• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA BOGOR TERHADAP KINERJA PEGAWAI. Oleh NURHENI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH GAYA DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA BOGOR TERHADAP KINERJA PEGAWAI. Oleh NURHENI H"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

KOTA BOGOR TERHADAP KINERJA PEGAWAI

Oleh

NURHENI

H24061342

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KOTA BOGOR TERHADAP KINERJA PEGAWAI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NURHENI

H24061342

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

terhadap Kinerja Pegawai

Nama : Nurheni

Nim : H24061342

Menyetujui, Pembimbing

Dra. Siti Rahmawati, M.Pd. NIP 19591231 1986012003

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M Munandar, M.Sc. NIP 19610123 1986011002

(4)

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor terhadap Kinerja Pegawai. Di bawah bimbingan Siti Rahmawati.

Pada saat memasuki era pasar bebas, bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia yang memiliki daya saing terbatas dalam kompetisi pasar global. Pada lingkup Asia atau kawasan Asia Tenggara saja, kualitas sumber daya manusia Indonesia secara umum masih jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara tetangga. Kondisi kualitas sumber daya manusia Indonesia harus menjadi perhatian semua pihak, terutama di era otonomi daerah, semua komponen bangsa diberikan tempat untuk berpartisipasi dan mengambil peran aktif dalam penyelenggaraan pembangunan sumber daya manusia. Berdasarkan kondisi tersebut, kota Bogor dan seluruh masyarakatnya turut aktif dengan cara meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor dengan salah satu pilar penopangnya adalah pendidikan.

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor mengawali langkahnya dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor dengan menyusun enam program prioritas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor, yaitu:

1. Program Pendidikan Luar Sekolah

2. Program Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Fase 3 3. Rintisan Wajib Belajar 12 tahun

4. Role Sharing

5. Pembinaan dan Pengembangan Pemuda 6. Pembinaan dan Pengembangan Olahraga

Enam program prioritas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dalam upaya peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor belum sepenuhnya tercapai, ditemukan beberapa kegagalan dari hasil penilaian dan hasil pemantauan yang dilakukan oleh pengawas sekolah kota Bogor tahun pelajaran 2010/2011. Kegagalan pencapaian enam program prioritas ini mengisyaratkan bahwa kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor belum optimal.

Meningkatkan kinerja pegawai merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor untuk meminimalisir kegagalan tersebut. Pengembangan kualitas sumber daya manusia dalam upaya peningkatan kinerja pegawai erat kaitannya dengan kerja seorang pimpinan. Pimpinan perlu memiliki gaya kepemimpinan yang tepat dan efektivitas kepemimpinan yang tinggi untuk pencapaian kinerja yang tinggi, dengan kinerja tinggi diharapkan dapat merealisasikan enam program prioritas tersebut dengan optimal yang pada akhirnya peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor dapat tercapai.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dan hasil analisis pengaruh gaya kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor adalah gaya kepemimpinan situasional dan efektivitas kepemimpinan memiliki pengaruh yang nyata terhadap kinerja pegawai.

(5)

vii

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ...………....………. iv

KATA PENGANTAR ...………. v

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ....……….. ix DAFTAR GAMBAR ……….. x DAFTAR LAMPIRAN ...……….. xi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...……….. 1 1.2. Perumusan Masalah ...……….. 6 1.3. Tujuan Penelitian ……….. 7 1.4. Manfaat Penelitian ……….. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...……….. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kepemimpinan...…………...………….. 9

2.2. Peran Kepemimpinan...………..……….. 10

2.3. Fungsi Kepemimpinan...………..……….. 11

2.4. Perilaku Kepemimpinan ...…………..…..………….…………... 13

2.5. Gaya Kepemimpinan...…………...………….. 14

2.5.1 Gaya Kepemimpinan Otokratik ....………...……….. 14

2.5.2 Gaya Kepemimpinan Paternalistik ...………...……….. 16

2.5.3 Gaya Kepemimpinan Kharismatik ...………...……….. 16

2.5.4 Gaya Kepemimpinan Laissez Faire ...………...…….. 17

2.5.5 Gaya Kepemimpinan Situasional ...…………...…..….. 19

2.5.6 Gaya Kepemimpinan Demokratik ...………...……….. 23

2.6. Kompenen Kematangan Para Bawahan dalam Gaya Kepemimpinan ...……. 25

2.7. Konsep Efektivitas Kepemimpinan...………...….. 26

2.8. Konsep Kinerja ...……...……...……….. 29

2.8.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja...……….. 33

2.8.2 Mutu Sumber Daya Manusia untuk Kinerja Tinggi ...…….. 34

2.9. Penelitian Terdahulu ...…………...……….. 36

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ………...……… 39

3.2. Hipotesis Penelitian ...………...……… 39

3.3. Pengumpulan Data dan Sumber Data...……… 42

(6)

viii

3.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda ………...……. 46

3.5.4 Analisis Korelasi Pearson Product Moment (PPM) ……..……. 50

3.5.5 Uji Chi-Square ....………...………. 50

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum ...……...……….…… 52

4.1.1 Para Pejabat, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor….…...… 55

4.1.2 Enam Program Prioritas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor ……...……...……….…… 59

4.2. Karakteristik Pegawai ...…...………… 62

4.2.1 Usia Pegawai ………...….. 63

4.2.2 Bidang Kerja...…...………...….64

4.2.3 Jenis Kelamin Pegawai...…………..…. 64

4.2.4 Tingkat Pendidikan...………...……. 65

4.2.5 Masa Kerja ...………...…………. 65

4.3. Gaya Kepemimpinan Otokratik ...………… 66

4.4. Gaya Kepemimpinan Paternalistik ...………… 67

4.5. Gaya Kepemimpinan Situasional ...………… 68

4.6. Gaya Kepemimpinan Kharismatik ...………… 70

4.7. Gaya Kepemimpinan Demokratis ...………… 71

4.8. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire ...………… 73

4.9. Efektivitas Kepemimpinan ...…...……… 74

4.10. Kinerja Pegawai ...…...……… 76

4.11. Hubungan Karaktersitik Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan, Efektivitas Kepemimpinan dan Kinerja Pegawai ...……… 79

4.12. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai ...…...……… 83

4.13. Implikasi Manajerial ...…...……… 93 KESIMPULAN SARAN 1. Kesimpulan ...…...………… 97 2. Saran ...…...………… 98 DAFTAR PUSTAKA ...…...………… 101 LAMPIRAN ………... 103

(7)

ix

No. Halaman

1. Jumlah Siswa di Kota Bogor Tahun 2005 dan 2009…... 2

2. Jumlah Guru di Kota Bogor Tahun 2005 dan 2009…... 2

3. Jumlah Sekolah di Kota Bogor Tahun 2005 dan 2009…... 2

4. Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD, SLTP dan SLTA di Kota Bogor Tahun 2003 dan 2009... 3

5. Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD, SLTP dan SLTA di Kota Bogor Tahun 2003 dan 2009... 3

