• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF ANTARA BAHASA ARAB DENGAN BAHASA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF ANTARA BAHASA ARAB DENGAN BAHASA INDONESIA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)i. ANALISIS KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF ANTARA BAHASA ARAB DENGAN BAHASA INDONESIA (Studi Kasus Terjemahan Surah Al Baqarah Terbitan DEPAG RI Tahun 1994). Oleh: Siti Aisyah 102024024429. JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 / 2008.

(2) ii. ABSTRAK. Siti Aisyah Analisis Konjungtor Hubungan Pertentangan Dalam Kalimat Koordinatif Antara Bahasa Arab Dengan Bahasa Indonesia (Studi Kasus Terjemahan Surah Al Baqarah Terbitan DEPAG RI Tahun 1994) Setiap bahasa memiliki sui generis (ciri khas tersendiri). Demikian pula yang berlaku antara bahasa Indoneisa dengan bahasa Arab. Dalam setiap lika-liku kedua bahasa itu pasti saja ditemukan ciri khas masing-masing, termasuk ketika kita menyelami “dunia kalimat”. Dan bahasa merupakan alat yang sistematis untuk menyampaikan gagasan atau perasaan dengan memakai tanda, bunyi, gestur, atau tanda yang disepakati yang mengandung makna yang dipahami. Skripsi sederhana ini bertujuan untuk dapat menemui kesalahan terjemahan dalam menyepadankan antara konjungsi bahasa Indonesia dengan bahasa Arab, yaitu masalah konjungsi kalimat majemuk koordinatif yang menyatakan pertentangan yang terdapat dalam Al quran. Sehingga menghindari kesalahan interpretasi dalam memaknai suatu kata Bahasa Sumber , dalam hal ini adalah Al quran kepada Bahasa Sasaran (bahasa Indonesia). Karena bagi Penulis, masalah penerjemahan adalah hal yang vital yang harus benar-benar dicermati dan dilakukan secara hati-hati dan kritis agar tidak mengarah pada interpretasi yang salah dan mampu menyampaikan serta tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan oleh Bahasa Sumber, terutama dalam naskah ilmiah (Al quran). Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah melalui metode analisis korpus. Caranya yaitu dengan membaca dan mencari kalimat majemuk koordinatif hubungan penjumlahan yang menyatakan pertentangan dalam Al quran surah Al Baqarah terjemahan DEPAG RI tahun 1994. Meskipun dalam kualitas analisis yang tidak seberapa, Penulis berharap analisis ini dapat mewakili kajian dan terjemahan kalimat majemuk koordinatif hubungan pertentangan yang kerap kita temui dalam Al quran..

(3) iii. KATA PENGANTAR. Maha Suci Allah yang telah menciptakan alam raya beserta isinya. Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta pada-Nya. Saat alam begitu gelap gulita dan wajah zaman berlumuran debu hitam, di saat fajar menjelang, dengan lantang ku sebut nama-Mu dan fajarpun merekah seraya menebar senyuman indah. Maha Suci Allah yang dapat membuka mata, hati, pikiran dan wawasan kita, sehingga menjadikan kita sebagai pencari hikmah yang penuh kerendahan hati, membukakan telinga kita selebar-lebarnya dan mengunci lisan kita dari pelbagai ucapan yang berlebihan serta kata-kata yang menyakitkan, menjauhkan kita dari orang-orang yang tertipu oleh “kehebatan diri”. Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW yang telah dengan sabar dan ikhlas menunjukkan kita semua pada kebenaran yang haqiqi. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat gelar strata satu (SI) Jurusan Terjemah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat menyadari, tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas partisipasinya, terutama kepada: 1.. Bapak. Dr. Abdul Chaer, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.. 2.. Bapak Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua Jurusan Tarjamah. Serta Bapak Ahmad Syaekhuddin, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah..

(4) iv. 3.. Bapak Drs. H. Ahmad Syatibi, MA., selaku Dosen Pembimbing Materi dan Teknis dalam penyusuan skripsi ini.. 4.. Para Dosen dan seluruh staf Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Terjemah yang telah memberikan pencerahan bagi saya.. 5.. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Negeri Jakarta, Pusat Bahasa. Terima kasih atas layanan dan buku-bukunya.. 6.. Kedua orangtua tercinta, (Alm.) Bapak H.M. Siddiq EHB dan Ibu Hj. Saodah. “maaf, persembahan ini baru dapat ananda berikan.”. 7.. Keluarga Tercinta: Abang Andi “Terimakasih atas dukungan Abang, baik moril maupun materiil”, Kak Hera, Kak Ida, Mas Erwin, Kak Mameh, Kak Awin, Bang Muni, Kak Husnul, Bang Aden, Kak Audry “Kita adalah satu dan satu adalah kita.” Keponakankeponakan tersayang: Kakak Mitha, Kakak Dwi, Kakak Risha, Adik Indah, Adik Shafwa, si Mungil dan tomboy Adik Yasmin “Tante sayang kalian, kalian adalah obat rasa jenuh buat tante.”. 8.. Sahabat-sahabat kelas: Mbak Ida, terimakasih untuk waktu dan pemasukannya untuk skripsi ini. Shofa, Hilda, Ela, Mala, Husna, Hamid: Makasih atas waktu dan dukungannya , Windhi: Thanks for anter-jemputnya dan teman-teman yang ‘g Cha sebutin satu persatu namanya,. khususnya. teman-teman. Terjemah. 2002.. Semoga. persahabatan ini tetap terjalin. 9.. Keluarga besar PONPES DAARUL ‘ULUUM LIDO, terimakasih atas naungan yang telah diberikan pada Cha untuk menuntut ilmu. Keluarga besar MAN 6 Jakarta, terimakasih untuk segala pengajaran dan ilmu yang telah diberikan.. 10.. Specially: Kepada seseorang yang telah memberikan rasa sakit, dan kebahagiaan.. Mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan untuk penulis dibalas Allah Swt. dengan ganjaran yang setimpal. Dan semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat untuk semua pihak. Selain itu, penulis berharap bahwa.

(5) v. limpahan hidayah dan taufik-Nya senantiasa dicurahkan kepada kita semua. Amin! Penulis menyadari, meskipun telah semaksimal mungkin berusaha dalam menyelesaikan skripsi ini, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Kritik dan saran membangun, selalu Penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Jakarta 11 Maret 2008. Penulis. Siti Aisyah Aisyah.

(6) 6. DAFTAR ISI. ABSTRAK……………............................................................................................i KATA PENGANTAR.............................................................................................ii DAFTAR ISI ...........................................................................................................v TRANSLITERASI..................................................................................................vii. BAB I. BAB II. PENDAHULUAN A.. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1. B.. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 4. C.. Tujuan Penelitian.................................................................... 5. D.. Metodologi Penelitian............................................................. 5. E.. Sistematika Penulisan ............................................................. 5. KERANGKA TEORI A.. ILMU PENERJEMAHAN...................................................... 7 1. Definisi Penerjemahan................................................. 7 2. Tahap-tahap Penerjemahan .......................................... 9 3. Metode-metode Penerjemahan..................................... 11. B.. KALIMAT MAJEMUK DAN PEMBAGIANNYA................ 14 1. Pengertian dan Pembagian Kalimat Majemuk.............. 14 2. Kalimat Majemuk Subordinatif.................................... 23 3. Kalimat Majemuk Koordinatif ..................................... 32.

(7) 7. C.. KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF...................................................….39 1. Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab.............................. 39. BAB III. BAB IV. SURAH AL BAQARAH…………………………………………........51 A.. Penamaan…………………………………………………………..51. B.. Isi Kandungan……………………………………………………...52. ANALISIS PENERJEMAHAN KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF………..54. BAB V. PENUTUP……………………………………………………………....62 Kesimpulan………………………………………………….………...…62. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..64 LAMPIRAN. PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN. Arab. Latin. Arab. Latin. ‫ا‬. =. a. ‫ط‬. =. t. ‫ب‬. =. b. ‫ظ‬. =. z. ‫ت‬. =. t. ‫ع‬. =. ‘. ‫ث‬. =. ts. ‫غ‬. =. gh. ‫ج‬. =. j. ‫ف‬. =. f. ‫ح‬. =. h. ‫ق‬. =. q. ‫خ‬. =. kh. ‫ك‬. =. k.

(8) 8. ‫د‬. =. d. ‫ل‬. =. l. ‫ذ‬. =. dz. ‫م‬. =. m. ‫ر‬. =. r. ‫ن‬. =. n. ‫ز‬. =. z. ‫و‬. =. w. ‫س‬. =. s. . =. h. ‫ش‬. =. sy. ‫ء‬. =. '. ‫ص‬. =. s. ‫ي‬. =. y. ‫ض‬. =. d. Penulisan Vokal Vokal Tunggal. َ. ِ. ُ. a i u. Vokal Ganda. Vokal Panjang. ‫َي‬ ‫َو‬. !َ‫ـ‬ ْ#ِ‫ـ‬ ْ&ُ‫ـ‬. Ai Au. Â Î Û. Tanwin. ً. ٍ. ٌ. an in un. Penulisan Partikel al1 2. 3. Ditulis al- (tidak kapital) bila merupakan Misalnya: istilah umum dalam bahasa Arab. - al-hasan - al-îmân Ditulis Al- (dengan huruf awal kapital) bila Misalnya: merupakan nama orang, kota, sifatAllah, - Al-Ghazali dan judul buku. - Al-Bustami - Al-Munqidz min AdhDhalâl Penulisan partikel al- harus luruh Misalnya: mengikuti huruf sesudahnya apabila ia - ar-rasûl termasuk kelompok huruf syamsiyah. - az-ziâdah.

(9) 9. Kelompok huruf syamsiyah: Kelompok huruf qamariyah:. t, ts, s, r, t, d, dz, n, d, s, z, z, sy, dan l. a, b, gh, h, j, k, w, kh, f, ‘, q, y, m, dan h..

