• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJUAN PUSTAKA. Tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Kekuasaan Kehakiman

1. Makna Kekuasaan Kehakiman

Definisi yang disebutkan dalam undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945).1 Pengertian kekuasaan negara yang merdeka, dimaksudkan bahwa kekuasaan kehakiman di samping kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan perundang-undangan mempunyai kekuasaan yang bebas.2 Hal tersebut telah memberikan makna bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas dari intervensi kekuasaan lainya. Selain itu kemerdekaan, kebebasan atau kemandirian Kekuasaan Kehakiman merupakan syarat mutlak dan sangat fundamental bagi negara yang berlandaskan pada sistem negara hukum dan sistem negara demokrasi.3

Ketika Kekuasaan Kehakiman berada pada posisi di bahwa kekuasaan lainya, maka otomatis negara tersebut tidak menerapkan sistem negara hukum dan sistem negara demokrasi yang benar. Konsekuensi logis dari kekuasaan yang merdeka adalah memiliki indikator, sebagaimana

1 . Lihat ketentuan No. 48 tahun 2009 Pasal 1 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman

2 . K Wantjik Saleh, 1977, Kehakiman dan Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 17.

3 . Imam Anshori Saleh, 2014, Konsep Pengawasan Kehakiman, Setara Press, Malang, hlm. 131.

(2)

16

prespektif Bagir Manan, ada beberapa subtansi dalam kekuasaan kehakiman yang merdeka, yaitu sebagai berikut;4

a. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka adalah kekuasaan dalam menyelenggarakan peradilan atau fungsi yudisial yang meliputi kekuasaan memeriksa dan memutus suatu perkara atau sengketa dan kekuasaan membuat suatu ketetapan hukum.

b. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dimaksudkan untuk menjamin kebebasan hakim dari berbagai kekhawatiran atau rasa takut akibat suatu putusan atau suatu ketetapan hukum.

c. Kekuasaan kehakiman yang merdeka dilakukan semata-mata melalui upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa oleh dan dalam lingkungan kekuasaan kehakiman sendiri.

d. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka bertujuan menjamin hakim e. bertinak objektif, jujur dan tiak memihak.

f. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka melarang segala bentuk campur tangan dari kekuasaan diluar Kekuasaan Kehakiman.

g. Semua tindakan terhadap hakim semata mata dilakukan menurut undang-undang.

Bagir Manan mengkategorikan subtansi Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dalam 6 (enam) subtansi, point (a) dan (b) memberikan pemahaman bahwa kekuasaan kehakiman sebagai lembaga peradilan harus memiliki independensi dan tidak dapat di intervensi oleh pihak lain. Point (c) mengartikan bahwa segala bentuk ketidak adilan atau perbuatan melawan hukum, maka jalur hukum lah yang harus di tempuh untuk mendapatkan keadilan.

Kemudian poin (d) dan (e) adalah bentuk pengawasan dan penjagaan dalam membentuk dan menjaring hakim yang memiliki integritas yang di junjung tinggi. Terakhir adalah poin (f), dimana Kekuasaan Kehakiman yang menempatkan dirinya dalam wilayah penegakan hukum, walaupun memiliki

4 . Ibid, hlm. 121-122

(3)

17

kekuasaan dalam ranah penegakan hukum, segala aktifitas dalam Kekuasaan Kehakiman harus bersumber dan berpedoman pada undang-undang.

2. Independensi Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan Kehakiman yang telah di jelaskan di atas, di mana kekuasaan tersebut memiliki kebebasan, dampak dari kebebasan tersebut adalah independensi Kekuasaan Kehakiman. Menurut Frannken, pakar hukum dari Belanda menyatakan, bahwa ada empat bentuk independensi Kekuasaan Kehakiman, yaitu:5

a. Independensi konstitusional (constitusionele onafhankelijk-kheid) adalah independensi yang dihubungkan dengan doktrin Trias Politika dengan sistem pembagian kekuasaan menurut Montesqueiu.6

b. Independensi fungsional (zakleijke of functionele onafhankelijk- kheid) adalah indepedensi yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan hakim ketika menghadapi suatu sengketa dan harus memberikan suatu putusan, hakim memiliki kebebasan untuk menafsirkan undang-undang apabila undang-undang tidak memberikan pengertian yang jelas.

c. Independensi personal hakim (personalijke of rechtpositionele onafhankelijk-kheid) adalah kebebasan hakim secara individu ketika berhadapan dengan suatu sengketa.

d. Independensi praktis yang nyata (constitusionele onafhankelijk- kheid) adalah independensi hakim untuk tidak berpihak (imprisial).

Artinya hakim harus berdiri sendiri dan tidak di pengaruhi oleh siapapun.

Independensi serta kebebasan yang dimiliki oleh Kekuasaan Kehakiman tidak jauh berbeda dengan maknanya sendiri dalam UUD NRI 1945. Kekuasaan Kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

5. Ibid.

6 .Ibid.

(4)

18

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegagkan hukum dan keadilan.7 Kekuasaan Kehakiman bergerak dalam bidang peradilan yang mengartikan bahwa seluruh lingkup peradilan di Indonesia merupakan ranah dan kewenangan dari kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Kehakiman sendiri merupakan kekuasaan negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.8

Hal ini mengartikan bahwa kedudukan Kekuasaan Kehakiman adalah sama dengan lembaga lainya seperti lembaga eksekutif maupun legislatif.

Sebagaimana yang dijustifikasi dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menempatkan Kekuasaan Kehakiman sebagai suatu kekuasaan yang merdeka untuk menylenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan yang merdeka diartikan sebagai kekuasaan yang terlepas dari pengaruh kekuasaan eksekutif maupun legislatif.9 Kekuasaan yang terlepas dari campur tangan kekuasaan eksekutif maupun legislatif memberikan kewenangan penuh serta tanggung jawab besar untuk melakukan pengontrolan serta pengawasan terhadap jalanya lingkup peradilan yang berdasar hukum. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan memiliki seorang

7 . UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

8 . Lihat Pasal 1 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

9 . Soekmawidjaya Devi Gunawan, 2012, “Kekuasaan Kehakiman”, http://digilib.uinsgd.ac.id.

diakses tanggal 23 Oktober 2021

(5)

19

hakim yang merupakan bagian dari Kekuasaan Kehakiman memiliki tugas sebagai pemutus suatu perkara berdasarkan pada hukum dan keadilan. Sebagimana prespektif Bagir Manan, tugas seorang hakim adalah menyelesaikan sengketa diantara pihak pihak, memberi keputusan hukum kepada pihak berperkara.

3. Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan Kehakiman diselenggarakan oleh 3 badan yaitu Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK), hal ini tercantum dalam Pasal 24 A sampai B Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Mahkamah Agung adalah pelaku Kekuasaan Kehakiman yang berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang undang terhadap undang undang.

Komisi Yudisial adalah pelaku Kekuasaan Kehakiman yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam menjaga dan menegagkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Mahkamah Konstitusi adalah pelaku Kekuasaan Kehakiman yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat final untuk menguji undang undang terhadap UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Kekuasaan Kehakiman merupakan cerminan dari suatu negara hukum yang fokus bergerak dalam menegagkan hukum dan keadilan yaitu sesuai dengan UUD 1945 serta nilai nilai Pancasila, Kekuasaan Kehakiman diselenggarakan oleh MA, KY, MK. Penulis membatasi pembahasan ini hanya pada lingkup MK.

(6)

20 B. Mahkamah Konstitusi

1. Tugas dan Peran Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of contitution merupakan sebuah lembaga terdepan dalam melindungi konstitusi, sebagai pelindung konstitusi maka seluruh aktivitas di Mahkamah Konstitusi harus memegang teguh kebenaran koherensi, yaitu kebenaran yang berpatokan kepada prinsip prinsip hukum. Patokan yang dipegang oleh Mahkamah Konstitusi adalah konstitusi itu sendiri yaitu Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia, sehingga seluruh kegiatan serta keputusan yang di ambil oleh Mahkamah Konstitusi harus sesuai dan bersumber dari konstitusi.

Konstitusi sendiri merupakan sebuah sistem hukum, tradisi, dan konvensi yang kemudian membentuk suatu sistem konstitusi atau ketatanegaraan suatu negara.10 Mahkamah Konstitusi lahir dari rahim Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) melalui amandemen ketiga pada tahun 2001.11 Kelahiran Mahkamah Konstitusi tidak terlepas dari kesadaran intelektual pada saat itu akan pentingnya suatu lembaga yang dapat menguji suatu undang undang, selain itu situasi pasca reformasi menuntut adanya suatu mekanisme insitusional dan konstitusional dengan hadirnya lembaga negara yang mengatasi kemungkinan sengketa antar lembaga negara yang kini menjadi sederajat serta saling mengimbangi dan saling mengendalikan (cheks and balances). Pembentukan Mahkamah Konstitusi menandankan era baru dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia, yaitu

10. Zainal Arifin Hoesein, 2009, Judicial Review di Mahkamah Agung RI, Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang undangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 26.

11 . Moh. Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 133.

(7)

21

beberapa wilayah yang tadinya tidak tersentuh (untouchable) oleh hukum, seperti masalah judicial review terhadap undang undang, sekarang dapat dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.12 Hal tersebut merupakan salah satu wewenang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi dari lima wewenang yang dimilikinya, berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang untuk :

a. Menguji undang undang terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenanganya diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. Memutus pembubaran partai politik

d. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum; dan

e. Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainya, atau perbuatan tercela, dan/ atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden Negara Republik Indonesia ahun 1945.13

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merupakan penyelenggara peradilan memiliki seorang hakim yang dapat memutus dan mengadili sengketa berdasarkan wewenang yang diberikan, berdasarkan pasal 24C ayat (3) Mahkamah Konstiusi memiliki sembilan orang hakim, yang masing masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakya, dan tiga orang oleh presiden.14 Hakim yang berada di Mahkamah Konstitusi merupakan ujung tombak dari penyelesaian sengketa tersebut, yang artinya hakim tersebut haruslah memiliki integrias yang tinggi dan harus berfikir

12 . Bambang Sutiyoso, 2009, Tata Cara Penyelesaian Sengketa di Lingkungan Mahkamah Konstitusi, UII Press, Yogyakarta, hlm 1.

13 Lihat Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

14 . Ibid.

(8)

22

objektif agar dapat memberikan keadilan berdasarkan hukum sesuai dengan tujuan kekuasaan kehakiman yang tercantum pada pasal 24 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagaimana yang telah di jelaskan di atas bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga negara yang berwenang untuk melakukan hak pengujian (judicial review, atau secara lebih spesifikasinya melakukan constitusional review) Undang-Undang terhaap Undang-Undang Dasar, selain itu MK juga punya tugas lain, yaitu forum previlegiatum atau peradilan yang khusus untuk memutus penapat DPR bahwa Presiden/Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat, serta memutus pendapat DPR bahwa presiden telah melanggar hal hal tertentu yang disebutkan dalam UUD NRI 1945 sehingga dapat diberhentikan.15

2. Asas Asas Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan persidangan mempunyai asas asas tertentu yang di pegang sebagai pedoman beracara,16 asas tersebut yaitu :

a. Asas Indepenen/Noninterfentif

Asas ini di tegaskan dalam ketentuan Pasal 2 UU Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa,17 Mahkamah Konstitusi merupakan saalah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Artinya Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang

15 .http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?website.Profile.Sejarah MK, diakses tanggal 4 agustus 2018.

16 Bambang Sutiyoso, 2009, Tata Cara Penyelesaian Sengketa di Lingkungan Mahkamah Konstitusi, UII Press, Yogyakarta, hlm 23.

17 . Pasal 2 UU Mahkamah Konstitusi.

