• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN GRATITUDE PADA MAHASISWA YANG BEKERJA PARUH WAKTU SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN GRATITUDE PADA MAHASISWA YANG BEKERJA PARUH WAKTU SKRIPSI"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN GRATITUDE PADA MAHASISWA YANG BEKERJA PARUH WAKTU

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

SYLVIA ANGELIN SINAGA 171301216

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)
(3)
(4)

GAMBARAN GRATITUDE PADA MAHASISWA YANG BEKERJA PARUH WAKTU Sylvia Angelin Sinaga dan Dina Nazriani

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat gratitude yang dimiliki oleh mahasiswa yang bekerja paruh waktu. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan pendekatan accidental sampling. Penelitian ini menggunakan skala Likert, yakni Skala Syukur Versi Dewasa yang terdiri dari 75 aitem dengan 3 dimensi syukur, yakni kognitif, afektif, dan konatif yang dibuat berdasarkan teori Watkins (2014). Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah 195 orang dengan rentang usia 20 sampai 24 tahun dan merupakan mahasiswa yang bekerja paruh waktu di Kota Batam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 132 (67,7%) mahasiswa memiliki tingkat gratitude yang tinggi, 63 (32,3%) mahasiswa yang memiliki tingkat gratitude yang sedang, dan tidak ada mahasiswa yang memiliki tingkat gratitude yang rendah.

Kata Kunci: gratitude, mahasiswa

(5)

OVERVIEW OF GRATITUDE IN STUDENTS WHO WORK PART-TIME Sylvia Angelin Sinaga and Dina Nazriani

ABSTRACT

This study was conducted to look at gratitude owned by students who work part-time. The study used descriptive quantitative methods with an accidental sampling approach. This study used the Likert Scale, which is the Adult Gratitude Scale consisting of 75 aitems with 3 dimensions of gratitude, which are cognitive, affective, and conative made based on Watkins theory (2014). The subjects involved in the study numbered 195 people with an age range of 20 to 24 years and are a students who work part-time in Batam City. The results of this study showed that 132 (67,7%) students who have a high level of gratitude, 63 (32,3%) of students who have a moderate level of gratitude, and no student has a low level of gratitude.

Keywords: gratitude, student

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerahNya yang senantiasa menyertai peneliti hingga mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Gratitude pada Mahasiswa yang Bekerja Paruh Waktu”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan perhatian, dorongan, semangat, dan doa serta bantuan dalam setiap proses penyusunan proposal skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Dina Nazriani, S.Psi., M.A selaku dosen pembimbing proposal skripsi peneliti yang telah memberikan motivasi, bimbingan, bantuan, dan keluangan waktunya untuk membantu peneliti dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

3. Ibu Yunita Zahra, M.Psi., Psikolog dan Ibu Ika Sari Dewi S.Psi, M.Pd, Psikolog yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji peneliti dan memberikan masukan dan saran kepada peneliti.

4. Ibu Meutia Nauly S.Psi., M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberi dukungan kepada peneliti di setiap semesternya.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan ilmu di setiap semesternya.

6. Kepada keluarga, sahabat, dan teman-teman peneliti yang selalu mendukung melalui doa, saran, nasihat dan materi kepada peneliti selama proses pengerjaan proposal skripsi ini.

7. Kepada teman angkatan 2017 dan tim Gratitude yang berjuang bersama menyelesaikan proposal skripsi.

(7)

Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dari penulisan skripsi ini, sehingga peneliti mengharapkan adanya saran maupun kritik yang membangun dari para pembaca.

Semoga proposal ini bermanfaat untuk para pembaca dan peneliti berikutnya.

Medan, Agustus 2021

Sylvia Angelin Sinaga 171301216

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ...7

1.5 Sistematika Penulisan. ... 7

BAB II ... 9

TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Gratitude ... 9

2.1.1 Definisi Gratitude. ... 9

2.1.2 Aspek Gratitude. ... 11

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gratitude. ... 12

2.2 Mahasiswa Bekerja. ... 13

2.2.1 Pengertian Mahasiswa Bekerja. ... 13

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Bekerja. ... 14

2.3 Gambaran Gratitude pada Mahasiswa yang Kuliah Sambil Bekerja. ... 15

2.4 Pengembangan Alat Ukur Skala Syukur Versi Dewasa (SS-VD). ... 16

BAB III. ... 22

METODE PENELITIAN... 22

(9)

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian. ... 22

3.3 Definisi Operasional Variabel. ... 22

3.4 Populasi dan Sampel. ... 23

3.4.1 Populasi Penelitian. ... 23

3.4.2 Sampel Penelitian. ... 24

3.5 Metode Pengumpulan Data. ... 24

3.5.1 Skala Syukur-Versi Dewasa. ... 25

3.6 Validitas dan Reliabilitas. ... 27

3.6.1 Validitas... 27

3.6.2 Reliabilitas. ... 27

3.7 Statistika Deskriptif. ... 28

3.7.1 Central Tendency ... 28

3.8 Kategorisasi Variabel berdasarkan Demografi. ... 30

3.8.1 Frekuensi dan Persentase. ... 30

3.9 Kategorisasi Variabel berdasarkan Skor ... 30

3.9.1 Pengelompokan Skor ... 31

3.10 Cross Tabulation. ... 32

BAB IV ... 33

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian. ... 33

4.1.1 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin. ... 33

4.1.2 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia. ... 34

4.1.3 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Suku. ...34

4.1.4 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Agama. ... 35

4.1.5 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Pekerjaan. ... 35

4.1.6 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Gaji. ... 36

4.2 Hasil Penelitian... 36

(10)

4.2.1 Hasil Uji Validitas... 36

4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas. ... 37

4.2.3 Hasil Uji Normalitas. ...37

4.3 Gambaran Gratitude secara Umum. ... 38

4.4 Central Tendency ... 40

4.5 Cross Tabulation. ... 41

4.6 Pembahasan. ... 43

BAB V ... 45

5.1 Kesimpulan. ...45

5.2 Saran. ... 45

DAFTAR PUSTAKA. ... 46

LAMPIRAN. ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penskoran Skala Syukur - Versi Dewasa… ... 25

Tabel 2 Blue Print Skala Syukur Versi Dewasa… ... 25

Tabel 3 Kategorisasi Gratitude… ... 31

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin… ... 33

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia… ...34

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Suku… ... 34

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Agama… ... 35

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Pekerjaan… ... 35

Tabel 4.6 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Gaji… ...36

Tabel 4.7 Hasil Uji Reliabilitas…... 37

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas… ... 38

Tabel 4.9 Data Hipotetik dan Data Empirik… ... 38

Tabel 4.10 Kriteria Kategorisasi Gratitude… ... 39

Tabel 4.11 Kategori Gratitude pada Mahasiswa yang Bekerja Paruh Waktu… ... 40

Tabel 4.12 Central Tendency… ... 40

Tabel 4.13 Cross Tabulation berdasarkan Usia…... 41

Tabel 4.14 Cross Tabulation berdasarkan Suku… ... 41

Tabel 4.14 Cross Tabulation berdasarkan Jenis Pekerjaan… ... 42

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa sebagai tunas harapan bangsa diharapkan dapat mempertahankan eksistensi bangsa di era yang akan datang. Mahasiswa sudah seharusnya menjadi fokus utama guna mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas agar mereka dapat bersaing dalam era sekarang ini dan era yang akan datang. Mahasiswa dikatakan oleh Susetyo (2006) sebagai salah satu komponen generasi muda yang sedang kuat-kuatnya mengembangkan diri dengan belajar di perguruan tinggi, berkembang dalam budaya akademis yang kritis, asertif, terbuka, dan berorientasi pada prestasi.

Secara rinci kebutuhan mahasiswa guna kelaksanaan melancarkan pendidikan sangat beragam dan harus terpenuhi agar kebutuhannya akan pendidikan tidak terganggu, di antaranya seperti membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal), membeli alat tulis lengkap, membeli buku teks/buku tulis, biaya fotokopi, biaya pelatihan, biaya riset/penelitian, biaya praktek bidang studi, akses internet, dan berbagai pembiayaan lain untuk memenuhi tuntutan pendidikan khususnya di perguruan tinggi (Quipper, 2020). Terlebih tambahan untuk biaya hidup mahasiswa, seperti biaya makan.

Kebutuhan hidup yang kian meningkat pula membuat mahasiswa harus mencari cara untuk mencukupi kebutuhannya untuk biaya pendidikan dan juga untuk biaya hidupnya. Beberapa mahasiswa mencari jalan keluar dengan cara bekerja.

Fenomena peran ganda mahasiswa, yakni kuliah sambil bekerja sudah banyak ditemukan (Robert, 2012). Umumnya mahasiswa akan memilih bekerja dengan sistem kontrak dalam jangka pendek (short-term contract) dan kerja paruh waktu (part-time jobs) (van der Meer & Wielers, 2001). Namun mahasiswa akan lebih memilih kerja paruh waktu dikarenakan lebih fleksibel dan tipe pekerja ini tidak memiliki kontrak kerja (Mardelina, 2017). Selain itu, bekerja paruh waktu memiliki waktu yang lebih sedikit dari itu, biasanya per hari hanya membutuhkan waktu sekitar 3-5 jam.

(13)

Persentase pekerja paruh waktu di Indonesia berdasarkan survei angkatan kerja nasional pada tahun 2020 mengalami peningkatan dari 23,83% menjadi 27,09%

di tahun 2021 dari total angkatan kerja (Badan Pusat Statistik, 2021). Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat pekerja paruh waktu di Indonesia mencapai 27,09% pada Februari 2021. Secara rinci, perempuan yang bekerja paruh waktu mencapai 37,1%

pada Februari 2021, naik 0,81% dibandingkan pada Agustus 2020. Artinya 37 dari 100 perempuan yang bekerja merupakan pekerja paruh waktu. Sedangkan, laki-laki yang menjadi pekerja paruh waktu tercatat sebesar 20,40% pada Februari 2021.

Sebagaimana dengan perempuan, persentase laki-laki yang bekerja paruh waktu juga mengalami peningkatan sebesar 1,01%. Jumlah jam kerja yang dilakukan oleh pekerja paruh waktu juga sebanding dengan pendapatan perbulan (upah minimum) yang berjumlah Rp 4.130.279,00 di kota Batam (Badan Pusat Statistik, 2020).

Saat menjalani masa perkuliahan sambil bekerja, mahasiswa memiliki beberapa tuntutan yang harus dihadapi dalam kesehariannya. Tuntutan tersebut dapat berupa keharusan untuk menjalankan tugas yang lebih banyak, keharusan untuk mengelola waktu dengan tepat, kemampuan untuk membagi perhatian dan energi untuk menuntaskan tugas di pekerjaan maupun kampus, serta kemampuan untuk menyesuaikan diri di lingkungan yang berbeda. Muniarsih (2013) juga menyebutkan bahwa tuntutan berkesinambungan yang dialami oleh mahasiswa bekerja dapat menimbulkan permasalahan, seperti permasalahan dalam pergaulan atau permasalahan keluarga. Mahasiswa yang hanya kuliah saja memiliki waktu yang lebih luang untuk menyelesaikan tugas, laporan atau belajar. Berbeda dengan mahasiswa bekerja yang memiliki waktu terbatas, karena terlalu banyak kegiatan yang dijalani.

Sehubungan dengan hal itu, mahasiswa tidak terlepas dari masalah yang bersumber dari tuntutan dan dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya. Dengan jumlah jam kerja di bawah 35 jam per minggunya, mahasiswa mengalami dampak yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian dilakukan pada populasi mahasiswa di Inggris yang mengungkapkan bahwa mahasiswa yang bekerja memiliki tingkat kesehatan mental yang rendah (Roberts dkk, 1999). Roberts melaporkan bahwa kesehatan mental yang buruk juga dapat dipengaruhi oleh jumlah jam kerja yang lebih banyak dari biasanya. Demikian pula, sebuah laporan oleh Kepala Layanan Konseling Universitas (Association for University and College Counselling, 1999)

(14)

menyatakan untuk sejumlah besar mahasiswa, beban tambahan dari pekerjaan paruh waktu dapat memicu gangguan psikologis. Lebih lanjut, Unite (2005) melaporkan bahwa mahasiswa merasa stres setiap mengikuti perkuliahan. Kondisi pandemi COVID-19 juga turut memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental mahasiswa.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Browning dkk (2021) terhadap 2.534 mahasiswa di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa mahasiswa menghadapi masalah depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya pada tingkat yang lebih tinggi dibanding masa-masa sebelum COVID-19 menyerang.

Donsu (2017) menyebutkan bahwa tuntutan adalah sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi individu, seperti stres. Sebelumnya, oleh Lazarus (1976) berpendapat stres terjadi jika seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumber daya yang dimilikinya untuk melakukan penyesuaian diri, hal ini berarti bahwa kondisi stres terjadi jika terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan. Dalam lingkungan kerja, stres merupakan pengalaman yang paling sering dialami oleh para mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan banyaknya tuntutan akademik yang harus dihadapi, seperti ujian, tugas-tugas, dan lain sebagainya. Sejumlah peneliti telah menemukan bahwa mahasiswa yang mengalami stres akan cenderung menunjukkan kemampuan akademik yang menurun (Rafidah, Azizah, Norzaidi, Chong, Salwani, &

Noraini, 2009; Talib & Zia-Ur-Rehman, 2012), kesehatan yang memburuk (Chambel

& Curral, 2005), depresi (Das & Sahoo, 2012), dan gangguan tidur (Waqas, Khan, Sharif, Khalid, & Ali, 2014).

National Center of Education Statistics (NCES) dalam Metriyana (2014: 10) juga menemukan bahwa mahasiswa yang bekerja lebih dari 16 jam ke atas memiliki pengaruh terhadap prestasi yang lebih rendah dibanding yang tidak bekerja. Menurut Gleason, 1993 dalam Metriyana (2014: 10) bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja cenderung mendapat gaji akan tinggi, memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan setelah lulus, namun hal tersebut dapat mahasiswa kekurangan waktu dan sebagai hasilnya mereka menerima nilai yang lebih rendah.

Menurut National Health Ministries (dalam Putri, 2016), mahasiswa memiliki banyak penyebab sumber stres, antara lain adalah tekanan akademis, perubahan lingkungan

(15)

menghadapi individu-individu baru dengan beragam ide, mulai membuat keputusan yang besar, mengenal identitas dan orientasi seksual, dan mulai mempersiapkan kehidupan setelah kuliah.

Survei awal yang dilakukan oleh peneliti juga dapat memberikan informasi terkini dari mahasiswa yang bekerja terkait dengan kondisi yang mereka alami.

Sebanyak dua belas mahasiswa yang bekerja merasa kelelahan dengan aktivitas yang mereka lakukan setiap harinya dan merasa kesulitan dalam membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Proses yang dialami ketika dua peran itu terjadi, dapat menjadikan mahasiswa cenderung merasa kelelahan. Hal tersebut diprediksikan dapat menurunkan performa individu sebagai mahasiswa dan juga produktivitasnya sebagai karyawan (Ginting, 2019).

Lebih lanjut mengenai survei di atas, beberapa mahasiswa juga merasa bahagia dan termotivasi dalam melaksanakan keseharian mereka. Namun sembilan dari dari dua puluh dua mahasiswa belum merasa puas dengan apa yang mereka miliki, dengan alasan masih banyaknya kebutuhan yang harus mereka cukupi baik itu kebutuhan sendiri, keluarga, dan masih jauh dari harapan yang diinginkan. Dua mahasiswa mengungkapkan ketidakpuasan yang mereka rasakan sudah menjadi kodratnya sebagai manusia yang tidak akan pernah puas. Hal tersebut tidak sejalan dengan pendapat Watkins dkk (2003) yang menyatakan bahwa gratitude yang dimiliki oleh seseorang dapat mengindikasikan seberapa jauh ia merasa bahagia dilihat dari kepuasan hidupnya.

Terlepas dari masalah yang dihadapi oleh mahasiswa, banyak hal yang membuat mahasiswa untuk tetap bertahan melakukan pekerjaan paruh waktu.

