• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN KEMASAN PLASTIK ORIENTED POLYPROPYLENE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN KEMASAN PLASTIK ORIENTED POLYPROPYLENE"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PERPUTARAN SPINNER

DALAM PEMBUATAN KERIPIK SALAK (Salacca edulis Reinw)

TERHADAP PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN

KEMASAN PLASTIK ORIENTED POLYPROPYLENE (OPP),

METALIZED (Co-PP/ Me) DAN ALUMUNIUM FOIL

Oleh Yoshiro Sanjaya

F34101111

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2

PENGARUH LAMA PERPUTARAN SPINNER

DALAM PEMBUATAN KERIPIK SALAK (Salacca edulis Reinw)

TERHADAP PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN

KEMASAN PLASTIK ORIENTED POLYPROPYLENE (OPP),

METALIZED (Co-PP/ Me) DAN ALUMUNIUM FOIL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh Yoshiro Sanjaya

F34101111

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Yoshiro Sanjaya. F34101111. Pengaruh Lama Perputaran Spinner dalam Pembuatan

Keripik Salak (Salacca edulis Reinw) terhadap Pendugaan Umur Simpan dengan

Kemasan Oriented Polypropylene (OPP), Metalized (Co-PP/ Me) dan Alumunium

Foil. Di bawah bimbingan Krisnani Setyowati dan Sri Royaningsih. 2007.

RINGKASAN

Di Indonesia buah salak tersedia sepanjang tahun. Untuk mengatasi persediaan buah salak yang berlimpah agar tidak busuk maka buah salak akan dikembangkan untuk memperpanjang umur simpannya menjadi produk baru. Produk keripik merupakan produk kering sehingga mempunyai umur simpan yang relatif lebih lama. Dalam pembuatan keripik salak, setelah penggorengan akan dilakukan proses sentrifuse minyak dengan menggunakan alat spinner untuk mengurangi kadar

minyak yang terkandung dalam keripik salak. Untuk menjaga produk tetap dalam kondisi baik selama penyimpanan diperlukan pengemas yang berfungsi untuk mencegah atau menghambat kerusakan produk dari pengaruh lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perputaran spinner

(30, 60 dan 90 detik) dalam pembuatan keripik salak terhadap umur simpan keripik salak pada suhu 25oC yang akan dikemas dengan plastik OPP, Metalized (Co-PP/

Me) dan Alumunium foil dengan menggunakan metode akselerasi pada suhu ekstrim 30oC, 35oC dan 45oC sebagai suhu penyimpanan.

Penelitian ini difokuskan pada pendugaan umur simpan keripik salak pada suhu 25oC dengan metode akselerasi pada suhu ekstrim penyimpanan 30oC, 35oC dan 45oC. Perlakuan yang digunakan yaitu lama perputaran spinner (30, 60 dan 90 detik),

bahan kemasan (Metalized (Co-PP/ Me), Alumuniun foil dan OPP) yang akan diamati

selama 49 hari dan akan diuji setiap 7 hari sekali dengan parameter yang diuji adalah kadar air (%), kekerasan (N) dan kadar asam lemak bebas (%).

Umur simpan keripik salak pada suhu 25oC untuk kemasan Alumunium foil

pada lama perputaran spinner 30, 60, dan 90 detik masing-masing adalah 107,98 hari,

96,84 hari dan 77,67 hari. Umur simpan keripik salak pada suhu 25oC untuk kemasan

Metalized (Co-PP/ Me) pada lama perputaran spinner 30, 60, dan 90 detik

masing-masing adalah 95,06 hari, 88,32 hari dan 73,78 hari. Umur simpan keripik salak pada suhu 25oC untuk kemasan OPP pada lama perputaran spinner 30, 60, dan 90 detik

masing-masing adalah 81,01 hari, 72,35 hari dan 61,75 hari.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin lama perputaran spinner maka

semakin pendek umur simpannya. Hal ini disebabkan karena semakin lama perputaran spinner maka keripik salak akan semakin banyak menyerap uap air di

udara, sehingga keripik salak akan semakin banyak mengandung kadar air, semakin menurun kerenyahannya dan akan semakin cepat terjadinya proses hidrolisa ketengikan. Semakin lama perputaran spinner juga akan menyebabkan keripik salak

semakin lama kontak dengan logam yang ada pada alat spinner, sehingga akan

menjadi katalisator terjadinya ketengikan.

Data di atas tersebut juga dapat menunjukkan umur simpan keripik salak berdasarkan perbedaan jenis kemasan. Umur simpan keripik salak pada suhu 25oC

(4)

4 untuk lama perputaran spinner 30 detik pada kemasan OPP, Metalized (Co-PP/ Me)

dan Alumunium foil masing-masing adalah 81,01 hari, 95,06 hari dan 107,98 hari. Umur simpan keripik salak pada suhu 25oC untuk lama perputaran spinner 60 detik

pada kemasan OPP, Metalized (Co-PP/ Me) dan Alumunium foil masing-masing

adalah 72,35 hari, 88,32 hari dan 96,84 hari. Umur simpan keripik salak pada suhu 25oC untuk lama perputaran

spinner 90 detik pada kemasan OPP, Metalized (Co-PP/

Me) dan Alumunium foil masing-masing adalah 61,75 hari, 73,78 hari dan 77,67 hari. Dapat dilihat dari data tersebut bahwa bahan kemasan yang terbaik untuk keripik salak ialah kemasan Alumunium foil, diikuti dengan Metalized (Co-PP/ Me)

dan kemudian OPP. Hal ini disebabkan karena kerapatan molekul pada kemasan Alumunium foil paling rapat dibandingkan dengan kemasan Metalized (Co-PP/ Me)

dan diikuti dengan OPP, sehingga oksigen dan uap air yang masuk ke dalam kemasan Alumunium foil, Metalized (Co-PP/ Me) dan OPP, secara berurutan akan semakin

banyak yang masuk. Semakin banyak oksigen dan uap air yang masuk ke dalam kemasan maka akan semakin cepat produk yang dikemas mengalami ketengikan dan penurunan kerenyahan, sehingga umur simpannya akan semakin pendek.

Nilai laju transmisi uap air pada bahan kemasan OPP sebesar 4,7005 g/m2/24 jam, pada bahan kemasan Metalized (Co-PP/ Me) sebesar 2,5565 g/m2/24 jam dan

pada bahan kemasan Alumunium foil sebesar 0,5979 g/m2/24 jam. Nilai laju

transmisi uap air ini diukur dengan menggunakan metode ASTM F 1249-2000 pada suhu 37,8oC dengan RH 85 %.

Nilai laju transmisi oksigen pada kemasan Alumunium foil, Metalized

(Co-PP/ Me) dan OPP yang diukur dengan menggunakan metode ASTM E1252/FTIR pada suhu 23oC dengan kelembaban kering RH 50 % adalah sebagai berikut : 1) Nilai laju transmisi oksigen kemasan Alumunium Foil sebesar 0,044 cc/m2/24 jam, 2) Nilai laju transmisi oksigen kemasan Metalized (Co-PP/ Me) sebesar 48,62 cc/m2/24 jam,

(5)

Yoshiro Sanjaya. F34101111. The Effect of Rotation Time on Zalacca Chrispy Chips Production againts Estimating Shelf Life by Using Packages of Oriented Polypropylene (OPP), Metalized (Co-PP/ Me) and Alumunium Foil. Supervised by Krisnani Setyowati and Sri Royaningsih. 2007.

SUMMARY

Zalacca fruit is always available all year long in Indonesia. Nowadays, zalacca fruit is developed into a new product to prevent it from damage. Chrispy chips is a dry product that has long shelf life. Oil sentrifuge process is done after drying process by using spinner to decrease oil content of zalacca chrispy chips. Package is needed to keep the product stay good during storage because it prevents the damage of product from surrounding effects.

The purpose of this research is to understand the effect of spinner rotation time (30, 60 and 90 second) on zalacca chrispy chips production againts the shelf life of zalacca chrispy chips at temperature of 25oC that will be packaged by OPP, Metalized (Co-PP/ Me) and Alumunium foil by using acceleration method at extreme temperature of 30oC, 35oC and 45oC as storage temperature.

This research is focused on the shelf life estimation of zalacca chrispy chips at temperature of 30oC, 35oC and 45oC. Treatments that have been used are spinner rotation time (30, 60 and 90 second) and type of packages (Metalized (Co-PP/ Me), Alumuniun foil and OPP) that will observed for 49 days and tested once each 7 days with parameter of water value (%), hardness (N) and free fat acid value (%).

The shelf life of zalacca chrispy chips that is packaged by Alumunium foil at temperature of 25oC and by using spinner rotation time of 30, 60 and 90 second each are 107.98; 96.84 and 77.67 days. The shelf life of zalacca chrispy chips that is packaged by Metalized (Co-PP/ Me) at temperature of 25oC and by using spinner rotation time of 30, 60 and 90 second each are 95.06; 88.32 and 73.78 days. However, the shelf life of zalacca chrispy chips that is packaged by OPP at temperature of 25oC and by using spinner rotation time 30, 60 and 90 second each are 81.01; 72.35 and 61.75 days.

Those data show that the longer spinner rotation time causes the shelf life getting shorter. This is caused by zalacca chrispy chips absorbs higher amount of water from surrounding when the spinner rotation time getting longer. It causes zalacca chrispy chips contains high amount of water, losing its chrispy and its rancidity hydrolise process getting sooner. The longer spinner rotation time also may cause the longer zalacca chrispy chips contacted with metal on spinner. This metal would be catalisator for rancidity to be happened.

The above data also shows the shelf life of zalacca chrispy chips based on the difference of type packages. The shelf life of zalacca chrispy chips that is using spinner rotation time of 30 second at temperature of 25oC and packaged by OPP, Metalized (Co-PP/ Me) and Alumunium foil each are 81.01; 95.06 and 107.98 days. The shelf life of zalacca chrispy chips that is using spinner rotation time of 60 second at temperature of 25oC and packaged by OPP, Metalized (Co-PP/ Me) and

(6)

6 Alumunium foil each are 72.35; 88.32 and 96.84 days. The shelf life of zalacca chrispy chips that is using spinner rotation time of 90 second at temperature of 25oC and packaged by OPP, Metalized (Co-PP/ Me) and Alumunium foil each are 61.75; 73.78 and 77.67 days.

We can see from the data above that the best package for zalacca chrispy chips is Alumunium foil, followed by Metalized (Co-PP/ Me) and then OPP. This is caused by molecule density of Alumunium foil is the highest compared to Metalized (Co-PP/ Me) and OPP, with result that oxygen and water vapor easily to get in. The more oxygen and water vapor that comes in through the package causes the faster product to be rancid and decreasing its chrispy, so the shelf life of the product would be shorter.

The value of water vapor transmission rate each on OPP package is as many as 4.7005 g/m2/24 hour, Metalized (Co-PP/ Me) package is as many as 2.5565 g/m2/24 hour and Alumunium foil package is as many as 0.5979 g/m2/24 hour. This value is being measured by using ASTM F 1249-2000 method at temperature of 37.8oC with RH of 85 %.

The value of oxygen transmission rate each on Alumunium foil, Metalized (Co-PP/ Me) and OPP that has been measured by ASTM E1252/FTIR method at temperature of 23oC with RH of 50 % are as follows : 1) The value of oxygen

transmission rate on Alumunium foil package is 0.044 cc/m2/24 hour, 2) The value of oxygen transmission rate on Metalized (Co-PP/ Me) package is 48.62 cc/m2/24 hour, 3) The value of oxygen transmission rate on OPP package is unmeasurable because the value is too high.

(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH LAMA PERPUTARAN SPINNER

DALAM PEMBUATAN KERIPIK SALAK (Salacca edulis Reinw) TERHADAP PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN KEMASAN PLASTIK ORIENTED

POLYPROPYLENE (OPP), METALIZED (Co-PP/ Me) DAN ALUMUNIUM

FOIL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh Yoshiro Sanjaya

F34101111

Dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1983 di Jakarta

Tanggal Lulus : Januari 2007

Disetujui, Bogor, 2007

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Ir. Sri Royaningsih

(8)

8 SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pengaruh Lama Perputaran Spinner dalam Pembuatan Keripik Salak (Salacca edulis Reinw) terhadap Pendugaan Umur Simpan dengan Kemasan Plastik Oriented Polypropylene (OPP), Metalized (Co-PP/ Me) dan Alumunium Foil” adalah karya

asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya.

Bogor, 2007

Yang membuat pernyataan

Nama : Yoshiro Sanjaya NrP : F34101111

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 1983. Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Ichsan Musa dan Sri Sayekti.

Pada tahun 1989 Penulis memulai pendidikan di SD Dewi Sartika Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 115 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 26 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2004 Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang dengan judul ”Mempelajari Pengendalian Produksi dan Sistem Pengantongan Pupuk Urea pada PT. Pupuk Sriwidjaja, Palembang”. Selanjutnya pada tahun 2005 Penulis melaksanakan penelitian dengan judul ”Pengaruh Lama Perputaran Spinner dalam Pembuatan

Keripik Salak (Salacca edulis Reinw) terhadap Pendugaan Umur Simpan dengan

Kemasan Plastik Oriented Polypropylene (OPP), Metalized (Co-PP/ Me) dan

Alumunium Foil” di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir. Sri Royaningsih.

(10)

10 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salak (Salacca edulis Reinw) merupakan salah satu produk hortikultura

yang berpotensi untuk dikembangkan. Di Indonesia banyak terdapat daerah potensial penghasil salak. Hal ini disebabkan karena lahan yang cocok untuk tanaman salak memang asalnya dari Indonesia. Berikut adalah daerah-daerah potensial penghasil salak di Indonesia :

Tabel 1. Sentra Produksi Salak di Indonesia.

Propinsi Nama Daerah Produktivitas

(Ton) a) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Sumatera Utara Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Maluku NTB Kalimantan Barat Condet, Depok

Batujajar, Banten, Tasikmalaya, Sumedang

Purwokerto, Banyumas, Banjarnegara, Brebes, Temanggung, Ambarawa Sleman, Bantul

Pasuruan, Blitar, Malang, Banyuwangi, Sidoarjo

Karang Asem, Gianyar

Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan) Sangihe Talaud

Enrekang Maluku Tengah

Lombok Barat, Lombok Tengah Pontianak Sambas 43 50.654 68.999 33.979 14.966 44.970 94.683 1.439 4.851 33 22 895 (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992)

a) BPS (2001)

Di Indonesia buah salak tersedia sepanjang tahun. Dalam satu tahun tanaman salak mempunyai tiga kali masa panen yaitu panen besar (November-Februari), panen sedang (Mei-Agustus) dan panen kecil (Maret-Oktober). Buah salak dalam keadaan segar mempunyai umur simpan yang relatif pendek. Untuk mengatasi persediaan buah salak yang berlimpah agar tidak busuk maka buah

(11)

salak akan dikembangkan untuk memperpanjang umur simpannya menjadi produk baru seperti asinan, minuman, keripik, dan lain-lain.

Produk keripik merupakan produk kering sehingga mempunyai umur simpan yang relatif lebih lama. Mesin penggorengan hampa (Vacuum Frying)

adalah mesin khusus yang dirancang untuk memudahkan memproduksi keripik buah-buahan dan sayuran. Kelebihan mesin vacuum frying (penggoreng hampa)

selain mudah penggorengannya ialah hemat waktu karena dapat memproduksi dalam skala yang besar pada setiap proses penggorengannya dan dapat menghasilkan keripik yang berkualitas. Selain itu menurut Sijbring (1974), aplikasi tekanan sub atmosferik (vakum) terhadap proses penggorengan akan menurunkan titik didih air yang dikandung bahan pangan, sehingga keripik salak akan matang pada suhu rendah. Hal ini menyebabkan aroma dan rasa dari buah salak akan tetap terjaga dan warna keripik salak akan bagus karena tidak gosong.

Dalam pembuatan keripik salak, setelah penggorengan akan dilakukan proses sentrifuse minyak untuk mengurangi kadar minyak yang terkandung dalam keripik salak. Pada proses sentrifuse ini menggunakan spinner yang akan berputar

dalam kecepatan yang tinggi, sehingga akan terjadi pemisahan minyak dari permukaan produk keripik salak.

Untuk menjaga produk tetap dalam kondisi baik selama penyimpanan diperlukan pengemas yang berfungsi untuk mencegah atau menghambat kerusakan produk dari pengaruh lingkungan. Penggunaan kemasan harus disesuaikan dengan karakteristik produk yang dikemas, sehingga penentuan bahan kemasan harus sesuai sebagai pelindung, wadah, bahkan untuk penambah nilai pasar produk tersebut.

Penggunaan kemasan juga dapat mempertahankan umur simpan suatu produk. Menurut National Food Processor Association (1978), suatu produk

dikatakan berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan.

(12)

12 Umur simpan suatu produk dapat ditentukan dengan menggunakan metode akselerasi. Metode akselerasi atau Accelerated Storage Studies (ASS)

adalah konsep studi penyimpanan untuk menentukan umur simpan yang menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi deteriorasi (penurunan usuable quality) produk pangan. Keuntungan dari metode

ini membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perputaran

spinner (30, 60 dan 90 detik) dalam pembuatan keripik salak terhadap umur

simpan keripik salak pada suhu 25oC yang akan dikemas dengan plastik OPP,

Metalized (Co-PP/ Me) dan Alumunium foil dengan menggunakan metode

akselerasi pada suhu ekstrim 30oC, 35oC dan 45oC sebagai suhu penyimpanan.

C. RUANG LINGKUP

Penelitian ini difokuskan pada pendugaan umur simpan keripik salak pada suhu 25oC dengan metode akselerasi pada suhu ekstrim penyimpanan 30oC, 35oC dan 45oC. Penggunaan suhu ekstrim ini sesuai dengan kaidah Arrhenius yaitu setiap kenaikan suhu sebesar 10oC terjadi kenaikan kecepatan reaksi sebanyak dua kali (Syarief et al., 1989).

Perlakuan yang digunakan yaitu lama perputaran spinner (30, 60 dan 90

detik) dan jenis kemasan (Metalized (Co-PP/ Me), Alumuniun foil dan OPP).

Lama perputaran spinner ini diperoleh berdasarkan pengamatan sebelumnya

bahwa pada saat perputaran spinner 30 detik produk sudah banyak mengeluarkan

minyak namun produk masih berminyak, setelah lama perputaran spinner 60

detik produk makin sedikit mengandung minyak dan setelah 90 detik sudah tidak ada minyak yang keluar dari alat spinner. Kemasan yang digunakan sebagai

(13)

pembanding antara kemasan tanpa logam (OPP), kemasan dengan sedikit logam (Metalized (Co-PP/ Me)) dan kemasan logam murni (Alumunium foil).

Pendugaan umur simpan ini akan diamati selama 49 hari dan akan diuji setiap 7 hari sekali. Hal ini sesuai dengan pengamatan Man dan Jones (1999) yaitu penurunan mutu untuk produk keripik setelah penyimpanan selama 49 hari akan stabil dan tidak ada penurunan mutu yang signifikan. Parameter yang diuji adalah kadar air (%), kekerasan (N) dan kadar asam lemak bebas (%). Ketiga parameter ini merupakan parameter yang paling cepat terjadi terhadap kerusakan keripik salak.

(14)

14 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SALAK

a. Tanaman Salak

Salak (Salacca edulis Reinw) merupakan tanaman yang termasuk suku Spadiciflorae, famili Palmae, genus Salacca dan spesies Salacca edulis

(Sabari, 1983). Ketinggian tanah yang sesuai untuk tanaman salak adalah 0– 700 meter di atas permukaan laut. Yang terbaik berkisar antara 1–400 m di atas permukaan laut. Batas toleransi ketinggian yang masih memungkinkan adalah 900 m di atas permukaan laut. Bila sudah lebih dari 900 m pohon salak susah berbuah (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992).

Menurut Nazaruddin dan Kristiawati (1992), tanaman salak termasuk golongan tanaman berumah dua, artinya pada satu tanaman hanya ada satu jenis bunga saja, jantan atau betina. Oleh karena itu, bila yang ditanam hanya salah satu jenis bunga saja, jantan atau betina saja, maka sampai kapan pun tidak akan pernah didapatkan buahnya. Untuk mendapatkan buahnya, di kebun perlu juga ditanam salak jantan di antara salak-salak betina.

Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang memiliki ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Agar hasilnya baik, sebaiknya salak ditanam di daerah dengan curah hujan rata-rata 200-400 mm tiap bulannya. Untuk pertumbuhan yang optimal, salak memang menghendaki iklim basah. Tetapi ia juga tidak rewel bila ditanam di daerah kering asalkan kebutuhan airnya tercukupi (Haryani, 1991).

Salak dapat tumbuh dan berproduksi baik di tanah gembur, subur dan aerasinya baik. Tetapi pada dasarnya tanaman salak dapat tumbuh pada semua jenis tanah, baik tanah liat, liat berpasir atau tanah pasir. Pada tanah asam yang ber-pH 4,5-5,0 atau tanah basa yang ber-pH diatas 7,5 tanaman ini mampu hidup dan tumbuh. Namun pertumbuhan optimum akan tercapai bila salak ditanam pada tanah yang ber-pH 6,0-7,0. Karena salak berakar serabut

(15)

dan akar-akarnya tidak panjang, maka air tanah yang dangkal lebih cocok untuknya (Haryani, 1991).

Dalam satu tahun tanaman salak yang dikelola secara intensif dapat dipanen tiga kali. Jadi ada tiga musim panen dalam satu tahunnya, yaitu panen besar terjadi pada bulan November–Februari, panen sedang terjadi pada bulan Mei–Agustus, dan panen kecil terjadi pada bulan Maret–Oktober (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992).

b. Buah Salak

Pada umumnya buah salak berbentuk bulat atau bulat telur terbalik dengan bagian ujung runcing dan terangkat rapat dalam tandan buah yang muncul dari ketiak pelepah daun. Kulit buah tersusun seperti sisik-sisik berwarna cokelat kekuningan sampai cokelat kehitaman. Daging buah tidak berserat berwarna putih kekuningan, kuning kecoklatan, atau merah tergantung varietasnya. Rasa buah manis, manis agak asam, manis agak sepet atau manis bercampur asam dan sepet. Dalam satu buah salak mengandung 1– 3 biji. Bijinya berwarna cokelat berbentuk persegi dan berkeping satu (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992).

Buah salak terdiri atas kulit buah, daging buah dan biji. Sisik kulit buah menjadi satu dengan kulit buahnya. Kulit buah sangat tipis, tebalnya sekitar 0,3 mm. Sedangkan kulit luar buah salak berfungsi sebagai pelindung alami terhadap daging buah yang dibungkusnya terhadap pengaruh keadaan lingkungan. Jika kulit sudah terkupas maka terlihatlah bagian dalam buah (Sabari, 1983).

Komposisi kimia berpengaruh terhadap rasa buah salak. Adanya gula dan asam dapat mempengaruhi rasa manis dan asam buah salak. Senyawa tanin yang tinggi pada daging buah salak atau pada buah-buahan pada umumnya akan memberikan rasa sepet (Winarno dan Aman, 1981). Berkurangnya rasa sepet adalah salah satu perubahan utama yang terjadi saat proses pematangan buah. Sabari (1982) melaporkan pada salak pondoh, buah

(16)

16 yang berumur 3-5 bulan sejak bunga mekar, kadar taninnya adalah 0,21 % dan setelah berumur 5 bulan kadar taninnya 0,08 %.

Menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1979) nilai gizi dan komposisi kimia daging buah salak adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Nilai Gizi Daging Buah Salak per 100 gram

Komponen Jumlah Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) 77,4 0,4 0,0 20,9 28,0 18,0 4,2 0,0 0,04 2,0 78,0

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1979).

Umur buah salak yang baik untuk dipasarkan adalah antara 6-7 bulan sejak keluarnya bunga (Sumarto, 1976), tetapi jika musim hujan tiba pada saat buah salak sudah membesar (4-5 bulan), maka petani memanen buahnya lebih awal dari biasanya. Hal ini disebabkan karena buah salak tersebut cepat membesar sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam membesarkan kulit dan isi dan mengakibatkan kulit buah pecah sebelum mencapai umur 6-7 bulan (Sumarto, 1976).

Menurut Nazaruddin dan Kristiawati, (1992), buah salak yang sudah

masak umumnya mempunyai ciri-ciri seperti di bawah ini :

1. Kulit buah bersih mengkilap dan susunan sisiknya tampak lebih renggang. 2. Bila buah dipetik, mudah sekali terlepas dari tandan buah.

