ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PERANAN MEDITASI TERHADAP MUTU PELAYANAN PARA SUSTER ABDI KRISTUS REGIO YOGYAKARTA, dipilih berdasarkan pengalaman, keprihatinan dan refleksi penulis sebagai anggota Kongregasi Biarawati Abdi Kristus. Doa menjadi salah satu hidup kaul yang dihayati oleh setiap biarawati secara khusus para suster Kongregasi Biarawati Abdi Kristus. Salah satu doa yang dihayati oleh kongregasi ini adalah doa dalam bentuk meditasi. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis sebagai salah satu anggota kongregasi ini, merasakan bahwa meditasi kurang dihidupi dan dihayati karena berbenturan dengan waktu dan kesibukan karya pelayanan. Tidak semua anggota melaksanakan meditasi rutin, sehingga hal ini memberi dampak terhadap mutu karya pelayanan yang dijalani.
Skripsi ini bertujuan untuk meningkatkan dan menyegarkan kembali semangat meditasi untuk menjaga mutu pelayanan dalam hidup harian. Berdasarkan pelaksanaan meditasi yang rutin saat dalam tahap pembinaan, meditasi yang dihidupi setiap hari memberikan buah kesegaran jasmani, menyegarkan pikiran, jiwa dan yang pasti juga memberikan kekuatan hidup rohani. Meditasi yang rutin dijalani setiap hari dengan kesungguhan hati tanpa mengabaikan hidup doa yang lain, telah terbukti memampukan seseorang secara khusus para suster Abdi Kristus untuk dapat menghayati hidup keseharian dengan lebih setia dalam setiap permasalahan karya perutusan. Meditasi memampukan seseorang untuk tetap sabar dan fokus dalam setiap karya pelayanan. Meditasi menjadi alat pengontrol setiap kata, tindakan, sehingga membuat orang yang melaksanakan dan menghayati meditasi tersebut tetap bisa mengendalikan diri di saat berbenturan dengan permasalahan hidup karya pelayanan maupun hidup bersama. Meditasi yang sungguh dihayati dalam pelaksanaannya menjadikan seorang biarawati Abdi Kristus seorang pelayan Tuhan yang penuh tanggungjawab, berdayaguna dalam karya pelayanan apapun.
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yang melibatkan tiga unsur pokok yakni, teknik wawancara, teknik observasi, pencatatan dan penggunaan dokumen. Ketiga teknik pengumpulan data ini akan digunakan untuk memperkaya temuan yang ada di lapangan (para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta). Tujuan utama dari metode penulisan ini terletak pada usaha untuk menjelaskan apa yang menjadi temuan penulis di lapangan. Harapannya dengan skripsi yang telah penulis persembahkan ini bisa menjadi bahan permenungan yang memberikan semangat dan kegembiraan untuk berani mengambil waktu setiap hari untuk melaksanakan meditasi. Dan yang terpenting adalah mewujudnyatakan buah-buah yang didapat dalam meditasi pada karya pelayanan sehari-hari.
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitles MEDITATION ROLE ON SERVICE QUALITY OF CHRIST SERVANT SISTERS REGIO YOGYAKARTA, was chosen based on author’s experience, concerns and reflections as a member of the congregation of Christ Servant religious sisters. Praying becomes one of the living vow comprehended by every religious sister in particular the Sisters of the Congregation of the Christ Servant religious sisters. One of the prayers comprehended by the congregation was meditation. Based on the experiences and observations of the author as one of the members of this congregation, felt that meditation was less vitalized and comprehended due to time was in coincidence with the bustle of service work. Not all members carried out regular meditation, so this would have an impact on the quality of service work undertaken.
This undergraduate thesis aims to improve and to refresh the spirit of the implementation of the meditation to maintain the quality of service in everyday life. Based on the implementation of the routine meditation while in the stage of formation, the meditation which is vitalized daily gives fruitfully a fresh body, refresh the mind, soul and certainly also gives spiritual life strength. Meditation which is daily undertaken with sincerity without ignoring other pray life, has been proven to enable someone specifically the Christ Servant religious sisters in order to comprehend daily lives more faithfully in each problem of mission work.
Meditation enables one to remain patient and focus on in every mission work. Meditation becomes a means of controlling every word and action, so as to make people who implement and comprehend meditation can still control themselves when met the problems of mission work sas well as of living together. Meditation which was actually comprehended in practice to make a religious sister of Christ Servant as a fully responsible and efficiently God Servant in whatever mission work.
The writer uses qualitative research method. Qualitative research methods involve three main elements, interview techniques, observation, recording and use of documents. These three data collection techniques will be used to enrich the existing findings in the field (the Sisters of Christ Servants in Yogyakarta). The main purpose of writing this method lies in the effort to explain what the author’s findings in the field. Hopefully this thesis whose author has been dedicated could be a reflection materials that encourage and excitement to dare to take time every day to carry out meditation. And most importantly, bring in the fruits obtained in meditation on concrete daily life.
This undergraduate sthesis supports Christ Servant congregation in an effort to improve and refresh the spirit of meditation in order to maintain the better quality of services. This was accomplished significantly in the implementation of recollection to celebrate the Holiday of Mother Mary receiving a Good News and in the renewal of Three Commitments vows for the Christ Servant Sisters.