Menurut Jacinta (2002) yang mendasari seorang mahasiswa untuk bekerja diantaranya adalah kebutuhan finansial, kebutuhan sosial relasional, dan kebutuhan aktualisasi diri. Penelitian Dirmantoro (2015), mahasiswa yang aktif sebagai peserta didik dan disamping itu juga menjalankan aktivitas bekerja, bersedia menjalankan usaha atau berusaha mengerjakan suatu tugas berupa karya agar dapat mendatangkan upah, uang, kepuasan, atau barang yang dapat dinikmati.

Untuk mampu memberikan intervensi yang tepat kepada individu diperlukan data yang akurat mengenai kondisi psikologis. Fredrickson (2009) telah meneliti sepuluh macam emosi positif, antara lain sukacita (Joy), rasa syukur (Gratitude), rasa

(16)

damai (Serenity), minat (Interest), harapan (Hope), bangga (Pride), gembira (Amusement), inspirasi (Inspiration), terpesona/takjub (Awe), dan cinta (Love). Pada penelitian ini akan berfokus pada gratitude. Orang-orang dengan grateful personality menjadikan gratitude sebagai salah satu nilai yang memandu hidupnya, sehingga dapat mensyukuri segala hal yang baik, juga hal yang tidak baik, di saat senang maupun susah. Menurut Seligman & Csikszentmihalyi (2000), tujuan pendekatan psikologi positif ini adalah untuk mengubah fokus ilmu psikologi, dari yang hanya terpaku dalam perbaikan hal buruk menjadi berfokus pada pemaksimalan kualitas positif yang dimiliki manusia.

Menurut Park, Peterson, dan Seligman (2004), salah satu karakter positif yang paling memberikan keuntungan bagi diri individu adalah gratitude. Cicero (1851;

dalam Emmons & Tsang, 2004) juga mengatakan bahwa gratitude bukan hanya keutamaan yang paling besar, tapi merupakan induk dari seluruh keutamaan. Selain itu, gratitude merupakan hal yang dianggap bernilai tinggi dalam ajaran agama Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, dan Budha (Carmen & Streng, 1989; dalam Emmons

& McCullough, 2003). Gratitude diartikan sebagai perasaan yang menyenangkan dan penuh terima kasih sebagai respon dari penerimaan kebaikan yang membuat seseorang menyadari, mengerti, dan tidak menyalahgunakan pertukaran keuntungan dengan orang lain (McCullough, Kimedorf, & Cohen, 2008).

Lebih lanjut mengenai gratitude, Wood (dalam Kim-Prieto, 2014) berpendapat bahwa gratitude adalah karakter luas yang meliputi orientasi hidup yang lebih besar terhadap pembentukan dan penghargaan hal positif. Individu dengan orientasi hidup bersyukur melihat dunia melalui sebuah lensa yang cenderung untuk memperjelas pikiran, emosi, dan perilaku yang berhubungan dengan gratitude.

Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat McCullough, dkk (2002) yang menyimpulkan bahwa gratitude mampu menunjukkan dasar dari karakter kepribadian karena mampu mengungkap dengan jelas mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kepribadian manusia dan fungsi sosial. Orang-orang yang skor grateful personality-nya lebih tinggi menyatakan bahwa mereka lebih mudah memaafkan dan lebih puas akan hidup (Adler & Fagley, 2005), lebih banyak merasakan emosi positif daripada negatif dibandingkan dengan mereka yang skornya lebih rendah

(17)

Gratitude juga memberikan banyak manfaat seperti mampu menurunkan gejala depresi, terhindar dari stres, serta meningkatkan well-being dan tingkat religiusitas pada individu (Harbaugh & Vasey, 2014, hlm. 535; Watkins, dkk, 2003, hlm. 440; dan ; Wood, Maltby, Gillett, Linley, & Joseph, 2008, hlm. 854). Makhdlori (2007) berpendapat bahwa dengan bersyukur, individu dapat lebih tenang dalam menghadapi masalah.

Sehubungan dengan paragraf di atas, diperlukan penelitian yang bertujuan memberikan gambaran mengenai gratitude pada mahasiswa yang bekerja. Penelitian sebelumnya mengenai gratitude telah dilakukan, beberapa di antaranya adalah penelitian oleh Laksana (2017) yang memberikan gambaran gratitude pada masyarakat Aceh. Penelitian lain juga dilakukan oleh Sutisna (2011) yang juga memberikan gambaran gratitude pada tunanetra. Juga penelitian oleh Aniyatussaidah dkk (2021) terkait gratitude di masa pandemi pada usia produktif dan dapat disimpulkan bahwa tingkat gratitude usia produktif di Jakarta memiliki tingkat gratitude tinggi dalam menghadapi masa pandemi COVID-19. Dalam hal ini, penelitian mengenai Gambaran Gratitude pada Mahasiswa yang Bekerja Paruh Waktu sangat diperlukan untuk penelitian lebih lanjut terkait gratitude.

Dari uraian di atas, peneliti ingin melihat sebuah fenomena gratitude yang tetap dilakukan meskipun dalam kendala yang tengah dihadapi oleh mahasiswa yang bekerja paruh waktu. Penelitian ini diangkat dengan judul “Gambaran Gratitude pada mahasiswa yang bekerja paruh waktu.”

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah

“Apakah mahasiswa yang bekerja memiliki gratitude?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang gratitude pada mahasiswa yang bekerja paruh waktu.

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan membawa dua manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

a. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu Psikologi dan mengetahui bagaimana gambaran gratitude pada mahasiswa yang bekerja paruh waktu.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk beberapa hal, yaitu:

1. Memperdalam kajian mengenai gratitude dalam bidang psikologi dan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.

2. Bagi mahasiswa yang bekerja, penelitian ini dapat membantu dalam memahami gratitude dalam mensiasati antara tuntutan akademis dan pekerjaan.

1.5 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian singkat tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang teori yang digunakan dan diambil dari berbagai sumber yang menjelaskan tentang mahasiswa yang bekerja paruh waktu dan gratitude dalam kajian Psikologi.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi metode penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, validitas serta reliabilitas alat ukur, serta metode analisis data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil, analisa data penelitian dan pembahasan hasil analisa yang telah dilakukan.

(19)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan dari penelitian dan saran yang akan diberikan.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gratitude

2.1.1 Definisi Gratitude

Gratitude merupakan kecenderungan untuk mengalami perasaan berterimakasih sebagai apresiasi terhadap kebaikan yang diterima (Watkins, W, &

Kolts, 2003). Gratitude adalah perasaan yang seseorang rasakan ketika dia menganggap bahwa sesuatu yang baik telah terjadi kepadanya dan dia menyadari bahwa pihak lain bertanggung jawab atas kebaikan tersebut. Gratitude adalah sebuah keadaan yang dialami oleh individu dari kesadarannya dan secara kognitif dapat memengaruhi emosi (Watkins, 2014). Penilaian secara kognitif pada individu akibat dari syukur yang terjadi dimana kondisi ini dapat dikarakteristikan sebagai “The Recognitions of Gratitude” (Watkins, 2014). Rekognisi adalah mengapresiasi atau mengetahui sebuah kebenaran, identifikasi seseorang, atau sesuatu, atau situasi karena seseorang sudah merasakan sebelumnya.

Menurut McCullough, Tsang, & Emmons (2004) gratitude adalah menerima segala sesuatu yang berharga berupa pengalaman yang bersumber dari individu dan wujud ungkapan dari perasaan individu saat menerima perlakuan baik dari individu lain. Kebermaknaan pengalaman yang telah terjadi membuat indiviudu lebih menghargai dirinya dan mengungkapkan perasaan dengan orang lain dengan bersikap baik.

“Gratitude is a sense of thankfulness and joy in response to receiving a gift, whether the gift be tangible benefit from a specifics other or a moment of peaceful bliss evoked by natural beauty.” (Peterson &

Seligman, 2004)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Peterson dan Seligman (2004) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan berterima kasih dan bahagia sebagai respon atas suatu pemberian, baik pemberian tersebut merupakan keuntungan yang

(21)

nyata dari orang tertentu ataupun saat kedamaian yang diperoleh dari keindahan alamiah.

Menurut Emmons (2007) segala kata yang berasal dari kata gratia selalu berhubungan dengan kebaikan, kemurahan hati, dan keindahan memberi maupun menerima sehingga gratitude disebut sebagai nilai terbesar dalam diri individu dan menjadi induk dari nilai-nilai kebaikan yang lain. Gratitude dapat menciptakan individu menjadi pribadi bijaksana, lebih baik dan menciptakan keharmonisan antara dirinya dengan lingkungannya.

Sansone & Sansone (2010) menjelaskan rasa syukur sebagai penghargaan atas hal yang mempunyai arti penting bagi diri sendiri dan berharga berharga, mewakili sebuah keadaan penghargaan atau syukur secara umum atas hal yang telah diterima.

Salah satu bentuk ungkapan bersyukur untuk pengalaman, adalah seperti pengalaman yang terjadi sepanjang hidup baik itu pengalaman yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Watkins (2014) mendefinisikan gratitude ke dalam tingkat pendekatan analisis emosi yang diuraikan berdasarkan three levels of analysis oleh Rosenberg (1998), yaitu emosi, trait, dan mood.

a. Gratitude as an Emotion

Watkins (2014) berpendapat bahwa emosi dari gratitude yang dialami ketika seseorang menegaskan “sesuatu yang baik telah terjadi pada mereka, dan mereka menyadari bahwa orang lain sebagian besar bertanggung jawab atas keuntungan ini".

Seseorang mungkin bersyukur untuk aspek diri mereka, tetapi ini karena mereka merasa bahwa orang lain telah berkontribusi pada hal yang mereka peroleh. Penelitian telah menunjukkan bahwa gratitude adalah pengaruh yang positif. Orang yang mengalami gratitude menganggap gratitude sebagai emosi yang menyenangkan dan orang tersebut cenderung menambahkan emosi positif lainnya.

b. Gratitude as an Affective Trait

Terdapat beberapa hal yang dapat membuat seseorang memiliki sifat untuk bersyukur, yaitu intensity. Orang yang bersyukur sudah pasti mengalami kebersyukuran daripada orang yang jarang mengalami kebersyukuran. Kedua, frequency seseorang dalam mengalami kebersyukuran. Sudah jelas bahwa orang yang

(22)

bersyukur harus merasakan emosi positif lebih sering daripada orang yang jarang mengalaminya. Orang yang bersyukur tidak membatasi rasa syukur mereka pada kehidupan mereka, tetapi merasa bersyukur setiap kali mengalami hal yang positif.

Ketiga, density atau jumlah orang yang membuat seseorang merasakan kebersyukuran. Seperti, ketika akan lulus dari bangku perkuliahan, seseorang akan berterima kasih kepada orang tuanya, dosennya, penasihatnya, dan teman-temannya.

c. Gratitude as a Mood

Watkins (2014) berpendapat bahwa kita perlu memperhatikan keadaan afektif terhadap suasana hati serta emosi. Baik emosi dan suasana hati merupakan keadaan sementara, tetapi suasana hati memiliki durasi lebih lama dan harus dilatarbelakangi adanya kesadaran. Suasana hati kebersyukuran seharusnya memiliki jangka waktu yang lebih panjang daripada emosi kebersyukuran. Jika seseorang berada dalam suasana hati kebersyukuran, maka orang tersebut dapat dipastikan akan mengalami emosi kebersyukuran.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka definisi gratitude yang digunakan peneliti adalah perasaan berterima kasih serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama hidup, baik dari Tuhan, manusia maupun alam semesta, yang kemudian mendorong seseorang untuk berperilaku positif dan melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan.

2.1.2 Aspek Gratitude

Gratitude menurut Watkins dkk (2003) memiliki beberapa dimensi sebagai berikut:

a. Merasa Berkecukupan (Sense of Abundance)

Komponen ini berasal dari komponen pertama Fitzgerald (1998) yaitu perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu. Seseorang yang memiliki kecenderungan gratitude tinggi akan merasa puas dengan apa yang dimiliki dalam hidupnya. Orang tersebut tidak merasa kekurangan sesuatu. Mereka merasa apa yang mereka miliki sudah cukup dan berguna.

b. Menghargai hal simpel (Simple Appreciation)

(23)

Komponen ini berasal dari karakteristik orang bersyukur menurut Watkins dkk (2003), yaitu tidak merasa kekurangan dalam hidupnya atau dengan kata lain memiliki sense of abundance. Seseorang yang tidak merasa kekurangan akan memiliki perasaan positif dalam dirinya. Ia akan merasa berkecukupan terhadap apa yang dimilikinya, puas dengan kehidupan yang dijalaninya.

c. Menghargai kontribusi orang lain (Appreciation of others)

Seseorang yang memiliki gratitude yang tinggi menghargai pemberian dan bantuan yang diberikan orang lain dalam hidupnya. Hal tersebut didukung oleh McCullough dkk (dalam Watkins, 2003) yang menekankan bahwa perasaan bersyukur muncul salah satunya dikarenakan kontribusi orang lain terhadap seseorang.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gratitude

Menurut McCullough dkk (2002) terdapat setidaknya tiga faktor yang mempengaruhi gratitude, yaitu:

a. Emotionality

Individu yang puas pada kehidupan yang telah diraihnya memiliki pandangan dimana dunia dan segalanya yang mereka miliki adalah hadiah. Individu yang bersyukur cenderung memiliki emosi positif seperti lebih sering mengalami kebahagian, optimis dan memiliki harapan atau orientasi masa depan yang tinggi.

Sebaliknya mereka tidak mengalami emosi yang mengarah pada rasa sedih, marah, kecemasan, iri hati dan depresi.

b. Prosociality

Sifat prososial dari gratitude menunjukan bahwa bersyukur berakar pada sifat dasar individu yang mempunyai kecenderungan individu dalam sensitivitas dan kepedulian kepada orang lain. Individu yang bersyukur memiliki keinginan untuk menolong, rasa empati yang lebih, perilaku memaafkan dan kecenderungan untuk mendukung orang lain. Bersyukur juga meminimalisir terhadap emosi negatif seperti iri hati dan kecewa, dapat memicu sejenis perasaan dendam dan penghinaan yang ditunjukkan kepada orang lain.

c. Religiousness

(24)

Berkaitan dengan keimanan individu masing masing, menyangkut nilai-nilai transendental serta terkait hubungan langsung antara individu dengan Tuhan.

Individu dengan tingkat religiusitas yang tinggi cenderung lebih mudah untuk bersyukur. Hal tersebut ditandai dengan setiap perilaku dalam kehidupannya sehari hari individu seperti kecenderungan untuk bersyukur dirasakan karena hubungan kedekatan dengan Tuhan-Nya.

2.2 Mahasiswa Bekerja

2.2.1 Pengertian Mahasiswa Bekerja

Kartono (1985) berpendapat bahwa mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:

a. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

b. Yang karena kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

c. Diharapkan dapat menjadi “daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi”.

d. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional.

Mahasiswa merupakan kalangan muda yang berumur 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuan yang dimiliki dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional (Susantoro, 2003). Morgan (1986) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah suatu periode yang disebut dengan “studenthood” (masa belajar) yang terjadi hanya pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk ke dalam dunia kerja yang menetap.

Bekerja merupakan proses fisik maupun mental individu dalam mencapai tujuan. Selanjutnya, Martoyo (2007) memberikan batasan bahwa kerja adalah keseluruhan pelaksanaan aktivitas baik jasmani atau rohani yang dilakukan untuk

(25)

mencapai tujuan tertentu yang berhubungan dengan kelangsungan hidupnya.

Pekerjaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan status sosial ekonomi (Anoraga, 1992).

Pekerjaan mempunyai fungsi ganda:

a. Pekerjaan dapat mendatangkan uang untuk diri sendiri dan keluarga.

b. Pekerjaan juga berhubungan dengan kedudukan atau peran seseorang dalam masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat dari tokoh-tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa bekerja adalah anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi dan memiliki sikap keilmuan yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional. Selain belajar di lingkungan kampus, mahasiswa tersebut juga memiliki aktivitas bekerja di luar jam perkuliahan untuk memenuhi segala kebutuhan baik bersifat fisik maupun biologis serta untuk mencapai status sosial dan menyatakan harga dirinya sehingga menimbulkan ikatan sosial dalam kelompok yang pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan pada diri individu yang bersangkutan.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Bekerja

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang yang bekerja, baik itu faktor yang berasal dari dalam diri individu atau faktor internal dan faktor yang berasal dari luar individu atau faktor eksternal. Flippo (1997) menyatakan ada sepuluh faktor- faktor yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja, yaitu:

a. Upah. Upah merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan-kebutuhan fisiologi, keterjaminan, dan egoistik.

b. Keterjaminan pekerjaan. Karena ancaman dari perubahan teknologis, keinginan ini sangat mendapat prioritas untuk banyak karyawan dan serikat buruh.

c. Teman-teman sekerja yang menyenangkan. Keinginan ini berasal dari kebutuhan sosial untuk berteman dan diterima.

d. Penghargaan atas pekerjaannya yang dilakukan. Keinginan ini berasal dari pengelompokan kebutuhan secara egoistik.

(26)

e. Pekerjaan yang berarti. Keinginan ini berasal baik dari kebutuhan akan penghargaan maupun dorongan ke arah perwujudan diri dan prestasi.

f. Kesempatan untuk maju. Tidak semua karyawan ingin maju. Beberapa orang merasakan kebutuhan-kebutuhan egoistik. Namun sebagian besar karyawan ingin mengetahui bahwa kesempatan untuk itu ada jika mereka ingin menggunakannya.

g. Kondisi kerja yang nyaman, aman dan menarik. Keinginan akan kondisi kerja yang baik juga didasari oleh banyak kebutuhan. Kondisi kerja yang aman berasal dari kebutuhan akan keamanan.

h. Kepemimpinan yang mampu dan adil. Keinginan akan kepemimpinan yang baik dapat berasal dari kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keterjaminan.

i. Perintah dan pengarahan yang masuk akal. Perintah merupakan komunikasi sesuai dari tuntutan organisasi. Pada umumnya perintah tersebut harus berkaitan dengan keadaan yang diperlukan, dapat dilaksanakan lengkap tetapi tidak dirinci secara berlebihan, jelas atau singkat dan disampaikan dengan cara merangsang sikap menerima.

j. Organisasi yang relevan dari segi sosial. Kecenderungan sosial yang semakin menaruh pada organisasi-organisasi swasta, juga mempengaruhi pengharapan pada karyawan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bekerja bertujuan untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih terarah dalam mencapai hasil kerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan akan terealisasi dengan baik.

2.3 Gambaran Gratitude pada Mahasiswa yang Kuliah Sambil Bekerja

Mahasiswa yang telah melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada dasarnya memiliki tujuan utama yaitu belajar dan mengembangkan pola pikir. Oleh karena itu, mahasiswa harus menjalankan semua proses dalam sebuah perguruan tinggi untuk mencapai tujuan belajar mereka, agar mendapatkan indeks prestasi yang baik dan menyelesaikan kuliah mereka tepat waktu (Rina & Fadillah, 2013).

Faktor yang mendorong mahasiswa kuliah sambil bekerja adalah faktor perekonomian, sebagian mahasiswa mempunyai masalah dengan biaya, sehingga

(27)

berusaha meringankan beban orang tuanya (Denura, 2012). Hal ini, menyebabkan mahasiswa harus menjalankan dua aktivitas sekaligus yaitu berkuliah dan juga bekerja.

Disisi lain adanya memiliki banyak penyebab sumber stres yang harus dihadapi, antara lain adalah tekanan akademis, perubahan lingkungan dengan tanggung jawab baru, perubahan hubungan sosial, tanggung jawab finansial. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan emosi negatif pada mahasiswa. Untuk menanggulangi emosi negatif, dibutuhkan karakter positif, yaitu gratitude. Gratitude yang dimiliki oleh mahasiswa ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala stres karena kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya fungsi psikologis yang positif.

Secara umum gratitude dapat mempengaruhi cara mahasiswa menghadapi suatu masalah yang ada dalam hidupnya. Gratitude adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Hal ini dikarenakan gratitude mampu menciptakan suatu pandangan positif terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidup.

Gratitude akan membuat mahasiswa yang bekerja merasa lebih baik dalam menjalani kehidupan. Mahasiswa akan lebih merasa bahwa meskipun harus membagi waktu dan konsentrasinya sehingga membuat fokusnya menjadi terpecah namun dengan rasa syukur mahasiswa tersebut merasa bahwa yang mereka jalani adalah hal positif yang dapat mengembangkan diri mereka sendiri sehingga bukan hanya finansial saja tujuannya tetapi kemandirian dan pengalaman kerja juga telah mereka dapati (Muniarsih, 2013).

2.4 Pengembangan Alat Ukur Skala Syukur Versi Dewasa (SS-VD)

Skala Syukur-Versi Dewasa dikembangkan oleh peneliti dan dosen pembimbing yakni Dina Nazriani, M.A (2021). Skala ini menerapkan 2 (dua) metode pengukuran gratitude yang direkomendasikan oleh Watkins (2014). Pertama, metode self-report akan dicapai dengan pembuatan seperangkat pernyataan dan respon.

Kedua, metode pengamatan perilaku akan dicapai dengan memberikan pertanyaan mengenai perilaku-perilaku yang relevan dengan gratitude. Daftar perilaku ini berasal dari sintesis hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai gratitude. Syukur adalah

(28)

penilaian terhadap kondisi internal dan eksternal yang terjadi pada individu adalah berasal dari Tuhan. Syukur terdiri dari 3 dimensi yaitu kognitif, afektif dan konatif yang setiap dimensinya memiliki indikator yang berbeda sebagai berikut:

a. Dimensi kognitif

Syukur dalam perspektif kognitif adalah keyakinan individu bahwa Tuhan adalah penyebab dari segala hal yang terjadi baik internal maupun eksternal. Individu yang bersyukur mengetahui hal apa saja yang perlu disyukuri (C1) dan mengasosiasikan hal-hal yang terjadi sehari-hari dengan kebersyukuran (C2). Individu juga membiasakan diri untuk bersyukur (C3) dan merincikan hal-hal yang perlu disyukuri dalam semua hal (C4). Individu dapat menanggulangi kejadian buruk dengan mengkaitkan kepada syukur (C5) dan membandingkan setiap kejadian untuk mendapatkan rincian mengenai hal yang perlu disyukuri (C6). Dimensi kognitif terdapat pada aitem-aitem sebagai berikut:

1. Kesehatan adalah rezeki dari Tuhan.

2. Keluarga adalah pemberian Tuhan yang dapat menggantikan harta yang paling mahal sekalipun.

3. Sepertinya tidak ada hal yang secara khusus diberikan Tuhan kepada saya 4. Tidak ada teman yang perlu saya apresiasi

5. Saya bisa bersekolah karena lingkungan saya mendukung 6. Semua yang saya miliki hari ini adalah kebaikan Tuhan 7. Kondisi perekonomian keluarga adalah anugerah dari Tuhan 8. Semua hal saya dapatkan semata-mata karena kerja keras.

9. Bekerja dengan baik sudah cukup mendatangkan kehidupan yang baik 10. Orang tua yang kaya dengan jabatan yang bagus adalah kunci kesuksesan.