6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bogor...….... 3

7. Contoh Dimensi Perilaku dalam Struktur Inisasi dan Konsiderasi…... 13

8. Gaya kepemimpinan Sesuai dengan Level Kematangan…... 20

9. Hipotesis Penelitian dan Alat Statistik yang digunakan... 41

10. Skala Likert ...….... 42

11. Jumlah Sampel dengan Teknik Sampling Bertujuan (Purposive Sample)... 43

12. Nilai r dengan tingkat korelasi ...…... 50

13. Para Pejabat pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor ... 54

14. Karakteristik Pegawai Bidang Kerja terhadap Usia...…. 62

15. Karakteristik Pegawai Bidang Kerja terhadap Jenis Kelamin...…. 62

16. Karakteristik Pegawai Bidang Kerja terhadap Tingkat Pendidikan...…. 63

17. Karakteristik Pegawai Bidang Kerja terhadap Masa Kerja ... 63

18. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov…... 84

19. Korelasi Parsial antar Variabel Independen dengan Variabel Dependen....…. 85

20. Descriptive Statistic Variabel Entered/Removed dan Model Summary Output Analisis Regresi Berganda ...…. 90

21. ANOVA Analisis Regresi Berganda…... 91

22. Coefficients Output Analisis Regresi Berganda... 92

(8)

x

No. Halaman

1. Kuadran Kepemimpinan Universitas Ohio ……….……… 13

2. Kepemimpinan Situasional...…... 20

3. Kontinum Kepemimpinan yang Berhasil dan Tidak Berhasil... 28

4. Kontinum Kepemimpinan yang Berhasil dan yang Efektif... 28

5. Contoh Rangkaian tentang Mutu Input (SDM), Proses dan Output...….. 35

6. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ...….. 40

7. Tahapan Penelitian ...….. 41

8. Diagram Lintas Kerangka terbentuknya Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai...….. 44

9. Struktur Organisasi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Bogor.. 54

10. Diagram Karakteristik Pegawai Berdasarkan Usia Pegawai ...…... 63

11. Diagram Karakteristik Pegawai Berdasarkan Bidang Kerja...…. 64

12. Diagram Karakteristik Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin... 64

13. Diagram Karakteristik Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 65

14. Diagram Karakteristik Pegawai Berdasarkan Masa Kerja ...…. 65

15. Penilaian Pegawai terhadap Penerapan Gaya Kepemimpinan Otokratik..….. 66

16. Penilaian Pegawai terhadap Penerapan Gaya Kepemimpinan Paternalistik.... 67

17. Penilaian Pegawai terhadap Penerapan Gaya Kepemimpinan Situasional... 69

18. Penilaian Pegawai terhadap Penerapan Gaya Kepemimpinan Kharismatik... 70

19. Penilaian Pegawai terhadap Penerapan Gaya Kepemimpinan Demokratis... 71

20. Penilaian Pegawai terhadap Penerapan Gaya Kepemimpinan Laissez Faire... 73

21. Penilaian Pegawai terhadap Efektivitas Kepemimpinan ..…... 75

22. Penilaian Pegawai terhadap Kinerja Pegawai ...…... 77

23. Normal Probability Plot ...…... 83

24. Plot Persyaratan Kelayakan Model Regresi (Model Fit) ... 84

(9)

xi

No. Halaman

24. Kuesioner Identitas Responden ...…... 103 25. Kuesioner Indikator Gaya Kepemimpinan, Efektivitas Kepemimpinan

dan Kinerja Pegawai ...…... 104 26. Hasil Wawancara dengan Pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

kota Bogor ... 117 27. Data Mentah Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas Kepemimpinan Kepala

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor terhadap Kinerja

Pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor ... 119

28. Alur Pikir Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas Kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor terhadap Kinerja

Pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor ... 122

29. Pembentuk Variabel Laten dan Variabel Indikator dalam Kuesioner... 123

30. Hasil Uji Validitas untuk Variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 dan Y Beserta

Variabel-variabel Indikatornya ... 125 31. Hasil Uji Reliabilitas secara Masing-masing Variabel... 126 32. Hasil Uji Reliabilitas secara Bersama-sama... 127 33. Hasil Uji Chi-Square antara Jenis Kelamin dengan Gaya Kepemimpinan

Otokratik...…. 127 34. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Gaya Kepemimpinan

Otokratik...…. 127 35. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan

Otokratik...…. 127 36. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Gaya Kepemimpinan

Otokratik...…. 128 37. Hasil Uji Chi-Square antara Masa Kerja dengan Gaya Kepemimpinan

Otokratik...…. 128 38. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan

Paternalistik ...…. 128 39. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Gaya Kepemimpinan

Paternalistik ...…. 129 40. Hasil Uji Chi-Square antara Jenis Kelamin dengan Gaya Kepemimpinan

Paternalistik ...…. 129 41. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Gaya Kepemimpinan

Paternalistik ...…. 129 42. Hasil Uji Chi-Square antara Masa Kerja dengan Gaya Kepemimpinan

Paternalistik ...…. 130 43. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan

Situasional ...…. 130 44. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Gaya Kepemimpinan

Situasional ...…. 130 45. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Gaya Kepemimpinan

Situasional ...…. 131 46. Hasil Uji Chi-Square antara Jenis Kelamin dengan Gaya Kepemimpinan

(10)

xii

Kharismatik ...…. 131

49. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Gaya Kepemimpinan Kharismatik ...…. 132

50. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan Kharismatik ...…. 132

51. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Gaya Kepemimpinan Kharismatik ...…. 132

52. Hasil Uji Chi-Square antara Masa Kerja dengan Gaya Kepemimpinan Kharismatik ...…. 133

53. Hasil Uji Chi-Square antara Jenis Kelamin dengan Gaya Kepemimpinan Demokratis ...…. 133

54. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan Demokratis ...…. 133

55. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Gaya Kepemimpinan Demokratis ...…. 133

56. Hasil Uji Chi-Square antara Masa Kerja dengan Gaya Kepemimpinan Demokratis ...…. 134

57. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Gaya Kepemimpinan Demokratis ...…. 134

58. Hasil Uji Chi-Square antara Jenis Kelamin dengan Gaya Kepemimpinan Laissez Faire...…. 134

59. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Gaya Kepemimpinan Laissez Faire...…. 135

60. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan Laissez Faire...…. 135

61. Hasil Uji Chi-Square antara Masa Kerja dengan Gaya Kepemimpinan Laissez Faire...…. 135

62. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Gaya Kepemimpinan Laissez Faire...…. 136

63. Hasil Uji Chi-Square antara Jenis Kelamin dengan Efektivitas Kepemimpinan. 136 64. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Efektivitas Kepemimpinan. 136 65. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Efektivitas Kepemimpinan ...…. 136

66. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Efektivitas Kepemimpinan.. 137

67. Hasil Uji Chi-Square antara Masa Kerja dengan Efektivitas Kepemimpinan... 137

68. Hasil Uji Chi-Square antara Usia Pegawai dengan Kinerja Pegawai...…. 137

69. Hasil Uji Chi-Square antara Jenis Kelamin dengan Kinerja Pegawai...…. 138

70. Hasil Uji Chi-Square antara Bidang Kerja dengan Kinerja Pegawai...…. 138

71. Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Pegawai...…. 138

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat memasuki era pasar bebas, bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dengan daya saing yang terbatas untuk berkompetisi di pasar global. Pada lingkup Asia atau kawasan Asia Tenggara saja, kualitas sumber daya manusia Indonesia secara umum masih jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara tetangga. Kondisi kualitas sumber daya manusia Indonesia harus menjadi perhatian semua pihak, terutama di era otonomi daerah, semua komponen bangsa diberikan tempat untuk berpartisipasi dan mengambil peran aktif dalam penyelenggaraan pembangunan sumber daya manusia. Berdasarkan kondisi tersebut, kota Bogor dan seluruh masyarakatnya turut aktif dengan cara meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor dengan salah satu pilar penopangnya adalah pendidikan.

Dinas Pendidikan merupakan perangkat daerah sebagai unsur pelaksana teknis di bidang pendidikan, dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Pembentukan Dinas Pendidikan Kota Bogor ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2004 tanggal 25 Mei 2004, tentang Organisasi Perangkat Daerah. Pada awal tahun 2009, tugas pokok dan pembantuan Dinas Pendidikan Kota Bogor tidak hanya pada bidang pendidikan saja, namun juga pada bidang pemuda dan olahraga. Hal ini ditandai dengan peningkatan beban kerja dan perubahan nama Dinas Pendidikan kota Bogor menjadi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Bogor berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Bogor (Lembaran Daerah Kota Bogor Nomor 3 Seri : D No: 2) serta Peraturan Walikota Bogor Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Dinas

(12)

Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Bogor (Berita Daerah Kota Bogor Tahun 2008 Nomor : 26 Seri D No: 5) (http://www.disdikpora-bogor.com).

Secara umum capaian hasil pembangunan pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor adalah (1) peningkatan atau penurunan jumlah sekolah di kota Bogor, (2) peningkatan atau penurunan jumlah siswa di kota Bogor, (3) peningkatan atau penurunan jumlah guru di kota Bogor, (4) peningkatan persentase angka partisipasi kasar (APK) Tingkat SD, SLTP dan SLTA di kota Bogor, (5) peningkatan persentase angka partisipasi murni (APM) Tingkat SD, SLTP dan SLTA di kota Bogor dan (6) peningkatan/penurunan persentase indeks pembangunan manusia (IPM) di kota Bogor yang dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 1. Jumlah Siswa di Kota Bogor Tahun 2005 dan 2009 No Jenjang Siswa (orang) Peningkatan/

2005 2009 Penurunan Siswa 1 TK 6619 5798 -12.40% 2 SD 90654 107003 18.03% 3 SLTP 36216 42984 18.69% 4 SMU 23264 20643 -11.27% Jumlah 156753 176428 12.55%

Sumber: Renstra Disdik kota Bogor 2006-2010 dan Profil Lembaga Disdikpora kota Bogor Tabel 2. Jumlah Guru di Kota Bogor Tahun 2005 dan 2009

No Jenjang Guru (orang) Peningkatan/

2005 2009 Penurunan Guru 1 TK 405 525 29.63% 2 SD 2760 4311 56.20% 3 SLTP 2084 2825 35.56% 4 SMU 1397 1898 35.86% Jumlah 6646 9559 43.83%

Sumber: Renstra Disdik kota Bogor 2006-2010 dan Profil Lembaga Disdikpora kota Bogor Tabel 3. Jumlah Sekolah di Kota Bogor Tahun 2005 dan 2009

No Jenjang Sekolah (gedung) Peningkatan/ 2005 2009 Penurunan Sekolah 1 TK 100 119 19.00% 2 SD 309 289 -6.47% 3 SLTP 80 115 43.75% 4 SMU 46 51 10.87% Jumlah 535 574 7.29%

(13)

Tabel 4. Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD, SLTP dan SLTA di Kota Bogor Tahun 2003 dan 2009

No Jenjang APK (%) Kenaikan

2003 2009 APK

1 SD/MI 122.8 225.13 83.33%

2 SLTP/MTs 105.56 198.86 88.39%

3 SLTA/MA 123.78 213.65 72.60%

Sumber: Renstra Disdik kota Bogor 2006-2010 dan Profil Lembaga Disdikpora kota Bogor Tabel 5. Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD, SLTP dan SLTA di Kota Bogor Tahun

2003 dan 2009

No Jenjang APM (%) Kenaikan

2003 2009 APM

1 SD/MI 99.9 191.26 91.45%

2 SLTP/MTs 80.59 141.55 75.64%

3 SLTA/MA 94.75 139.75 47.49%

Sumber: Renstra Disdik kota Bogor 2006-2010 dan Profil Lembaga Disdikpora kota Bogor

Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa secara keseluruhan jumlah siswa, guru dan sekolah di kota Bogor sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 mengalami peningkatan secara signifikan. Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat APK dan Tingkat APM di kota Bogor sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan pembangunan dalam aspek perluasan dan pemerataan akses pendidikan tercapai, namun belum optimal, karena pada jumlah siswa TK, jumlah siswa SMU dan jumlah gedung SD mengalami penurunan. Pencapaian yang belum optimal atas kebijakan pembangunan dalam aspek perluasan dan pemerataan akses pendidikan, mengisyaratkan bahwa kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor belum optimal, sehingga peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor pun belum tercapai secara optimal.

Tabel 6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bogor Tahun IPM (%) Peningkatan/

Penurunan IPM 2003 76.15 - 2005 74.94 -1.59% 2006 76.06 1.49% 2007 74.73 -1.75% 2008 75.16 0.58% 2009 75.42 0.35%

(14)

Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat IPM di kota Bogor sejakn tahun 2003 hingga tahun 2009 mengalami kenaikkan dan penurunan. Pimpinan yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor mulai memimpin Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor pada tahun 2008. Tingkat IPM pada tahun 2007 hingga tahun 2008 mengalami peningkatan, hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dalam meningkatkan kinerja pegawai telah terlaksana dengan baik, namun belum optimal, karena peningkatan tertinggi IPM dari tahun ke tahun mencapai 0.58%, tidak mencapai peningkatan yang telah ditargetkan pemerintah, yaitu peningkatan 2%. Pencapaian yang belum optimal atas peningkatan IPM kota Bogor, mengisyaratkan bahwa kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor belum optimal, sehingga peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor pun belum tercapai secara optimal.

Pada tahun 2008 dalam upaya pembangunan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor yang berkesinambungan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Bogor menyusun enam program prioritas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor, yang terdiri dari:

1. Program Pendidikan Luar Sekolah

2. Program Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Fase 3

3. Rintisan Wajib Belajar 12 tahun

4. Role Sharing

5. Pembinaan dan Pengembangan Pemuda 6. Pembinaan dan Pengembangan Olahraga

Pembangunan pendidikan melalui enam program prioritas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dalam upaya peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor belum sepenuhnya tercapai, berikut ini beberapa program yang belum optimal yang ditemukan dari hasil penilaian dan hasil pemantauan yang dilakukan oleh

(15)

pengawas sekolah kota Bogor tahun pelajaran 2010/2011 (Program Pengawas Sekolah Kota Bogor Tahun Pelajaran 2010/2011):

1. Sistem pengelolaan yang merujuk pada siklus berfungsinya fungsi manajemen perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi belum diterapkan secara efektif pada tiap satuan pendidikan.

2.

Kinerja sekolah negeri secara umum sudah cukup baik, namun masih banyak yang belum mencapai standar nasional.

3. Belum seluruh satuan pendidikan dapat memberdayakan sumber daya Komite Sekolah, orang tua, pendidik dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam meningkatkan mutu lulusan yang lebih baik.

4. Sekolah belum menetapkan sistem supervisi pembelajaran sebagai strategi peningkatan dan penjaminan mutu pembelajaran.

5. Daya tampung dalam satu rombongan belajar belum mengacu Standar Nasional Pendidikan dengan jumlah maksimal 32 siswa/rombel, tetapi masih diperkenankan 40 siswa/rombel.

6. Standar Kompetensi Lulusan; kajian dan analisis terhadap SKL (Permendiknas RI No. 23 tahun 2006) belum efektif, karena persentase lulusan sudah baik tetapi prestasi nilai hasil lulusan masih rendah.

7. Standar sarana dan prasarana secara umum belum memenuhi standar, terlebih untuk SD/MI dan SMP/MTs negeri dengan program sekolah gratis, pengembangan prasarana mengalami stagnasi.

8. Standar pembiayaan dengan adanya BOS sebenarnya cukup untuk membiayai kegiatan operasional, tetapi karena alokasi penggunaan dana dibatasi hanya kegiatan tertentu akibatnya kegiatan yang bersifat pengembangan oleh satuan pendidikan tidak bisa dibiayai, terpaksa banyak yang meniadakan/menghentikan kegiatan tersebut.

Pencapaian yang belum optimal atas pembangunan pendidikan kota Bogor melalui enam program prioritas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor, mengisyaratkan bahwa kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor belum optimal, sehingga peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor pun belum tercapai secara optimal.

(16)

Dibutuhkan pemimpin Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor yang menerapkan gaya kepemimpinan tepat dan tingkat efektivitas kepemimpinan yang tinggi untuk dapat mencapai kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor yang optimal, sehingga dapat mencapai peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor. Seorang pemimpin yang baik haruslah pandai memilih dan menerapkan gaya kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan yang tinggi, sehingga pemimpin dapat mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan dan mengerti akan kebutuhan para pegawainya, yang nantinya berdampak pada cara kerja pegawai terhadap tugas yang diberikan dan pada akhirnya dengan kinerja yang optimal peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor dapat tercapai dengan optimal.

1.2. Perumusan Masalah

Pencapaian yang belum optimal atas pembangunan pendidikan kota Bogor tersebut mengisyaratkan bahwa kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor belum optimal, sehingga peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor belum tercapai secara optimal. Meningkatkan kinerja pegawai merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor untuk meningkatkan pencapaian pembangunan pendidikan kota Bogor. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor harus meningkatkan pengelolaan dan pengendalian pegawai sebagai sumber daya manusia penggerak organisasi agar menghasilkan kinerja tinggi yang mampu mendayagunakan sumber dayanya dalam melaksanakan semua kegiatan secara efektif dan efesien.

Pengembangan kualitas sumber daya manusia dalam upaya peningkatan kinerja pegawai erat kaitannya dengan kerja seorang pimpinan. Keberhasilan pimpinan dalam upaya mengembangkan kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh kemampuannya membaca situasi yang dihadapi dengan menyesuaikan gaya kepemimpinannya sedemikian rupa agar mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut, sehingga para pegawainya mau dan mampu bekerja secara optimal ke arah kinerja tinggi. Pimpinan perlu

(17)

memiliki gaya kepemimpinan yang tepat dan efektivitas kepemimpinan yang tinggi untuk pencapaian kinerja yang tinggi, dengan kinerja tinggi diharapkan dapat meningkatkan pembangunan pendidikan kota Bogor dengan optimal yang pada akhirnya peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia kota Bogor dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gaya kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor?

2. Bagaimana efektivitas kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor?

3. Bagaimana kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor?

4. Bagaimana hubungan karakteristik pegawai dengan gaya kepemimpinan, efektivitas kepemimpinan dan kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor?

5. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang hendak dikaji maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

2. Menganalisa efektivitas kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

3. Menganalisa kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

4. Menganalisa hubungan karakteristik pegawai dengan gaya kepemimpinan, efektivitas kepemimpinan dan kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

(18)

5. Menganalisa pengaruh gaya kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Memberikan informasi dan gambaran bagi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor mengenai gaya kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dalam memimpin Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

2. Memberikan informasi dan gambaran bagi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor mengenai kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

3. Bahan pertimbangan bagi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan

Olahraga kota Bogor dalam usaha peningkatan efektivitas

kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dan peningkatan kinerja pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor yang terletak di Jl Raya Pajajaran No.125 Bogor dan penelitian ini menganalisis persepsi pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dalam menilai gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor, persepsi pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dalam menilai efektivitas kepemimpinan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dan persepsi pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga kota Bogor dalam menilai kinerjanya sendiri. Gaya kepemimpinan tersebut adalah gaya kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinan paternalistik, gaya

kepemimpinan situasional, gaya kepemimpinan demokratis, gaya

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kepemimpinan

Menurut Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, dan Fred Messarik dalam Hersey dan Blanchard (1993) mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh antarpribadi yang dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi, pada pencapaian tujuan tertentu. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam Hersey dan Blanchard (1993) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi orang-orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama. Hasil peninjauan terhadap penulis-penulis lain mengungkapkan bahwa para penulis manajemen umumnya sepakat bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Menurut Rivai (2004), kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu:

1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut.

2. Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya.

3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok,

(20)

perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi

2.2. Peran Kepemimpinan

Menurut Rivai (2004), peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Pemimpin di dalam organisasi mempunyai peranan, setiap pekerjaan membawa serta harapan bagaimana penanggung peran berperilaku. Fakta bahwa organisasi mengidentifikasi pekerjaan yang harus dilakukan dan perilaku peran yang diinginkan yang berjalan dengan seiring pekerjaan tersebut, juga mengandung arti bahwa harapan mengenai peran penting dalam mengatur perilaku bawahan. Peran kepemimpinan dapat diartikan sebagai separangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin.

Peran kepemimpinan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Pencarian Alur (Pathfinding)

Peran untuk menentukan visi dan misi yang pasti. 2. Penyelaras (Aglining)

Peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem dan proses operasional organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visi dan misi.

3. Pemberdaya (Empowering)

Peran untuk menggerakkan semangat dalam diri orang-orang dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dalam prinsip-prinsip yang disepakati.

Kepemimpinan tersebut untuk dapat berperan perlu memperhatikan

beberapa hal berikut ini:

1. Dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan seseorang bukan pengangkatan atau penunjukkan selaku “kepala”, akan tetapi penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan.

2. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang.

(21)

3. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi.

4. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan.

5. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.

2.3. Fungsi Kepemimpinan

Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan suatu hal, sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kolompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar-individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi (Rivai, 2004).

Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:

1. Fungsi Intruksi (Coaching)

Fungsi ini bersifat satu arah. Membantu pegawai mengatasi masalah kinerja karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan. Pemimpin mendengarkan dan menentukan apakah yang dikerjakan pegawai sudah benar atau masih salah, kemudian memberikan umpan balik dan

memperlihatkan bagaimana sebaiknya hal tersebut dilakukan.Pemimpin

sebagai komunikator merupakan pihak yang menetukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana pekerjaan itu dilakukan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.

2. Fungsi Partisipasi (Participating)

Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik

dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam

melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

(22)

Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

3. Fungsi Konsultasi (Consultation)

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam mengambil keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

4. Fungsi Delegasi (Delegating)

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pemimpin. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.

5. Fungsi Pengendalian (Controlling)

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan. 6. Fungsi Pembimbingan (Counseling)

Fungsi pembimbingan bermaksud untuk membantu pegawai agar mampu mengatasi masalah pribadi pegawai yang mengganggu kinerja.

(23)

(ti ng gi ) ko ns id er as i (lo w)

Pegawai mengevaluasi situasi dan perilakunya, pimpinan mendengarkan dan mendorong agar perasaan terungkap jelas, sehingga pimpinan dapat membimbing pegawai sampai pada alternatif solusi. Counseling dapat membangun hubungan personal yang kuat antara pimpinan dengan pegawai.

2.4. Perilaku Kepemimpinan

Hersey dan Blanchard (1993) mendefinisikan kepemimpinan sebagai

perilaku seseorang pada saat mengarahkan aktivitas kelompok pada pencapaian tujuan, akhirnya mempersempit uraian perilaku pemimpin dalam dua dimensi: struktur inisiasi dan konsiderasi (Initiating Structure and Consideration). Stuktur inisiasi mengacu pada perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungannya antara dirinya sendiri dengan anggota kelompok kerja dan dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi dan metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Konsiderasi mengacu pada perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa hormat, dan kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggotanya.

Stuktur inisiasi dan konsiderasi adalah dimensi-dimensi perilaku

yang diamati oleh orang lain. Contoh dari hal-hal yang digunakan untuk kedua dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Contoh Dimensi Perilaku dalam Struktur Inisasi dan Konsiderasi

Struktur Inisiasi Konsiderasi

Pemimpin menugaskan tugas tertentu pada anggota kelompok.

Pemimpin menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok.

Pemimpin meminta anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar.

Pemimpin mau mengadakan perubahan.

Pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal-hal yang diharapkan dari mereka.

Pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati.

Sumber: Hersey dan Blanchard, 1993

Tinggi Konsiderasi dan

Rendah Sruktur Inisiasi

Tinggi Konsiderasi dan

Tinggi Sruktur Inisiasi Rendah Konsiderasi

dan

Rendah Sruktur Inisiasi

Rendah Konsiderasi dan

Tinggi Sruktur Inisiasi

(low) Struktur Inisiasi (Tinggi)

(24)

Gambar 1 mengilustrasikan empat kuadran untuk menunjukkan variasi kombinasi stuktur inisasi (perilaku tugas) dan konsiderasi (perilaku hubungan). Struktur inisiasi dan konsiderasi merupakan dimensi-dimensi yang terpisah dan berbeda. Skor yang tinggi pada salah satu dimensi tidak harus berarti skor yang rendah pada dimensi yang lain. Perilaku pemimpin dapat dilukiskan sebagai gabungan kedua dimensi tersebut.

2.5. Gaya Kepemimpinan

Menurut Siagian (2007), banyak gaya yang dewasa ini digunakan

untuk mengidentifikasikan pemimpin. Masing-masing gaya mempunyai karakteristik sendiri, sebagian bersifat positif dan sebagian lagi bersifat negatif. Karakteristik tertentu positif atau negatif tergantung pada aspek apa dari kepemimpinan itu yang ingin disoroti. Salah satu cara yang biasa digunakan ialah dengan menyoroti gaya kepemimpinan dikaitkan dengan:

1. Gaya pengambilan keputusan.

2. Pemeliharaaan hubungan antara atasan dengan para bawahan.

3. Pandangan tentang tingkat kematangan atau kedewasaan para bawahan, baik dalam arti psikologis maupun teknis.

4. Orientasi dalam pemenuhan kebutuhan para bawahan.

5. Persepsi tentang pelaksanaan tugas dikaitkan dengan hubungan dengan para bawahan.

2.5.1 Gaya Kepemimpinan Otokratik

Seorang pemimpin dengan gaya otokratik dalam pengambilan keputusan akan bertindak sendiri dan memberitahukan kepada para bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya berperan sebagai pelaksana, karena mereka tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Pemimpin yang otokratik dalam memelihara hubungan dengan bawahannya menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan statusnya dalam organisasi. Seorang pemimpin yang otokratik biasanya memandang dan memperlakukan para bawahannya sebagai orang-orang yang tingkat kedewasaan atau kematangannya lebih rendah dari tingkat

(25)

kedewasaan atau kematangan pimpinan yang bersangkutan, sehingga interaksi yang terjadi menonjolkan gaya memerintah.

Pemimpin dengan gaya otokratik dalam pemenuhan kebutuhan para bawahan berpendapat bahwa setelah diberikan upah atau gaji kepada para bawahan, kewajibannya kepada para bawahan itu telah ditunaikan, terlepas dari adanya kebutuhan-kebutuhan lain terutama yang bersifat psikologis dari para bawahan. Seorang pemimpin yang otokratik biasanya lebih mengutamakan orientasi penyelesaian tugas yang menjadi tanggung jawab para bawahan dan kurang memberikan perhatian pada hubungan yang intim dengan para bawahan, sehingga dapat dikatakan bahwa gaya otokratik memiliki orientasi kekuasaan.

Penggunaan gaya kepemimpinan otokratik dapat mengasilkan efektivitas kerja yang tinggi ketika seorang pemimpin yang otokratik tidak segan-segan menggunakan alat pengendali yang bersifat punitif. Seringkali efektivitas kerja yang dihasilkan oleh penggunaan gaya otokratik bersifat semu, hal tersebut terjadi apabila:

1. Efektivitas kerja yang tinggi hanya dicapai karena alat pengendali yang punitif digunakan secara insentif.

2. Alat pengendali yang bersifat punitif itu dipandang ampuh.

3. Usaha para bawahan dalam menyelesaikan tugas dilakukan tidak berdasarkan kesadaran, tetapi karena rasa takut.

Penggunaan gaya kepemimpinan otokratik dapat mengasilkan efektivitas kerja yang tinggi ketika menghadapi situasi:

1. Karyawan baru (karyawan tidak terlatih) yang tidak tahu tugas mana yang harus dikerjakan dan prosedur apa yang harus dipatuhi.

2. Pengawasan efektif yang dapat diberikan hanya melalui perintah dan petunjuk rinci.

3. Saat diharuskan mengambil keputusan dalam waktu yang singkat (terbatas).

4. Saat kekuasaan (kepemimpinan) pimpinan diragukan (tidak dipatuhi) oleh karyawan.

(26)

5. Pada organisasi yang dikelola oleh karyawan dengan manajemen buruk.

2.5.2 Gaya Kepemimpinan Paternalistik

Seorang pemimpin dengan gaya paternalistik dalam pengambilan keputusan menggunakan cara pengambilan keputusan sendiri dan berusaha “menjual” keputusan tersebut kepada para bawahannya. “Menjual” keputusan tersebut dengan harapan bahwa para bawahan mau menjalankan keputusan tersebut meskipun mereka tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

Hubungan dengan para bawahan lebih banyak bersifat “bapak” dan “anak”, dengan kata lain hubungan yang terjadi adalah hubungan antara seseorang yang sudah dewasa dengan orang lain yang dipandang dan diperlakukan sebagai seseorang yang belum dewasa, baik dilihat dari tingkat pengetahuan maupun kematangan psikologis. Hal ini memiliki arti bahwa pemimpin tidak atau kurang memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk menggunakan daya inovasi dan kreativitasnya semaksimal mungkin.

Seorang pemimpin yang menggunakan gaya paternalistik dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan pada umumnya bertindak dengan dasar pemikiran bahwa apabila kebutuhan fisik para bawahan tersebut telah terpenuhi, para bawahan akan mencurahkan perhatian kepada pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Orientasi kepemimpinan dengan gaya paternalistik memang ditujukan pada dua hal sekaligus, yaitu penyelesaian tugas dan terpeliharanya hubungan baik dengan para bawahan, sebagaimana seorang bapak akan selalu berusaha memelihara hubungan yang serasi dengan anak-anaknya.

2.5.3 Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Pemimpin dengan gaya kharismatik memiliki daya pikat yang tinggi, sehingga kepemimpinannya diterima dan diakui oleh para bawahannya dan para bawahan tidak mampu menjelaskan mengapa mereka menerima dan mengakui kepemimpinan orang tersebut. Pemimpin yang kharismatik dalam hal pengambilan keputusan, kadangkala bertindak

(27)

otokratik, ada pula kalanya bertindak demokratik, namun para bawahan tidak mempermasalahkan mengenai proses pengambilan keputusan tersebut dan para bawahan akan melaksanakan keputusan tersebut dengan sepenuh hati dan optimal.

Sejarah telah membuktikan bahwa seorang pemimpin yang kharismatik sering memiliki rasa egoisme yang besar, artinya perilaku pemimpin menunjukkan sikap yang self-centered. Pandangan seorang pemimpin kharismatik mengenai tingkat kedewasaan para bawahan dianggap tidak terlalu penting.

Orientasi pemimpin dengan gaya kharismatik mengenai pemuasan kebutuhan para bawahan seringkali terjadi manipulasi psikologis sedemikian rupa. Manipulasi psikologis tersebut membuat tertanamnya keyakinan dalam diri para bawahan bahwa dengan menjadi pengikut yang baik, berbagai jenis kebutuhannya pun akan terpenuhi, ketika kebutuhan para bawahan belum terpenuhi, para bawahan beranggapan bahwa pemimpin memiliki alasan benar yang kuat, sehingga para bawahan rela memberikan pengorbanan apapun yang diminta oleh pemimpin.

Pemimpin yang kharismatik menekankan keseimbangan antara pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan, artinya pemimpin berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya dan memberi kesan bahwa pemeliharaan hubungan dengan para bawahan didasarkan pada orientasi relasional, meskipun kenyataannya tidak demikian.

2.5.4 Gaya Kepemimpinan Laissez Faire

Gaya laissez faire dalam pemeliharaan hubungan dengan para bawahan sangat mementingkan orientasi yang sifatnya relasional. Para bawahan dipandang dan diperlakukan sebagai rekan kerja dan interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada hubungan yang informal. Seorang pemimpin dengan gaya laissez faire adalah seseorang yang memandang dan memperlakukan bawahannya sebagai orang-orang yang sudah dewasa dan matang, baik dalam arti teknis maupun mental, sehingga kehadirannya

(28)

sebagai pemimpin dipandang sebagai simbol keberadaan organisasi ketimbang sebagai pembina, pengarah dan penggerak.

Pandangan pemimpin dengan gaya laissez faire yang menganggap para bawahan telah dewasa, seperti:

1. Para bawahan dianggap memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikan segala tugas yang dipercayakan kepadanya. 2. Para bawahan akan menghindari perilaku negatif dalam kehidupan

organisasional.

3. Para bawahan akan berusaha menciptakan suasana kerja yang serasi antara mereka, sehingga akan diraih tingkat keberhasilan yang tinggi. 4. Para bawahan akan mampu menyelesaikan sendiri berbagai konflik

dan masalah yang mungkin timbul antara mereka tanpa terlalu banyak intervensi dari pimpinan.

5. Para bawahan itu tidak akan segan atau takut meminta petunjuk dari pimpinan apabila hal tersebut dibutuhkan.

Pandangan pemimpin dengan gaya laissez faire yang menganggap para bawahan telah dewasa membuat pengawasan dan pengendalian yang ketat tidak diperlukan lagi.

Karakteristik yang paling menonjol dari seorang pemimpin dengan gaya laissez faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Seorang pemimpin laissez faire dalam pengambilan keputusan akan mendelegasikan seluruh tugas-tugas itu kepada para bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau bahkan tanpa pengarahan sama sekali. Pengambilan keputusan tersebut tidak hanya menyangkut keputusan yang sifatnya rutin dalam usaha memecahkan berbagai masalah teknis, tetapi juga menyangkut hal-hal yang sifatnya fundamental, sehingga seorang pemimpin dengan gaya laissez faire sering dianggap sebagai seseorang yang kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin dengan gaya laissez faire dalam menjalankan kepemimpinannya lebih mengutamakan kepuasan para bawahan yang sifatnya psikologis dan simbolis dibanding kebutuhan yang bersifat

(29)

kebendaan, karena pemimpin merasa bahwa pemuasan kebutuhan yang bentuknya kebendaan adalah urusan pribadi masing-masing individu. Tanggung jawab organisasi adalah memberikan imbalan yang pelaksanaannya bukan urusan pribadi pemimpin, melainkan urusan pimpinan yang lebih tinggi dalam organisasi, misalnya dalam bentuk kebijaksanaan pengupahan dan penggajian.

Persepsi pemimpin dengan gaya laissez faire mengenai orientasi pelaksanaan tugas dan orientasi pemeliharaan hubungan adalah penekanan yang diberikan pada orientasi hubungan dibandingkan orientasi penyelesaian tugas. Titik tolak pemikiran yang digunakan pemimpin ialah di dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara seorang pimpinan dengan para bawahannya, dengan sendirinya para bawahan akan terdorong kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara bertanggung jawab.

2.5.5 Gaya Kepemimpinan Situasional

Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard dalam Hersey dan Blanchard (1993), mengungkapkan bahwa adanya kebutuhan akan model situasional yang signifikan dalam bidang kepemimpinan telah diakui dalam literatur untuk beberapa waktu lamanya.

Kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara:

1. Kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin.

2. Kadar dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin.

3. Level kesiapan “kematangan” yang diperlihatkan pegawai dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu.

Konsep ini dikembangkan untuk membantu orang-orang yang melakukan proses kepemimpinan tanpa mempersoalkan peranan mereka, agar lebih efektif dalam hubungan mereka sehari-hari dengan orang lain. Konsep ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan level kematangan para pegawai.

(30)

Gaya kepemimpinan mana yang harus diterapkan seseorang terhadap orang-orang atau sekelompok orang bergantung pada level kematangan dari orang-orang yang akan dipengaruhi pemimpin, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Kepemimpinan Situasional (Hersey dan Blanchard, 1993)

Gambar 2 menggambarkan hubungan antara kematangan yang berkaitan dengan tugas dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan pada saat pegawai bergerak dari keadaan tidak matang ke level yang lebih matang. Gaya kepemimpinan yang sesuai bagi level kematangan tertentu dari pegawai digambarkan dengan kurva perspektif yang bergerak melalui keempat kuadran kepemimpinan. Kurva berbentuk lonceng tersebut disebut kurva perspektif, karena hal itu menunjukkan gaya kepemimpinan yang sesuai langsung di atas level kematangan pegawai yang berkaitan.

Tabel 8. Gaya kepemimpinan Sesuai dengan Level Kematangan

Level Kematangan Gaya Kepemimpinan

Rendah (D1)

Tidak Mampu dan Tidak Mau atau Tidak Yakin

Memberitahukan (Directing) (S1) Perilaku Tinggi Tugas

dan Rendah Hubungan Rendah ke Sedang (D2)

Tidak Mampu tetapi Mau atau Yakin

Menjajakan (Coaching) (S2) Perilaku Tinggi Tugas dan Tinggi Hubungan Sedang ke Tinggi (D3)

Mampu tetapi Tidak Mau atau Tidak Yakin

Mengikutsertakan (Supporting) (S3) Perilaku Rendah Tugas

dan Tinggi Hubungan Tinggi (D4)

Mampu dan Mau atau Yakin

Mendelegasikan (Delegating) (S4) Perilaku Rendah Tugas

dan Rendah Hubungan

(31)

Gambar 2 dan Tabel 8 menjelaskan kombinasi dari perilaku tugas dan perilaku hubungan. Kematangan pengikut adalah persoalan kadar. Seperti yang terlihat dalam Gambar 2 dan Tabel 8 terdapat tanda-tanda untuk menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan memilih kontinum kematangan di bawah model kepemimpinan itu ke dalam empat level: rendah (D1), rendah ke sedang (D2), sedang ke tinggi (D3) dan tinggi (D4). Gaya kepemimpinan yang sesuai bagi masing-masing level kematangan mencakup kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan yang tepat.

Pada Gambar 2 dan Tabel 8 menjelaskan keempat gaya kepemimpinan situasional dan keempat gaya kepemimpinan situasional tersebut adalah:

1. Memberitahukan (Directing)

Memberitahukan adalah bagi tingkat kematangan yang rendah. Orang-orang yang tidak mampu dan tidak mau (D1) memikul tanggung jawab untuk melakukan sesuatu adalah tidak kompenten

atau tidak yakin, ketidakmauan mereka adalah karena

ketidakyakinan mereka dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas tertentu. Gaya memberitahukan yang direktif (S1) yang menyediakan arahan dan supervisi yang spesifik dan jelas memiliki kemungkinan efektif paling tinggi dengan orang-orang yang berada pada level kematangan rendah. Gaya ini diacu sebagai “memberitahukan”, kerena dicirikan oleh perilaku pemimpin yang menetapkan peranan dan memberitahu orang-orang tentang apa, bagaimana, kapan dan dimana melakukan berbagai tugas. Gaya ini tercakup perilaku tinggi tugas dan rendah hubungan.

2. Menjajakan (Coaching)

Menjajakan adalah bagi tingkat kematangan rendah ke sedang. Orang-orang yang tidak mampu, tapi mau (D2) memikul tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas adalah yakin tetapi kurang memiliki keterampilan pada saat sekarang. Gaya menjajakan (S2) yang menyediakan perilaku direktif, karena mereka kurang mampu,

(32)

tetapi juga perilaku suportif untuk memperkuat kemauan dan antusias mereka merupakan gaya yang paling sesuai dengan orang-orang yang berada pada level kematangan ini. Gaya ini disebut sebagai “menjajakan”, karena pemimpin masih menyediakan hampir seluruh arahan, tetapi melalui komunikasi dua arah dan penjelasan, pemimpin berusaha agar secara psikologis pengikut turut andil dalam perilaku yang diinginkan. Para pengikut pada level kematangan ini biasanya akan menyetujui suatu keputusan apabila mereka memahami alasan adanya keputusan itu dan apabila pemimpin mereka juga menawarkan bantuan dan arahan. Gaya ini tercakup perilaku yang tinggi tugas dan tinggi hubungan.

3. Mengikutsertakan (Supporting)

Mengikutsertakan adalah bagi tingkat kematangan sedang ke tinggi. Orang-orang pada tingkat kematangan ini mampu, tetapi tidak mau (D3) melakukan hal-hal yang diinginkan pemimpin. Ketidakmauan mereka sering sekali karena kurang yakin atau tidak merasa aman. Mereka kompeten, namun tidak mau, keengganan mereka lebih merupakan masalah motivasi. Terhadap bawahan dengan tingkat kematangan ini perlu membuka saluran komunikasi dua arah untuk mendukung upaya pengikut dalam menggunakan kemampuan yang telah mereka miliki. Gaya mengikutsertakan (S3) yang suportif dan tidak direktif memiliki kemungkinan efektif paling tinggi dengan orang-orang pada tingkat kematangan ini. Gaya ini disebut “mengikutsertakan” karena pemimpin dan pengikut berbagi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, sedangkan peranan pemimpin yang utama dalam gaya ini adalah memudahkan dan berkomunikasi. Gaya ini mencakup perilaku rendah tugas dan tinggi hubungan.

4. Mendelegasikan (Delegating)

Mendelegasikan adalah bagi tingkat kematangan tinggi. Orang-orang dengan tingkat kematangan ini adalah mampu dan mau (D4) atau yakin untuk memikul tanggung jawab. Gaya mendelegasikan

(33)

(S4) yang berprofil rendah, memiliki kemungkinan efektif paling tinggi dengan orang-orang yang berada pada level kematangan tinggi. Meskipun pemimpin boleh jadi masih mengidentifikasikan masalah, tetapi tanggung jawab untuk melaksanakan rencana

diberikan kepada para pengikut yang matang. Mereka

diperkenankan melaksanakan sendiri pekerjaan dan memutuskan ikhwal bagaimana, bilamana dan dimana pelaksanaan pekerjaan itu. Pada saat yang sama, mereka secara psikologis matang dan karenanya tidak membutuhkan kadar komunikasi dua arah atau perilaku suportif di atas rata-rata. Gaya ini tercakup perilaku yang rendah hubungan dan rendah tugas.

2.5.6 Gaya Kepemimpinan Demokratik

Ciri pemimpin yang demokratik dalam pengambilan keputusan tercermin pada tindakannya mengikutsertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Secara psikologis tindakan demikian sangat baik, karena dengan melibatkan para bawahan, diperkirakan mereka akan mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan tersebut, karena keputusan tersebut adalah keputusan sendiri dan di saat kegagalan menyertai keputusan yang diambil, kegagalan tersebut akan dirasakan sebagai kegagalan sendiri. Di sisi lain, proses pengambilan keputusan dengan melibatkan para bawahan dapat berarti kelambatan, karena pemimpin harus mempertimbangkan berbagai sudut pandang yang dikemukakan oleh para bawahan yang terlibat. Kelambatan tersebut akan menjadi hambatan ketika keputusan harus diambil dengan segera, sehingga dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin harus mampu menimbang secara tepat faktor mana yang harus didahulukan, antara faktor psikologis para bawahan atau faktor kecepatan dalam pengambilan keputusan.

Gaya demokratik dalam pemeliharaan hubungan dengan para bawahan memberikan penekanan yang kuat pada hubungan yang serasi dengan terpeliharanya keseimbangan antara hubungan yang formal dan informal. Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan

(34)

para bawahan sebagai orang-orang yang sudah dewasa dan matang, sehingga pemimpin tidak ragu-ragu melakukan pendelegasian wewenang yang diimbangi oleh tanggung jawab, dapat mendorong para bawahan menggunakan daya kognitif dan daya nalarnya dalam pemecahan berbagai masalah yang dihadapi, dapat mendorong penggunaan daya inovasi dan kreativitas dalam pelaksanaan tugas dan meniadakan tindakan punitif apabila para bawahan berbuat kesalahan. Seorang pemimpin yang demokratik berasumsi bahwa dengan kedewasaan para bawahan, mereka mampu belajar dari pengalaman, sehingga kesalahan yang pernah diperbuat tidak akan diulangi.

Pemimpin yang demokratis berusaha untuk memuaskan kebutuhan para bawahan. Usaha pemuasan tersebut ditujukan pada kebutuhan primer yang bersifat kebendaan dan kebutuhan lain yang bersifat nonmaterial, termasuk kebutuhan yang bersifat psikologis, mental dan spiritual. Usaha demikian didasarkan pada pandangan bahwa para bawahan harus diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, manusia dengan kebutuhan yang sangat kompleks yang bersifat politik, ekonomi, sosial, harga diri dan sebagainya.

Seorang pemimpin yang demokratik berusaha untuk menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian tugas dan orientasi hubungan yang sifatnya relasional. Kenyataan menunjukkan bahwa keseimbangan demikian memiliki makna yang sangat penting. Memberikan perhatian yang berlebihan pada orientasi penyelesaian tugas dapat menimbulkan persepsi di kalangan para bawahan bahwa mereka dieksploitir oleh organisasi yang pada gilirannya dapat menimbulkan berbagai bentuk ketidakpuasan terutama yang sifatnya psikologis, namun mempunyai dampak yang tinggi terhadap produktivitas kerja para bawahan. Di sisi lain, memberikan penekanan yang terlalu kuat pada orientasi relasional dapat menimbulkan iklim kerja yang menyenangkan, namun para bawahan menunjukkan produktivitas kerja yang rendah, karena pemimpin tidak mengetengahkan tuntutan yang wajar untuk penyelesaian tugas yang seharusnya diselesaikan.

(35)

2.6. Komponen Kematangan Para Bawahan dalam Gaya Kepemimpinan

Menurut Hersey dan Blanchard (1993), telah dikemukakan bahwa

faktor kunci bagi kepemimpinan yang efektif adalah mengidentifikasikan level kematangan individu atau kelompok yang hendak dipengaruhi untuk selanjutnya menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai. Konsep kematangan terdiri dari dua dimensi: kematangan pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan).

1. Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan. Orang-orang yang memiliki kematangan pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain. Seseorang yang tinggi kematangan kerjanya boleh jadi akan mengatakan: “Saya benar-benar berbakat dalam bagian pekerjaan saya yang ini. Saya dapat bekerja sendiri dalam bidang itu tanpa memerlukan banyak bantuan dari pimpinan saya.”

2. Kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu. Hal ini erat kaitannya dengan rasa yakin dan keikatan. Orang-orang yang sangat matang secara psikologis dalam bidang atau tanggung jawab tertentu merasa bahwa tanggung jawab merupakan hal yang penting serta memiliki rasa yakin terhadap diri sendiri dan merasa dirinya mampu dalam aspek pekerjaan tertentu. Mereka tidak membutuhkan dorongan ektensif untuk mau melakukan hal-hal dalam bidang tersebut. Komentar orang yang sangat matang secara psikologis kemungkinan besar adalah “Saya sangat menyenangi aspek perkerjaan saya ini. Atasan saya tidak perlu mengawasi saya dengan ketat atau mendorong saya untuk melakukan pekerjaan dalam bidang itu”.

Kematangan adalah konsep yang bermanfaat untuk mengadakan kata

putus diagnotis, namun variabel-variabel situasional lainnya seperti gaya atasan, krisis atau desakan waktu dan hakikat pekerjaan, dapat merupakan hal yang sama pentingnya atau bahkan lebih besar. Sekalipun demikian, konsep

(36)

kematangan merupakan suatu tolak ukur yang solid untuk memilih gaya yang sesuai bagi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.

2.7. Konsep Efektivitas Kepemimpinan

Menurut Hersey dan Blanchard (1993), pada umumnya disepakati bahwa paling tidak terdapat tiga bidang kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses manajemen yang efektif, yaitu: kemampuan teknis, kemampuan sosial dan kemampuan konseptual.

1. Kemampuan Teknis (Technical Skill)

Kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk melakukan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan training.

2. Kemampuan Sosial (Social/Human Skill)

Kemampuan dan kata putusan (judgment) dalam bekerja dengan dan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif.

3. Kemampuan Konseptual (Conceptual Skill)

Kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit kerja masing-masing ke dalam bidang operasi organisasi secara menyeluruh. Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh daripada hanya atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompok sendiri.

Peningkatan seseorang dari level yang lebih rendah ke level yang lebih tinggi dalam organisasi makin sedikit kemampuan teknis yang diperlukan, pada saat yang sama makin lebih banyak kemampuan konseptual yang diperlukan, hal tersebut menunjukkan pencapaian efektivitas kemampuan. Para pemimpin pada level bawah memerlukan kemampuan teknis yang cukup karena mereka sering diharuskan melatih dan mengembangkan teknisi dan pegawai lainnya dalam bagian mereka. Pada ekstrim yang lain, para pemimpin level atas dalam organisasi tidak perlu mengetahui cara melaksanakan semua tugas spesifik pada level operasional, tetapi mereka harus mampu melihat kaitan seluruh tugas tersebut dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh.

(37)

Kadar kemampuan teknis dan konseptual yang diperlukan pada berbagai level manajemen berbeda-beda, namun kemampuan yang tampak paling penting pada semua level adalah kemampuan sosial. Penekanan pada kemampuan sosial telah dipandang penting sejak waktu-waktu yang lalu. Perhimpunan Manajemen Amerika (American Management Association) menyetujui bahwa satu-satunya kemampuan yang paling penting bagi seorang pemimpin level atas adalah kemampuannya bergaul baik dengan orang lain. Pimpinan mengharkat kemampuan ini lebih vital dari kecerdasan, kemampuan memutuskan, pengetahuan dan kemampuan tentang pekerjaan.

Menurut Rivai (2004), proses kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana kepribadian pemimpin memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

1. Mencintai kebenaran dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Dapat dipercaya dan mampu mempercayai orang lain.

3. Mampu bekerja sama dengan orang lain.

4. Ahli di bidangnya dan memiliki pandangan yang luas yang didasari oleh kecerdasan yang memadai.

5. Senang bergaul, ramah tamah, suka menolong dan memberikan petunjuk, serta terbuka pada kritik orang lain.

6. Penuh pengabdian dan memiliki kesetian yang tinggi. 7. Kreatif, penuh inisiatif, sehat jasmani dan rohani.

8. Bertaanggung jawab, konsekuen, berdisiplin dan bijaksana.

Seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain, hal itu disebut sebagai upaya kepemimpinan. Tanggapan terhadap upaya kepemimpinan ini boleh jadi berhasil atau tidak berhasil, karena tanggung jawab pokok para pimpinan dalam organisasi adalah mencapai hasil dengan dan melalui orang-orang, maka keberhasilan mereka diukur oleh keluaran atau produktivitas kelompok yang mereka pimpin.

Bernard M. Bass dalam Hersey dan Blanchard (1993)

mengemukakan suatu perbedaan yang jelas antara kepemimpinan yang berhasil dengan kepemimpinan yang efektif. Andaikan pemimpin A berupaya mempengaruhi B untuk melakukan pekerjaan tertentu. Keberhasilan atau ketidakberhasilan upaya A bergantung pada kadar sejauh mana penyelesaian

(38)

pekerjaan oleh B. Keberhasilan A dapat digambarkan pada suatu kontinum (Gambar 3) yang beranjak dari sangat berhasil hingga sangat tidak berhasil.

Gambar 3. Kontinum Kepemimpinan yang Berhasil dan Tidak Berhasil (Hersey dan Blanchard, 1993)

Anggaplah bahwa kepemimpinan A berhasil dengan tanggapan B terhadap stimulus kepemimpinan A jatuh pada sisi kontinum yang berhasil. Hal ini masih belum mengungkapkan kisah efektivitas secara keseluruhan. Apabila kepimpinan A tidak sesuai dengan pengharapan B dan apabila B hanya melakukan pekerjaan karena kuasa posisi A, maka kita dapat mengatakan bahwa A berhasil tetapi tidak efektif. Tanggapan B sesuai dengan yang diinginkan pimpinan A, karena pimpinan A memiliki kontrol atas ganjaran dan hukuman dan bukan karena B merasa kebutuhannya dapat terpenuhi dengan memenuhi tujuan pemimpin atau organisasi.

Di sisi lain, apabila upaya kepemimpinan A mengarah pada

tanggapan yang berhasil dan B melakukan pekerjaan itu karena ia ingin melakukannya dan merasa ada hasil yang diperolehnya, maka A dipandang tidak hanya memiliki kuasa posisi tetapi juga kuasa pribadi. B menghormati pimpinan A dan mau bekerjasama dengannya, dengan menyadari bahwa permintaan pimpinan A konsisten dengan tujuan pribadinya. Nyatanya, B merasa tujuan pribadinya itu tercapai melalui aktivitas tersebut. Inilah yang dimaksudkan dengan kepemimpinan yang efektif. Perlu diingat bahwa efektivitas juga tampak seperti kontinum yang dapat beranjak dari sangat efektif sampai dengan sangat tidak efektif, seperti yang diilustrikan dalam Gambar 4.

Gambar 4. Kontinum Kepemimpinan yang Berhasil dan yang Efektif (Hersey dan Blanchard, 1993)

Gambar

Tabel 1. Jumlah Siswa di Kota Bogor Tahun 2005 dan 2009  No  Jenjang  Siswa (orang)  Peningkatan/
Tabel 4. Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD, SLTP dan SLTA di Kota Bogor Tahun   2003 dan 2009
Gambar 2. Kepemimpinan Situasional (Hersey dan Blanchard, 1993)
Gambar 3. Kontinum Kepemimpinan yang Berhasil dan Tidak Berhasil   (Hersey dan Blanchard, 1993)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa adven inilah, kita diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri untuk memperingati kedatangan Tuhan pada masa lampau, ribuan tahun silam(dalam peristiwa Natal); kita

[r]

Pada har i ini, Senin tanggal Dua puluh tujuh bulan Apr il Tahun dua r ibu lima belas, sesuai dengan jadwal yang ter muat pada Por tal LPSE http:/ /

[r]

Kako je prikriveno oglašavanje prisutno u svim medijima, a predstavlja neodgovoran i neetičan oblik oglašavanja, postavlja se pitanje etičnosti oglašavanja u

Survei dari Siswono dalam jurnal yang berjudul Customer Relationship Management Menciptakan Kesetiaan Pelanggan di Era eBisnis yang menunjukkan bahwa kunci

Sesuai definisi tersebut, pengelolaan sumberdaya air terpadu memfokuskan pada pengelolaan terpadu antara kepentingan bagian hulu dan kepentingan bagian hilir

Sesungguhnya, kata-kata yang mereka ucapkan kepada Yesus adalah hampir sama dengan kata-kata yang diucapkan bangsa Israel kepada Musa, mereka telah mencobai Tuhan dengan