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Tuhan Yesus dan seluruh anggota
Kongregasi Biarawati Abdi Kristus dan siapa saja yang telah
mendukung saya dengan caranya masing-masing
v MOTTO
“Jiwaku memuliakan Tuhan,
sebab Ia memperhatikan daku hamba-Nya yang hina ini”.
viii ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PERANAN MEDITASI TERHADAP MUTU PELAYANAN PARA SUSTER ABDI KRISTUS REGIO YOGYAKARTA, dipilih berdasarkan pengalaman, keprihatinan dan refleksi penulis sebagai anggota Kongregasi Biarawati Abdi Kristus. Doa menjadi salah satu hidup kaul yang dihayati oleh setiap biarawati secara khusus para suster Kongregasi Biarawati Abdi Kristus. Salah satu doa yang dihayati oleh kongregasi ini adalah doa dalam bentuk meditasi. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis sebagai salah satu anggota kongregasi ini, merasakan bahwa meditasi kurang dihidupi dan dihayati karena berbenturan dengan waktu dan kesibukan karya pelayanan. Tidak semua anggota melaksanakan meditasi rutin, sehingga hal ini memberi dampak terhadap mutu karya pelayanan yang dijalani.
Skripsi ini bertujuan untuk meningkatkan dan menyegarkan kembali semangat meditasi untuk menjaga mutu pelayanan dalam hidup harian. Berdasarkan pelaksanaan meditasi yang rutin saat dalam tahap pembinaan, meditasi yang dihidupi setiap hari memberikan buah kesegaran jasmani, menyegarkan pikiran, jiwa dan yang pasti juga memberikan kekuatan hidup rohani. Meditasi yang rutin dijalani setiap hari dengan kesungguhan hati tanpa mengabaikan hidup doa yang lain, telah terbukti memampukan seseorang secara khusus para suster Abdi Kristus untuk dapat menghayati hidup keseharian dengan lebih setia dalam setiap permasalahan karya perutusan. Meditasi memampukan seseorang untuk tetap sabar dan fokus dalam setiap karya pelayanan. Meditasi menjadi alat pengontrol setiap kata, tindakan, sehingga membuat orang yang melaksanakan dan menghayati meditasi tersebut tetap bisa mengendalikan diri di saat berbenturan dengan permasalahan hidup karya pelayanan maupun hidup bersama. Meditasi yang sungguh dihayati dalam pelaksanaannya menjadikan seorang biarawati Abdi Kristus seorang pelayan Tuhan yang penuh tanggung jawab, berdayaguna dalam karya pelayanan apapun.
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yang melibatkan tiga unsur pokok yakni, teknik wawancara, teknik observasi, pencatatan dan penggunaan dokumen. Ketiga teknik pengumpulan data ini akan digunakan untuk memperkaya temuan yang ada di lapangan (para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta). Tujuan utama dari metode penulisan ini terletak pada usaha untuk menjelaskan apa yang menjadi temuan penulis di lapangan. Harapannya dengan skripsi yang telah penulis persembahkan ini bisa menjadi bahan permenungan yang memberikan semangat dan kegembiraan untuk berani mengambil waktu setiap hari untuk melaksanakan meditasi. Dan yang terpenting adalah mewujudnyatakan buah-buah yang didapat dalam meditasi pada karya pelayanan sehari-hari.
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitles MEDITATION ROLE ON SERVICE QUALITY OF CHRIST SERVANT SISTERS REGIO YOGYAKARTA, was chosen based on author’s experience, concerns and reflections as a member of the congregation of Christ Servant religious sisters. Praying becomes one of the living vow comprehended by every religious sister in particular the Sisters of the Congregation of the Christ Servant religious sisters. One of the prayers comprehended by the congregation was meditation. Based on the experiences and observations of the author as one of the members of this congregation, felt that meditation was less vitalized and comprehended due to time was in coincidence with the bustle of service work. Not all members carried out regular meditation, so this would have an impact on the quality of service work undertaken.
This undergraduate thesis aims to improve and to refresh the spirit of the implementation of the meditation to maintain the quality of service in everyday life. Based on the implementation of the routine meditation while in the stage of formation, the meditation which is vitalized daily gives fruitfully a fresh body, refresh the mind, soul and certainly also gives spiritual life strength. Meditation which is daily undertaken with sincerity without ignoring other pray life, has been proven to enable someone specifically the Christ Servant religious sisters in order to comprehend daily lives more faithfully in each problem of mission work.
Meditation enables one to remain patient and focus on in every mission work. Meditation becomes a means of controlling every word and action, so as to make people who implement and comprehend meditation can still control themselves when met the problems of mission work sas well as of living together. Meditation which was actually comprehended in practice to make a religious sister of Christ Servant as a fully responsible and efficiently God Servant in whatever mission work.
The writer uses qualitative research method. Qualitative research methods involve three main elements, interview techniques, observation, recording and use of documents. These three data collection techniques will be used to enrich the existing findings in the field (the Sisters of Christ Servants in Yogyakarta). The main purpose of writing this method lies in the effort to explain what the author’s findings in the field. Hopefully this thesis whose author has been dedicated could be a reflection materials that encourage and excitement to dare to take time every day to carry out meditation. And most importantly, bring in the fruits obtained in meditation on concrete daily life.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena segala kebaikan dan
rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul PERANAN
MEDITASI TERHADAP MUTU PELAYANAN PARA SUSTER ABDI KRISTUS REGIO YOGYAKARTA ini.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah dan sumbangan terhadap para religius,
secara khusus para suster Kongregasi Biarawati Abdi Kristus dan sekaligus untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan di
FKIP-JIP-Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Proses penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar karena dukungan dan
kebaikan dari banyak orang sehingga memampukan penulis untuk tetap semangat
meskipun banyak tantangan dan kesulitan yang dialami. Penulis sangat
berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah menyumbangkan ide dan
gagasannya, kemudahan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat selesai pada
waktu yang tepat. Secara khusus terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno W.W. SJ., M.Ed selaku Kaprodi IPPAK Universitas
Sanata Dharma yang telah berkenan membimbing dan mendukung penulis
selama kuliah di kampus IPPAK-USD.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ sebagai pembimbing utama dalam skripsi ini yang
penuh kesabaran, kerelaan, kemudahan dalam mendampingi, membimbing
xi
3. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum sebagai dosen penguji II sekaligus
dosen pembimbing akademik yang memberi semangat, keramahan, masukan
dan dukungan serta kelancaran baik selama kuliah dan secara khusus dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Dr. C. Putranta, SJ sebagai dosen penguji III yang bersedia meluangkan
waktu dan memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.
