikel. Disfungsi ventrikel kanan murni jarang, dapat terjadi akibat hipertensi pulmonal kronik dan emboli paru masif. Penyebab disfungsi ventrikel kiri antara lain : gangguan irama jantung (takiaritmia, bradiaritmia dengan efek inotropik negatif), kelainan endokardium, penyakit katup, penyakit miokardium (penyakit arteri koronaria, hipertensi, kardiomiopati, miokarditis), penyakit perikardium, penyakit jantung congenital, obat-obatan, dan anemia/hipoksia.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasarai gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung kurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
Jika curah jantung gagal untuk dipertahankan maka akan terjadi gagal jantung kongestif karena kontraktilitas, karena preload , kontraktilitas dan
afterload terganggu.
5. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasi berdasarkan beratnya keluhan dan kapasitas latihan. Meskipun klasifikasi ini tidak tepat benar akan tetapi klinik bermanfaat, terutama untuk mengevaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang banyak
dipergunakan adalah klasifikasi dari NYHA.
New York Heart Association Classification (NYHA)1964 Kelas I :
Penderita tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
Kelas II :
Saat istirahat tidak ada keluhan tetapi terdapat sedikit limitasi aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
Kelas III :
Saat istirahat tidak ada keluhan tetapi aktivitas fisik yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
Kelas IV :
Saat istirahat sesak. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan sesak.
6. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Tabel 2.7. Kriteria Framingham
Kriteria Mayor Kriteria Minor
• Paroxysmal noctunal dyspnea / orthopnea
• Distensi vena leher • Ronki paru
• Kardiomegali • Edema paru akut • Gallop S3
• Peninggian tekanan vena jugularis > 16 cmH2O
• Waktu sirkulasi > 25 detik • Refluks hepatojugular
• Edema ekstremitas • Batuk malam hari • Dyspnea d’effort • Hepatomegali • Efusi pleura
• Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
• Takikardia (>120/menit)
Kriteria Mayor atau Minor : penurunan BB > 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
7. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung adalah memperbaiki kualitas hidup, memperpanjang kelangsungan hidup dan mencegah progresifitas sindroma gagal jantung. 3 komponen penting dalam penanganan
gagal jantung yaitu : • Penyakit dasar.
• Faktor-faktor pencetus.
• Mengatasi gagal jantungnya.