Malang, 26 Maret 2016
937
ANALISIS KANDUNGAN BAHAN PENGAWET PADA BERBAGAI BUMBU GILING DI PASAR KOTA MALANG SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI Analysis of Preservatives Content in Various Grilled Spice in Market of Malang City as
Biology Learning Material
Yuliana Putri Susanti*, Dra. Siti Zaenab M.Kes, Drs. Poncojari Wahyono M.Kes Prodi Pendidikan Biologi – FKIP
Universitas Muhammadiyah Malang Jl.Raya Tlogomas No.246 Malang
*Email : [email protected]
Abstrak
Masakan Indonesia, seperti rawon, soto, rendang dan lain-lain merupakan masakan yang tidak bisa disajikan dengan cepat, umumnya sangat rumit dalam pembuatan dan tidak dapat disajikan sangat cepat. Salah satu bahan bantu mereka para pecinta masakan Indonesia untuk menyajikannya dengan cara cepat dan mudah adalah dengan menggunakan bumbu siap pakai yang ada dipasaran yang berbentuk pasta. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Penggunaan pengawet pada bumbu giling sudah sangat banyak dan meluas. Dengan ditinjau dari harga bahan-bahan utama yang sekarang jauh lebih mahal perkilogram, banyak ibu-ibu rumah tangga yang beralih dengan membeli bumbu giling yang siap saji dipasaran.
Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kadar pengawet dipasar kota Malang, menentukan kadar tertinggi pengawet pada berbagai bumbu giling, menentukan kadar pengawet sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 033/Menkes/IX/2012 mengenai Bahan Tambahan Pangan, dan mengembangkan hasil penelitian ini sebagai bahan ajar biologi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan berbagai jenis bumbu (A,B,C,D,E,F,G,H, dan I) dan 3 kali ulangan. Analisis data menggunakan analisis varians satu arah pada taraf signifikansi 0,05 dan uji lanjutan yaitu uji Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar pengawet 247 mg/kg pada bumbu F merupakan kadar paling tinggi dari berbagai bumbu yang di uji. Hasil uji anava menunjukkan ada perbedaan kadar pengawet pada berbagai bumbu giling di kota Malang.
Hasil uji Duncan menunjukkan setiap bumbu giling mempunyai perbedaan rata-rata yang signifikan. Hasil perbandingan kadar pengawet pada berbagai bumbu giling dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 033/Menkes/IX/2012 menunjukkan kadar pengawet dan pewarna masih dibawah standart atau masih bisa dikonsumsi.
Kata Kunci: Bumbu giling, kadar pengawet, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 033/Menkes/IX/2012.
Abstract
Indonesian food such as Rawon, Soto, Rendang, and others are food which cannot be served immediately, commonly it is complicated in making and couldn‘t be served quick.
One supporting tool for Indonesian food lover to serve quick and easy is by using ready- ingredient package which has paste form. Food Additional Material is a material added into food to influence characters or food shapes. Preservative in grilled spice are much and spread. By reviewing main ingredients which are more expensive per kilo, there are many household wives turn by buying ready-spice in market.
The research purpose is finding out preservative in Market of Malang city, considering
highest rate for preservative in various grilled spice, according to Minister of Health
Malang, 26 Maret 2016
938
Decree No. 033/Menkes/IX/2012 about additional food material, and developing this research as biology learning material. The research is descriptive qualitative. The research uses various spice (A,B,C,D,E,F,G,H, and I) and 3 repeats. Data analysis uses one-way variants analysis in significant rate 0.05 and additional test which is Duncan test.
Research shows that average rate of preservative 247 mg/kg in spice F in spice I is the highest rate from tested spice. ANAVA test shows difference in preservative difference in various grilled spice in Malang city. Duncan test shows each grilled spice has significant average rate. Comparison for preservative rate in various grilled spice with Ministry of Health decree no. 033/Menkes/IX/2012 shows the average of preservative is still below standard or still consumable.
Key words: spice, preservatives rate, Minister of Health Decree No: 033/Menkes/IX/2012.
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga dalam hidup. Seseorang rela melakukan apapun demi menjaga kesehatan tubuhnya. Salah satunya dengan mengkomsumsi makanan yang sehat, bergizi dan bebas dari zat aditif yang berbahaya di dalam setiap masakan makanan yang akan dimakan.
Masakan Indonesia, seperti rawon, soto, rendang dan lain-lain merupakan masakan yang tidak bisa disajikan dengan cepat, umumnya sangat rumit dalam pembuatan dan tidak dapat disajikan sangat cepat. Menurut (Julianingsih, 2003) saat ini banyak masyarakat yang menginginkan segala sesuatu serba instan, mudah, cepat, dan praktis. Demikian pula dalam masalah makanan, masyarakat lebih menyukai yang dapat diolah dan disajikan dengan cepat dan mudah tetapi juga sesuai dengan selera mereka masing-masing.
Salah satu bahan bantu mereka para pecinta masakan Indonesia untuk menyajikannya dengan cara cepat dan mudah adalah dengan menggunakan bumbu siap pakai yang ada dipasaran yang berbentuk pasta. Bumbu seperti itu mempunyai keanekaragaman bentuk, rasa, dan tekstur yang berbeda-beda. Bumbu-bumbu ini memang sangat praktis, namun karena kandungan airnya yang masih tinggi menyebabkan bumbu ini memiliki ketahanan yang relatif lebih rendah dan diperlukan bahan pengawet untuk dapat meningkatkan ketahanannya terhadap daya jual yang semakin tinggi. Selain itu untuk menarik banyak konsumen membeli, pedagang banyak yang menyalah gunakan perwarna sintesis untuk mewarnai produk mereka.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan (Yuliarti, 2007). Bahan tambahan makanan memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Banyak pula BTP mengakibatkan gangguan kesehatan bagi kita. Banyak sekali bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan. Banyak hal ingin dicapai oleh pedagang, seperti makanannya menjadi awet, sementara ia tidak mengetahui mengenai cara pengawetan makanan yang benar. Hal lain yang menyebabkan produsen menambahkan bahan berbahaya adalah tingkah laku konsumen itu sendiri. Sejumlah konsumen ingin makanan yang awet sehingga produsen terdorong menambahkan pengawet untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang
batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recornized as Safe),
zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya
Malang, 26 Maret 2016
939
yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2006).
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033/Menkes/per/IX/2012, semua Bahan Tambahan Panagan yang disalah gunakan merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan. Yakni Natrium Benzoat (pengawet). Tetapi penggunaannya masih terus digunakan oleh produsen dalam mengawetkan produk makanan dan minuman yang dihasilkannya seperti untuk mengawetkan terasi, gulali, kerupuk, saus tomat, bumbu giling dan minuman sirup (Cahyadi, 2006).
Makanan kemasan atau bermerk di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat.
Namun demikian, sangat disayangkan bahwa banyak sekali makanan kemasan yang diproduksi hanya mementingkan aspek selera konsumen tanpa menngindahkan aspek- aspek kesehatan (Yuliarti, 2007). Tidak semua makanan kemasan itu jelek buat tubuh, tetapi juga tidak semuanya baik. Hal itu tergantung jenis bahan makanan maupun bahan tambahan yang digunakan. Makanan kemasan memang sangat menolong bagi kita yang memiliki kesibukan sedemikian padat.
Bumbu giling merupakan bahan utama dalam tambahan untuk setiap masakan dirumah maupun ditempat umum yang menjual makanan (restoran, kantin, warung, dll.) dan tidak asing lagi bagi ibu-ibu yang selalu menggunakannya sebagai bahan utama masakan baik ditingkat pedesaan maupun perkotaan. Penggunaan pengawet pada bumbu giling sudah sangat banyak dan meluas. Dengan ditinjau dari harga bahan-bahan utama yang sekarang jauh lebih mahal perkilogram, banyak ibu-ibu rumah tangga yang beralih dengan membeli bumbu giling yang siap saji dipasaran.
Atas dasar tersebut peneliti bermaksud meneliti kandungan pengawet pada berbagai bumbu giling yang dijual di masyarakat dengan judul ―Analisis Kandungan Pengawet pada Berbagai Bumbu Giling di Pasar Kota Malang‖.
