• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bunga Kana Merah - Formulasi Sediaan Pewarna Pipi Dalam Bentuk Padat Menggunakan Ekstrak Bunga Kana Merah (Canna indica L.) sebagai Pewarna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bunga Kana Merah - Formulasi Sediaan Pewarna Pipi Dalam Bentuk Padat Menggunakan Ekstrak Bunga Kana Merah (Canna indica L.) sebagai Pewarna"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bunga Kana Merah

Bunga kana adalah sejenis tanaman perdu, tumbuh tegak dengan tinggi

mencapai 2 meter. Bunga kana tumbuh keluar di ujung pucuk mempunyai daun

tunggal, bulat telur memanjang, bertangkai pendek menjadi pelepah, ujung dan

pangkal runcing, menyirip jelas, dan memiliki lapisan lilin. Bunga majemuk

tumbuh bercabang, tersusun dalam rangkaian, mahkota bunga besar dengan

warna-warna cerah seperti merah, kuning dan jingga (Dalimartha, 2003).

Bunga kana sering ditemukan sebagai tanaman hias di pekarangan atau

ditaman-taman. Bunga kana berasal dari Amerika tropis dan bisa ditemukan di

dataran rendah sampai ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Tumbuh

subur di tempat terbuka atau sedikit terlindung dari sinar matahari (Dalimartha,

2003).

Gambar tumbuhan kana merah (Canna indica L.) dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 49.

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Berdasarkan hasil identifikasi di Herbarium Medanense Universitas

Sumatera Utara, bunga Kana diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

(2)

Ordo : Zingiberales

Famili : Cannaceae

Genus : Canna

Spesies : Canna indica L. Nama Lokal : Bunga Kana

Hasil identifikasi tumbuhan bunga kana dapat dilihat pada Lampiran 1,

halaman 47.

2.1.2 Sifat dan khasiat

Bunga kana biasanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan

bahan obat tradisional . Rimpang rasanya manis dan berkhasiat penyejuk,

pereda demam (antipiretik), peluruh kencing (diuretik), penenang

(tranquilizer), dan menurunkan tekanan darah (hipotensif), disentri kronis,

wasir (hemoroid), keputihan (lekore), dan radang hati akut disertai kuning.

Bunganya berkhasiat hemostatis, darah haid yang banyak (metrorrhagia), dan

batuk darah. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah rimpang

segar atau kering dan bunga keringnya (Dalimartha, 2003).

2.2. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar

luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini

merupakan penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah,

(3)

Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik

tunggal, yaitu sianidin (Harborne, 1987).

Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin

dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum sampai saat ini ialah

sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh

pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin.

Warna lembayung dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang gugus

hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin (Harborne, 1987).

Antosianin terdapat dalam semua tumbuhan tingkat tinggi, banyak

ditemukan dalam bunga dan buah, tetapi ada juga yang ditemukan dalam daun,

batang, dan akar. Bagi tumbuhan, antosianin memiliki banyak fungsi yang

berbeda, misalnya sebagai antioksidan dan pelindung untuk melawan sinar UV.

Antosianin telah digunakan untuk mewarnai sejak zaman dahulu. Warna

antosianin bergantung pada struktur dan keasaman. Sebagian besar antosianin

berwarna merah pada kondisi asam dan berubah menjadi biru dan ungu pada

kondisi basa. Selain itu, warna antosianin juga terpengaruh oleh suhu, oksigen

dan sinar UV (Anonim, 2011).

O

OH

(4)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan

pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam

simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat

(Ditjen POM, 1979).

Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen

terhadap komponen lain dalam campuran dimana pelarut polar akan

melarutkan solute yang polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan solute yang

non polar atau disebut dengan “like dissolve like”. Ada beberapa metode

ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: maserasi, perkolasi, refluks,

sokletasi, digesti, infundasi, dan dekoktasi (Ditjen POM, 1979).

Menurut Ditjen POM (1979), beberapa metode ekstraksi yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian antara lain, yaitu:

1. Cara Dingin

a. Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengadukan dan pendiaman pada

temperatur ruangan. Sedangkan remaserasi adalah pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan

seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

(5)

serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan

kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih

dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya 3 jam. Bila serbuk

simplisia tersebut langsung dialiri dengan cairan penyari, maka cairan

penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna.

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada temperatur titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

berkelanjutan dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan) pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50oC.

d. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur

(6)

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air

pada temperatur 90oC selama 30 menit.

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

2.4 Kosmetik

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetika dapat

dibedakan atas 12 jenis, yaitu (Muliyawan dan Suriana, 2013):

1. Kosmetik bayi

2. Kosmetik untuk mata

3. Kosmetik wangi-wangian

4. Kosmetik untuk rambut

5. Kosmetik untuk pewarna rambut

6. Kosmetik untuk make up (kecuali mata) 7. Kosmetik untuk kebersihan mulut

8. Kosmetik untuk kebersihan badan

9. Kosmetik untuk kuku

(7)

11.Kosmetik untuk cukur

12.Kosmetik untuk perlindungan dari sinar UV

Berdasarkan sifatnya kosmetika dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kosmetik modern

2. Kosmetik tradisional

Berdasarkan kegunaannya bagi kulit, kosmetika dapat dibedakan menjadi 2

jenis, yaitu:

1. Kosmetik perawatan (skin care cosmetics)

Berfungsi untuk membersihkan dan merawat kulit dari faktor

lingkungan yang dapat merusak kebersihan dan kemulusannya.

2. Kosmetik riasan (kosmetik dekoratif atau make up)

Kosmetik ini untuk merias dan menutupi ketidaksempurnaan pada kulit,

sehingga penampilan jadi lebih menarik serta menimbulkan efek

psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence).

2.4.1 Kosmetik perawatan

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya

moisturizing cream, night cream, anti wrinkle cream.

(8)

d. Kosmetika untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4.2 Kosmetik dekoratif

Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu

usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut

dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh

pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi

kekurangan (cacat) yang ada (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik riasan terdiri dari berbagai jenis produk bermacam-macam

pigmen (pigmen organik dan anorganik, pigmen mutiara dan lain-lain)

terdispersi melalui suatu formula dasar, contohnya bedak, pewarna pipi, lipstik,

eye shadow, pensil alis, eyeliner, maskara dan cat kuku (Mitsui, 1998).

Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi

menjadi (Wasitaatmadja, 1997):

1. Kosmetika rias kulit (wajah)

2. Kosmetika rias bibir

3. Kosmetika rias rambut

4. Kosmetika rias mata

5. Kosmetika rias kuku

Peran zat warna dan zat pewangi sangat besar dalam kosmetika

dekoratif. Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis

(9)

a. Warna yang menarik

b. Bau yang harum menyenangkan

c. Tidak lengket

d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau

e. Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan

lainnya.

Pembagian kosmetika dekoratif (Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Kosmetika dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan

dan pemakaiannya sebentar. Misalnya: bedak, pewarna bibir, pemerah

pipi, eye shadow, dan lain-lain.

b. Kosmetika dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam

waktu yang lama baru luntur. Misalnya: kosmetika pemutih kulit, cat

rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut.

2.5 Pewarna Pipi

Pewarna pipi adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai

pipi dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam

tatarias wajah. Cat pipi dibuat dalam berbagai warna yang bervariasi mulai dari

warna merah jambu pucat hingga merah tua. Pewarna pipi lazim mengandung

pigmen merah atau merah kecoklatan dengan kadar tinggi. Pewarna pipi yang

mengandung pigmen kadar rendah digunakan sebagai pelembut warna atau

(10)

Wajah merona lebih disukai daripada wajah yang putih dan pucat, rona

merah dipipi membuat wajah tampak segar, cerah dan menarik. Oleh karena

itu, pewarna pipi atau blush on termasuk sediaan kosmetik wajib dalam rangkaian make up wajah. Untuk mendapatkan rona merah yang menarik, pilihlah warna pada sediaan pewarna pipi yang sesuai dengan warna kulit

wajah. Warna merah muda yang paling lembut cocok digunakan pada kulit

yang berwarna putih. Sedangkan untuk warna kulit sawo matang akan lebih

cocok menggunakan pewarna pipi dengan warna merah muda yang lebih tua

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

Berdasarkan bentuknya, terdapat beberapa jenis pewarna pipi

diantaranya, (Muliyawan dan Suriana, 2013):

1. Bentuk padat (compact)

Pewarna pipi bentuk ini merupakan jenis yang paling populer. Untuk

mempoleskannya menggunakan bantuan brush atau spons setelah

foundation dan bedak. Cara pemakaian pewarna pipi ini cukup praktis, sehingga cocok digunakan saat terburu-buru atau bagi pemula yang

sedang belajar mempoleskan pewarna pipi.

Pewarna pipi bentuk padat lebih populer dari pada bentuk bubuk

karena:

a. Tidak mudah beterbangan ketika dipakai, sehingga bubuk yang

berwarna tidak mengotori pakaian, dan lain-lain.

b. Melekat lebih baik pada kulit wajah.

(11)

Pada bagian atas kemasan, perona pipi jenis ini terdapat puff yang menempel ke kemasan. Jadi, untuk memakai puff itu bisa langsung dipoleskan pada pipi

3. Bentuk cream

Bentuknya cream memiliki tekstur lebih basah dibanding bentuk bubuk kompak, maka warna yang dihasilkan dapat lebih menyatu alami

dengan warna kulit wajah. Jenis ini kurang cocok digunakan pada orang

yang berjenis kulit wajah berminyak. Tetapi penggunakan pada jenis

kulit normal akan membuat pipi terlihat lebih lembab dan alami. Cara

pengaplikasiannya adalah dengan menggunakan jari.

4. Bentuk gradasi

Kemasan pewarna pipi jenis ini mirip dengan bentuk padat (compact) 1 warna. Bedanya, dalam kemasan itu terdapat beberapa warna pewarna

pipi yang senada. Hasil gabungan warna itu bisa membuat pipi tampak

lebih cerah.

5. Bentuk batang

Pewarna pipi jenis ini dikemas dalam tube mirip lipstik.

Penggunaannya cukup mudah karena langsung dipoleskan secara lurus

di pipi kemudian diratakan dengan jari.

6. Bentuk powder ball

Pewarna pipi jenis ini bentuknya seperti bola-bola kecil dengan aneka

(12)

mengaplikasikannya memerlukan bantuan kuas. Poleskan kuas pada

bola-bola warna itu, lalu poleskan pada pipi. Jenis pewarna pipi ini

dapat digunakan untuk semua jenis kulit.

2.6 Komponen Utama dalam Sediaan Pewarna Pipi

a. Talkum

Talkum merupakan bahan dasar dari sediaan pewarna pipi yang bersifat

mudah menyebar dan kekuatan menutupi yang rendah. Untuk pewarna pipi

talkum harus putih, halus, dan tidak berbau. Tentu saja sifat mudah menyebar

yang sangat baik ini adalah yang paling dibutuhkan.

Untuk partikel dari talkum adalah salah satu kriteria untuk standar

kualitasnya. Paling tidak 98% harus dapat melewati ayakan mesh 200 (tidak

lebih besar dari 74 mikro) talkum termikronisasi sekarang sudah tersedia

dimana ukuran partikel dapat dikurangi menjadi beberapa mikron.

Penggunaaan dari talkum termikronisasi tergantung dalam ukuran partikel dan

nilai massa besar yang diinginkan.

b. Kaolin

Kaolin merupakan bahan dasar dari golongan silikat. Kaolin memiliki

kemampuan menutupi dan adhesi yang baik, dalam jumlah maksimal 25%

kaolin dapat mengurangi sifat kilat talkum.

Tidak semua aluminium silikat dapat diklasifikasikan sebagai kaolin,

namun 3 kelompok di bawah ini secara khusus memiliki formula yang sama

(13)

Karena kaolin higroskopis penggunaannya pada pewarna pipi umumnya tidak

melebihi 25%.

c. Zink oksida

Zink oksida memiliki beberapa sifat terapeutik dan membantu

menghilangkan kecacatan pada kulit. Namun, penggunaan yang berlebihan

dapat menyebabkan kulit kering. Kadang-kadang digunakan pada tingkat

cukup rendah dalam pewarna pipi karena memiliki kekuatan yang cukup baik.

Zink oksida memiliki kecenderungan untuk mengepalkan partikel, oleh karena

itu harus diayak sebelum pencampuran dengan bahan lain dalam formulasi.

d. Pengikat

Beberapa jenis bahan pengikat yang digunakan dalam pewarna pipi ada

5 tipe dasar pengikat, yaitu (Balsam, 1972):

1. Pengikat kering

Pengikat kering seperti logam stearat (zink atau magnesium) stearat.

Penggunaan dari pengikat kering dibutuhkan untuk meningkatkan

tekanan bagi kompaknya bedak padat.

2. Pengikat minyak

Minyak tunggal, seperti minyak mineral isopropil miristat dan turunan

lanolin, dapat sangat berguna untuk dicampurkan dalam formula

sebagai pengikat.

(14)

Pengikat larut air yang biasa digunakan di masa lalu umumnya adalah

larutan gom seperti, tragakan, karaya, dan arab. Dalam kategori ini,

sintetik seperti PVP (polyvinylpyrolidone) metil selulosa, karboksil metil selulosa juga telah digunakan dalam larutan air. Suatu pengawet

penting dalam medium gom dan berguna dalam semua larutan pengikat

dari tipe ini untuk mengatasi pertumbuhan bakteri.

4. Pengikat tidak larut air

Pengikat tidak larut air digunakan secara luas dalam pewarna pipi.

Minyak mineral, lemak ester dari segala tipe dan turunan lanolin, dapat

digunakan dan dicampur dengan jumlah yang baik dari air untuk

membantu pembentukan pewarna pipi yang halus dan kompak.

Penambahan bahan pembasah akan membantu untuk menyeragamkan

distribusi kelembaban pewarna pipi.

5. Pengikat emulsi

Karena kesulitan tercapainya keseragaman penggunaan pengikat tidak

larut air dalam pewarna pipi, peneliti telah mengembangkan bahan

pengikat emulsi yang sekarang digunakan dengan luas. Seperti emulsi

yang mempunyai distribusi keseragaman yang baik pada fase minyak

maupun fase air, yang mana penting dalam kepuasan pengempaan

serbuk. Karena pengikat emulsi tidak akan kehilangan kelembaban

secepat pengikat tidak larut air.

(15)

Tujuan penggunaan pengawet adalah untuk menjaga kontaminasi

produk selama pembuatan dan juga selama digunakan oleh konsumen, dimana

mikroorganisme dapat mengkontaminasi produk setiap kali penggunaannya,

baik dari tangannya atau dari alat yang digunakan. Bahan-bahan yang

digunakan harus menunjukkan terbebas dari mikroorganisme.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi

penyiapan sampel, pembuatan ekstrak bunga kana merah, pembuatan sediaan

dalam berbagai konsentrasi, pemeriksaan mutu fisik sediaan, uji iritasi, uji

poles, uji kesukaan (hedonic test), dan uji Angka Lempeng Total (ALT) terhadap sediaan terhadap variasi sediaan yang dibuat.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: alat-alat gelas laboratorium,

cawan penguap, freeze dryer, kaca objek, kertas saring, lumpang dan alu porselen, neraca analitis, oven, rotary evaporator, penangas air, batang pengaduk, alumunium foil, pipet tetes, kertas perkamen, gunting, tissue,

ayakan (mesh 60, 100) spatula, sudip, cawan petri, alat pencetak, alat uji

kekerasan (Copley), dan wadah pewarna pipi.

Referensi

Dokumen terkait

The objective of the research is (1) To know the reading strategies of graduate level EFL leaners in academic reading, (2) To know the reading strategies vary with regard to male

The application is able to manage topic-map document according to standard format of XML Topic Map (XTM) including topic, occurrence, and association.. Topic- map

yang diperoleh diolah dengan menggunakan alat bantu SPSS versi 21 dan di analisis menggunakan analisis regresi berganda. Analisis yang digunakan dalam penelitian

LII63B dari limbah RPH diperbanyak dalam media NA (Nutrien Agar) miring yang telah dibuat dengan cara melarutkan NA (28g/L) dalam akuades, kemudian larutan media

Komunitas Kupu-kupu (Ordo Lepidoptera: Papilionoidea) Di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat [skripsi]. Depok:

karya W.S Rendra ditemukan hanya berjumlah delapan penggunaan. Penggunaan gaya bahasa retoris asonansi vokal [u] dapat dilihat pada kutipan puisi berikut. Hal tersebut bisa

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan bentuk reduplikasi apa saja yang terkandung dalam bahasa mandar dialek banggae, dan untuk mendeskripsikan makna

Hasil analisis data menunjukkan pada uji bemferoni, signifikan yang didapatkan lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan open