• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI PERASAN DAUN KAYU KUNING (Arcangelisia flava L.) TERHADAP PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI PERASAN DAUN KAYU KUNING (Arcangelisia flava L.) TERHADAP PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)."

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI PERASAN DAUN KAYU KUNING (Arcangelisia flava L.) TERHADAP PENGENDALIAN HAMA Plutella

xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh Tri Widayanti NIM 13308141059

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Harta yang tak pernah habis adalah ilmu pengetahuan dan ilmu yang tak ternilai

adalah pendidikan.

“Pengetahuan adalah senjata yang paling hebat untuk mengubah dunia.”- Nelson

Mandela

Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai

dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah

dengan sendirinya tanpa berusaha...

Jangan menunda-nunda untuk melakukan suatu pekerjaan karena tidak ada yang

(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk semua orang spesial yang berperan penting

dalam terselesaikannya skripsi ini :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Sugeng (alm) dan Ibu Umi Kulsum, yang

telah memberikan banyak dukungan moril maupun materil, serta

memberikan do’a restu serta dorongan motivasi dalam pembuatan skripsi

ini.

2. Kakak- kakak dan keponakan yang selalu membuat hari-hari saya bahagia,

selalu menyemangati, dan memberikan do’a yang terbaik kepada saya.

3. Keluarga Besar Biologi FMIPA UNY, yang selama kurang lebih empat

tahun mewarnai perjalanan hidup saya dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Terimakasih kepada dosen-dosen Biologi yang telah dengan sabar

memberikan didikan dan bimbingan kepada saya.

4. Teman seperjuangan penelitian, Ismi Nurhidayah, Rizky Wulandari,

Insiwi Purwianshari yang senantiasa membantu dan saling mendukung

dalam menyelesaikan penelitian kami.

5. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan Prodi Biologi FMIPA UNY,

khususnya Biologi E angkatan 2013.

(7)

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI PERASAN DAUN KAYU KUNING (Arcangelisia flava L.) TERHADAP PENGENDALIAN HAMA Plutella

xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) Oleh:

Tri Widayanti NIM 13308141059

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella, pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva, tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) dan berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.), serta konsentrasi efektif pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai biopestisida.

Penelitian dilakukan pada bulan September-November 2016 di Greenhouse, Biologi, FMIPA, UNY, penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol negatif menggunakan air, empat perlakuan variasi konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) (2,5%; 5%; 7,5%; 10%) dan kontrol positif menggunakan pestisida sintetik. Masing-masing perlakuan dengan lima ulangan. Hasil pengamatan dilakukan analisis varian yaitu analisis One Way ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap respon yang diukur. Apabila hasil uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh atau berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) yang menyebabkan terjadinya mortalitas hama Plutella xylostella tertinggi (56%) yaitu pada konsentrasi 10% pada pengamatan kedua. Perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) menyebabkan terjadinya pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva dengan persentase terjadinya pupa tertinggi (16%) pada konsentrasi 10%. Berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) tertinggi pada konsentrasi 10% sebesar 63,2 gram/tanaman. Hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan (tidak berpengaruh nyata) konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella, pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva, dan berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). Namun dari hasil pengukuran berpengaruh. Aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) berpengaruh terhadap tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.). Tingkat kerusakan daun tanaman sawi terendah pada konsentrasi 10%. Konsentrasi efektif perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai biopestisida terhadap pengendalian hama Plutella xylostella ialah konsentrasi 10%.

(8)

THE EFFECTIVITY OF YELLOW WOOD LEAF JUICE (Arcangelisia flava L.) AS VEGETABLE PESTISIDE AGAINST Plutella xylostella PEST

CONTROL ON MUSTARD PLANT (Brassica juncea L.) By:

Tri Widayanti NIM 13308141059

ABSTRACT

This research aims to determine the effect of yellow wood leaf juice (Arcangelisia flava L.) pestiside plant against Plutella xylostella pests mortality, abridgement of Plutella xylostella pests cycle life, the damage level of mustard plant leaf (Brassica juncea L.) and the wet weight of mustard (Brassica juncea L.), also the effective concentration of yellow wood leaf juice pestiside (Arcangelisia flava L.) as a biopesticide.

The research was held in September-November 2016 in the Greenhouse, Biology, Science Faculty, UNY, this research used an experimental research design with completely randomized design (CRD) consisting of a negative control using water, four treatment variation of the yellow wood leaf juice concentrate (Arcangelisia flava L.) (2.5%, 5%, 7.5%; 10%) and positive control using chemical pesticides. Each treatment had five times repetition. The observation result made by analysing of variance with One Way ANOVA variant analysis (Analysis of Variance) to determine the treatment effect on the measured response. If the results of ANOVA test showed ofdifferent effect or significance effect, it will continued with Duncan Multiple test (Duncan Multiple Range Test) on a 5% significance level to determine differences of the treatments.

The results showed the concentration of yellow wood leaf juice (Arcangelisia flava L.) which caused the highest mortality of Plutella xylostella pests (56%) on 10% concentration in the second observation. Yellow wood leaf juice (Arcangelisia flava L.) caused the abridgement of Plutella xylostella pests cycle life with highest percentage of the pupae (16%) at a concentration of 10%. The wet weight mustard (Brassica juncea L.) on the highest concentration of 10% amount to 63.2 grams / plant. One Way Anova test results showed no significant difference (not significant) on the concentration of the yellow wood leaf juice (Arcangelisia flava L.) against Plutella xylostella pets mortality, abridgement of Plutella xylostella pests cycle life, and the wet weight of mustard (Brassica juncea L. ). But from the result of measurement was effected.The Application of yellow wood leaf juice (Arcangelisia flava L.) affect the level of damage to the mustard leaf (Brassica juncea L.). The level of damage to the lowest mustard leaf plants at a concentration of 10%. The effective concentration of yellow wood leaf juice (Arcangelisia flava L.) as a biopesticide against Plutella xylostella pest control on concentration of 10%.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya,

Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan

gelar Sarjana Sains dengan judul “EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI PERASAN DAUN KAYU KUNING (Arcangelisia flava L.) TERHADAP PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)” dapat disusun sesuai harapan. Penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak

lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Kedua orang tua saya yaitu, Bapak Sugeng (alm). dan Ibu Umi Kulsum

untuk semua kasih sayang, doa, dukungan dan motivasi yang tiada henti.

2. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., selaku Rektor Universitas Negeri

Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan

studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berperan

dalam pemberian izin penelitian.

4. Dr. Paidi, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta yang

memberikan dukungan dan memberikan izin dalam melakukan penelitian

skripsi.

5. Dr. Tien Aminatun, M.Si., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta

yang telah memberikan dorongan motivasi dan dukungan.

6. Dr. Ixora Sartika Mercuriani, M.Si., selaku penasehat akademik yang

selalu memberi masukan, arahan, semangat dan motivasi.

7. Dr. Ir. Suhartini, MS., selaku pembimbing utama dalam penyusunan tugas

akhir skripsi yang selalu memberi masukan, arahan, perbaikan, semangat

(10)

8. Dra. Budiwati, M. Si., selaku pembimbing pendamping dalam penyusunan

tugas akhir skripsi yang selalu memberi arahan, masukan, perbaikan,

semangat dan motivasi dari awal sampai selesainya penyususnan skripsi.

9. Prof. Dr. IGP Suryadarma, MS. selaku penguji yang telah memberikan

banyak masukan yang positif untuk kesempurnaan skripsi saya.

10.Dra. Ratnawati, M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan banyak

masukan yang positif untuk kesempurnaan skripsi saya.

11.Semua Dosen Biologi Universitas Negeri Yogyakarta yang telah banyak

memberi ilmunya kepada kami.

12.Bapak Untung dan Bapak Sugiarto selaku Ketua dan Bendahara P4S Tani

Organik Merapi yang memberikan ijin untuk mengambil Plutella

xylostella.

13.Teman skripsi saya, Rizky Wulandari, Insiwi Purwianshari, Ismi

Nurhidayah yang selalu menemani dan membantu penulis dalam proses

pengerjaan skripsi ini, selalu menyemangati dan memotivasi saya, teman

berbagi susah dan senang dalam mengerjakan skripsi ini.

14.Teman-teman Biologi E 2013 yang telah menemani dan membantu saya

dalam proses penyusunan skripsi serta terimakasih atas persahabatan indah

yang selama ini kita jalani.

15.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

memberikan kontribusi sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Akirnya, semoga segala bantuan yang telah berikan semua pihak di atas

menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan

Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang

membutuhkannya.

Yogyakarta, 2017

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Batasan Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 13

1. Pengertian Pestisida ... 13

2. Risiko Penggunaan Pestisida Sintetis / Pestisida sintetik ... 14

3. Pengendalian Hama Terpadu ... 19

4. Pengertian Pestisida Nabati ... 22

5. Teknik Pembuatan Pestisida Nabati ... 30

(12)

9. Tanaman Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) ... 37

10.Hama Plutella xylostella ... 43

11.Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) ... 55

B. Kerangka Berpikir ... 65

C. Hipotesis Penelitian ... 66

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 67

B. Tempat dan Waktu ... 67

C. Objek ... 67

D. Variabel ... 67

E. Rancangan Penelitian ... 68

F. Alat dan Bahan ... 69

G. Prosedur Penelitian ... 70

H. Pengukuran Data ... 78

I. Analisis Data ... 79

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh pemberian larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ... 80

B. Pengaruh pemberian larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ... 94

C. Pengaruh pemberian larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) ... 102

D. Pengaruh pemberian larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) ... 107

E. Konsentrasi efektif larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai biopestisida terhadap pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ... 113

F. Keterbatasan Penelitian ... 114

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 115

B. Saran ... 116

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Sawi dalam 100 gram ... 61

Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Rata-rata Hasil dan Produksi Petsai/Sawi di

Indonesia Tahun 2009 – 2014. ... 64

Tabel 3. Data Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella 80

Tabel 4. Rata-rata Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Pengamatan I .. 88

Tabel 5. Rata-rata Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Pengamatan II . 89

Tabel 6. Rata-rata Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Pengamatan III 90

Tabel 7. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati

Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama

Plutella xylostella Larva Instar III pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)

Pengamatan I ... 92

Tabel 8. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati

Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama

Plutella xylostella Larva Instar III pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)

Pengamatan II... 92

Tabel 9. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati

Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama

Plutella xylostella Larva Instar III pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)

Pengamatan III ... 93

Tabel 10. Pengamatan Jumlah Larva Instar III Plutella xylostella yang menjadi

Pupa ... 94

Tabel 11. Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella

(14)

Tabel 12. Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella

Instar III yang menjadi Pupa Pengamatan II ... 97

Tabel 13. Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella Instar III yang menjadi Pupa Pengamatan III ... 98

Tabel 14. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Plutella xylostella Larva Instar III yang menjadi Pupa pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Pengamatan I... 100

Tabel 15. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Plutella xylostella Larva Instar III yang menjadi Pupa pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Pengamatan II ... 100

Tabel 16. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Plutella xylostella Larva Instar III yang menjadi Pupa pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Pengamatan III ... 101

Tabel 17. Diskripsi Tingkat Kerusakan Daun Sawi (Brassica juncea L.). ... 102

Tabel 18. Pengukuran Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). ... 107

Tabel 19. Rata-rata Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). ... 109

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Daun Kayu Kuning (Arcangelisisa flava L.) ... 38

Gambar 2. Batang dan Daun Kayu Kuning (Arcangelisisa flava L.) ... 39

Gambar 3. Plutella xylostella L. ... 45

Gambar 4. Siklus hidup Plutella xylostella (Tonny K. M) ... 51

Gambar 5. Kerusakan daun oleh Plutella xylostella ... 51

Gambar 6. Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) ... 57

Gambar 7. Kerangka Berfikir ... 65

Gambar 8. Kerusakan tanaman sawi (Brassica juncea L.) pada setiap perlakuan .. 105

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun

Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella

pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) ... 124

Lampiran 2. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) ... 126

Lampiran 3. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Tingkat Kerusakan Daun Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) ... 128

Lampiran 4. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) ... 129

Lampiran 5. Hasil Analisis One Way ANOVA (Analysis of Variance) Mortalitas Hama Plutella xylostella ... 131

Lampiran 6. Hasil Analisis One Way ANOVA (Analysis of Variance) Pupa Hama Plutella xylostella ... 139

Lampiran 7. Hasil Analisis One Way ANOVA (Analysis of Variance) Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) ... 147

Lampiran 8. Dokumentasi Proses Penelitian ... 150

Lampiran 9. Surat Keputusan Penunjukan Dosen Pembimbing Skripsi ... 159

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat.

Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa dijadikan lalapan dan sayuran

tumisan bersama dengan sayuran yang lain. Kebutuhan masyarakat

terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

tanaman sawi sangat potensial dibudidayakan untuk menjadi sayuran yang

komersial dan memiliki prospek pasar yang baik. Sawi memiliki beberapa

manfaat yang baik untuk kesehatan, diantaranya menghilangkan rasa gatal

di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh sakit kepala, bahan

pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan

memperlancar pencernaan. Kandungan yang terdapat pada sawi berupa

protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin

C. Setiap 100 g daun segar tanaman sawi mengandung 6.460 SI vitamin A;

0,09 mg vitamin B, dan 120 mg vitamin C (Haryanto, Suhartati dan

Rahayu, 2002: 5).

Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data Statistik

Produksi Hortikultura tahun 2014, total produksi sawi di Indonesia pada

tahun 2013 sebesar 635.728 ton dan pada tahun 2014 sebesar 602.468 ton,

produksi sawi ini mengalami penurunan yaitu sebesar 33.260 ton

(18)

Jenderal Hortikultura, 2015). Untuk produktivitas sawi di Kabupaten/Kota

D.I. Yogyakarta sendiri pada tahun 2015 untuk Kulonprogo sebesar

114,32 (kwintal/ha); Bantul sebesar 122,79 (kwintal/ha); Gunungkidul

sebesar 59,59 (kwintal/ha) Sleman sebesar 132,15; DIY sebesar 109,73

(kwintal/ha) (Badan Pusat Statistika D.I. Yogyakarta, 2015).

Penurunan produksi sawi (Brassica juncea L.) di Indonesia ini

disebabkan karena adanya kendala berupa organisme pengganggu tanaman

yaitu ulat jantung sawi Crocidolomia pavonana F dan ulat daun sawi

Plutella xylostella. Hama ulat daun sawi Plutella xylostella (Lepidoptera:

Plutellidae) merupakan salah satu jenis hama utama di pertanaman sawi.

Apabila tidak ada tindakan pengendalian, kerusakan sawi oleh hama

tersebut dapat meningkat dan hasil panen dapat menurun baik jumlah

maupun kualitasnya. Serangan yang timbul kadang-kadang sangat berat

sehingga tanaman sawi tidak membentuk crop dan panennya menjadi

gagal. Kehilangan hasil sawi yang disebabkan oleh serangan hama dapat

mencapai 10-90 persen. Ulat daun sawi Plutella xylostella bersama dengan

ulat jantung sawi Crocidolomia pavonana F. mampu menyebabkan

kerusakan berat dan dapat menurunkan produksi sawi sebesar 79,81 persen

(Sembel, 2010). Menurut Permadani dan Sastrosiswojo (1993), serangan

hama ulat daun sawi Plutella xylostella dan ulat jantung sawi

Crocidolomia pavonana F. menyebabkan kehilangan hasil hampir 100%,

apabila tanaman tidak diberi perlakuan insektisida. Kondisi seperti ini

(19)

pengendalian hama daun sawi ini sebagai hama utama tanaman sawi perlu

dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian akibat serangan hama

tersebut.

Pengendalian ulat pemakan daun sawi oleh petani masih

tergantung pada penggunaan insektisida sintetik yang diyakini praktis

dalam aplikasi dan hasil pengendalian jelas terlihat. Namun, petani

cenderung menggunakan insektisida dengan takaran yang berlebihan,

sehingga penggunaan insektisida perlu dikelola dan dikendalikan secara

efektif dan aman bagi lingkungan (Eko Haryanto, 2003: 23).

Petani pada umumnya mengatasi gangguan ulat sawi dengan

menggunakan insektisida kimia sintetik. Ditinjau dari segi penekanan

populasi hama, pengendalian secara kimiawi dengan insektisida memang

cepat dirasakan hasilnya, terutama pada areal yang luas. Tetapi, selain

memberikan keKasumbago Untungan ternyata penggunaan insektisida

yang serampangan atau tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak yang

tidak diinginkan. Hasil survai pada petani sayuran menyebutkan bahwa

petani mengeluarkan 50 persen biaya produksi untuk pengendalian secara

kimiawi dengan mencampur berbagai macam pestisida, karena belum

diketahui bagaimana penggunaan pestisida yang tepat.

Penggunaan pestisida sintetis di lingkungan pertanian menjadi

masalah yang sangat dilematis. Di satu pihak dengan digunakannya

pestisida sintetis maka kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan

(20)

penggunaan pestisida sintetis yang kurang bijaksana sering menimbulkan

dampak negatif terhadap lingkungan (Kasumbago Untung Agus Kardinan,

2000: 1).

Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana (khususnya yang

bersifat sintetis) sering merugikan terhadap lingkungan. Beberapa kasus

yang merugikan tersebut di antaranya: 1) kasus keracunan (lebih dari

400.000 kasus dilaporkan per tahunnya, 1,50% di antaranya fatal); 2)

polusi lingkungan (kontaminasi air, tanah, udara, hasil pertanian, dan

dalam jangka panjang terjadi kontaminasi terhadap manusia dan

kehidupan lainnya); 3) perkembangan serangga menjadi resisten, resurgen,

ataupun toleran terhadap pestisida; 4) serta dampak negatif lainnya

(Kasumbago Untung Agus Kardinan, 2000: 2).

Dilema antara kebutuhan dan pelestarian lingkungan

menumbuhkan gagasan pengembangan pengendalian serangga hama yang

berwawasan lingkungan dan aplikasinya sesuai dengan konsep

Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Hal ini direalisaikan dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem

budidaya tanaman, yang salah satu tujuan penting kebijakan tersebut

adalah penggunaan insektisida yang bijaksana.

Salah satu cara pengendalian organisme pengganggu tanaman

(OPT) adalah dengan menggunakan insektisida nabati. Beberapa jenis

insektisida nabati yang berasal dari tumbuhan telah dikembangkan untuk

(21)

Telah banyak diteliti bahwasanya ekstrak tanaman tertentu

mengandung molekul, yang bekerja secara tunggal maupun berinteraksi

dengan molekul lainnya yang mampu berperan sebagai pestisida.

Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai salah satu sumber insektisida

nabati didasarkan atas pemikiran bahwa terdapat mekanisme pertahanan

dari tumbuhan. Salah satu senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan yaitu

senyawa metabolik sekunder yang bersifat penolak (repellent),

penghambat makan (antifeedant/feeding deterrent), penghambat

perkembangan dan penghambat peneluran (oviposition repellent/deterrent)

dan sebagai bahan kimia yang mematikan serangga dengan cepat (Prijono,

1999).

Suatu alternatif pengendalian hama penyakit yang murah, mudah,

praktis, dan relatif aman terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh

negara berkembang seperti Indonesia dengan kondisi petaninya yang

memiliki modal terbatas untuk membeli pestisida sintetis yang harganya

relatif mahal. Oleh sebab itu, sudah tiba saatnya untuk memasyarakatkan

pestisida nabati yang ramah lingkungan yang terbuat dari perasan daun

kayu kuning (Arcangelisia flava L.) untuk mengendalikan hama yang

sangat merugikan petani karena dapat menurunkan mutu dan produksi

pertanian. Salah satu hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah

Plutella xylostella atau ulat tritip (Rahmat Rukmana, 1994:16). Dengan

dikembangkan pemanfaatan pestisida nabati berbahan dasar daun tanaman

(22)

dapat mempersiapkan sendiri cara pengendalian hama terpadu yang ramah

lingkungan dengan cara sederhana, yaitu dilakukan dengan teknik

penggerusan dan perendaman dengan air keran selama 24 jam untuk

menghasilkan produk perasan. Penggunaan perasan dilakukan sesegera

mungkin setelah pembuatan perasan dilakukan (Kasumbago Untung Agus

Kardinan, 2000: 7).

Perasan daun tanaman kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dapat

digunakan sebagai pestisida nabati kerena di dalam daun kayu kuning

mengandung senyawa saponin, flavonoida dan tanin, (Sitepu dan Sutikno,

2001). Menurut Endah dan Heri (2000) bahwa fungsi senyawa saponin,

flavonoid, dan tanin dapat menghambat daya makan larva (antifeedantt).

Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai

stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, apabila

senyawa-senyawa tersebut masuk dalam tubuh serangga, alat pencernaannya akan

terganggu. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam perasan daun kayu

kuning (Arcangelisia flava L.) tersebut juga menghambat indera perasa

pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan

stimulus rasa, sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akhirnya

larva akan mati kelaparan (Ahmed dkk, 2009).

Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian yang

berjudul “Efektivitas Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning

(Arcangelisia flava L.) terhadap Pengendalian Hama Plutella xylostella

(23)

mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan pestisida sintetis untuk

pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi karena pestisida

sintetis termasuk salah satu faktor yang dapat membahayakan keselamatan

hayati, termasuk manusia dan keseimbangan ekosistem.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka

dapat dijabarkan permasalahan-permasalahan yang dapat diidentifikasi

diantaranya :

1. Bagaimanakah kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama

Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ?

2. Bagaimanakah cara pengendalian hama Plutella xylostella pada

tanaman sawi (Brassica juncea L.) agar ramah lingkungan dan

tidak berbahaya bagi kesehatan manusia ?

3. Bagaimanakah jenis tanaman yang mengandung bahan aktif

sebagai pestisida nabati ?

4. Bagaimanakah jenis zat aktif yang terkandung dalam perasan daun

kayu kuning (Arcangelisia flava L.) ?

5. Bagaimanakah pengaruh yang ditimbulkan akibat paparan perasan

daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai pestisida nabati

untuk mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi

(24)

6. Bagaimanakah efektivitas daun kayu kuning (Arcangelisia flava

L.) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan hama Plutella

xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ?

7. Bagaimanakah mortalitas hama Plutella xylostella, pemendekan

siklus hama Plutella xylostella fase larva, tingkat kerusakan daun

tanaman sawi (Brassica juncea L.) dan berat basah tanaman sawi

(Brassica juncea L.) yang ditimbulkan akibat dari penggunaan

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai pestisida

nabati ?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut,

penelitian ini dibatasi pada efektivitas pestisida nabati perasan daun kayu

kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap:

1. Mortalitas hama Plutella xylostella

2. Pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva

3. Tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.)

4. Berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu :

1. Bagaimanakah pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

(25)

mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica

juncea L.) ?

2. Bagaimanakah pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva pada

tanaman sawi (Brassica juncea L.) ?

3. Bagaimanakah pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap tingkat

kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) ?

4. Bagaimanakah pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap berat

basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) ?

5. Berapakah konsentrasi efektif dari larutan pestisida nabati perasan

daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai biopestisida

terhadap pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi

(Brassica juncea L.) ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica

(26)

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva pada

tanaman sawi (Brassica juncea L.).

3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap tingkat

kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.).

4. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap berat

basah tanaman sawi (Brassica juncea L.).

5. Untuk mengetahui konsentrasi efektif dari larutan pestisida nabati

perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai

biopestisida terhadap pengendalian hama Plutella xylostella pada

tanaman sawi (Brassica juncea L.).

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Petani dan Masyarakat

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

digunakan sebagai bahan kajian mengenai manfaat perasan

daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai

pengendali hama Plutella xylostella.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

(27)

sintetik yang terbuat dari bahan-bahan kimia terhadap

kesehatan tubuh manusia dan lingkungan.

c. Agar dapat merubah pola pikir masyarakat, khususnya para

petani agar segera beralih menggunakan pestisida nabati

berupa perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.)

untuk mengendalikan hama Plutella xylostella yang ramah

lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan tubuh

manuasia.

d. Dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

2. Bagi Peneliti

Menambah wawasan sehingga mampu melakukan

pendekatan-pendekatan praktis dari penguasaan ilmu pengetahuan

yang dimilikinya untuk percepatan pencapaian sasaran dan

pemecahan masalah terutama yang berkaitan dengan

pengembangan teknik produksi pestisida nabati khususnya untuk

mengendalikan hama Plutella xylostella yang menyerang tanaman

sawi (Brassica juncea L.).

G. Batasan Operasional

1. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang akan diinfeksi dengan

larva instar III hama Plutella xylostella adalah tanaman sawi

(28)

2. Hama Plutella xylostella yang digunakan adalah larva instar III

Plutella xylostella dengan kisaran panjang 4-6 mm, lebar 0,75 mm,

dan berwarna hijau.

3. Perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) diperoleh dari

daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) yang sudah tua dan

berwarna hijau tua.

4. Pengamatan pengaruh pemberian perasan daun kayu kuning

(Arcangelisia flava L.) antara lain meliputi : mortalitas hama

Plutella xylostella, pemendekan siklus hidup hama Plutella

xylostella fase larva , tingkat kerusakan daun tanaman sawi

(Brassica juncea L.) dan berat basah tanaman sawi (Brassica

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pestisida

Pestisida (Inggris: pesticide) secara harfiah berarti

pembunuh hama (Pest: hama; cide: membunuh). Pestisida

pertanian dan pestisida pada umumnya adalah bahan kimia atau

campuran bahan kimia serta bahan-bahan lain (ekstrak tumbuhan,

mikroorganisme, dsb) yang digunakan untuk mengedalikan OPT.

Karena itu, senyawa pestisida bersifat bioaktif. Artinya, pestisida

dengan satu atau beberapa cara mempengaruhi kehidupan,

misalnya menghentikan pertumbuhan, membunuh hama/penyakit,

menekan hama/penyakit, membunuh/menekan gulma; mengusir

hama, mempengaruhi/mengatur pertumbuhan tanaman,

mengeringkan/merontokkan daun, dan sebagainya (Panut

Djojosumarto, 2000: 21-22).

Menurut The United Stated Environmental Pesticide

Control act, pestisida adalah sebagai berikut.

1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk

mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan

serangga, binatang mengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri,

jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau

(30)

2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur

pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Panut

Djojosumarto, 2000: 21-22).

2. Risiko Penggunaan Pestisida Sintetis / Pestisida sintetik

Karena pestisida adalah racun, yang dapat mematikan jasad

hidup, maka dalam penggunaannya dapat memberikan pengaruh

yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia serta

lingkungan pada umumnya. Pestisida yang disemprotkan segera

bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari.

Dalam udara pestisida dapat ikut terbang menurut aliran angin.

Makin halus butiran larutan makin besar kemungkinan ia ikut

terbawa angin, makin jauh diterbangkan aliran angin (Sudarmo,

1991: 99).

Meskipun sebelum diproduksi secara komersial pestisida

sintetis telah menjalani pengujian yang sangat ketat perihal

syarat-syarat keselamatannya, namun karena bersifat bioaktif, maka

pestisida tetap merupakan racun. Setiap racun selalu mengandung

resiko bahaya) dalam penggunaannya, baik risiko bagi manusia

maupun lingkungan. Keseluruhan risiko penggunaan pestisida di

bidang pertanian dapat diringkas sebagai berikut (Panut

(31)

a. Risiko bagi Keselamatan Pengguna

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah

kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat

mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.

Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala,

pusing, mual, muntah, dsb. Beberapa pestisida dapat

menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan

kebutaan (Panut Djojosumarto, 2000: 23).

Keracunan pestisida yang akut berat dapat

menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang,

bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit

dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka

panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Akibat

yang ditimbulkan oleh keracunan kronis tidak selalu mudah

untuk diprediksi (Panut Djojosumarto, 2000: 23).

Beberapa gangguan kesehatan yang sering

dihubungkan dengan pestisida, meskipun tidak mudah

dibuktikan dengan pasti dan meyakinkan, adalah kanker,

gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan

pernapasan, keguguran, cacat pada bayi, dan sebagainya

(32)

b. Risiko bagi Konsumen

Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu

(sisa-sisa) pestisida yang terdapat dalam produk pertanian.

Risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan langsung

karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida

atau lewat rantai makanan. Meskipun bukan tidak mungkin

konsumen menderita keracunan akut, tetapi risiko bagi

konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak

segera terasa, dan dalam jangka panjang mungkin

menyebabkan gangguan kesehatan (Panut Djojosumarto,

2000: 23).

c. Risiko bagi Lingkungan

Risiko penggunaan pestisida terhadap lingkungan

dapat digolongkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut.

1) Risiko bagi manusia, hewan, dan tumbuhan yang

berada di tempat, atau di sekitar tempat pestisida

digunakan. Drift pestisida, misalnya, dapat

diterbangkan angin dan mengenai orang yang

kebetulan lewat. Pestisida dapat meracuni hewan

ternak yang masuk ke kebun yang sudah disemprot

(33)

2) Bagi lingkungan umum, pestisida dapat

menyebabkan pencemaran lingkungan (tanah,

udara, dan air) dengan segala akibatnya, misalnya

kematian hewan nontarget, penyederhanaan rantai

makanan alami, penyederhanaan keanekaragaman

hayati, bioakumulasi/biomagnifikasi, dan

sebagainnya (Panut Djojosumarto, 2000: 23).

3) Khusus pada lingkungan pertanian (agroekosistem),

penggunaan pestisida pertanian dapat menyebabkan

hal-hal berikut.

a) Menurunnya kepekaan hama, penyebab

penyakit, dan gulma terhadap pestisida

tertentu yang berpuncak pada kekebalan

(resistensi) hama, penyakit, dan gulma

terhadap pestisida (Panut Djojosumarto,

2000: 24). Munculnya ketahanan hama

terhadap insektisida, karena hama terus

menerus mendapat tekanan oleh pestisida

maka melalui proses seleksi alam spesies

hama mampu membentuk strain yang lebih

tahan terhadap pestisida tertentu. Saat ini

(34)

resisten terhadap beberapa kelompok

insektisida (Kasumbago Untung, 2001: 13).

b) Resurjensi hama, yakni fenomena

meningkatnya serangan hama tertentu

sesudah perlakuan dengan insektisida (Panut

Djojosumarto, 2000: 24).

c) Letusan hama kedua setelah perlakukan

insektisida tertentu secara intensif ternyata

hama sasaran utama memang dapat

terkendali, tetapi kemudian yang muncul dan

berperan menjadi hama utama adalah jenis

hama lain yang sebelumnya masih dianggap

tidak membahayakan (Panut Djojosumarto,

2000: 24).

d) Terbunuhnya musuh alami hama. Data

mengenai hal ini di Indonesia juga masih

sangat sedikit. Beberapa kejadian dan

penelitian yang ada menyatakan bahwa

Fentoat 60 EC dan Isoksation 25 EC

menyebabkan menurunnya populasi

laba-laba (Lycosa sp.). Diazinon 60 EC, MICP 40

(35)

menurunkan populasi Cyrtorhinus sp. (Panut

Djojosumarto, 2000: 24).

e) Perubahan flora, misalnya penggunaan

herbisida secara terus-menerus untuk

mengendalikan gulma daun lebar akan

merangsang pergembangan gulma daun

sempit (rumput) (Panut Djojosumarto, 2000:

24).

f) Meracuni tanaman bila salah menggunakan

(Panut Djojosumarto, 2000: 24).

3. Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest

Management) atau disingkat PHT merupakan konsep yang

dikembangkan oleh para ahli Amerika Serikat terutama sejak Stern

dan kawan-kawan di Universitas California menulis tentang

Integrated Control pada tahun 1959 di Majalah Hilgaria. Konsep

PHT merupakan jawaban terhadap dampak negatif penggunaan

pestisida terutama penggunaan DDT untuk pengendalian hama

tanaman sejak Perang Dunia ke II. Dampak tersebut antara lain,

resurjensi hama, ledakan hama sekunder, resistensi hama, dan yang

lebih penting lagi adalah dampak negatif terhadap lingkungan dan

(36)

Pengendalian Hama Terpadu adalah pengendalian hama

yang memiliki dasar ekologis dan menyandarkan diri pada

faktor-faktor mortalitas (Abdul Latief Abadi, 2003: 114). Pengendalian

Hama Terpadu (PHT) adalah pendekatan ekologi yang bersifat

multi disiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan

memanfaatkan beranekaragam taktik pengendalian secara

kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan (Smith,

1978), sedangkan Kenmore (1989) memberikan definisi singkat

PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud dengan

perpaduan terbaik di sini adalah perpaduan penggunaan berbagai

metode pengendalian hama yang dapat memperoleh hasil yang

terbaik yaitu stabilitas produksi pertanian, kerugian seminimal

mungkin bagi manusia dan lingkungan, serta petani memperoleh

penghasilan yang maksimal dari usaha taninya.

Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi

terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang

sangat mengutamakan penggunaan pestisida. Kebijakan ini

mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat

dan berlebihan. Cara ini kecuali meningkatkan biaya produksi juga

mengakibatkan dampak samping yang merugikan bagi lingkungan

hidup dan kesehatan masyarakat. Harga pestisida di tingkat petani

(37)

pestisida secara berlebihan tanpa melihat kondisi ekosistem dan

dampaknya terhadap lingkungan (Abdul Latief Abadi, 2003: 116).

Dilihat dari segi efektivitas dan efisiensi pengendalian,

penggunaan pestisida berspektrum lebar semakin mendorong

berkembangnya jenis hama yang resisten, timbulnya resurgensi

hama serta timbulnya letusan hama sekunder. Fenomena tersebut

mengakibatkan penggunaan pestisida menjadi semakin kurang

efektif dan efisien. Akibatnya, petani terdorong untuk

meningkatkan dosis dan frekuensi aplikasi dan bahkan sering kali

mencampur dengan pestisida lainnya. Dengan demikian

penggunaan pestisida terus meningkat, lingkungan hidup menjadi

tercemar, sedangkan masalah hama tidak pernah dapat

terselesaikan bahkan justru semakin meningkat (Abdul Latief

Abadi, 2003: 116).

Untuk meningkatkan kembali efisiensi dan efektivitas

pengendalian, serta untuk membatasi pencemaran lingkungan

maka kebijakan dan pengendalian secara konvensional tersebut

harus diubah menjadi kebijakan pengendalian hama berdasarkan

pada konsep dan prinsip PHT. Oleh karena itu pemerintah

kemudian mengambil keputusan politik dan bertekad untuk

menerapkan konsep PHT, dengan dikeluarkannya Inpres 3/1986

(38)

PHT adalah satu cara pendekatan atau cara berfikir tentang

pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi

dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem

yang berwawasan lingkungan yang terlanjutkan. Sasaran PHT

adalah :

1. Produktivitas pertanian mantap tinggi

2. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat

3. Populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya

tetap berada pada aras yang secara ekonomis tidak merugikan

4. Pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan

pestisida.

Salah satu tujuan praktis sistem PHT adalah mengurangi

kuantum penggunaan pestisida sintetik, antara lain dengan

mengintroduksi pestisida nabati yang mampu menandingi

keampuhan pestisida sintetik tersebut (Suryaningsih, 2004: 1).

4. Pengertian Pestisida Nabati

Salah satu alternatif untuk menggantikan penggunaan

pestisida sintetik yang banyak menimbulkan dampak negatif

adalah menggunakan senyawa kimia yang berasal dari tanaman

yang dikenal dengan nama Pestisida Nabati (Sudarmo, 2005).

Pestisida nabati mencangkup bahan nabati (ekstrasi penyulingan)

(39)

pengikat, dan zat penghambat pertumbuhan organisme pengganggu

tanaman.

Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu

pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Menurut

FAO (1988) dan US EPA (2002), pestisida nabati dimasukkan ke

dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin.

Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi secara alami dapat

mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik (Asmaliyah

dkk, 2010: 2).

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya

berasal dari tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai zat pembunuh,

penolak, pengikat ataupun penghambat pertumbuhan OPT.

Pestisida nabati relatif lebih mudah dibuat, lebih mudah terurai di

alam dan lebih aman bagi manusia dan lingkungan. Pemanfaatan

pestisida nabati dalam pengendalian OPT, selain sebagai

pengendali alamiah yang efektif dan berkelanjutan, juga dapat

berperan dalam meningkatkan daya saing produk melalui

peningkatan efisiensi usaha dan image produk perkebunan ramah

lingkungan (Haryono, 2011: 2).

Pestisida nabati terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis

pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam

sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi

(40)

residunya mudah hilang. Pestisida Nabati bersifat “pukul dan lari”

(hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama

pada waktu itu dan setelah hama terbunuh maka residunya akan

cepat menghilang di alam. Dengan demikian, tanaman akan

terbebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi (Agus

Kardinan, 2000: 4-5).

Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan

kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya.

Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan

metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat

pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Menurut Agus

Kardinan (2000) , di dalam tumbuhan ada zat metabolit sekunder

yang berfungsi untuk melindungi diri dari pesaingnya. Zat inilah

yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif pestisida nabati. Zat

ini mempunyai karakterisitik rasa pahit (mengandung alkaloid dan

terpen), berbau busuk dan berasa agak pedas sehingga tumbuhan

ini tidak diserang oleh hama (Hasyim, 2010).

Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif, walaupun

hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah

teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada

tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et al., (1984)

melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang mengandung pestisida

(41)

(Sastrosiswojo, 2002),. Di Indonesia, sebenarnya sangat banyak

jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati, dan diperkirakan ada

sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 Famili

(Agus Kardinan, 2000). Menurut Morallo-Rijesus (1986), jenis

tanaman dari Famili Asteraceae, Fabaceae dan Euphorbiaceae,

dilaporkan paling banyak mengandung bahan insektisida nabati

(Sastrosiswojo, 2002). Oleh karena itu, jika dapat mengolah

tumbuhan ini sebagai bahan pestisida maka akan membantu

masyarakat petani untuk menggunakan pengendalian yang ramah

lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya setempat yang ada

di sekitarnya (Agus Kardinan, 2000).

Telah banyak diteliti bahwasanya ekstrak tanaman tertentu

mengandung molekul, yang bekerja secara tunggal maupun

berinteraksi dengan molekul lainnya yang mampu berperan sebagai

pestisida. Cara kerja (mode of action) molekul tersebut dapat

sebagai biotoksin, pencegah makan (antifeedantt, feeding

deterrent), penolak (repellent) dan atau pengganggu alami, baik

yang diperoleh dari tumbuhan maupun jasad renik yang disebut

sebagai pestisida biorasional (biorational pesticides) (EPA, 1989).

Pada umumnya tanaman yang digunakan sebagai pestisida

nabati bersifat repellent. Oleh karena itu, jika dapat mengolah

tumbuhan ini sebagai bahan pestisida maka akan membantu

(42)

lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya setempat yang ada

di sekitarnya (Agus Kardinan, 2000).

Sudarmo (2005) menyatakan bahwa pestisida nabati dapat

membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit melalui

cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara

atau secara tunggal . Cara kerja pestisida nabati yaitu merusak

perkembangan telur, larva, pupa, menghambat pergantian kulit,

mengganggu komunikasi serangga, menyebabkan serangga

menolak makanan, mengurangi nafsu makan, memblokir

kemampuan makan serangga mengusir serangga, dan menghambat

perkembangan patogen.

Berikut ini beberapa kelebihan dan kekurangan dalam

penggunaan pestisida nabati.

1. Kelebihan pestisida nabati menurut Suwahyono (2010:

23-24)

a. Mempunyai sifat cara kerja (mode of action) yang

unik yaitu tidak meracuni (nontoxic).

b. Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari

lingkungan serta relatif aman bagi manusia dan

hewan peliharaan karena residunya mudah hilang.

c. Penggunaan dalam dosis yang kecil atau rendah.

d. Mudah diperoleh di alam. Di Indonesia sangat

(43)

e. Cara pembuatannya relatif mudah dan secara sosial

ekonomi penggunaanya mengKasumbago

Untungkan bagi petani mikro di negara sedang

berkembang.

f. Umumnya, pestisida nabati kurang beracun

dibanding pestisida sintetik sehingga resiko bahaya

yang ditimbulkan juga lebih kecil.

g. Pestisida nabati hanya berpengaruh pada hama

sasaran dan organisme lain yang berdekatan

kerabatnya. Berbeda dengan pestisida sintetik yang

berspektrum luas yaitu dapat membunuh organisme

non target (serangga, burung, mamalia).

h. Pestisida nabati umumnya efektif pada jumlah

(dosis) rendah dan cepat teruarai sehingga

pemaparannya lebih rendah dan terhindar dari

masalah pencemaran. Lain halnya pestisida sintetik

yang sering kali menimbulkan dampak residu.

i. Penggunaan pestisida nabati dalam program

pengendalian hama terpadu dapat mengurangi

banyak sekali penggunaan pestisida sintetik degan

(44)

2. Kekurangan / kelemahan pestisida nabati menurut Abdul Latief Abadi (2003: 125-126)

a. Senyawa racun yang terkandung dalam pestisida

botani mudah sekali terdegradasi karena cahaya,

tercuci air dan kelembaban yang tinggi, sehingga

perlu aplikasi yang lebih sering, harus sangat tepat

waktu dan tepat sasaran.

b. Senyawa botani cepat menyebabkan serangga

berhenti makan dan menyebabkan muntah dan

paralisis, tetapi dapat menyebabkan serangga tidak

mati dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari.

c. Kebanyakan senyawa botani ini mempunyai

toksisitas yang rendah atau moderat terhadap hewan

mamalia, walau demikian dapat saja meracuni

manusia atau lingkungan.

d. Kebanyakan senyawa botani tidak menyebabkan

fitotoksik pada tanaman kecuali nikotin sulfat.

e. Pestisida botani tidak banyak tersedia di pasar

(terutama di Indonesia) dan kalaupun ada (di luar

negeri) harganya lebih mahal dibandingkan dengan

(45)

f. Walaupun bahan-bahannya murah harganya di

Indonesia, pembuatan pestisida botani tidak praktis,

tidak bersifat tahan lama dalam penyimpanan, dan

belum tentu bahannya tersedia pada saat

dibutuhkan.

g. Potensi keberhasilan dari pestisida botani sangat

ditentukan oleh jenis sumber yang digunakan atau

kandungan bahan aktif yang ada dalam tanaman

yang dapat bervariasi menurut umur, varietas

tanaman dan takaran yang digunakan.

h. Pestisida botani cenderung berspektrum luas, tidak

spesifik sehingga dapat pula merugikan pada musuh

alami yang ada di pertanaman tersebut.

Menurut Agus Kardinan (2000), penggunaan dan

pengembangan pestisida nabati di Indonesia mengalami beberapa

kendala berikut : pestisida sintetis (kimia) tetap lebih disukai

dengan alasan mudah didapat, praktis mengaplikasinya, hasilnya

relatif cepat terlihat, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia

dalam jumlah banyak, dan tidak perlu membudidayakan sendiri

tanaman penghasil pestisida . Kurangnya rekomendasi dari para

penyuluh karena mungkin keterbatasan pengetahuan para penyuluh

tentang pestisida nabati, tidak tersedianya bahan tanaman secara

(46)

dan sulitnya regristasi pestisida nabati di komisi pestisida karena

bahan aktif tidak dapat dideteksi.

Pemanfaatan pestisida nabati secara luas akan langsung

berpengaruh terhadap berkurangnya volume penggunaan pestisida

dan berdampak positif terhadap kualitas produk tanaman, terutama

dengan makin terhindarnya produk dari kemungkinan pencemaran

residu pestisida sintetikwi. Kondisi produk tanaman yang

demikian, saat ini menjadi perhatian konsumen dan dapat

memberikan imej kualitas produk yang tinggi (Haryono, 2011: 3).

5. Teknik Pembuatan Pestisida Nabati

Pembuatan pestisida nabati dapat dilakukan secara

sederhana dan secara laboratorium. Pembuatan pestisida nabati,

yaitu dalam bentuk ekstrak secara sederhana (jangka pendek) dapat

dilakukan oleh petani, dan penggunaannya biasanya dilakukan

sesegera mungkin setelah pembuatan ekstrak. Pembuatan secara

sederhana ini berorientasi kepada penerapan usaha tani berinput

rendah. Sedangkan cara laboratorium (jangka panjang) biasanya

dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah terlatih dan hasil

kemasannya memungkinkan untuk disimpan relatif lama

(Asmaliyah dkk, 2010: 15).

Pembuatan cara laboratorium berorientasi pada industri,

(47)

menjadi mahal, bahkan kadang lebih mahal daripada pestisida

sintetis. Oleh karena itu pembuatan dan penggunaan pestisida

nabati dianjurkan dan diarahkan kepada cara sederhana, terutama

untuk luasan terbatas dan dalam jangka waktu penyimpanan yang

juga terbatas (Asmaliyah dkk, 2010: 15).

Cara pembuatan pestisida nabati dari berbagai jenis

tumbuhan yang berhasil baik atau efektif di suatu tempat belum

tentu berhasil baik pula di tempat lain karena ramuan pestisida

nabati bersifat “khusus lokasi”. Hal ini disebabkan suatu tumbuhan

yang sama tetapi jika tumbuh di lingkungan yang berbeda maka

kandungan bahan aktifnya pun dapat berbeda pula. Oleh sebab itu

dosis dan konsentrasi bahan aktif yang digunakan pun akan

berbeda pula. Jadi ramuan pestisida nabati akan tergantung pada

hasil pengujian di lokasi setempat dan tidak berlaku di tempat lain.

Pembuatan pestisida nabati dapat dilakukan dengan

berbagai cara, yaitu :

1. Penggerusan, penumbukan, pembakaran atau pengepresan

untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu atau pasta.

2. Perendaman untuk produk ekstrak.

Pembuatan ekstrak ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :

a. Tepung tumbuhan + air

b. Tepung tumbuhan + air, kemudian dipanaskan/direbus

(48)

d. Tepung tumbuhan + air + surfaktan (pengemulsi)

pestisida

e. Tepung tumbuhan + air + sedikit alkohol/metanol +

surfaktan

3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai

perlakuan khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan

peralatan yang khusus (Agus Kardinan, 2000; Asmaliyah dkk,

2010: 15).

Pemanfaatan tumbuhan penghasil pestisida nabati dalam

pengendalian hama sudah banyak dilakukan, terutama di bidang

pertanian dan perkebunan dan hasilnya efektif. Penggunaan suatu

pestisida nabati akan lebih baik hasilnya atau lebih efektif apabila

dipadukan dengan pestisida nabati lainnya. Aplikasinya dapat

dilakukan secara pencampuran atau secara berselang-seling.

Penggunaan pestisida dipadukan dengan musuh alami bila bahan

pestisida nabati tersebut tidak beracun bagi musuh alami

(Asmaliyah dkk, 2010: 16).

6. Mekanisme Kerja Pestisida Nabati pada Hama Serangga (Insekta)

Penjelasan mengenai cara kerja pestisida nabati tidak

selalu mudah karena “cara kerja” pestisida nabati dapat dilihat dari

(49)

pengguna (petani) agar tidak salah dalam pemilihan dan

penggunaannya. Menurut “cara kerja” atau gerakannya pada

tanaman setelah diaplikasikan, pestisida nabati yang menyerang

hama serangga secara kasar dibedakan menjadi tiga macam sebagai

berikut (Panut Djojosumarto, 2000: 41).

a. Pestisida Nabati Sistemik

Pestisida nabati sistemik diserap oleh organ-organ

tanaman, baik lewat akar, batang, atau daun. Selanjutnya,

pestisida nabati sistemik tersebut mengikuti gerakan cairan

tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanaman

lainnya, baik ke atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal),

termasuk ke tunas yang baru tumbuh (Panut Djojosumarto,

2000: 41).

b. Pestisida Nabati Nonsistemik

Pestisida nabati nonsistemik setelah diaplikasikan

(misalnya disemprotkan) pada tanaman sasaran tidak

diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di

bagian luar tanaman. Pestisida nabati nonsistemik bekerja

dengan cara mencegah makan (antifeedantt, feeding

deterrent), penolak (repellent) dan atau pengganggu alami,

(50)

nonsistemik sering disebut pestisida nabati kontak. Namun,

istilah itu sebenarnya kurang begitu tepat. Istilah kontak

lebih tepat digunakan bagi cara kerja pestisida nabati yang

berhubungan dengan cara masuknya ke dalam tubuh

serangga (Panut Djojosumarto, 2000: 42).

c. Pestisida Nabati Sistemik Lokal

Pestisida nabati sistemik lokal adalah kelompok

pestisida nabati yang dapat diserap oleh jaringan tanaman

(umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke bagian

tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah pestisida

nabati yang berdaya kerja translaminar atau pestisida

nabati yang mempunyai daya penetrasi ke dalam jaringan

tanaman (Panut Djojosumarto, 2000: 42).

7. Cara Masuk Pestisida Nabati ke dalam Tubuh Serangga Sasaran

Menurut cara masuk pestisida nabati ke dalam tubuh

serangga sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok sebagai

berikut.

a. Racun Lambung (Racun Perut, Stomach Poison)

Racun lambung (racun perut, stomach poison)

(51)

serangga sasaran bila pestisida nabati tersebut masuk ke

dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding

saluran pencernaan. Selanjutnya, pestisida nabati tersebut

dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang

mematikan (misalnya ke susunan syaraf serangga). Oleh

karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan

tanaman yang sudah disemprot dengan pestisida nabati

dalam jumlah yang cukup untuk dapat membunuhnya

(Panut Djojosumarto, 2000: 42).

Pestisida nabati yang benar-benar murni racun

perut tidak terlalu banyak. Kebanyakan pestisida nabati

mempunyai efek ganda, yakni sebagai racun perut dan

racun kontak, hanya ada perbedaan kekuatan antara

keduanya. Ada pestisida nabati yang kontaknya lebih kuat

daripada racun perutnya, demikian sebaliknya (Panut

Djojosumarto, 2000: 42).

b. Racun Kontak

Racun kontak adalah pestisida nabati yang masuk

ke dalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan

langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan

(kontak langsung) dengan pestisida nabati tersebut.

Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun

(52)

c. Racun Pernapasan

Racun pernapasan adalah pestisida nabati yang

bekerja lewat saluran pernapasan. Serangga hama akan mati

bila menghirup pestisida nabati dalam jumlah yang cukup.

Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud

asalnya padat atau cair, yang segera berubah atau

menghasilkan gas dan diaplikasikan sebagai fumigansia.

Ada pula pestisida nabati , baik racun kontak atau racun

perut, yang mempunyai efek sebagai fumigansia (Panut

Djojosumarto, 2000: 43).

8. Cara Kerja Pestisida Nabati

Menurut Panut Djojosumarto (2000: 43-44), sifat-sifat atau

cara kerja pestisida nabati tersebut mempunyai implikasi terhadap

cara aplikasinya. Misalnya:

a. Untuk mengendalikan hama yang berada di dalam jaringan tanaman (misalnya, penggerek batang, penggerek daun, dan

penggerek buah) yang dilakukan dengan cara

penyemprotan memerlukan pestisida nabati sistemik atau

sistemik lokal, agar pestisida nabati dapat masuk ke dalam

jaringan tanaman.

(53)

pestisida nabati kontak murni kurang tepat jika digunakan

untuk penyemprotan biasa di darat karena belalang akan

terbang. Pestisida nabati yang diperlukan untuk

menyemprot belalang adalah pestisida nabati yang

mengandung racun perut atau racun kontak mempunyai

efek sebagai racun perut dan efek residu (residual effect)

agak lama. Dengan demikian, meskipun serangga tidak

terkena pestisida secara langsung, bila belalang tersebut

kembali dan makan tanaman yang sudah disemprot akan

mati.

c. Pengendalian hama yang merusak hasil pertanian di gudang dapat menggunakan pestisida nabati yang bersifat

fumigansia. Pestisida nabati ini berbentuk gas sehingga

dapat masuk lebih dalam ke sela-sela hasil pertanian,

bahkan dapat masuk ke dalam korok-korok yang dibuat

oleh serangga hama. Fumigansia tidak tepat digunakan di

lapangan (kecuali di rumah kaca) karena gas yang

dihasilkan akan segera hilang ke udara bebas.

9. Tanaman Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.)

Nama umum yang paling sering digunakan untuk tanaman

ini adalah kayu kuning atau akar kuning, Sedangkan nama daerah

(54)

sirawan kunyit, peron sapi, kayu kuning (Jawa). Akar kuning

(Indonesia); tali kuning, daun bulan (Palembang); oyod sirawan,

sirawan kunyit, peron, peron sapi, sirawan susu, sirawan tai, kayu

kuning (Jawa); uwus, tali kuning, kayu kuning (Sulawesi); wali

bulan, wari bulan, gumi modoka, mololeya gumini (Ambon); gumi

modoku, mololeya (Halmahera utara). Penyebarannya meliputi

Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Maluku

[image:54.595.215.484.333.482.2]

(Mandia, et al., 1999).

Gambar 1. Daun Kayu Kuning (Arcangelisisa flava L.)

Sumber: Dokumentasi pribadi

a. Taksonomi

Adapun klasifikasi tanaman kayu kuning dalam

sistematika tumbuhan menurut Mandia et al (1999), adalah

sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

(55)

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranunculiales

Suku : Menispermaceae

Genus : Arcangelisia

Jenis : Arcangelisia flava L.

[image:55.595.212.496.86.506.2]

b. Morfologi

Gambar 2. Batang, Daun dan Bunga Kayu Kuning (Arcangelisisa flava L.)

Sumber: Dokumentasi pribadi dan dokumentasi Prof. Dr. IGP Suryadarma

Tumbuhan ini berupa liana memanjat, dengan

panjang mencapai 20 m. Batang bulat, membelit, struktur

kasar, berwarna coklat kehitaman, dan kayunya berwarna

kuning cerah. Daun tunggal, tersebar, berseling, tangkai

silindris, pangkal membulat, panjang 10-20 cm, bentuk

oval, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, panjang

15-20 cm, lebar 10-16 cm, pertulangan menjari, permukaan

(56)

terletak di ketiak daun, bentuk malai, dengan daun

penumpu, bunga sempurna, berkelamin ganda, kelopak

(berlepasan, bentuk segitiga, panjang 2-8 mm, hijau),

benangsari jumlah 6 dengan kepala sari bulat, kepala putik

beruang 3 dan berwarna kuning, mahkota (berlepasan,

bentuk asimetris, 6 helai, halus, dan bewarna kuning). Buah

kotak, berusuk 3, bulat, permukaan berbulu, dan berwarna

hijau. Biji bulat, tunggal, kasar, kecil, dan berwarna coklat.

Akar

Gambar

Gambar 1. Daun Kayu Kuning (Arcangelisisa flava L.)
Gambar 2. Batang, Daun dan Bunga Kayu Kuning Arcangelisisa flava
Gambar 3. Plutella xylostella L. : telur (A) (pembesaran: 3 kali), larva (B), pupa (C) (Pembesaran : 2 kali) dan imago (D) (pembesaran : 3 kali)
Gambar 4. Siklus hidup P. xylostella (Tonny K. M)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepadatan Populasi Nematoda Entomopatogen Terhadap Hama Plutella xylostella L.. Pada Tanaman Kubis ( Brassica

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan pestisida organik dan konsentrasi penyemprotan berpengaruh nyata terhadap populasi hama Plutella xylostella pada semua umur

Hal ini menjadi bukti bahwa penyemprotan pestisida nabati dari ekstrak daun Majapahit tidak berpengaruh terhadap berat basah sawi karena hama menyerang keseluruh

Ulat daun Plutella xylostella termasuk dalam golongan insecta (serangga) yang harus dikendalikan dengan insektisida. Karakteristik hama ini menyerang daun tanaman

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh ekstrak daun mahoni dan buah mengkudu terhadap mortalitas dan aktivitas makan hama ulat daun

perlu dilakukan penelitian tentang potensi pestisida nabati dari larutan daun pepaya (carica papaya) dalam mengendalikan hama ulat titik tumbuh

Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) semakin efektif dalam mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi

Data hasil pengamatan diuji dengan uji Standar eror dengan membandingkan persentase serangan dan jumlah hama Plutella xylostella pada tanaman sawi tanpa penggunaan pestisida