5. Para dosen dan staf karyawan yang telah membimbing dan memberi
dukungan selama penulis kuliah di IPPAK Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Pimpinan Umum Kongregasi Biarawati Abdi Kristus Sr. M. Elfrida, AK, staff
dewan dan seluruh anggota para suster Abdi Kristus di mana pun berada,
secara khusus para suster sekomunitas yang telah memberikan kepercayaan
dan kesempatan bagi penulis untuk menjalani studi di IPPAK Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, angkatan 2011 yang telah
memberi dukungan, semangat, kegembiraan dan kebersamaan yang
meneguhkan dalam perjuangan selama studi bersama di IPPAK-USD.
8. Orang tua tercinta melalui doa dan perhatian yang istimewa dan segenap
anggota keluarga saya secara khusus adik tercinta Dwi Prakasti Diamanta
yang memberikan semangat dan dukungan selama penulis menempuh studi di
Yogyakarta.
Akhirnya penulis menyadari, bahwa dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki dan penulis membutuhkan koreksi dari
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
BAB II PERANAN MEDITASI TERHADAP MUTU PELAYANAN PARA SUSTER ABDI KRISTUS REGIO YOGYAKARTA ... 13
A. Meditasi ... 13
1. Pengertian Meditasi ... 13
2. Ha-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan meditasi .. 15
3. Buah-buah Meditasi... 17
4. Hidup Rohani Kongregasi Biarawati Abdi Kristus ... 20
5. Rangkuman ... 23
B. Karya Pelayanan Kongregasi Abdi Kristus ... 24
xiv
a. Tujuan Didirikan ... 24
b. Cita-cita Khas dan Kharisma Tarekat ... 25
c. Spiritualitas Tarekat ... 26
d. Lambang dan Semboyan ... 28
2. Pelayanan Suster-suster Abdi Kristus ... 29
3. Karya Pelayanan para Suster Abdi Kristus di Yogyakarta ... 31
C. Mutu Pelayanan ... 32
D. Peranan Meditasi Terhadap Mutu Pelayanan ... 38
E. Rangkuman ... 40
xv
C. Pembahasan Hasil Penelitian Tentang Peranan Meditasi Terhadap Mutu Pelayanan Para Suster Abdi Kristus
Regio Yogyakarta ... 76
1. Pemahaman Tentang Peran Meditasi Terhadap Mutu Pelayanan Para Suster Abdi Kristus di Yogyakarta ... 76
D. Rangkuman ... 92
BAB IV USULAN PROGRAM REKOLEKSI PERANAN MEDITASI TERHADAP MUTU PELAYANAN PARA SUSTER ABDI KRISTUS ... 94
A. Latar Belakang Program ... 94
B. Alasan Pemilihan Program ... 96
C. Tujuan Program ... 96
D. Rumusan Tema dan Tujuan ... 97
E. Matriks Program Rekoleksi Bagi para Suster Kongregasi Biarawati Abdi Kristus ... 99
F. Persiapan Rekoleksi ... 102
BAB V PENUTUP ... 116
A. Kesimpulan ... 116
B. Saran ... 118
DAFTAR PUSTAKA ... 121
LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Surat Keterangan Selesai Penelitian ... (2)
Lampiran 3: Hasil Wawancara ... (3)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Baru:
dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik
Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia
dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
Ef : Efesus
Gal : Galatia
Kis : Kisah para rasul
Kor : Korintus
Luk : Lukas
Mat : Matius
Mrk : Markus
Mzr : Mazmur
Rm : Roma
Yoh : Yohanes
B. Singkatan Lain:
AK : Abdi Kristus
DPU : Dewan Pimpinan Umum
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
xvii Kons : Konstitusi
LCD : Liquid Crystal Display
Rm : Romo
S. J : Serikat Jesus
Sr. : Suster
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan sebuah kata yang indah ketika diucapkan, namun di dalam
prakteknya banyak menimbulkan dampak negatif. Padahal yang salah tentu bukan
bidang pelayanannya, melainkan orang-orang atau pelaku pelayanan itu sendiri.
Masih ada yang beranggapan bahwa di dalam pelayanan yang terpenting adalah
kemauan atau kesediaan, atau dalam istilah lebih populer komitmen. Ada lagi yang
menambahkan faktor talenta atau kemampuan, termasuk kecakapan bekerja.
Pelayanan bukan sekedar melakukan pekerjaan, melainkan melakukan tugas
dengan didasari semangat rohani. Pelayanan lebih dari sekedar profesionalisme.
Pelayanan sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki
spiritualitas atau hidup rohani yang dihayati dan diwujudkan dalam tindakan
nyata. Pelayanan memiliki nilai yang lebih dari sekedar bekerja. Pelayanan sangat
berbeda dengan pekerjaan atau melayani berbeda dengan bekerja. Pekerjaan pada
akhirnya biasanya mendapatkan imbalan, upah atas jerih payah yang dilakukan,
sedangkan pelayanan tidak mengharapkan imbalan apapun. “Upahku adalah tidak
mendapatkan upah” (1 Kor: 9).
Mutu pelayanan berhubungan dengan sesuatu yang lebih dari sekedar
profesionalisme. Melaksanakan pelayanan membutuhkan persiapan yang
sungguh-sungguh. Bukan hanya persiapan dalam arti mengerti dan menangkap
Melalui hubungan pelayanan itu sabda Allah sampai kepada manusia (Nouwen,
1986: 19). Persiapan yang dimaksudkan bukan saja persiapan fisik tetapi terlebih
persiapan batin. Bekal dalam diri, menghayati spiritualitas rohani secara pribadi.