(10) 10. BAB I PENDAHULUAN. A.. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, satu bahasa sama baik dengan bahasa lainnya. Dan setiap bahasa. sama-sama digunakan dengan benar, baik dan sempurna oleh masyarakat pemakai bahasa tersebut. Dengan perbandingan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia di sini tidak dimaksudkan untuk melihat bahasa mana yang maju dan bahasa mana yang masih terbelakang, atau bahasa mana yang baik dan bahasa mana yang kurang baik, melainkan hanya untuk melihat titik pertemuan atau titik yang harus dipertemukan antara keduanya, karena sangat diperlukan antara lain untuk kepentingan penerjemahan. Kalimat merupakan satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.1 Jenis kalimat ditinjau dari segi jumlah klausanya, dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. 2 Kalimat tunggal yaitu kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat3 (kalimat yang terdiri dari satu klausa). Kalimat ini biasa disebut dengan kalimat sederhana. Sedangkan kalimat majemuk ialah kalimat yang memiliki dua atau lebih klausa yang saling berhubungan. Dan klausa-klausa tersebut dapat bersifat koordinatif, subordinatif atau campuran.. 1. Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 21 Hasan Alwi, et, al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 336 3 Zaenal Arifin, et, al., Cermat Berbahasa Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 2002), h. 2. 64.

(11) 11. Kalimat majemuk setara (koordinatif) yaitu kalimat yang terdiri atas dua atau lebih klausa bebas. Yang dimaksud dengan klausa bebas yaitu masing-masing klausa berdiri sendiri dan tidak menjadi bagian dari klausa lainnya.4 Kedua klausa pada setiap kalimat dihubungkan oleh konjungtor (partikel penghubung) yang setara, seperti dan, serta, lalu, kemudian, tetapi, padahal, sedangkan, baik…maupun, tidak…tetapi, dan bukan…melainkan…5 Kalimat majemuk setara tersusun dari dua klausa atau lebih dimana setiap klausa memiiki kedudukan yang sama dalam struktur konstituennya.6 Ciri semantis dalam hubungan koordinasi ditentukan oleh makna dari macam koordinator yang kita pakai dan makna leksikal ataupun gramatikal dari kata dan klausa yang kita bentuk. Selain itu, arti hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk setara juga ditentukan oleh arti klausa-klausa yang dihubungkan. Contoh: (1) a. Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebagian besar rakyat Indonesia telah menggunakan hak pilihnya. b. Pemilihan umum baru saja belalu dengan tertib dan sebuah kalimat luas terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat (1a) terdiri atas klausa pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib, dan klausa sebagian besar rakyat indonesia menggunakan hak pilihnya. Keterkaitan makna memungkinkan kedua klausa tersebut digabungkan untuk membentuk kalimat majemuk setara, yang secara gramatikal benar dan berterima. Kalimat (1b) terdiri atas klausa pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan klausa sebuah kalimat luas terdiri. 4. Chaer, Linguistik Umum, h. 243 Alwi, et, al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 348 6 Soenjono Dardjowidjojo, et, al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke-I, h. 307 5.

(12) 12. atas dua klausa atau lebih. Arti kedua klausa tersebut tidak memungkinkan digabungkannya menjadi kalimat mejemuk setara, secara gramatikal memang benar namun tidak berterima secara semantis. Kalimat majemuk setara dikelompokkan menjadi empat jenis,7 yaitu kalimat majemuk setara penjumlahan, pertentangan, perurutan dan pemilihan. Tiap hubungan itu berkaitan erat dengan koordinatornya. Dalam penelitan ini, Penulis akan meneliti salah satu bentuk dari kalimat majemuk yaitu kalimat majemuk setara (koordinatif) khususnya hubungan koordinatif yang menyatakan pertentangan. Anak kalimat ini ditandai oleh konjungtor tetapi, tapi, akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya.8 Contoh:. ُ‫)'ََ!ء‬ ( *‫ُ ا‬+ُ‫ْ ه‬+ُ-.ِ‫َ ا*)('ََ!ءُ أَ*َ! إ‬1َ2‫َ! ءَا‬3َ‫ُ آ‬1ِ2ْ5ُ.َ‫َ!*ُ&ا أ‬6 ُ‫!س‬-7*‫َ ا‬1َ2‫َ! ءَا‬3َ‫ُ&ا آ‬7ِ2‫ْ ءَا‬+َُ* َ89ِ6 ‫وَإِذَا‬. .َ‫ُ&ن‬3َ:ْ;َ‫ْ *َ! ی‬1ِ=َ*َ‫و‬. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. (Q.S. Al Baqarah: 13) Partikel 1=* dapat digunakan dalam kalimat nominal (jumlah ismiyah) maupun dalam kalimat verbal (jumlah fi’liyah). Keunikan partikel dalam Bahasa Arab inilah yang mendorong Penulis melakukan analisis skripsi dengan judul 7. Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 2002), cet. Ke-V, h. 74-75 8 Prof. Drs. M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis” (Yogyakarta: CV. Karyono, 1983), cet. Ke-III, h. 54-57.

(13) 13. “ANALISIS. KONJUNGTOR. HUBUNGAN. PERTENTANGAN. DALAM. KALIMAT KOORDINATIF ANTARA BAHASA ARAB DENGAN BAHASA INDONESIA (Studi Kasus Surah Al Baqarah Terjemahan DEPAG RI Tahun 1994).” Judul ini dimaksudkan untuk membandingkan struktur hubungan koordinasi, khususnya pertentangan yang terdapat dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia, sekaligus meneliti konjungtor hubungan koordinatif pertentangan bahasa Arab, serta mencari padanannya dalam bahasa Indonesia.. B.. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dikarenakan pembahasan mengenai konjungtor hubungan pertentangan sangat. luas, maka Penulis membatasi pembahasan hanya pada konjungtor tetapi dan tapi yang dipadankan dengan konjugtor 1=* dan 8> dalam bahasa Arab. Namun perlu diketahui, bahwa konjungtor bal tidak selamanya mengandung makna pertentangan. Tetapi dapat pula berfungsi sebagai makna penegasan yang ditandai oleh konjungtor ‘bahkan’. Untuk itu Penulis memfokuskan konjungtor bal khusus yang bermakna petentangan yang ditandai dengan konjungtor ‘tetapi’. Hal ini dilakukan demi ketuntasan Penulis dalam menganalisa konjugtor tersebut. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1.. Apa saja konjungtor hubungan pertentangan kalimat koordinatif dalam bahasa Indonesia dan padanannya dalam bahasa Arab?. 2.. Bagaimana penerjemahan konjungtor hubungan pertentangan Bahasa Arab 1=* dan 8> ke dalam Bahasa Indonesia pada surah Al Baqarah?.

(14) 14. C.. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:. 1.. Mengetahui konjungtor hubungan pertentangan kalimat koordinatif dalam bahasa Indonesia dan padanannya dalam bahasa Arab.. 2.. Mengetahui bagaimana menterjemahkan konjungtor hubungan pertentangan bahasa Arab 1=* dan 8> ke dalam bahasa Indonesia pada surah Al Baqarah.. D.. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korpus dengan. membaca dan mencari konjungtor hubungan penjumlahan pertentangan kalimat koordinatif yang ada pada surah Al Baqarah terjemahan DEPAG RI yaitu dengan dua partikel penghubung 1=* dan 8> mengingat dua partikel tersebut merupakan konjungtor hubungan pertentangan dalam kalimat koordinatif. Kemudian melihat terjemahannya dan menganalisa makna semantisnya. Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh CeQDA 2007.. E.. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan terdiri dari:.

(15) 15. BAB I. Pendahuluan mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.. BAB II. Kerangka teori mencakup ilmu penerjemahan yang meliputi definisi penerjemahan,. tahap-tahap. penerjemahan. dan. penerjemahan. Kalimat majemuk dan pembagiannya. metode-metode yang. meliputi. pengertian kalimat majemuk, kalimat majemuk subordinatif, dan kalimat majemuk koordinatif. Konjungtor yang meliputi konjungtor dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab. BAB III. Surah Al Baqarah yang meliputi penamaan dan isi kandungan surah Al Baqarah. BAB IV. Analisis konjungtor hubungan pertentangan dalam kalimat koordinatif antara bahasa Aarb dengan bahasa Indonesia (Studi kasus terjemahan surah Al Baqarah terbitan DEPAG RI tahun 1994). BAB V. Penutup mencakup kesimpulan..

(16) 16. BAB II KERANGKA TEORI. A. ILMU PENERJEMAHAN 1. Definisi Penerjemahan Penerjemahan atau translation selama ini didefinisikan menurut latar belakang dan teori dan pendekatan yang berbeda-beda oleh para pakar terjemah. Meski begitu, definisi penerjemahan secara umum dapat dibagi menjadi dua: a. Definisi secara bahasa Terjemah atau penerjemahan berasal dari Bahasa Arab ?3@AB yang merupakan bentuk masdar dari fi’il madî mujarrad +@AB 9. Profesor Izuddin Muhammad Najib dalam kitabnya usus attarjamah mendefinisikan terjemah menurut bahasa sebagai:. ‫ى‬AH‫? أ‬C* F*‫? إ‬C* 12 ‫م‬D=*‫ ا‬8E. ‘pemindahan kalimat dari satu bahasa ke dalam bahasa lain’ Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan secara etimologi ialah proses pemindahan dan pencarian padanan dari teks bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) untuk mendapatkan kejelasan makna. b. Definisi secara istilah Penerjemahan secara istilah (terminology) didefinisikan dengan berbagai macam pengertian. Menurut Eugene A. Nida, Menterjemah ialah kegiatan yang 9. Muhammad Maksum bin Ali, Al-Amtsilah At-Tashrifiyah (Surabaya: Maktabah Assyaikh Salim Nabhan, 1995), h. 8.

(17) 17. menghasilkan pesan yang sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya dalam bahasa sasaran dengan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber. Pertama menyangkut makna dan kedua menyangkut gaya bahasanya.10 Menurut J. C. Catford. Sebagai seorang penerjemah professional sekaligus pakar dalam bidang Linguistik, mengungkapkan bahwa, penerjemahan ialah pemindahan naskah dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dengan sesuai.11 Sedangkan Pendapat J. Levy lebih kepada sebuah proses penerjemahan yang dinilai sebagai sebuah proses kreatif dan suatu keterampilan tersendiri yang dimiliki oleh seorang penerjemah. J. Levy mengatakan, dalam penerjemahan merupakan proses kreatif yang memberikan kebebasan bagi penerjemah untuk memilih kemungkinan padanan terdekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasinya.12 Seperti yang dikutip oleh Nurahman Hanafi, dalam disertasinya yang berjudul A model for translation quality assessment, Juliana mendefinisikan, penerjemahan merupakan proses pemindahan naskah dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran dengan semantik dan pragmatik yang sepadan.13 Itulah pendapat tokoh-tokoh terjemah tentang definisi penerjemahan. Mereka mengungkapkan argumen masing-masing sesuai dengan latar belakang keilmuan dan proses yang telah mereka tekuni sebelumnya sebagai penerjemah. Benang merah yang dapat kita ambil dari penjelasan di atas ialah, penerjemahan merupakan 10. Eugene A. Nida and Charles. R. Taber, The Theory Practice of Translation (Leiden: The united bible societies), page. 12 11 J. C. Catford, A Linguistic Theory of Translation (London: Oxford University Press, 1965), page. 20 12 Nurrahman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan (Flores: Nusa Indah, 1986), cet. Ke-I, h. 23 13 Ibid., h. 26.

(18) 18. suatu proses pengalihan makna dari naskah bahasa sumber ke dalam naskah bahasa sasaran dengan padanan sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya, baru kemudian memperhatikan gaya bahasanya.. 2. Tahap-tahap Penerjemahan Ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh penerjemah untuk mendapatkan hasil yang dianggap baik. a. Tahap Analisis Setiap teks yang terdapat dalam naskah asli tentu bukan hal yang sakral untuk dianalisis terlebih dahulu. Analisis ini bisa dilakukan sekitar pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, karena tidak mungkin seorang penulis tidak ingin menyampaikan perasaannya saat menulis. Meskipun naskah itu berupa teks ekspresif (perwujudan perasaan). Analisis juga bisa dilakukan seputar gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, struktur gramatikal, atau dalam pemilihan kata, frasa, dan kalimat. Setelah mendapat gambaran jelas tentang naskah yang akan diterjemahkan barulah ia bisa melanjutkan proses selanjutnya. b. Tahap Pengalihan Pada tahap ini, seorang penerjemah diuji kecakapan dan keterampilannya dalam menterjemah sekaligus penguasaan pada bahasa sumber dan bahasa sasaran. Inti dari tahap ini ialah mengalihkan unsur yang terdapat dalam naskah bahasa sumber dengan naskah bahasa sasaran secara sepadan. Baik bentuk dan isinya harus disepadankan, meski kesepadanan bukan berarti kesamaan. Apakah pesan penulis.

(19) 19. dalam naskah asli harus tetap dipertahankan dalam terjemahan? Dapatkah penerjemah mengubah pesan yang terdapat dalam naskah asli? Jika boleh, sejauh mana perubahan yang bisa dilakukan dan atas pertimbangan apa? Inilah pertanyaan yang kerap muncul di sela-sela proses penerjemahan. Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan pada definisi penerjemahan, seorang penerjemah harus mempertahankan maksud yang ingin disampaikan pengarang,14 karena pada dasarnya terjemahan bukan sekedar mengalihkan huruf atau kata yang terdapat dalam bahasa sumber, tetapi lebih kepada pengalihan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber kepada bahasa sasaran. Tidak heran bila seorang penerjemah yang telah memasuki tahap ini harus kembali ke tahap analisis atau sebaliknya sampai ia yakin betul bahwa pemahaman dan analisisnya sudah cukup baik. Setelah tahap analisis dan pengalihan dilalui dengan baik, tahap terakhir yang harus dilakukan ialah tahap penyerasian. c. Tahap Penyerasian Pada tahap ini, hasil terjemahan yang telah selesai akan diuji lagi. Apakah hasil terjemahan ini benar-benar telah melewati tahap analisis dan pengalihan dengan baik? Apakah hasil terjemahan telah cukup memenuhi syarat terjemahan yang baik? Inilah yang sering disebut sebagai faktor keterbacaan, dimana penerjemah harus menyesuaikan bahasanya yang masih terasa “kaku” untuk kemudian disesuaikan dengan kaidah yang berlaku pada bahasa sasaran. Di samping. 14. Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 35.

(20) 20. itu, mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan, misalnya apakah menggunakan istilah yang umum digunakan ataukah yang baku. Penerjemah dapat melakukan tahap ini sendiri, atau bisa meminta bantuan orang lain untuk mengoreksinya. Ada dua hal yang mendasari ungkapan ini. Pertama, penerjemah kerap merasa kesulitan mengoreksi kerjaannya sendiri, karena secara psikologis ia akan menganggap terjemahannya sudah baik. Hal ini karena didorong latar belakang yang ia miliki. Maka penyerasian yang dilakukan orang lain cukup membantu dalam menghasilkan terjemahan yang baik dan komunikatif. Kedua, penerjemahan sebaiknya merupakan kerja tim. Ada yang menterjemah dan ada pula yang “mengedit”. Hal ini menyangkut faktor keterbacaan, karena terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mampu mengadopsi pesan yang dimuat dalam naskah asli ke dalam bahasa sasaran serta menyajikannya secara komunikatif sehingga terkesan antara naskah asli dan naskah terjemahan tidak jauh berbeda.. 3. Metode-metode Penerjemahan Newmark, seperti yang dikutip oleh Rochayah Machali dalam bukunya pedoman bagi penerjemah, mengajukan dua metode penerjemahan.15 a. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber (BSu). Pada metode jenis ini, makna kontekstual yang terdapat dalam naskah BSu diwujudkan kembali dengan setepat-tepatnya dalam bahasa sasaran (BSa), meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantis. Metode ini dituangkan dalam beberapa metode penerjemahan:. 15. Ibid., h. 49.

(21) 21. 1). Penerjemahan Kata demi kata Metode penerjemahan ini ialah metode yang mengalihkan teks dari. bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran secara “mentah”. Biasanya kata-kata teks sasaran langsung diletakkan di bawah teks sumber, dan kata-kata yang bersifat cultural dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan pra penerjemahan pada penerjemahan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme BSu terhadap BSa. Contoh:. +7‫ی‬I7* Pasti akan kami beri. !79J Di dalam kami. petunjuk kepada. ‫وا‬I‫@!ه‬. 1‫ی‬K:*‫و‬. Mereka berjihad Dan orangorang yang. mereka. 2). Penerjemahan Literal Metode jenis ini ialah mencari padanan terdekat kondtruksi gramatikal. yang terdapat dalam BSu ke dalam BSa. Penerjemahan kata-katanya dilakukan terpisah dari konteksnya. Umumnya metode ini digunakan pada tahap awal pengalihan. Contoh:. +7‫ی‬I7* !79J ‫و‬I‫ @!ه‬1‫ی‬K:*‫وا‬ Dan orang-orang yang berjihad di jalan kami, pasti akan kami beri petunjuk (hidayah) kepada mereka semua..

(22) 22. 3). Penerjemahan Setia Penerjemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual BSu. dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bersifat budaya dialih bahasakan tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan BSu, maka tidak heran bilahasil terjemahan ini terasa “kaku”.. +7‫ی‬I7* !79J ‫و‬I‫ @!ه‬1‫ی‬K:*‫وا‬ Dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, pasti akan diberikan petunjuk oleh Allah. 4). Penerjemahan Semantis Penerjemahan. semantis. ialah. metode. mempertimbangkan unsur estetika teks BSu dengan. penerjemahan. yang. mengkompromikan makna. selama masih dalam batas kewajaran. Bila dibandingkan dengan metode penerjemahan setia, penerjemahan semantis lebih “luwes” dan fleksibel, karena tidak terikat oleh BSu seperti penerjemahan setia. Kata-kata yang bersifat budaya diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional.. b. Metode yang memberikan penekanan terhadap BSa. Pada metode ini, penerjemah berupaya untuk menghasilkan dampak relatif sama dengan yang diharapkan oleh penulis terhadap pembaca versi BSu. Model terjemahan ini berbentuk penerjemahan bebas dan komunikatif. 1). Penerjemahan Bebas.

(23) 23. Metode ini lebih mengutamakan isi dan mengorbankan struktur gramatikal BSu. Terkadang metode ini berbentuk parafrasa yang lebih panjang atau lebih pendek dari naskah aslinya. Contoh:. LMN !2 O7P!J QR)B +* ‫إذا‬ ‘Jika tidak malu, kamu bisa berbuat apa saja’ 2). Penerjemahan Komunikatif Metode penerjemahan ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual. sedemikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun isi langsung dapat dipahami oleh pembaca. Contoh:. LMN !2 O7P!J QR)B +* ‫إذا‬ ‘Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu’. B. KALIMAT MAJEMUK DAN PEMBAGIANNYA 1. Pengertian dan Pembagian Kalimat Kalimat dalam satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, mengungkapkan pikiran yang utuh. Untuk lebih jauh lagi, guna mengenal dan memahami definisi kalimat, Penulis akan menyajikan beberapa pendapat para tokoh bahasa mengenai definisi kalimat. 1. Ramlan mengatakan: “Kalimat ialah satuan yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.” Dalam definisi ini Ramlan melihat dari ciri formalnya,.

(24) 24. yakni jeda panjang disertai nada akhir turun naik. Kalau definisi ini kita hadapkan dengan satuan-satuan di atas, semuanya dapat disebut kalimat. 2. Sutan Takdir Alisjahbana menyatakan: “Kalimat ialah satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran lengkap.” Menilik definisinya, kita melihat bahwa hal itu pendekatan dari segi makna. 3. Gorys Keraf mengatakan: “Suatu bangunan ujaran, yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan. Sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa ujaran itu sudah lengkap, disebut kalimat.” 4. A. A Fokker mengatakan: “Kalimat ialah ucapan bahasa yang mempunyai arti penuh dan turunnya suara menjadi cirinya sebagai keseluruhannya.”. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi final. Dalam wujud tulisan kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan intonasi akhir atau dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!).16 Di dalam sebuah kalimat juga disertakan berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lain sepadan dengan jeda.17. 16. Zainal Arifin, et al., Cermat Berbahasa Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 2003), cet. Ke-VI, h. 56 17 Hasan Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), cet. Ke-V, h. 311.

