• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI PADA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI PADA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN

DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI PADA DINAS

PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen

pada Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama

Disusun oleh : Nama : Nur Ayu Benazir S NRP : 02.07.182

FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS WIDYATAMA

Terakreditasi (accredited)

SK. Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor : 010/BAN-PT/AK-X/S1/V/2007

Tanggal 19 Mei 2007

2013

(2)

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN

DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI PADA DINAS

PENDIDIKAN

PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen

pada Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama

Disusun Oleh :

Nama : Nur Ayu Benazir S NRP : 02.07.182

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pipin Sukandi S.E., M.M.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Manajemen S1

Hj. Wien Dyahrini, S.E., MSIE., M.Si.

(3)

ABSTRAK

Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif demi tercapainya tujuan dari organisasi. Dalam hubungan pimpinan dengan bawahannya, sejumlah karyawan berharap mendapatkan perlakuan pemimpin yang terbuka dan memberikan keleluasaan dalam bekerja, sedangkan yang lainnya berharap agar pimpinan lebih banyak melakukan pengarahan. Dalam kenyataannya, setiap karyawan tidak hanya dikuasai oleh motif-motif ekonomi saja. Upah dan gaji yang besar belum tentu dapat menjamin kepuasan dan mampu memotivasi kerja karyawan.

Dalam penelitian ini penulis mengambil judul Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Motivasi Kerja Karyawan Pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat . Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan diterapkan pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, untuk mengetahui motivasi kerja karyawan pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan untuk mengetahui berapa kuat hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan pengumpulan data melalui, wawancara, observasi dan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang dilakukan di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat kemungkinan gaya kepemimpinan afiliatif, hal ini berdasarkan nilai rata-rata jawaban tertinggi yaitu sebesar 3.94. Walau demikian gaya kepemimpinan selama ini dikatakan baik dengan nilai rata-rata sebesar 3,75 yang berada pada interval 3,40-4,19 yang artinya baik. Motivasi kerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dapat dikatakan tinggi, karena nilai rata-rata dari keseluruhan pernyataan adalah sebesar 3,87 yang berada pada interval 3,40-4,19.

Hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat berdasarkan hasil uji korelasi adalah sebesar 0,656 hal ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja. Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja adalah sebesar 43,03%, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji hipotesis t hitung = 8,61> t tabel = 1,663 yang berarti Ho ditolak,

ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja. Maka hipotesis yang penulis ajukan dalam Bab I, yaitu : Apabila pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai maka motivasi kerja pegawai akan meningkat , dapat diterima.

(4)

ABSTRACT

Leadership is the way a leader in influencing the behavior of their subordinates, to cooperate and work productively to achieve the goals of the organization. In connection with his subordinate leaders, a number of employees are hoping to get treatment head open and provides flexibility at work, while others hope that leaders do more directing. In fact, every employee is not only controlled by economic motives alone. Wage and salary may not necessarily be able to guarantee satisfaction and motivate employees.

In this study, the authors take the title "Leadership Style Relationships With Employee Motivation In Education Department of West Java Province". The purpose of this study was to determine how the leadership styles applied to the Education Department of West Java Province, to see employee motivation in the Education Department of West Java Province, and to find out how strong the relationship of leadership style to employee motivation in the Education Department of West Java Province. The research method used in this research is descriptive method with data collection through interview, observation and questionnaire.

The results showed that leadership style is done in the Education Department of West Java Province possibility affiliative leadership style, it is based on the average value of 3.94 for the highest response. Yet leadership style is said to be good for the average value at 3.75 which is the interval from 3.40 to 4.19, which means good. Employee motivation in the Education Department of West Java Province to say high, because the average value of the entire statement is at 3.87 which is the interval from 3.40 to 4.19.

The relationship of leadership style to employee motivation at Education Department of West Java Province by the correlation of test results is equal to 0.656 indicating a strong correlation between leadership styles and motivation to work. The magnitude of the influence of leadership style on work motivation is equal to 43.03%, and the rest influenced by other factors. The results of hypothesis test t = 8.61> t table = 1.663 which means that Ho is rejected, this indicates that there is a relationship between leadership style and motivation to work. The hypothesis that the authors propose in Chapter I, that is: "If the leaders apply the appropriate leadership style that will increase employee motivation", is acceptable.

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan menghadapi banyak tantangan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Banyaknya lowongan pekerjaan setiap minggu pada media massa diikuti dengan tingkat keluar masuk karyawan (turn over) yang berkenaan dengan perampingan organisasi, keanekaragaman tenaga kerja, kekurangan akan tenaga kerja ahli pada berbagai perusahaan dan hal-hal lainnya. Peran yang demikian menuntut tingkat kemampuan, dedikasi maupun profesionalisme.

Untuk mencapai hasil yang optimal, perusahaan membutuhkan sebuah sistem yang mampu bekerja secara sinergi dan dinamis. Sistem ini melibatkan sumber daya manusia yang efisien, teknologi yang mengikuti perkembangan zaman, dan kebijakan-kebijakan perusahaan yang dapat mendukung interaksi antara sumber daya manusia dan teknologi. Teknologi yang digunakan, yang paling penting dalam proses penyatuan faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan dalam rangka proses pencapaian tujuannya yaitu Sumber Daya Manusia. Faktor inilah yang menggerakkan seluruh faktor-faktor yang sudah dimiliki perusahaan dalam rangka proses pencapaian tujuan perusahaan.

Namun dalam prakteknya, orang bekerja dan melakukan tugas serta bertanggung jawab pada pekerjaannya, sering dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dari manajer, perusahaan atau organisasi tersebut (Iskandar, 2005). Para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan motivasi kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja, dan terutama tingkat prestasi dalam suatu organisasi. Hal tersebut memberi arti, bahwa kepemimpinan memiliki faktor penting bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh pimpinan, dapat mempengaruhi pegawainya melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diarahkan dan diinginkannya dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan itu, maka peranan pemimpin untuk menciptakan motivasi kerja pegawai yang tinggi yang merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut.

(6)

Mengingat motivasi kerja mempengaruhi tindakan seorang pegawai, maka apabila suatu perusahaan tersebut akan memperoleh hasil yang lebih menguntungkan sehingga terjadi peningkatan produktivitas. Sebaliknya apabila suatu perusahaan mempunyai pegawai yang motivasi kerjanya rendah dalam melakukan pekerjaan, tidak merasa bergairah, timbulnya keluhan-keluhan, adanya kelesuan, kurangnya rasa tanggung jawab, dan lain-lain, sudah barang tentu perusahaan atau organisasi tersebut akan mengalami kerugian karena pegawainya bekerja tidak produktif dan dapat dikatakan sebagai penurunan kinerja.

Penerapan kepemimpinan sangatlah berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai, karena di dalam motivasi kerja pegawai untuk memenuhi kebutuhannya sangat membutuhkan dukungan dari seorang pimpinan, karena itu setiap pemimpin harus mengetahui secara jelas tentang apa yang dibutuhkan oleh pegawai dan perusahaan agar mereka bisa bekerja sama secara efektif.

Masalah yang terjadi pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dimana kurangnya informasi dan sosialisasi terhadap ketentuan dan peraturan sehingga seringkali terjadi kesimpangsiuran dalam penyelesaian pekerjaan yang di instruksikan pimpinan. Adanya pergantian pimpinan akan berdampak pada kondisi kerja, sehingga menimbulkan perubahan sikap perilaku kerja yang dibawa oleh pimpinan yang baru yang berdampak pula pada kinerja karyawan.

Berdasarkan permasalahan tersebut bahwa kurangnya motivasi kerja pada diri karyawan tersebut sehingga diperlukan ketegasan dari pimpinan terhadap karyawan agar pegawai mempunyai motivasi yang tinggi dan loyal terhadap perusahaan. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu didukung oleh gaya kepemimpinan yang sesuai dengan harapan pegawai sehingga pegawai merasa kebutuhannya terpenuhi. Sehingga mampu meningkatkan motivasi kerja pegawai. Fenomena yang terjadi adalah adanya perbedaan pendapat tentang bagaimana gaya kepemimpinan yang baik menurut para pegawai. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengangkat judul penelitian mengenai :

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI PADA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

(7)

1.2 Identifikasi Masalah

Dengan kepemimpinan yang sesuai dari setiap pemimpin dalam memimpin pegawainya maka akan menumbuhkan motivasi yang tinggi dari para pegawai yang akan memberi nilai positif bagi perusahaan dalam usaha mencapai tujuannya. Akan tetapi pada kenyataannya kepemimpinan dari seorang pemimpin tidak banyak berpengaruh pada perusahaan maupun dalam memotivasi para pegawainya dalam usaha mencapai tujuan perusahaan, oleh karena itu penyusun akan mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Gaya kepemimpinan apa yang dilakukan pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana motivasi kerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat?

3. Bagaimana hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat?

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah penyusun tuliskan di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan informasi untuk mempelajari dan menilai pengaruh dari kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai.

Sedangkan tujuan dari penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui motivasi kerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

(8)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

1. Bagi perusahaan tempat penyusun melakukan penelitian dapat berguna sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam menyikapi berbagai masalah yang timbul dalam perusahaan menyangkut pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai.

2. Bagi penyusun, penelitian ini selain merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam rangka menempuh sidang sarjana di Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, penelitian ini merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dimana penyusun dapat memperoleh suatu gambaran yang sangat nyata dan dapat membandingkan teori-teori yang telah penyusun pelajari selama masa kuliah dengan kenyataan yang terjadi dalam dunia kerja nyata.

3. Bagi pembaca khususnya di lingkungan perguruan tinggi, penyusun sangat berharap agar hasil yang telah penyusun tulis dari hasil penelitian dapat sangat berguna untuk menambah pengetahuan serta wawasan khususnya di bidang sumber daya manusia.

1.5 Kerangka Pemikiran Dan Hipotesis

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Sumber Daya Manusia memegang peranan yang sangat penting dalam setiap perusahaan dalam usahanya mencapai tujuan perusahaan, akan tetapi semua itu tidak akan selalu berjalan dengan lancar, seringkali setiap perusahaan mengalami masalah menyangkut sumber daya manusia yang diantaranya tentang rendahnya motivasi kerja pegawai. Salah satu penyebab dari rendahnya motivasi kerja pegawai diakibatkan dari pengaruh kepemimpinan dari seorang pemimpin.

Berbagai definisi kepemimpinan dikemukakan oleh para ahli, di bawah ini beberapa definisi kepemimpinan menurut para ahli.

Menurut B.H Raven yang dikutip oleh Supardo (2006:4) dalam bukunya Kepemimpinan Dasar-dasar dan Pengembangannya , menyatakan bahwa:

(9)

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi antara seorang pemimpin dan pengikutnya untuk mencapai tujuan kelompok, organisasi, dan masyarakat.

Sedangkan menurut Howard H. Hoyt dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration yang dikutip oleh Kartono (2008:57) dalam bukunya

Pemimpin dan Kepemimpinan , menyatakan bahwa :

Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, dan kemampuan untuk membimbing orang.

Dari pengertian yang telah disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimiliki oleh seseorang (baik dalam organisasi atau tidak) untuk mempengaruhi orang-orang yang ada dalam lingkungan sekitarnya, agar mereka bersedia bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemimpin.

Beberapa kepemimpinan menurut Hasibuan (2007:170) : 1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Karakteristik dari Kepemimpinan Otoriter, yaitu :

a. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pemimpin.

b. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap.

c. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.

(10)

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpina Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.

Karakterisitik dari Kepemimpinan Partisipatif, yaitu :

a. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

b. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya.

c. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.

Karakteristik dari Kepemimpinan Delegatif, yaitu :

a. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan.

b. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada kepemimpinan yang cocok untuk segala situasi, maka penampilan pemimpin yang efektf dari perusahaan harus menyesuaikan tipe kepemimpinan dengan situasi yang dihadapi. Pengertian situasi mencakup kemampuan bawahan, tuntutan pekerjaan, tujuan organisasi. Kepemimpinan yang demikian yang sangat baik untuk diterapkan agar motivasi kerja pegawai tinggi.

(11)

Hasibuan (2007;95) memberikan definisi motivasi sebagai berikut : Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai sasaran kepuasaan. Kita menerima motivasi sebagai suatu pengaruh terhadap tingkah laku dan apabila kita menerima dengan paham, bahwa bagian yang terbesar dalam pengaruh ini, terhadap tingkah laku manusia adalah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar.

Menurut Maslow yang dikutip oleh Hasibuan (2007:105), bahwa motivasi kerja karyawan dipengaruhi oleh kebutuhan fisik, kebutuhan akan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri dan kebutuhan perwujudan diri. Kemudian dari faktor kebutuhan tersebut diturunkan menjadi indikator-indikator untuk mengetahui tingkat motivasi kerja pada karyawan, yaitu

1. Kebutuhan fisiologis, adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk kedalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat.

2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan, adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.

3. Kebutuhan sosial, adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri ditempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok, karena manusia adalah makhluk sosial.

(12)

4. Kebutuhan akan penghargaan atau prestise, adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja pegawai timbul karena adanya beberapa faktor yang memuaskan pegawai. Faktor tersebut antara lain kebutuhan pegawai seperti kompensasi, upah atau penghargaan yang diberikan pimpinan. Dengan demikian apabila kepemimpinan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan dapat memberikan kepuasan bagi pegawai maka motivasi kerja akan meningkat.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis menarik hipotesis Apabila pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai maka motivasi kerja pegawai akan meningkat.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif.

Menurut Nazir (2003:54), mengemukakan bahwa metode deskriptif yaitu,

Suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai aspek-aspek yang sedang diteliti dan melakukan hubungan terhadap variabel yang diteliti.

Untuk keperluan tersebut, maka penulis menggunakan bentuk-bentuk penelitian sebagai berikut:

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penulis terjun langsung ke lapangan yang menjadi objek penelitian yang meneliti secara langsung di tempat pelaksana kerja.

a. Wawancara

Penulis mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu secara tertulis maupun secara lisan mengenai masalah yang akan diteliti kepada pemimpin perusahaan.

(13)

b. Kuesioner

Data yang diperoleh dengan cara menjabarkan suatu daftar pertanyaan yang cukup terperinci dan lengkap tentang objek yang diteliti pada responden. Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data primer yang selanjutnya akan diolah dan dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan. c. Observasi

Pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat langsung terhadap data yang ada di perusahaan.

2. Studi Kepustakaan (Library Research)

Mengumpulkan data dengan cara membaca, mempelajari dan menganalisa buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yaitu dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Literatur

Pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku dan catatan-catatan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi

Cara pengumpulan data dan informasi dengan lampiran-lampiran yang ada hubungan dengan masalah yang diteliti. Data-data yang telah diperoleh tersebut (berupa data sekunder) akan dijadikan landasan teoritis dalam penyusunan skripsi.

1.7 Lokasi Penelitian

Perusahaan yang akan digunakan oleh penyusun dalam melakukan penelitian adalah Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Jl. Dr. Rajiman No. 6, Bandung. Waktu penelitian dilakukan dari tanggal 29 Oktober 2012 sampai dengan Januari 2013.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen

2.1.1 Pengertian Manajemen

Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu (Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian). Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari Men, Money, Method, Materials, Machine dan Market yang disingkat 6M.

Dalam suatu organisasi atau perusahaan, karena manajemen merupakan alat dan wadah (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktivitas proses perusahaan dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi harus diatur sebaik-baiknya, karena jika manajemen ini tepat maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat.

Untuk lebih jelasnya pengertian manajemen ini penulis mengutip beberapa definisi sebagai berikut:

Menurut Kartono (2008:168) dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan menyatakan bahwa :

Manajemen adalah penyelenggaraan usaha penyusunan dan pencapaian hasil yang diinginkan dengan menggunakan upaya-upaya kelompok, terdiri atas penggunaan bakat-bakat dan sumber daya manusia.

(15)

Kemudian menurut Hasibuan (2007:1) :

Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tetentu.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengarahan, pengendalian, melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan komponen dari perusahaan yang mempunyai arti yang sangat penting sumber daya manusia menjadi sumber penentu dari perencanaan tujuan suatu perusahaan, karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini otomatisasi telah memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dan pelaksana mesin tersebut yaitu manusia, tidak memberikan peranan yang diharapkan maka otomatisasi itu akan menjadi sia-sia.

Untuk lebih memperjelas pengertian dari manajemen sumber daya manusia, berikut ini penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli:

Menurut Rivai (2008:1) menyatakan bahwa:

Manajemen sumber daya manusia adalah salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

Menurut Mangkunegara (2007:2), menyatakan bahwa :

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu pengelolaan dengan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai).

(16)

Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia secara garis besar sama yaitu bahwa, manajemen sumber daya manusia mengatur semua tenaga kerja secara efektif dan efisien dengan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan memiliki tujuan tertentu maka tenaga kerja akan termotivasi untuk bekerja sebaik mungkin.

2.2.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Fungsi manajemen sumber daya manusi sangat luas, hal ini disebabkan karena tugas dan tanggung jawab manajemen sumber daya manusia untuk mengelola unsur-unsur manusia seefektif mungkin agar memiliki suatu tenaga kerja yang memuaskan. Menurut Hasibuan (2007:21), fungsi-fungsi sumber daya manusia meliputi fungsi manajerial dan fungsi operasional, yaitu :

1. Fungsi-fungsi Manajerial a. Perencanaan

Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, intergrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.

(17)

c. Pengarahan

Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efesien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pemimpin dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan tugasnya dengan baik.

d. Pengendalian

Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat kesalahan atau penyimpangan dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.

2. Fungsi-fungsi Operasional a. Pengadaan

Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan orientasi dan induksi untuk menciptakan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.

b. Pengembangan

Pengembangan (development) adalah proses meningkatkan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerja masa kini maupun masa depan.

c. Kompensasi

Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada

(18)

batas upah minimum pemerintah berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.

d. Pengintegrasian

Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam manajemen sumber daya manusia, karena mempersatukan dan kepentingan yang bertolak belakang.

e. Pemeliharaan

Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik akan dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.

f. Pemberhentian

Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.

Dari uraian di atas tersebut, jelaslah bahwa peranan manajemen sumber daya manusia, baik yang bersifat manajerial maupun operasional sangat berguna dalam mendukung pencapaian dari tujuan perusahaan.

2.3 Kepemimpinan

2.3.1 Pengertian Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi kepemimpinan (leadership) merupakan suatu faktor yang menentukan tercapai atu tidaknya tujuan suatu organisasi, dengan kepemimpinan yang baik, proses manajemen akan berjalan lancar dan karyawan

(19)

bergairah melaksanakan tugas-tugasnya. Gairah kerja, produktivitas kerja, dan proses manajemen suatu perusahaan akan baik jika tipe, cara, atau gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpinannya baik.

Tegasnya baik atau buruknya, tercapai atau tidaknya tujuan suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh kecakapan pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya untuk mengarahkan para bawahannya, karena kecakapan dan kewibawaan seorang pemimpin melaksanakan kepemimpinannya akan mendorong gairah kerja, kreativitas, partisipasi, dan loyalitas para bawahannya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Definisi kepemimpinan menurut beberapa ahli diantaranya sebagai berikut.

Menurut Kartono (2008:57), dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan , menyatakan bahwa :

Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Menurut Supardo, (2006:1), menyatakan bahwa:

Kepemimpinan adalah suatu proses yang kompleks dimana seorang mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas, atau suatu sasaran, dan mengarahkan organisasi dengan cara yang membuatnya lebih kohesif dan lebih masuk akal.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimilki oleh seseorang untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok, agar orang bersedia bekerja secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan pada situasi tertentu. Setiap pemimpin dapat memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dan tidak harus suatu gaya kepemimpinan itu lebih baik atau kurang baik daripada gaya kepemimpinan lainnya. Dasar yang sering dipergunakan dalam mengelompokkan gaya kepemimpinan yang ada adalah tugas yang dirasakan harus dilakukan oleh

(20)

pemimpin, kewajiban yang pemimpin harapkan diterima oleh bawahan dan lain sebagainya.

2.3.2 Syarat-syarat Kepemimpinan

Menurut Kartono (2008:36), Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu:

b. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.

c. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.

d. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

Kartono (2008:37), menuliskan kemampuan kepemimpinan dan syarat yang harus dimiliki, ialah:

1. Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri.

2. Besar rasa ingin tahu, dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda. 3. Multi terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam.

4. Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan. 5. Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna. 6. Mudah menyesuaikan diri adaptasinya tinggi.

7. Sabar namun ulet, serta tidak mendek berhenti.

8. Waspada, peka, jujur, optimis, berani, gigih, ulet, realistis. 9. Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato. 10. Berjiwa wiraswasta.

11. Sehat jasmaninya dinamis, sanggup dan suka menerima tugas berat, serta berani mengambil resiko.

12. Tajam firasatnya dan adil pertimbangannya.

(21)

14. Memiliki motivasi yang tinggi dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin dicapai, dibimbing oleh idealisme yang tinggi.

15. Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan daya inovasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang berpengetahuan luas, adil, jujur, optimis, gigih, ulet, bijaksana, mampu memotivasi diri sendiri, memiliki hubungan yang baik dengan bawahan, dimana semua ini didapat dari pengembangan kepribadiannya sehingga seorang pemimpin memiliki nilai tambah tersendiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin.

2.3.3 Gaya-gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan manajemen merupakan cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya yaitu bertujuan untuk mempengaruhi anggota atau bawahannya dalam mencapai suatu tujuan.

Berikut adalah Gaya Kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:170), sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Karakteristik dari Kepemimpinan Otoriter, yaitu :

a. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pemimpin.

b. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap.

c. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.

(22)

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpina Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.

Karakterisitik dari Kepemimpinan Partisipatif, yaitu :

a. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

b. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya.

c. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.

Karakteristik dari Gaya Kepemimpinan Delegatif, yaitu :

b. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan.

c. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk segala situasi, maka penampilan pemimpin yang efektf dari perusahaan harus menyesuaikan tipe kepemimpinan dengan situasi yang dihadapi. Pengertian situasi mencakup kemampuan bawahan, tuntutan pekerjaan, tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang demikian yang sangat baik untuk diterapkan agar motivasi kerja karyawan tinggi.

(23)

Sedangkan menurut James A.F Stoner yang dialih bahasakan oleh Drs. Alexander Sindoro dalam bukunya Manajemen (1995;165):

Gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.

Secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokrasi, demokratis dan laissez-faire. Kebanyakan manajer menggunakan ketiganya pada suatu waktu, tetapi gaya yang paling sering digunakan akan dapat dipakai untuk membedakan seorang manajer sebagai pemimpin yang otokratis, demokratis atau leissez-faire.

Ketiga macam gaya kepemimpinan ini dapat dijelaskan dibawah ini: 1. Otokratis

a. Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.

b. Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat yang luas.

c. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap anggota.

d. Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota; mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya.

2. Demokratis

a. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari kelompok.

b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.

c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

(24)

d. Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.

3. Laissez faire

a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi minimal dari pemimpin.

b. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat ditanya.Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja.

c. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. d. Kadang-kadang memberi komentar sponsor terhadap kegiatan anggota

atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.

Terdapat enam gaya kepemimpinan yang dikutip dari buku Kepemimpinan yang mendatangkan hasil yang ditulis oleh Daniel Goleman (2003;20) adalah sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Koersif (Coersive Style)

Yaitu pemimpin yang menuntu perintahnya dipenuhi sesegera mungkin. Kebijakan ekstrim dibuat oleh pemimpin tanpa adanya fleksibilitas kepada bawahan.

Gaya kepemimpinan koersif akan mendatangkan hasil yang maksimal ketika organisasi dalam situasi krisis dan menuntut perbaikan secepatnya.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan koersif yaitu: a. Kebijakan selalu ditentukan oleh pemimpin

b. Tidak ada inisiatif atau ide-ide kreatif dari bawahan

c. Pemimpin menetapkan kontrol yang ketat dan standar yang tinggi 2. Kepemimpinan Otoritatif (Authoritative Style)

Yaitu pemimpin yang menggerakkan orang menuju suatu visi, pemimpin yang menggunakan gaya otoritatif akan memberikan motivasi kepada bawahannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(25)

Gaya kepemimpinan otoritatif akan mendatangkan hasil yang maksimal ketika sebuah organisasi tidak memiliki tujuan yang jelas atau target yang pasti baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otoritatif yaitu:

a. Pemimpin hanya memberikan tujuan akhir yang harus dicapai

b. Memberikan kebebasan kepada bawahan untuk berinisiatif dan memberikan ide-ide baru

c. Memiliki visi yang jelas dan keberanian untuk bertindak d. Memiliki kharisma dan percaya diri yang tinggi

e. Pandai memberi motivasi kepada bawahan 3. Kepemimpinan Afiliatif (Affiliative Style)

Yaitu pemimpin yang menilai individu dan emosi bawahan sebagai hal yang lebih penting dari tugas dan tujuan. Pemimpin afiliatif berusaha menciptakan keharmonisan antara pemimpin dan bawahan dan mengatur organisasi dengan membangun ikatan emosional yang kuat sehingga mendapatkan kesetiaan yang tinggi dari bawahan.

Gaya kepemimpinan afiliatif akan mendatangkan hasil yang maksimal pada sebuah perusahaan yang baru berdiri dimana pemimpin sedang berusaha untuk membangun kerjasama tim.

Adapun ciri-ciri kepemimpinan afiliatif yaitu:

a. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik b. Fleksibel dan meningkatkan inovasi

c. Jarang memberikan arahan kepada bawahan d. Memungkinkan kinerja buruk tidak terkoreksi e. Cenderung memberikan toleransi yang berlebihan 4. Kepemimpinan Demokratis (Democratic Leadership)

Yaitu pemimpin yang membangun rasa hormat dan tanggung jawab dengan mendengarkan pendapat orang lain. Pemimpin demokratis menetapkan kebijakan melalui konsensus dengan mengikutsertakan partisipasi bawahan.

(26)

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis yaitu: a. Menghargai pendapat bawahan

b. Fleksibel dan memberikan kebebasan kepada bawahan berinisiatif dan memberikan ide baru

c. Tujuan yang dicapai realistis dan berdasarkan kesepakatan bersama d. Memungkinkan terjadinya pertemuan-pertemuan secara terus menerus e. Melakukan pemungutan suara sebagai jalan akhir untuk mendapatkan

keputusan.

5. Kepemimpinan Pacesetting (Pacesetting Leadership)

Yaitu pemimpin yang ambisius yang menuntut keberhasilan dan kesempurnaan dari tugas yang diberikan kepada bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini memiliki tujuan yang jelas dan memberikan arahan yang jelas mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan pacesetting yaitu: a. Pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi b. Memberi contoh dan melakukan perbaikan terus-menerus c. Tugas terhadap bawahan yang memiliki kinerja tidak baik. d. Memberikan arahan secara terperinci dan fleksibel.

e. Tidak ada inisiatif dari bawahan.

6. Kepemimpinan Coaching (Coaching Leadership)

Yaitu pemimpin yang bertindak sebagai seorang penasehat bagi bawahan. Pemimpin coaching membantu para bawahannya untuk menemukan kekuatan dan kelemahan mereka dan membantu bawahan untuk membuat konsep dari aspirasi pribadi dan karir bawahan.

Adapun ciri-ciri kepemimpinan coaching yaitu: a. Pemimpin menghargai gagasan bawahan.

b. Pemimpin memberi nasehat kepada bawahan mengenai tugas yang harus dilaksanakan.

c. Bersedia untuk mentolerir kegagalan jangka pendek jika kegagalan itu dapat meningkatkan cara kerja bawahan dalam jangka panjang.

(27)

e. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberikan pelatihan secara pribadi kepada bawahan.

Pemimpin yang akan memberikan hasil terbaik tidak tergantung pada satu gaya kepemimpinan. Para pimpinan menggunakan hampir semua gaya dalam takaran yang berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.

2.3.4 Gaya Pengambilan Keputusan

Tidak ada Gaya Kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk yang penting Tujuan tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor-faktor : tujuan, pengikut (bawahan), organisasi, karakter pemimpin, dan situasi yang ada.

Berikut ini adalah Gaya Pengambilan Keputusan yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:175) :

a. Gaya Otoratif

Gaya Otoratif diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan informasi untuk menghasilkan konklusi, sementara pengikut tidak memiliki kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut.

b. Gaya Konsultatif

Gaya Konsultatif adalah strategi yang tepat apabila manajer mengetahui bahwa pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat keputusan final.

c. Gaya Fasilitatif

Merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerja sama mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagai dalam proses pengambilan keputusan. Gaya merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya.

(28)

d. Gaya Delegatif

Digunakan terhadap pengikut yang memiliki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau rekomendasi yang layak.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila pemimpin mampu dengan tangkas, cerdas, cepat dan arif bijaksana mengambil keputusan yang tepat, maka organisasi atau perusahaan bisa berfungsi secara efektif dan efisien.

2.3.5 Beberapa Teori Kepemimpinan

Menurut Wiludjeng (2006:74), mengenai teori kepemimpinan terdiri atas empat teori, sebagai berikut:

1. The Great Man Theory (Teori Sifat)

Teori ini berusaha mengidentifikasikan karakteristik seorang pemimpin. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang bisa berhasil manjadi seorang pemimpin karena mereka memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Keith Davis merumuskan ada 4 sifat umum yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi, yaitu:

a. Intelegensia b. Kematangan sosial c. Motivasi diri d. Hubungan pribadi

2. Behavirol Theory (Teori Perilaku)

a. Teori Tannenbaum dan Warren H Schmidt

Kedua orang akademis tersebut mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui titik ekstreem yaitu fokus pada atasan (pemimpin) dan fokus pada bawahan. Menurut kedua orang ini gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor manajer, faktor karyawan, dan faktor situasi.

(29)

b. Studi Ohio State University

Studi ini menyimpulkan bahwa ada dua kategori perilaku pemimpin yaitu:

1) Consideration, diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin peduli dan mendukung bawahan. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang mencerminkan perasaan saling percaya, dan mereka menghormati ide dan perasaan bawahannya.

2) Initiating Structure, diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin membuat struktur pekerjaannya sendiri dan pekerjaan bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini cenderung mengarahkan pekerjaan kelompok melalui kegiatan perencanaan, pembelian tugas-tugas, penjadwalan, dan penetapan deadline.

c. Studi The University of Michigan

Study ini menyimpulkan bahwa para manajer dapat dibedakan berdasarkan dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu:

1) Relationship Oriented, diartikan sebagai perilaku yang bersikap bersahabat pada bawahan, mengakui prestasi bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan karyawan.

2) Task Oriented, diartikan sebagai perilaku manajer yang menetapkan standar kerja yang tinggi, menentukan metode kerja yang harus dilakukan, dan mengawasi karyawan dengan ketat.

d. Managerial Grid

Managerial grid atau kisi-kisi manajemen yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane S. Mouton mendorong manajer untuk memiliki dua kualitas kepemimpinan sekaligus yaitu orientasi pada tugas/produksi dan orientasi pada hubungan/orang.

3. Contingensy Theory (Teori Situasi)

Pendekatan ini berpendapat bahwa tidak ada satu tipe kepemimpinan yang efektif untuk diterapkan di segala situasi. Teori yang menggunakan pendekatan kontingensi akan dibahas berikut ini:

(30)

a. Model Kepemimpinan Hersey

Teori ini mengembangkan model kepemimpinan dimana efektivitas kepemimpinan tergantung dari kesiapan bawahan. Kesiapan tersebut mencakup kemauan untuk mencapai prestasi, untuk menerima tanggung jawab, kemampuan mengerjakan tugas, dan pengalaman bawahan. Variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Menurut model ini manajer atau pimpinan harus secara konstan mengevaluasi kondisi karyawan. Kemudian setelah kondisi karyawan diketahui manajer menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan kondisi tersebut. Dengan demikian gaya kepemimpinan ini akan efektif karena sesuai dengan situasi karyawan.

b. Model Fiedler

Teori ini mendasarkan pada pendapat bahwa sesorang menjadi pemimpin tidak hanya karena karakteristik individu mereka tetapi juga karena beberapa variable situasi dan interaksi antara pemimpin dengan bawahan. Fiedler menjelaskan tiga dimensi yang menjelaskan situasi kepemimpinan yang efektif. Ketiga dimensi tersebut adalah :

1) Power Position (Kekuasaan posisi)

Dimensi ini menjelaskan kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, seperti kaehlian atau kepribadian, yang mampu membuat bawahan mengikuti kemauan pemimpin. Pemimpin yang mempunyai kekuasaan dari posisinya yang jelas dan besar dapat memperoleh kepatuhan bawahan yang lebih besar.

2) Task Structure (Struktur pekerjaan)

Dimensi ini menjelaskan sejauh mana pekerjaan dapat dirinci atau dijelaskan dan membuat bawahan bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Jika struktur pekerjaan jelas maka pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah, bawahan dapat diserahi tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih baik.

(31)

3) Leader Member Relation (Hubungan antara pemimpin-bawahan) Hal ini berhubungan dengan antara bawahan-pimpinan, misalnya tingkat loyalitas, kepercayaan, dan rasa hormat karyawan terhadap pemimpinnya. Hubungan ini dapat diklasifikasikan baik atau

buruk .

Dari kombinasi ketiga variabel ini dapat ditentukan apakah situasi yang dihadapi oleh pemimpin menguntungkan atau tidak menguntungkan.

c. Teori Jalur-Tujuan (Path Goal Theory)

Teori ini menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah untuk membuat tujuan bersama dengan bawahannya, membantu mereka menemukan jalur (path) yang paling tepat dalam mencapai tujuan tersebut, dan mengatasi hambatan-hambatan yang timbul.

d. Yetton dan Vroom Jago

Teori dari Vroom mengkritik teori path goal karena gagal memperhitungkan situasi dimana keterlibatan bawahan diperlukan. Model ini memperkenalkan lima gaya kepemimpinan yang mencerminkan garis kontinum dari pendekatan otoriter sampai ke pendekatan partisipatif. Sehingga model Vroom memperoleh dukungan empiris yang lebih baik dibandingkan dengan model kepemimpinan situasional lainnya.

4. Teori-teori Kepemimpinan Kontemporer

Perkembangan penelitian dan teori kepemimpinan berkembang menuju banyak arah. Beberapa perkembangan baru akan dibahas dalam bagian ini. a. Kepemimpinan Transformasional atau Karismatik

Teori ini dikembangkan oleh Bernard M Bass. Ia membedakan kepemimpinan transaksional (transactional leadership). Pemimpin transaksional menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi, dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut. Sedangkan, pemimpin transformasional memotivasi bawahan untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan. Sehingga

(32)

pemimpin harus mampu membuat bawahan menyadari perspektif yang lebih luas. Tipe kepemimpinan seperti hal tersebut dapat dimasukkan kedalam tipe pemimpin yang transaksional, tetapi agar lebih efektif seorang pemimpin tidak hanya menjalankan kepemimpinan dengan

biasa tetapi harus lebih dari yang biasa. b. Teori Kepemimpinan Psikoanalisa

Teori ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan Psikoanalitis. Sigmund Freud menjelaskan bahwa seseorang berperilaku karena ingin memenuhi kebutuhan bawah sadarnya. Menurut teori ini perilaku manusia sangat kompleks. Sehingga penampilan dari luar tidak dapat dijadikan pegangan. Untuk itu perlu dianalisa kembali teori-teori alam tentang manusia yang paling dasar untuk memahami perilaku manusia atau pemimpin yang sangat kompleks.

c. Teori Kepemimpinan Romantis

Teori ini memandang bahwa pemimpin itu ada dan diperlukan untuk membantu mencapai kebutuhannya. Jika bawahan sudah tidak mempercayai pemimpinnya, maka efektivitas kepemimpinannya hilang, tidak peduli dengan tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah dapat mengorganisasikan sendiri maka pemimpin tidak diperlukan lagi. Teori ini mencoba menyeimbangkan antara sisi atasan dengan sisi bawahan, sehingga porsi keduanya menjadi kurang lebih seimbang. 2.4 Motivasi Kerja

2.4.1 Pengertian Motivasi Kerja

Manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil-hasil melalui orang lain, yaitu para bawahan. Berhubung dengan hal itu, menjadi kewajiban dari setiap pemimpin agar para bawahannya berprestasi. Prestasi bawahan, terutama disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu: kemampuan dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya antara lain oleh pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat pribadi sedangkan daya

(33)

dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan hal-hal lain diluar dirinya.

Daya dorong yang ada dalam diri seseorang sering disebut motif. Daya dorong diluar diri seseorang, harus ditimbulkan pimpinan dan agar hal-hal di luar diri seseorang itu turut mempengaruhinya, pemimpin harus memilih berbagai sarana atau alat yang sesuai dengan orang lain.

Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan

daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara

produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah

ditentukan.

Pengertian Motivasi menurut Rivai (2008:455) :

Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi untuk mencapai hasil yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.

Yang diartikan sebagai berikut :

Motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus tercapai tujuan organisasi.

Menurut Liang Gie dalam yang dikutip oleh Martoyo ( 2000 : 165 ) :

Motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil tindakan-tindakan.

Motivasi menurut Arep dan Tanjung ( 2003 : 18 ) yaitu :

Motivasi adalah sesuatu yang pokok, yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja.

(34)

Sedangkan definisi motivasi menurut Saydam (2000 : 227) :

Motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan/rangsangan kepada para karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa.

Menurut Robbins dalam buku Sofyandi dan Garniwa (2007;99), yaitu :

Motivasi adalah sebagai proses mengarahkan dan ketekunan setiap individu dengan tingkat intensitas yang tinggi untuk meningkatkan suatu usaha dalam mencapai tujuan.

Menurut Hasibuan (2001:42), sebagai berikut :

Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.

Dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang di dalam usaha memenuhi kebutuhannya baik secara riil maupun materiil, dan menyalurkan perilaku individu tersebut kearah pencapaian suatu tujuan.

2.4.2 Tujuan Motivasi Kerja

Pada hakekatnya pemberian motivasi kepada pegawai tersebut mempunyai tujuan yang dapat meningkatkan berbagai hal, menurut Hasibuan (2004 : 146) tujuan pemberian motivasi kepada karyawan adalah untuk :

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan. 3. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

4. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

(35)

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

10. Meningkatkan efisiensi pengunaan alat-alat dan bahan baku.

Berdasarkan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa di dalam setiap perusahaan diperlukan motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya. Apabila tidak terdapatnya motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya dalam suatu perusahaan, maka akanlah sulit perusahaan tersebut untuk mencapai tujuannya.

2.4.3 Metode Motivasi Kerja

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang metode dari motivasi kerja, maka dibawah ini adalah metode motivasi kerja menurut Menurut Hasibuan (2007:149).

Terdapat dua metode motivasi, yaitu :

1. Motivasi Langsung ( Direct Motivation )

Motivasi Langsung adalah motivasi (materiil dan non-materiil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, bintang jasa dan lain sebagainya.

2. Motivasi Tidak Langsung ( Indirect Motivation )

Motivasi Tidak Langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja / kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, penempatan yang tepat dan lain sebagainya. Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga produktifitas perusahaan meningkat.

(36)

Berdasarkan metode tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa didalam memotivasi karyawan, kita harus mengetahui tentang apa yang dibutuhkan oleh para karyawan tersebut secara langsung maupun tidak langsung didalam pelaksanaan pekerjaannya dalam usaha pencapaian tujuan bersama.

2.4.4 Jenis-jenis Motivasi Kerja

Didalam memotivasi kerja karyawan, pemimpin haruslah mengetahui tentang sebab dan akibat dari adanya proses memotivasi kerja karyawan. Dibawah ini adalah dua jenis motivasi menurut Hasibuan (2004;222), yaitu :

1. Motivasi Positif ( Incentive Positive )

Dalam motivasi positif, manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif ini semangat bekerja karyawan akan meningkat karena pada umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.

2. Motivasi Negatif ( Incentive Negative )

Dalam motivasi negatif, manajer memotivasi bawahan dengan standar, apabila bawahan tidak dapat memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh manajer maka mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini, semangat kerja karyawan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

Yang menjadi masalah adalah kapan motivasi positif atau motivasi negatif itu efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap karyawan akan termotivasi diakibatkan adanya unsur positif dan negatif dari

(37)

pemimpin. Menurut saya, untuk memotivasi karyawan, seorang pemimpin haruslah menimbulkan dampak positif, misalnya menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab kepada perusahaan oleh setiap karyawannya.

2.4.5 Teori Motivasi Kerja

Terdapat beberapa macam teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, seperti yang penulis kutip dari Hasibuan (2000;152) dan Mangkunegara (2001;94), adalah sebagai berikut :

1. Teori Motivasi Klasik yang dikutip oleh Hasibuan (2000;152), yaitu Frederick Winslow Taylor mengemukakan bahwa teori motivasi klasik atau teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Hierarki Kebutuhan Maslow yang dikutip oleh Mangkunegara (2001;95), yaitu :

a. Physiological Needs ( kebutuhan fisik atau biologis )

Physiological Needs adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk kedalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat.

b. Safety and Security Needs ( kebutuhan keselamatan dan keamanan ) Safety and Security Needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.

c. Affiliation or Acceptence Needs ( kebutuhan sosial )

Affiliation or Acceptence Needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri ditempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok, karena manusia adalah makhluk sosial.

(38)

d. Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise) Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.

e. Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri )

Self Actualization Needs adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal, untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.

3. Teori Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2000;156), Herzberg mengemukakan suatu teori yang berhubungan langsung dengan

kepuasan kerja, yang didasarkan pada penelitian bersama di kota Pitsburg dan sekitarnya. Dari hasil penelitian ini dikembangkan suatu gagasan bahwa ada 2 (dua) rangkaian kondisi yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang, kedua rangkaian kondisi tersebut adalah rangkaian kondisi pertama disebut faktor motivator dan rangkaian kondisi kedua disebut

faktor hygiene .

Teori motivasi kerja dari Herzberg dalam teorinya membagi motivasi ke dalam 2 (dua) rangkaian kondisi seperti dikutip oleh Hasibuan (2000;157), yaitu :

1. Rangkaian kondisi pertama disebut faktor motivator . 2. Rangkaian kondisi kedua disebut faktor hygiene .

Faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai, yakni yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja baik terdiri dari :

a. Keberhasilan pelaksanaan : Agar seorang bawahan dapat berhasil dalam pelaksanaan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai hasil. Bila bawahan telah berhasil mengerjakan pekerjaannya, pemimpin harus menyatakan keberhasilan itu.

(39)

b. Pengakuan : Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan pemimpin harus memberi pernyataan pengakuan akan keberhasilan tersebut, berupa pemberian bonus uang tunai dan penghargaan.

c. Pekerjaan itu sendiri : Pemimpin membuat usaha-usaha yang riil dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindarkan kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.

d. Tanggung jawab : Membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisipasi membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya.

e. Pengembangan pegawai : Pemimpin member rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya atau dikirim mengikuti pendidikan atau latihan lanjutan. 4. Teori X dan Teori Y dari McGregor yang dikutip oleh (Rivai, 2008),

yaitu:

Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia. Negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. Setelah melakukan penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan karyawan, McGregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi sebagai berikut:

Teori X (negatif) merumuskan asumsi seperti:

a. Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia akan menghindari dan akan bermalas-malasan dalam bekerja.

b. Semenjak karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diatur dan dikontrol bahkan mungkin ditakuti untuk menerima sanksi hukum jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh. c. Karyawan akan meghindari tanggung jawabnya dan mencari tujuan

Gambar

Tabel 3.5  Skala Interval Motivasi
Tabel 4.43 merupakan tabel yang berisi tentang pendapat responden secara  menyeluruh mengenai gaya kepemimpinan pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa  Barat:
Tabel 4.64  Uji Validitas Variabel X
Tabel 4.65  Uji Validitas Variabel Y

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kegiatan yang mengutamakan dampak sosial, hukum dan budaya (non ekonomi), dapat mengungkapkan permasalahan dalam dua aspek utama yang saling terkait atau bersinergi

Maka dari itu, sesuai dengan penjelasan latar belakang diatas, dengan menggunakan Information System Success Model yang memiliki enam dimensi terintegrasi, penelitian ini

Penambahan luas ini sebagai bagian dari komitmen pemerintah kabupaten terutama DKP yang terus melakukan pembangunan dan optimalisasi TPST untuk dapat memenuhi Sidoarjo Zero

Biaya'operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan untuk pembayaran honorarium, pengadaan bahan, alat tulis kantor, cetak/stensil, fotocopy/penggandaan,

yang positif berkaitan dengan loyalitas merek dan kualitas yang dirasakan secara positif juga berkaitan dengan dengan loyalitas merek dan citra merek juga berkaitan dengan

Pelaksanaan dan proses pembelajaran yang menarik perhatian siswa dengan pemilihan metode yang baik, penggunaan metode pembelajaran akan mempermudah mentor untuk

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan limbah abu bawah batubara (bottom ash) teraktivasi sebagai adsorben alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap aspek-aspek dalam perkembangan