Apa yang akan disampaikan kepada orang lain juga dihayati secara pribadi, itulah
bekal yang dimaksudkan. Pelayanan yang biasa saja dengan pelayanan yang
bermutu tentu berbeda.
Mutu pelayanan adalah pelayanan yang tidak sekedar melakukan tugas,
tetapi tugas yang dilakukan dengan jiwa yang didasari ketulusan hasrat untuk
melayani, kerelaan untuk berkorban apapun baik waktu maupun tenaga. Selain itu
mutu pelayanan adalah apa yang dihasilkan berguna bagi orang lain, bermanfaat
bagi orang yang dilayani. Hal tersebut tidak hanya dapat dilihat dan dinikmati dari
buah mutu pelayanannya, tetapi baik dari awal, proses maupun akhirnya, semua
bermanfaat bagi orang lain, itu mutu sebuah pelayanan. Mutu pelayanan tidak
dilihat dari kesuksesan di akhir tetapi dari hari ke hari.
Mother Theresa dari Kalkuta mengatakan bahwa “aku dipanggil bukan
untuk sukses melainkan untuk setia”. Kesuksesan bukan yang utama dalam mutu
pelayanan, melainkan kesetiaan setiap waktu menghadapi suka duka, tantangan,
kesulitan, penderitaan dengan jiwa besar, tidak mudah mengeluh, tidak patah
semangat, demi orang-orang yang dilayaninya. Mutu pelayanan tentu
berhubungan dengan bagaimana orang yang melakukan pelayanan itu. Bagaimana
sikapnya, prosesnya, hasilnya. Apakah itu memberikan manfaat bagi orang lain
atau sebaliknya. Kriteria orang yang memiliki mutu pelayanan adalah mereka
bermutu bukan suatu pelayanan demi imbalan atau keuntungan pribadi, namun
hanya ingin memberi dan mencari, bahkan menyerahkan dan kehilangan nyawa
demi yang dilayani. “...dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti
orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia” (Ef 6: 7).
Seorang religius pada hakekatnya juga adalah seorang pelayan. Tuntutan
seorang religius diharapkan lebih dari seorang awam. Menjadi seorang religius
secara istimewa telah mau menyanggupkan diri untuk mengutamakan Allah dan
perkara-perkara-Nya dalam segala hal, baik hidup maupun pelayanan dan kerja.
Maka kerja dan pelayanan itu sungguh-sungguh rasuli, sejauh bersatu erat dengan
Tuhan (Kons. 247). Pelayanan seorang religius adalah persembahan hidup bagi
Tuhan. Bagaimana seorang religius dikatakan memiliki mutu pelayanan, yaitu
seorang religius yang melaksanakan perutusannya dengan didasari semangat
rohani. Pelayanan tersebut seharusnya pelayanan yang berdasarkan ketulusan hati,
memegang prinsip melayani Tuhan dalam diri sesama. Pelayanan yang murah
hati, tanpa pamrih, penuh kegembiraan.
Pelayanan seorang religius bukan semata-mata karena perutusan dari
pimpinan, melainkan sebagai ungkapan syukur atas rahmat panggilan dari Allah.
“Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan
keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur
kepada Allah” (II Kor. 9: 12). Setiap religius juga tentu memiliki mutu pelayanan
yang berbeda-beda. Ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang sungguh-sungguh,
misalnya saja para santo-santa. Jelas orang bisa melihat dan merasakan bagaimana
mendalam. Begitu pula para religius yang dalam pelayanannya mudah marah,
emosi, asal bekerja, hal tersebut tentu karena orang yang bersangkutan kurang
memiliki dasar hidup rohani yang mendalam. Bisa dikatakan hidup rohani hanya
sekedar rutinitas belaka. Jelas bisa dirasakan bahwa hidup rohani yang baik atau
kurang baik sangat mempengaruhi dan memberi peran dalam bidang pelayanan.
Sejauh itu benar-benar dilihat dan direfleksikan.
Dari pengamatan penulis, pelayanan para religius khususnya, seringkali
hanya karena itu memang sudah menjadi tugasnya, sehingga banyak dari mereka
yang mengalami krisis pelayanan. Harus diakui betapa tidak mudah memang
untuk selalu memiliki semangat pelayanan yang tinggi, sering mengalami godaan
untuk sekedar bekerja, berkarya dan bukan melayani. Banyaknya kaum religius
yang kurang memiliki mutu pelayanan yang baik, salah satunya disebabkan oleh
kurangnya penghayatan dalam doa-doa, termasuk doa dalam bentuk meditasi,
dimana meditasi seharusnya menjadi kehidupan rohani yang rutin, yang harus
dijalani oleh setiap religius.
Kaum religius seringkali kurang memperhatikan buah-buah yang
terkandung dari meditasi, bahkan jarang dari mereka, atau tidak pernah
melaksanakan meditasi. Sementara meditasi seharusnya merupakan salah satu
kewajiban rohani bagi para religius untuk menjadi sarana semakin dekat dengan
Tuhan, sehingga berbuah dalam pelayanan. “Tetapi aku tidak menghiraukan
nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan
pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian
setiap saat setiap hari sampai akhir hidup, hal ini yang perlu dimiliki oleh setiap
religius. “Hendaknya semua selalu memperhatikan dan percaya bahwa karya
pengabdian dan pelayanan, apapun bentuk dan keadaannya, hanyalah berarti
sejauh sungguh melakukan itu dalam kesatuan dengan Tuhan, mengenakan Tuhan
dalam segala hal” (Kons. 235).
Meditasi adalah salah satu bentuk hidup doa yang dijalani oleh para
religius, yang dilaksanakan kurang lebih satu jam dalam praktek atau
pelaksanaannya. Dengan meditasi, jiwa disegarkan, mendapatkan inspirasi,
pencerahan, yang dapat memberikan semangat dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Dari uraian diatas tampak adanya hubungan antara meditasi dengan
mutu hidup sehari-hari. Hidup sehari-hari tidak hanya terbatas pada religius yang
sudah berkarya, tetapi juga mereka yang masih studi, menjalani masa pembinaan,
dan lain sebagainya.
Bercermin dari masalah tersebut di atas, berikut ini penulis paparkan
mengenai peranan meditasi terhadap mutu pelayanan. Banyak hal dapat dilakukan
untuk menjaga mutu pelayanan agar pelayanan tersebut hanya demi kemuliaan
Tuhan. Misalnya dengan menghayati hidup doa sehari-hari, laku tapa atau mati
raga, juga salah satunya dengan meditasi yang rutin setiap hari, entah itu pada
pagi hari maupun sore hari, yang dilaksanakan kurang lebih satu jam setiap
harinya. Penulis akan memaparkan tentang salah satu di antaranya yaitu dengan
cara meditasi. Meditasi dimaksudkan untuk memurnikan batin, menyegarkan jiwa.
Meditasi membersihkan proses pikiran dari apa yang dapat disebut perangsang
kemalasan, dan hal-hal yang membuat orang terkungkung dalam belenggu
emosional. Meditasi membawa batin ke dalam keadaan ketenangan dan
keadaan-sadar, keadaan penuh konsentrasi dan pencerahan. Meditasi membantu,
mendorong seseorang untuk berdoa lebih mendalam, untuk merenungkan
bagaimana Tuhan menyampaikan cinta-Nya kepada setiap pribadi tanpa syarat
dan bagaimana cinta itu dapat memenuhi hidup setiap pribadi. Hal tersebut dapat
terwujud melalui perutusan yang diemban dan melalui pelayanan dalam hidup
sehari-hari. Memberi dampak dalam hidup harian, baik dalam sikap maupun tutur
kata.
Meditasi menjadi bagian penting dalam hidup para religius. Para suster
Abdi Kristus juga menjalani meditasi. Penulis sebagai seorang anggota
Kongregasi Biarawati Abdi Kristus merasa bahwa meditasi memiliki peran dalam
hidup harian. Perjalanan sepanjang hari terasa berbeda antara menjalani hari
dengan diawali meditasi atau menjalani hari tanpa melakukan meditasi. Hal ini
juga dirasakan oleh penulis. “Tanpa keheningan pada pusat doa, tidak mungkin
akan terjadi gerakan atau pertumbuhan. Meditasi adalah upaya untuk menemukan
dan menjadi hening” (Freeman, 2014: 5). Meditasi melatih seseorang untuk
menjadi hening. Dari keheningan tersebut akan muncul buah-buah rohani yang
memberi kesegaran pada hati dan jiwa. Apabila kesegaran jiwa ini senantiasa
dihidupi setiap hari dalam pelayanan, tentu saja akan memberikan kesegaran pula
dalam karya pelayanan.
“Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah” (Mzm. 46: 11). Dengan
sapaan Ilahi melalui bisikan dalam hati dan batin yang diperoleh dari meditasi.
Dari sini penulis juga merasa yakin bahwa keheningan dalam doa, dalam meditasi
akan membawa dampak rohani yang sangat menyegarkan. Dan hal ini akan
mempengaruhi dalam karya pelayanan sehari-hari. Meditasi juga melatih
seseorang untuk diam secara fisik. Dalam Kitab Suci ini dikatakan dengan sangat
indah. “Diam secara fisik membantu menyadari bahwa tubuh kita adalah kudus”
(bdk. 1 Kor. 6: 19). Doa hati, doa kontemplasi, atau meditasi pada dasarnya
adalah doa iman. “Dalam keheningan, menerima bahwa Allah mengetahui
kebutuhan yang akhirnya akan menyempurnakan dalam segala hal” (Freeman,
2014: 6). Menurut pengalaman penulis dalam bermeditasi, keheningan dan diam
secara fisik mempengaruhi konsentrasi hati dan budi, sehingga setelah meditasi
selesai, apa yang dilakukan senantiasa dilakukan dalam kesadaran. Hal ini sangat
menguntungkan, mampu mengatasi kecenderungan-kecenderungan yang tidak
baik dalam karya pelayanan sehari-hari.
Belajar hening pada saat melaksanakan meditasi mendidik untuk berdoa
pada segala waktu. Mendidik untuk menggunakan setiap penundaan atau
kekecewaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu kesempatan, bahkan suatu
karunia, untuk masuk lebih dalam, belajar mendengarkan (Freeman, 2014: 11).
Jelas bahwa keheningan yang selalu rutin dilatih dalam meditasi adalah
keheningan yang mengandung kebenaran. Menyembuhkan gejolak batin, obat
untuk menghilangkan kemarahan, kecemasan, kepedihan. Hal ini akan sangat
dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan, sehingga akan memiliki pelayanan
Pengalaman hidup rohani penulis saat menjalani masa pembinaan sebagai
seorang religius, saat di postulat maupun novisiat, sungguh merasakan manfaat
dari meditasi. Meditasi yang rutin penulis jalani setiap hari baik pagi maupun
sore, memampukan penulis untuk menjalani hidup setiap hari dengan
kegembiraan hati. Dalam arti menjadi senang dan bahagia walau banyak teguran,
tantangan, kesulitan. Dan jika dibandingkan dengan saat ini, saat telah menjalani
perutusan untuk studi, merasa berbeda ketika tidak lagi rutin bermeditasi. Ada
perbedaan saat tekun bermeditasi dan tidak bermeditasi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dan pengalaman konkret ini, penulis
merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mengambil judul skripsi
“PERANAN MEDITASI TERHADAP MUTU PELAYANAN PARA SUSTER ABDI KRISTUS REGIO YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, penulis mengidentifikasikan
beberapa permasalahan yang muncul sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan Kongregasi Abdi Kristus tentang mutu pelayanan?
2. Sejauh mana peranan meditasi terhadap mutu pelayanan para suster Abdi
Kristus?
3. Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan supaya meditasi menjadi
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk memahami sejauh mana meditasi memberi peranan terhadap mutu
pelayanan para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta.
2. Mengetahui bagaimana pelaksanaan meditasi selama ini yang dilaksanakan
oleh para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta.
3. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh para
suster Abdi Kristus dalam melaksanakan karya pelayanannya.
4. Mengusahakan bersama penghayatan meditasi sehingga menjadi sarana
semakin berkualitasnya hidup perutusan para suster Abdi Kristus dalam
upaya meningkatkan mutu pelayanan.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Bagi para Suster Abdi Kristus
a. Para suster Abdi Kristus diharapkan semakin menyadari pentingnya
penghayatan meditasi sehingga menjadi sarana bermutunya pelayanan.
b. Para suster Abdi Kristus diharapkan mau mengupayakan penghayatan meditasi
dalam hidup sehari-hari, yang mengalir dari kesadaran pribadi sebagai seorang
religius yang bertanggung jawab terhadap mutu pelayanannya.
c. Para suster Abdi Kristus diharapkan semakin menyadari perannya dalam
mutu pelayanan untuk membangun semangat perutusan baik di dalam maupun
di luar komunitas.
d. Para biarawan-biarawati diharapkan semakin meningkatkan mutu
pelayanannya dengan menggali kedalaman hidup rohani melalui meditasi,
sehingga akan berdampak dalam kedalaman mutu pelayanan hidup sehari-hari.
2. Bagi Penulis
Penulis sebagai seorang biarawati berharap semakin tekun menghayati
meditasi sehingga mampu mewujudkan pelayanan yang berkualitas, baik di
komunitas maupun di tempat karya. Meditasi yang rutin dan dihayati diharapkan
memampukan penulis untuk mengolah diri terus menerus agar semakin menjadi
pribadi yang memiliki mutu pelayanan sehingga mampu melaksanakan karya
pelayanan dengan penuh kegembiraan dan tanggung jawab.
3. Bagi Pembaca
Supaya pembaca tergerak hati untuk memahami kehidupan membiara dan
mengetahui misi kehadirannya, secara khusus pelayanan para suster Abdi Kristus
dalam keterlibatannya dalam karya penyelamatan Allah di tengah masyarakat.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis.
Untuk memperlancar penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif melibatkan tiga unsur pokok,
Ketiga teknik pengumpulan data ini akan digunakan untuk memperkaya temuan
yang ada di lapangan (para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta). Tujuan utama
dari metode penulisan ini terletak pada usaha untuk menjelaskan apa yang
menjadi temuan penulis di lapangan.
F. Sistematika Penulisan
Sebagai sebuah gambaran umum tentang hal apa saja yang akan dibahas di
dalam penulisan skripsi, berikut ini adalah sistematika penulisannya:
Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika
penulisan.
Bab II berisi tentang landasan teori dari berbagai buku dan literatur yang
akan mendasari pembahasan-pembahasan selanjutnya mengenai meditasi, mutu
pelayanan dan peranan meditasi terhadap mutu pelayanan. Bagian pertama
menguraikan tentang apa itu meditasi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
meditasi, buah-buah meditasi, hidup rohani Kongregasi Biarawati Abdi Kristus
dan rangkuman. Bagian kedua akan menguraikan tentang karya pelayanan
Kongregasi Biarawati Abdi Kristus, yaitu latar belakang kongregasi, pelayanan
suster-suster Abdi Kristus, karya pelayanan para suster Abdi Kristus Regio
Yogyakarta. Bagian ketiga menguraikan peranan meditasi terhadap mutu
pelayanan dan rangkuman.
Bab III berisi metodologi penelitian, laporan dan hasil penelitian,
mutu pelayanan para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta. Dengan pemahaman
ini diharapkan meditasi sungguh rutin dilaksanakan dan dihayati sehingga
memberikan kesegaran kembali dalam karya pelayanan serta memberi peran bagi
pelayanan yang semakin bermutu.
Bab IV penulis akan memaparkan mengenai usulan program untuk
mendukung perjalanan mutu pelayanan para suster Abdi Kristus. Berisi latar
belakang, alasan, tujuan, rumusan dan tema, matriks dan persiapan program
rekoleksi.
Dalam Bab akhir dari skripsi, penulis akan menguraikan kesimpulan dan
saran yang dapat diajukan demi terwujudnya pelayanan yang semakin bermutu
dalam tubuh Kongregasi Biarawati Abdi Kristus khususnya Regio Yogyakarta.
Demikian proses berpikir penulis yang dituangkan dalam skripsi ini.
Penulis mempunyai harapan penulisan tentang peranan meditasi terhadap mutu
pelayanan para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta, berguna bagi
perkembangan kongregasi. Dengan demikian mutu pelayanan setiap pribadi suster
Abdi Kristus di mana pun berkarya semakin dapat menunjukkan kesaksian hidup
BAB II
PERANAN MEDITASI TERHADAP MUTU PELAYANAN PARA SUSTER ABDI KRISTUS REGIO YOGYAKARTA
A. Meditasi
1. Pengertian Meditasi
Dalam ulasan-ulasan tentang hidup rohani biasanya disajikan suatu bentuk
doa yang disebut meditasi. Inti metode meditasi ini adalah memikir-mikirkan
kebenaran-kebenaran (Yves Raguin, 1986 : 29).
Orang yang melakukan meditasi diharapkan diresapi oleh
kebenaran-kebenaran supaya dapat mengalami kemajuan dalam cinta kasih Allah.
Metode-metode meditasi mengajarkan untuk memikir-mikirkan kebenaran-kebenaran
kristiani, mengait-kaitkannya yang satu dengan yang lain supaya bertambah
dayanya untuk meyakinkan budi dan hati. Seluruh waktu meditasi merupakan
waktu refleksi dalam doa di hadapan Allah (Yves Raguin, 1986 : 30).
Orang yang melakukan meditasi tidak tinggal dalam pikiran-pikirannya
sendiri. Ia mampu masuk ke dalam pikiran-pikiran Allah. Orang yang bermeditasi
maju dari pikiran yang satu ke pikiran yang lain, tetapi budinya dalam tindak
iman, mengarahkan perhatiannya kepada pikiran lain dalam tingkat iman. Apa
yang ia baca, dibacanya pada dua tingkat dengan satu pandangan. Ia
menangkapnya dalam kedalaman, ia menikmatinya dan membuatnya menjadi
santapan rohani bagi jiwa. Dalam pengenalan misterius itu jiwa memperoleh
Tuhan. Inti meditasi merupakan suatu kontemplasi budi, namun lebih teratur dan
tersusun (Yves Raguin, 1986 : 31-32).
Meditasi adalah latihan rohani yang universal, yang membimbing
seseorang ke dalam keadaan doa, ke dalam doa Kristus. Seseorang yang
bermeditasi dibawa dalam suasana yang hening, diam. Cara untuk melakukannya
adalah dengan mengulang suatu kata yang suci dengan setia dan penuh cinta
selama waktu meditasi. Kata suci itu dinamakan mantra. Hal tersebut di atas
merupakan cara berdoa Kristiani kuno yang telah ditemukan kembali oleh seorang
rahib Benediktin, Pater John Main (dalam Freeman, 2014: 14).
Pater John Main dalam buku Latihan Harian Meditasi Kristiani (Freeman
2014: 27), mengatakan bahwa tantangan terbesar bagi orang modern untuk
melakukan meditasi, adalah bahwa meditasi itu sendiri merupakan hal yang
sederhana. Meditasi melatih diri untuk berhadapan dengan hal-hal yang rumit.
Namun, sederhana itu menuntut disiplin. Meskipun ia terus menekankan untuk
membuat meditasi sebagai suatu disiplin harian, bukan sekadar teknik
peningkatan diri, ia juga menekankan kesabaran dan kelemahlembutan dalam
mempelajari disiplin itu.
Meditasi merupakan suatu cara untuk mengenal dan menerima diri. Ini
adalah langkah pertama untuk mengenal Allah. Hal itu bukanlah semata-mata
mengenal Allah secara intelektual, melainkan mengenal Allah melalui keserasian
yang dalam antara tubuh yang diam dan jiwa. Tubuh sendiri merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari perjalanan menuju Allah. Perjalanan ini bukanlah
akan ketergantungan timbal balik dengan orang lain dan karena itu meditasi
menciptakan komunitas atau kebersamaan (Freeman, 2014: 27).
Pater John Main tidak mengatakan bahwa meditasi adalah satu-satunya
jalan menuju kedalaman hati manusia.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa meditasi adalah satu-satunya jalan, melainkan bahwa meditasi adalah jalan satu-satunya yang saya temukan. Menurut pengalaman saya, meditasi adalah jalan yang sederhana yang membuat sadar sepenuhnya akan kehadiran Yesus di dalam hati, dan inilah pengalaman yang terekam dalam tradisi Kristiani sejak zaman rasul-rasul sampai masa kini (Freeman, 2014: 28).
Meditasi merupakan sebuah pengalaman, yang dipraktekkan langsung,
bukan sekadar teori atau suatu konsep tertentu. Meditasi adalah ungkapan doa.
Tubuh bukanlah suatu penghalang antara orang yang bermeditasi dengan Allah.
Tubuh merupakan sakramen yang diberikan Allah waktu manusia diciptakan.
Tubuh adalah bait Roh Kudus dari Yesus yang bangkit. Tubuh merupakan bagian
dari seluruh pengalaman doa. Hal tersebut dapat dipahami hanya dengan
bermeditasi (Freeman, 2014: 31).
Teks-teks kuno menyebut bahwa konfrontasi antara sabda dan hati itu
adalah meditation. Meditasi yang dimaksud bukanlah meditasi dalam arti kata
yang lebih rasional, melainkan meditasi dalam arti kata yang asli, yaitu:
terus-menerus mengulangi, secara sabar mengucapkan berkali-kali kata-kata yang sama
(Andre Louf, 1984: 65).
2. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pelaksanaan Meditasi
Berikut ini adalah hal-hal sederhana yang perlu diperhatikan untuk
Tubuh dalam keadaan santai, tetapi bukan dalam posisi tidur-tiduran,
dalam diam tubuh mengungkapkan sikap dan tingkah laku seseorang. Punggung
lurus dan tubuh dalam keadaan sadar penuh. Dalam bernafas, paling baik bernafas
dengan perut. Sikap yang santai tetapi sadar penuh merupakan jalan menuju
kedamaian. Dalam bermeditasi, mengambil waktu sejenak sangatlah baik untuk
menemukan suatu sikap yang nyaman dan bisa bertahan lama.
Ketegangan-ketegangan dalam tubuh perlu dihilangkan yang biasanya ada di bagian bahu,
tengkuk, mata, dan dahi. Sikap duduk dasar yang dapat dicoba adalah duduk di
atas kursi dengan sandaran tegak sebagai penopang atau duduk bersila di lantai.
