• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI(Brassica juncea L).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI(Brassica juncea L)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA

TANAMAN SAWI (Brassica juncea L)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Disusun Oleh

Mesa Septiana Wulandari NIM 13308141005

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN LMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“ Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai doa, karena sesungguhnya nasib seorang manusia tidak akan berubah dengan

sendirinya tanpa berusaha”

“Kerjakanlah, Wujudkanlah, Raihlah cita-citamu mulai dengan bekerja bukan

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta Nabi Muhammad SAW, saya mempersembahkan skripsi ini dengan segala cinta dan kasih kepada :

1. Ayahanda Mursid dan Ibunda Munawaroh yang menjadi panutan setiap perbuatan dan langkahku, yang memberikan segala kasih sayang, restu, motivasi dan pengorbanan baik moril maupun materi. Terimakasih atas doa dan dukungan yang tiada hentinya diberikan untukku hingga saat ini. 2. Kakek dan Nenekku tercinta yang selalu memberi semangat dan motivasi. 3. Tunanganku Muhammad Bayu Alamsyah yang selalu memberi semangat

dan selalu membantu saya dalam segala hal

4. Guru-guru sejak TK sampai SMA serta dosen-dosen perguruan tinggi, yang memberikan ilmu dan bimbingan dengan sabar dan ikhlas.

5. Teman-teman Biologi seangkatan yang selalu memberi canda tawa dalam belajar di kampus kita tercinta.

6. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat dan canda tawa. 7. Almamaterku, Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi,

(7)

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA

TANAMAN SAWI (Brassica juncea L)

Oleh :

Mesa Septiana Wulandari 13308141005

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) sebagai pengendali hama Spodoptera litura pada tanaman sawi caisim (Brassica juncea), persentase mortalitas Spodoptera litura, pemendekan hidup hama Spodoptera litura instar III menjadi pupa, pengaruh terhadap morfologi, tingkat kerusakan tanaman sawi caisim (Brassica juncea) dan berat basah (Brassica juncea) setelah pemberian ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete).

Jenis Penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 variasi dosis dan 5 kali pengulangan. Obyek penelitian ini adalah 125 ekor larva Spodoptera litura instar III yang dikumpulkan dari Balittas Malang, Jawa Timur. Ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) dibuat dari 100 gram daun Majapahit segar yang dicampur dengan 200 gram air dan 1 ml alkohol dan diendapkan selama 24 jam. Starter ekstrak daun Majapahit Crescentia cujete menjadi 5 variasi dosis yaitu 0%, 17,5%, 20%, 22,5% dan pestisida kimia. Penginfeksian hama dilakukan pada tanaman sawi yang berumur 21 hari setelah tanam di green house FMIPA, UNY. Tanaman sawi diinfeksikan masing-masing 5 ekor larva Spodoptera litura, perhitungan mortalitas larva dilakukan satu hari penyemrotan pestisida nabati.

Hasil uji statistik Oneway Anova diperoleh p=0,000 sehingga (p<0,05) artinya ada perbedaan yang nyata atau bermakna yaitu ekstrak daun Majapahit Crescentia cujete mengakibatkan mortalitas hama Spodoptera litura. Ekstrak daun Crescentia cujete pada dosis 22,5% adalah dosis yang paling efektif mengakibatkan kematian larva. Hasil uji Oneway Anova menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pemendekan hidup larva instar III menjadi pupa namun tidak berpengaruh terhadap morfologi, tingkat kerusakan dan berat basah tanaman sawi caisim (Brassica juncea).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hikmat dan anugerah-Nya sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana (S1) di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Efektivitas

Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) sebagai Pestisida Nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Sawi (Brassica juncea)”.

Ucapan terima kasih tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di program studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, UNY.

2. Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan IImu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi izin penelitian serta segala kemudahan yang diberikan.

3. Dr. Paidi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan IImu Pemgetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

(9)

5. Prof. Dr. IGP Suryadharma, selaku Dosen Pembimbing I tugas akhir skripsi yang telah memberikan bimbingan dan motivasi serta pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Dr. Ir Suhartini, MS., selaku Dosen Pembimbing II tugas akhir skripsi yang telah meluangkan waktu untuk penulis, memberikan bimbingan, pengarahan sekaligus motivasi dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini

7. Evy Yulianti S.Si.,M.Sc., selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberi masukan, bimbingan, motivasi dan semangat dari semester 1 sampai sekarang.

8. Bapak dan Ibu serta keluarga besar yang telah memerikan restu, doa dan motivasi sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan. 9. Muhammad Bayu Alamsyah, partner dalam segala hal yang selalu

membantu dan menyemangati saya.

10.Tantin Nurhidayah dan Rahmawati, partner skrispi yang selalu ada untuk bertukar pikiran.

11.Suci Fitriani dan Dewi Anjani, sahabat yang selalu menyemangati saya.

12.Teman-teman Biologi B’13 yang selalu menemani hingga sampai semester 8 ini

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

(10)

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnan tugas akhir skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat. Semoga Tuhan senantiasa memberikan limpahan rahmat dan keselamatan bagi kita semua.

Yogyakarta, April 2017

(11)

DAFTAR ISI

2. Kelebihan Pestisida Nabati ... 14

3. Kekurangan Pestisida Nabati ... 14

4. Prinsip Kerja Pestisida Nabati ... 15

5. Contoh tanaman yang untuk Pestisida Nabati ... 15

(12)

D. Tanaman sawi (Brassica juncea) ... 25

E. Hama Ulat Grayak Spodoptera litura ... 39

1. Klasifikasi ... 39

2. Siklus Hidup dan ciri-ciri Spodoptera litura ... 40

3. Gejala Serangan ... 43

F. Kerangka Berpikir ... 44

G. Hipotesis Penelitian ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

c. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman ... 51

d. Penyediaan Hama ... 51

e. Pelepasan Hama ... 51

f. Pembuatan Ekstrak Daun Majapahit ... 52

g. Pembuatan Dosis Ekstrak Daun Majapahit ... 52

h. Aplikasi Perlakuan ... 53

i. Perhitungan ... 54

F. Rancangan Tabel Pengamatan Harian………... 56

G. Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Pengaruh Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Presentase Mortalitas Hama Spodoptera litura ... 58

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura ... 58

(13)

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Mortalitas

Larva Instar III ... 62

4. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit

(Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III .. 63

B. Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Spodoptera litura yang Menjadi Pupa ... 72

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Larva Instar III

Spodoptera litura yang Menjadi Pupa ... 72

2. Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Siklus Hidup Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa ... 74

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak

Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Pemendekan Siklus Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa.. 75

4. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Pemendekan Siklus Larva

Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa ... 77

C. Pengaruh Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap

Morfologi Tanaman Sawi (Brassicca juncea) ... 80

D. Pengaruh Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap

Berat Basah Sawi (Brassica juncea) ... 83

1. Data Hasil Pengamatan Berat Basah Sawi ... 83

2. Data Hasil Analisis Statistik Berat Basah Sawi ... 84 3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Daun

(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pohon Majapahit ... 22

Gambar 2. Telur Spodoptera litura ... 40

Gambar 3. Larva Spodoptera litura ... 42

Gambar 4. Pupa Spodoptera litura ... 42

Gambar 5. Grafik Persentase Mortalitas menurut Dosis Ekstrak Daun Majapahit ... 64

Gambar 6. Grafik Persentase Mortalitas Spodoptera litura menurut Dosis dan Waktu Pengamatan ... 65