(25) 25. Definisi ini tidak jauh berbeda dengan definisi kalimat dalam sintaksis bahasa Arab, yaitu suatu satuan yang terkonstruksi dari dua kata atau lebih yang memberikan makna utuh.18 Hanya saja kalimat dalam bahasa Arab tidaklah harus disertai dengan intonasi final sebagaimana kalimat yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Karena itu, nyaris semua kalimat dalam sejumlah naskah klasik Arab tidak disertai dengan intonasi final yang tidak jarang menyulitkan penutur non-Arab untuk memahaminya. Namun, baru saat-saat ini saja kalimat yang terdapat dalam naskah Arab disertai dengan intonasi final—atau lebih lengkapnya dengan tanda baca—yang memudahkan untuk memahaminya. Kalimat merupakan bagian dari bahasa secara keseluruhan. Kalimat itu mungkin terdiri dari satu kata atau mungkin juga lebih.19 sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tulisan, harus memiliki subjek (S) dan unsur predikat (P), kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat.20 Deretan kata tersebut. hanya dapat disebut. sebagai frasa. Setiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat.. 18. Musthafa al-Ghulayaini, Jâmi ad-Durûs al-Arabiyyah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), h. 12 19 Sudarno dan Eman A. rahman, Terampil Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. Hikmah Syahid Indah), h. 42 20 Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1999), cet. Ke-III, h. 73.

(26) 26. Fungsi utama sintaksis dalam bahasa Indonesia adalah subjek, predikat, objek dan keterangan.21 Di samping itu, ada fungsi lain seperti atributif (yang menerangkan), koordinatif (yang menggabungkan secara setara), subordinatif (yang menggabungkan secara setingkat).22 Di dalam Bahasa Arab, hanya terdapat tiga kategori:23 isim(kata benda), fi’il (kata kerja), dan huruf (kata tugas). Adapun pelaku, penderita, penerima, dan pengalam merupakan peran. Dalam Bahasa Arab belum diperoleh padanan yang tepat untuk istilah peran ini. Sedangkan pengertian kalimat (kalâm) dalam bahasa Arab, merupakan suatu bentuk kata (lafaz)24 yang tersusun (S‫آ‬A2) yang dapat dimengerti (I9'2)25 dengan maksud yang jelas (OT‫)و‬.26 Jika dibagankan: Syarat-syarat kalām. lafaz. murakkab. mufίd. Wadha’. Kalimat dalam bahasa Arab ada dua macam, yaitu kalimat Nominatif (Jumlah Ismiyyah) dan kalimat Verbal (Jumlah Fi’liyyah) 27 21 22. 96. 23. Kusno B.S., Pengantar Tata Bahasa Indonesia (Bandung: CV. Rosda, 1985), h. 128 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.. Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat (Malang: Misykat, 2004), h. 98 Lafazh adalah satuan suara terdiri dari huruf hija’iyah (alfabet). Contoh: K93:B (siswa) terdiri dari huruf ‫ت‬,‫ ل‬,‫ م‬,‫ ي‬dan ‫ذ‬. (Thoifuri M. Ag, Tata Bahasa Arab Praktis (Jakarta: Puspa Swara, 2005), h. 2) 25 Mufid adalah ungkapan yang memberi pemahaman yang dapat diterima secara rasional sehingga pendengar puas atau paham tanpa bertanya kembali. Contoh: +‫!ﺉ‬6 I*&*‫( ا‬Anak laki-laki itu berdiri). Hal ini tentu berbeda dengan ungkapan yang tidak mufid, seperti I*&*‫!م ا‬6 ‫( ان‬Jika anak laki-laki itu telah berdiri,…) 26 Mustafa Al-Ghulayayni, Jami Al-Durūs Al-arabiyyah (pelajaran Bahasa Arab Lengkap), (Beirut: Maktabah Al-Asriyyah, 1997), jilid ke-I, h. 14 27 Fuad Ni’mah, Qowaid Al-Lughah Al-Arabiyyah (Beirut: Daarussaqofah, tt), h. 169 24.

(27) 27. Kalimat nominatif atau disebut juga dengan jumlah ismiyyah, merupakan kalimat yang dimulai dengan isim (nomina) atau damir yang tersusun dari mubtada (pokok kalimat) dan khabar (predikat). Mubtada adalah isim yang dirafa’-kan yang kosong dari ‘amil lafaz, jelasnya tidak didahului oleh ‘amil atau sesuatu yang menjadi pelaku pekerjaan.28 Sedangkan khabar adalah isim yang dirafa’-kan yang disandarkan kepada mubtada.29 Khabar (predikat) harus sesuai dengan mubtada atau fâ’il (subjek) dalam bilangan dan jenisnya. Jika mubtadanya adalah perempuan, maka khabarnyapun harus perempuan, ganda. ganda. atau. jamak,. atau jamak.30 Contoh:. +‫!ﺉ‬6 I‫زی‬ Zaid itu berdiri. ‫!ن‬3‫!ﺉ‬6 ‫ان‬I‫زی‬ Dua orang yang bernama Zaid berdiri. ‫&ن‬3‫!ﺉ‬6 ‫ون‬I‫زی‬ Tiga orang yang bernama Zaid itu berdiri semuanya. Pada kalimat +‫!ﺉ‬6 I‫زی‬, lafaz I‫زی‬. mubtada di rafa’kan oleh ibtida, tanda. rafa’nya dammah sebab isim mufrad. Adapun lafaz +‫!ﺉ‬6 khabarnya yang dirafa’kan oleh mubtada, tanda rafa’nya dammah sebab isim mufrad. Lafaz ‫ان‬I‫ زی‬mubtada. 28. Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 52 M. Anwar, Terjemah Matan Al-Ajrumiyah dan Imrity (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 72 30 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Ilmu Alqur’an (Bandung: Mizan, 1986), h. 39 29.

(28) 28. dirafa’kan tanda rafa’nya alif sebab isim tatsniyah, lafaz ‫&ن‬3‫!ﺉ‬6 ‫ون‬I‫زی‬. khabar. dirafa’kan oleh mubtada tanda rafa’nya wawu sebab jama’ mudzakar sâlim. Kalimat verbal atau dalam bahasa Arab disebut dengan jumlah fi’liyah merupakan kalimat yang dimulai dengan fi’il (verb) yang tersusun dari fi’il dan fâ’il.31 Dalam bahasa Arab urutan kata dalam kalimat verbal adalah: kata kerja, pokok kalimat, dan objek langsung. Kata kerja (8;J ) dalam bahasa Arab terbagi tiga: 1. Fi’il Madi, lafaz yang menunjukkan pekerjaan yang sudah lewat dan selesai. Tanda-tandanya, ialah suka dimasuki ta ta’nits yang mati.32 Fi’il madi itu selalu difathahkan akhirnya, kecuali ketika dia bersambung dengan wawu jamak maka dia didammahkan atau ketika tersambung dengan ta yang berharakat niswah atau nâ yang menunjukkan kepada fâ’il maka dia disukunkan.33 2. Fi’il Mudari’, menyatakan perbuatan yang belum selesai. Pada umumnya kata ini menunjukkan kepada waktu sekarang atau yang akan datang.34 Dengan kata lain fi’il mudari’ adalah fi’il yang menunjukkan pekerjaan waktu sedang dan akan berlangsung. Dapat dimasuki dengan sin, saufa, lam, dan lan.. 31. Ibid., h. 75. Anwar, Terjemah Matan Al-Ajrumiyah dan Imrity, h. 46 33 M. Tholib, Tata Bahasa Arab; Terjemah An-Nahwu Al-Wadih (Jakarta: PT. Al-Ma’arif), h. 26 34 Abbas An-Nadwi, Belajar Mudah Ilmu Alqur’an, h. 81 32.

(29) 29. 3. Fi’il Amr, lafaz yang menunjukkan permintaan pada waktu yang akan datang (‫!ل‬VER‫)إﺱ‬, tanda-tandanya yaitu dengan adanya ya muannats mukhatabah dan menunjukkan makna talab (tuntutan).35 Dalam bahasa Indonesia, menurut jenisnya kalimat dapat ditinjau dari sudut (a) jumlah klausa pembentuknya, (b) fungsi isinya, (c) kelengkapan unsurnya, dan (d) susunan subjek dan predikatnya.36 Di sini Penulis akan spesifik membahas kalimat menurut jumlah klausa pembentuknya saja. Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat tunggal (kalimat sederhana) dan kalimat majemuk.37 Perbedaan kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada di dalam kalimat itu, kalau klausanya hanya satu maka kalimat tersebut disebut dengan kalimat tunggal.38 Dalam kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordinatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, gagasan bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk.39 Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat40 (kalimat yang terdiri dari satu klausa). Kalimat tunggal dan klausa merupakan konstruksi sintaksis. 35. Ibid. Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Media, 2005), h.137. 37 Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 336. 38 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 243 39 Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, h. 48 40 Arifin, et, al., Cermat Berbahasa Indonesia, h. 64. 36.

(30) 30. yang memiliki unsur predikasi. Kalimat ini biasa juga disebut dengan kalimat sederhana. Dalam Bahasa Arab, kalimat ini bisa disebut dengan kalâm basίt.41 Contoh:. !7>‫ ر‬Y‫ا‬ Kalimat di atas terdiri atas satu klausa, yaitu !7>‫ ر‬Y‫ ا‬dengan rincian Y‫ ا‬sebagai subjek dan !7>‫ ر‬sebagai predikat. Dilihat dari struktur internalnya, kalimat tunggal dan klausa, keduanya terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan ataupun tanpa objek, pelengkap, atau keterangan. Namun, yang membedakan kalimat tunggal dengan klausa adalah intonasi akhir yang merupakan ciri dari sebuah kalimat. Setiap konstruksi sintaksis yang terdiri atas unsur subjek dan predikat (tanpa memperhatikan intonasi atau tanda baca akhir) adalah klausa. Dan sebaliknya, jika unsur-unsur subjek dan predikat lengkap dengan intonasi atau tanda baca akhir adalah kalimat tunggal. Dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan dalam kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar. Pola-pola kalimat dasar itu adalah sebagai berikut.42 i.. KB + KK. : Mahasiswa berdiskusi. S. 41 42. Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 101. Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, h. 63. P.

(31) 31. ii.. KB + KS. : Dosen itu di rumah. S. iii.. P. : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.. KB + KBil. S iv.. KB + (KD + KB). P. : Direktur ke ruang kerja. S. v.. KB1 + KK + KB2. P. : Mereka menonton film. S. vi.. KB1 + KK + KB2 + KB3. P. : Paman mencarikan saya pekerjaan. S. vii.. KB1 + KB2. O. P. O. Pel.. : Icha penulis. S. P. Catatan:  KB = Kata Benda.  KBil = Kata Bilangan.  S = Subjek.  KK = Kata Kerja.  KD = Kata Depan.  P = Predikat.  KS.  Pel.  O = Objek. = Kata Sifat. = Pelengkap. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terbentuk dari dua klausa utama atau lebih dengan atau tanpa klausa subordinatif.43. 43 Hans Lapoliwa, Klausa Pemerlengkap Dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan Sintaktik Dan Semantik ( Jakarta : Kanisius, 1990). Cet. Ke-I, h. 43.

(32) 32. Kalimat majemuk dapat dibedakan menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kedua jenis kalimat majemuk tersebut terdiri dari beberapa subjek, predikat dan objek. Perhatikan contoh berikut: 1.. Pengurus Dharma Wanita mengunjungi panti asuhan dan mereka memberi penghununya hadiah.. 2.. Saudara harus meminjam uang dari bank atau menjual rumah saudara.. 3.. Walaupun perusahaannya mengalami kerugian, pengusaha itu harus membayar pajak.. 4.. Orang tua itu mengatakan bahwa putrinya sangat mencintai pemuda itu. Kalimat yang terdapat pada contoh di atas terdiri dari subjek dan predikat. yang berjumlah lebih dari satu. Pada contoh (1) terdiri dari subjek yang sama dan dua predikat yang berbeda, contoh (2) terdiri dari subjek yang sama dan dua predikat yang berbeda, contoh (3) terdiri dari subjek yang sama dan dua predikat yang berbeda, contoh (4) terdiri dari dua subjek dan predikat yang berbeda. Kalimatkalimat di atas terdiri dari beberapa klausa dan setiap klausa yang membentuk kalimat tersebut dihubungkan dengan konjungtor yang berbeda-beda pula sesuai dengan hubungan semantik antarklausa pembentuknya. Pembahasan kalimat majemuk setara (koordinatif), dan majemuk bertingkat (subordinatif) akan dijelaskan oleh Penulis pada sub-bab berikutnya.. 2. Kalimat Majemuk Subordinatif Hubungan subordinatif ialah hubungan antar klausa dalam kalimat yang membentuk anak kalimat dan induk kalimat. Yang terdiri dari suku kalimat bebas.

(33) 33. dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas (terikat).44 Klausa terikat merupakan sababiyah dari klausa bebas.45 Yang satu merupakan klausa atasan atau klausa utama (induk kalimat), dan klausa yang lain merupakan klausa bawahan (anak kalimat). Dalam Bahasa Arab, jenis kalimat ini bisa disebut dengan istilah kalâm tarkibiy. Perhatikanlah contoh-contoh berikut:46 (1). \‫ی‬A2 ‫ي‬I*‫ [ن وا‬F'ZR)3*‫ ا‬F*‫ إ‬LV‫ذه‬. (2). L‫ ا*=&ی‬1_ ]*^)‫ ی‬L‫ ا*=&ی‬FJ ]E‫ ی‬IP F*‫ رﺱ!*? إ‬A9Z> SR‫آ‬. Kalimat (1) terdiri atas induk kalimat F'ZR)3*‫ ا‬F*‫ إ‬LV‫ ذه‬dan anak kalimat. \‫ی‬A2 ‫ي‬I*‫ [ن وا‬dan pada kalimat (2) terdiri atas induk kalimat yaitu L‫ ا*=&ی‬FJ ]E‫ ی‬IP F*‫ رﺱ!*? إ‬A9Z> SR‫ آ‬dan anak kalimat L‫ ا*=&ی‬1_ ]*^)‫ ی‬klausa ini merupakan keterangan keadaan (hâliyah) bagi klausa yang lain, yaitu induk kalimat. Dilihat dari kedua contoh di atas bahwa terdapat perbedaan. Pada contoh (1) anak kalimat (klausa terikat) didahului oleh penghubung (konjungtor) yang tidak setara, maka dengan demikian terbentuklah kalimat subordinatif. Namun pada contoh (2) tidak diketemukannya anak kalimat yang didahului oleh konjungtor. Berarti dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa dalam Bahasa Arab tidak semuanya anak kalimat didahului dengan konjungtor. Inti kalimat dituangkan dalam klausa utama (induk kalimat) sedang aspek kalimat dituangkan dalam anak kalimat.47 Anak kalimat ialah suatu komponen kalimat majemuk yang menyerupai kalimat mandiri serta tergantung pada 44. Zaenal Arifin, et. al., Cermat Berbahasa Indonesia, h. 77 Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 103 46 Ibid. 47 Chaer, Linguistik Umum, h. 244 45.

(34) 34. komponen lain, yaitu induk kalimat yang merupakan satu keutuhan struktural, atau melaksanakan fungsi suatu kalimat. Dalam kalimat majemuk subordinatif terdapat klausa yang berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain. Hubungan ini ditentukan oleh konjungtor yang dipakai dan makna leksikal dari kata atau frasa yang terdapat pada masing-masing klausa. Konjungsi inilah yang membedakan struktur kalimat majemuk subordinatif dengan kalimat majemuk koordinatif.48 Konjungtor yang digunakan seperti: walaupun, meskipun, sehingga, jika, sampai, supaya, setelah, sebelum, dan sebagainya. Contoh: (a). Orang tua itu mengatakan (sesuatu). (b). Anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati. (c). Orang tua itu mengatakan bahwa anaknya mencintai gadis itu sepenuh hati Klausa (a) dan klausa (b) digabungkan dengan cara bertingkat sehingga. membentuk kalimat majemuk subordinatif (c). Klausa (a) yang berfungsi sebagai induk kalimat dihubungkan dengan klausa (b) yang merupakan anak kalimat. Kedua klausa tersebut dihubungkan dengan konjungtor bahwa. Kalimat majemuk subordinatif dapat digambarkan pada bagan (I) Kalimat Klausa I Klausa II Bagan I49. 48 49. Dendy Sugono, Berbahasa Indonesia dengan Benar (Jakarta: Puspa Suara, 1999), h. 153 Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 389.

(35) 35. Dalam bagan (I), dapat dilihat bahwa klausa (II) menjadi konstituen klausa (1). Klausa (II) yang berkedudukan sebagai konstituen klausa (1) disebut sebagai klausa subordinatif atau bawahan50, sedangkan klausa (1), tempat diletakkannya klausa (II) disebut klausa utama. Pembentukan kalimat majemuk subordinatif dapat dijelaskan dalam bagan (II) Kalimat (c). Kalimat Utama. S. P. Orang tua itu. Konj bahwa. O. mengatakan. S. P. anak gadisnya. mencintai. Klausa subordinasi. O pemuda itu. Ket sepenuh hati. Bagan II. Pada bagan II dapat dilihat bahwa klausa utama orang tua itu mengatakan digabungkan dengan klausa bawahan anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati dengan menggunakan konjungtor bahwa. Pada kalimat di atas, klausa bawahan 50. Klausa bawahan ialah suatu komponen kalimat mejemuk yang menyerupai kalimat mandiri serta tergantung pada komponen lain, yaitu klausa utama yang merupakan satu keutuhan struktural, atau melaksanakan fungsi suatu kalimat..

(36) 36. mengisi fungsi objek. Dengan kata lain, klausa bawahan itu merupakan klausa nominal karena mengisi fungsi yang biasa diisi oleh fungsi objek. Terdapat tiga ciri sintaksis kalimat majemuk subordinatif, yaitu:51 1.. Kalimat majemuk subordinatif menghubungkan dua klausa yang salah satu di antaranya merupakan bagian dari klausa yang lain.. 2.. Pada umumnya, posisi klausa yang diawali oleh konjungtor dapat berubah. Contoh: (a). Para pejuang itu pantang menyerah selama hayat di kandung badan.. (b). Kau jangan pergi meninggalkanku sebelum aku kembali.. Urutan klausa-klausa pada contoh pertama dan kedua dapat diubah, yaitu dengan meletakkan klausa yang diawali oleh konjungtor pada awal kalimat. Perubahan posisi urutan klausa itu akan menghasilkan kalimat yang masih berterima seperti terlihat pada kalimat berikut ini. (a). Selama hayat masih dikandung badan, para pejuang itu pantang menyerah.. (b) 3.. Sebelum aku kembali, kau jangan pergi meninggalkanku.. Kalimat majemuk subordinatif memungkinkan adanya acuan kataforis. Dalam kalimat berikut ini, pronomina dia dapat mengacu pada nomina diri Hasan, walaupun tidak harus demikian. Contoh: Walaupun dia suka lagu keroncong, Hasan tidak mau membeli kaset itu.. 51. Ibid., h. 395.

(37) 37. Ada dua ciri semantis pada kalimat majemuk subordinatif, yaitu: 1.. Dalam kalimat majemuk subordinatif, klausa yang mengikuti konjungtor memuat informasi atau pernyataan yang dianggap sekunder oleh pemakai bahasa, sedangkan klausa yang lain memuat pesan utama kalimat tersebut. Contoh: (a). Orang tua itu bunuh diri karena ia putus asa.. (b). Pemuda itu berhasil karena dia bekerja keras.. Dalam kalimat (a), pesan atau informasi klausa pertama lebih diutamakan daripada klausa kedua. Dengan kata lain, matinya orang tua itu (dengan bunuh diri) lebih diutamakan, sedangkan keputusasaannya dianggap sebagai keterangan tambahan. Demikian pula dalam kalimat (b), keberhasilan pemuda itu lebih diutamakan daripada kerja kerasnya. 2.. Anak kalimat yang dihubungkan oleh konjungtor umumnya dapat diganti dengan kata atau frasa tertentu, sesuai dengan makna anak kalimat itu. Jika anak kalimat (klausa bawahan) menyatakan waktu maka kata atau frasa yang mengacu kepada waktu dapat dipakai sebagai pengganti. Bandingkan (a) dan (b) pada contoh kalimat berikut. Pada (b) klausa bawahan telah diganti dengan kata atau frasa. Contoh: (a). Saya tidak tahu kapan dia akan pindah.. (b). Saya tidak tahu waktu kepindahannya.. Para linguis mengklasifikasikan kalimat majemuk subordinatif berdasarkan pada jenis hubungan semantis antarklausanya (jenis hubungan antara klausa utama.

(38) 38. dan klausa bawahan) atau berdasarkan klausa subordinasi yang mengikutinya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis hubungan tersebut: 1. Hubungan Waktu Hubungan waktu ini dijelaskan oleh klausa bawahan yang menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama. Hubungan waktu ini dapat dibedakan lagi menjadi:52 Konjungtor Waktu: setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, dan sampai. (a) Waktu Batas Permulaan Untuk menyatakan hubungan waktu batas permulaan digunakan konjungtor sejak dan sedari. Contoh: Sejak duduk di bangku SD, aku sangat menyukai pelajaran bahasa. (b) Waktu Bersamaan Hubungan waktu bersamaan menunjukkan bahwa peristiwa atau kedaan yang dinyatakan dalam klausa utama dan klausa subordinasi (klausa bawahan) terjadi pada waktu yang bersamaan. Contoh: Ibu menyapu halaman sambil membersihkan rumput-rumput liar. (c) Waktu Berurutan Hubungan. waktu. berurutan. menyatakan. bahwa. apa. yang. diungkapkan dalam klausa utama lebih dulu terjadi daripada yang dinyatakan dalam klausa bawahan. Contoh: Sehabis mengerjakan tugasnya, Adik langsung berlari menuju lapangan. 52. N. F. Alieva juga membagi hubungan waktu menjadi empat bagian, tetapi menggunakan istilah yang berbeda..

(39) 39. (d) Waktu Batas akhir Terjadinya Peristiwa Hubungan ini digunakan untuk menyatakan ujung dari suatu proses, kejadian ataupun keadaan. Contoh: Andi membawa adiknya hingga ibunya pulang kerja. 2. Hubungan Syarat Hubungan syarat ini menyatakan pertalian syarat. Klausa bawahan menjadi syarat terjadinya suatu kejadian yang dinyatakan oleh klausa utama. Konjungtor Syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, dan manakala.Contoh: Jika ia mencintaiku, aku akan langsung melamarnya 3. Hubungan Pengandaian Hubungan ini menyatakan pengandaian. Pengandaian yang terdapat dalam klausa bawahan menyatakan pengandaian suatu kejadian terjadi, maka terjadilah pernyataan yang dinyatakan pada klausa utama. Konjungtor Pengandaian: andaikan, seandainya, andaikata, dan sekiranya. Contoh: Andaikan Ali mengusirmu dari rumahnya, kamu harus tetap menjalin persahabatan dengannya. 4. Hubungan Tujuan Hubungan ini menyatakan suatu tujuan yang ingin dicapai dalam klausa utama.53 Konjungtor Tujuan: agar, supaya, dan biar. Contoh: Kami pergi dari rumah agar dia bebas berbuat sesukanya.. 53. Sri Nardiati memberikan istilah yang berbeda untuk hubungan ini, yaitu hubungan kegunaan. Sementara itu, Dendy Sugono juga memberikan istilah hubungan tujuan untuk hubungan ini..

(40) 40. 5. Hubungan Konsesif Hubungan ini menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa utama tidak akan berubah dengan pernyataan yang dinyatakan oleh klausa bawahan. Konjungtor Konsesif: biarpun, meski(pun), sungguhpun, sekalipun, walau(pun), dan kendati(pun). Contoh: Biarpun dia menghianati saya, saya tetap setia kepadanya. 6. Hubungan Perbandingan Hubungan ini menyatakan kemiripan, perbandingan, dan prefensi antara klausa utama dengan klausa bawahannya. Konjungtor Pembandingan atau Kemiripan: seakan-akan, bak, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, dan ibarat. Contoh: Saya akan menolongmu sebagaimana ayahmu menolong saya. 7. Hubungan Sebab Hubungan. ini menyatakan alasan terjadinya. kejadian. yang. dinyatakan dalam klausa utama. Konjungtor Sebab atau Alasan: sebab, karena,lantaran dan oleh karena. Contoh: Dia memarahiku lantaran dia mengetahui kesalahanku. 8. Hubungan Cara Hubungan cara digunakan untuk menyatakan cara pelaksanaan kejadian pada klausa utama. Konjungtor Cara: dengan dan tanpa. Contoh: Aku berbicara dengannya tanpa melihat wajahnya..

(41) 41. 9. Hubungan Komplementasi Dalam hubungan komplementasi, klausa bawahan melengkapi apa yang dinyatakan dalam klausa utama. Contoh: Dia mengatakan bahwa akulah belahan jiwanya. 10. Hubungan Atributif Hubungan ini sering ditandai oleh yang. Klausa yang dihasilkan sering disebut klausa relatif. Contoh: Lelaki setengah baya yang menggunakan seragam TNI itu pamanku.. 3. Kalimat Majemuk Koordinatif Kalimat majemuk setara (koordinatif) adalah kalimat majemuk yang klausaklausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Dalam bahasa Arab, kalimat ini bisa disebut sebagai kalâm murakkab.54 Contoh:. ‫ة‬A9CP ?@‫` درا‬:B ‫ة و‬A9V‫ درا@? آ‬bK‫ه‬ Pada klausa yang membentuk kalimat ini, keduanya terdiri dari klausa bebas; berdiri sendiri dan tidak menjadi bagian dari klausa lainnya. Kedua klausa pada kalimat itu dihubungkan oleh konjungtor ‫و‬. Ada beberapa penjelasan dari para Pakar Bahasa mengenai kalimat majemuk koordinatif: 1.. Sutan Takdir Alisjahbana mengungkapkan bahwa kalimat majemuk setara merupakan hubungan antarklausa yang satu dengan klausa yang lain, 54. Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 103.

(42) 42. masing-masing sama tingkatannya; klausa yang satu dijajarkan dengan klausa yang lain. 2.. Gorys Keraf menyatakan bahwa hubungan antarklausa pada kalimat majemuk setara adalah koordinatif. Dan hubungan antarklausa pada kalimat majemuk ini adalah setara.. 3.. Menurut Ramlan, pada kalimat majemuk setara klausa yang satu tidak merupakan bagian dari klausa lainnya, masing-masing berdiri sendiri sebagai klausa inti. Ramlan mengemukakan bahwa perbedaan antara kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat dapat dilihat dari hubungan semantis antarklausa yang membentuknya serta pemarkah formalnya atau konjungtor yang digunakannya. Penggabungan antara klausa satu dengan klausa yang lainnya dalam kalimat. majemuk koordinatif dilakukan dengan:55 1.. Pengubahan intonasi. Contoh: Adik menyanyi, adik menari, adik menangis. (masing-masing diucapkan dengan nada menurun dan sama). 2.. Pemberian kata penghubung kalimat. Contoh: Adik menyanyi, adik menari, dan adik menangis. (kata penghubung dan, dan perubahan intonasi). 3.. Penghilangan bagian kalimat. Contoh: Adik menyanyi, menari, menangis. (penghilangan dua kata adik dan perubahan intonasi) 55. 98. Abdul Syukur, Tata Bahasa Indonesia Untuk SMTA (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), h. 97-.

(43) 43. 4.. Pemberian akhiran-nya. Contoh: (a) Adik menulis surah itu (b) Saya membaca surah itu (c) Adik menulis surah itu, saya membacanya. (akhiran-nya pada kalimat (c) menggantikan surah) Kalimat koordinatif terdiri dari dua atau lebih klausa bebas. Yang. dimaksud dengan klausa bebas yaitu masing-masing klausa berdiri sendiri dan tidak menjadi bagian dari klausa lainnya.56 Klausa-klausa yang digabungkan dengan proses koordinasi, sehingga membentuk kalimat majemuk setara maka klausa yang dihasilkan dalam penggabungan tersebut mempunyai kedudukan yang sama dan itu semua adalah klausa utama. Jika dibuat bagan maka berbentuk:. Kalimat. Klausa Utama. Klausa Utama Bagan I: Hubungan Koordinasi. Sesuai dengan bagan (I), pembentukan kalimat dapat dijelaskan dalam bagan (II). Untuk memperjelas bagan di atas, mari kita perhatikan contoh berikut ini. (a). Pengurus Dharma Wanita mengunjungi panti asuhan.. (b). Mereka memberi penghuninya hadiah.. 56. Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 243.

(44) 44. (c). Pengurus Dharma wanita mengunjungi panti asuhan dan mereka memberi penghuninya hadiah. Klausa (a) dan (b) digabungkan dengan cara setara sehingga terbentuklah. kalimat majemuk koordinatif (c). Karena klausa-klausa dalam kalimat majemuk yang disusun dengan cara setara dan mempunyai kedudukan yang sama, maka klausa-klausa itu semuanya merupakan klausa utama. Bagan (I) di atas dapat lebih jelas untuk kita pahami dalam bagan berikut ini: Kalimat. Klausa Utama. S. P. Pengurus. mengun-. Dharma. jungi. Klausa Utama. Konjungtor. O. panti asuhan. dan. S. P. mereka. memberi. O. Pel.. peng- hadiah huninya. Wanita. Bagan II Pada bagan (II) dapat dilihat bahwa kedua klausanya sederajat. Klausa yang satu bukan merupakan bagian dari klausa yang lain; kedua-duanya mempunyai kedudukan yang sama dan dihubungkan dengan konjungtor dan.. Kedua klausa pada setiap kalimat dihubungkan oleh konjungtor (partikel penghubung) yang setara, seperti dan, serta, lalu, kemudian, tetapi, padahal,.

(45) 45. sedangkan, baik...maupun, tidak...tetapi, dan bukan...melainkan...57. Namun, tak. jarang hubungan itu secara implisit, artinya tanpa menggunakan konjungtor.58 Hubungan setara itu dapat dirinci lagi atas:59 1.. Setara menggabungkan, yaitu dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantaranya kesenyapan atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti: dan, lagi, sesudah itu, karena itu. Contoh: Ayah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.. 2.. Setara memilih, kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah: atau. Contoh: Engkau tinggal saja di sini atau engkau ikut dengan membawa barang itu.. 3.. Setara mempertentangkan, kata-kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah: tetapi, melainkan, hanya. Contoh: Adiknya rajin, tetapi Ia sendiri malas.. 4.. Setara menguatkan, kata tugas yang digunakan: bahkan, lagipula. Contoh: Anak ini pintar, bahkan budi pekertinya baik. Ada empat ciri sintaksis kalimat majemuk koordinatif: 60. 1.. Kalimat majemuk koordinatif menggabungkan dua klausa atau lebih yang bersifat setara.. 2.. Pada umumnya, posisi klausa yang diawali oleh konjungsi dan, atau, dan tetapi. 57. tidak. dapat. diubah.. Apabila. diubah,. perubahan. itu. akan. Hasan Alwi, et. al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 348 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Media, 2005), h. 139 59 WJS Poerwadarminta, Bahasa Indonesia Untuk Karang Mengarang (Yogyakarta: UP. Indonesia, 1967), h. 26 60 Hasan Alwi, et. al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 393 58.

(46) 46. mengakibatkan munculnya kalimat majemuk koordinatif yang tidak berterima. Contoh: Dalam pengungsian itu saya sering melihat orang ditembak musuh dan mayatnya dibuang begitu saja. (Jika urutan klausa pada contoh tersebut diubah, maka akan menjadi kalimat berikut ini) Dan mayatnya dibuang begitu saja, dalam pengungsian itu saya sering melihat orang ditembak musuh. 3.. Urutan klausa yang tetap dalam kalimat majemuk koordinatif yang telah dibicarakan di atas berhubungan erat dengan pronominalisasi. Acuan kataforis (pronominal yang mendahului nomina yang diacunya) tidak diperoleh dalam kalimat majemuk koordinatif. Contoh: Dia suka lagu keroncong, tetapi Hasan tidak mau membeli kaset. itu.. (Pronomina dia tidak mengacu pada Hasan. Walaupun kalimat tersebut berterima, hubungan antara pronomina dia dan nomina nama diri Hasan bukanlah hubungan kataforis61.) 4.. Sebuah konjungtor dapat didahului dengan konjungtor lain untuk memperjelas atau mempertegas hubungan antara kedua klausa yang digabungkan. Contoh: Sidang mempertimbangkan usul salah seorang peserta dan kemudian menerimanya dengan suara bulat.. 61 Hubungan kataforis adalah hubungan penunjukkan ke sesuatu yang disebut di belakang; misalnya: Dengan gayanya yang berapi-api itu Sukarno berhasil menarik massa; bentuk nya adalah katafora yang menunjuk ke Sukarno (Harimurti Kridalaksana: 1993).

(47) 47. (Penggunaan konjungsi kemudian setelah konjungsi dan pada kalimat tersebut adalah untuk memperjelas gabungan klausa yang menunjukkan hubungan waktu.) Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk setara ditentukan oleh dua hal, yaitu makna konjungtor dan makna klausa-klausa yang dihubungkan. Perbedaan koordinator yang digunakan untuk menggabungkan klausa-klausa ke dalam masing-masing kalimat itu berpengaruh terhadap arti hubungan semantisnya. Contoh: (1). a. Engkau harus menjadi orang kaya dan tetap rendah hati. b. Engkau harus menjadi orang kaya tetapi tetap rendah hati. Dalam kalimat (1a) menyiratkan hubungan semantis yang menggabungkan. suatu pernyataan dengan pernyataan yang lain. Sedangkan dalam kalimat (1b) menyatakan arti hubungan semantis yang kontras, yaitu karakteristik orang yang kaya yang dikontraskan dengan orang yang rendah hati. Keterkaitan makna antar klausa dalam membentuk kalimat majemuk koordinatif sangat menentukan; yang secara gramatikal benar dan berterima. Contoh: (1). a. Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebagian besar rakyat Indonesia telah menggunakan hak pilihnya. b. Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebuah kalimat luas terdiri atas dua klausa atau lebih. Dalam kalimat (1a) kedua klausa yang membentuk kalimat majemuk setara. ini secara gramatikal benar dan berterima. Sedangkan pada kalimat koordinatif (1b), kedua kalusa tersebut tidak memungkinkan digabungkannya menjadi kalimat majemuk.

(48) 48. koordinatif. Meskipun secara gramatikal kalimat tersebut benar, namun tidak berterima secara semantis. Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hubungan kalimat majemuk setara itu dapat. dirinci. atas. empat:. Setara. menggabungkan,. Setara. memilih,. Setara. mempertentangkan, dan Setara menguatkan. Dan di sini Penulis hanya akan membahas tentang kalimat majemuk setara yang menyatakan pertentangan, konjungtornya: tetapi, tapi, akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya.62. C. KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF 1.. Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab Konjungsi adalah kata atau gabungan kata yang berfungsi menghubungkan. bagian-bagian ujaran yang mungkin berupa kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, maupun kalimat dengan kalimat.63 Dalam bahasa Arab, konjungtor termasuk ke dalam kategori Partikel. (‫ف‬Ac), yang dapat digunakan untuk mengkoordinasikan mufrad (kata atau frasa) dengan mufrad, klausa dengan klausa, dan kalimat dengan kalimat. Konstituen yang terletak sebelum kata penghubung disebut dengan (]9:_ ‫&ف‬d;2) atau konjungta I, dan yang terletak sesudahnya disebut (‫&ف‬d;2) atau disebut dengan konjungta II.. 62. Prof. Drs. M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis” (Yogyakarta: CV. Karyono, 1983), cet. Ke-III, h. 54-57 63 Abdul Chaer, Penggunaan Preposisi Dan Konjungsi Bahasa Indonesia (Yogyakarta: Nusa Indah, 1990), h. 53.

(49) 49. Namun konjungtor tidak termasuk dalam klausa manapun, tetapi merupakan konstituen tersendiri. Partikel (‫ف‬Ac) adalah kata yang biasanya tidak dapat diderivikasikan atau diinfleksikan, yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal. Dan merupakan kata yang tidak dapat dipahami walaupun secara tersendiri.64 Serta kata yang tidak mempunyai arti untuk dirinya sendiri melainkan hanya mempunyai arti jika bergabung dengan kata lain.65 Dengan kata lain, kelas kata harf tidak mempunyai makna jika berdiri sendiri dan baru memiliki makna jika bergabung dengan kata lain. Contoh:. ?‫ رﺱ‬I3*‫ ا‬F*‫ إ‬#:_ S‫ذه‬ Pada kata F*‫ إ‬jika berdiri sendiri tidak mempunyai makna, akan tetapi kata itu baru memiliki makna jika disandarkan dengan kata lain, yang dalam contoh di atas berupa kata ?‫ رﺱ‬I3*‫ ا‬. Hukum konjungta II (‫&ف‬d;2) itu bergantung kepada konjungta I. (]9:_ ‫&ف‬d;2) yaitu:66 1.. Jika konjungta I marfu’, maka konjungta II harus berupa marfu’ juga. Contoh:. ‫&ز‬3*‫ وا‬S7;*‫ ا‬ef.. 64. Hifni Bek Dayyab, Kaidah Tata Bahasa Arab (Jakarta: Darul Ulum Press, 1988), h. 13 Bahadud Din Abdullah Ibnu Aqli, Syarhu Ibni Aqli (Beirut: Dar al-Fikr li al-Thaba’ah wa alNasr wa al-Tauzi’, tt), Juz I, h. 13 66 Drs. Djawahir Djuha, Tatabahasa Arab (Ilmu Nahwu): Terjemah Matan Al-Ajrumiyah (Bandung: Sinar Baru, 1989), cet. Ke-II, h.113-114 65.

(50) 50. Buah anggur dan pisang itu masak. 2.. Jika konjungta I berupa manshub, maka konjungta II harus berupa manshub juga. Contoh:. ?f9V*‫ز وا‬A*‫ ا‬L:‫أآ‬ Saya makan nasi dan telur. Jika konjungta I berupa majrur, maka konjungta II harus berupa majrur juga. Contoh:. S7;*‫&ج وا‬g*‫ا‬AhN ‫ا‬K‫ه‬ Ini adalah pohon persik dan anggur. 3.. Jika konjungta I berupa majzum, maka konjungta II harus majzum juga. Contoh:. I;E‫ وی‬+E‫ ی‬+* I‫زی‬ Zaid tidak berdiri dan tidak duduk.. Konjungtor dibagi atas empat kelompok:67 1.. Konjungtor koordinatif menggabungkan kata atau klausa yang setara.. Kalimat yang dibentuk dengan cara ini dinamakan kalimat majemuk setara. Tempat konjungsi di dalam kalimat majemuk ini adalah antara kedua klausanya, misalnya: dan, serta, padahal dan lain-lainnya.. 67. Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 297..

(51) 51. 2.. Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata. frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungtor korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Misalnya: baik…maupun…., sedemikian….rupa… Baik Pak Anwar maupun istrinya tidak suka merokok. 3.. Konjungtor subordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua. klausa, atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Salah satu dari klausa itu merupakan anak kalimat. Tempat konjungsi dalam kalimat majemuk ini terletak di muka klausa bawahannya, atau klausa yang menjadi anak kalimat pada kalimat tersebut. Misalnya: sejak, manakala, dengan, yang, dan lainlainnya. 4.. Konjungtor antar kalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat. yang lain. Dan masing-masing merupakan kalimat yang utuh. Konjungtor macam ini selalu memulai suatu kalimat yang baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital. Konjungtor pada antar kalimat berfungsi pada tataran wacana. Misalnya: biarpun demikian/ begitu, sesungguhnya, bahwasanya, dan lain-lainnya. (a) Kami tidak sependapat dengan dia. Biarpun begitu, kami tidak akan menghalanginya.. Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa skripsi ini menganalisa konjungtor koordinatif,. khususnya. mengenai. hubungan. koordinasi. yang. menyatakan. pertentangan. Dan telah jelas dipaparkan, hubungan koordinasi yang menyatakan.

(52) 52. pertentangan, dinyatakan dengan kata-kata penghubung: tetapi, tapi, akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya.68 Kata penghubung tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan hanya dalam pemakaiannya sama sehingga kata-kata penghubung itu dapat dipertukarkan. Contoh: Rumah itu bagus, tetapi pekarangannya tidak terpelihara. Kata penghubung tetapi69, dapat digunakan untuk menghubungkan menyatakan ‘pertentangan’, konjungsi ini digunakan di antara: 1.. Dua buah kata sifat yang maknanya berkontras. Contoh: Suaminya memang kaya tetapi pelit.. 2.. Dua buah klausa yang subjeknya merupakan identitas yang sama, sedangkan predikatnya adalah dua buah kata atau frasa sifat yang berkontras. Contoh: Anakku ini memang nakal tetapi hatinya baik.. 3.. Dua buah klausa yang subjeknya merupakan identitas yang sama sedangkan predikatnya berupa dua pernyataan yang berkontras. Contoh: Rumahnya jauh tetapi dia tidak pernah terlambat.. 4.. Dua buah klausa yang subjeknya merujuk pada identitas yang berlainan sedangkan predikatnya berupa kata sifat atau pernyataan yang berlawanan. Contoh: 68 69. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis”, h. 54-57 Chaer, Penggunaan Preposisi Dan Konjungsi Bahasa Indonesia, h. 66-70.

(53) 53. Kami sangat sedih mendengar berita itu tetapi dia tenang-tenang saja. 5.. Dua buah klausa, klausa pertama berisi pernyataan dan kluasa kedua berisi pengingkaran terhadap klausa pertama dengan kata Tidak. Contoh: Kami ingin sekali membantu anda tetapi kami juga dalam keadaan sulit.. Kata penghubung melainkan adakalanya pemakaiannya sama dengan kata penghubung tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan. hanya, dan dapat pula. menggantikan kata-kata tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan. hanya namun. Adakalanya tidak sama. Apabila klausa di depannya merupakan klausa negatif, kata melainkan dapat menggantikan kata-kata tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan hanya; tetapi apabila klausa di depannya merupakan klausa positif, kata melainkan tidak dapat menggantikannya. Contoh: (1). Dia tidak langsung pulang, tapi berputar-putar di jalan Thamrin dan Jendral Sudirman.. (1a). Dia tidak langsung pulang, melainkan berputar-putar di jalan Thamrin dan Jendral Sudirman.. (2). Rumah itu bagus, tetapi pekarangannya tidak terpelihara.. (2a). Rumah itu bagus, melainkan pekarangannya tidak terpelihara. Kata penghubung tapi pada kalimat (1) dapat disubstitusi dengan kata. penghubung melainkan, karena kata penghubung itu didahului oleh klausa negatif. Berbeda dengan contoh kalimat (2) kalimat ini tidak dapat disubstitusi dengan kata penghubung melainkan, karena kata penghubung dalam kalimat itu tidak didahului.

(54) 54. oleh klausa negatif, sehingga kalimat (2a) merupakan kalimat yang tidak gramatik. Jelaslah bahwa kata penghubung melainkan selalu dipakai di belakang klausa negatif.. Kata penghubung sedang, sedangkan, dan padahal dalam segala hal pemakaiannya sama; ke tiganya dapat dipertukarkan. Kata penghubung sedangkan menghubungkan menyatakan ‘pertentangan atau kontra’, digunakan di antara dua buah klausa yang subjeknya merujuk pada dua identitas yang tidak sama. Contoh: (a). Saya disuruh oleh Ibu memanggil dokter sedangkan Ibu menjaganya di rumah.. (b). Di rumah dia tidak kerasan, sedang di kampus teman-teman yang dikenalnya jarang muncul.. Kata penghubung sebaliknya dipakai apabila apa yang tersebut pada klausa-klausa itu benar-benar berlawanan atau bertentangan. Untuk menghubungkan menyatakan ‘pertentangan yang tegas’ digunakan di antara dua buah klausa yang subjeknya merujuk pada identitas yang sama, dan predikat keduanya menyatakan dua hal yang bertentangan. Contoh: (a). Di bagian muara sungai ini lebar dan dangkal. Sebaliknya, di bagian hulu sempit dan dalam.. (b). Kakaknya sangat baik hati, sebaliknya Adiknya sangat jahat..

(55) 55. Kata penghubung namun sering berbentuk Namun begitu atau Namun demikian, adalah konjungsi antarkalimat untuk menghubungkan menyatakan ‘pertentangan’ digunakan di antara dua buah kalimat. Kalimat pertama berisi suatu pernyataan sedangkan kalimat kedua berisi hal yang kontras dengan pernyataan pada kalimat pertama itu. Contoh: Segala keperluannya sudah kami penuhi, semua keinginannya sudah kami turuti, dan semua permintaannya sudah kami laksanakan. Namun begitu, masih saja kami disalahkan. Konjungsi Namun tidak dapat digunakan sebagai: 1.. Konjungsi antarkalimat dalam sebuah frasa. Contoh: Bodoh namun rajin.. 2.. Pengganti kata Tetapi di dalam konjungsi Akan tetapi. Contoh: Mereka boleh saja digusur karena mereka secara liar mendiami daerah itu. Akan tetapi mereka juga adalah manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi. Kata. penghubung. malah,. malahan. dapat. digunakan. untuk. ‘menghubungkan mempertentangkan’ dan ‘menghubungkan menguatkan’: 1.. Untuk menghubungkan menyatakan ‘pertentangan’ digunakan di antara dua. buah klausa. Klausa atau kalimat pertama berisi suatu pernyataan, dan klausa atau.

(56) 56. kalimat kedua berisi pernyataan yang tidak seharusnya terjadi berkenaan dengan klausa atau kalimat pertama. Contoh: Pindah ke Jakarta bukannya mendapat kehidupan yang lebih baik, malah keadaannya semakin melarat. 2.. Untuk menghubungkan menyatakan ‘penguatan’ digunakan di antara dua. buah klausa atau dua buah kalimat, klausa atau kalimat pertama berisi suatu pernyataan; dan klausa atau kalimat kedua berisi pernyataan yang tarafnya lebih dari pernyataan pada klausa atau kalimat pertama. Contoh: Anak itu memang nakal, malah Ibunya sendiri pernah ditipunya. Dalam. Bahasa. Arab,. konjungtor. koordinatif. yang. menyatakan. pertentangan terdapat pada huruf ‘ataf, yaitu 1=* (lâkin) yang artinya tetapi (namun) dan 8> (bal).70. 1=* (lâkin) mempunyai makna ‫راك‬IR‫اﺱ‬i‫( ا‬al-istidrâk) yang artinya meminta pembetulan kesalahan tanggapan. 1=* (lâkin) dapat menjadi kata sambung dalam tiga hal:. ‫&ف‬d;2 (konjungta II) harus berupa mufrad dan bukan kalimat.. 1.. Contoh:. A3k*‫ ا‬1=* A‫ه‬j*‫ ا‬L'd6!2 Saya tidak memetik bunga tetapi buah. 70. Al-Ghulayaini, Jâmi ad-Durûs al-Arabiyyah: Pelajaran Bahasa Arab Lengkap, h. 352.

(57) 57. 2.. 1=* (lâkin) tidak boleh didahului oleh waw secara langsung. Contoh:. 1)l3*‫ ا‬1=* m)3*‫ ا‬LlJ!P!2 Saya tidak menyalami orang jahat tetapi orang baik. 3.. 1=* (lâkin) harus didahului oleh #'. (kalimat negatif) atau #. (kalimat negatif imperatif). Contoh:. ?hT!7*‫ ا‬1=* ?h'*‫ ا*'!آ? ا‬8‫^آ‬Bn Jangan kamu makan buah yang mentah, tetapi (makanlah buah) yang matang.. 8> (bal) merupakan salah satu konjungsi yang berbeda makna dan penggunaannya dalam mufrad (kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa) dan kalimat. Jika bal masuk dalam kalimat, maka bal merupakan partikel pemulai yang berfungsi sebagai: 1.. Penanda hubungan pembetulan kesalahan ‘melainkan’ atau ‘sebenarnya’ Contoh:. ‫&ن‬2A=2 ‫!د‬V_ 8> ].!lV‫ا ﺱ‬I*‫ و‬13cA*‫ ا‬KgB‫!*&ا ا‬6‫و‬ Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha suci Allah. Sebenarnya (Malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Q.S. 21:26) 2.. Sebagai penanda hubungan pembetulan kesalahan maksud atau tanggapan ‘tetapi’..

(58) 58. Contoh:. !9.I*‫!ة ا‬9l*‫ون ا‬A‫ﺙ‬5B 8> F:pJ ]>‫ ر‬+‫ اﺱ‬A‫ وذآ‬F‫آ‬jB 12 Q:J‫أ‬I6 Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia. (Q.S. 87: 14-16). Jika bal masuk dalam mufrad, maka bal merupakan konjungsi yang mengkoordinasikan mufrad dengan mufrad dan mempunyai makna yang berbeda: 1.. Jika bal diletakkan setelah kalimat positif atau kalimat yang bermodus hiperaktif, maka bal akan mempunyai dua fungsi: a. Sebagai penanda penghapusan ungkapan kalimat sesudahnya, seakan akan kalimat sesudah bal tidak diucapkan. Contoh:. ‫!ب‬9k*‫ ا‬8> qd;3*‫ ا‬LkV* Saya mengenakan jas bukan baju. b. Sebagai penanda penghapusan ungkapan sebelum bal, seakan-akan ungkapan sebelum bal tidak pernah diucapkan. Contoh:. q9;f*‫ ا‬8> ‫!ج‬Rl3*‫_!ون ا‬ Tolonglah orang yang membutuhkan bukan orang yang lemah. 2.. Jika bal diletakkan setelah kalimat negatif atau kalimat bermodus negatif imperatif (#. ?C9P), maka bal akan berfungsi sebagai: a. Untuk menegaskan ungkapan setelahnya. Contoh:.

(59) 59. 1dE*‫ ا‬8> Q3E*‫!زرت ا‬2 Saya tidak menanam gandum, tetapi kapas. b. Untuk menegaskan ungkapan kalimat setelahnya melalui lawan kata, seperti:. 86!;*‫ ا‬8> r3c[‫ ا‬Sc!pB n Jangan bergaul dengan orang pintar.. yang bodoh, tetapi dengan orang yang.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat bahwa terdapat dua variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap penawaran ikan kerapu di Kabupaten

Model konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Peplau ini menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar

KNP mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung kepada Perusahaan,

Klien Remote Desktop dapat langsung menjalankan program secara otomatis setelah logon jika Anda isi pada tab Programs seperti terlihat pada contoh Gambar 12.13.. Gambar 12.13:

Alasannya, karena penyelesaian operasi masukan/keluaran bagi proses blocked mungkin tak pernah terjadi atau dalam waktu tak terdefinisikan sehingga lebih baik di-suspend

a. Berkaitan dengan keterbatasan kemampuan teknis yang dikuasai oleh guru terhadap teknologi komunikasi, komputer dan internet itu sendiri. Komunikasi dan interaksi hanya

Including Battery Isolation, Emergency Stop, Starter Motor Isolation and any other emergency function such as Fire Suppression Activation or Pressure Release

arah sumbu relatif timur laut - barat daya dan sesar- sesar naik mengiri berarah utara timur laut – selatan barat daya serta sesar-sesar mengiri naik berarah utara selatan