(9)

23

merdeka dan tidak boleh di intervensi oleh lembaga apapun, hal ini bertujuan untuk menjaga objektifitasan lembaga Mahkamah Konstitusi.

b. Asas sidang terbuka untuk umum

Pasal 40 ayat (1) menyatakan bahwa sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum kecuali rapat permusyawaratan hakim. Asas ini memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap jalanya sidang tersebut.

c. Asas Hakim Majelis

Asas ini di tegaskan dalam pasal 28 ayat 1 UU Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa18. Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) hakim konstitusi.

3. Sistem Rekrutmen Hakim Konstitusi

Hakim merupakan tokoh utama yang memiliki weweang penuh terhadap seluruh keputusan yang akan diambil dalam jalanya persidangan. Hakim pusat dari penegakan hukum (law enforcement) dimana seorang hakim memiliki peran yang lebih dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada ranah penegakan hakim harus benar benar mempergunakan logika hukum yang tinggi agar dapat menentukan serta mengurutkan suatu peristiwa, agar tidak salah dalam memilih keputusan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman hakim konstitusi adalah hakim pada Mahkamah

18 . Lihat pasal 28 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi.

(10)

24

Konstitusi, artinya wewenang dari pada hakim hanya berlaku dalam Mahkamah Konstitusi, selain dari lembaga tersebut hakim konstitusi tidak dapat mengadili atau memutus suatu sengketa, misal hakim konstitusi mengadili sengketa di ranah Mahkamah Agung, hal ini tentu saja bertentangan dengan undang undang.

Hakim Konstitusi dalammemutus suatu perkaara harus objektif serta patuh terhadap peraturan perundang undangan. Selain itu hakim dalam memutus suatu perkara, hakim harus mengkombinasikan tiga hal penting, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum.19 Ketika hakim mampu mengkombinasikan tiga hal tersebut dengan seimbang maka kemungkinan besar rasa keadilan yang di miliki masyarakat akan terpenuhi, sehingga timbul rasa kepuasan dari hati masyarakat serta timbulnya kepercayaan terhadap para penegak hukum, ketika hal tersebut terjadi maka ketertiban dan kedamaian akan dirasakan.

Untuk mencapai hal tersebut seorang hakim harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan pikiran yang bisa memberikan arahan dalam berpikir dan bertindak dalam menjalankan aktifitasnya, yaitu falsafah moral (moral philosophy). Faktor falsafah moral inilah yang penting untuk menjaga agar kebebasan hakim sebagai penegak hukum diimbangi dengan idealisme untuk memberikan keadilan bagi para pencari keadilan. Dalam pengertian lain, independensi peradilan harus juga diimbangi dengan pertanggungjawaban peradilan (judicial accountability).20

19 Taufiqurrohman Syahuri, 2009, Sistem Rekrutmen Hakim Berdasarkan Tiga Undang Undang Bidang Peradilan Tahun 2009 Untuk Mewujudkan Peradilan Bersih, pkh.komisiyudisial.go.id, pdf. diakses pada 23 Oktober 2021

20 Cetak Biru Pembaharuan Komisi Yudisial 2010 2025, Komisi Yudisial RI, Jakarta, hlm. 23

(11)

25

Oleh karena itu, sitem rekrutmen hakim harus benar benar ideal agar dapat menjaring seorang hakim yang berintegritas tinggi dan memegang teguh falsaha moral (moral philosophy). Berdarakan Pasal 24C ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang hakim konstitusi yang ditetapkan oleh presiden, yang diajukan masing masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden”.21 Pasal tersebut menyatakan bahwa rekrutmen hakim konstitusi harus melalui tiga lembaga yang masing masing mengajukan tiga orang calon hakim. Sistem rekrutmen semcam ini lebih mengedepankan keseimbangan (cheks and balances) antara tiga lembaga negara yang memiliki kekuasaan berbeda.

Selain itu calon hakim konstitusi juga harus memenuhi beberapa kriteria yang ditegaskan dalam Pasal 24C ayat (5) UUD NRI 1945 yaitu, memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

Mekanisme pemilihan hakim konstitusi berdasarkan UUD NRI 1945 memberikan kewenangan penuh terhadap tiga lembaga tersebut, tetapi tentu saja tiga lembaga tersebut mengedepankan prinsip akuntabilitas, transparasi, partisipasi sesuai dengan harapan dan opini publik.22 Tiga lembaga tersebut juga tidak semerta merta bebas dan sesuka hati menentukan kriteria nya sendiri dalam pemilihan hakim konstitusi, hal ini harus sesuai dengan persyaratan dan kriteria hakim konstitusi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003

21Pasal 24C ayat (3) UUD NRI 1945

22 Saldi Isra,2016, Pengisian Jabatan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 328

(12)

26

tentang Mahkamah Konstitusi telah diubah dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Syarat syarat berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU No 8 Tahun 2011 antara lain :

1. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela

2. Adil, an negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan 3. Warga negara Inonesia

4. Berijazah doktor dan magister dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum

5. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia

6. Berusia paling renah 47 (empat puluh tujuh ) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan

7. Mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban

8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

9. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan

10. Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit (lima belas) tahun dan/atau pernah menjadi pejabat negara.

Perihal syaratt hakim konstitusi, sesuai dengan Pasal 15 ayat 2 huruf i Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPPU) No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 24 Tahun 2003 yang telah ditetapkan menjadi UU No.4 Tahun 2014 ditambah persyaratan lagi yaitu “Tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.23

Berdasarkan syarat-syarat tersebut, tiga lembaga tersebut harus mencari calon hakim konstitusi yang sesuai persyaratan tersebut, tetapi tiap lembaga memiliki mekanisme penunjukan hakim konstitusi yang berbeda. Misalnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang selanjutnya akan disebut DPR, memiliki mekanisme pemilihan hakim konstitusi sendiri yaitu dengan mengumumkan ke

23 Ibid, hlm 328.

(13)

27

media massa tentang rekrutmen hakim konstitusi sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dari pendaftar tersebutlah DPR akan memilih hakim konstitusi yang akan diajukan sebanyak tiga orang. Sedangkan Presiden dan Mahkamah Agung (MA) selanjutnya disebut MA tidak mengumumkanya ke media massa. Hal inilah yang saat ini banyak di perbincangkan dan menuntuk untuk mereformulasi kembali sistem rekrutmen hakim konstitusi yang akuntabilitas, trasnparasi, dan partisipasi. Sistem rekurtmen hakim konstitusi saat ini dianggap paling ideal, tetapi tidak sedikit yang menganggap bahwa mekanisme seperti itu tidak ideal dan perlu adanya reformulasi sistem rekrutmen hakim konstitusi.

Seperti yang dikemukakan oleh Jimlly Assihidiqie mantan Ketua Mahkamah Konstitusi bahwa mekanisme rekrutmen hakim konstitusi baru ada tata tertib dari DPR mengenai seleksi hakim konstitusi, sedangkan dalam peraturan Presiden dan peraturan MA belum ada. Hal ini mengindikasikan bahwa ada ketimpangan antara Presiden, DPR, dan MA dalam menunjuk hakim konstitusi. Selain itu proses rekrutmen hakim konstitusi sangat tergantung pada proses politik dan mekanisme pada masing masing tiga lembaga negara tersebut.

Tentunya proses itu tidak sepenuhnya memberikan otoritas mutlak dari tiga lembaga tadi, prinsip transparansi, akuntabilitas dalam proses rekrutmen para calon hakim harus di terapkan agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi.24

C. Sistem Rekrutmen Hakim Konstitusi di Beberapa Negara

Beberapa negara yang menganut peradilan konstitusi menerapkan beberapa skema rekrutmen hakim konstitusi yang berbeda-beda. Beberapa negara

24 Ibid. hlm 328.

(14)

28

dibawah ini bisa dijadikan referensi mekanisme rekrutmen hakim konstitusi.

Dimana beberapa negara ini memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia.

Kesamaan tersebut dapat dilhat dari implementasi sistem hukum. Indonesia menerapkan sistem hukum prismatik yang mengkombinasikan sistem hukum common law, civil law, hukum adat, dan hukum islam.25 Penerapan sistem hukum ini sebenarnya lebih identik dengan implementasi sistem hukum civil law. Karena Indonesia menjunjung tinggi supremasi hukum dan konstitusi sebagai norma tertinggi yang harus jadikan pedoman. Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai the guardian of the constitution.

Sedangkan negara dibawah ini juga menerapkan sistem hukum civil law dan common law. Misalnya negara Jerman, Hungaria, Korea Selatan, yang menganut sistem hukum civil law. Sedangkan Austria mengadopsi sistem hukum common law. Oleh karena Indonesia mengadopsi dua sistem tersebut maka praktik rekrutmen hakim konstitusi di beberapa negara yang menganut sistem common law dan civil law dapat dijadikan pijakan dalam perumusan seleksi hakim konstitusi di Indones

25 Paisol Burlian. 2015. Sistem Hukum Di Indonesia. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Patah. Palembang hlm 11.

(15)

29 Tabel 1.26

Sistem Rekrutmen Dan Pengangkatan Hakim Konstitusi di Beberapa Negara (Pendekatan Komparatif)

Syarat Hakim Konstitusi Pengangkatan Hakim Konstitusi

Negara

-Tidak memiliki catatan kriminal.

-Telah berusia 45 tahun;

Berpengalaman sebagai pengacara teoritis pengetahuan luar biasa (Dosen atau dokter).

-Calon Hakim Konstitusi tidak berasal dari partai politik.

Sumber : Pasal 6 UU MK Hongaria

-Hakim Mahkama

Konstitusi terdiri dari 9-15 yang ditunjuk dari fraksi dari partai yang terwakili dalam parlemen

Sumber : Pasal 7 Ayat(1) UU MK Hongaria

Hungaria Daratan Eropa Tengah

-Berusia 40 tahun

-Bekerja di kantor pemerintah Seperti; Hakim, Jaksa, Pengacara atau Jaksa umum laiinya.

- Tidak berasal dari partai politik atau terlibat dalam kegiatan partai politik.

- Hakim Mahkama Konstitusi terdiri dari 9 orang

Korea Selatan

(16)

30

Sumber data : Data ini diambil dari beberapa peraturan reformulasi proses rekrutmen hakim mahkama konstitusi dibeberapa negara

26 Meirina Fajarwati, 2016, Reformulasi Proses Rekrutmen Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia, jurna media pembinaan hukum nasional,Vol 2 No. 34 hlm. 4

Sumber ; Pasal 104 Ayat (1) -Warga Negara Indonesia;

Berijazah doktor dan magister.

-Mahkama Konstitusi mempunyai 9 orang.

Indonesia

-Latar belakang pendidikan Ilmu Hukum.

-Di ajukan oleh 3 Elemen;

Presiden 3 ( orang).

MA 3 (orang).

DPR 3 (orang).

-Ditetapkan oleh Presiden.

-Berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) Tahun, dan paling tinggi 65

(enam puluh lima) Tahun.

Bersumber ; Pasal 15,

ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Mahkama Konstitusi.26

(17)

31

1. Sistem Rekrutmen Hakim Konstitusi di Hungaria

Hungaria merupakan negara yang berada di daratan Eropa Tengah.

Negara ini terletak pada Basin Carpathia dan berbatasan dengan Austria.

Hungaria adalah salah satu dari beberapa negara yang memiliki Mahkamah Konstitusi (MK), Hungaria menerapkan sistem 1 (satu) kali masa jabatan hakim konstitusi, sehingga hakim yang sudah pernah menjadi hakim konstitusi tidak dapat lagi mencalonkan atau di pilih lagi menjadi hakim konstitusi. Hungaria juga memiliki hakim yang berjumlah 15 (lima belah). Lima belas hakim tersebut di pilih oleh 2/3 anggota yang ditunjuk oleh fraksi dari partai yang terwakili dalam parlemen.27 Hakim konstitusi yang telah di pilih oleh fraksi selanjutnya akan diadakan rapat komite yang di laksanakan oleh Komite Nominasi, yaitu rapat untuk menyeleksi hakim konstitusi. Setelah itu maka komite akan memberikan saran kepada parlemen untuk nama nama hakim konstitusi yang telah di perhitungkan sebelumnya. Kemudian parlemen akan menunjuk hakim konstitusi tersebut. Tetapi jika parlemen memutuskan untuk tidak memilih calon yang diajukan telah oleh fraksi serta telah di seleksi oleh Komite Nominasi maka parlemen harus memilih calon hakim konstitusi baru selambat lambatnya 90 hari setalah mengeluarkan pernyataan tidak memilih calon yang telah diajukan.28

27 . Ibid

28. Ibid. hlm 4.

(18)

32

2. Sistem Rekrutmen Hakim Konstitusi di Austria

Austria adalah negara yang di pandang sebagai pelopor dalam membentuk lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) di Eropa, hal tersebut karena dalam UUD 1920 Austria menambahakan lembaga MK. Austria merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem federasi sebagai bentuk pemerintahanya. Hal ini berdampak pada sistem rekrutmen hakim konstitusi di negara Austria. Mahkamah Konstitusi di negara ini memiliki 12 (dua belas) hakim konstitusi serta memilik 7 (tujuh) hakim pengganti.

Dua belas anggota tersebut terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden, 7 (tujuh) anggota hakim konstitusi, dan 3 (tiga) hakim lainya sebagai hakim pengganti. Hakim konstitusi di angkat atas rekomendasi Presiden Federal. Dimana dalam negara ini memiliki dua kekuasaan yang berhak memberikan dan mengajukan hakim konstitusi, yaitu Majelis Nasional dan Majelis federal. Hal ini merupakan penerapan sistem dua kamar dala parlementer.29 Artinya adalah calon hakim konstitusi tersebut di pilih oleh Majelis Federal dan Majelis Nasional yang nantinya akan di angkat oleh Presiden Federal. Hakim konstitusi di Austria hanya memiliki satu kali jabatan dalam seumur hidup yang akan pensiun pada umur 70 tahun.

3. Sistem Rekrutmen Hakim Konstitusi di Korea Selatan

Korea Selatan mendirikan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 1 September 1988, sejak saat itulah Korea Selatan terus melakukan pembenahan dan penguatan fungsi dari Mahkamah

29 Saldi Isra, 2016, Pengisian Jabatan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 333.

(19)

33

Konstitusi. Korea Selatan ingin mewujudkan salah satu nilai Konstitusi Korea melalui Mahkamah Konstitusi, yaitu untuk mewujudkan peradilan konstitusi yang adil. Hakim di Korea Selatan berjumlah sembilan (9) orang, dimana kesembilan hakim tersebut di pilih oleh Presiden, Majelis Nasional, dan Mahkamah Agung, yang masing masing mendapatkan jatah memilih tiga (3) orang calon hakim, hal tersebut tercantum dalam Article 3 The Constitutional Court Act of Korea Republik dalam Pasal 104 ayat (1).30 Jabatan hakm konstitusi hanya sekali dalam seumur hidup, dimana hakim konstitusi dapat menjabat selama enam (6) tahun dan pada saat di tunjuk harus sudah berusia empat puluh (40) tahun. Sistem pengangkatan hakim konstitusi ini hampir mirip dengan sistem rekrutmen hakim konstitusi di Indonesia, hanya saja Korea Selatan menerapkan sistem hearing. Hearing merupakan salah satu mekanisme fit and proper test untuk menguji kemampuan seseorang.31 Sistem tersebut di laksanakan dengan mengumumkanya ke sulurh masyarakat melalui tiga lembaga pengusul hakim konstitusi. Hal ini menunjukan adanya keterbukaan yang di lakukan oleh Korea Selatan terhadap pemilihan hakim konstitusi, tiga hakim konstitusi masing masing di usulkan oleh lembaga yang berbeda. Hal inilah yang merupakan sistem rekrutmen yang mencerminkan prinsip transparansi, akuntabilitas.

30 Meirina Fajarwati, 2016, Reformulasi Proses Rekrutmen Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia, jurnal media pembinaan hukum nasional, Vol 2 No.4 hlm. 5

31 Ibid hlm 7

(20)

34

4. Sistem Rekruten Hakin Konsitusi di jerman

Sistem rekrutmen hakim konstitusi Jerman memiliki mekanisme yang sedikit berbeda dengan kebanyakan negara yang memiliki Mahkamah Konstitusi. Dalam pemilihan hakim konstitusi, hakim di pilih oleh setiap senat, hakim ini berjumlah 8 (delapan) orang, 3 (tiga) diantaranya dipilih oleh senat yang berasal dari Mahkamah Agung (MA) Federal. Agar bisa menjadi hakim konstitusi maka harus memenuhi beberapa syarat dan kriteria yang salah satunya telah melaksanakan tugas paling sedikit 3 tahun di MA. Selain itu jabatan hakim konstitusi ini memiliki masa jabatan selama 12 tahun dan hanya sekali dalam seumur hidup, selain itu hakim yang sudah memasuki usia pensiun hakim, tersebut masih diperbolehkan bertugas, selama 12 tahun tersebut belum terlaksanakan.

5. Sistem Rekrutmen Hakim Konstitusi di Indonesia

Pengaturan seleksi hakim konstitusi memiliki karakteristik yang beragam sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pasal 24C ayat (3) UUD NKRI Tahun 1945 menyatakan bahwa

“Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden”32. Pengaturan mengenai seleksi hakim konstitusi telah diatur juga dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman bahwa unsur-unsur pengajuan hakim konstitusi terdiri atas

32 Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

(21)

35

konsep pencalonan yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif, serta konsep pemilihan yang dilaksanakan secara objektif dan akuntabel.

Kemudian, pada Pasal 35 UU Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa Ketentuan lanjutan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim konstitusi diatur dalam undang-undang. Amanat UU Kekuasaan Kehakiman tersebut tidak terlepas dari turunan dari Pasal 24C ayat 6 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Perihal pengangkatan hakim konstitusi dan syarat-syaratnya diatur dalam undang-undang. Atas dasar itulah, UU Mahkamah Konstitusi seharusnya mempertegas norma yang mengatur tentang seleksi hakim konstitusi. Namun, Pasal 20 UU Mahkamah Konstitusi hanya mengatur norma yang sama sebagaimana yang termaktub dalam UU Mahkamah Konstitusi, dimana Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi diatur oleh masing- masing lembaga yang berwenang dalam pengajuan hakim konstitusi dan dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel.

Referensi

Dokumen terkait

Pada metode aritmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan merata-rata

Dalam penelitian ini kebutuhan yang diperlukan terdiri dari beberapa hal yaitu data yang di perlukan seperti halnya nilai iradian yang didapat dari NASA dengan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pertolongan, penyertaan dan kasih-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “ Pengetahuan Pasien Tentang Obat

〔商法二〇二〕約束手形の支払期日の変造と手形法二〇条一項但書 の適用東京地裁昭和五〇年六月二五日判決 米津, 昭子Yonetsu, Teruko

Untuk mengambil sampel pada penelitian ini digunakan metode purposive sampling, yaitu sampel yang diambil oleh peneliti merupakan data yang telah dinilai oleh

Analisis telah dilakukan bagi melihat kaitan antara aspek pembolehubah tingkah laku keibubapaan (penglibatan, pemberian autonomi psikologi dan ketegasan/ penyeliaan)

Dengan menggunakan data citra satelit multi temporal ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) yang ditunjang dengan data sampel air laut

Sujud syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, ridho-Nya dan hidayahnya-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir