• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Etika Profesi dan Tanggung Jawab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Etika Profesi dan Tanggung Jawab"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Profesi akuntan publik merupakan suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi aktivitas berbisnis secara sehat di Indonesia. Analisa serta pendapat dari akuntan publik terhadap suatu laporan keuangan sebuah perusahaan akan sangat menentukan dasar pertimbangan dan pengambilan keputusan bagi seluruh pihak ataupun publik yang menggunakannya. Misalnya para investor dalam mempertimbangkan bahkan memutuskan kebijakan investasinya, para penasehat keuangan ataupun investasi dalam memberikan arahan pada para investor terhadap keadaan dan prospek dari perusahaan tersebut, serta para pemberi pinjaman dalam mempertimbangkan serta memutuskan langkah pemberian ataupun penghentian pinjaman bagi perusahaan tersebut.

Para professional diharuskan memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam suatu profesi, dan selain menjalankan suatu profesi sangat penting adanya etika profesi. Etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang dirancang agar terlihat praktis dan realistis namun tetap idealistis. Setiap akuntan harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak menyimpangi aturan dalam menyelesaikan laporan keuangan kliennya dan diharapkan berperilaku secara benar dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan. Dalam Mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan pentingnya prinsip etika bagi akuntan. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin dan memenuhi segala hukum dan peraturan yang telah disyaratkan.

Selama beberapa tahun terakhir ini, kasus pelanggaran auditing terjadi di Indonesia. Contohnya saja kasus Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Dadi Muchidin melalui KMK Nomor: 1103/KM. 1/2009 tanggal 4 September 2009, dengan sanksi pembekuan selama tiga bulan karena KAP tersebut telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir. Bahkan sampai saat ini, KAP Drs. Dadi Muchidin masih melakukan pelanggaran berikutnya, yaitu tidak menyampaikan laporan tahunan KAP tahun takwin 2008.

Untuk mencegah pelanggaran tersebut terulang kembali, maka seorang calon akuntan publik dan seorang akuntan publik harus mengetahui etika profesi dan kewajiban hukum auditor, serta standar profesional akuntan publik.

(2)

pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor. Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum.

Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan kredibilitas publik yang lebih baik. Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik. Dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan etika profesi auditor?

2. Apa yang dimaksud dengan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia? 3. Apa saja kerangka kode etik Ikatan Akuntan Indonesia?

4. Kewajiban hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban hukum bagi auditor?

1.3. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika profesi.

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. 3. Untuk mengetahui apa saja kerangka kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.

4. Untuk mengetahui kewajiban hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban hukum bagi auditor.

(3)

2.1. ETIKA PROFESI AUDITOR A. Definisi Etika Profesi

Etika profesi berasal dari dua kata yaitu etika (adat istiadat atau kebiasaan baik) dan profesi (bidang kerja). Etika dapat didefinisikan secara luas sebagai seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Setiap profesi memiliki seperangkat nilai, meskipun belum menyakininya secara nyata. Jadi, etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik profesinya bagi masyarakat. Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.

B. Peranan Etika dalam Profesi Auditor

Etika profesi sangat diperlukan dalam profesi seorang auditor, hal ini dikarenakan peranan etika profesi yang sangat penting bagi seorang auditor. Adapun peranan etika dalam profesi auditor adalah sebagai berikut:

1. Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi.

2. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit.

3. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.

4. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit.

C. Prinsip Etika Akuntan

Etika sudah menjadi kebutuhan setiap orang dalam menjalankan aktivitas mereka. Etika merupakan serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Kegiatan material dan immaterial pasti mempunyai etika tersendiri, termasuk etika dalam menjalankan profesi. Salah satu profesi yang mempunyai etika adalah akuntan publik.

Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut sebagai berikut:

(4)

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Publik

Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa demi melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.

3. Integritas

Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Untuk memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesinal dengan integritas tertinggi.

4. Objektivitas

Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka , serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam fakta dan penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Seorang anggota profesi harus selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis profesi terdorong untuk secara terus menerus mengembangkan kompetensi dan kualitas jasa, dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota yang bersangkutan.

6. Kerahasiaan

Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaanin formasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7. Perilaku Profesional

Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

(5)

Sebagai profesional setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

D. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik

Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk akuntan sektor publik, aturan etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP). Sampai saat ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang penyusunannya mengacu pada Standard of Professional Practice on Ethics yang diterbitkan oleh the International Federation of Accountants (IFAC).

Berdasarkan aturan etika ini, seorang profesional akuntan sektor publik harus memiliki karakteristik dengan cakupan sebagai berikut.

a) Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. b) Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi kerja

maupun untuk audit. c) Berpandangan obyektif.

d) Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.

Penerapan aturan etika ini dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan profesi akuntan yaitu sebagai berikut.

a) Bekerja dengan standar profesi yang tinggi. b) Mencapai tingkat kinerja yang diharapkan.

c) Mencapai tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada 3 kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut.

a) Kredibilitas akan informasi dan sistem informasi.

b) Kualitas layanan yang didasarkan pada standar kinerja yang tinggi.

c) Keyakinan pengguna layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan standar teknis yang mengatur persyaratan-persyaratan layanan yang tidak dapat dikompromikan.

E. Contoh Etika Profesi

(6)

merupakan hal yang umum bila setiap orang memiliki perbedaan dalam prinsip moral dan nilai serta kepentingan relatif yang terkait dengan prinsip prinsipnya, perbedaan ini merupakan pengalaman hidup, kesuksesan dan kegagalan serta pengaruh dari orang tua dan teman teman.

2.2. KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Sebelum Tahun 1986, Etika Profesional yang dikeluarkan oleh IAI diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dan di tahun 1986 nama diubah menjadi Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Indonesia dibagi Menjadi 9 (sembilan) bagian yaitu sebagai berikut.

1. Pembukaan 2. Kepribadian

3. Kecakapan Profesional 4. Tanggung Jawab 5. Ketentuan Khusus 6. Pelaksanaan Kode Etik

7. Suplemen dan Penyempurnaan 8. Penutup

9. Pengesahan

Mulai tahun 1998 sampai sekarang nama tersebut diubah kembali ke Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (Kode Etik IAI). Tidak hanya perubahan nama yang terjadi, namun juga terjadi perubahan Struktur Etika Profesional yang dipakai oleh IAI. Organisani IAI menetapkan 8 (delapan) prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI yaitu sebagai berikut.

1. Tanggung Jawab Profesi 2. Kepentingan Publik 3. Integritas

4. Objektivitas

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional 6. Kerahasiaan

7. Perilaku Profesional 8. Standar Teknis

2.3. KERANGKA KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA Kode etik dibagi menjadi 4 bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Prinsip Etika

Memberikan rerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa professional oleh anggota.

(7)

Disahkan oleh rapat anggota kompartemen dan hanya mengikat anggota kompartemen yang bersangkutan.

3. Interpretasi Etika

Interpretasi yang dikeluarkan oleh pengurus kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, sebagai panduan penetapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

4. Tanya dan Jawab

Memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interpretasinya.

2.4. PERLUNYA ETIKA PROFESI

Dasar pemikiran yang melandasi penyusuanan etika profesional setiap profesi adalah kebutuhan proses tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi. Terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan jasa tersebut. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat yang di layaninya. Umumnya masyarakat sangat awam mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh suatu profesi karena kompleknya pekerjaan yang dilaksanakan oleh profesi. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Jika masyarakat pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan publik, dokter atau pengacara maka layanan profesi tersebut kepada klien dan masyarakat umumnya menjadi tidak efektif. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik mererapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan perkerjaan audit yang dilakukan oleh anggota profesi tersebut.

Perilaku beretika merupakan hal yang penting bagi masyarakat agar kehidupan berjalan dengan tertib. Hal ini sangat beralasan karena etika merupakan perekat untuk menyatukan masyarakat. Bayangkan, apa yang akan terjadi bila kita tidak dapat mempercayai orang lain yang berhubungan dengan kita untuk berlaku jujur.

Berbicara mengenai pentingnya etika profesi, dalam bidang akuntansi etika profesi sangatlah penting. Mengapa? Alasannya adalah sebagai berikut.

a) Karena etika profesi berisi ketentuan mengenai apa yang baik dan yang tidak baik serta apakah suatu kegiatan yang dilakukan oleh profesi itu dapat dikatakan bertanggung jawab atau tidak.

(8)

2.5. KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR A. Tanggung Jawab Auditor

Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa sanksi peringatan, sanksi pembekuan izin dan sanksi pencabutan izin.

Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan jika seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga diakibatkan dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik.

Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik, ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik tersebut.

Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab atas hal-hal sebagai berikut (Boynton, 2003:68).

a) Mendeteksi kecurangan

 Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.

 Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan direksi.

b) Tindakan pelanggaran hukum oleh klien

(9)

 Tanggung jawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Lebih jauh lagi Soedarjono (2003) mengungkapkan bahwa auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu sebagai berikut.

a) Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan.

Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab manajemen.

b) Tanggung jawab terhadap profesi.

Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan Indonesia.

c) Tanggung jawab terhadap klien.

Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan menggunakan kemahiran profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi.

d) Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan.

Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan publik harus bertanggung jawab.

e) Tanggung jawab terhadap pihak ketiga

Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak didasari dengan dasar yang cukup.

f) Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan.

Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya tidak cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.

B. Pemahaman Hukum dan Kewajiban Auditor

(10)

keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit serta risiko audit. Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut Loebbecke dan Arens (1999:787).

1) Kegagalan bisnis

Adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.

2) Kegagalan audit

Adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang berlaku umum.

3) Risiko Audit

Adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material.

Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkan menjadi ordinary negligence, gross negligence dan fraud (Toruan, 2001:28).

Ordinary negligence merupakan kesalahan yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik bertindak.

Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud (adanya kelalaian yang ekstrim atau luar biasa meskipun tidak ada maksud untuk menipu atau merugikan) yang mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

(11)

Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.

Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah sebagai berikut (Loebbecke dan Arens, 1999:786).

1) Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan publik.

2) Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor.

3) Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb.

4) Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.

Kantor Akuntan Publik biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari empat pembelaan berikut bila terdapat tuntutan hukum oleh klien yaitu:

1) Tidak ada kewajiban (Lack of duty)

Tidak ada kewajiban untuk melakukan jasa berarti kantor akuntan publik mengklaim bahwa tidak ada kontrak yang tersirat atau yang dinyatakan. Misalnya KAP mengklaim bahwa kekeliruan itu tidak dapat diungkapkan karena kantornya hanya melakukan jasa penelaahan, bukan audit yaitu dengan penggunaan surat penugasan yang menunjukkan tidak adanya kewajiban untuk melaksanakan tugas.

2) Tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan pekerjaan (Nonnegligent performance)

(12)

3) Kelalaian kontribusi (Contributory negligence)

Pembelaan terhadap kelalaian kontribusi yang dilakukan oleh klien mengandung arti bahwa KAP menjamin jika klien telah melaksanakan kewajiban tertentu , tidak akan terjadi kerugian

4) Ketiadaan hubungan timbal balik (Absence of causal connection)

Agar sukses dalam tuntutan terhadap auditor, klien harus mampu menunjukkan terdapat hubungan timbal balik yang dekat antara pelanggaran auditor terhadap standar kesungguhan dengan kerugian yang dialami klien.

Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum. Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik.

Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik.

C. Kewajiban Hukum Bagi Auditor

Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis (Huakanala dan Shinneke, 2003:69). Lebih lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwa litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.

(13)

Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap kliennya. Sumber kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut Loebbecke dan Arens serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari (2001) adalah sebagai berikut.

1) Kewajiban kepada klien (Liabilities to Client)

Kewajiban akuntan publik terhadap klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan publik. Contoh: Klien menuntut auditor karena tidak menemukan penggelapan selama audit.

2) Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to Third party) Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan. Contoh: Bank menuntut auditor karena tidak menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan.

3) Kewajiban Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under securities laws) Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang ketat. Contoh: Pada pemegang saham menuntut auditor kerana tidak menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan.

4) Kewajiban kriminal (Crime Liabilities)

Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat kemungkinan akuntan publik disalahkan karena tindakan kriminal menurut undang-undang. Contoh: Pemerintah federal menuntut auditor kerena secara sadar menerbitkan laporan audit yang tidak benar. Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan (Rachmad Saleh dan Saiful Anuar Syahdan, 2003).

Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan main yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung jawab profesional terhadap akuntan publik.

(14)

Selain itu, terdapat pula faktor-faktor yang mendorong makin meningkatnya jumlah tuntutan hukum maupun besarnya tuntutan yakni sebagai berikut.

1) Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan publik.

2) Meningkatnya perhatian Bapepam sehubungan dengan tanggung jawab melindungi kepentingan investor.

3) Bertambahnya kompleksitas masalah auditing dan akuntansi.

4) Meningkatnya penerimaan masyarakat atas gugatan-gugatan oleh pihak yang dirugikan terhadap siapa saja yang dapat memberikan ganti rugi tanpa memandang siapa yang bersalah (konsep kewajiban "deep pocket").

5) Kesediaan banyak kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan.

6) Banyaknya alternatif prinsip akuntansi yang dapat dipilih oleh klien.

Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek dari tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultansi manajemen, dan pelayanan akuntansi serta pembukuan. beberapa konsep hukum dapat diterapkan pada segala macam gugatan terhadap akuntan publik. Konsep-konsep ini adalah Konsep-konsep kehati-hatian, kewajiban atas tindakan orang lain, dan terbatasnya hak komunukasi istimewa.

1) Konsep Kehati-Hatian (Prudent Person)

Ada perjanjian antara profesi akuntan dan pengadilan bahwa auditor bukan penjamin atau penanggung jawab laporan keuangan. Auditor hanya berkewajiaban untuk melakuakan audit secara teliti. Meskipun demikian, auditor bukan tanpa cela. Standar ketelitian yang dapat diharapkan dari auditor sering disebut sebagai konsep prudent person.

2) Konsep Kewajiban Atas Tindakan Orang Lain

Para partner atau pemegang saham dalam perseroan professional secara bersama-sama bertanggungjawab atas tindakan perdata yang ditujukan terhadap salah seorang anggotanya.

3) Kurangnya Hak Komunikasi Istimewa

Menurut common law, akuntan publik tidak berhak untuk menahan informasi jika diminta oleh pengadilan dengan alas an bahwa informasi itu dirahasiakan. Seperti informasi dalam kertas kerja seorang auditor dapat diminta dan diwajibkan oleh pengadilan jika diperlukan. Pembicaraan rahasia klien dan auditor tidak dapat ditutupi dalam pengadilan.

(15)

AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah berikut.

1) Riset dalam auditing.

2) Penetapan standar dan aturan.

3) Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor. 4) Menetapkan persyaratan penelaahan sejawat. 5) Melawan tuntutan hukum.

6) Pendidikan bagi pemakai laporan.

7) Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas. 8) Perundingan untuk perubahan hukum.

2.7. TANGGAPAN AKUNTAN PUBLIK TERHADAP KEWAJIBAN HUKUM

Dalam meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut. 1) Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas.

2) Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi dengan pantas. 3) Mengikuti standar profesi.

4) Mempertahankan independensi. 5) Memahami usaha klien.

6) Melaksanakan audit yang bermutu.

7) Mendokumentasika pekerjaan secara memadai. 8) Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan. 9) Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia. 10) Perlunya asuransi yang memadai.

11) Mencari bantuan hukum.

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

(16)

setiap penugasan yang diberikan, Akuntan Publik harus selalu bersikap independen dan menggunakan kemahiran jabatannya secara profesional (due professional care).

Akuntan Publik dan KAP agar menghindarkan diri dari tindakan tercela, seperti kolusi (collusion) dengan klien atau menutupi terjadinya tindak kecurangan (fraud) yang sangat merugikan berbagai pihak. Semoga Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU-AP) yang telah disusun cukup lama tersebut, segera dapat ditetapkan oleh Pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi UU-AP, sehingga akuntan publik memiliki landasan operasional (aspek legal) yang kuat dan masyarakat (publik) mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan malpraktik yang melanggar kode etik profesi.

3.2. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

 Harahap, Sofyan S. 2002. Corporate Accountability, Media Akuntansi, No.29/November-Desember/2002. Jakarta: Penerbit Intama Artha Indonusa.

 Toruan, L Henry. 2001. Tanggung Jawab Akuntan Publik, Media Akuntansi, No.18/Juni/ 2001. Jakarta: Penerbit Intama Artha Indonusa.

(17)

 Mulyadi. Auditing. 2014. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

http://ismail125cc.blogspot.co.id/2014/03/etika-profesi-dan-kewajiban-hukum.html

http://stdln.blogspot.co.id/2011/02/kewajiban-hukum_18.html

http://elawatiekonomiislam.blogspot.co.id/2016/04/makalah-audit-kewajiban-hukum-audit.html

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa coping stress adalah segala usaha yang dilakukan individu untuk mengurangi, mengatur, dan besikap sabar

Penggunaan Teknik Analisis Tugas dalam Pembelajaran Keterampilan Menjahit Sarung Bantal Pada Siswa Tunagrahita Ringan(Singel Subject Research Pada Siswa Kelas X

Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang pemanfaatan internet sebagai sumber belajar oleh mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Dr..

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan

Tahap ini meliputi kegiatan observasi proses kegiatan belajar mengajar langsung di kelas. Hal – hal yang diamati dalam proses belajar mengajar yaitu : membuka

[r]

Saat ini saya sedang melakukan penelitian dalam rangka menyusun skripsi yang berjudul "Hubungan antara Adversity Quotient dengan Intensi Berwirausaha Menggunakan Media Instagram

Hasil penelitian ini menunjukan kualitas layanan tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas, Pihak manajemen bank BNI 46 Surabaya agar meningkat- kan kualitas layanan,