commit to user 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pelestarian
Pelestarian (Preservation) adalah sistem pengolahan dan perlindungan pada bahan pustaka, dan atau tugas maupun pekerjaan untuk memperbaiki, memugar, melindungi, dan merawat bahan pustaka, dokumentasi, arsip maupun bahan informasi serta bangunan perpustakaan. (Lasa, 2009:233-234).
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:835), pelestarian adalah pengawetan (sumber daya alam, budaya, dsb.) agar terjamin kehidupannya sepanjang masa.
Dalam berbagai literatur dapat ditemukan istilah preservation, conservation, dan restoration. Preservation atau pelestraian mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka dan arsip, termasuk di dalamnya kebijakan pengolahan, keuangan, sumber daya manusia, metode dan teknik penyimpanan. Conservation atau pengawetan terbatas pada kebijakan serta cara khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk pelestarian arsip tersebut. Restoration atau pemugaran mengacu pada pertimbangan serta cara yang digunakan untuk memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak (Sulistyo-Basuki, 1991:271).
Menurut International Federation of Library Association (IFLA), memberi batasan definisi pelestarian (Sudarsoo, 2006:314).
commit to user
1. Pelestarian (preservation). Mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka dan arsip. Termasuk di dalamnya: kebijakan pengelolaan, keuangan, ketenagaan, metode dan teknik, serta penyimpanan.
2. Pengawetaan (conservation). Membatasi pada kebijakan dan khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi tersebut.
3. Perbaikan (restorasi). Menunjuk pada pertimbangan dan cara yang digunakan untuk memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak.
Dari penjabaran beberapa pengertian tentang preservasi, konservasi dan restorasi dapat dikatakan bahwa restorasi dan konservasi adalah bagian dari kegiatan preservasi itu sendiri, akan tetapi kegiatan preservasi tidak dimasukan ke dalam istilah konservasi dan restorasi karena adanya batasan dari masing-masing istilah tersebut.
B. Unsur, Tujuan dan Fungsi Pelestarian
Menurut Martoatmojo (1993:7), berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka adalah:
a. Manajemen: siapa yang bertanggung jawab dalam kegiatan ini dan bagaimana prosedur pelestarian yang akan diikuti.
b. Tenaga yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki.
c. Laboratorium, ruang pelestarian beserta peralatannya seperti alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk fumigasi, pembersih debu dan sebagainya.
commit to user
d. Dana untuk kegiatan yang selalu dimonitor dengan baik agar kegiatan pelestaraian tidak mengalami gangguan.
Sedangkan tujuan pelestarian bahan pustaka menurut Martoatmojo (1993:5), dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Menyelamatkan nilai Informasi dokumen b. Menyelamatkan fisik dokumen
c. Mengatasi kendal kekurangan ruang
d. Mempercepat perolehan informasi: dokumen yang tersimpan dalam CD (compact disc) sangat mudah untuk diakses, baik jarak dekat maupun jarak jauh.
Sementara itu menurut Sulistyo-basuki (1993:271), tujuan pelestarian bahan pustaka dan arsip adalah untuk melestarikan kandungan informasi bahan pustaka dan arsip dengan alih bentuk menggunakan media lain untuk melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin untuk dapat digunkan secara optimal.
Sedangkan fungsi pelestarian adalah menjaga agar koleksi perpustakaan tidak rusak karena gangguan manusia dan serangga-serangga atau jamur yang merajalela pada ruangan yang lembab. Menurut Martoatmojo (1993:6), jika disimpulkan maka pelestarian memiliki beberapa fungsi antara lain:
a. Fungsi melindungi, yaitu melindungi bahan pustaka dari serangan serangga, manusia, jamur, panas matahari, air dan lain-lain.
b. Fungsi pengawetan, yaitu merawat bahan pustaka agar tetap awet dan tahan lama untuk digunakan oleh pengguna.
commit to user
c. Fungsi kesehatan, yaitu dengan pelestarian yang baik bahan pustaka menjadi bersih, bebas dari debu, jamur dan berbagai sumber penyakit, sehingga pemakai ataupun pustakawan terjaga kesehatannya.
d. Fungsi pendidikan, yaitu pemakai perpustakaan dan pustakawan itu sendiri harus belajar bagaimana merawat dokumen.
e. Fungsi kesabaran, yaitu dalam merawaat bahan pustaka haruslah sabar.
f. Fungsi sosial, yaitu bahwa pelestarian tidak bisa dikerjakan oleh seorang diri, para pustakawan haruslah bekerjasama untuk merawat bahan pustaka.
g. Fungsi ekonomi, yaitu dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka akan lebih awet dan akhirnya keuangan dapat dihemat.
h. Fungsi keindahan, yaitu penataan bahan pustaka yang rapih, perpustakaan dapat menjadi lebih indah sehingga dapat menambah daya tarik bagi pembaca.