3. Biji salak berwarna cokelat gelap kehitaman.

(17)

5. Bila dicium menyebar aroma salak dan bila dimasukkan ke dalam air akan terapung.

c. Salak Pondoh

Di antara bermacam-macam salak yang ada, salak Pondoh merupakan salak yang paling disukai oleh konsumen akhir-akhir ini. Bahkan salak ini dinyatakan sebagai buah unggul karena mempunyai banyak kelebihan. Salak Pondoh terkenal karena walaupun bentuknya kecil, tetapi rasanya manis. Rasa manis ini sudah ada waktu buah masih muda. Jadi, kalau kita makan buah salak Pondoh yang masih muda akan terasa manis bukan sepet. Salak ini diberi nama Pondoh karena dagingnya berwarna putih dan manis seperti

pondoh atau pucuk kelapa yang masih terbungkus pelepah (Nazaruddin dan

Kristiawati, 1992).

Salak Pondoh cara panennya biasanya dilakukan secara serempak, yaitu dengan memotong batang buah salak per tandan. Sekalipun tingkat kemasakan tiap buah dalam satu tandan tidak sama, hal ini tidak menjadi problem karena rasa enak khas salak Pondoh telah ada sejak salak muda sampai menjelang buah masak di pohon. Umumnya panen dilakukan setelah diketahui biji salak berwarna merah atau merah kecokelatan (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992).

Berdasarkan warna kulitnya terdapat lima jenis salak Pondoh yaitu kuning, merah kuning, merah, merah hitam dan hitam. Daging buah terdiri dari 3 septa dengan ketebalan antara 0,8-1,5 cm. Ukuran buahnya antara 2,5-7,5 cm dan berat 30-100 g per buah. Jumlah buah per tandan antara 10-27 (Widyastuti dan Farry, 1993).

d. Keripik Salak.

Yamazaki dan Hayashida (1976) di dalam Robbins (1976) mengemukakan suatu metode pembuatan keripik (snack food) dari buah atau

(18)

18 sayuran dengan metode penggorengan. Dalam proses ini, buah dicuci, dibelah dan dipotong-potong dalam ukuran yang dikehendaki. Jika diperlukan, dapat dilakukan inaktivasi oksidase yang dikandungnya dan kemudian digoreng

pada tekanan atmosfer atau tekanan hampa.

Menurut Lastriyanto (1997), penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan vakum, dimana kondisi yang baik untuk menggoreng buah secara vakum adalah suhu 90oC, tekanan 70 mmHg dan waktu penggorengan 1 jam.

Disain fungsional mesin penggorengan hampa terdiri dari : (1) pompa vakum, (2) ruang penggorengan, (3) unit pengkondensasi uap air yang dilengkapi dengan pendingin, (4) unit pemanas dan (5) unit pengendali operasi (Lastriyanto, 1997).

Aplikasi tekanan sub atmosferik (vakum) terhadap proses penggorengan akan menurunkan titik didih air yang dikandung bahan pangan. Kombinasi penggunaan tekanan hampa awal 1-4 inHg absolute dengan

penyebaran medium pindah panas cair bersuhu antara 100-200oF, dapat menggoreng dan mengeringkan bahan pangan secara efisien. Setelah kadar air yang dikehendaki tercapai, tekanan ruangan perlu diturunkan hingga 1 mmHg

absolute untuk membantu mengeluarkan minyak dari permukaan bahan

(Sijbring, 1974).

Setelah proses penggorengan hampa dihentikan, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengeluarkan bahan dari dalam minyak sebelum tekanan ruang penggoreng mencapai satu atmosfir. Tindakan ini dapat mencegah penyerapan lemak yang berlebih (Sijbring, 1974).

Keripik merupakan bahan pangan yang memiliki karakteristik berpori dan memiliki kadar air yang rendah. Kerusakan yang sering terjadi adalah terjadinya reaksi oksidasi lipid yang menyebabkan timbulnya rasa tengik dan penyerapan uap air oleh keripik sebagai reaksi kondisi lingkungan (Purnomo, 1995).

(19)

Pembuatan keripik salak selain untuk memperpanjang umur simpan, juga dapat mempertahankan unsur-unsur utama dari buah salak seperti gula, protein, serat, vitamin dan kalori. Hal ini dapat dilihat dari nilai gizi keripik salak pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Nilai Gizi Keripik Salak per 100 gram

Komponen Jumlah Gula (g) Protein (g) Lemak (g) Serat (g) Vitamin (g) Kalori (kkal) Air (g) 31,7 3,0 8,6 4,1 63,3 216,4 5,5 Sumber : www.Sleman.go.id (2007)

Menurut Robertson (1967), makanan goreng umumnya mempunyai struktur yang sama yaitu terdiri dari bagian hati (core), lapisan luar hati

(crust) dan lapisan terluar makanan goreng (outer zone surface). Bagian hati

(core) merupakan bagian makanan goreng yang masih mengandung air. Pada

makanan tipis, seperti keripik, bagian ini hampir tidak ada, yang ada hanya bagian crust. Bagian luar hati (crust) merupakan hasil dehidrasi pada proses

penggorengan. Air yang hilang pada bagian luar akibat penguapan air, akan diisi oleh minyak. Bagian permukaan paling luar (outer zone surface)

merupakan bagian paling luar makanan goreng yang berwarna cokelat kekuningan. Warna cokelat merupakan hasil reaksi pengcokelatan. Warna permukaan paling luar tersebut dipengaruhi oleh komposisi makanan, suhu dan lama penggorengan (Ketaren, 1989).

Menurut Ketaren (1989), tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas 3 golongan yaitu : 1) ketengikan oleh oksidasi, 2) ketengikan oleh enzim dan 3) ketengikan oleh proses hidrolisa. Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Hal ini dikenal sebagai reversion. Faktor-faktor yang dapat

(20)

20 mempengaruhi perkembangan dari reversion ini adalah : 1) suhu, 2) cahaya

atau penyinaran, 3) tersedianya oksigen dan 4) adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi.

Peningkatan kadar air dapat meningkatkan laju reaksi deteriorasi dengan cepat. Makanan kering mengalami kerusakan apabila menyerap uap air yang berlebih. Kerusakan ini cukup kompleks karena dapat melibatkan atau berbagai jenis reaksi deteriorasi lain yang sensitif terhadap perubahan aw

(Arpah, 2001).

Penyerapan uap air ditandai dengan peningkatan kadar uap air. Perubahan kadar air selama penyimpanan dapat diketahui dengan interval tujuh hari. Peningkatan kadar air menyebabkan hilangnya kerenyahan keripik (Arpah, 2001).

Menurut Katz dan Labuza (1981), yang melakukan terhadap kerenyahan makanan kudapan (snack food) dengan uji organoleptik

melaporkan bahwa kerenyahan makanan kudapan menurun dengan meningkatnya aw produk. Apabila aw mencapai 0,35–0,50 maka

kerenyahannya, yang merupakan ciri khas produk pangan ringan, menjadi hilang.

B. PENGEMASAN

Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk, pelindung produk, alat komunikasi dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993).

Menurut Syarief et al., (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi

kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu :

(21)

a. Kerusakan yang disebabkan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologis).

b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambah cita rasa yang tidak diinginkan).

a. Fungsi Pengemasan

Menurut Syarief et al., (1989), bahan kemas baik bahan logam,

maupun bahan lain seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas dan karton seharusnya mempunyai 6 fungsi utama berikut ini :

a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain.

b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya).

c. Mempunyai fungsi yang baik, efisiensi dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan.

d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi.

e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak.

f. Menampakan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.

Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain adalah permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun citarasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara maksimal dan harganya murah (Winarno dan Jenie, 1984).

(22)

22 Salah satu fungsi kemasan adalah memperlambat proses deteriosasi, yaitu dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari produk atau memperpanjang umur simpan. Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk mengalami perubahan kimia. Kesegaran utamanya dihubungkan dengan rasa, bau dan aroma produk sedangkan penerimaan mencakup keseluruhan aspek dari mutu produk termasuk pula bentuk, tekstur dan harga (Arpah, 2001).

b. Beberapa Jenis dan Sifat Bahan Kemasan

Menurut Syarief et al., (1989), dengan banyaknya persyaratan yang

diperlukan bagi bahan kemas, maka tentu saja bahan kemas alami tidak akan dapat memenuhi sebagian besar persyaratan tersebut. Karena itu manusia dengan bantuan teknologi berhasil membuat bahan kemas sintetik yang dapat memenuhi sebagian besar dari persyaratan minimal yang diperlukan.

Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Kemasan plastik lemas memiliki kelemahan khususnya terhadap daya permeabilitas (barrier) terhadap beberapa jenis gas

dan uap air sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan molekul-molekul gas baik dari luar plastik (udara) maupun sebaliknya dari makanan ke luar melalui lapisan plastik. Adanya perpindahan senyawa-senyawa tersebut dapat menimbulkan berbagai penyimpangan organoleptik (Winarno, 1997).

Menurut Syarief dan Halid (1993) penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan sangat menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah dari logam dan mudah dalam penanganannya.

(23)

Menurut Syarief et al., (1989), polipropilen (PP) termasuk jenis plastik

olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama dari polipropilen yaitu :

a. Ringan (densitas 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film.

b. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh dan tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.

c. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek.

d. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang. e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150oC.

f. Titik leburnya tinggi

g. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.

h. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat.

Untuk memperbaiki sifat-sifatnya, polipropilen dapat dimodifikasi menjadi OPP (oriented polypropylene) jika dalam proses pembuatannya

ditarik satu arah atau BOPP (biaxially oriented polypropylene).

Metalizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan

menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastik film dalam kondisi vakum. Walaupun lapisan penglogaman ini sangatlah tipis, sekitar 300-1000 Å (0,03-0,1 μm) tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap dan menahan gas (Matsumoto, 1999).

Logam yang biasa digunakan untuk metalisasi adalah alumunium. Kemurnian alumunium yang digunakan adalah 99,9 % dan diameter wire

alumunium sebesar 1,96 mm. Proses metalisasi dilakukan dengan melelehkan dan menguapkan alumunium wire pada suhu 1.500oC. Uap alumunium ini

akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu sekitar 15oC. Rol pendingin diset pada suhu tersebut dengan tujuan agar film tidak meleleh ketika terkena uap alumunium yang panas.

(24)

24 Plastik yang dilapisi logam (metalized plastic) dapat meningkatkan

penampilan dan mengurangi transmisi. Plastik ini dapat melindungi produk dari cahaya. Penggunaan plastik ini antara lain untuk mengemas kopi, makanan kering, keju dan roti panggang (Brown, 1992).

Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat hermotis, fleksibel dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari alumunium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan memberi lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989).

Alumunium foil didefinisikan sebagai alumunium murni (derajat kemurnian tidak kurang dari 99,4 %), walaupun demikian dapat diperoleh dalam bentuk campuran yang berbeda-beda. Mutu kemurnian yang tinggi lakur (1000 seri) lazimnya digunakan untuk pengemasan. Lakur yang paling banyak digunakan untuk kemas foil adalah tipe 1235 dan 1245. Untuk wadah-wadah yang ditarik (drawn) atau dibentuk, tipe 3003 yang digunakan. Lakur

ini berkadar mangan 1,0 hingga 1,5 persen (Syarief et al., 1989).

C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN a. Pengertian Umur Simpan

Umur simpan suatu produk adalah rentang waktu antara produk mulai dikemas atau diproduksi sampai digunakan dengan mutu yang masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Umur simpan suatu produk ditentukan oleh tiga faktor yaitu: a) karakteristik produk, b) lingkungan dimana produk berada selama distribusi dan c) karakteristik kemasan (Robertson, 1993). Menurut Syarief et al., (1989), umur simpan suatu produk pangan

merupakan suatu parameter ketahanan produk selama penyimpanan terutama jika kondisinya beragam. Umur simpan ini erat hubungannya dengan kadar air

(25)

kritis produk dimana secara organoleptik masih dapat diterima konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut :

a. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan kimia internal dan fisik. b. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya.

c. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

d. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk dari perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.

Hasil analisa menggunakan metode-metode pendugaan umur simpan pangan dan diikuti dengan penentuan umur simpan pangan (shelf-life testing)

yang dilakukan secara laboratoris dan mengikuti prosedur dan standar tertentu menghasilkan : Tanggal, Bulan dan Tahun Kadaluwarsa (Arpah, 2001).

b. Dasar Penurunan Mutu

Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali oleh hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi dan abrasi (Arpah, 2001).

Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas dari sekeliling. Ini akan

(26)

26 menyebabkan perubahan-perubahan terhadap produk yang meliputi : perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, mikrobiologis maupun makrobiologis (Arpah, 2001).

Analisa kuantitatif reaksi deteriorasi yang berlangsung pada produk selama proses pengemasan dan penyimpanan dapat dilakukan dengan cara pengukuran terhadap tingkat efek deteriorasi yang berlangsung. Analisa-analisa yang dilakukan meliputi Analisa-analisa fisik, Analisa-analisa kimia serta Analisa-analisa organoleptik. Perubahan tingkat efek deteriorasi kemudian dihubungkan dengan perubahan mutu produk atau lebih tepat dengan istilah usuable quality. Oleh karena itu usuable quality menurun selama penyimpanan maka

pada saat nilainya akan mendekati titik tertentu dimana kualitas yang diharapkan tersebut tidak dimiliki lagi oleh produk pangan itu (Arpah, 2001).

Pada saat segera setelah selesai diproduksi, usuable quality dari suatu

produk adalah 100 %, kemudian segera setelah itu akan menurun selama penyimpanan, dimana laju penurunannya dapat dihitung. Penurunan laju

usuable quality disebabkan oleh reaksi deteriorasi yang berlangsung dalam

produk. Penentuan waktu kadaluwarsa tidak selalu diputuskan berdasarkan

usuable quality 0 %, tetapi dapat juga lebih besar dari itu. Beberapa jenis

produk tertentu seperti produk-produk farmasi menggunakan kriteria kadaluwarsa pada titik penurunan usuable quality sampai dengan 85 %

(Arpah, 2001).

c. Perumusan Model Umur Simpan

Menurut Floros (1993), umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS).

ESS yang sering juga disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan

(27)

mutunya (usuable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa.

Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal-awal penemuan dan penggunaannya, metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisa parameter mutu yang relatif banyak. ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat (accelerates) reaksi deteriorasi

(penurunan usuable quality) produk pangan. Keuntungan dari metode ini

membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dam akurasi yang tinggi (Arpah, 2001).

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : 1). Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa dan 2). Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Arpah, 2001).

Persamaan Arrhenius menunjukkan ketergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap suhu. Keadaan suhu ruang penyimpanan sebaiknya tetap dari waktu ke waktu, tetapi sering kali keadaan suhu penyimpanan berubah-ubah (Syarief dan Halid, 1993).

Menurut Arpah (2001), persamaan Arrhenius menunjukkan ketergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap temperatur yang dirumuskan sebagai berikut :

k = k0 e-Ea/RT

ln k = ln k0 – (Ea/RT)

ln k = ln k0 – {(Ea/R) . (1/T)}

Keterangan :

(28)

28 k = konstanta laju reaksi pada temperatur T.

Ea = Energi aktivasi (kal/mol).

R = konstanta gas ideal (1,986 kal K-1 mol-1). T = suhu absolut (oK).

Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatik, pengcokelatan enzimatik dan oksidasi. Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan :

-dA = k dt

AtA0 = kt

Keterangan : At = konsentrai A pada waktu t. A0 = konsentrasi awal analisis.

Tipe kerusakan pada bahan pangan yang mengikuti reaksi ordo satu meliputi pertumbuhan mikroba, produksi off-flavour oleh mikroba pada

daging, ikan dan unggas, kerusakan vitamin dan penurunan mutu protein. Persamaan ordo reaksi satu adalah sebagai berikut :

ln -dA = k dt

ln At – ln A0 = -kt

Keterangan : At = konsentrai A pada waktu t. A0 = konsentrasi awal analisis.

(29)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak Pondoh yang akan diolah menjadi keripik salak dan kemudian akan dikemas dengan Metalized (Co-PP/ Me), Alumunium foil dan plastik OPP (Oriented Polypropylene). Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan keripik

salak dan analisa-analisanya adalah sebagai berikut : alkohol 96 % netral, natrium hidroksida 0,1 N, kalium hidroksida 0,1 N, akuades, indikator PP. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau stainless steel, penggorengan hampa, oven pengering, neraca analitik, blender kering,

corong, buret, erlenmeyer, cawan alumunium, peralatan gelas untuk analisa, desikator, kertas saring, Testing Food dan perlengkapan uji organoleptik.

B. METODE PENELITIAN

a. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan digunakan untuk pengolahan buah salak menjadi keripik salak dengan menggunakan perlakuan terhadap lama perputaran spinner 30 detik, 60 detik dan 90 detik pada sentrifuse minyak.

Setiap perlakuan tersebut akan dilakukan uji kadar air (%), kerenyahan/ kekerasan (N) dan kadar asam lemak bebas (%), yang akan digunakan sebagai H0 untuk pendugaan umur simpan keripik salak. Tujuan utama penelitian

pendahuluan ini adalah untuk melihat perlakuan lama perputaran spinner

mana yang nantinya akan memberikan mutu dan umur simpan yang terbaik bagi keripik salak. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 1.

(30)

30 Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan

Gambar 2. Alat Vacuum Frying

Pengupasan

Perputaran Spinner 30 detik

Pembuangan biji

Penggorengan pada Tekanan Hampa Pembelahan menjadi 2 bagian

Perputaran Spinner 90 detik Perputaran Spinner 60 detik Keripik Buah Salak

(31)

Gambar 3. Alat Spinner

b. Penelitian Utama

Pemilihan bahan kemasan berupa Metalized (Co-PP/ Me), Alumunium

foil dan plastik OPP untuk mengemas keripik salak merupakan kajian utama penelitian ini. Pendugaan umur simpan dilakukan untuk menentukan bahan kemasan yang terbaik bagi keripik salak. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode akselerasi dengan tiga perlakuan suhu ekstrim yaitu 30, 35 dan 45oC sebagai suhu penyimpanan.

Dari penelitian pendahuluan didapat keripik salak dengan 3 perlakuan lama perputaran spinner. Ketiga perlakuan tersebut dalam penelitian utama

masing-masing akan dikemas dengan Metalized (Co-PP/ Me), Alumunium

foil dan OPP, yang kemudian masing-masing akan disimpan dengan suhu ekstrim penyimpanan 30oC, 35oC dan 45oC. Pengujian dilakukan dengan 2 kali ulangan, sehingga diperoleh 54 kombinasi sampel keripik salak.

Parameter kritis ditentukan berdasarkan parameter mutu yang lebih dahulu tidak diterima oleh panelis. Parameter mutu yang diuji untuk menentukan umur simpan keripik salak adalah kadar air, kerenyahan/ kekerasan dan kadar asam lemak bebas. Analisa kadar air, kerenyahan dan kadar asam lemak bebas dilakukan setiap 7 hari sekali selama 49 hari. Analisa

(32)

32 ini dilakukan untuk mengetahui perubahan fisik dan kimia yang terjadi pada keripik salak selama penyimpanan. Diagram alir pendugaan umur simpan keripik salak dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Pendugaan Umur Simpan Keripik Salak Keripik Salak

Pengemasan dengan Metalized

(CoPP/Me) Pengemasan dengan Alumunium foil Pengemasan dengan Plastik OPP Penyimpanan Suhu 30oC Penyimpanan Suhu 45oC Penyimpanan Suhu 35oC

Pengujian setiap 7 hari sekali selama 49 hari terhadap :

- kadar air

- kerenyahan/ kekerasan - kadar asam lemak bebas

(33)

Gambar 5. Produk Keripik Salak dengan Kemasan Alumunium foil (kiri),

Metalized (Co-PP/ Me) (tengah) dan OPP (kanan)

C. PROSEDUR ANALISIS

a. Penentuan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2-5 gram ditimbang dan ditempatkan dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut dikeringkan dalam oven yang bersuhu 105oC selama 5-6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air contoh dihitung dengan rumus kadar air basis basah sebagai berikut :

m = X0-Xi x 100 %

X0

Keterangan : m = Kadar air (% basis basah) X0 = Bobot contoh awal (gram)

Xi = Bobot contoh akhir (gram)

b. Penetapan Bilangan Asam Lemak Bebas (AOAC, 1995)

Prinsip dari metode penetapan bilangan asam lemak bebas adalah pelarutan contoh lemak dalam pelarut organik yang dilanjutkan dengan titrasi KOH. Hal pertama yang harus dilakukan dalam menimbang sampel yang

(34)

34 telah dihancurkan dengan menggunakan blender seberat 5-10 gram. Sampel kemudian dilarutkan dalam 50 ml alkohol 96 % netral selama 1 jam sambil sekali-sekali diaduk. Langkah selanjutnya dengan menyaring sampel dengan menggunakan kertas saring. Hasil saringan tersebut kemudian diberi beberapa tetes indikator PP (Phenolpthalein). Langkah terakhir adalah titrasi sampel

dengan larutan KOH 0,1 N hingga timbul warna merah yang tidak berubah selama 15 detik. Kadar asam lemak bebas contoh dihitung dengan rumus :

Kadar asam lemak bebas = W1 x V x N

10 W Keterangan : V = Volume KOH untuk pemitaran (ml) N = Normalitas KOH (0,1 N)

W = Bobot contoh (gram)

W1 = Bobot molekul asam lemak (dari minyak kelapa sawit

sebagai asam oleat = 282)

c. Kerenyahan (Olsen, 2003)

Pengukuran kerenyahan dilakukan dengan uji kekerasan dengan menggunakan alat Testing Food. Potongan keripik salak seberat 12 gram

diletakkan ke dalam wadah Testing Food. Hasil pengukuran yang terbaca

pada alat berbentuk kurva. Pengujian dilakukan 2 ulangan. Kekerasan dinyatakan dalam satuan Newton (N).

(35)

Gambar 6. Alat Testing Food

d. Uji Organoleptik (Ismayana et al., 2003)

Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan titik kritis parameter mutu yang diamati dan mengetahui penerimaan panelis terhadap keripik salak yang telah disimpan selama 49 hari. Uji organoleptik mencangkup pengamatan terhadap ketengikan dan kerenyahan keripik salak. Penentuan titik kritis dilakukan 2 hari sekali dengan jumlah panelis 15 orang yang dipilih dari mahasiswa IPB dan terlebih dahulu dilatih dengan memperkenalkan tentang produk sehingga panelis akan mengenal kriteria produk yang baik dan tidak baik (seperti memperkenalkan kriteria-kriteria ketengikan dan ketidakrenyahan), sedangkan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap keripik salak (hari ke-49) dilakukan dengan jumlah panelis 30 orang yang dipilih dari mahasiswa tanpa dilatih terlebih dahulu. Penilaian akan dilakukan dengan menggunakan 5 tingkat kesukaan. Uji kesukaan terhadap kerenyahan penilaiannya dibagi menjadi 1 = Sangat Renyah, 2 = Renyah, 3 = Netral, 4 = Tidak Renyah dan 5 = Sangat Tidak Renyah, sedangkan untuk uji kesukaan

(36)

36 terhadap ketengikan penilaiannya dibagi menjadi 1 = Sangat Tengik, 2 = Tengik, 3 = Netral, 4 = Tidak Tengik dan 5 = Sangat Tidak Tengik.

e. Uji Laju Transmisi Uap Air dan Oksigen

Uji laju transmisi uap air dilakukan di Balai Besar Kimia dan Kemasan dengan mengunakan metode ASTM F 1249-2000 pada suhu 37,8oC dengan RH 85 %. Uji laju transmisi oksigen dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Polimer – BPPT dengan menggunakan metode ASTM E1252/FTIR pada suhu 23oC dengan kelembaban kering RH 50 %.

D. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perbedaan lama perputaran spinner dalam pembuatan keripik salak yang dikemas

dengan Metalized (Co-PP/ Me), Alumunium foil dan plastik OPP pada suhu

ekstrim penyimpanan 30oC, 35oC dan 45oC selama penyimpanan 49 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan empat faktor perlakuan dan dua kali ulangan.

Model rancangan percobaan adalah:

Yijkl = μ + Ai + Bj + Ck + Dl + AB(ij) + AC(jk) + AD(il) + BC(ik) + BD(jl) + CD(kl)

ABC(ijk) + ABD(ijl) + ACD(ikl) + BCD(jkl) + ABCD(ijkl) + ε(Ijkl)

Keterangan :

A : Lama penyimpanan per minggu hingga minggu ke 7. B : Suhu penyimpanan (30,35 dan 45oC).

C : Lama perputaran spinner (30, 60 dan 90 detik).

D : Jenis bahan kemasan (Metalizedd (CO-PP/ Me), Alufo dan OPP).

Yijkl : Hasil pengamatan untuk perlakuan A ke-i, B ke-j, C ke-k dan D ke-l.

μ : Pengaruh rata-rata.

(37)

Bj : Pengaruh perlakuan B ke-j.

Ck : Pengaruh perlakuan C ke-k.

Dl : Pengaruh perlakuan D ke-l.

AB(ij) : Pengaruh Interaksi A ke-i dan B ke-j.

AC(jk) : Pengaruh Interaksi A ke-i dan C ke-k.

AD(il) : Pengaruh Interaksi A ke-i dan D ke-l.

BC(ik) : Pengaruh Interaksi B ke-j dan C ke-k.

BD(jl) : Pengaruh Interaksi B ke-j dan D ke-l.

CD(kl) : Pengaruh Interaksi C ke-k dan D ke-l.

ABC(ijk) : Pengaruh Interaksi A ke-i, B ke-j dan C ke-k.

ABD(ijl) : Pengaruh Interaksi A ke-i, B ke-j dan D ke-l.

ACD(ikl) : Pengaruh Interaksi A ke-i, C ke-k dan D ke-l.

BCD(jkl) : Pengaruh Interaksi B ke-j, C ke-k dan D ke-l.

ABCD(ijkl) : Pengaruh Interaksi A ke-i, B ke-j, C ke-k dan D ke-l.

(38)

38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Pada penelitian pendahuluan akan dilihat pengaruh lama perputaran

spinner 30 detik, 60 detik dan 90 detik terhadap kadar air (%), kerenyahan/

kekerasan (N) dan kadar asam lemak bebas (%) keripik salak. Hasil yang diperoleh dari uji tersebut akan dimasukkan ke dalam perhitungan pendugaan umur simpan berordo nol sebagai H0.

a. Kadar Air

Kadar air keripik salak dengan lama perputaran spinner 30, 60 dan 90

detik masing-masing sebesar 1,73 %, 1,86 % dan 1,96 %. Data yang diperoleh ini akan digunakan sebagai H0 untuk perhitungan pendugaan umur simpan

berordo nol terhadap penurunan parameter mutu kadar air keripik salak. Dapat dilihat dengan semakin lamanya perputaran spinner maka kadar air keripik

salak akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama perputaran spinner akan menyebabkan keripik salak tersebut akan semakin

berkurang kadar minyaknya. Tujuan utama dari penggunaan alat spinner

adalah untuk memisahkan minyak dari permukaan keripik salak. Kehilangan minyak pada permukaan keripik salak akan menyebabkan uap air di udara akan lebih mudah terserap ke dalam keripik salak. Hal ini disebabkan karena tidak adanya penghalang untuk uap air masuk ke dalam keripik salak. Selain itu juga keripik salak yang seharusnya menyerap minyak dari permukaan keripik salak, karena perputaran spinner maka minyak tersebut akan hilang

dan diganti dengan penyerapan uap air di udara.

b. Kerenyahan

Parameter kerenyahan keripik salak menggunakan uji kekerasan (N). Kekerasan keripik salak dengan lama perputaran spinner 30, 60 dan 90 detik

(39)

masing-masing sebesar 28,65 N, 30,88 N, 32,89 N. Data yang diperoleh ini akan digunakan sebagai H0 untuk perhitungan pendugaan umur simpan

berordo nol terhadap penurunan parameter mutu kerenyahan keripik salak. Semakin lama perputaran spinner akan menyebabkan peningkatan kadar air

sehingga akan meningkatkan kekerasan dari keripik salak tersebut. Hal ini disebabkan karena air akan melarutkan dan melunakan matriks pati atau protein yang ada pada sebagian besar bahan pangan yang mengakibatkan perubahan kekuatan mekanik termasuk kerenyahan (Katz dan Labuza, 1981). Semakin menurun kerenyahan maka keripik salak akan semakin alot atau keras. Keripik salak yang menerima perlakuan peputaran spinner terlama

nantinya dalam penyimpanan akan mengalami penurunan kerenyahan terlebih dahulu.

c. Kadar Asam Lemak Bebas

Kadar asam lemak bebas keripik salak dengan lama perputaran

spinner 30, 60 dan 90 detik masing-masing sebesar 3,30 %, 3,77 % dan 3,86

%. Data yang diperoleh ini akan digunakan sebagai H0 untuk perhitungan

pendugaan umur simpan berordo nol terhadap penurunan parameter mutu kadar asam lemak bebas keripik salak. Semakin lama perputaran spinner

dilakukan pada keripik salak nantinya akan menyebabkan semakin cepat terjadinya proses ketengikan. Hal ini disebabkan semakin lama perputaran

spinner itu terjadi, akan mempengaruhi penyerapan uap air pada produk.

Keterlibatan uap air pada jenis makanan berminyak akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisa pada minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang nantinya akan menimbulkan ketengikan keripik salak pada saat penyimpanan. Selain itu pada saat proses perputaran spinner terjadi kontak

logam dengan produk, sehingga akan menjadi katalisator terbentuknya asam lemak bebas yang nantinya akan mempercepat proses ketengikan pada saat penyimpanan.

(40)

40 B. PENELITIAN UTAMA

Pada penelitian utama dilakukan penentuan titik kritis dari setiap parameter uji yang dilakukan (kadar air, kerenyahan/ kekerasan, kadar asam lemak bebas). Penelitian utama ini juga melihat pengaruh jenis kemasan (Metalized (Co-PP/ Me),

Alumunium foil dan OPP) dalam suhu ekstrim (30oC, 35oC dan 45oC) terhadap kerusakan keripik salak selama penyimpanan dengan parameter uji kadar air, kerenyahan/ kekerasan dan kadar asam lemak bebas. Hasil yang diperoleh akan digunakan untuk perhitungan umur simpan pada suhu 25oC.

a. Penentuan Titik Kritis

a.1 Kadar Air Kritis

Kadar air kritis merupakan kadar air suatu produk dimana produk tersebut masih dapat diterima oleh konsumen. Kadar air suatu produk akan mempengaruhi kekerasan atau kerenyahan produk tersebut. Penentuan kadar air kritis keripik salak dilakukan dengan menggunakan uji penerimaan panelis terhadap kerenyahan atau kekerasan keripik salak. Ketika sampel keripik salak sudah dirasakan telah rusak (seperti tidak renyah lagi) oleh panelis, akan diambil kadar air keripik salak tersebut sebagai kadar air kritis. Kadar air kritis keripik salak yang diperoleh berdasarkan uji penerimaan panelis adalah 7,84 %. Keripik salak yang kadar airnya melebihi 7,84 % berarti keripik salak tersebut sudah tidak diterima oleh panelis.

a.2 Kerenyahan Kritis

Penentuan kerenyahan kritis sangat berkaitan dengan penentuan kadar air kritis. Renyah atau tidaknya suatu produk menandakan banyak atau sedikitnya kadar air yang terkandung pada produk tersebut. Penentuan kerenyahan kritis dapat dilakukan dengan menggunakan uji penerimaan panelis terhadap parameter kerenyahan. Kerenyahan kritis

(41)

keripik salak yang diperoleh berdasarkan uji penerimaan panelis adalah 103,4 N. keripik salak yang kerenyahannya melebihi 103,4 N berarti keripik salak tersebut sudah tidak diterima oleh panelis.

a.3 Kadar Asam Lemak Bebas Kritis

Kadar asam lemak bebas kritis pada keripik salak ditentukan berdasarkan hasil uji penerimaan panelis. Kadar asam lemak bebas kritis ditentukan ketika produk sudah mengalami kerusakan yang dicirikan berbau tidak enak (tengik), sehingga tidak dapat diterima lagi oleh panelis. Kadar asam lemak bebas yang diperoleh berdasarkan uji penerimaan panelis adalah 7,06 %. Keripik salak yang kadar asam lemak bebasnya melebihi 7,06 % berarti keripik salak tersebut sudah tidak diterima oleh panelis.

b. Kerusakan Keripik Salak Selama Penyimpanan

Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini juga dapat pula diawali oleh hentakan mekanis. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah, 2001).

Perputaran spinner pada proses produksi keripik salak merupakan

salah satu penyebab terjadinya reaksi deteriorasi dalam bentuk mekanis sehingga perbedaan lama perputaran spinner akan mempengaruhi kondisi

keripik salak selama penyimpanan.

Suhu selama penyimpanan keripik salak akan menjadi kondisi lingkungan yang akan mempengaruhi laju deteriorasi dari keripik salak tersebut. Sedangkan kemasan yang digunakan untuk mengemas keripik salak

(42)

42 akan menghambat laju deteriorasi dari keripik salak tersebut sehingga akan memperpanjang umur simpannya.

b.1 Kadar Air

Pengaruh kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari makanan. Hal ini dikarenakan faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat fisiko kimia, perubahan kimia (browning non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan perubahan

enzimatis (Winarno dan Jennie, 1984).

Penyimpanan dengan menggunakan suhu ekstrim 30oC, 35oC dan 45oC akan memberikan pengaruh terhadap kadar air di udara yang berbeda-beda. Kadar air di udara akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu yang digunakan. Peningkatan kadar air di udara ini akan mempengaruhi peningkatan penyerapan kadar air pada produk. Perubahan kadar air selama penyimpanan dapat diketahui dengan mengukur kadar air selama penyimpanan dengan interval tujuh hari. Peningkatan kadar air menyebabkan hilangnya kerenyahan keripik (Arpah, 2001).

Kadar air keripik salak selama penyimpanan akan mengalami perubahan. Kadar air keripik salak dengan perlakuan lama perputaran

spinner 30 detik, 60 detik dan 90 detik dalam kemasan Metalized

(Co-PP/ Me), Alumunium foil dan OPP (Oriented Polypropylene) yang

disimpan pada suhu ekstrim 30oC, 35oC dan 45oC dapat dilihat pada Gambar 7 sampai Gambar 9 berikut.

(43)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (A). 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (B) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (C)

Gambar 7. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan (Hari) dengan Kadar Air (%) pada Suhu Ekstrim 30oC, 35oC dan 45oC terhadap Kemasan Metalized (Co-PP/ Me) dan Lama Perputaran Spinner

(44)

44 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (A) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (B) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (C)

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan (Hari) dengan Kadar Air (%) pada Suhu Ekstrim 30oC, 35oC dan 45oC terhadap Kemasan Alumunium Foil dan Lama Perputaran Spinner 30

(45)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (A) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (B) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Hari Kadar Air (%) 30 derajat Celcius 35 derajat Celcius 45 derajat Celcius Linear (45 derajat Celcius) Linear (35 derajat Celcius) Linear (30 derajat Celcius) (C)

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan (Hari) dengan Kadar Air (%) pada Suhu Ekstrim 30oC, 35oC dan 45oC terhadap Kemasan OPP dan Lama Perputaran Spinner 30 detik (A), 60

(46)

46 Pada gambar di atas terlihat bahwa keripik salak mengalami kecenderungan peningkatan kadar air yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan kadar air keripik salak mengalami keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya yang dipengaruhi oleh suhu selama penyimpanan.

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan per minggu, suhu ekstrim penyimpanan, lama perputaran spinner dan jenis

kemasan memberikan pengaruh yang nyata pada kadar air keripik salak yang dihasilkan, sedangkan interaksi antar keempat perlakuan tersebut tidak berpengaruh pada kadar air keripik salak (Lampiran 6a). Semakin lama penyimpanan per minggu kadar air keripik salak semakin meningkat karena adanya penyerapan uap air dari lingkungan. Uap air yang terserap akan semakin banyak seiring dengan lamanya penyimpanan.

Peningkatan suhu ekstrim penyimpanan memberikan pengaruh negatif pada kadar air keripik salak selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya keseimbangan antara uap air di oven penyimpanan dengan kadar air keripik salak, sehingga terjadi peningkatan reaksi penyerapan uap air keripik salak pada setiap peningkatan suhu ekstrim penyimpanan.

Semakin lama perputaran spinner akan memberikan pengaruh

negatif terhadap kadar air keripik salak selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena semakin lama perputaran spinner akan menyebabkan

semakin banyak minyak yang terbuang di permukaan keripik salak, sehingga tidak adanya penghalang untuk uap air masuk ke dalam keripik salak dan keripik salak yang seharusnya menyerap minyak di permukaannya akan terganti dengan menyerap uap air di udara.

Jenis kemasan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada kadar air keripik salak selama penyimpanan. Perbedaan besarnya pori-pori atau kerapatan struktur molekul pada bahan kemasan

(47)

akan menentukan jumlah uap air yang dapat melewati bahan kemasan tersebut. Pada kemasan OPP (Oriented Polypropylene) memiliki nilai

laju transmisi uap air yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan Alumunium foil dan Metalized (Co-PP/ Me). Struktur molekul bahan

kemasan Alumunium foil dan Metalized (Co-PP/ Me) lebih rapat

dibandingkan dengan bahan kemasan OPP. Hal ini disebabkan adanya logam pada bahan kemasan Alumunium foil dan Metalized (Co-PP/

Me), sehingga akan memperlambat proses masuknya uap air melalui pori-pori bahan kemasan. Kerapatan struktur molekul bahan kemasan akan menyebabkan tingkat laju transmisi uap air bahan kemasan Alumunium foil dan Metalized (Co-PP/ Me) akan rendah.

Bahan kemasan Metalized (Co-PP/ Me) merupakan plastik

Polipropilen-copo-polietilen yang diberi lapisan dengan bahan Alumunium foil, sehingga kerapatan bahan kemasan Metalized (Co-PP/

Me) tidak sebesar bahan kemasan Alumunium foil. Hal ini disebabkan karena Alumunium foil merupakan kemasan logam murni sedangkan kemasan Metalized (Co-PP/ Me) hanya memiliki lapisan logam sebagai coating, sehingga kandungan logam pada bahan kemasan Metalized

(Co-PP/ Me) lebih rendah dibandingkan dengan bahan kemasan Alumunium foil. Nilai laju transmisi uap air pada bahan kemasan OPP,

Metalized (Co-PP/ Me) dan Alumunium foil masing-masing sebesar

4,7005 g/m2/24 jam, 2,5565 g/m2/24 jam dan 0,5979 g/m2/24 jam. Nilai laju transmisi uap air ini diukur dengan menggunakan metode ASTM F 1249-2000 pada suhu 37,8oC dengan RH 85 %. Semakin kecil nilai laju transmisi uap air pada bahan kemasan maka akan semakin kecil pula laju peningkatan kadar air pada keripik salak.

Dari Gambar 7 sampai Gambar 9 di atas diperoleh regresi liniernya sehingga dapat diketahui kecenderungan laju peningkatan kadar air yang diperoleh selama penyimpanan beserta persamaan garisnya. Persamaan regresi linier tersebut adalah :

Gambar

Gambar 3.   Alat Spinner
Gambar 4.  Diagram Alir Pendugaan Umur Simpan Keripik Salak Keripik Salak
Gambar 5.  Produk Keripik Salak dengan Kemasan Alumunium foil (kiri),  Metalized (Co-PP/ Me) (tengah) dan OPP (kanan)
Gambar 6.   Alat Testing Food
+7

Referensi

Dokumen terkait

BMC dari tepung sukun dan kacang benguk germinasi dikemas dalam alumunium foil, kemudian disimpan pada suhu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C dengan menggunakan tiga

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada karakteristik fisikokimia selai durian yang diolah dari daging buah segar maupun beku pada semua kultivar, kecuali

Pendugaan umur simpan tepung cine au hitam instan pada suhu 25oC adalah sebesar 216 minggu untuk kemasan polietilen densitas rendah dan 224 minggu untuk kemasan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi umur simpan dari minuman sari buah sirsak yang dihasilkan unit usaha ABEC berdasarkan kerusakan fisik dan kimia dengan

Maksud dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan umur simpan dari produk minuman sari buah jambu biji merah yang dikemas menggunakan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah meningkatkan diversifikasi produk dari bahan baku labu siam yang merupakan buah kaya akan gizi, hasil penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkannya informasi mengenai umur simpan produk keripik tempe sagu menggunakan pengemas plastik polipropilen

Pada penelitian utama dodol nanas yang telah dibuat kemudian dikemas dengan edible film tapioka, digunakan plastik PP dan kertas minyak sebagai kontrol, masing-masing dari