Gambar 7. Grafik Perubahan Fase larva instar III Spodoptera litura menjadi pupa ... 76

(16)

DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Pengamatan Harian Jumlah Mortalitas

hama Spodoptera litura... 48 Tabel 2. Rancangan Tabel Pengamatan Harian Jumlah Mortalitas

Hama Spodoptera litura ... 56 Tabel 3. Rancangan Tabel Pengamatan Harian Larva menjadi Pupa

Spodoptera litura ... 57 Tabel 4. Pengamatan Harian Jumlah Mortalitas Hama Spodoptera litura

... 58 Tabel 5. Hasil Analisis Statistik Mortalitas Spodoptera litura ... 61 Tabel 6. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit

(Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III

Spodoptera litura.. ... 62 Tabel 7. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit

(Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III ... 63 Tabel 8. Pengamatan Harian Jumlah Larva yang Menjadi Pupa ... 72 Tabel 9. Presentase Pemendekan Siklus Hidup Larva menjadi Pupa ... 74 Tabel 10. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak

Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Pemendekan Siklus Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa ... 75 Tabel 11. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit

(Crescentia cujete) terhadap Pemendekan Siklus Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa... 77 Tabel 12. Morfologi Tanaman Sawi Berdasarkan Pengamatan Warna,

Bentuk Daun dan Banyaknya Daun Berlubang ... 80 Tabel 13. Berat Basah Tanaman Sawi ... 83 Tabel 14. Presentase Rata-Rata Berat Basah Sawi ... 84 Tabel 15. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak

Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Berat Basah

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang merupakan komponen penting dalam pengendalian hama terpadu perlu dicari penggantinya. Alternatif yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., 1992).

(19)

Tanaman sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Serangan berat organisme pengganggu pada tanaman menyebabkan daun rusak atau habis termakan sehingga dapat menurunkan produksi sampai mematikan tanaman. Hama ulat pemakan daun Spodoptera sp. paling banyak menyerang tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 80 % (Sriniastuti, 2005). Pengendalian ulat pemakan daun oleh petani masih tergantung pada penggunaan insektisida sintetik yang diyakini praktis dalam aplikasi dan hasil pengendalian jelas terlihat. Namun, petani cenderung menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan, sehingga penggunaan pestisida perlu dikelola dan dikendalikan secara efektif dan aman bagi lingkungan (Haryanto, 2003).

(20)

hama ulat yang menyerang tanaman sawi yaitu ulat Grayak (Spodoptera litura) dan (Plutella xylostella) (Anonim, 2008), namun ulat grayak (Spodoptera litura) lebih banyak merusak tanaman sawi karena pada fase instar III ulat tersebut lebih rakus dan tidak hanya makan daun sawi namun batang sawi juga.

(21)

dasarnya pun relatif mudah didapat, sehingga para petani diharapkan mampu mengaplikasikannya dan tidak bergantung lagi pada penggunaan pestisida kimiawi. Dengan modal usaha yang kecil petani dan kelompok usaha kecil bisa memanfaatkan bahan alam sebagai bahan pestisida dan obat-obatan tanaman. mudah hanya memerlukan ketelatenan, selain itu biayanya pun sangatmurah (Novizan, 2002).

Salah satu tumbuhan yang diperkirakan berpotensi sebagai pestisida nabati adalah tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete) yang selama ini dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional untuk luka bakar dan diare. Dalam penelitian lain menjelaskan bahwa kandungan kimia yang terdapat pada batang Majapahit ( Crescentia cujete) adalah saponin dan polifenol, kandungan pada buah yaitu : tannin dan polifenol, sedangkan daun Majapahit mengandung saponin, alkaloid, terpenoid, tannin dan flavonoid.

(22)

kehilangan air. Saponin juga dapat merendahkan tegangan permukaan. Selain masuk melalui kutikula, saponin masuk melalui makanan yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses biologi tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat produktivitas kerja enzim kimotripsin yang mengakibatkan terganggunya sistem pencernaannya. Saponin juga dapat menurunkan aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan.

Cara kerja alkaloid adalah mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan juga dapat mengganggu sistem kerja syaraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase. Terjadinya perubahan warna pada tubuh larva menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh larva yang melambat bila dirangsang sentuhan serta selalu membengkokkan badan disebabkan oleh senyawa alkaloid sedangkan flavonoid dapat menyebabkan cacat bakar dan amat beracun. Kandungan tannin pada daun maja inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengendalian dengan pestisida nabati. Kandungan tannin inilah yang menyebabkan daun maja memiliki rasa yang pahit atau sepet. Terpenoid bersifat racun perut yag dapat membunuh hama sasaran dengan cara masuk kedalam pencernaan melalui makanan yang hama makan (Linda, 2013)

(23)

cujete) sebagai Pestisida nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Sawi (Brassica juncea).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang sudah diuraikan, maka dapat di identifikasi permasalahan-permasalahan penelitian antara lain:

1. Permasalahan cara pengendalian hama Spodoptera litura yang berwawasan lingkungan.

2. Jenis tanaman yang mengandung bahan aktif sebagai pestisida nabati.

3. Dosis ekstrak daun Majapahit yang paling berpangaruh terhadap mortalitas Spodoptera litura.

4. Efektivitas ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) dalam mengendalikan hama Spodoptera litura.

5. Pengaruh yang ditimbulkan akibat paparan ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap hama Spodoptera litura.

6. Pengaruh ekstrak daun Majapahit terhadap berat basah sawi (Brassica juncea)

C. Batasan Masalah

(24)

pupa, serta pengaruh ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman sawi dengan membandingkan antara masing-masing dosis perlakuan.

D. Rumusan Masalah

1. Berapakah dosis optimal ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura, pemendekan siklus larva instar III menjadi pupa, tingkat kerusakan dan berat basah sawi?

2. Berapakah kematian hama Spodoptera litura setelah pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete)?

3. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap pemendekan fase hama Spodoptera litura instar III menjadi pupa?

4. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman sawi (Brassica juncea) ?

(25)

E. Tujuan

1. Mengetahui dosis optimal ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura, pemendekan siklus larva instar III menjadi pupa, tingkat kerusakan dan berat basah sawi

2. Mengetahui kematian hama Spodoptera litura setelah pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete)

3. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap pemendekan fase hama Spodoptera litura larva instar IIImenjadi pupa

4. Mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap tingkat kerusakan tanaman sawi (Brassica juncea)

(26)

F. Manfaat

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian eksperimen ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian mengenai manfaat ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) sebagai pestisida nabati dan pengendali hama Spodoptera litura.

2. Bagi Masyarakat

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi masyarakat mengenai manfaat ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan serangan hama Spodoptera litura.

(27)

G. Batasan Operasional

a. Benih sawi (Brasicca juncea) yang digunakan adalah benih sawi caisim yang lulus hasil uji KEPMENTAN No: 254/Kpts/TP.240/5/2000.

b. Tanaman sawi (Brasicca juncea) yang akan diinfeksikan adalah tanaman sawi yang berumur 21 hari.

c. Hama yang digunakan adalah larva instar III Spodoptera litura. Larva instar III Spodoptera litura mempunyai ciri-ciri: memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm, yang diinfeksikan pada masing-masing tanaman

sawi caisim (Brasicca juncea) yang ditanam di polybag berjumlah 5 larva.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Hama Terpadu

1. Pengertian

(Pengelolaan Hama Terpadu) (PHT) merupakan suatu cara pendekatan berdasarkan pertimbangan ekonomi, ekologi dan sosial dalam rangka pengelolaan agro ekosistem secara keseluruhan. Dalam berbudidaya kita tidak pernah terlepas dari masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yaitu Hama. Permasalahan tersebut menjadi sebuah dilema bagi petani sampai akhirnya kebanyakan petani memilih pestisida kimia untuk memberantas OPT tersebut tanpa memperhatikan akibat yang akan di alaminya seperti Resistensi (kekebalan hama), Resurjensi (ledakan hama), matinya musuh alami seperti burung, belalang dan ular (Untung, 1993).

2. Sejarah dan Perkembangan PHT

Upaya peningkatan produksi padi secara nasional sudah

dimulai sejak 1969 melalui Program Bimas Gotong Royong, dengan

menerapkan teknologi panca usaha secara parsial berupa varietas

unggul IR5 dan IR8, pemupukan, dan penyemprotan hama dari udara.

(29)

ton pada tahun 1969 dari 11,67 juta ton pada tahun 1968. Pada tahun

1970 diterapkan panca usaha lengkap dengan menambah komponen

teknologi pengairan sehingga produksi padi terus meningkat dengan

makin meluasnya areal pertanaman padi ajaib IR5 dan IR8 (Satari,

1983). Penerapan konsep PHT secara seksama dimulai pada tahun

1976 dan sejak tahun 1989 dikembangkan program PHT. Program

tersebut telah membawa Indonesia diakui oleh dunia internasional

berhasil mengembangkan PHT. Dukungan politik bagi pengembangan

PHT secara luas dapat dilihat dari Instruksi Presiden No.3 tahun 1986

yang melarang 57 formulasi pestisida pada tanaman padi (Untung,

2000). Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan PHT tentu

tidak terlepas dari peran aktif berbagai pihak, termasuk petani sendiri.

Dalam periode 1989-1999 melalui program Sekolah Lapang PHT

(SLPHT) Departemen Pertanian berhasil melatih lebih dari satu juta

petani, khususnya untuk tanaman padi dan tanaman pangan lainnya.

Hal ini tentu penting artinya dalam meningkatkan kesejahteraan petani

melalui PHT dalam praktek pertanian yang baik.

B. Pestisida Nabati

1. Pengertian

(30)
(31)

2. Kelebihan Pestisida Nabati

1. Teknologi pembuatannya lebih mudah dan murah, sehingga memungkinkan untuk dibuat sendiri dalam skala rumah tangga. 2. Pestisida nabati tidak menimbulkan efek negatif bagi

lingkungan maupun terhadap makhluk hidup, sehingga relatif aman untuk digunakan.

3. Tidak beresiko menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga, tanaman yang diaplikasikan pestisida nabati jauh lebih sehat dan aman dari pencemaran zat kimia berbahaya. 4. Tidak menimbulkan resistensi (kekebalan) pada hama, dalam

artian pestisida nabati aman bagi keseimbangan ekosistem. 5. Hasil pertanian yang dihasilkan lebih sehat serta terbebas dari

residu pestisida kimiawi.

3. Kekurangan Pestisida Nabati

1. Daya kerja pestisida nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat.

2. Pada umumnya tidak membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi tidak mendekati tanaman budidaya.

3. Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar matahari.

(32)

hambatan tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan komersil.

5. Perlu dilakukan penyemprotan yang berulang-ulang. (Hendayana, 2010)

4. Prinsip Kerja Pestisida Nabati

Prinsip kerja pestisida nabati (Hendayana, 2010) :

a. Merusak perkembangan telur, larva dan pupa. b. Menghambat pergantian kulit.

c. Mengganggu komunikasi serangga. d. Menyebabkan serangga menolak makan. e. Menghambat reproduksi serangga betina. f. Mengurangi nafsu makan.

g. Mengusir serangga.

h. Menghambat perkembangan patogen penyakit.

5. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai Pestida Nabati 1. Mimba (Azadirachta indica)

(33)

prosesganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu, daun dan biji mimba juga berperan sebagai pemandul. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif antara lain azadirachtin, salannin, azadiradion, salannol, gedunin, nimbinen dan deacetyl nimbinen. Dari beberapa komponen aktif tersebut ada empat senyawa yang diketahui berfungsi sebagai pestisida yaitu azadirachtin, salannin, nimbinen dan meliantriol. Efektif untuk mengendalikan serangga bertubuh lunak (200 spesies) antara lain belalang, thrips, ulat, kupu-kupu putih, dll. Ekstrak mimba sebaiknya disemprotkan pada tahap awal dari perkembangan serangga, disemprotkan pada daun, disiramkan pada akar agar bisa diserap tanaman dan untuk mengendalikan serangga di dalam tanah. Di samping itu dapat juga untuk mengendalikan jamur (fungisida) pada tahap preventif, menyebabkan spora jamur gagal berkecambah. Jamur yang dikendalikan antara lain penyebab: embun tepung, penyakit busuk, cacar daun/kudis, karat daun, bercak daun dan mencegah bakteri pada embun tepung (Marianah, 2013).

2. Tembakau (Nicotiana tabacum)

(34)

antara 6%-18%,dan kandungan tertinggi terdapat didaun. Pemanfaatan : sebagai insektisida nabati, digunakan sebagai racun perut dan pernapasan. Hama yang dikendalikannya terutama serangga berukuran kecil dan bertubuh lunak, seperti ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali jamur (fungisida) (Ngasih, 2014).

3. Babadotan (Ageratum conyzoides)

Kandungan kimia yang terkandung adalah saponin, flavonoid, polivenol, kumarine, eugenol 5%, HCN dan minyak atsiri. Ekstrak daun babadotan berfungsi sebagai penolak (repellent) dan penghambat perkembangan serangga hama (Setiawati, Murtiningsih, Gunaeni dan Rubiati, 2008)

4. Cengkeh (Syzygium aromaticum)

(35)

0,4%, sedangkan tepung bunga 0,2%. Populasi P.capsici dalam tanah menurun dan populasi jamur tanah meningkat dengan pemberian minimal 1% tepung bunga. Pemakaian minyak dan eugenol untuk maksud yang sama adalah 200 ppm dan 300 ppm. Minyak cengkeh juga menekan pertumbuhan Pseudomonas solanacearum pada keluarga terung-terungan. Pemberian tepung daun cengkeh sebanyak 5% ke dalam tanah menekan 69% serangan Fusarium oxysporum jamur penyebab penyakit busuk batang pada vanili (Ngasih, 2014).

5. Daun Pepaya (Carica papaya)

Kandungan bahan aktif : daun pepaya mengandung zat aktif enzim papain, alkaloid, dan glikosid. Papain adalah enzim hidrolase sistein protease yang ada pada getah tanaman papaya, baik di daun, batang maupun buahnya. Getah pepaya mengandung sedikitnya tiga jenis enzim yaitu papain (10%), khimopapain (45%), dan lisozim (20%).Ekstrak daun papaya efektif untuk mengendalikan hama ulat, hama penghisap, aphid, rayap, hama kecil, dan ulat bulu (Marianah, 2013).

(36)

Kandungan bahan aktif mindi mirip seperti mimba, yaitu: azadirachtin, triol, dan salanin. Tanaman mindi banyak dimanfaatkan untuk pestisida nabati. Bagian tanaman mindi yang dapat digunakan untuk pengendalian hama adalah daunnya, biji/buahnya, dan kulitnya. Mindi dapat digunakan untuk pestisida nabati, untuk mengusir atau penolak hama, menghambat hama untuk bertelur, insektisida, dan menghambat perkembangan cendawan Mindi juga mengandung racun kontak dan racun perut bagi serangga sasaran. Hama sasaran yang bisa dikendalikan yaitu Aphis citri, ulat grayak Spodoptera sp., Spodoptera eridania, ulat jarak Spodoptera littoralis, belalang Locusta migratoria, Ulat kuncung tembakau Helicoverpa virescens, Wereng punggung putih Sogatella furcifera dan hama gudang Ephestia cautella, Rhizopertha domonica. Mindi tidak mempunyai efek racun pada laba-laba, sedikit meracuni kepik predator wereng coklat Cyrtorhinus lividipennis, tetapi mampu meracuni manusia dan binatang menyusui lainnya (Marianah, 2013).

6. Jarak (Ricinus communis)

(37)

risinin, risin, dan lipase. Daun jarak mengandung saponin, senyawa-senyawa flavonoida, astragalin, reiniutrin, risinin dan vitamin C. Akar jarak memiliki kandungan kimia metiltrans-2-dekena-4,6, 8-trinoat dan 1- tridekena-3,5,7,9,11-pentin-beta-sitosterol. Pemanfaatan : ekstrak biji jarak dapat mengendalikan hama secara umum (Setiawati dkk, 2008).

7. Daun Sirsak (Annona muricata)

(38)

C. Daun Majapahit

1. Klasifikasi

Crescentia cujete adalah suatu jenis temu-temuan dengan taksonomi sebagai berikut: (Steenis, 1974)

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales Familia : Bignoniaceae Genus : Crescentia Spesies : Crescentia cujete 2. Morfologi Tanaman

a. Batang

(39)

Gambar 1. Pohon majapahit b. Daun dan bunga

Daunnya mejemuk, menyirip, lonjong, tepi rata, ujung membulat, pangkal meruncing, panjang 10-15 cm, lebar 5-7 cm, bertangkai pendek bewarna hijau dan pertulangan daunnya menyirip. Bunga simetris tunggal di cabang dan ranting, kelopak mula-mula menutup (kelopak air) kemudian terbelah bentuk upih. Mahkota bentuk bibir, tabung mahkota membengkok bentuk lonceng. Panjang putik 2 cm, kepala putik berbentuk corong, bewarna putih sedangkan benang sari ada 4 buah. Perbungaannya berbentuk tandan keluar dari ketiak daun, bergerombol dan kelopak bunga berbentuk segi tiga, berwarna kehijau hijauan hingga putih (Sunarto, 1992).

c. Buah dan Biji

(40)

3. Ekologi dan Penyebaran

Tanaman Crescentia cujete tumbuh di daerah Asia yang beriklim tropis

dari India sampai Indonesia. Tanaman majapahit dapat tumbuh di dataran

rendah hingga ketinggian 1300 m di atas permukaan laut (Raharjoet al.,

2004).

4. Kandungan Kimia

Penelitian tentang uji fitokimia kandungan buah majapahit oleh (Ejelonu, et al., 2011) dan (Ogbuagu, 2008), memperoleh hasil bahwa buah majapahit mengandung senyawa flavonoid, tanin. Berdasarkan hasil uji fitokimia yang telah dilakukan, ekstrak daun majapahit mengandung senyawa, flavonoid, saponin, tanin, terpenoid, dan alkaloid.

Menurut panelitian (Linda, 2013) tentang uji toksisitas ulat grayak dari hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa di daun majapahit (Crescentia cujete) mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin. Senyawa terpenoid tersebut bisa bersifat sebagai antifeedant atau penolak makan yang mempunyai bau menyengat sehingga larva menurun nafsu makannya dan kekurangan nutrisi sehingga menyebabkan mortalitas pada larva.

(41)

masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju daerah sasaran. Masuknya saponin mengakibatkan rusaknya lilin pada lapisan kutikula sehingga menyebabkan kematian karena larva mengalami banyak kehilangan air. Selain masuk melalui kutikula, saponin masuk melalui makanan yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses biologi tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat produktivitas kerja enzim kimotripsin yang mengakibatkan terganggunya sistem pencernaannya, terhambat perkembangannya dan akhirnya mati jika tingkat penghambatan pencernaan relatif tinggi. Saponin juga dapat menurunkan aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan.

Cara kerja alkaloid adalah mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan juga dapat mengganggu sistem kerja syaraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase. Terjadinya perubahan warna pada tubuh larva menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh larva yang melambat bila dirangsang sentuhan serta selalu membengkokkan badan disebabkan oleh senyawa alkaloid.

(42)

5. Penggunaan

Daun majapahit dapat digunakan sebagai obat tradisional antara lain: penurun gula darah, kudis, borok, diare, luka, pestisida pada hama (Linda,2013).

D. Tanaman Sawi 1. Klasiikasi

Sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili Cruciferae (brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologi tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Klasifikasi tanaman sawi menurut (Cahyono, 2003):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Angiospermae Ordo : Papavorales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica

(43)

2. Morfologi Tanaman

Sistem perakaran sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar kesemua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan zat makanan daridalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman (Heru dan Yovita, 2003).

Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserat (roset) hingga sukar membentuk krop (Sunarjono, 2004). Sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah.

(44)

3. Syarat Tumbuh Tanaman Sawi

Sawi pada umumnya banyak ditanam didataran rendah. Tanaman ini selaintahan terhadap suhu panas (tinggi) juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia (Haryanto dan Tina, 2002).

1. Keadaan iklim

Keadaan iklim yang perlu mendapat perhatian didalam menentukan lokasi usaha tani sawi adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan penyinaran cahaya matahari.

a. Suhu udara

(45)

mempengaruhi pertumbuhan sawi. Jika suhu tidak sesuai maka pertumbuhannya tidak akan berjalan dengan baik, karena terhambatnya proses fotosintesis yang dapat mengakibatkan terhentinya produksi pati (karbohidrat) dan respirasi meningkat. Keadaan iklim yang perlu mendapat perhatian didalam menentukan lokasi usaha tani sawi adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan penyinaran cahaya matahari lebih besar. Jika suhu sesuai dengan daerah yang dikehendaki, maka tanaman sawi dapat melakukan fotosintesis dengan baik untuk pembentukan karbohidrat dalam jumlah yang besar, sehingga sumber energi lebih tersedia untuk proses pernapasan (respirasi), pertumbuhan tanaman (pembesaran dan pembentukan sel-sel baru, pembentukan daun), dan produksi (kualitas daun baik).

b. Kelembaban udara

(46)

berpengaruh terhadap proses penyerapan unsur hara oleh tanaman yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman.

c. Curah hujan

Tanaman sawi dapat ditanam sepanjang tahun (sepanjang musim). Curah hujan yang cukup sepanjang tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersediaan air tanah mencukupi. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi adalah 1000-1500 mm/tahun. Daerah yang memiliki curah hujan sekitar 1000-1500 mm/tahun yakni daerah dengan ketinggian 1000-1500 m dpl. (Cahyono, 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.

d. Penyinaran cahaya matahari

Tanaman dapat melakukan fotosintesis serta memerlukan energi yang cukup. Cahaya matahari merupakan energi yang diperlukan untuk tanaman dalam melakukan fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar antara 350 cal / cm2- 400 cal

/cm2 setiap hari (Cahyono, 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa

(47)

cukup memerlukan panjang penyinaran matahari (fotoperiodisitas) 12-16 jam setiap hari.

2. Keadaan tanah

(48)

4. Aspek produksi

Menurut Haryanto dan Tina (2002), kegiatan budidaya sawi

meliputi tahapan sebagai berikut :

1. Pengolahan tanah

(49)
(50)

kemudian tanah diratakan dan membuat bedengan. Bedengan ini berfungsi untuk memberikan perlakuan pada tanaman agar tumbuh lebih teratur dan baik. Bedengan sebaiknya dibuat memanjang dari arah timur ke barat agar tanaman dapat menerima cahaya matahari yang perlu untuk pertumbuhan tanaman.

2. Pembibitan

(51)

3. Penanaman

Bedengan penanaman sawi dibuat dengan ukuran 120 cm dan panjang sesuai dengan ukuran petak tanah. Tinggi bedengan penanaman ini dibuat sekiar 20-30 cm dengan jarak antar bedengan 30 cm. Jarak antar bedengan ini bertujuan sebagai parit drainase dan tempat lalu lalang pekerja. Satu minggu sebelum penanaman sawi dilakukan, bedengan penanaman ditaburi serta diaduk dengan pupuk kandang, TSP, dan KCL yang dosisnya berturut-turut 10 ton, 100 kg, dan75 kg per ha lahan. Jarak tanam antar tanaman adalah 20 x 20 cm sampai dengan 30 x 30 cm.

(52)

dengan hati-hati. Selanjutnya lubang dirapikan dan tanahnya sedikit dipadatkan pada pangkal batang.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan adalah tahapan kerja yang terpenting dalam pembudidayaan tanaman. Hasil yang optimal hanya akan dicapai apabila pemeliharaan tanaman dilakukan secara baik. Tindakan pemeliharaan ini meliputi penyiraman, panjarangan, penyulaman, penyiangan dan pengemburan, pemupukan tambahan, serta pengendalian hama dan penyakit.

a. Penyiraman

(53)

Penyiraman dapat dilakukan dengan menggunakan gembor, pipa penyemprot, sprinkler, atau dengan sistem leb. Sistem leb ialah memasukkan air ke areal melalui parit drainase selama beberapa waktu (2-8 jam), tergantung kebutuhan dan situasi kekeringan. Namun, penyiraman dengan gembor hingga air cukup membasahi tanah pada pagi dan sore hari umunya sudah memadai.

b. Penjarangan

Penanaman sawi yang tanpa melalui tahap pembibitan pada umumnya tumbuh tidak teratur. Jika hal ini dibiarkan dan tidak dilakukan penjarangan makaakan menyebabkan adanya persaingan dalam mengambil unsur hara dalam tanah. Penjarangan ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas dan hasil sawi yang baik. Penjarangan dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh berdekatan atau terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur, untuk penanaman bibit dengan jarak tanam yang sudah ditentukan misalnya 20 x 20 cm atau 40 x 40cm.

c. Penyulaman

(54)

dan tingkat pertumbuhan tanaman yang sudah tumbuh dengan baik di bedengan penanaman dengan tanaman sulaman tidak berbeda jauh. Cara penyulaman cukup sederhana dan muda, tanaman yang mati dibuang dengan cara dicabut kemudian lubang penanaman dibuat pada bekas tempat penanaman sebelumnya, selanjutnya tanaman sulaman ditanam sebagai penggantinya.

d. Penyiangan, penggemburan dan pengguludan

(55)

parit drainase sebagai sarana pelancar kelebihan air. Pengguludan dilakukan dengan cara menaikan tanah yang jatuh kebagian parit pengairan kebedengan semula.

e. Pemupukan tambahan

Pupuk tambahan diberikan pada saat 3 minggu setelah tanam yaitu urea dengan dosis 50 kg per ha. Pupuk TSP dan KCl tidak terlalu dibutuhkan untuk pemupukan tambahan ini hal ini dikarenakan sawi merupakan sayuran daun yang lebih membutuhkan pupuk untuk membantu pertumbuhan daun, sehingga pupuk urea yang lebih penting dan lebih dibutuhkan sebagai pupuk tambahan. Pemberian urea sebagai pupuk tambahan dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali atau dapat juga dengan melarutkan pupuk urea tersebut dengan air, lalu disiramkan pada bedengan penanaman dengan perbandingan 25 g pupuk urea dilarutkan dalam 25 liter air untuk 5 meter bedengan.

5. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan)

(56)

serta menjaga kesehatan tanaman dan kelestarian lingkungan hidup danaman konsumsi. Pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT, harus diawali dengan pengenalan jenis hama dan penyakit yang ada pada tanaman sawi, sehingga pada saat pelaksanaan pengendalian OPT dapat dilakukan dengan tepat.

E. Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura)

1. Klasifikasi ulat grayak

Klasifikasi hama ulat grayak menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

Kingdom :Animalia Class :Insecta Ordo :Lepidoptera Famili : Noctuidae Genus : Spodoptera Spesies :Spodoptera litura

2. Siklus Hidup dan Ciri-ciri Ulat Grayak (Spodoptera litura)

(57)

Tenrirawe dan Talanca, 2008). Stadia telur berlangsung selama 3 hari (Rahayu dkk, 2009).

Gambar 2. Telur Spodoptera litura ( Sumber Cardona et al., 2007)

Telur menetas menjadi larva selama 3 hari. Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al. , 2007) Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al.,2007).

(58)

terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua - dua. Larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig - zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat, kelima dan keenam agak sulit dibedakan. Panjang tubuh instar ke empat 13 - 20 mm, instar kelima 25 - 35 mm dan instar ke enam 35 - 50 mm. Mulai instar keempat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan (Pracaya, 2005).

(59)

Gambar 3. Larva Spodoptera litura ( Sumber Dokumentasi pribadi)

Setelah cukup dewasa, yaitu kurang lebih berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong. Masa pupa berlangsung di dalam tanah dan dibungkus dengan tanah (Kalsoven, 1981). Pupa berada di dalam tanah atau pasir, pupa berbentuk oval memanjang dan berwarna cokelat mengkilat. Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari (Cardona et al., 2007) . Setelah 9 - 10 hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa (Balitbang, 2006).

(60)

3. Gejala Serangan

(61)

F. Kerangka Berpikir

Penggunaan pestisida merupakan salah satu cara pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang sering dikenal dengan sebutan hama. Petani masih sering menggunakan pestisida sintetik untuk mengendalikan hama pada tanaman, hal ini bertentangan dengan program Pemerintah yaitu dengan mengedepankan pertanian organik.

Penggunaan pestisida sintetik menunjukkan hasil yang sangat efektif dan efisien, tetapi penggunaan pestisida kimia atau sintetik ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan permasalahan baik dalam aspek lingkungan seperti mengakibatkan resistensi hama, meninggalkan residu di dalam tanah, air, udara serta berdampak pada kesehatan manusia yang mengkonsumsi bahan makanan yang terkena pestisida tersebut.

(62)

G.

Pestisida Sintetis:

- Hama menjadi resisten

- Meningkatkan residu

berbahaya pada lingkungan (air, tanah, udara)

- Membahayakan kesehatan manusia

Diperlukan pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama resisten, tidak meninggalkan residu berbahaya bagi lingkungan dan aman dikonsumsi bagi manusia

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mengurangi penggunaan pestisida sintetis dan mengintroduksi penggunaan pestisida nabati

Pestisida nabati dengan menggunakan ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) mengandung senyawa saponin, alkaloid, tannin, terpenoid dan flavonoid. (Linda,2013)

Terpenoid Tanin Saponin Alkaloid Flavonoid

Sawi (Brassica juncea) Ulat grayak (Spodoptera litura)

(63)

H. Hipotesis Penelitian

1. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap mortalitas hama, pemendekan hidup larva instar III menjadi pupa, morfologi tanaman, tingkat kerusakan dan berat basah tanaman sawi.

2. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka tingkat mortalitas akan semakin tinggi.

3. Ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) berpengaruh terhadap pemendekan hidup hama Spodoptera litura instar III menjadi pupa. 4. Semakin tinggi dosis ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap morfologi tanaman sawi dan tingkat kerusakan akan semakin sedikit.

(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

(65)

- Gunting

a. Variabel Bebas : Dosis ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete), yaitu dosis 0%, 5 %, 10%, 15% dan 20%.

Berdasarkan perlakuan pada uji pendahuluan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Tabel Uji Pendahuluan Hasil Pengamatan Harian Jumlah Mortalitas hama Spodoptera litura

Keterangan :Penyemprotan 1 : Rabu, 1 Februari 2017 Penyemprotan 2 : Jum’at, 3 Februari 2017

Pengamatan ke 1: Kamis, 2 Februari 2017 Pengamatan ke 2: Sabtu, 4 Februari 2017

(66)

penelitian sesungguhnya digunakan konsentrasi tersebut dibawah 20 % (17,5%) dan diatas 20% (22,5%).

b. Variabel Terikat : Persentase mortalitas hama Spodoptera litura c. Variabel Kontrol : cara pengekstrakan, lama perendaman benih, umur

hama Spodoptera litura, umur bibit sawi dan jenis tanaman sawi. b. Uji Sesungguhnya

a. Variabel Bebas : Dosis ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete), yaitu dosis 0%, 17,5%, 20%, 22,5% dan pestisida kimia

b. Variabel Terikat : Persentase mortalitas hama Spodoptera litura, pemendekan fase hama Spodoptera litura instar III menjadi pupa, ada tidaknya perubahan morfologi tanaman sawi, tingkat kerusakan tanaman sawi caisin (Brassica juncea) dan berat basah sawi (Brassica juncea).

c. Variabel Kontrol : cara pengekstrakan, lama perendaman benih, umur hama Spodoptera litura, umur bibit sawi dan jenis tanaman sawi. D. Rancangan Penelitian

(67)

selama 24 jam. Hasil campuran saringan tersebut yang digunakan sebagai starter ekstrak daun majapahit.

E. Prosedur Kerja

1. Penyemaian Bibit Sawi

Penyemaian bibit sawi dilakukan dengan menggunkan biji. Biji sawi tersebut direndam menggunakan air, kemudian memilih antara biji yang tenggelam dan mengapung. Biji yang tenggelam adalah biji yang terbaik untuk dilakukan penyemaian.

Media tanaman yang digunakan adalah tanah dan pupuk kompos. Media tanam di masukkan ke dalam kotak-kotak tray, setiap kotak tray berisi 2 biji sawi. Penyemaian dilakukan selama 14 hari dengan penyiraman yang dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari pada pukul 09.00 WIB dan 15.30 WIB serta dilakukan pengendalian hama secara normal.

2. Persiapan Media Tanam

(68)

merombak bahan organik yang sulit diserap oleh tanaman. Campuran media tanam tersebut dimasukkan di dalam polibag yang berukuran 35x35 cm.

3. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Sawi

Bibit yang telah mempunyai 3-4 helai daun, tidak terinfeksi penyakit dan hama, dipindahkan dalam 25 polibag. Masing-masing polibag berisi satu bibit sawi, setelah sawi memasuki umur 7 hari setelah tanam, maka dilakukan pemberian pupuk kompos untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan sawi. Pemeliharaan meliputi penyiraman 2 kali sehari pagi dan sore serta dilakukan pengendalian hama secara manual.

4. Penyediaan Hama

Penyediaan hama yaitu didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran (Balittas) Malang yaitu ketika hama masih larva instar I yang kemudian diaklimatisasi selama ± 5 hari sampai pada tahap fase instar III

5. Pelepasan Hama Spodoptera litura

(69)

pestisida Dursban sebagai pembanding dengan konsentrasi 0,5 ml yang dilarutkan dalam 200 ml air.

6. Pembuatan Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete)

Daun majapahit ditimbang sebanyak 100 gram kemudian ditambahkan 200 ml air selanjutnya diblender dan setelah halus ditambahkan alkohol 90 % sebanyak 1 ml, sehingga didapatkan ekstrak daun majapahit sebesar 50%. Campuran tersebut diperas kemudian disaring menggunakan saringan dan diendapkan selama 24 jam. Campuran hasil saringan tersebut yang digunakan sebagai starter ekstrak daun majapahit (Wiwin Setyati dkk,2008). Penggunan pestisida sintetik yaitu dengan pengenceran 0,5 ml yang ditambahkan air hingga 200 ml air.

7. Pembuatan Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete)

Starter ekstrak daun Majapahit didapatkan konsentrasi sebesar 50%, dari kadar 50% diperoleh perlakuan sebagai berikut:

a. Perlakuan untuk uji Pendahuluan : V1/K1=V2/K2

Keterangan: K1 = Konsentrasi starter daun majapahit K2 = Konsentrasi perlakuan yang diinginkan

(70)

Contoh: V1/K1=V2/K2

V2 = (200 x 50%) / 5% = 20 ml

Ekstrak 5% (20 ml ekstrak starter dicampur dengan 180 ml air)

L0 = Perlakuan kontrol

L1= Ekstrak 5% (20 ml ekstrak starter dicampur dengan 180 ml air)

L2= Ekstrak 10% (40 ml ekstrak starter dicampur dengan 160 ml air)

L3= Ekstrak 15% (60 ml ekstrak starter dicampur dengan 140 ml air)

L4= Ekstrak 20% (80 ml ekstrak starter dicampur dengan 120 ml air)

b. Perlakuan untuk uji Sesungguhnya:

L1= Ekstrak 17,5% (70 ml ekstrak starter dicampur dengan 130 ml air)

L2= Ekstrak 20% (80 ml ekstrak starter dicampur dengan 120 ml air)

L3= Ekstrak 22,5% (90 ml ekstrak starter dicampur dengan 110 ml air)

L4= Pestisida kimia (0,5 ml pestisida dicampur dengan 199,5 ml air)

8. Aplikasi Perlakuan

(71)

strimin, penutupan dengan kain strimin ini per polybag tujuannya agar ulat tidak keluar dari tanaman sawi tersebut. Aplikasi penyemprotan dilakukan dengan handsprayer, waktu penyemprotan dilakukan pada sore hari 15.30-17.00 WIB dan dilakukan satu kali penyemprotan dalam satu hari, saat penelitian ini dilakukan penyemprotan dua kali dengan pengamatan dua kali. Sore hari merupakan waktu yang tepat untuk penyemprotan karna larva hama aktif memakan daun pada sore hari (Harborne, 1989).

9. Perhitungan

a. Persentase Mortalitas Larva Spodoptera litura

Larva hama yang mati adalah larva yang tidak bergerak lagi. Pengamatan mortalitas dilakukan setelah 1 hari dilakukan penyemprotan pada tanaman sawi, yaitu pada tanaman sawi yang berumur 23 hari. Penyemprotan pestisida nabati dari ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) dilakukan sebanyak dua kali yaitu setiap dua hari sekali. Penyemprotan pertama yaitu dilakukan pada hari Rabu, 8 Februari 2017 sedangkan penymprotan ke dua yaitu dilakukan pada hari Jum’at, 10 Februari 2017. Pengamatan yang pertama yaitu pada hari Kamis, 9 Februari 2017 sedangkan pengamatan yang ke dua pada hari Sabtu 11 Februari 2017.

Persentase mortalitas larva di hitung dengan rumus

(72)

Keterangan : M = Persentase Mortalitas

a = Jumlah hama yang mati

N = Jumlah hama yang diinfeksikan

b. Persentase Larva Spodoptera litura yang menjadi Pupa

Pengamatan dilakukan 1 hari setelah aplikasi ekstrak yang dilakukan dengan cara disemprotkan. Penyemprotan dilakukan sebanyak dua kali yaitu setiap hari 2 hari sekali. Penyemprotan pertama yaitu dilakukan pada hari Rabu, 8 Februari 2017 sedangkan penyemprotan ke dua yaitu dilakukan pada hari Jum’at, 10 Februari 2017. Pengamatan yang pertama yaitu pada hari

Kamis, 9 Februari 2017 sedangkan pengamatan yang ke dua pada hari Sabtu 11 Februari 2017.

Persentase larva yang menjadi pupa di hitung dengan rumus

P = P x 100% N

Keterangan : P = Persentase Pupa

(73)

F. Rancangan Tabel Pengamatan Harian

(74)
(75)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang pemberian ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) sebagai pestisida nabati untuk pengendalian hama Spodoptera litura pada tanaman Sawi (Brassicca juncea) dapat diuraikan sebagai berikut,

A. Pengaruh Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Presentase Mortalitas Hama Spodoptera litura

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura

Hasil pengamatan pengaruh ekstrak daun Majapahit terhadap mortalitas hama Spodoptera litura adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Pengamatan Harian Jumlah Mortalitas Hama Spodoptera litura Jumlah

(76)

Pengamatan 2 : Sabtu, 11 Februari 2017 Persentase Mortalitas larva Spodoptera litura dihitung dengan rumus:

M = a x 100% N

Keterangan : M = Persentase Mortalitas

a = Jumlah hama yang mati

N = Jumlah hama yang diinfeksikan

Berdasarkan Tabel 4 hasil pengamatan mortalitas menunjukkan bahwa semakin tinggi suatu dosis yang diberikan, maka akan semakin tinggi pula mortalitas hamanya. Hal ini berkaitan dengan banyaknya kandungan yang terdapat pada bagian suatu tanaman yang akan dijadikan sebagai ekstrak, dalam penelitian ini bagian tanaman yang digunakan yaitu daun tanaman majapahit (Crescentia cujete) sedangkan sasaran hama yang digunakan yaitu larva instar III Spodoptera litura yang memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig - zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh (Pracaya, 2005).

(77)

100%, begitu pula dengan penggunaan pestisida kimia dengan konsentrasi 0,5 ml juga mengalami mortalitas sebanyak 100% namun penggunaan pestisida dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan lingkungan dan juga bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi hasil produksi pertanian tersebut.

Penggunaan pestisida nabati memang harus lebih dianjurkan karena tidak mempunyai dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia. (Linda, 2013) menyebutkan bahwa kandungan yang terdapat pada daun Majapahit yaitu saponin, terpenoid, alkaloid, tannin dan flavonoid.

(78)

2. Data Hasil Analisis Statistik Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura

Data hasil analisis statistik mortalitas larva instar III Spodoptera litura berdasarkan data penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Analisis Statistik Mortalitas Spodoptera litura

Dosis Ekstrak Daun Majapahit Rata-rata persentase mortalitas ±SD

0% 0,00 ± 0,00a

17,5% 3,40 ± 0,54b

20% 4,20 ± 0,47c

22,5% 5,00 ± 0,00d

Pestisida sintetis 5,00 ± 0,00d

Total 3,52 ± 1,92

Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata persentase mortalitas sama.

(79)

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III

Pengaruh dosis ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura perlu dilakukan Uji Anova Satu Arah supaya dapat diketahui hasil signifikansi dari pegaruh pemberian ekstrak tersebut, hasil analisisnya adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura

sebesar .000 (< α = 0.05) sehingga menolak H0 artinya terdapat perbedaan

(80)

4. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III

Pemberian dosis ekstrak daun Majapahit memberikan pengaruh yang signifikan, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan, hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Mortalitas Larva Instar III

Konsentrasi

(81)

Gambar 5. Grafik 1 Persentase Mortalitas Hama menurut Dosis Ekstrak Daun Majapahit.

Berdasarkan Grafik 1 tersebut menunjukkan mortalitas hama dari dosis 0%, 17,5%, 20%, 22,5% dan pestisida sintetis dapat di lihat bahwa semakin tinggi suatu dosis maka persentase mortalitas semakin tinggi, dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa pada dosis 22,5% dapat berefek mematikan hama sebesar 100% begitu juga dengan penggunaan pestisida sintetik.

0%

68%

84%

100% 100%

0% 17,5% 20% 22,5% Pestisida

Sintetis

(82)

Gambar 6. Grafik 2 Persentase Mortalitas Hama menurut Dosis Ekstrak Daun Majapahit dan waktu pengamtan

Berdasarkan Grafik 2 menunjukkan persentase mortalitas hama dan waktu pengamatan. Pengamatan pertama menunjukkan mortalitas hama Spodoptera litura yang meningkat seiring bertambahnya dosis begitu juga dengan pengamatan kedua yang menunjukkan peningkatan mortalitas hama seiring bertambahnya dosis, pada pengamatan kedua tingkat mortalitas semakin tinggi dibandingkan dengan penyemprotan yang pertama ini dikarenakan pada pengamatan kedua hama Spodoptera litura diduga sudah banyak terkena paparan pestisida nabati yang bersifat racun sehingga hama lebih banyak mengalami mortalitas

Penelitian ini menggunakan daun Majapahit (Crescentia cujete) sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati karena di dalam daun majapahit terdapat bahan aktif yaitu saponin, terpenoid, alkaloid, fenol, tannin dan flavonoid (Linda, 2013). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Suryaningsih, 2004) bahwa kriteria sumber bahan baku pembuatan

(83)

pestisida nabati harus memiliki bahan aktif (bioinsektisida) dengan cara kerja lebih dari satu. Cara kerja bahan aktif tersebut dapat sebagai biotoksin (beracun), pencegah makan (antifeedant), penolak (repellent) dan pembasmi alami.

Penelitian mengenai efektivitas ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) sebagai pestisida nabati pengendalian hama Spodoptera litura pada tanaman sawi (Brassica juncea) menunjukkan bahwa perlakuan dosis ekstrak daun Majapahit mempunyai daya mortalitas yang tinggi, terbukti pada perlakuan dosis 17,5% larva Spodoptera litura yang mortalitas yaitu sebesar 68 % sedangkan pada dosis 0% larva Spodoptera litura tidak ada yang mengalami mortalitas. Dosis 20% mampu menyebabkan mortalitas larva sebesar 84% sedangkan dosis 22,5% sudah mampu menyebabkan larva hama mengalami mortalitas sebesar 100% sama halnya dengan penggunaan pestisida kimia yang mampu menyebabkan mortalitas sebesar 100% namun penggunaan pestisisda sintetik atau kimia ini tidak dianjurkan karena dalam penggunaan jangka waktu lama dapatkan menyebabkan hama lebih resisten selain itu juga meninggalkan residu di air, udara dan tanah.

(84)

pengaruh besarnya kadar bahan aktif yang bersifat racun juga diduga adanya senyawa anti makan (antifeedant) dalam ekstrak, sehingga menurunkan aktivitas makan dan kurangnya nutrisi yang dikonsumsi oleh larva Spodoptera litura. Hal ini sesuai pernyataan (Shahabudin,2009) bahwa penggunaan pestisida nabati seiring peningkatan dosis yang diberikan maka tingkat mortalitas akan semakin tinggi, karena semakin besarnya bahan aktif yang terkandung di dalam pestisida nabati tersebut sehingga akan memberi pengaruh antifeedant, biotoksin dan repellent.

(85)

menurunkan nafsu makannya dan kekurangan nutrisi akibat larva tidak mampu mengenali sumber makanannya, dengan begitu akan menyebabkan mortalitas pada larva

Bahan aktif terpenoid dari ekstrak daun Majapahit dapat diketahui dengan adanya bau yang dikeluarkan yaitu bau khas pahit dan sepet. Penyemprotan ekstrak daun majapahit pada tanaman sawi menyebabkan daun agak berbau sehingga larva menolak adanya makanan dan tidak mengenali sumber makanannya (repellent).

Terpenoid juga bersifat racun perut yang dapat membunuh hama sasaran dengan cara masuk kedalam pencernaan larva melalui makanan yang hama makan. Terpenoid diserap oleh saluran pencernaan yang berfungsi sebagai tempat penghancur makanan secara enzimatis. Masuknya bahan aktif terpenoid megakibatkan terganggunya sekresi enzim-enzim pencernaan, sehingga metabolisme pencernaan akan terganggu. Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka akan mengakibatkn larva mati akibat kekurangan sumber nutrisi. Racun perut pada larva ini merupakan salah satu kerja pestisida nabati sebagai biotoksin (Jumar, 2000).

(86)

pada lapisan kutikula sehingga menyebabkan banyak kehilangan air selain itu diduga hama Spodoptera litura mengalami mortalitas karena senyawa saponin ini masuk ke dalam pencernaan sehingga dapat mengganggu proses pencernaannya, hal ini sesuai dengan pernyataan (Harbrone, 1996) kandungan lain dari daun majapahit adalah saponin, cara kerja saponin adalah memasuki tubuh larva melalui kulit dengan proses adhesi dan menimbulkan efek sistemik yaitu tubuh larva menjadi mengkerut. Penetrasi senyawa tersebut ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula serangga, senyawa tersebut masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju daerah sasaran. Masuknya saponin mengakibatkan rusaknya lilin pada lapisan kutikula sehingga menyebabkan kematian karena larva mengalami banyak kehilangan air. Selain masuk melalui kutikula, saponin masuk melalui makanan yaitu dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan (Harbrone, 1996).

(87)

desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein. Apabila protein terdenaturasi oleh flavonoid maka bahan makanan tidak bisa disalurkan dari alat pencernaan ke seluruh jaingan tubuh larva, sehingga larva kekurangan ATP dan mati (Harbrone, 1996).

Larva Spodoptera litura yang sudah terkena paparan pestisida nabati tubuhnya cenderung membengkok, warna yang semula hitam menjadi lebih abu-abu dan pergerakan cenderung melambat sehingga larva akan menurunkan aktivitas makannya dengan begitu larva akan cepat mengalami mortalitas atau memperpendek fase hidupnya hal ini dikarenakan di dalam daun Majapahit terdapat senyawa berupa alkaloid, senyawa alkaloid ini diduga masuk dalam tubuh larva Spodoptera litura melalui makanannya. (Linda, 2013) dalam penelitiannya menyebutkan cara kerja alkaloid adalah mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan juga dapat mengganggu sistem kerja syaraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase. Terjadinya perubahan warna pada tubuh larva menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh larva yang melambat bila dirangsang sentuhan serta selalu membengkokkan badan disebabkan oleh senyawa alkaloid.

(88)

atau pemendekan siklus larva menjadi pupa akibat paparan ekstrak daun Majapahit tersebut. Menurut (Shahabudin, 2009) tannin juga bersifat sebagai antifeedant yaitu dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan.

(89)

B. Pengaruh Dosis Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete) terhadap Pemendekan Hidup Hama Spodoptera litura Instar III yang Menjadi Pupa

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Larva Instar III Spodoptera litura yang Menjadi Pupa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, larva Spodoptera litura yang tidak mengalami mortalitas akan menjadi pupa dan memperpendek siklus hidupnya, berikut adalah hasil pengamatannya:

Tabel 8. Pengamatan Harian Jumlah Larva yang Menjadi Pupa Jumlah

Keterangan :Penyemprotan 1 : Rabu, 8 Februari 2017 Penyemprotan 2 : Jum’at, 10 Februari 2017 Pengamatan 1 : Kamis, 9 Februari 2017 Pengamatan 2 : Sabtu, 11 Februari 2017

(90)

Persentase larva yang menjadi pupa di hitung dengan rumus

P = P x 100% N

Keterangan : P = Persentase Pupa

p = Jumlah larva instar III yang menjadi pupa N = Jumlah hama yang diinfeksikan

(91)

2. Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Fase Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa

Dosis pemberian ekstrak daun Majapahit berpengaruh terhadap pemendekan fase larva instar III menjadi pupa, berikut adalah rata-rata persentase pemendekan larva menjadi pupa:

Tabel 9. Persentase Pemendekan Fase Larva Instar III menjadi Pupa Dosis Ekstrak Daun

Pestisida Sintetik 0,00 ± 0,00d

Total 1,48 ± 1,92

Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata persentase pupa sama.

Gambar

Gambar 1. Pohon majapahit
Gambar 2. Telur Spodoptera litura ( Sumber Cardona et al., 2007)
Gambar 4.  Pupa Spodoptera litura(Sumber Dokumentasi Pribadi)
Tabel 1. Tabel Uji Pendahuluan Hasil Pengamatan Harian Jumlah Spodoptera litura
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan pestisida organik dan konsentrasi penyemprotan berpengaruh nyata terhadap populasi hama Plutella xylostella pada semua umur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati peraasn daun tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati peraasn daun tembakau ( Nicotiana tabacum ) terhadap mortalitas hama Plutella

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaurh interaksi antara Pestisida Nabati dengan konsentrasi Pestisida Nabati yang ditunjukan pada perlakuan Pestisida Daun Mimba

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal ekstrak daun mara tunggal (Clausena excavata Burm F) sebagai bioinsektisida hama Spodoptera litura pada tanaman sawi

Pemberian ekstrak daun kirinyuh berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan akibat hama pemakan daun setelah aplikasi ekstrak daun kirinyuh pada tanaman sawi dan

Penggunaan pestisida kimia telah banyak memberikan dampak negative, maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari ekstrak pestisida

Data hasil pengamatan diuji dengan uji Standar eror dengan membandingkan persentase serangan dan jumlah hama Plutella xylostella pada tanaman sawi tanpa penggunaan pestisida