C. Pelestarian Koleksi Digital.
Dua hal terpenting dalam pelestarian, yaitu pelestarian bentuk fisik diselenggarakan dengan pengurangan tingkat keasaman, pembuatan laminasi dan enkapsulasi, restorasi dokumen dan lainnya. Yang kedua yaitu, pelestarian nilai informasi dokumen dengan alih bentuk. Informasinya tidak akan hilang meskipun bentuk kemasannya dirubah dari kertas ke bentuk yang dianggap lebih efisien misalnya bentuk mikro dan video disc (Martoatmojo, 1993:183).
commit to user
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Pendit (2009:106), yakni jika sebuah pustaka bergantung pada bentuk fisiknya, maka keutuhan bentuk fisik pustaka itu menjadi fokus perhatian dalam kegiatan pelestarian.
Jika pustaka itu bersifat non fisik, maka konsentrasi pelestarian ditujukan pada isi atau kandungan pustaka.
Pelestarian digital adalah kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan agar sebuah obyek digital dapat terus dipakai selama mungkin (Pendit, 2009:111). Dalam melakukan pelestarian koleksi digital, yang perlu diperhatikan adalah pelestarian teknologi dalam bentuk perawatan secara seksama semua perangkat keras dan lunak yang dipakai untuk membaca atau menjalankan sebuah materi digital tertentu. Di dalam dunia digital sebuah isi dapat hilang atau tidak terpakai karena mesin programnya kadaluarsa (Pendit, 2009:102)
D. Transformasi Digital atau Digitalisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim penyusun kamus, 2008) digitalisasi berarti proses pemberian atau pemakaian sistem digital.
Digitalisasi merupakan proses alih media dari cetak atau analog ke media digital atau elektonik melalui proses scanning, digital photograph atau teknik lainnya. (Surahcman, 2009). Sedangkan menurut lasa (2009:65) digitalisasi adalah proses penggolahan dokumen tercetak atau printed document menjadi dokumen elektronik.
commit to user
Menurut Online Dictionary Library Information Scince (ODLIS, 2004:207-208) digitalisasi adalah:
“ digitalization is the procces of conferting data to digital format for proccesing by a computer. In informatin system, digitalization ussualy refers to the convertion of printed text or image (photograph, illustration, maps, etc.) into digital signal using some kind of scaningdevice that enable the result to be displayed on a computer screen. In telecommunicaion, digitalization refers to conversion of continous analog signal into digital signal pulsating”
Pada dasarnya digitalisasi bertujuan untuk memudahkan akses bagi pengguna perpustakaan. Dengan adanya koleksi dalam format digital, pengguna perpustakan akan dapat mengakses informasi tanpa harus mendatangi gedung perpustakaan scara fisik sepanjang tersedianya fasilitas internet. Dan dalam mengurangi kekurangan tempat maupun ruangan di perpustakaan dan juga melestarikan informasi dari koleksi-koleksi yang sudah lapuk, maka perlu adanya kegiatan alih bentuk dokumen. Disinilah peran kegiatan digitalisasi itu terlihat sebagi sarana untuk menyimpan nilai- nilai informasi yang terkandung di dalam koleksi-koleksi tersebut.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa digitalisasi merupakan proses mengubah data dari bentuk cetak atau analog menjadi bentuk digital.
Bila kita membicarakan digitalisasi tentunya tidak terlepas kaitannya dengan perpustakaan digital (digital library), karena proses digitalisasi akan menghasilkan koleksi dalam bentuk digital, dimana koleksi tersebut merupakan bagian dari pengembangan perpustakaan digital. Hal ini sesuai dengan salah satu komponen yang terkandung dalam definisi digital libraray
commit to user
sebagaimana menurut pendapat Arms “digital library is a managed collection of information, with associated services, where the information is stored in digital formats and accessible over a network.”
“perpustakkaan digital adalah suatu koleksi informasi yang dikelola berikut pelayanannya, dimana informasi disimpan dalam format digital dan dapat diakses melalui jaringan ” (Arms, 2000:2)
E. Proses pelestarian koleksi digital
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:703) mendefinisikan proses adalah rangkaian tindakan, perbuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk. Sedangkan pelestarian digital adalah kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan agar sebuah objek digital dapat terus terpakai selama mungkin (Pendit, 2009:111).
Menurut pendit (2007:243-245) proses digitalisasi dibedakan menjadi 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu:
a. Scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam benuk cetak dan mengubah dalam bentuk digital.
b. Editing, yaitu proses mengolah berkas PDF di dalam komputer dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink dan sebagainya.
c. Uploading, yaitu proses pengisisian (input) metadata dan mengupload bekas dokumen tersebut ke digital library. Berkas yang di-upload adalah
commit to user
berkas PDF yang berisi full text karya akhir mulai dari halaman judul hingga lampiran yang telah melalui proses editing.
F. Kendala-kendala dalam pelestarian koleksi digital
Pelestarian koleksi digital berbeda dengan pelestarian koleksi tercetak.
