Pemerintahan dalam Program Pembakuan
Nama Rupabumi yang Bernuansa Tradisional
dan Kebangsaan (Studi Kasus di Kawasan Bumi
Serpong Damai)
Dra. Amalia Djuwita, M.M
Dosen Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom (Prodi Digital Public Relations)
�
amaliadjuwita@gmail.comPendahuluan :
Istilah pembakuan nama rupa bumi hingga saat ini belum populer di telinga masyarakat Indonesia. Oleh karena itu perlu upaya mempercepat pembakuan nama rupabumi di daerah dengan mempertahankan nama lokal sebagai cerminan jati diri dan kedaulatan bangsa.Akhir akhir ini banyak bermunculan penamaan rupabumi yang tidak mengikuti aturan seperti penamaan perumahan dan tempat-tempat perbelanjaan, disamping banyak yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia, juga masih banyak yang menggunakan bahasa asing. Apabila hal ini tidak segera ditangani, tentu akan dapat mengancam keberadaan Bahasa Indonesia dan sekaligus dapat mereduksi budaya daerah. Salah satu penyebab terjadinya kendala adalah masih kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait hal ihwal penamaan unsur rupabumi, bahkan, istilah rupabumi pun masih banyak dikalangan masyarakat yang belum mengetahui arti dan pentingnya pembakuan nama rupabumi.
Salah satu contoh kasus penggunaan nama rupa bumi adalah yang terletak di kawasan BSD City, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang merupakan sebuah kawasan baru yang saat ini tengah dikembangkan oleh PT Sinar Mas Group.Kawasan tersebut ketika peluncuran pertamanya dikenal dengan nama Kota Mandiri Bumi Serpong Damai yang luasnya mencapai 6000 hektare.
tanah darat, tegalan,pesawahan,situ dan sebagainya menjadi kawasan perkotaan. Kondisi sosial budaya masyarakat tradisional pada daerah tersebut pada awalnya terdiri dari tiga pengelompokan yaitu yang menggunakan dialek bahasa Betawi ora, bahasa Sunda dialek Pasundan dan bahasa Sunda dialek Banten
Secara turun temurun,masyarakat tradisional melekatkan penamaan kawasan dengan istilah yang berbau kedaerahan, seperti halnya Rawa Buntu,Rawa Mekar,Lengkong Gudang,Pagedangan,Ciater, Cilenggang,Dadap dan nama-nama lainnya yang hingga saat ini nama nama tersebut masih dapat dijumpai pada kawasan perkampungan yang telah terkurung oleh perumahan baru modern. Kondisi perkampungan tradisional tersebut sangat berbeda dengan perumahan modern yang sangat teratur dan terintegrasi dimana antara bangunan rumah dengan bangunan lainnya sangat tertata dan pada setiap lingkungan perumahan pada umumnya dilengkapi dengan taman, halaman bahkan ada yang disertai dengan kolam renang.
Demikian juga apabila dilihat dari kondisi strata sosial ekonomi para penghuninya, dapat dikatakan adanya faktor kesenjangan. Perubahan kondisi di kawasan BSD ini mengakibatkan kesenjangan interaksi antara komunitas perkampungan dengan komunitas perumahan modern karena dibatasi dengan pembuatan tembok pemisah antara perumahan warga asli dengan perumahan modern yang secara perlahan-lahan telah melahirkan konflik budaya..
tersebut berubah nama menjadi BSD City yang berbau bahasa asing.. Kawasan hunian yang dibangun kemudian oleh PT Sinar Mas Group , diberi nama yang terasa asing di telinga masyarakat lokal. Misalnya saja kawasan yang diberi nama oleh pengembang dengan penggunaan nama “De Latinos” dengan berbagai cluster yang memakai nama bernuansa latin, diantaranya cluster Bahamas, Carribean Islands, Mexicano, Centro Havana, Santiago, he Rio, Vintage, dan Virgin Island. Kemudian pada bagian kawasan lainnya, dibangun komplek hunian baru yang dipasarkan dengan menerapkan nama asing yaitu Greenwich Park,Alegria Park , Vanya Park, Cluster Asatti Garden house, he Eminent, New Vivacia, Kireina Park , Azura House, Assana House, Anila House, Anartha Guest House, Asatti Garden House, Acolla Park ,Alesha Guest House.Green BSD,, Foresta Cluster Collinare, Cluster Ritzone, Cluster Mayield , Cluster Prestigia , Cluster Illustria, he Avani, Cluster Lakewood Navara park , Cluster Fidelia ,Whelford, Hyland, Sheield, Whitsand, Luxmore, Ingenia, Regentown, Precia, Vivacia, he Icon, Cluster Cajuputi De Park , Mozia, he Green Blossom Ville, Lakewood ,
West Park, Neo Catalonia,Apartemen Marigold ,Condominium Navapark , Green Living Casa de Parco dan nama lainnya yang tidak akrab dengan telinga bangsa Indonesia.Belum lagi nama pusat pertokoan yang menggunakan nama asing seperti BSD Junction, Ruko Piazzadi , Horizon Broadway, AEON Mall, QBIG, Courts BSD, Gramedia, Foresta Business Lot, the Breeze, ICE , Giant dan sebagainya. Kemudian berbagai fasilitas pendidikan yang menggunakan nama asing seperti Stella Maris, Sint.Jhons, Santa Ursula, Swiss German University, Montana University, Nanyang Jakarta School dan sebagainya.
Kajian Teori
Kajian ini menggunakan kajian teori dengan menelah buku rujukan dan dokumen resmi lainnya,disertai kajian empirik melalui pendekatan kualitatif untuk menggali informasi dari narasumber.serta melakukan observasi di lapangan.
Simon Fisher, dkk. (2001) mengemukakan teori tentang penyebab konlik diantaranya yaitu teori identitas yang berasumsi bahwa konlik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada
hilangnya sesuatu. Kemudian teori kesalahpahaman antar-budaya
yang berasumsi bahwa konlik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda dan yang
terakhir yang berkaitan dengan kasus ini adalah teori transformasi
konlik yang berasumsi bahwa konlik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.Menurut Kriesberg (1973), pengertian konlik sosial yaitu hubungan dua atau lebih pihak yang memiliki keyakinan bahwa mereka masing-masing mempunyai tujuan berbeda. Konlik antarbudaya terjadi akibat adanya pihak-pihak yang terlibat di dalamnya berasal dari latar belakang budaya berbeda.
Sedangkan berkaitan tentang fungsi public relations, maka
menurut International Public Relations Association (IPRA) dalam
Rumanti (2005:11), Public Relations merupakan fungsi manajemen dari
sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi-organisasi, lembaga-lembaga umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada hubungan dan diduga akan ada kaitannya, dengan cara menilai opini publik mereka, dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan, guna mencapai kerja sama yang lebih produktif, dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih eisien, dengan kegiatan penerangan yang terencana dan tersebar luas
Cutlip, Center dan Bloom (2007: 6), mendeinisikan bahwa
bersifat dinamis dan berkesinambungan yang terdiri dari empat
proses yaitu 1) Research (penelitian) dimana pelaku public relations
harus mengenal gejala dan penyebab permasalahan. Untuk itu maka seorang pelaku public relations harus melibatkan dirinya dalam proses penelitian dalam pengumpulan fakta. Ia perlu memantau dan membaca tentang pengertian, opini, sikap, dan perilaku orang-orang yang berkepentingan dan terpengaruhi oleh tindakan organisasi .
“What’s happening now?” merupakan kata-kata yang menjelaskan
tahap ini. Seorang petugas public relations harus cermat dalam
melihat data dan fakta yang erat sangkut pautnya dengan pekerjaan yang akan digarap. Segala keterangan harus diperoleh selengkap mungkin. Dalam tahap mendeinisikan penelitian, ia harus mengolah data faktual yang telah ada, mengadakan perbandingan, melakukan pertimbangan, dan menghasilkan penilaian, sehingga dapat diperoleh kesimpulan dan ketelitian dari data faktual yang telah didapat. Proses
public relations tidak semudah pengumpulan data dan fakta, tapi
harus mengedepankan pengolahan, penelitian, pengklasiikasian, dan penyusunan data sedemikian rupa sehingga memudahkan pemecahan masalah nantinya. Penelitian dalam pencarian data ini dapat dilakukan
dengan cara-cara: survei dan polling, wawancara, focus group discussion,
wawancara mendalam, dan walking around research. 2. Planning
(perencanaan),setelah tahap penelitian dan pencarian data, petugas
public relations melanjutkan ke tahap perencanaan. Dalam tahap ini,
praktisi public relations melakukan penyusunan masalah. Ia melakukan
pemikiran untuk mengatasi masalah dan menentukan orang-orang yang akan menggarap masalah nantinya. Perencanaan ini tidak boleh diabaikan, namun harus dipikirkan secara matang karena turut
menentukan suksesnya pekerjaan public relations secara keseluruhan.
Perencanaan disusun atas data dan fakta yang telah diperoleh, bukan
berdasarkan keinginan public relations. Berdasarkan pada rumusan
masalah, dibuat strategi perencanaan dan pengambilan keputusan untuk membuat program kerja berdasarkan kebijakan lembaga yang juga disesuaikan dengan kepentingan publik. Kata kunci dari tahap ini
adalah, “What should we do and why?”;3). Action and Communication
(Aksi dan Komunikasi), dalam hal ini komunikasi sering kali dilakukan
berdasarkan asumsi pribadi oleh seorang pelaku public relations.
buruk dan hal itu tidak disarankan karena akan berisiko pada image lembaga . Tahap ini dilewati untuk mendapatkan jawaban pertanyaan,
“How do we do it and say it”. Tujuan dan objektivitas yang spesiik harus
dikaitkan untuk mencapai aksi dan komunikasi yang akan dilakukan
maka pelaku public relations harus mampu mengkomunikasikan
pelaksanaan program sehingga dapat mempengaruhi opini publiknya yang kemudian mendorong mereka untuk mendukung pelaksanaan program tersebut. Selain itu, ia juga harus melakukan aksi dan melakukan kegiatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Kegiatan aksi ini merupakan kegiatan komunikasi, selayaknya komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi organisasi;sedangkan langkah
terakhir adalah 4). Evaluation (Evaluasi), Untuk mengetahui apakah
prosesnya sudah selesai atau belum , maka dilakukan evaluasi terhadap langkah-langkah yang telah diambil. Tujuan utama dari evaluasi adalah untuk mengukur keefektiitasan proses secara keseluruhan. Pada tahap ini, ia pun dituntut untuk teliti dan seksama demi keakuratan data dan fakta yang telah ada. Akan tetapi, perlu diingat bahwa setelah selesai satu permasalahan, tidak menutup kemungkinan akan menghadapi masalah baru lagi. Dengan demikian, tahap ini juga sebagai acuan
perencanaan di masa mendatang. Singkat kata, “How did we do?”
menjadi acuan dalam tahap ini.Langkah terakhir ini maka dilakukan kaji ulang terhadap langkah-langkah sebelumnya apakah sudah efektif atau belum.
Pembakuan Nama Rupabumi dan Peran Public Relations Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk mensosialisasikan istilah ke Indonesiaan.
Pembakuan nama nama kawasan yang berbau asing dan sangat tidak kental dengan telinga masyarakat Indonesia telah menyulitkan masyarakat lokal di Bumi Serpong Damai untuk membantu menunjukan lokasi,ketika kedatangan orang-orang yang mencari sebuah alamat. Disamping itu penerapan nama kawasan yang berbau asing mengakibatkan masyarakat lokal merasa menjadi orang asing di tanah leluhurnya .Masyarakat tradisional yang turun temurun menetap di sana yang semula merasa nyaman dan damai sekarang telah direnggut oleh kehadiran budaya asing.
garapannya.Para penggarap dan bekas pemilik lahan pertanian telah kehilangan garapannya dan beralih profesi menjadi pekerja harian lepas yang bertugas untuk membersihkan rumput,menjaga keamanan lingkungan dan melayani kepentingan para pendatang dan keluarganya yang menjadi pemilik dan penghuni baru pada lahan-lahan bekas garapan/ miliknya.Lokasi itu telah terserabut dari akar budayanya dan kenikmatan atas tanah leluhur telah terebut oleh mereka yang mengantongi uang.Hal itu telah menyebabkan terjadinya masalah kesenjangan sosial,kesenjangan ekonomi dan kesenjangan budaya.
Perubahan wajah lingkungan disertai dengan penerapan nama zona perumahan yang berabau asing telah menyebabkan munculnya pertentangan bathin bagi masyarakat lokal yang ingin memelihara nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya tradisional warisan leluhurnya yang terpaksa harus berhadapan dengan kehadiran budaya baru yang terasa asing akibat kepentingan komersial para pemilik modal yang telah menguasai kawasan tersebut.
Padahal dilain pihak , kesenjangan sosial, pergeseran budaya dan pengalihan fungsi lahan apabila tidak dikelola secara bijaksana maka
akan menjadi faktor pemicu yang menimbulkan kesalahpahaman,
pertentangan, perselisihan, pertikaian, bahkan tidak mustahil dapat juga menjadi pemicu bagi munculnya konlik antarbudaya .
Sementara itu, Kepala Badan Informasi Geospasial ( BIG ) Asep
Karsidi dalam http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/
nama-rupabumi-merupakan-jati-diri-dan-identitas-bangsa-indonesia
,mengatakan bahwa dalam memberi nama atau mengganti nama geograis secara sembarangan tanpa memperhatikan kaitan dengan masyarakat setempat akan berakibat hilangnya identitas dan jati diri masyarakat tersebut.Pemberian nama tempat atau nama geograis mencerminkan doa dan keterikatan batin antara manusia dengan alam sekitarnya.. Dibalik nama tempat ini terdapat makna tertentu yang berhubungan dengan masyarakat yang bermukim di sekitarnya..
dikeluarkan atas dasar pertimbangan bahwa untuk kepentingan terjaminnya penyelenggaraan tertib administrasi maka diperlukan adanya pengaturan pembakuan nama rupa bumi. Yang dimaksud pembakuan adalah proses penetapan nama rupabumi yang baku oleh lembaga yang berwenang baik secara nasional maupun internasional, sedangkan istilah rupabumi adalah bagian dari permukaan bumi yang dapat dikenal identitasnya sebagai unsur alam dan unsur buatan manusia, misalnya sungai, danau, gunung, tanjung, desa dan bendungan.Kemudian nama rupabumi adalah nama yang diberikan pada unsur rupabumi.
Unsur yang terkandung dalam rupabumi disebutkan ada yang disebut unsur alami yang terbentuk secara alami, antara lain pulau, kepulauan, gunung, pegunungan, bukit, dataran tinggi, gua, lembah, tanjung, semenanjung, samudera, laut, gunung bawah laut, palung, selat, teluk, danau, sungai, dan muara.Kemudian unsur rupabumi berikutnya adalah unsur yang terjadi akibat buatan manusia yang dibuat oleh manusia, antara lain bandara, bendungan, waduk, jembatan, terowongan, mercu suar, kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan pengelolaan darat/laut, candi, dan tugu, serta wilayah administrasi.
Nama unsur rupabumi yang dibakukan menurut peraturan tersebut, meliputi elemen generik yang menerangkan dan/atau menggambarkan bentuk umum suatu unsur rupabumi dalam bahasa lndonesia atau bahasa daerah, antara lain sungai (dalam Bahasa lndonesia), krueng (sungai dalam bahasa Aceh), bulu (gunung dalam bahasa Bugis), dolok (gunung dalam bahasa Batak) serta ada lagi elemen yang disebut elemen spesiik yang menerangkan nama diri dari elemen generik yang sudah disebutkan sebelumnya, antara lain Merapi nama spesiik dari elemen generik yang berupa gunung, Malang nama spesiik dari elemen generik yang berupa wilayah administrasi kota.
Dalam peraturan tersebut telah ditetapkan berbagai ketentuan yang mengatur tentang pembakuan nama nama rupa bumi yang harus
berpedoman pada beberapa prinsip yaitu prinsip penggunaan abjad
prinsip penggunaan nama lokal yang bertujuan untuk melestarikan dan menghormati masyarakat setempat,prinsip berdasarkan peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dalam implementasi pembakuan nama rupabumi harus ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, prinsip menghormati keberadaan suku, agama, ras, dan golongan dengan tujuan untuk menjaga kerukunan, menghindari konlik, dan keterslnggungan di masyarakat.
Kemudian disebutkan adanya prinsip menghindari penggunaan nama diri atau nama orang yang masih hidup dalam rangka untuk menghindari pengkultusan individu atau lembaga swasta/pemerintah. Nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat 5 (lima) tahun dan sangat berjasa bagi negara dan/atau penduduk setempat dapat digunakan sebagai nama rupabumi, prinsip menggunakan bahasa lndonesia dan/atau bahasa daerah untuk menghormati keanekaragaman budaya serta persatuan dan kesatuan nasional dan yang terakhir adalah prinsip penggunaan nama lokal yaitu untuk melestarikan dan menghormati masyarakat setempat.Dengan adanya prinsip prinsip tersebut terkandung pengertian tentang nama unsur rupabumi lebih mengutamakan bahasa nasional dan penggunaan nama lokal ketimbang menggunakan nama yang berbahasa asing .
Ketika itu walaupun belum semua daerah belum menyelengggarakannya ,maka untuk mengimplementasikan peraturan tersebut, diisyaratkan bahwa di tingkat nasional dibentuk
Tim Pembakuan Nama Rupabumi yang dibentuk oleh Presiden dan selanjutnya diikuti dengan pembentukan Panitia Pembakuan Nama Rupabumi di tingkat Provinsi yang dibentuk oleh Gubernur dan di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Panitia Pembakuan Nama Rupabumi Kabupaten/Kota yangdibentuk oleh Bupati/Walikota.
Nasional Pembakuan Nama Rupabumi untuk selanjutnya dilaksanakan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang geospasial;Dengan keputusan pemerintah tersebut maka Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dan semua ketenuan peraturan turunannya dinyatakan dicabut ;
Padahal kalau dilihat dari proses aplikasi di lapangan, ternyata masih banyak penamaan rupa bumi terutama yang berkaitan dengan elemen buatan manusia seperti halnya area perumahan, bangunan hotel,apartemen dan pusat perbelanjaan yang belum ditertibkan berdasarkan prinsip prinsip yang terkandung dalam peraturan tersebut.
Pembakuan nama rupabumi kalau berdasarkan peraturan diatas ,melibatkan unsur pemerintahan kewilayahan yang mengetahui lebih dekat tentang situasi dan kondisi maupun perkembangan yang terjadi di daerah garapannya.Dimana dalam hal ini para Camat setempat melakukan pendataan tentang unsur rupabumi yang belum bernama dan yang sudah bernama. Apabila diketemukan unsur rupabumi yang belum bernama maupun yang sudah bernama tapi ternyata tidak sesuai dengan prinsip penamaan rupabumi, maka dilakukan penamaan yang diusulkan oleh Kepala Desa/Lurah kepada Camat setelah memperhatikan usulan nama dari masyarakat setempat.Hasil inventarisasi nama-nama unsur rupabumi disampaikan oleh Camat kepada Panitia Kabupaten/ Kota. Unsur rupabumi yang belum bernama secara bertahap harus diberi nama sesuai dengan prinsip penamaan rupabumi dan nama unsur rupabumi yang tidak sesuai dengan prinsip penamaan rupabumi dapat dilakukan perubahan nama.
Untuk menyikapi menjamurnya pembakuan nama rupabumi yang kurang sesuai dengan nilai nilai kebangsaan, pasca pencabutan
Peraturan Presiden RI No 112 Tahun 2016 Tentang Tim Nasional
Pembakuan Nama Rupabumi dan berbagai turunan peraturannya maka perlu adanya upaya dari Pemerintah Kabupaten/Kota yang telah memiliki wewenang untuk menyelenggarakan otonomi daerah, sebaiknya segera mengatasi masalah tersebut.Hal itu dikarenakan kalau dilakukan pembiaran akan mengakibatkan tergerusnya niklai-nilai budaya lokal dan kebangsaan di negerinya sendiri.Dampak berikutnya adalah membiarkan masyarakat pribumi lokal untuk merasa asing di rumah sendiri dan secara tidak sengaja telah menghapus jejak sejarah tofograi serta secara tidak langsung memberikan pendidikan yang negatif bagi generasi penerus untuk mengabaikan kelestarian budaya bangsa.
Pemerintah Kabupaten Kota seyogianya melibatkan berbagai unsur yang ada di lingkungan lembaganya maupun anggota masyarakat di daerahnya untuk bersama-sama secara sinergi mengatasi permasalahan dan membangkitkan semangat untuk menjunjung nilai nilai budaya lokal dan nasional yang menjadi harta kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya.Untuk itu peran lembaga terkait kiranya perlu didorong untuk ikut terlibat dalam program peng- Indonesia-an nama rupabumi yang telah dilumuri oleh kehadiran nama yang berbau asing, di tanah ibu pertiwi.
Salah satu lembaga yang perlu diikut sertakan dalam membangkitkan semangat kebangsaan bagi pembakuan nama
rupabumi adalah Public Relations pada Pemerintah Kabupaten/Kota
setempat. Fungsi public relations menurut Harlow dalam Ruslan
(2010:16) dikatakan bahwa public relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama; melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif; bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.Dengan demikian apabila mengacu pada pendapat
memberikan konstribusi positif untuk mendorong masyarakat agar senantiasa menjunjung dan melestarikan nilai-nilai bidaya lokal dan nasional, khususnya dalam hal pembakuan nama rupabumi.
Sedangkan Meiden dalam Rumanti (2005 : 204) mengatakan bahwa
fungsi utama dari public relations adalah menumbuhkan, mengembangkan
hubungan baik antara organisasi dengan publiknya baik internal maupun eksternal,menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi, dan meningkatkan partisipasi public dan menciptakan opini publik yang menguntungkan organisasi dan publiknya.
Sesungguhnya esensi semangat yang terkandung dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi adalah untuk memelihara keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa dengan cara melekatkan peristilahan yang bersifat lokal dan nasional dalam gesture rupabumi yang berada diatas tanah ,lautan dan udara yang ada di wilayah Indonesia.Alasan
latar belakang diterbitkannya peraturan tersebut adalah bahwa
Menurut Roberto Simoes Dalam Rumanti (2005 : 7) dikatakan
bahwa Public Relations merupakan proses interaksi,menciptakan opini
publik sebagai input yang menguntungkan kedua belah pihak.fungsi manajemen,merupakan aktivitas diberbagai bidang ilmu,merupakan profesi profesional dalam bidangnya, juga merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi secara tepat dan merupakan penerapan kebijaksanaan dan pelaksanaanya melalui interprestasi yang peka atas berbagai peristiwa.
W. Emerson Reck, Public Relations Director of Colgate University,
mengatakan bahwa Public Relations adalah kelanjutan dari proses penetapan
kebijaksanaan, pelayanan dan sikap yang disesuaikan dengan kepentingan orang atau golongan agar orang atau lembaga itu memperoleh kepercayaan dan jasa baik dari mereka, sedangkan pelaksanaan kebijaksanaan, pelayanan dan sikap itu adalah untuk menjamin adanya pengertian dan
penghargaan yang sebaik-baiknya. Dalam kaitan itu apabila Pemerintah
Kabupaten/Kota dapat membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan penertiban atau pembakuan nama rupabumi di wilayahnya maka bagian yang menangani public relarions dapat memberikan dukungan dengan cara melakukan sosialiasasi yang gencar bagi masyarakat untuk melakukan re-Indonesia-sasi penamaan rupa bumi di wilayahnya, sehingga semua anggota masyarakat dapat memahami tujuan yang terkandung di dalamnya serta akan tercapainya suatu kepuasan bersama bagi semua anggota masyarakat , yang dapat dicermati dengan dukungan hadirnya Pemerintah dalam membangkitkan semangat nasionalisme khususnya dalam pembakuan nama rupabumi.
Bagaimanakah pejabat public relations melakukan langkah-langkah yang bisa mendukung program pembakuan nama rupabumi bernuansa tradisional dan kebangsaan maka kiranya dapat dilakukan dengan mengutip pendapat Cutlip, Center dan Blomm (2006) maka proses public relations bersifat dinamis dan berkesinambungan.
sehingga akan diperoleh berbagai informasi, pendapat dan keinginan atau aspirasi yang mereka kehendaki dalam hubungan dengan penamaan suatu obyek lokasi.Bantuan dari aparat kewilayahan seperti Camat dan Lurah hingga tokoh masyarakat di tingkat RT/RW maupun pemuka masyarakat/agama/adat/lingkungan sangat dibutuhkan guna melengkapi data yang lebih akurat..Selanjutnya sesudah tahap penelitian dan pencarian data, maka dilanjutkan ke tahap perencanaan. Dalam tahap ini, dilakukan penyusunan masalah. Untuk itu maka harus dilakukan pemikiran guna mengatasi masalah dan menentukan orang-orang yang akan menggarap masalah nantinya. Perencanaan ini tidak boleh diabaikan, namun harus dipikirkan secara matang karena turut menentukan suksesnya bidang garapan public relations secara keseluruhan. Perencanaan disusun atas data dan fakta yang telah diperoleh, bukan berdasarkan keinginan pribadi tapi harus berdasarkan pada rumusan masalah, dibuat strategi perencanaan dan pengambilan keputusan. Untuk membuat program kerja tentunya harus berdasarkan kebijakan lembaga yang juga disesuaikan dengan kepentingan publik. yang telah ditempuh dengan melakukan observasi terhadap pendapat dan keinginan masyarakat tentang penamaan obyek rupabumi dengan memperhatikan kondisi dan sutuasi yang ada di lapangan. Dalam tahap Aksi dan Komunikasi maka harus melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya. Kegiatan aksi yang berupa kegiatan komunikasi, seperti halnya komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi organisasi;
Penutup
Simpulan dan Saran
Datar Pustaka :
Cutlif,Scott M,Centre Allen H,Broom Glenn M,2006, Efektive Public Relations 9 th Edition,San Diego University
Ruslan, Rosady. 2010. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta : Rajawali Pers
Efendy, Onong Uchjana. 2006. Hubungan Masyarakat : Suatu Studi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
--- 2009. Human Relations & Public Relations. Bandung : Mandar Maju,
Mulyana,Deddy dan Rakhmat Jalaludin ,2005. Komunikasi Antarbudaya (Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya), PT Remaja Rosdakarya
Rumanti, Maria Assumpta. 2005. Dasar-dasar Public Relations : Teori dan Praktik. Jakarta : Grasindo
Jekins, Frank. 2003. Public Relations. Jakarta : Erlangga
Sitepu, Edy Sahputra dan Faulina. 2011. Profesional Public Relations. Medan: USU Pers
Simon Fisher, dkk. (2001) Mengelola Konlik: Keterampilan & Strategi untuk Bertindak (www.tempo.co.id)
Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konlik dan Isu-isu Kotemporer. Jakarta: Kencana
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi.
Peraturan Presiden RI Nomor 112 Tahun 2006 Tentang Tim Nasional Pemabkuan Nama Rupabumi
Peraturan Presiden RI Nomor 116 Tahun 2016 Tentang Pembubaran Badan Benih Nasional, Badan Pengendalian Bimbingan Massal, Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi Dan Keuangan, Komite Pengarah Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Di Pulau Batam, Pulau Bintan, Dan Pulau Karimun, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, Dewan Kelautan Indonesia, Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Dan Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis