• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI EVALUASI PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI KABUPATEN BONE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI EVALUASI PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI KABUPATEN BONE"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

EVALUASI PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI KABUPATEN BONE

Oleh:

ANDI HASWIRAH

Nomor Induk Mahasiswa : 10561 04674 13

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTASILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)

SKRIPSI

EVALUASI PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BONE

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S. Sos)

Disusun dan Diajukan Oleh:

ANDI HASWIRAH Nomor Stambuk: 10561 04674 13

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISRTASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2021

(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Andi Haswirah, Abdul Mahsyar, dan Budi Setiawati. Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Bone

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas, perataan, dan responsivitas, serta faktor-faktor yang mempengaruhi program kesehatan ibu dan anak (KIA) di Kabupaten Bone. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Tipe penelitian ini menggunakan studi kasus (case studies) yaitu penelitian mendalam tentang suatu program untuk memperoleh deskripsi yang utuh. Informan dalam penelitian ini ada 9 orang dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam untuk data primer dan dokumen untuk data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi program kesehatan ibu dan anak (KIA) dikabupaten Bone belum menunjukkan hasil yang bagus, hal ini dapat dilhat dari beberapa indikator, yakni: (1) Efektivitas program KIA belum efektif karena sosialisasi program belum maksimal, capaian program masih dibawah target kabupaten dan angka kematian masih menunjukkan peningkatan, (2) Perataan program KIA sudah terdistribusi secara merata namun belum menunjukkan transparansi terkait dana dari swasta, (3) Responsivitas Program KIA mendapat tanggapan baik dari masyarakat, namun belum mampu mengubah kesadaran masyarakat, (4) faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program KIA, yakni: Komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan rasa syukur yang tidak terhingga kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di kabupaten Bone”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Abdul Mahsyar, M.Si selaku Pembimbing I dan ibu Dr. Hj. Budi Setiawati, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Makassar, sekaligus sebagai Penasehat Akademik atas segala dukungan dan dorongan moril yang telah diberikan

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar atas segala petunjuk yang telah diberikan dalam penyelesaian studi.

4. Ibu Nurbiah Tahir, S. Sos, M. Si selaku Sekretaris Prodi Jurusan Ilmu Administrasi Negara fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Segenap dosen pengajar atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan, dan para karyawan yang telah memberikan kemudahan kepada penulis selama kuliah 6. Kedua orang tua yang telah bersabar serta senantiasa memberikan semangat dan

bantuan, baik moril maupun materil.

7. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bone dan UPT Puskesmas Biru Kecamatan Tanete Riattang, serta Masyarakat yang telah membatu penulis dalam pengambilan data.

8. Teman-teman Ilmu Administrasi Negara angkatan 2013 khususnya kelas B yang telah meraih gelar sarjananya lebih dulu, terimakasih karena telah menemani hari-hari penulis selama kuliah.

(9)

9. Terima kasih kepada Andi dwi yang telah menemani penulis berjuang dari awal hingga akhir serta terima kasih atas pencerahannya dikala penulis merasa terpuruk. 10. Seluruh anggota grup chat Maggosip, yang telah berbagi ilmu dan pengalamannya. 11. Seluruh keluarga dan kerabat, serta semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan

satu persatu atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 27 Februari 2021

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENERIMAAN TIM ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABLE ... x DAFTAR GAMBAR ... xi BAB I. PENDAHULUAN………. 1 A. Latar Belakang……… .... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Konsep Evaluasi ... 9

B. Konsep Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)... 24

C. Kerangka Pikir ... 28

D. Fokus Penelitian ... 30

E. Definisi Fokus Penelitian ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 32

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 32

C. Sumber data ... 33

D. Informan ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 35

G. Teknik Pengabsahan Data ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 37

B. Hasil Penelitian ... 39

(11)

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipe Evaluasi menurut Dunn ... 19

Tabel 3.1 Informan penelitian ... 34

Tabel 4.1 Jadwal Pertemuan Dinas Kesehatan ... 41

Tabel 4.2 Daftar Kelas Ibu hamil dan Balita ... 43

Tabel 4.3 Rekapitulasi laporan PWS-KIA di Puskesmas Biru ... 44

Tabel 4.4 Angka kematian ibu (AKI) dan Angka kematian bayi (AKB) ... 45

Tabel 4.5 Jadwal Kunjungan Puskesmas ... 47

Tabel 4.6 Data Kepemilikan buku KIA ... 48

Table 4.7 Kelas ibu hamil dan balita ... 50

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kebijakan sebagai suatu proses ... 14

Gambar 2.2 Kerangka pikir ... 29

Gambar 4.1 Dokumentasi pertemuan lintas sectoral... 41

Gambar 4.2 Dokumentasi kelas ibu hamil ... 42

Gambar 4.3 PWS KIA dan buku KIA ... 46

Gambar 4.4 Kunjungan Puskesmas... 47

Gambar 4.5 Peta Poskesdes... 50

Gambar 4.6 Suasana pendaftaran via BPJS di Puskesmas ... 52

(14)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu Negara dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Sedangkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat bukan hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan dari berbagai faktor salah satunya faktor kesehatan. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dimana kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. (Kemenkes RI, 2015).

Salah satu bentuk pembangunan kesehatan oleh pemerintah adalah berupaya menurunkan angka kematian ibu dan anak melalui peningkatan kesehatan ibu dan anak. Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak sangat erat kaitannya dengan upaya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, upaya peningkatan status gizi ibu, bayi dan balita, dan upaya peningkatan cakupan imunisasi bagi ibu hamil dan bayi. Maka untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak pemerintah telah membentuk Program kesehatan ibu dan anak (KIA) yang didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 97/2014 tentang pelayanan

(15)

kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual.

Kebijakan menurut Lasswell adan Kaplan dalam Islamy (2014) adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Thomas R. Dye mendefenisikan kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerinntah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Edwards dan Sharkansky mengartikan kebijakan public sebagai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah berupa sasaran dan tujuan program-program pemerintah. Kebijakan publik itu dapat ditetapkan secara jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau berupa program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.

Kebijakan publik pada dasarnya memiliki rasiko untuk mengalami kegagalan. Oleh karena itu, evaluasi perlu dilakukan dalam kebijakan publik. Evaluasi kebijakan merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijakan. Eavaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan dengan mengikuti seluruh aktivitas-aktivitas sebelumnya yaitu pengesahan dan pelaksanaan kebijakan, tetapi dapat terjadi pada seluruh aktivitas-aktivitas fungsional yang lain daram proses kebijakan. Dengan demikian evaluasi dapat mencakup tentang isi kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan dampak kebijakan. Charles O. Jones mengartikan evaluasi kebijakan sebagai suatu aktivitas yang dirancang untuk menilai hasil-hasil program pemerintah yang mempunyai perbedaan sangat penting dalam spesifikasi objeknya, teknik-tekni pengukurannya dan metode analisisnya. (Islamy, 2014).

Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggung jawabkan kepada konstituennya. Evaluasi diperlukan

(16)

untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. (Mustari, 2013:143). Dengan evaluasi kebijakan kedepan akan lebih baik dan tidak mengurangi kesalahan yang sama. Oleh karena itu, perlu dilakukannya sebuah evaluasi, khususnya dalam rangka pencapaian tujuan substansial dari sebuah kebijakan, bukan formalitas semu semata.

Seperti halnya kebijakan atau program lainnya, Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dasar pembentukan dari UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Dalam UU No. 36 tahun 2009 terdapat pasal yang mengatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, berhak mendapatkan lingkungan yang sehat, informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab. Yang kemudian dimuat dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 97 tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual. Dimana peraturan tesebut telah dituliskan bagaimana pengelolaan dan pelaksanaan program KIA.

Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program KIA merupakan upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Tujuan program KIA adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk mewujudkan penduduk berimbang dan keluarga berkualitas. Serta meningkatkan derajat kesehatan anak dan menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi meningkatan kualitas

(17)

manusia seutuhnya. Program KIA juga bertujuan untuk menurunkan tingkat kematian

dan kejadian sakit dikalangan ibu dan

anak.(http://mankzhaly.blogspot.com/2013/08/program-kia-di-indonesia.html, 2016) Segala sesuatu yang menyangkut program KIA harus dijalankan dengan baik sebab merupakan faktor penentu dalam menurunkan tingkat kematian kejadian sakit ibu dan anak. Ada beberapa indikator dalam penilaian program KIA salah satunya dengan melihat tercapainya cakupan pelayanan antenatal ke-1 dan ke-4 (cakupan K1 dan K4). Dalam pencatatan Seksi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di dinas Kesehatan Kabupaten Bone cakupan pelayanan antenatal K1 dan K4 pada tahun 2014 tercatat sebesar 97,89 % dan 93,60 %. Pada tahun 2015 tercatat sebesar 97,99 % dan 94,62 %. Cakupan pelayanan Antenatal (K1 dan K4) di Kabupaten Bone dari tahun 2014-2015 sudah mengalami peningkatan. Angka tersebut menunjukkan bahwa cakupan K1 dan K4 di Kabupaten Bone terbilang cukup baik namun, angka itu belum bisa dikatakan berhasil karena RPJMD Kabupaten Bone menargetkan pada tahun 2018 cakupan K1 sebesar 100% dan cakupan K4 sebesar 98%. Serta Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Bone terbilang masih mengalami peningkatan. Hal ini di sampaikan Kepala Seksi KIA Dinkes Bone Hj.Kartini Abbas kepada BonePos.com, yang mengatakan bahwa:

"Program deteksi dini KIA ini sudah berjalan sehingga angka persalinan ibu dan kelahiran anak untuk saat ini sudah dapat diketahui, namun dari tahun 2014 hingga 2016 angka kematian Ibu ini tergolong meningkat," .(www.bonepos.com 2016). Kartini sendiri tidak menampik jika berdasarkan hasil pendataan dari tahun ke tahun selama ini angka kematian ibu cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan pencatatan di Seksi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kabupaten Bone, AKI di

(18)

Kabupaten Bone dalam kurun waktu tahun 2013-2015 masing masing 74,23 (2013), 88,91 (2014), dan 100,73 (2015). Angka tersebut jauh diatas target RPJMD yang mencanangkan Angka Kematian Ibu 27,1/100.000 KH, tapi masih di bawah target nasional 102/100.000 KH. Sedangkan Angka Kematian Bayi di Kabupaten Bone diatas target RPJMD 2013-2018 yang berada di kisaran 3,11-2,95/1000 KH yaitu masing-masing 5,64 (2013), 5,74 (2014), dan 7,19 (2015). (Dinkes Bone, 2017).

Adapun pada Puskesmas Biru yang merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Bone yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan pada tingkat pertama untuk wilayah Kecamatan Tanete Riattang, memiliki cakupan pelayanan antenatal K1 dan K4 pada tahun 2014 tercatat sebesar 97,72 % dan 95,07 %. Pada tahun 2015 tercatat sebesar 99,99 % dan 97,46 % data ini menunjukkan adanya peningkatan dari tahun lalu. Namun data tersebut belum juga mencapai target pemerintah dalam RPJMD 2013-2018. Sehingga masih ditemukannya kasus kematian Ibu di wilayah tersebut yang disebabkan akibat pendarahan.

Penyebab tingginya kematian ibu melahirkan di Kabupaten bone dominan karena pendarahan serta penyebab lain seperti eklamsia dan infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab langsung kematian ibu terjadi pada saat persalinan dan pasca persalinan. Sedangkan penyebab tidak langsung karena adanya faktor keterlambatan yaitu terlambat mengenali bahaya, terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan. Sementara penyebab tingginya kematian bayi terjadi pada saat kelahiran yang dominan karena Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan

(19)

penyebab lain seperti lahir premature, kegagalan bernapas, serta infeksi. BBLR biasanya terjadi pada bayi disebabkan karena ibu kurang gizi.

Melihat berbagai permasalahan diatas, hal ini sangat bertolak belakang dengan tujuan dan sasaran dari program KIA. Dimana seharusnya Program KIA menurunkan angka kematian ibu dan anak, meningkatkan kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga.untuk itulah penyebab utama perlunya evaluasi Program KIA di Kabupaten Bone. Meskipun telah ada upaya pemerintah dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, akan tetapi pembangunan kesehatan di Indonesia, khususnya di sejumlah daerah masih menghadapi berbagai tantangan. Oleh karena itu, evaluasi dibutuhkan untuk keperluan jangka penjang dan untuk kepentingan keberlanjutan suatu program. Dengan evaluasi, kebjakan-kebijakan kedepan akan lebih baik dan tidak mengurangi kesalahan yang sama.

Berdasarkan dari berbagai permasalahan diatas mengenai program KIA, maka penulis berniat untuk melakukan sebuah penelitian dengan mengveluasi Program KIA di Kabupaten Bone yang memiliki tugas sangat berat dimana harus mampu menekan Angka Kematian Ibu dan Anak yang tergolong masih tinggi. Program KIA diharapkan dapat lebih terarah dan mampu mengatasi permasalahan setempat. Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Bone”.

Berbicara mengenai suatu program tentu saja memiliki kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan kelemahan tersebut sehingga

(20)

mendorong penulis untuk mengevaluasi program Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Bone. Sehingga dapat dilihat kendala yang dihadapi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah efektivitas Program KIA di Kabupaten Bone? 2. Bagaimanakah pemerataan Program KIA di Kabupaten Bone? 3. Bagaimana responsivitas Program KIA di Kabupaten Bone?

4. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program KIA di Kabupaten Bone?

C. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui efektivitas Program KIA di Kabupaten Bone. 2. Untuk mengetahui pemerataan Program KIA di Kabupaten Bone. 3. Untuk mengetahui responsivitas Program KIA di Kabupaten Bone. 4. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghabat pelaksanaan

program KIA di Kabupaten Bone. D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai di atas, maka manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan teoritis

(21)

guna sebagai pengembangan Ilmu Administrasi Negara. Khususnya dalam evaluasi kebijakan pemerintah mengenai program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

2. Kegunaan praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap kajian evaluasi kebijakan publik tentang program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Evaluasi

1. Pengertian Evaluasi

Sebuah kebijakan tidak bisa dilepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut sebagai evaluasi kebijakan. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Evaluasi diperlukan untuk meihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. (Mustari, 2013:143).

Menurut William Dunn (2003:608), isilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebujakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran.

Menurut William Dunn (2014), evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidak sesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

(23)

kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah.

Definisi evaluasi menurut Thomas Dye dalam Parsons (2014:547) menawarkan definisi luas yang bagus saat dia mencatat bahwa evaluasi kebijakan adalah pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan public. Evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai. Menurut Supriyanto dan Damayanti dalam Lestyoningrum (2014:140), evaluasi atau kegiatan untuk menilai adalah merupakan bagian integral dari fungsi manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang ditetapkan. Evaluasi dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang relevan guna pengambilan keputusan.

Menurut Subarsono (2005:119). Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu. Memang tidak ada batasan waktu yang pasti kapan sebuah kebijakan harus dievaluasi. Untuk dapat mengetahui outcome dan dampak suatu kebijakan sudah tentu diperlukan waktu terrtentu. Sebab kalau evaluasi dilakukan teralu dini, maka outcome dan dampak dari suatu kebijakan belum tampak. Semakin strategis suatu kebijakan, maka diperlukan tenggang waktu yang lebih panjang untuk melakukan evaluasi. Sebaliknya, semakain teknis sifat dari suatu kebijakan atau program, maka evaluasi dapat dilakukan dalam kurun waktu yang relatif lebih cepat semenjak diterapkannya kebijakan yang bersangkutan.

(24)

Menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2012: 185-186), evaluasi ditujukan untuk menilai sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan. Dalam bagian ini fokus kita yang utama, namun tidak eksklusif, adalh evaluasi kebijakan dalam hubungannya dengan usaha untuk meelaksanakan dan/atau memperbaharui kebijakan.

Menurut World Health Organization (WHO) (2013) mendefinisikan bahwa:“An evaluation is an assessment, as systematic and impartial as possible,of an activity, project, programme, strategy, policy, topic, theme, sector,operational area, institutional performance (…)”. Maksudnya bahwa evaluasi itu adalah sebuah penilaian yang secara sistematis dan tidak memihak pada sesuatu baik itu kegiatan, proyek, strategi, kebijakan, topik, tema, sektor, maupun wilayah operasional kinerja kelembagaan.

Evaluasi kebijakan secara sederhana, menurut William Dunn dalam Agustino (2012: 187-188), berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai-nilai atau manfaat-manfaat hasil kebijakan. Ketika ia bernilai dan bermanfaat bagi penilaian atas penyelesaian masalah, maka hasil tersebut memberikan sumbangan pada tujuan dan sasaran bagi evaluator, secara khusus, dan pengguna lainnya secara umum.

Menurut Moekijat dalam Uje (2015:253), Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai hasil-yang dicapai pada kurun waktu tertentu . Evaluasi kebijakan merupakan penilaian sebagai suatu aktivitas yang dirancang untuk menilai hasil-hasil program pemerintah yang mempunyai perbedaan-perbedaan yang bersifat penting dalam spesifikasi obyeknya, teknik pengukurannya dan metode analisis.

(25)

Evaluasi dapat diartikan sebagai usaha-usaha untuk menyelidiki apakah program yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang diinginkan ataukah tidak.

Menurut Bryant & White sebagaimana yang dilansir dalam Uje (2015:253), evaluasi sebagai upaya untuk mendokumentasi apa yang terjadi dan juga mengapa hal itu terjadi”. Idealnya suatu proyek dirancang untuk menentukan hubungan sebab-akibat itu, dan dengan demikian pemikiran ke depan mengenai evaluasi merupakan upaya mengetahui apakah hubungan itu sungguh-sungguh ada. Kegiatan evaluasi ini dalam beberapa hal mirip dengan pengawasan, pengendalian, penyediaan, supervisi, kontrol dan pemonitoran. Dimana pelaku utamanya adalah lembaga-lembaga pemerintah seperti badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan tetapi seringkali pelaku yang lain seperti lembaga penelitian yang independen, partai politik dan tokoh-tokoh masyarakat juga melakukan evaluasi.

Menurut Islamy (Uje, 2015:253) sebagai suatu teknik penilaian evaluasi mempunyai kecenderungan semakin banyak dipakai karena kemampuannya mengumpulkan dan menganalisa data secara akurat. Teknik ini akan mampu mewujudkan hasil dan dampak kebijakan secara akurat. Dengan diketahui hasil dan dampak kebijakan tersebut akan dapat dikenali tingkat efektivitas kebijakan-kebijakan tersebut dan sebagai bahan atau masukan yang sangat berguna dalam memperbaiki kebijakan yang telah ada atau perumusan kebijakan-kebijakan yang baru. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada perbedaan yang mendasar dalam menilai evaluasi yaitu hasil kebijakan (policy output) dengan dampak kebijakan (policy outcomos atau policy consequences). Hasil kebijakan adalah apa-apa yang telah dihasilkan dengan adanya proses perumusan kebijakan pemerintah, sedangkan

(26)

dampak kebijakan adalah akibat-akibat dan konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijakan tersebut. Penilaian (evaluasi) kebijakan banyak dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan negara.

2. Tujuan Evaluasi

Tujuan pokok evaluasi sebenarnya adalah untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan suatu kebijakan public. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Jadi, evaluasi kebijakan public harus dipahami sebagai sesuatu yangbersifat positif. Evaluasi betujuan untuk mencari kekurangan dan menutup kekurangan. (Nugroho, 2011:670).

Menurut Sobarsono (2005:120-122), Evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirincikan sebagai berikut:

a) Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

b) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

c) Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.

d) Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun dampak negatif.

(27)

e) Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

f) Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke kedepan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

Gambar 2.1 Kebijakan sebagai suatu proses

Yang dimaksud dengan input adalah bahan baku yang sigunakan sebagai masukan dalam sebuah sistem kebijakan. Input tersebut dapat berupa sumber daya manusia, sumber daya finansial, tuntutan-tuntutan, dukungan masyarakat. Output adalah keluaran dari sebuah sistem kebijakan, yang dapat berupa peraturan, kebijakan, pelayanan/jasa, dan program. Sedangkan outcome adalah hasil suatu kebijakan dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat diimplementasikannya suatu kebijakan. Impact (dampak) adalah akibat lebih jauh pada masyarakat sebagai konsikuensi adanya kebijakan yang diimplementasikan.

3. Pengertian Program

Program adalah suatu rangkaian kegiatan sebagai bentuk implementasi dari suatu kebijakan. Secara umum, program diartikan sebagai “rencana” yang akan

Umpan balik Sumber: Subarsono (2005)

input Proses

(28)

dilakukan/dikerjakan oleh seseorang atau suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Namun apabila program tersebut langsung dikaitkan dengan evaluasi, maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi d`alam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.(Suharsimi dan Cepi Safruddin, 2009).

Dalam pengertian ini, definisi program mencakup tiga persyaratan, yaitu: (1) program merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan; (2) berlangsung dalam waktu yang relatif lama, bukan kegiatan tunggal tetapi kegiatan jamak yang berkesinambungan; dan (3) terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Dalam kenyataannya, terdapat juga program yang berlangsung hanya dalam waktu singkat, misalnya program Peringatan Hari Besar Nasional oleh OSIS di suatu sekolah atau oleh Unit Kegiatan Mahasiswa. Kegiatan-kegiatan dalam program ini dapat diklasifikasikan sebagai program karena mengandung beberapa komponen kegiatan, seperti misalnya: kegiatan peringatan HUT Proklamasi, Hardiknas, Harkitnas dsb. Selain itu, program tersebut juga memuat kegiatan-kegiatan yang berangkai, seperti: penggalangan dana, pembentukan kepanitiaan, perizinan, sampai kegiatan pelaksanaannya. Selain mengandung tiga persyaratan tersebut, ada pula program-program tertentu yang menunjukkan ciri khusus, yaitu kegiatan jamak yang berangkai. Misal, program pembelajaran adalah kegiatan jamak yang berangkai, karena mengandung kegiatankegiatan sbb: penyusunan kurikulum, penyusunan perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP, pelaksanaan kegiatan pembelajaran,

(29)

dan evaluasinya.

Sesuai dengan bentuk kegiatannya, program dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

a. Program Pemrosesan

Program pemrosesan adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (raw input) menjadi bahan jadi sebagai hasil proses yang disebut sebagai output (luaran). Ciri khusus dari program pemrosesan adalah kegiatan mengubah bahan mentah sebagai masukan, untuk diolah dan ditransformasi menjadi suatu keluaran (yang kondisinya lebih baik) sebagai luaran sesuai yang dikehendaki oleh tujuan program. Contoh: Program Pembelajaran Program pembelajaran ini dalam kegiatannya adalah mengubah siswa yang belum menguasai ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu, menjadi menguasai, melalui suatu proses transformasi, yang disebut program pembelajaran.

b. Program Layanan

Program layanan (service) adalah suatu kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu yang dilayani (pelanggan) sehingga mereka merasa puas karena terpenuhinya kebutuhan. Contoh: program layanan perpustakaan, dan program koperasi. Orientasi dari program layanan ini adalah kepuasan pelanggan (customer satisfaction), karena terpenuhinya kebutuhankebutuhan pelanggan sesuai yang dijanjikan oleh program.

c. Program Umum

(30)

komponen-komponen programnya seperti: masukan (input), kegiatan pemrosesan, dan komponen luaran (output) maupun program layanan yang dapat dikenali apa kebutuhan pelanggan, maka pada program jenis ketiga justru tidak tampak apa yang menjadi ciri utamanya. Contoh: program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS), program peringatan lustrum sekolah dsb.

4. Pendekatan terhadap evaluasi

Ada tiga jenis pendekatn terhadap evaluasi sebagaimana dijeaskan oleh Dunn dalam Sobarsosno (2005), yakni:

a) Evaluasi semu

Yang dimaksud evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan, tanpa menanyakan manfaat atau nilai dari hasil kebijakan tersebut pada individu, kelompok, atau masyarakat.asumsi yang digunakan adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang terbikti sendirinya (self affident) atau tidak kontroversial.

b) Evaluasi formal

Evaluasi formal (formal evaluation) adalah pendekata evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan yang telah ditetapkan secara formal oleh pembuat kebijakan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa sasaran dan target yang ditetapkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk melihat manfaat atau nilai dari program dan

(31)

kebijakan.

c) Evaluasi keputusan teoritis

Evaluasi proses keputusan teoritis (decision theoritic evaluation) adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai stakeholder. Dalam hal ini, evaluasi keputusan teoritik berusaha untuk menentukan sasaran dan tujuan yang tersembunyi dan dinyatakan oleh para stakeholder.

5. Kriteria evaluasi

Menurut William N.Dunn dalam Nugroho (2014:712), istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assesment). Evaluasi berkenan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberpa jauh kebutuhan, nilai dankesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi sumbangnan pada klasifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target; evaluasi memberi sumbangan pada apikasi metode-metode analisis kabijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.

Secara umum, Dunn menggambarkan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan sebagai berikut: efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan.

(32)

Tabel 2.1 Tipe evaluasi menurut Dunn

Tipe kriteria Pertanyaan Ilustrasi

efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai

Unit pelayanan Efisiensi Seberapa banyak usaha yang

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan

unit biaya, manfaat bersih, rasio cost-benefit

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang dinginkan memecahkan masalah

Biaya tetap efektifitas tetap

Perataan Apakah biaya manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kolompok

Kriteria pareto, kriteria kaltor-hicks, kriteria rawls

Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu

Konsistensi dengan survei warganegara

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan bener-benar berguna atau bernilai

Program publik harus merata dan efisien Sumber: William Dunn (2014:610)

Mengenai kinerja kebijakan dalam menghasilkan informasi terdapat kriteria evaluasi dampak kebijakan publik yaitu sebagai berikut:

a) Efektivitas

Menurut Winarno (2002: 184): Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa apabila pencapaian tujuan-tujuan daripada organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya. Pengertian tersebut dapat disimpulkan adanya pencapaian tujuan yang besar daripada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari

(33)

tujuan-dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu.

Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”. Ditinjau dari segi pengertian efektivitas usaha tersebut, maka dapat diartikan bahwa efektivitas adalah sejauhmana dapat mencapai tujuan pada waktu yang tepat dalam pelaksanaan tugas pokok, kualitas produk yang dihasilkan dan perkembangan. Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi. Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauhmana organisasi, program/kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.

b) Efisiensi

Menurut Winarno (2002: 185): Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien. Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik

(34)

ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan kebijakan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

c) Kecukupan

Menurut Winarno (2002: 186): Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah Kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Berbagai masalah tersebut merupakan suatu masalah yang terjadi dari suatu kebijakan sehingga dapat disimpulkan masalah tersebut termasuk pada salah satu tipe masalah tersebut. Hal ini berarti bahwa sebelum suatu produk kebijakan disahkan dan dilaksanakan harus ada analisis kesesuaian metoda yang akan dilaksanakan dengan sasaran yang akan dicapai, apakah caranya sudah benar atau menyalahi aturan atau teknis pelaksanaannya yang benar.

d) Perataan

Menurut Winarno (2002: 187) Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. Kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara

(35)

kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata.

Menurut Winarno (2002: 188), seberapa jauh suatu kebijakan dapat memaksimalkan kesejahteraan sosial dapat dicari melalui beberapa cara, yaitu:

1) Memaksimalkan kesejahteraan individu. Analis dapat berusaha untuk memaksimalkan kesejahteraan individu secara simultan. Hal ini menuntut agar peringkat preferensi transitif tunggal dikonstruksikan berdasarkan nilai semua individu.

2) Melindungi kesejahteraan minimum. Di sini analis mengupayakan peningkatan kesejahteraan sebagian orang dan pada saat yang sama melindungi posisi orang-orang yang dirugikan (worst off). Pendekatan ini didasarkan pada kriteria Pareto yang menyatakan bahwa suatu keadaan sosial dikatakan lebih baik dari yang lainnya jika paling tidak ada satu orang yang diuntungkan atau dirugikan.

3) Memaksimalkan kesejahteraan bersih. Di sini analisis berusaha meningkatkan kesejahteraan bersih tetapi mengasumsikan bahwa perolehan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengganti bagian yang hilang. Pendekatan ini didasarkan pada kriteria Kaldor-Hicks: Suatu keadaan sosial lebih baik dari yang lainnya jika terdapat perolehan bersih dalam efisiensi dan jika mereka yang memperoleh dapat menggantikan mereka yang kehilangan. Untuk tujuan praktis kriteria yang tidak

(36)

mensyaratkan bahwa yang kehilangan secara nyata memperoleh kompensasi ini, mengabaikan isu perataan.

4) Memaksimalkan kesejahteraan redistributif. Di sini analis berusaha memaksimalkan manfaat redistributif untuk kelompok-kelompok yang terpilih, misalnya mereka yang secara rasial tertekan, miskin atau sakit. Salah satu kriteria redistributif dirumuskan oleh filosof John Rawls: Suatu situasi sosial dikatakan lebih baik dari lainnya jika menghasilkan pencapaian kesejahteraan anggota-anggota masyarakat yang dirugikan. e) Responsivitas

Menurut Winarno (2002: 189): Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Responsivitas berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk dukungan/berupa penolakan.

Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya kebijakan. Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok tertentu terhadap kriteria

(37)

efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan. f) Ketepatan

Menurut Winarno (2002: 184): Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan evaluasi dampak kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan yang telah diberlakukan oleh organisasi atau pemerintah, dengan cara mengevaluasi aspek-aspek dampak kebijakan yang meliputi efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan pelaksanaan kebijkan tersebut ditinjau dari aspek masyarakat sebagai sasaran kebijakan tersebut. B. Konsep Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

1. Pengertian Program KIA

Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah suatu program yang meliputi pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi dan balita, remaja, dan lansia.

Pengertian Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan upaya Kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan

(38)

dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.

2. Tujuan Program KIA

Tujuan Program KIA adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Tujuan khusus program KIA adalah :

a) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga,paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.

b) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.

c) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki.

d) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.

e) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

(39)

Target Program KIA adalah meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.

3. Kegiatan Dalam Program Kesehatan Ibu dan Anak

Ada beberapa kegiatan dalam program kesehatan ibu dan anak, diantaranya : 1. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi, anak balita, dan

anak prasekolah.

2. Deteksi dini faktor resiko ibu hamil. 3. Pemantauan tumbuh kembang balita.

4. Imunisasi Tetanus Toxoid dua kali pada ibu hamil serta BCG, DPT tiga kali, Polio tiga kali, dan campak satu kali pada bayi

5. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.

6. Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita, dan anak prasekolah untuk macam-macam penyakit ringan

7. Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan pemeliharaan serta bayi-bayi yang lahir ditolong oleh dukun selama periode neonatal (0-30 hari)

8. Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan para dukun bayi serta kader-kader kesehatan.

4. Manajemen Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak

Pemantauan kegiatan KIA dilaksanakan melalui Pemantauan Wilayah setempat-KIA (PWS-KIA) dengan batasan. Pemamtauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaaan kegiatan KIA serta alat untuk motivasi dan komunikasi

(40)

kepada sector lain yang terikat dan dipergunakan untuk pemamtauan program KIA secara teknis maupun non teknis. Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis dan non teknis, yaitu

1. Indikator Pemantauan Teknis

Indikator ini digunakan oleh para pengelola program dalam lingkungan kesehatan yang terdiri dari :

a. Indikator Akses

b. Indikator Cakupan Ibu Hamil

c. Indikator Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan d. Indicator penjaringan Dini Faktor Resiko oleh Masyarakat e. Indikator Penjaringan Faktor resiko oleh Tenaga Kesehatan f. Indikator Neonatal

2. Indikator Pemamtauan Non teknis

Indikator ini dimasksudnya untuk motivasi dan komunikasi kemajuan maupun masalah operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di wilayah, sehingga di mengerti dan mendapatkan bantuan sesuai keperluan. Indikator-indikator ini dipergunakan dalam berbagai tingkat administradi, yaitu :

a. Indikator pemerataan pelayanan KIA

Untuk ini dipilih AKSES (jangkauan) dalam pemamtauan secara teknis memodifikasinya menjadi indikator pemerataan pelayanan yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.

b. Indikator efektivitas pelayanan KIA

(41)

memodifikasinya menjadi indicator efektivitas program yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.

Kedua indikator tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, perdesa serta dipergunakan dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral untuk menunjukkan desa-desamana yang masih ketinggalan.

Pemantauan secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu tindak lanjut yang jelas dari para penguasa wilayah perihal : peningkatan penggerakan masyarakat serta penggalian sumber daya setempat yang diperlukan.

C. Kerangka Pikir

Pemerintah menyelenggarakan program kesehatan ibu dan anak (KIA) sebagai salah satu upaya untuk menurunkan dan menekan tingginya angka kematian dan kejadian sakit ibu dan anak. Program ini menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.Namun pelaksanaan program KIA bukanlah sekedar memberikan pelayanan sahaja tetapi perlu memperhatikan hasil yang diperoleh. Sebagaimana dengan program-program pemerintah yang lain, program KIA juga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah ada kendala yang terjadi dalam proses pelaksanaannya sehingga hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Untuk itu penulis akan mengevaluasi program dengan menggunakan kriteria evaluasi William Dunn yang berfokus pada tiga kriteria yaitu: efektivitas, pemerataan, dan responsivitas.

Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas maka adapun skema penelitian dalam penelitian ini.

(42)
(43)

D. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada evaluasi program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Bone. Dengan 3 kriteria evaluasi Dunn yaitu Efektivitas, Pemerataan, dan Responsivitas. Serta faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program sehingga terlihat outcomes program KIA di Kabupaten Bone. E. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Efektivitas

Dalam penelitian ini efektivitas adalah sejauhmana Dinas kesehatan dan Puskesmas dalam menjalankan fungsi-fungsinya secara optimal untuk mencapai tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas Program KIA dapat dilihat dari Sosialisasi program, ketercapaian program, serta pemantauan dan pengawasan Program KIA.

2. Pemerataan

Dalam penelitian ini pemerataan merupakan pelayanan Program KIA yang diberikan secara merata kepada masyarakat yang menjadi sasaran program tanpa memandang status social dan ekonomi. Yang dapat dilihat dari akses dan jangkauan program serta pembiayaan program.

3. Responsivitas

Dalam penelitian ini responsivitas adalah tanggapan masyarakat yang menjadi sasaran terhadap program KIA, merasa puas atau merasa direpotkan (tambah masalah).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program

(44)

kabupaten Bone berjalan dengan baik. Sedangkan Faktor penghambat adalah kebalikan dari faktor pendukung yaitu apapun yang menyebabkan terhambatnya atau terkendalanya pelaksanaan program KIA di Kabupaten Bone.

5. Outcome Program kesehatan ibu dan anak (KIA)

Dalam penelitian ini outcome Adalah manfaat yang didapatkan dari pelaksaan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam jangka waktu tertentu.

(45)

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu dan lokasi penelitian merupakan suatu tempat/wilayah yang dibutuhkan penulis dimana penelitian dilaksanakan. Adapun waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 2 (dua) bulan. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bone serta puskesmas Biru yang terletak di kecamatan Tanete Riattang. Kecamatan Tanete Riattang merupakan daerah yang wilayahnya adalah daerah perkotaan dan pinggiran kota. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena lokasi ini dianggap sebagai strategis dalam mengevaluasi Program KIA. Dimana Dinas kesehatan kabupaten bone merupakan tempat semua data terkait program KIA dikumpulkan dan dibukukan. Adapun puskesmas Biru merupakan UPT puskesmas yang wilayah kerjanya sebagian daerah perkotaan dan sebagian pinggiran kota serta salah satu puskesmas yang cakupan antenatal (K1 dan K4) tertinggi dikabupaten bone. B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Penelitian ini berusaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Sehingga bersifat mengungkapkan fakta yang diperoleh di lapangan dan memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini menggunakan tipe studi kasus (case studies) yaitu penelitian yang mendalam tentang individu, suatu organisasi, suatu program

(46)

kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertetu. Tujuannya untuk memperoleh deskripsi yang utuh dan mendalam dari suatu entitas.Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori.

C. Sumber Data

Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Dalam keilmuan (ilmiah), fakta dikumpulkan untuk menjadi data. Data kemudian diolah sehingga dapat diutarakan secara jelas dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak langsung mengalaminya. Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari tempat penelitian melalui wawancara, sumber data ditulis dan direkam. Wawancara dilakukan kepada narasumber yang mengetahui secara akurat informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan peneliti dari tempat penelitian untuk mendukung keperluan data primer. Dalam hal ini yang menjadi data sekunder yaitu berupa dokumen, buku laporan, dan data bersifat tertulis yang terkait dengan program Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Bone

D. Informan Penelitian

Informan adalah orang yang berada pada lingkup penelitian, artinya orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Penentuan narasumber (informan) dalam penelitian ini untuk diwawancarai secara mendalam

(47)

dilakukan dengan secara purposive sampling, peneliti memilih orang tertentu yang dipandang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai permasalahan yang diteliti yakni pihak-pihak yang terlibat sebagai partisipan dalam program Kesehatan ibu dan anak. Adapun informan sebagai berikut:

Table 3.1 Informan Penelitian

No. Informan inisial umur Jabatan

1. dr. Eko Nugroho EN 42 thn Kepala Bidang Kesehatan Masayarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bone 2. Hj. Kartini Abbas,

SST. M. Kes KA 50 thn

Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dinas Kesehatan Kab. Bone

3. dr. Hj. Resti Elvira

Sarlim R 38 thn

Kepala Puskesmas Biru Kecamatan Tanete Riattang

4. Hj. Harfiyani, SST HR 53 thn Bidang koordinator Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Biru 5. Hj. Hasnyati, SST HS 46 thn Pelaksana Kesehatan Ibu dan Anak

Puskesmas Biru 6. Kiki Rezeki Amaliah,

SST KR 35 thn Bidan Kelurahan Puskesmas BIru 7. Sri wahyuni SW 25 thn Masyarakat / Kelompok sasaran 8. Fatmawati FM 29 thn Masyarakat/ Kelompok sasaran

9. Hasni HN 31 thn Masyarakat/ Kelompok sasaran

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian guna memperoleh keterangan data yang lebih akurat mengenai program KIA.

(48)

2. Wawancara, yaitu proses mendapatkan informasi melalui tanya jawab dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan objek dan masalah penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa alat tulis dan Hp sebagai alat rekam.

3. Dokumen, yaitu cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa buku laporan dan data statistik yang bersifat tertulis serta dokumen resmi yang berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan penelaahan terhadap bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan program KIA.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah tahapan selanjutnya untuk mengolah data dimana data yang diperoleh, dikerja dan dimanfaatkan untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Menurut Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2012:91), terdapat 3 (tiga) aktivitas dalam analisis data, yaitu:

1. Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian data yaitu merupakan rakitan informasi dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya agar makna peristiwa lebih mudah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan. Pada penelitian kualitatif ini, verifikasi data dilakukan secara terus menerussepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama

(49)

memasuki lapangandan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisisdan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola tema,hubungan persamaan, hipotetsis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan.

G. Pengabsahan Data

Setelah menganalisis data, peneliti harus memastikan apakah interpretasi dan temuan penelitian akurat. Kredibilitas data sangat mendukung hasil penelitian, oleh karena itu diperlukan teknik untuk memeriksa keabsahan data.Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lain yaitu:

1. Triangulasi waktu

Dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi dalam waktu atau situasi yang berbeda. 2. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

3. Triangulasi teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Keadaan Geografis Kabupaten Bone

Kabupaten Bone adalah salah satu daerah otonom di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu Kota Kabupaten terletak di Kota Watampone. Berdasarkan data Kabupaten Bone dalam angka 2015 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone, jumlah penduduk kabupaten Bone tahun 2015 adalah 738.515 jiwa, terdiri dari laki-laki 352.081 dan 386.434 perempuan. Dengan luas wilayah Kabupaten Bone sekitar 4.559 km2 persegi, rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bone adalah 162 jiwa per km2. Luas wilayah Kabupaten Bone 4.559 km2 dengan rincian lahan sebagai berikut:

a). Pesawahan : : 88.449 Ha b). Tegalan/Ladang : 120.524 Ha

c). Perkebunan Negara/Swasta ; 43.052,97 Ha d). Tambak/Empang : 11.148 Ha

e). Hutan : 145.073 Ha

f). Padang rumput dan lainnya : 10.503,48 Ha

Kabupaten Bone sebagai salah satu daerah yang berada di pesisir timur Sulawesi Selatan memiliki posisi strategis dalam perdagangan barang dan jasa di Kawasan TImur Indonesia yang secara administrative terdiri dari 27 Kecamatan, 328 Desa dan 44 Kelurahan. Kabupaten ini terletak 174 km kearah timur Kota Makassar, berada pada posisi 4^13’-5^6’ LS dan antara

(51)

119^42’-120^30’ BT, dengan batas wilayah sebagi berikut : a). Utara : Kabupaten Wajo, Soppeng b). Timur : Teluk Bone

c). Selatan : Kabupaten Sinjai, Gowa

d). Barat : Kabupaten Maros, Pangkep, Barru.

Secara demografi, Kabupaten Bone tergolong kabupaten yang besar dan luas di Sulawesi Selatan. Rata-rata jumlah penduduk per km2 adalah 162 jiwa. Terkait dengan perannya sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, dan fasilitas publik lain, maka mayoritas penduduk tinggal terpusat di Ibu Kota Kabupaten. Kepadatan penduduknya mencapai 1.111,78 jiwa per km2.

2. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bone

Dinas Kesehatan (dinkes) daerah Kabupaten Bone merupakan instansi yang bertanggungjawab mengenai kesehatan di Kabupaten Bone. Penelitian ini dilakukan dikantor Dinas Kesehatan Kab. Bone yang beralamat di Jalan Jend. Ahmad Yani no. 3 Watampone. Dinkes Kabupaten Bone memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan bidang kesehatan, melaksanakan kebijakan bidang kesehatan, melaksanakan evaluasi dan pelaporan bidang kesehatan, melaksanakan administrasi Dinas Kesehatan, dan melaksanakan fungsi lain yang terkait dengan urusan kesehatan. Melalui kantor dinas kesehatan ini juga pemerintah melakukan penyuluhan kesehatan, penyuluhan hidup sehat denagn olahraga. Dinas kesehatan bertugas sebagai penjamin penjamin dan pengawas fasilitas kesehatan, obat-obatan, dokter, klinik, apotek, dan sebagainya.

(52)

3. Profil UPT Puskesmas Biru

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan milik pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat untuk wilayah kecamatan, sebagian kecamatan, atau kelurahan. UPT Puskesmas Biru terletak di Kecamatan Tanete Riattang yang merupakan bagian wilayah administratif di Kabupaten Bone.

Wilayah kerja UPT Puskesmas Biru dengan total luas wilayah 23.79 km2,

terdiri dari 8 kelurahan meliputi : Kelurahan Biru, Kelurahan Watampone, Kelurahan Mannurunge, Kelurahan Ta’, Kelurahan Bukaka, Kelurahan Pappolo, Kelurahan Walennae dan Kelurahan Masumpu. Adapun Visi Puskesmas Biru yaitu “Mewujudkan Masyarakat Tanete Riattang yang Sehat pada tahun2021”. Sedangkan Misi Puskesmas Biru adalah:

1. Menggalang kemitraan dengan lintas sektor untuk mewujudkan masyarakat yang sehat

2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan melalui pendekatan keluarga

3. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang professional dan bermutu..

B. Hasil Penelitian

Dalam subbab ini penulis akan menjelaskan hasil penelitian dari Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Bone yang menggunakan Kriteria evaluasi Dunn yaitu efektivitas, pemerataan, dan responsivitas. Serta faktor – faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program sebagai berikut:

(53)

1. Efektivitas

Dalam penelitian ini, efektivitas adalah suatu pencapaian hasil atau tujuan dari program kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Bone. Dalam artian bahwa apakah pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak telah sesuai dengan peraturan yang ada. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas program kesehatan ibu dan Anak (KIA) peneliti mengamati dan melakukan wawancara yang terkait dengan sosialisasi program, pencapaian program, serta pengawasan dan pemantauan program.

1.1. Sosialisasi Program

Berdasarhan hasil penelitian yang dilakukan, sosialisasi Program Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Bone pada umumnya sama seperti sosialisasi program lainnya yang dilakukan secara berjenjang. Hal ini dijelaskan oleh Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dinas Kesehatan Kabupaten Bone :

“Program itu dilakukan secara berjenjang mulai dari puskesmas ke bidan desa. Jadi akan ada pertemuan bidang koordinator. Program KIA disosialisasikan pada rapat yang biasanya dihadiri oleh kepala puskesmas, kepala seksi kesehatan ibu dan anak. Program KIA itu terdiri dari kesehatan ibu dan anak, lansia, dan gizi.” (wawancara dengan KA, 7 Agustus 2019)

Hal senada juga dikemukakan oleh Kepala Puskesmas Biru mengenai bentuk sosialisasinya :

“Bentuk sosialisasinya itu berupa pertemuan lintas sektor. Pada saat di Puskesmas itu ada pertemuan lintas sektor triwulan disitulah semua dibahas tentang program-program permasalahan yang ada diwilayah puskesmas tersebut.” (wawancara dengan RE, 5 september 2019)

Berdasarkan wawancara dari beberapa informan diatas dapat dilihat bahwa sosialisasi program KIA dimulai pada Dinas Kesehatan yang mengadakan rapat setiap tiga bulan sekali (triwulan) dalam satu tahun dengan menghadirkan perwakilan dari setiap Puskesmas dan lembaga-lembaga yang

(54)

terlibat.adapun jadwal pertemuan yang dilakukan seperti yang terlihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jadwal Pertemuan di Dinas Kesehatan tahun 2019

No. Hari/Tanggal Kegiatan Jumlah

peserta

1. 5 februari 2019 Rapat evaluasi 36

2. 11 April 2019 Rapat bidang Koordinator 35 3. 3 Agustus 2019 Pembagian rapot kesehatan 40 4. Desember 2019 Rapat pencegahan stunting 45 Sumber : Dinas Kesehatan (2019)

Hal ini sesuai dengan hasil observasi peneliti dilapangan, yang mendapati bahwa kegiatan petemuan – pertemuan yang menghadirkan berbagai lintas sector. Seperti yang terlihat dalam gambar 4.1 sebagai berikut:

Gambar 4.1 Dokumentasi pertemuan lintas sentor

Sumber : Puskesmas biru (2019)

Selain sosialisasi berupa pertemuan lintas sector, sosialisasi dilapangan juga dilakukan. Hal ini dikemukakan oleh Bidang Koordinator KIA Puskesmas Biru :

(55)

mencapai indicator tersebut yaitu kita mengadakan kelas ibu hamil (kita bisa dapatkann K1, K4, serta ibu beresiko tinggi), kelas ibu balita (kita bisa dapatkan balita lengkap, mengajarkan ibu tentang merawat bayi/balita), kunjungan ke SD/TK (memantau tumbuh kembang balita), kunjungan posyandu, kunjungan sekolah luar biasa (SLB), kunjungan supervisi fasilitatif dimana kita berkunjung memberikan arahan atau mengenal bagaimana bidan desa bekerja sesuai standar, Swiping ibu hamil dengan bidan desa berkunjung kerumah-rumah pasien.” (wawancara dengan HR, 2 September 2019)

Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa sosialisasi yang dilakukan di lapangan mengenai Program KIA yaitu Puskesmas mengadakan kelas ibu hamil, ibu balita, posyandu, kunjungan sekolah, dan swiping ibu hamil.

Lebih lanjut dijelaskan oleh pelaksana KIA di Puskesmas Biru, bahwa: “…kegiatan seperti kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, dilaksanakan setiap 4 kali dalam setahun yaitu pada bulan maret, mei, juli, September. Dan kalau waktu dekati ini kelas ibu hamil akan dilaksanakan pada tanggal 5.” (wawancara dengan HS, 7 Agustus 2019)

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa kegiatan kelas ibu hamil dan ibu balita dijadwalkan setiap tiga bulan sekali (triwulan) dalam satu tahun. Namun hal berbeda yang didapatkan peneliti pada saat observasi langsung. Peneliti tidak mendapati kegiatan kelas ibu hamil dan ibu balita di waktu dan tempat yang telah dijadwalkan sebelumnya. Seperti yang terlihat pada gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 dokumentasi hari pelaksanaan kelas ibu hamil

(56)

Table 4.2 Daftar Kelas ibu hamil dan Balita

Sumber: UPT Puskesmas Biru (2019)

Berdasarkan dari hasil wawancara dan data diatas dapat didimpulkan bahwa sosialisasi Program KIA di Puskesmas Biru belum dilakukan secara maksimal. Hali ini terlihat dari kegiatan kelas ibu hamil yang mana seharusnya dilakukan 4× pertemuan, namun hanya dilakukan 3× pertemuan.

1.2. Capaian Program

Dari hasil penelitian yang dilakukan, pencapaian program KIA dapat dilihat dari presentase capaian indikator program. Hal ini dijelaskan oleh kepala bidang kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bone :

“ Detail capaian program menurut saya selaku kepala bidang berhasil karena dilihat dari presentase beberapa indikator program yang telah mencapai target yang tertuang dalam Renstra kabupaten.” (Wawancara dengan EN, 7 Agustus 2019).

Hal senada juga diungakapkan oleh Pelaksanan KIA puskesmas Biru bahwa:

“capaian KIA di Puskesmas ini mencapai target, dimana ada sekitar 1057 sasaran ibu hamil, capaian K1 98,86%, dan capaian K4 95,27%. Untuk lebih lengkapnya ada pada laporan PWS-KIA” (Wawancara dengan HS, 7 Agustus 2019).

Dari hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa pencapaian Kelurahan Jumlah Sasaran Jumlah Peserta

Penduduk Ibu hamil Maret Mei Jul Sept

Biru 10.493 215 10 15 12 - Bukaka 4.636 95 10 11 10 - Manurunge 7.565 196 12 14 10 - Masumpu 9.596 155 13 10 10 - Pappolo 2.271 47 10 9 10 - Ta 7.281 148 10 10 12 - Walannae 2.768 57 10 10 10 - Watampone 7.054 144 12 10 15 - Total 51.664 1057 87 89 89 0

Gambar

Gambar 2.1 Kebijakan sebagai suatu proses
Tabel 2.1 Tipe evaluasi menurut Dunn
Table 3.1 Informan Penelitian
Tabel 4.1 Jadwal Pertemuan di Dinas Kesehatan tahun 2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah sistem informasi pencatatan dan pelaporan puskesmas program kesehatan ibu dan anak pada dinas kesehatan kabupaten Kudus yang dapat

Manfaat Buku KIA secara umum adalah ibu dan anak mempunyai catatan kesehatan yang lengkap, sejak ibu hamil sampai anaknya berumur lima tahun sedangkan manfaat buku KIA secara

Pertimbangan ( MXVWL¿FDWLRQ ) fokus penelitian adalah sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) sebagai alat management program KIA untuk memantau

Tingkat pengetahuan tentang bagian buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang diisi oleh ibu hamil di Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul dalam kategori kurang sebanyak

Judul Tesis : DETERMINAN PEMANFAATAN BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) PADA IBU BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2013.. Nama Mahasiswa :

Tanyakan apakah ibu atau anak pernah mendapatkan kunjungan dari kader posyandu atau pelayanan kesehatan seperti dokter, bidan, mantri yang mengajak anak dan Ibu Hamil

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kualitas pelayanan Poli KIA/KB dengan derajat kesehatan ibu dan anak di 2 Puskesmas di

Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan media pencatatan pelayanan KIA yang penting untuk ibu dan keluarga, dapat dioptimalkan pemanfaatannya bila tenaga kesehatan dan kader menjelaskan isinya dengan