• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Morfologi Vertikal Skeletal Wajah Pasien Suku Batak Di Klinik RSGMP FKG USU Berdasarkan Analisis Jefferson

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Morfologi Vertikal Skeletal Wajah Pasien Suku Batak Di Klinik RSGMP FKG USU Berdasarkan Analisis Jefferson"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah

Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP).17 Individu dengan sudut MP-SN yang lebih besar akan cenderung memiliki wajah panjang karena rotasi mandibula menjauhi maksila sehingga menghasilkan pertambahan panjang wajah secara vertikal. Sebaliknya, individu dengan sudut MP-SN yang lebih kecil cenderung mempunyai wajah yang lebih pendek karena rotasi mandibula mendekati maksila. Rotasi mandibula dapat terjadi dalam dua arah, yaitu searah jarum jam atau berlawanan jarum jam. Rotasi mandibula yang searah jarum jam mengarahkan pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke belakang.18 Rotasi ini menghasilkan pertumbuhan mandibula ke arah yang lebih vertikal sehingga individu cenderung memiliki wajah panjang atau gigitan maloklusi terbuka. Rotasi pertumbuhan mandibula yang berlawanan jarum jam mengarahkan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan. Hal ini menghasilkan pertumbuhan mandibula cenderung lebih horizontal, sehingga membantu dalam memperbaiki gigitan kelas II dan menurunkan dimensi vertikal anterior atau gigitan tertutup.

2.1.1 Tipe Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah

5

Schudy membagi tipe pertumbuhan vertikal wajah menjadi dua, yaitu:5,10,19,20 a. Wajah Panjang (Hyperdivergent)

Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang panjang dan sempit. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan rahang atas yang berlebihan secara vertikal dan sudut

(2)

b. Wajah Pendek (Hypodivergent)

Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang pendek dan lebar, biasanya terdapat sudut bidang mandibula datar dan sudut gonial yang tertutup. Gigitan dalam (deep bite) sering dijumpai pada pasien dengan tipe wajah ini. Contoh dari tipe wajah yang mempunyai kepala yang pendek dan lebar adalah maloklusi Klas II divisi 2.

Gambar 1. (A) Hyperdivergent (B) Normodivergent (C) Hypodivergent

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah

5

A. Heriditer

Masalah genetik mungkin akan terlihat setelah lahir atau baru terlihat beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial sebagai

penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari.6,7

(3)

Gambar 2. Sindroma malformasi yang berhubungan dengan defisiensi mandibula: Sindroma Teacher Collin’s Acrofacial Dysostosis Symetrically

(Autosomal Dominant)

B. Lingkungan

Pengaruh lingkungan pada pertumbuhan dan perkembangan akan terus terjadi selama individu yang sedang tumbuh dan berkembang. Terdapat beberapa pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan kelainan pada pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial, yaitu:6

1. Kebiasaan buruk yang menimbulkan perubahan vertikal wajah

(4)

a. Kebiasaan parafungsional

Tekanan oklusal berfungsi untuk menjaga keseimbangan dalam dimensi vertikal kompleks orofasial, meskipun kebiasaan patologis/parafungsional seperti mengepalkan (clenching), bruksism pada malam hari, atau otot yang hiperaktif waktu mengunyah memiliki potensi untuk mempengaruhi keseimbangan vertikal. Kebiasaan

parafungsional mengakibatkan gigi posterior erupsi tidak sempurna dan penurunan pengembangan vertikal dari maksilaris posterior serta menyebabkan prosessus alveolar mandibula overbite anterior.5

b. Bernafas melalui mulut

Bernafas melalui mulut sering terjadi karena penyumbatan saluran pernafasan atas sebagian dan total, misalnya pembesaran adenoid dan hipertrofi tonsil, rhinitis, dan deviasi septum nasal. Bernafas melalui mulut dapat mengubah postur kepala, rahang, dan lidah karena orang tersebut menurunkan mandibula dan lidah serta ekstensi kepala. Jika keadaan ini tidak diperbaiki, tinggi wajah akan meningkat, mandibula akan berotasi ke bawah dan belakang, terjadi gigitan anterior terbuka, overjet meningkat, serta peningkatan tekanan otot buksinator yang akan

menyebabkan lengkung maksilla menjadi sempit dan individu mengelami cenderung long face syndrome.7,21 Adaptasi kranioservikal menyebabkan postur kepala menjadi lebih tegak untuk memudahkan proses pernafasan. Menurut Juliano dkk, pernafasan mulut selama tahap pertumbuhan sering mengakibatkan perubahan pertumbuhan dan kelainan perkembangan kranial dan maksilomandibula. Pernafasan melalui mulut akan menyebabkan gigi posterior erupsi berlebih dan meningkatkan dimensi vertikal

wajah akibat keadaan mulut yang terbuka.5 c. Postur

Posisi tubuh akan mempengaruhi posisi mandibula. Seseorang dengan posisi kepala mendongak akan menyebabkan posisi dagu ke depan. Posisi kepala menunduk

(5)

2.2 Radiografi Sefalometri

Studi tentang sefalometri mulai dikembangkan oleh Ketcham dan Ellis, Percy Brown dan Pacini. Pada tahun 1931, B. Holly Broadbent bersama dengan Hofrath dari Jerman memperkenalkan penggunaan radiografi sefalometri untuk mendiagnosa kelainan tulang rahang.22 B. Holly Broadbent memperkenalkan penggunaan

radiografi sefalometri untuk menganalisis pertumbuhan wajah, kemudian dikembangkan oleh Higley, Margolis, Bolton, William Downs, Steiner, dan Tweed.

Gambar 3. Foto sefalometri (A) frontal (B) lateral

2,23

1

Menurut analisisnya sefalometri dibagi atas dua jenis, antara lain:

1. Foto sefalomatri frontal yaitu gambaran frontal atau anteroposterior dari tengkorak kepala (Gambar 3A). Salah satu analisis sefalometri yang menggunakan sefalometri frontal adalah Analisis Mesh.

2. Foto sefalometri lateral yaitu gambaran lateral dari tengkorak kepala dan digunakan untuk analisis profil jaringan lunak secara lateral (Gambar 3B).

Sefalometri mempunyai beberapa kegunaan yaitu: 1. Mempelajari pertumbuhan kraniofasial.

2,23

2. Menegakkan diagnosa atau analisis kelainan kraniofasial.

(6)

3. Mempelajari tipe wajah.

4. Merencanakan perawatan ortodonti. 5. Mengevaluasi kasus yang telah dirawat. 6. Menganalisis secara fungsional.

7. Melakukan riset.

2.2.1 Teknik Tracing Sefalometri

Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil tracing sefalometri. Acetate matte tracing paper (kertas asetat) dengan sebesar tebal 0,003 inci dan

ukuran 8x10 inci digunakan untuk tracing sefalometri. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalometri dengan Scotch tape agar dapat dibuka apabila diperlukan kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope). Penggunaan pensil keras (4H) dianjurkan untuk tracing agar diperoleh garis-garis yang cermat dan tipis. Bagian-bagian yang perlu di-tracing pada sefalometri lateral antara lain:1,2

Bagian 1:

• Profil jaringan lunak • Kontur eksternal kranium

• Vertebra servikalis pertama dan kedua Bagian 2:

• Kontur internal kranium • Atap orbita

• Sella turcica atau fossa pituitari • Ear rod

Bagian 3:

• Tulang nasal dan sutura frontonasalis • Rigi infraorbital

• Fisura pterigomaksilaris • Anterior Nasal Spine • Posterior Nasal Spine

(7)

Bagian 4:

• Simfisis mandibula • Tepi inferior mandibula • Kondilus mandibula

• Mandibula notch dan prosesus koronoideus

• Molar pertama bawah dan insisivus sentralis bawah

2.2.2 Referensi Sefalometri Radiografik 1. Titik-titik antropometri

Tanda penting pada sefalometri radiografik adalah titik-titik yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam pengukuran atau untuk membentuk suatu bidang. Titik-titik tersebut antara lain:2,22,24

• Nasion (Na/N) : Titik paling anterior sutura frontonasalis pada bidang tengah sagital.

• Anterior Nasal Spine (ANS) : Ujung tulang anterior nasal spine pada bidang tengah.

• Subspinale (A) : Titik paling dalam antara anterior nasal spine dan prosthion.

• Prosthion (Pr) : Titik paling bawah dan paling anterior prosessus alveolaris maksila pada bidang tengah antara gigi insisivus sentralis atas.

• Insisif superior (Is) : Ujung mahkota paling anterior gigi insisivus

sentralis atas.

• Insisif inferior (Ii) : Ujung mahkota paling anterior gigi insisivus sentralis bawah.

• Infradentale (Id) : Titik paling tinggi dan paling anterior prosessus

alveolaris mandibula pada bidang tengah antara gigi insisivus sentralis bawah.

(8)

• Pogonion (Pog/Pg) : Titik paling anterior tulang dagu pada bidang

tengah.

• Gnathion (Gn) : Titik paling anterior dan paling inferior pada dagu. • Menton (Me) : Titik paling inferior dari simfisis atau titik paling

bawah dari mandibula.

• Sella turcica (S) : Titik tengah fossa hipofisial.

• Posterior Nasal Spine (PNS) : Titik perpotongan dari perpanjangan dinding anterior fossa pterigopalatina dan dasar hidung. • Orbitale (Or) : Titik paling bawah pada tepi bawah tulang orbita. • Gonion (Go) : Titik perpotongan garis singgung margin posterior

ramus assenden dan basis mandibula.

• Porion (Po) : Titik paling luar dan paling superior ear rod.

2. Garis dan bidang referensi

Menurut Krogman dan Sassouni, garis adalah hubungan antara dua titik, sedangkan bidang adalah hubungan antara 3 titik.

• Sella-Nasion (S-N) : Garis yang menghubungkan Sella turcica (S) dengan Nasion (N) merupakan garis perpanjangan dari basis kranial anterior.

• Nasion-Pogonion (N-Pg) : Garis yang menghubungkan Nasion (N) dengan Pogonion (Pg) merupakan garis fasial.

• Y-Axis : Garis yang menghubungkan Sella turcica (S) dengan Gnathion (Gn) dan digunakan untuk mengetahui arah pertumbuhan mandibula. • Frankfort Horizontal Plane (FHP) : Bidang yang melalui kedua Porion (Po) dan

titik Orbitale (O), merupakan bidang horizontal.

(9)

• Bidang Orbital (dari Simon) : Bidang vertikal antara titik orbital yang tegak lurus dengan Frankfort Horizontal Plane (FHP).

• Bidang Oklusal (Occlusal Plane) dibagi menjadi dua definisi, yaitu:

 Garis yang membagi dua tonjol gigi molar

pertama yang overlapping dengan insisal overbite (Downs).

 Garis yang membagi gigi molar pertama

yang overlapping dengan gigi premolar pertama (Steiner).

• Ada 3 cara untuk menghasilkan Bidang mandibula (Mandibular Plane/MP):

 Bidang antara Gonion (Go) dan Gnathion

(Gn) (Steiner).

 Bidang antara Gonion (Go) dan Menton

(Me).

 Bidang yang menyinggung tepi bawah

(10)

Gambar 4. Titik antropometri, garis dan bidang referensi

2.3 Analisis Radiografi

2

Banyak analisis sefalometri yang telah ditemukan. Setiap analisis menjelaskan

bagaimana posisi skeletal dan fasial yang benar sehingga terlihat lebih estetis. Analisis sefalometri dipopulerkan sejak perang dunia kedua, yaitu dimulai dari analisis Down dan dikembangkan menjadi analisis lain seperti analisis Steiner, Sassouni, Harvold, Wits, McNamara, Tweed, dan Jefferson.2,4 Tujuan awal dari radiografi sefalometri adalah untuk meneliti pola pertumbuhan kraniofasial.

2.3.1 Analisis Jefferson

4,24

(11)

hubungan antara proporsi vertikal dan horizontal. Sassouni menyimpulkan bahwa

bidang anatomi horizontal (inklinasi basis kranial anterior, bidang Frankfort, bidang palatal, bidang oklusal, dan bidang mandibula) cenderung bertemu pada satu titik pada bagian wajah. Analisis Jefferson ditemukan oleh Yosh Jefferson pada bulan Maret tahun 1990. Jefferson menyatakan bahwa analisis ini sangat baik untuk

menganalisis dan mengevaluasi jaringan keras pada profil lateral. Analisis ini lebih praktis dan cepat karena mudah untuk di-tracing dan diagnosa, efisien, akurat, dan universal.4 Analisis ini menafsirkan posisi anteroposterior maksila dan mandibula serta juga tinggi vertikal wajah.12

Gambar 5. Titik referensi pada analisis Jefferson

Batas anatomi pada analisis ini hampir sama dengan analisis Steiner, namun, analisis Jefferson mempunyai beberapa landmark tambahan yaitu: Clivus, Roof of orbit, Basisphenoid, Greater wing of sphenoid, Ethmoid cribiform plate dan Lateral wall of orbit.

4 Lateral Wall of Orbit

Greater Wing Sphenoid

Ethmoid Cribiform Plate Roof of orbit

Basisphenoid

Posterior Border of Ramus

Lower Border of Corpus

(12)

Setelah seluruh batas/landmarks anatomi telah digambar kemudian diplotkan

titik-titik referensi sefalometri yang digunakan pada analisis Jefferson. Titik-titik referensi yang digunakan dapat dilihat pada (Gambar 5).

1. SOr (Supra Orbitale) : Titik paling anterior dari perpotongan bayangan atap dengan kontur orbital lateral.

2. SI (Sella Inferior) : Titik paling bawah dari sella turcica.

3. N (Nasion) : Titik paling superior sutura frontonasal pada cekungan batang hidung.

4. ANS (Anterior Nasal Spine) : Titik paling anterior dari maksila.

5. PNS (Posterior Nasal Spine) : Titik paling posterior dari maksila pada dataran sagital.

6. P (Pogonion) : Bagian paling anterior dari dagu. 7. M (Menton) : Titik paling inferior dari dagu.

8. CG (Constructed Gonion) : Perpotongan antara dua garis yaitu garis dari artikular yang sejajar dengan tangen posterior ramus dan garis dari menton yang sejajar dengan tangen batas bawah korpus.

Anterior Arc

Dataran Mandibula Dataran Kranial

Titik

tengah “O” Dataran Oklusal Dataran Palatal

Age4vertical arc Age18vertical arc

(13)

Analisis Jefferson menggunakan empat dataran sebagai patokan pengukuran

dan sama dengan analisis Sassouni. Sassouni menyimpulkan bahwa bidang anatomi horizontal (inklinasi basis kranial anterior, bidang Frankfort, bidang palatal, bidang oklusal, bidang mandibular). Perbedaan analisis Sassouni dengan Jefferson adalah analisis Jefferson tidak menggunakan dataran paralel, tetapi menggunakan dataran

kranial dan tidak menggunakan dataran Frankfort. Empat dataran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6, yaitu:

1. Dataran kranial : Garis yang ditarik dari SOr menuju SI.

4

2. Dataran palatal : Garis yang ditarik dari ANS menuju PNS.

3. Dataran oklusal : Garis yang ditarik dari dataran oklusal fungsional melalui premolar dan molar.

4. Dataran mandibula : Garis yang ditarik dari menton melalui tangen batas bawah korpus dan melalui Constructed Gonion.

Tiga busur (arc) referensi dan empat dataran yang digunakan dalam analisis Jefferson dapat dilihat pada Gambar 6. Analisis Jefferson menggunakan tiga busur referensi untuk menentukan disharmoni hubungan skeletal dan wajah. Tiga busur tersebut adalah anteriorarc, age 4 vertical arc, dan age 18 vertical arc. Anteriorarc digunakan untuk menilai posisi anteroposterior maksila dan mandibula. Age 4 vertical arc menggambarkan tinggi vertikal wajah bagian bawah dari mandibula pada

umur 4 tahun. Age 18 vertical arc menggambarkan tinggi vertikal wajah bagian bawah dari mandibula pada umur 18 tahun atau 18 tahun ke atas.4

Lokasi titik tengah “O” ditentukan dari empat dataran yang merupakan

perpanjangan keempat garis dataran tersebut. Titik tengah “O” diperoleh dengan menentukan jarak vertikal yang paling dekat antara garis superior dan inferior yang dibentuk dari keempat dataran tersebut. Titik tengah dari jarak vertikal yang telah ditentukan tersebut adalah titik tengah “O”. Anterior arc diperoleh dengan bantuan

jangka yaitu meletakkan bagian tajam jangka pada titik tengah “O” dan bagian pensil pada nasion kemudian rotasikan jangka sampai melewati dagu.

Jefferson menggunakan age 4 vertical arc dan age 18 vertical arc dalam menganalisis dari arah vertikal. Pertumbuhan vertikal wajah dimulai dari umur 4

(14)

tahun, dimana terjadi kenaikan tinggi wajah bagian bawah sebesar 0,75 mm setiap

tahunnya dan berhenti pada saat umur 18 tahun.4,7Age 4 vertical arc diperoleh dengan meletakkan bagian metal jangka pada titik ANS dan bagian pensil jangka pada titik SOr, kemudian rotasikan jangka ke bagian menton dan buat garis arc. Age 18 vertical arc diperoleh dengan menambahkan jarak 10 mm dari age 4 vertical arc.4 Interpretasi

vertikal dari analisis Jefferson adalah tinggi vertikal wajah dikatakan ideal apabila menton berada pada age 4 vertical arc ketika pasien berumur 4 tahun. Ketika pasien

berumur 18 tahun atau 18 tahun ke atas, menton berada pada age 18 vertical arc.7,12 Jefferson membagi tipe vertikal wajah pada pasien berumur 18 tahun ke atas dalam 3 kategori, yaitu:

Gambar 7. (A) Wajah yang pendek, (B) wajah yang panjang

4

1. Tipe pendek/hypodivergent : Apabila menton berada di atas age 18 vertical arc dengan jarak >2mm.

2. Tipe normal/normodivergent : Apabila menton berada tepat atau masih dalam rentang jarak ± 2mm terhadap age 18 vertical arc. 3. Tipe panjang/hyperdivergent : Apabila menton berada di bawah age 18 vertical

arc dengan jarak >2mm.

4

(15)

2.3.2 Tipe Relasi Rahang menurut Analisis Steiner

Relasi rahang adalah hubungan antara maksila dan mandibula yang bersifat skeletal dan dapat dilihat dengan mengukur sudut ANB. Sudut ANB merupakan selisih dari sudut SNA dan SNB.25

Pada analisis ini, Steiner membagi relasi rahang menjadi tiga kelas, yaitu:

1. Klas I Skeletal

25

Klas I mempunyai nilai ANB normal 2° ± 2° (0° - 4°) dan profil wajah cembung. Nilai ANB yang normal juga dapat diperoleh bila keadaan kedua skeletal rahang mengalami prognati ataupun retrognati.

2. Klas II Skeletal

Klas II mempunyai nilai ANB lebih besar dari nilai normal (ANB > 4°) dan profil wajah cembung. Nilai ANB yang lebih besar ini dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu maksila yang mengalami prognati, mandibula yang mengalami retrognati dan kombinasi keduanya.

3. Klas III Skeletal

Klas III mempunyai nilai ANB lebih kecil dari nilai normal (ANB < 0°) dan profil wajah cekung. Nilai ANB yang lebih kecil ini dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu maksila yang mengalami retrognati, mandibula yang mengalami prognati, dan kombinasi keduanya.

`

(16)

2.4 Suku Batak

Pola struktur wajah dapat dibedakan dalam tingkat umur, jenis kelamin dan populasi. Masing-masing dapat berbeda norma ukuran pada bagian yang menyusun wajah, baik jaringan lunak maupun jaringan keras. Setiap populasi etnik memiliki ukuran tersendiri dan berbeda dengan populasi etnik lainnya. Bangsa Indonesia terdiri

atas melayu mongoloid (Pleomongoloid) yang terbagi menjadi dua yakni Proto-Melayu (Proto-Melayu Tua) dan Deutro-Proto-Melayu (Proto-Melayu Muda).24 Kelompok Proto-Melayu datang ke Indonesia pada 2000 S.M., sedangkan Deutro-Proto-Melayu pada 1500 S.M.25Kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara (Batak), Kalimantan Barat (Dayak) dan Sulawesi Barat (Toraja) kemudian pindah ke pedalaman karena terdesak oleh kelompok Deutro Melayu. Suku yang termasuk kelompok ras Deutro-Melayu adalah Aceh, Minangkabau, Lampung, Rejang Lebong, Jawa, Madura, Bali, Makasar, Melayu, Bugis, Betawi, Manado dan Sunda.25,26

Bangsa Melayu Tua/Proto Melayu merupakan ras mongoloid yang memiliki ciri-ciri antara lain kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk mulut dan hidung sedang. Sifat dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam Splendid isolation di lembah-lembah sungai dan puncak pegunungan. Suku Batak

memiliki enam divisi suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu dengan lainnya, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya, akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.24,26

(17)

2.5 Kerangka Teori

Suku Batak

Tipe Sefalometri

Sefalometri Frontal Sefalometri Lateral

Analisis Sefalometri Morfologi Skeletal

Tranversal Vertikal Sagital

Analisis Jefferson

Age 18Vertical Arc

Tipe Vertikal Skeletal

Wajah

Panjang (Hyperdivergent)

Normal (Normodivergent)

(18)

2.6 Kerangka Konsep

Radiografi Sefalometri Lateral

Relasi Rahang

Klas I Klas II

Jarak Vertikal arc terhadap Menton

(18 age vertical arc)

Tipe Vertikal Skeletal Wajah : • Panjang / Hyperdivergent • Normal / Normodivergent • Pendek / Hypodivergent

(Analisis Jefferson)

Gambar

Gambar 1. (A) Hyperdivergent (B) Normodivergent (C) Hypodivergent5
Gambar 2. Sindroma malformasi yang berhubungan dengan defisiensi mandibula: Sindroma Teacher Collin’s Acrofacial Dysostosis Symetrically                        (Autosomal Dominant)
Gambar 3. Foto sefalometri (A) frontal (B) lateral1
Gambar 4. Titik antropometri, garis dan bidang referensi2
+5

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi tipe vertikal wajah pasien Suku Batak berdasarkan analisis

Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula dilakukan uji Kruskal Wallis

Untuk mengetahui perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap. maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan

Hal ini merupakan konsep klasik dari Tweed yang menjelaskan ditemukan inklinasi lingual dari aksis processus alveolaris pada subyek dengan dataran mandibula (MP) yang tinggi,

sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan sebagai pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing

persentase tipe morfologi vertikal skeletal wajah pada pasien Suku Batak di RSGMP. FKG USU berdasarkan

Lateral cephalometric norms for Saudi adults: A meta analysis. Cephalometric evaluation based on steiner’s

Hasil Pengukuran Sudut MP-SN pada Pasien Suku Batak Klinik Ortodonti RSGMP FKG