Kandungan informasi pada koleksi tercetak dapat dilestarikan dengan merawat fisik kertas dan kemasannya, namun dalam pelestarian kandungan informasi pada koleksi digital tidak hanya sebatas pada pelestarian objek fisiknya saja, tetapi juga harus menjamin penggunaan mesin dalam waktu selama mungkin, hal tersebut berkaitan erat dengan penggunaan perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) yang digunakan.
Dalam kegiatan pelestarian digital untuk memastikan sebuah objek berada “dalam keadaan baik” selama mungkin (disebut juga dengan persoalan longevity) ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, media penampungannya harus tahan lama (CD-ROM, tape, disk). Kedua, format isinya juga harus tahan lama dalam arti dapat terus dibaca (PDF, TIFF, JPEG). (Pendit, 2009:114). Sedangkan menurut Boyle (2008:4) menyatakan ada tiga hal utama yang menjadi penghambat pelestarian digital yaitu:
a. Budaya (organisasi, politik, kesadaran, kemitraan eksternal/hubungan, dan motivasi)
b. Sumber daya (waktu, biaya, pendanaan, dan penyimpanan) c. Kesenjangan keterampilan (pelatihan, kompetensi TI).
commit to user
Sumber lain juga mengungkapkan kendala-kendala, yan dihadapai dalam pelestarian kandunagn informasi pada format digital, seperti yang dikemukakan oleh Syamsuddin (2007:3-4) kendala-kendala tersebut yaitu:
a. Sumber daya manusia (SDM)
b. Dana untuk membangun koleksi dalam format digital c. Waktu yang digunakan untuk melakukan pelestarian
d. Konsistensi yang kurang matang dalam perencanaan pelestarian
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kendala-kendala yang dihadapai dalam pelestarian kandungan informasi dalam format digital adalah sebagia berikut:
a. Media penyimpanan
b. Biaya dan waktu yang digunakan untuk melakukan pelestarian c. Infrastruktur teknologi (software dan hardware yang digunakan) d. Sumber daya manusia
G. Pengertian local content
Dalam konteks informasi kaitannya dengan literatur kita mengenal istilah koleksi lokal (local collection) dan isi atau muatan lokal (local content). Menurut sulistyo‐basuki yang dimaksud dengan koleksi lokal adalah
”koleksi buku, karya ilmiah, peta, cetakan, ilustrasi dan materi lainnya yang berkaitan dengan lokasi khusus” (sulistyo‐basuki: 2001).
Liauw menggambarkan tentang local content sebagai berikut: Muatan lokal = Literatur kelabu + koleksi lokal atau local content = grey literature +
commit to user
local collection. Dalam harrod’s librarians’ glossary and reference book, literatur kelabu adalah “bahan‐bahan perpustakaan yang tidak dipublikasikan melalui jalur publikasi formal (semi‐published) atau tidak tersedia secara komersial. Menurut prytherch dalam liauw koleksi lokal didefinisikan sebagai “bahan‐bahan perpustakaan yang berhubungan dengan lokasi atau tempat dari perpustakaan dimana koleksi lokal tersebut disimpan”.
Dalam hal ini kriteria literatur kelabu lebih menekankan pada karakteristik produksi yang lokal dari bahan‐bahan perpustakaan tersebut.
Paparan di atas sudah menjelaskan apa yang dimaksud dengan local content. Sedangkan dalam materi ini yang dimaksud dengan local content pada perpustakaan perguruan tinggi pada umumnya adalah karya ilmiah berupa Disertasi, Tesis, Skripsi, Tugas Akhir, dan/atau Kertas Karya yang dihasilkan oleh mahasiswa, dan karya ilmiah yang dihasilkan dosen berupa artikel dan laporan penelitian.
H. Konsep transformasi digital local content
Dari sumber-sumber teoritis di atas dapat disusun suatu konsep transformasi digital local content sebagai berikut: transformasi digital local content merupakan suatu proses alih media koleksi local content versi kertas/cetak/analog kemedia digital atau elektronik. Sehingga dihasilkan sebuah koleksi-koleksi local content yang berformat digital atau elektronik yang kemudian dapat diakses melalui jaringan internet. Adapun metode transformasi digital local content dimulai dari proses scanning, editing, dan
commit to user
uploading. Penyusunan konsep transformasi digital local content bertujuan untuk memperpudah pemahaman dari kegiatan transformasi digital local content. Konsep transformasi digital local content terlihat sebagai berikut:
Input
Proses
Output
1. Koleksi-koleksi local content versi kertas/cetak/analog
2. Metode pelaksanaan transformasi digital
3. Kendala-kendala yang
menghambat transformasi digital local content
1. Implementasi metode pelaksanaan transformasi digital
2. Kegiatan transformasi digital a. Scanning
b. Editing c. Uploading
· Koleksi local content versi digital (dokumen elektronik)