11. Ibadah rutin yang saya lakukan adalah bentuk terima kasih kepada Tuhan 12. Saya percaya Tuhan menjaga saya setiap kali saya keluar rumah

13. Saya yakin dengan selalu mengucapkan kata pujian kepada Tuhan, semua urusan saya akan lancar

14. Ibadah rutin tidak perlu, yang paling penting adalah percaya pada Tuhan.

15. Saya tetap sejahtera, meskipun sering melupakan ibadah.

16. Ketika saya mendapatkan sesuatu yang saya inginkan saya akan berusaha

(29)

17. Ketika uang saya dicuri, saya akan berpikir bahwa saya kurang sedekah 18. Ketika saya tertimpa bencana, saya bersyukur masih diberi keselamatan 19. Saya senang dengan gadget yang saya miliki walaupun ketinggalan zaman 20. Ketika rumah saya kebanjiran saya akan mengutuk hujan

21. Saya akan mensyukuri apapun yang terjadi kepada saya

22. Ketika saya mengalami kejadian buruk saya akan mencoba mengikhlaskannya 23. Ketika hal buruk menimpa saya, saya akan menanam kan di benak saya bahwa

semua akan berlalu

24. Saya beranggapan segala sesuatu nya yang terjadi karena kehendak saya sendiri

25. Ketika kejadian buruk menimpa saya, saya akan terpuruk dan mengutuk diri saya sendiri

26. Saya mengingat beberapa kejadian yang membuat saya patut bersyukur

27. Ketika melihat orang yang lebih sulit hidupnya, saya berpikir Tuhan sangat baik kepada saya

28. Setiap kejadian baik yang saya alami, membuat saya semakin bersyukur 29. Saya bersyukur setiap kali saya mengingat kejadian baik ataupun buruk yang

pernah terjadi pada saya

30. Saya tidak suka membandingkan kejadian yang saya alami untuk disyukuri b. Dimensi afektif

Syukur dalam perspektif afektif adalah kondisi emosional subjektif individu terhadap peran Tuhan dalam segala hal yang terjadi baik internal maupun eksternal.

Afek adalah perubahan perasaan yang terjadi ketika individu menanggapi stimulus yang berkaitan dengan peran aktif Tuhan dalam kehidupan. Individu yang merasa bersyukur dapat menerima kehidupan sebagai pemberian dari Tuhan (A1). Individu mengekspresikan emosi positif dalam kehidupan sehari-hari (A2) dan memiliki keyakinan bahwa segala kebaikan dan keburukan adalah hal yang perlu disyukuri (A3). Individu mampu mengelola emosi negatif dengan sebaik mungkin (A4) serta mengubah diri menjadi lebih baik (A5). Dimensi afektif terdapat pada aitem-aitem sebagai berikut:

31. Apa yang saya dapat hari ini, harus saya syukuri

32. Saya menikmati aktivitas keseharian saya walau terkadang sulit

(30)

33. Kehidupan yang saya jalani saat ini merupakan hadiah terbaik dari Tuhan 34. Saya mengeluhkan apa yang telah Tuhan berikan dalam kehidupan saya 35. Terkadang saya merasa sia-sia dalam bekerja karena keinginan saya tidak diberikan Tuhan

36. Saya bangga pada hasil yang sudah saya capai

37. Saya bersyukur masih diberikan oksigen gratis sampai saat ini 38. Saya mencintai pekerjaan yang sedang saya kerjakan

39. Ketika saya dihadapkan pada situasi yang rumit saya selalu tenang menghadapinya

40. Saya senang membantu orang-orang di sekitar saya

41. Saya percaya segala sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk saya itu yang terbaik 42. Saya merasakan hikmah Tuhan dalam setiap kegagalan yang terjadi

43. Saya menikmati setiap kejadian yang terjadi dalam hidup saya 44. Saya kurang menghargai hal yang terjadi dalam hidup saya

45. Saya meremehkan perbuatan baik dari orang yang menolong saya.

46. Saya merasa senang melakukan aktivitas yang sama setiap hari 47. Saya menghargai pekerjaan yang diberikan kepada saya

48. Saya harus bertanggung jawab penuh dalam mengerjakan pekerjaan saya 49. Saya mengeluh dalam melakukan aktivitas yang sama setiap harinya 50. Saya meremehkan hasil pekerjaan saya yang kurang memuaskan 51. Saya selalu semangat dalam mengerjakan tiap hal yang saya lakukan 52. Saya tidak jenuh dalam mengerjakan aktivitas saya

53. Saya tidak berlarut-larut dalam perasaan bersalah yang saya alami 54. Saya bersikap sombong ketika mendapat pencapaian yang bagus 55. Saya memperhatikan kekurangan diri dibandingkan kemampuan diri c. Dimensi Konatif

Syukur dalam perspektif konatif adalah kecenderungan berperilaku individu berkaitan dengan peran Tuhan yang ada dalam segala hal yang terjadi baik internal maupun eksternal. Individu yang bersyukur dapat mengatur kegiatan sehari-hari agar mampu melakukan kegiatan untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan (K1).

Individu melatih diri sendiri untuk selalu melakukan kegiatan yang berasosiasi dengan

(31)

berasosiasi dengan syukur (K3) serta mengungkapkan rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari (K4). Dimensi konatif terdapat pada aitem-aitem sebagai berikut:

56. Saya sering meluangkan waktu untuk berdoa kepada Tuhan sebelum menjalankan aktivitas sehari-hari

57. Saya bekerja sebaik-baiknya karena pekerjaan sangat berharga 58. Sebelum menyantap makanan, saya akan berdoa terlebih dahulu 59. Saya sering menghujat Tuhan ketika keinginan saya tidak terpenuhi 60. Saya hanya berdoa kepada Tuhan saat keinginan saya terpenuhi

61. Ketika saya mendapatkan rezeki, saya akan beramal kepada orang yang kurang mampu

62. Saya akan menolong orang lain karena saya pernah menerima bantuan

63. Saya membantu orang lain dengan sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan 64. Rezeki yang saya terima adalah hasil kerja keras saya dan layak dinikmati sendiri 65. Saya sering mengeluh ketika saya mengalami kesulitan

66. Ketika ada waktu luang saya lebih suka membantu orang lain daripada berdiam diri

67. Saya memilih belajar daripada bermain game untuk meningkatkan pengetahuan saya

68. Ketika saya sedang stress saya memilih istirahat daripada menggunakan obat- obatan

69. Ketika ada waktu luang saya lebih suka berdiam diri daripada membantu orang lain

70. Saya memilih bermain game daripada belajar

71. Saya mengucapkan terima kasih ketika menerima pertolongan orang lain 72. Saya senang ketika bisa membantu orang lain

73. Ketika mendapatkan kebaikan saya bersyukur kepada Tuhan 74. Saya menjaga sesuatu yang diberikan kepada saya

75. Saya merasa pertolongan yang saya dapatkan merupakan hal yang biasa saja Skala Syukur-Versi Dewasa pada awalnya terdiri dari 75 aitem dengan 30 aitem pada dimensi kognitif, 25 aitem pada dimensi afektif dan 20 aitem pada dimensi konatif. Kemudian, peneliti akan melakukan uji coba aitem tersebut melalui evaluasi psikometri terdiri dari analisis aitem (daya beda aitem), validitas dan reliabilitas yang

(32)

diharapkan memperoleh jumlah aitem sebanyak 15 aitem dengan 6 aitem pada dimensi kognitif, 5 aitem pada dimensi afektif dan 4 aitem pada dimensi kognitif.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif. Menurut Hadi (2000), metode deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena tanpa bertujuan untuk menarik kesimpulan- kesimpulan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan, menggambarkan dan mendeskripsikan gratitude pada mahasiswa yang bekerja paruh waktu.

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian

Sugiyono (2017) mengemukakan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gratitude.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013).

Syukur adalah penilaian terhadap kondisi internal dan eksternal yang terjadi pada individu adalah berasal dari Tuhan. Skala Syukur terdiri dari 3 dimensi, yang setiap dimensinya memiliki indikator yang berbeda.

1. Syukur-Dimensi Kognitif

Syukur dalam perspektif kognitif adalah keyakinan individu bahwa Tuhan adalah penyebab dari segala hal yang terjadi baik internal maupun eksternal. Dimensi ini diukur menggunakan pernyataan lisan tentang keyakinan mengenai peran aktif Tuhan dalam kehidupan. Dimensi ini terdiri

(34)

dari 6 (enam) indikator yang setiap indikatornya mewakili komponen aktivitas kognitif.

2. Syukur-Dimensi Afektif

Syukur dalam perspektif afektif adalah kondisi emosional subjektif individu terhadap peran Tuhan dalam segala hal yang terjadi baik internal maupun eksternal. Dimensi ini diukur menggunakan pernyataan lisan tentang afek. Afek adalah perubahan perasaan yang terjadi ketika individu menanggapi stimulus yang berkaitan dengan peran aktif Tuhan dalam kehidupan. Dimensi ini terdiri dari 5 (lima) indikator yang setiap indikatornya mewakili komponen aktivitas afektif.

3. Syukur-Dimensi Konatif

Syukur dalam perspektif konatif adalah kecenderungan berperilaku individu berkaitan dengan peran Tuhan yang ada dalam segala hal yang terjadi baik internal maupun eksternal. Dimensi ini diukur menggunakan pernyataan lisan mengenai perilaku. Dimensi ini terdiri dari 4 (empat) indikator yang setiap indikatornya mewakili komponen aktivitas konatif.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi Penelitian

Sugiyono (2017) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Nazir (2011) juga mendefinisikan populasi sebagai kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang bekerja paruh waktu di Kota Batam.

Pada penelitian ini, pemilihan subjek didasarkan pada karakteristik sebagai berikut:

1. Mahasiswa yang bekerja dan tidak terikat kontrak 2. Mahasiswa aktif (terdaftar secara akademik) 3. Gaji < Rp4.000.000

4. Bersedia menjadi subjek penelitian ini

(35)

3.4.2 Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2017), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Sudjana & Ibrahim (2004), sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat dijangkau serta memiliki sifat yang sama dengan populasi yang diambil dari sampelnya. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang bekerja paruh waktu di Kota Batam.

Teknik pengambilan sampel menurut Margono (2004) ialah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan jenis accidental sampling. Menurut Santoso & Tjiptono (2001) accidental sampling adalah prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau unit yang paling mudah dijumpai atau diakses. Sedangkan menurut Sugiyono (2009:221) accidental sampling adalah mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data dengan kriteria utamanya adalah mahasiswa aktif yang bekerja dengan pendapatan < Rp4.000.000.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah skala dalam bentuk google form yang akan disebar melalui media online kepada responden yang sesuai dengan kriteria penelitian. Skala merupakan instrumen pengukuran dengan kumpulan aitem yang digabungkan menjadi skor komposit dan mengungkapkan tingkat variabel teoritis yang tidak mudah diamati dengan cara langsung (dalam Suza

& Setiawan, 2019). Skala psikologi adalah instrumen pengukuran untuk mengidentifikasi konstruk psikologis. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Syukur-Versi Dewasa.

Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju, Tidak

(36)

Setuju, Netral, Setuju, dan Sangat Setuju. Respon jawaban akan ditampilkan dengan angka 1 sampai dengan 5 sesuai lima keterangan jawaban tersebut. Setiap aitem dalam Skala Likert ini terdiri dari aitem favorable dan unfavorable dengan penilaian sebagai berikut:

Tabel 1

Penskoran Skala Syukur-Versi Dewasa Angka

respon

Keterangan Pernyataan favorable

Pernyataan unfavorable

1 Sangat tidak

setuju

1 5

2 Tidak setuju 2 4

3 Netral 3 3

4 Setuju 4 2

5 Sangat setuju 5 1

3.5.1 Skala Syukur-Versi Dewasa

Skala Syukur-Versi Dewasa dibuat dan dikembangkan berdasarkan pemaparan teoritis mengenai gratitude oleh Philips Charles Watkins (2014). Skala Syukur Versi Dewasa ini disusun berdasarkan 3 dimensi gratitude (kognitif, afektif, konatif), yang setiap dimensinya memiliki indikator yang berbeda. Berikut uraian mengenai dimensi dan indikator dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Blue-print Skala Syukur-Versi Dewasa

Aspek Indikator

Aitem

Jumla h Aitem Favourable Unfavourabl

e Kogniti

f

Mengetahui hal apa saja yang perlu disyukuri (C1)

1,2 3,4,5 5

Mengasosiasikan hal-hal yang terjadi sehari-hari dengan kebersyukuran (C2)

6,7 8,9,10 5

(37)

Membiasakan bersyukur dalam semua hal (C3)

11,12,13 14,15 5

Merincikan hal-hal yang perlu disyukuri dalam semua hal (C4)

16,17,18,19 20 5

Menanggulangi kejadian buruk dengan mengkaitkan kepada syukur (C5)

21,22,23 24,25 5

Membandingkan setiap kejadian untuk mendapatkan rincian mengenai hal yang perlu disyukuri (C6)

26,27,28,29 30 5

Afektif Menerima kehidupan sebagai pemberian dari Tuhan (A1)

31,32,33 34,35 5

Menampilkan emosi positif dalam kehidupan sehari-hari (A2)

36,37,38,39,4 0

- 5

Meyakini bahwa segala kebaikan dan keburukan adalah hal yang perlu disyukuri (A3)

41,42,43 44,45 5

Mengelola emosi negatif dengan sebaik mungkin (A4)

46,47,48 49,50 5

Mengubah diri menjadi lebih baik (A5)

51,52,53 54,55 5

Konatif Mengatur kegiatan sehari-hari agar mampu melakukan kegiatan untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan (K1)

56,57,58 59,60 5

Melatih diri sendiri untuk selalu melakukan kegiatan yang berasosiasi dengan syukur (K2)

61,62,63 64,65 5

Mengalihkan kegiatan sehari-hari kepada kegiatan yang berasosiasi dengan syukur (K3)

66,67,68 69,70 5

Menggunakan ekspresi-ekspresi syukur dalam kehidupan sehari-hari (K4)

71,72,73,74 75 5

Total 48 27 75

(38)

3.6 Validitas dan Reliabilitas 3.6.1 Validitas

Validitas menurut Sugiyono (2017) menunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti.

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya (Azwar, 1986).

Sedangkan menurut Sitinjak & Sugiarto (2006), validitas berhubungan dengan suatu peubah mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat ukur penelitian terhadap isi sebenarnya yang diukur.

Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji validitas konstruk.

Validitas konstruk menguji seberapa baik hasil yang didapat dalam menggunakan pengukuran dengan teori yang ada (Ghozali, 2013). Validitas konstruk diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor dari setiap butir pernyataan dengan skor total dari keseluruhan butir. Korelasi yang tinggi dan positif menunjukkan kesesuaian fungsi aitem dengan skala keseluruhan. Penentuan kesahihan aitem menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% atau peluang kesalahan ≤ 0,05. Apabila peluang kesalahannya lebih besar dari 0,0, hal ini dapat diartikan bahwa aitem instrumen yang dinilai harus digugurkan.

3.6.2 Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu pengukuran konsisten dengan pengukuran-pengukuran sebelumnya (Azwar, 2012).

Pengujian reliabilitas dengan internal consistency dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu.

Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Teknik estimasi untuk pengolahan data yang digunakan adalah teknik koefisien alpha cronbach dengan menggunakan program SPSS versi 17 for windows.

Rumus Alpha Cronbach:

(39)

Keterangan:

˹ac= koefisien reliabilitas alpha cronbach k= banyak aitem pertanyaan

∑𝜎b²= jumlah/total varians per-butir/item pertanyaan

∑𝜎t²= jumlah atau total varians

3.7 Statistika Deskriptif

Pada penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Menurut Krisyantono (2014), analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis suatu peristiwa, perilaku, atau objek tertentu dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang sudah terkumpul. Statistik deskriptif merupakan teknik yang menggambarkan atau mendeskripsikan sekumpulan data secara sistematis dengan tujuan untuk mengatur, meringkas dan menyederhanakan data sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan.

3.7.1 Central Tendency

Tendensi sentral merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kumpulan data mengenai sampel atau populasi yang disajikan dalam tabel atau diagram, yang dapat mewakili sampel atau populasi. Bila ukuran tersebut diambil dari sampel disebut statistik dan jika ukuran itu diambil dari populasi disebut parameter.

Terdapat tiga ukuran tendensi sentral yang sering digunakan, yaitu mean, median, dan modus.

a. Mean

Mean disebut juga dengan rata-rata. Mean didefinisikan secara matematik sebagai jumlah semua angka dibagi banyaknya angka yang dijumlahkan (Azwar, 2013). Berikut rumus mean:

(40)

atau

b. Median

Median termasuk ukuran sentral tendensi yang menggambarkan letak suatu nilai yang mempunyai frekuensi ke atas atau ke bawah dalam posisi yang sama.

Bisa juga dikatakan bahwa jika suatu data memiliki jumlah (N) yang lebih ganjil, maka median adalah data yang paling tengah, setelah nilai-nilai itu diurutkan terlebih dahulu.

Jika data tersusun dalam bentuk frekuensi atau telah dikelompokkan, maka dapat digunakan rumus:

Keterangan:

Med : median

tb : tepi bawah kelas median n : banyaknya data

Fkum : frekuensi kumulatif sebelum kelas median fi : frekuensi kelas median

K : panjang kelas c. Modus

Adapun cara untuk menemukan modus dari data adalah dengan menetapkan titik tengah dari kelas interval yang mengandung frekuensi paling banyak distribusi tersebut.

Keterangan:

Mo : Modus

(41)

b : batas bawah kelas dengan frekuensi terbanyak p : panjang kelas

b1 : frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi sebelumnya b2 : frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi sesudahnya

3.8 Kategorisasi Variabel berdasarkan Demografi

Pada kategorisasi ini, responden dikelompokkan ke dalam kelompok- kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini adalah dari rendah ke tinggi. Kategorisasi ini dapat dijadikan acuan dalam pengelompokan skor individu. Kategorisasi variabel berdasarkan demografi ini terdiri dari usia, suku, pendidikan terakhir yang ditempuh, jenis pekerjaan, dan gaji.

3.8.1 Frekuensi dan Persentase

Setelah diketahui skor untuk kategori, selanjutnya menjumlah berapa frekuensi yang termasuk ke dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah, kemudian dilakukan perhitungan persentase masing-masing tingkatan dengan rumus:

P = f/N x 100%

Keterangan:

P : Persentase f : frekuensi N : jumlah

3.9 Kategorisasi Variabel berdasarkan Skor

Data-data yang diperoleh akan dianalisis untuk menentukan skor maksimum, skor minimum, mean dan standar deviasi pada Skala Syukur-Versi Dewasa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Menghitung nilai mean hipotetik (µ):

(42)

µ = mean hipotetik i max = skor maksimal aitem i min = skor minimal aitem

∑K = jumlah aitem

b. Menghitung standar deviasi hipotetik (σ):

σ = standar deviasi Xmax = skor maksimal subjek Xmin = skor minimal subjek

3.9.1 Pengelompokan Skor

Setelah menentukan mean hipotetik dan standar deviasi dengan perhitungan diatas maka data tersebut akan menggolongkan responden ke dalam 3 kategori diagnosis tingkat gratitude yakni rendah, sedang dan tinggi. Serta data tersebut juga akan digunakan untuk menggambarkan gratitude pada mahasiswa yang bekerja paruh waktu di kota Batam.

Tabel 3

Kategorisasi Gratitude

Rumusan Kategori

X < (µ - 1,0σ) Rendah

(µ - 1,0σ) ≤ X < (µ + 1,0σ) Sedang

(µ + 1,0σ) ≤ X Tinggi

(43)

3.10 Cross Tabulation

Cross tabulation atau disebut dengan tabel kontingensi merupakan salah satu teknik analisis deskriptif yang bertujuan untuk meringkas informasi dan dari sekumpulan data dalam bentuk tabel. Cross tabulation juga mempermudah dalam memahami kriteria data. Cross tabulation dapat dibuat dengan menggunakan software SPSS. Menurut Santoso & Tjiptono (2001), penggunaan metode statistik atau biasa disebut dengan rumus statistik ditentukan oleh beberapa faktor:

a. Jenis data yang diolah yaitu nominal, ordinal, interval dan rasio

b. Jumlah variabel, apakah univariate (satu variabel) atau multivariate (dua atau lebih variabel)

Cross tabulation merupakan cara termudah melihat asosiasi dalam sejumlah data dengan perhitungan persentase. Cross tabulation merupakan salah satu alat yang paling berguna untuk mempelajari hubungan di antara variabel-variabel karena hasilnya mudah dikomunikasikan. Cross tabulation dapat memberikan masukan atau pandangan mengenai sifat hubungan, karena penambahan satu atau lebih variabel pada analisis kualifikasi silang dua arah adalah dengan mempertahankan masing masing variabel tetap konstan.

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan hasil pengolahan data berdasarkan pengujian statistik dan selanjutnya akan dilakukan pembahasan berdasarkan tinjauan teoritis dari fenomena yang terjadi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 195 responden yang memenuhi kriteria penelitian melalui penyebaran kuesioner secara online. Kemudian, data akan dianalisis menggunakan bantuan software SPSS versi 17.0 for Windows dan Microsoft Excel. Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data penelitian yang didapat dari alat ukur. Pembahasan ini didasarkan dari hasil perhitungan statistik dan tinjauan berdasarkan konsep teori Gratitude.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 195 orang. Gabaran umum subjek penelitian ini meliputi deskripsi demografis yang berdasarkan jenis kelamin, usia, suku, pendidikan terakhir yang ditempuh, jenis pekerjaan, dan gaji.

4.1.1 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian yang berjumlah 195 orang dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan yang dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1

Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Jumlah(

N) Persentase%

Laki-Laki 93 47.69

Perempuan 102 52.31

Total 195 100

Berdasarkan tabel 4.1 menjelaskan bahwa jumlah subjek yang berjenis

(45)

berjenis kelamin perempuan sebanyak 102 responden (52,31%). Hasil tersebut menyebutkan bahwa jumlah subjek perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah subjek laki-laki.

4.1.2 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia Tabel 4.2

Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase%

20 30 15.38

21 56 28.72

22 80 41.03

23 28 14.36

24 1 0.51

Total 195 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa responden yang berusia 20 tahun berjumlah sebanyak 30 responden (15,38%), responden berusia 21 tahun sebanyak 56 responden (28,72%), responden berusia 22 tahun sebanyak 80 responden (41,03%), responden berusia 23 sebanyak 28 responden (14,36%), dan responden berusia 24 tahun berjumlah 1 responden (0,51%).

4.1.3 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Suku Tabel 4.3

Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Suku

Suku Jumlah(N) Persentase%

Batak Toba 97 49.74

Batak Karo 7 3.59

Jawa 38 19.49

Melayu 20 10.26

Toraja 7 3.59

Padang 15 7.69

Sunda 2 1.03

Tionghoa 4 2.05

Aceh 2 1.03

Nias 1 0.51

Flores 1 0.51

Bali 1 0.51

Gambar

Tabel 3  Kategorisasi Gratitude  Rumusan  Kategori  X &lt; (µ - 1,0σ)  Rendah  (µ - 1,0σ) ≤ X &lt; (µ + 1,0σ)  Sedang  (µ + 1,0σ) ≤ X  Tinggi
Tabel cross tabulation di atas menunjukkan bahwa responden yang suku Batak  Toba memiliki karakteristik gratitude yang tinggi dengan rentang gaji Rp 2.000.000  –  Rp  3.000.000  per  bulan  sebanyak  36  responden  dan  yang  sedang  sebanyak  24  responde

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Hasil Uji

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi KWL (Know Want to Know Learned) dalam meningkatkan kemampuan efektivitas membaca dan motivasi membaca

Upaya untuk mengatasi hal tersebut sudah mulai dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur dengan membentuk Gugus Tugas untuk pencegahan dan

mempengaruhi pasien tetapi juga keluarga dan teman dekat. Pasien dengan kanker mungkin merasa takut, atau marah tentang perubahan yang tidak diinginkan dalam

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apa Saja Faktor Yang Berhubungan Dengan

Symbols as a Reflection of the Author’s Point of View toward Death In this part the writer will try to explain how Edgar Allan Poe’s short story “The Tell Tale Heart” reveals

a) Kekompakan, kerja keras, niat ikhlas, komitmen kuat, semangat, bahu membahu antara ta’mir, panitia pembangunan masjid, remaja masjid, dan ummat muslim Graha

Untuk memperoleh produk yang robust dalam menganalisa data, Taguchi memperkenalkan suatu ukuran yang disebut Signal-to-noise ratio yang mencerminkan ukuran perbandingan