• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mantra Tarian Dabus pada Masyarakat Melayu Batu Bara : Suatu Kajian Psikologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mantra Tarian Dabus pada Masyarakat Melayu Batu Bara : Suatu Kajian Psikologi Sastra"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya

terbentuk dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di suatu tempat.

Kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar,

(Koentjaraningrat, 1990:180). Budaya merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua suku

kata, yaitu budi dan daya, yang berarti cipta, rasa dan karsa. Sedangkan kebudayaan berasal

dari bahasa Sanskerta yaitu “Buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi

yang berarti budi dan akal (Koentjaraningrat, 1990:181).

Kata budaya hanyalah singkatan dari kata kebudayaan seperti halnya dengan seni dari

kata kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan universal.

Kesenian pula dapat dikelompokkan ke dalam rumpun seni pertunjukan, seni rupa, dan seni

media rekam.

Semua kebudayaan di Indonesia khususnya suku Melayu yang ada di Provinsi

Sumatra Utara yang meliputi daerah : Kabupaten Langkat, Kotamadya Medan, Kotamadya

Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Kotamadya Tebing Tinggi, Kabupaten Batu Bara,

Kabupaten Asahan, Kotamadya Tanjung Balai, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten

Labuhan Batu Induk, dan Labuhan Batu Selatan. Suku Melayu ini memiliki

kesenian-kesenian yang mendukung identitas kebudayaannya. Salah satu kesenian-kesenian yang masih ada di

masyarakat Melayu Batu Bara adalah Mantra. Terdapat dua tokoh yang memiliki pendapat

yang berbeda mengenai arti dari Mantra. Poerwadarminta mengatakan bahwa Mantra

merupakan perkataan atau kalimat yang dapat mendatangkan daya gaib, jampi, dan pesona.

(2)

yang diresapi oleh kepercayaan kepada dunia yang gaib dan sakti. Gubahan bahasa dalam

mantra itu memiliki seni kata yang khas, dan kata-kata dipilih secermat-cermatnya, kalimat

tersusun rapi, begitu pula dengan iramanya.

Menurut Maizar Karim (2015) mengatakan Dalam mantra, ketelitian dan kecermatan

memilih kata-kata, menyusun larik, dan menetapkan iramanya itu sangat diperlukan terutama

untuk menimbulkan tenaga gaib. Hal ini dapat kita pahami karena suatu mantra yang

diucapkan tidak dengan semestinya, seperti kurang katanya, salah lagunya, dan sebagainya.

Akibat dari mantra yang diucapkan tidak sesuai dengan semestinya, itu akan menimbulkan

hal yang seharusnya ada dalam mantra tersebut. Seperti akan hilang kekuatan dari mantra,

tidak adanya kekuatan gaib yang seharusnya berasal dari mantra. Mantra ini memiliki tujuan

utama yaitu untuk menimbulkan tenaga gaib. Mantra hanya boleh diucapkan oleh dua orang

yang disebut dukun dan pawang atau gumatan. Hal ini dikarenakan mantra merupakan

warisan dari seorang pawang atau bomoh kepada anak cucunya. Apabila orang selain pawang

mengucapkan mantra, orang tersebut akan dikutuk oleh arwah nenek moyang. Pawang atau

bomoh memiliki fungsi sebagai pemberi obat atau penawar obat, menjauhkan binatang liar,

menjinakkan kerbau jalang, dan sebagainya.

Saat ini masyarakat hanya mengenal debus sebagai suatu atraksi kesenian yang

terbilang menakutkan. Seperti dalam kutipan berikut :

(3)

tentara Belanda dengan menggunakan ilmu Dabus, sehingga banyak tentara Belanda yang tewas. Karena kalah, tentara Belanda yang masih hidup akhirnya melarikan diri dan meninggalkan daerah yang direbut oleh Panglima Kulop Mentok tersebut. Namun, dalam perkembangan selanjutnya Dabus ini bertujuan untuk sebagai sarana hiburan. Kemudian Tarian dabus juga sebagai simbol-simbol keberanian dan semangat kepahlawanan yang banyak digemari oleh masyarakat ramai. Secara historis, tarian Dabus diperkenalkan oleh pengikut Sayidina Ali (kaum Syiah) yang dipersembahkan untuk memperlihatkan kehebatan dan kekebalan orang Syiah dalam suasana perang agar pihak lawan tidak berani mengganggu mereka. Kesenian ini pernah berkembang di Aceh dengan sebutan Daboh melalui pedagang Arab yang datang ke daerah ini, kemudian menyebar ke seluruh nusantara, di antaranya Banten dengan sebutan debus, Bugis dan Perak (Malaysia) dengan sebutan Dabus. Perbedaan ini hanya pada sebutan (dialek) bahasa, tidak pada substansinya, yaitu tarian yang memperagakan bahwa para penari itu kebal dengan senjata tajam atau api, dan lain-lain. Dari Aceh, sekitar tahun 1600 M, dua orang pedagang dari Batu Bahara, bergelar Nakhoda Lembang dan Nakhoda Topah merantau ke Perak dan tinggal di daerah Telaga Nenas, Sitiawan. Selama berada di daerah ini, mereka selalu berlatih dengan memainkan dabus pada malam hari, sehingga menarik perhatian penduduk setempat, lalu dabus dipelajari dan dikembangkan di sana. Setelah itu, mereka pindah ke daerah Pasir Panjang Laut, Bagan Datoh dan Kuala Selangor. di setiap daerah tersebut mereka sempat mengajari penduduk setempat, sehingga tarian dabus ini berkembang dengan pesat sampai sekarang. Tarian ini sebenarnya gabungan dari tiga jenis seni: nyanyian, tarian dan pertunjukan keberanian yang dilakukan para penari dengan menusukkan anak dabus atau senjata tajam di tubuh mereka.

(Sumber :

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu seorang pawang atau bomoh yang

bernama Datok Obi, mengatakan bahwa Mantra Tarian Dabus berkembang dan ditradisikan

berbagai tempat seperti pedesaan, kota maupun diluar kota yang masih berada pada kawasan

Kabupaten Melayu Batu Bara yang dibawa oleh pawang dabus serta dimainkan para pemain

dabus. Kegiatan ini dilaksanakan pada acara-acara tertentu, seperti acara perkawinan,

sunatan, syukuran dan mengayunkan anak. Karena merupakan tradisi dan hiburan bagi

masyarakat Melayu Batu Bara.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti memilih judul Mantra Tarian Dabus pada

Masyarakat Melayu Batu Bara sebagai bahan penelitian, karena sangat menarik untuk diteliti

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul penelitian ini, maka masalah yang akan dibahas adalah :

1. Bagaimanakah tahapan-tahapan pertunjukkan tarian dabus pada masyarakat Melayu

Batu Bara?

2. Bagaimanakah aspek-aspek psikologi sastra pawang dabus, pemain dabus dan

khalayak (penonton) dalam pertunjukkan mantra tarian dabus tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah merupakan hal yang sangat penting dalam menyusun

rencana penelitian. Dengan tujuan akan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan

penulis.Sesuai dengan hal tersebut, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan pertunjukkan tarian dabus pada masyarakat

Melayu Batu Bara.

2. Untuk mengetahui aspek-aspek psikologis sastra pawang dabus, pemain dabus dan

khalayak (penonton) dalam pertunjukkan mantra tarian dabus.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan agar dapat menambah salah satu aspek kajian sastra. Hasil

penelitian ini juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Melayu

didaerah Batu Bara. Berdasarkan latar belakang dan masalah yang dikemukakan di atas,

maka manfaat penelitian ini adalah :

a. Untuk mendokumentasikan pertunjukkan tarian dabus tersebut tidak terhindar dari

kepunahan dan dapat diwariskan ke generasi penerus khususnya di masyarakat

Melayu Batu Bara.

b. Menambah wawasan tentang psikologi sastra yang terdapat dalam mantra tarian dabus

(5)

c. Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan perhatian dalam

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini yaitu mempermudah mengartikan sebuah percakapan dalam bentuk pantun yang ada pada upacara merisik masyarakat Melayu yaitu dengan teori skala

Permasalahan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah pada intinya membahas nilai-nilai budaya pada masyarakat Melayu Secanggang pada Tradisi Ahoi , dan masyarakat

penelitian pada penelitian ini adalah bagaimana proses upacara menumbai lebah pada masyarakat Melayu Rokan; bagaimana struktur teks mantra menumbai lebah masyarakat Melayu

Penelitian ini berjudul Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Langkat- Secanggang Pada Tradisi Ahoi : Kajian Antropologi Sastra. Ahoi merupakan sebuah lagu yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku ibu bersalin dalam memilih pertolongan persalinan pada masyarakat suku melayu di Kecamatan Medang Deras

Berdasarkan analisis metafora bentuk animate (fauna/hewan) pada mantra mantra masyarakat Melayu Galing Sambas dapat disimpulkan bahwa, terdapat metafora bentuk animate

Di dalam penelitian ini, di bahas tentang tata cara pelaksanaan kesenian bordah dan fungsi yang terdapat pada adat perkawinan Melayu di Desa Teluk Binjai, Kecamatan Kualuh

Salah satu tradisi yang memiliki keunikan tersendiri dan keistimewaan yang menarik adalah Tradisi Pesta Tapai masyarakat Melayu Talawi Batu Bara yang telah menjadi tradisi