Dengan dasar judul penelitian diatas terdapat beberapa tujuan dan manfaat pelitian ini, yakni tujuan :
a. Untuk mengetahui perbedaan kandungan pengawet pada berbagai jenis bumbu giling dipasar kota Malang.
b. Untuk mengetahui kadar tertinggi pengawet pada berbagai bumbu giling di kota Malang.
c. Untuk mengetahui kadar pengawet pada berbagai jenis bumbu giling di pasar kota Malang sudah sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan RI nomor 033/Menkes/Per/IX/2012 mengenai bahan tambahan pangan.
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan informasi kepada masyarakat kemungkinan adanya perbedaan kadar pengawet pada berbagai jenis bumbu giling.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana pendidikan bagi
masyarakat agar lebih berhati-hati dan membatasi membeli bumbu instan (giling)
yang mengadung bahan pengawet.
Malang, 26 Maret 2016
940 METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk menggambarkan atau mendeskripsikan mengenai situasi atau kondisi serta menganalisis dan menyajikan data secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dengan demikian penelitian bertujuan mendeskripsikan dan mengolah hasil data kuantitatif kadar kandungan bahan pengawet sintesis pada bumbu giling. Waktu dan tempat penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2015 – 12 Januari 2016 di Balai Besar Laboratorium Surabaya.
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti yang memiliki kualitas dan karakter tertentu yang ditentukan oleh peneliti (Sugiyono, 2010). Adapun populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan bumbu giling yang dijual dipasar Kota Malang.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti atau yang diambil dengan cara atau teknik tertentu. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah bumbu kari dan bumbu soto di pasar Malang. Perlakuan setiap sampel diambil 3 yang digunakan 3 sampel Jadi total keseluruhan sampel ada 9 sampel. Perhitungan cara menentukan jumlah ulangan menurut Kemas (1993) adalah sebagai berikut:
(t-1) (r-1) ≥ 15 (9-1) (r-1) ≥ 15 8 (r-1) ≥ 15
11r ≥ 15+ 8 11r ≥ 23 r ≥ 23 / 8 r ≥ 2, 5
r = 3 (ulangan yang digunakan adalah 3 kali) n = t . r
= 9 . 3 = 27 sampel Keterangan : r : Replikasi
t : Treatmen (perlakuan) n : Jumlah sampel (perlakuan)
Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yaitu teknik pengambilan secara acak sehingga setiap satuan sampling yang ada dalam populasi mempunyai peluang yang sama tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi untuk dipilih kedalam sampel.
Lokasi pengambilan sampel yang berada di Kota Malang tempat di Pasar Kota Malang yang terdapat banyak pedagang yang menjual bumbu giling siap pakai.
Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi variabel
lain atau menghasilkan akibat pada variabel lain, yang pada umumnya berada dalam urutan
tata waktu yang terjadi lebih dulu (Martono, 2010). Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebasnya adalah Bumbu giling.
Malang, 26 Maret 2016
941
Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Martono, 2010). Dalam penelitian ini variabel tergantungnya adalah kadar pengawet.
Variabel kendali adalah unsur atau gejala yang sengaja dikendalikan supaya tidak mempengaruhi variabel bebas maupun variabel terikatnya. Variabel kendali dalam penelitian ini adalah jenis bumbu, tempat pengambilan di pasar.
Untuk mengetahui adanya kandungan zat pengawet dalam bumbu giling, peneliti menggunakan metode Titrasi.
Data Hasil Perhitungan Pengawet Bumbu Giling.
No Jenis
Bumbu
Bahan Tambahan Pangan
Pengawet
1 2 3
1 A
B C
2 D
E F
3 G
H I
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Anava One Way meliputi :
Untuk uji pengawet data yang diperoleh akan diolah dan dihitung menggunakan rumus. Kemudian dilanjutkan uji normalitas (untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal) dan uji homogenitas (untuk mengetahui apakahh warians datanya homogen), kemudian diteruskan dengan uji Anava 1-jalan (One Way Anava) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Untuk menentukan manakah perlakuan yang paling baik atau efektif maka dilajutkan uji Duncans 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai analisis kandungan bahan pengawet pada berbagai bumbu giling dipasar kota Malang yang dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2015 – 12 Januari 2016 di Balai Besar Laboratorium Surabaya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama hari 26 hari, hasil analisis
kandungan pengawet di berbagai bumbu giling yang dijual di beberapa pasar di kota
Malang dengan menggunakan metode sprektrofotometri yang dilakukan di Balai Besar
Laboratorium Surabaya, dapat diketahui pada Tabel 4.1 dan Grafik 4.1
Malang, 26 Maret 2016
942
Tabel 1.1 Data Pengamatan Kadar Pengawet pada Berbagai Bumbu Giling di pasar kota Malang
Jenis Bumbu Pengawet
Rerata dan SD
A 209,56 ± 4,571
B 195,41 ± 8,543
C 242,86 ± 3,515
D 209,43 ± 5,536
E 197,15 ± 5,645
F 247,08 ± 3,956
G 224,08 ± 7,571
H 207,13 ± 3,269
I 238,45 ± 4,592
Keterangan :
Jenis Bumbu A, B, dan C adalah bumbu Bali Jenis Bumbu D, E, dan F adalah bumbu Soto Jenis Bumbu G, H, dan I adalah bumbu Kari
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa hasil analisis berbagai jenis bumbu giling mempunyai kadar pengawet yang berbeda di pasar kota Malang. Kadar pengawet paling tinggi menunjukkan nilai rata-rata yaitu kadar pengawet F 247,08 mg/kg. Kadar pengawet yang terendah menunjukkan nilai rata-rata yaitu kadar pengawet B 195,41 mg/kg.
Berikut ini adalah bentuk deskripsi data rerata kadar pengawet pada berbagai jenis bumbu giling pada semua kelompok yang disajikan dalam bentuk Grafik sebagai berikut :
Gambar 1.1 Grafik rata-rata kadar kandungan pengawet di berbagai bumbu giling
Malang, 26 Maret 2016
943 Hasil Uji Asumsi
Uji asumsi pada penelitian ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan pada masing-masing perlakuan yang terdiri dari 9 perlakuan.
Berdasarkan hasil uji normalitas pada kadar pengawet dan kadar pewarna diketahui dengan melihat hasil Kolmogorov-Smirnov dengan syarat nilai Kolmogorov-Smirnov terletak diantara ±2. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semua data memenuhi syarat normalitas atau data berdistribusi normal.
Tabel 1.2 Uji Normalitas
Data Penelitian p-value Keterangan
Pengawet 0,794 Normal
Uji ini menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Dasar pengambilan keputusan dari uji ini yaitu menggunakan nilai signifikansi (p-value). Nilai signifikansi hasil pengujian yang lebih besar dari alpha sebesar 5% menunjukkan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal.
Berdasarkan Tabel 1.2 didapatkan nilai signifikansi (p-value) uji Kolmogorov- Smirnov data Pengawet 0,794 > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa data-data ini memiliki distribusi normal atau dapat dikatakan bahwa asumsi normalitas terpenuhi.
Tabel 1.3 Homogenitas Ragam
Data Penelitian Levene Statistics p-value Keterangan
Pengawet 1,095 0,410 Ragam homogen
Uji ini Homogenitas Ragam menggunakan metode Levene untuk menentukan data yang digunakan memiliki ragam yang sama antar perlakuan atau tidak. Dasar pengambilan keputusan uji ini adalah dengan menggunkan nilai signifikansi (p-value). Nilai signifikansi hasil pengujian yang lebih besar dari alpha sebesar 5% menunjukkan bahwa data yang digunakan memiliki ragam yang sama antar perlakuan.
Berdasarkan Tabel 1.3 didapatkan nilai signifikansi (p-value) Pengawet 0,410 >
0,05 sehingga disimpulkan ragam antar masing masing perlakuan adalah sama atau homogen atau dapat dikatakan bahwa asumsi homogenitas ragam terpenuhi.
Hasil Uji One Way Anova
Data yang diperoleh telah berdistribusi normal dan homogen, maka dapat dilanjutkan dengan Anova Satu Arah. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar pengawet pada berbagai jenis bumbu giling. Ringkasan data statistik one way anova terdapat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Ringkasan Hasil One Way Anova
Sig A F
hitF
tabelKeputusan
Kadar Pengawet 0,000 0,05 38,645 2,510 H
iditerima
Malang, 26 Maret 2016
944
Berdasarkan hasil one way anova pada Tabel 4.4 diketahui bahwa signifikansi kadar pengawet 0,000, karena 0,000 < 0,05 maka H
iditerima. Berdasarkan F
hitdan F
tabelmasing-masing yaitu pengawet 38,645 > 2,510, sehingga berbagai jenis bumbu mempunyai kadar pengawet berbeda.
Hasil Uji Duncan
Uji selanjutnya setelah one way anova yaitu dengan melakukan uji BJND dengan taraf signifikansi 5%. Ringkasan data statistik hasil uji BJND terdapat pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Ringkasan Hasil Uji Duncan pada Pengawet
Jenis Bumbu Pengawet
Rerata Notasi
B 195,42 a
E 197,15 a
H 207,13 b
D 209,43 b
A 209,56 b
G 224,08 c
I 238,45 d C 242,87 d F 247,08 d Keterangan :
Jenis Bumbu A, B, dan C adalah bumbu Bali Jenis Bumbu D, E, dan F adalah bumbu Soto Jenis Bumbu G, H, dan I adalah bumbu Kari
Keterangan : perlakuan yang notasi hurufnya sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BJND 5%
Berdasarkan Tabel 1.5 dapat diketahui perbandingan rata-rata kadar pengawet antar
perlakuan jenis bumbu. Perlakuan G memiliki notasi yang berbeda dengan yang lain, hal
ini berarti perlakuan ini memiliki kadar pengawet yang berbeda signifikan dengan
perlakuan yang lain. Pada perlakuan B dengan E terlihat memiliki notasi yang sama, hal ini
berarti kedua perlakuan ini memiliki kadar pengawet yang tidak berbeda signifikan. Notasi
yang sama juga ditunjukkan pada perlakuan H, D, dan A sehingga dapat dikatakan bahwa
ketiga perlakuan ini memiliki kadar pengawet yang tidak berbeda signifikan. Pada
perlakuan I, C, dan F juga memiliki notasi yang sama, jadi dapat dikatakan bahwa ketiga
perlakuan ini memiliki kadar pengawet yang tidak berbeda signifikan.
Malang, 26 Maret 2016
945
Ketersesuain Data Kadar Pengawet pada Berbagai Bumbu Giling dengan Standart Bahan Tambahan Pangan.
Tabel 1.6 Kadar Pengawet Berbagai Bumbu Giling Jenis
Bumbu
Bahan Tambahan Pangan
Pengawet rata-rata (x) (mg/kg)
1 2 3
A 214,54 205,55 208,60 209,5633 B 185,70 198,80 201,75 195,4167 C 245,75 238,95 243,90 242,8667 D 206,75 215,80 205,75 209,4333 E 190,85 201,75 198,85 197,1500 F 250,60 242,80 247,85 247,0833 G 225,64 230,75 215,85 224,0800 H 205,85 210,85 204,70 207,1333 I 235,65 235,95 243,75 238,4500 Keterangan :
Jenis Bumbu A, B, dan C adalah bumbu Bali Jenis Bumbu D, E, dan F adalah bumbu Soto Jenis Bumbu G, H, dan I adalah bumbu Kari
Berdasarkan Tabel 1.6, dapat dilihat bahwa hasil analisis berbagai jenis bumbu giling kadar pengawet rata-rata yaitu kadar pengawet 247,08 mg/kg sampai 195,41 mg/kg, hal ini menunjukkan kadar pengawet tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan 033/Menkes/Per/IX/2012 maupun SNI 01-354-1994 yaitu 1000 mg/kg (Kumara, 1986).
Hasil Analisis Data
Berdasarkan hasil perhitungan one way anava yang digunakan untuk menganalisis rumusan masalah pertama dapat dilihat bahwa nilai signifikansi kadar pengawet 0,000, karena 0,000 < 0,05 maka H
iditerima. Berdasarkan F
hitdan F
tabelmasing-masing yaitu pengawet 38,645 > 2,510, sehingga berbagai jenis bumbu mempunyai kadar pengawet berbeda.
Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap rerata kadar pengawet pada berbagai jenis bumbu giling yang digunakan untuk menganalisis rumusan masalah yang kedua dapat dilihat kadar paling tinggi pengawet 247,08 mg/kg.
Berdasarkan hasil analisis berbagai jenis bumbu giling kadar pengawet rata-rata yaitu kadar pengawet 247,08 mg/kg sampai 195,41 mg/kg, hal ini menunjukkan kadar pengawet tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan 033/Menkes/Per/IX/2012 maupun SNI 01-354-1994 yaitu 1000 mg/kg.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kandungan bahan
pengawet berbeda. Dilihat dari hasil pengukuran pengawet, nilai signifikansi kadar
Malang, 26 Maret 2016
946
pengawet 0,000, karena 0,000 < 0,05 maka H
iditerima. Berdasarkan F
hitdan F
tabelmasing- masing yaitu pengawet 38,645 > 2,510, sehingga berbagai jenis bumbu mempunyai kadar pengawet berbeda.
Bahan pengawet pada umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang memiliki sifat yang mudah rusak. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan yaitu suhu lingkungan, kadar air, oksigen, pH, relatif humidity (RH) dan water activity (Aw) (Winarno, 1984). Terdapat beberapa jenis pengawet, yaitu zat pengawet organik dan zat pengawet anorganik. Zat pengawet anorganik yang peroksida, nitrat dan nitrit. Untuk zat pengawet organik yang sering digunakan yaitu asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2006). Dan pengawet yang dilarang satu-satunya adalah formalin.
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 033/Menkes/Per/XI/2012 hasil data kadar pewarna dan kadar pengawet menunjukkan jenis bumbu masih layak dikomsumsi atau masih dibawah standart 1000 mg/kg. Pembatasan penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) bertujuan agar tidak terjadi keracunan. Konsumsi BTP berlebihan dalam suatu bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat berbahaya yang masuk ke dalam tubuh akan bertambah dengan semakin banyak dan seringnya mrngkonsumsi. Hal tersebut akan diperparah jika barengi dengan konsumsi makanan lain yang mengadung BTP juga (Lutfi, 2009)
Efektoksik yang disebabkan oleh makanan yang mengandung pewarna sintetis yangtidak diizinkan dapat timbul pada manusia karena golongan pewarna sintetiktersebut memang bukan untuk dimakan manusia. Efek ini tergantung padabanyaknya intake pewarna sintesik yang tidak diizinkan dan daya tahan seseorangkarena dalam tubuh manusia terdapt proses detoksifikasi di dalam tubuh. Laporangangguan kesehatan yang akut sebagai akibat mengonsumsi pewarna sintetis yang tidak diizinkan belum pernah diperoleh, karena diduga sulit mengenali penyakitini (Sumarlin, 2010).
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang ―Analisis Kandungan Bahan Pengawet dan Pewarna Sintesis Pada Berbagai Bumbu Giling di pasar kota Malang sebagai Bahan Ajar Biologi‖ dapat diambil kesimpulannya bahwa :
1. Terdapat perbedaan kadar pengawet di berbagai jenis bumbu giling di pasar kota Malang.
2. Kadar kandungan paling tinggi pengawet 247 mg/kg.
3. Kandungan pengawet yang telah diteliti masih layak dikonsumsi atau masih di bawah standart SK Menteri Kesehatan RI Nomor. 033/Menkes/Per/IX/2012 mengenai Bahan Tambahan Pangan yaitu < 600 mg/kg – 1000 mg/kg.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan dengan hasil yang didapat maka perlu adanya perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan dalam penelitian ini, diantaranya :
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bumbu giling bermerk dan tidak
bermerk mengenai pengolahan yang baik agar bumbu yang dihasilhan memiliki
kualitas yang lebih baik dan tidak tercemar oleh bahan-bahan berbahaya.
Malang, 26 Maret 2016