Berguna sekali bila mencoba semua cara sampai mendapatkan satu sikap duduk
yang paling baik, yang dirasa paling membantu dalam meditasi.
Sikap dan latihan bernafas adalah latihan yang baik untuk tubuh. Sikap dan
latihan tersebut akan mengajar manusia untuk menghormati tubuh sebagai karunia
dan bait Allah. Sikap-sikap itu adalah persiapan untuk relaksasi yang sangat cocok
sebelum melakukan meditasi. Waktu dan tempat yang tenang sangat diperlukan
agar dapat terhindar dari gangguan selama meditasi. Waktu perlu diutamakan
dalam bermeditasi, karena waktu dan tempat yang tepat akan sangat membantu
dalam proses meditasi.
Orang yang melakukan meditasi akan mengerti mengapa orang-orang yang
setiap hari bermeditasi menganggap waktu-waktu meditasi tersebut sebagai
waktu-waktu yang berharga dalam hidup mereka. Melakukan dengan tekun di
tempat dan pada waktu yang sama, karena hal ini akan membantu memperdalam
Waktu pagi merupakan waktu yang paling baik untuk melakukan meditasi
pertama, sebelum melakukan kegiatan apapun. Menjelang malam adalah waktu
yang terbaik untuk melakukan meditasi kedua, sesudah pulang kerja, sebelum
santap malam dan melakukan kegiatan pada malam hari. Setiap meditasi dapat
diawali atau diakhiri dengan sebuah musik atau sesuatu yang lain yang dapat
menenangkan dan memusatkan perhatian. Dan tentu saja, meditasi dapat
diintegrasikan dengan cara-cara doa lainnya, seperti perayaan Ekaristi atau
membaca Kitab Suci.
Meditasi perlu dijalankan secara teratur dan penuh disiplin. Lamanya
waktu meditasi dapat diingatkan dengan alat bantu, misalnya dengan
menggunakan timer dengan nada yang lembut atau menggunakan kaset dengan
musik lembut selama 3-5 menit pada awal dan akhir rekaman. Memperpendek
atau memperpanjang waktu meditasi sesuka hati adalah sikap yang kurang tepat,
tetapi bersikap luwes terhadap disiplin diri akan sangat membantu. Kesulitan
besar dan paling sering dialami oleh banyak orang dalam bermeditasi adalah
pikiran yang datang silih berganti. Kesulitan ini seakan-akan tidak ada
habis-habisnya. Semua orang mengalami hal yang sama. Semua itu hanya merupakan
akibat dari aktivitas pikiran. Mantra adalah cara yang paling sederhana dan efektif
untuk mengatasi segala macam pikiran dan khayalan yang mengganggu tersebut.
3. Buah-buah Meditasi
Buah-buah dalam meditasi bukanlah untuk membuat kesadaran orang yang
menghidupi sesuatu yang biasa secara penuh dan menemukan di dalamnya
kehadiran Allah. Sesuatu yang biasa namun dilihat dengan cara yang luar biasa.
Bila meditasi dilakukan secara teratur dua kali sehari, orang yang tekun
melakukannya akan merasakan bahwa keteraturan itu menjadikan hidup manusia
lebih seimbang dan damai. Bila ia yang sudah terbiasa melakukannya dan tidak
melakukan sehari saja, orang tersebut akan merasakan kehilangan sesuatu yang
sangat penting. Meskipun waktu melakukan meditasi, orang yang melakukan
tidak bisa tenang dan terganggu oleh banyak hal, meditasi tetap merupakan bagian
yang penting dari hari orang yang rutin melakukan. Orang akan tetap setia
sebagai seorang murid dengan mengikuti suatu disiplin yang begitu sederhana
setiap hari (Freeman, 2014: 40).
Dalam kehidupan sehari-hari dan teristimewa dalam hubungan dengan
orang lain, dengan rutin melakukan meditasi akan dapat dirasakan buah-buah
meditasi. Untuk bisa merasakan perubahan batin, tidak terjadi secara cepat atau
dramatis. Hal itu disampaikan kepada pelaku meditasi oleh orang-orang yang
hidup dan bekerja bersamanya. Mereka dapat memberikan catatan bahwa orang
yang tekun melakukan meditasi itu berubah (Freeman, 2014: 40). Meditasi sangat
membantu meningkatkan pemahaman dalam membaca Kitab Suci. Cakrawala
baru menjadi terbuka, sejalan dengan pengalaman batin yang semakin mendalam
(Freeman, 2014: 52).
Perubahan itu dijelaskan dengan sangat indah oleh St. Paulus dengan nama
“Buah Roh”. “Kasih, sukacita, kedamaian, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
Adapun buah-buah meditasi menurut (Freeman, 2014: 41-43) adalah
sebagai berikut:
a. Kasih: kasih ditempatkan sebagai karunia terbesar.
b. Sukacita: sukacita mempunyai arti lebih dalam daripada hanya kesenangan dan
kebahagiaan. Sukacita ditemukan dalam pengalaman baru tentang hal-hal
sederhana dan biasa dalam hidup.
c. Kedamaian: kedamaian berarti pancaran dari keharmonisan hubungan-Nya
dengan Bapa dan dengan seluruh ciptaan.
d. Kesabaran: kesabaran adalah penyembuhan terhadap letupan-letupan rasa
dongkol, kemarahan atau ketidaksabaran, dan segala cara untuk mengendalikan
diri terhadap hal-hal yang memicu ketidaksabaran.
e. Keramahan: keramahan adalah karunia untuk memperlakukan orang lain
seperti diri sendiri.
f. Kebaikan: kodrat manusia adalah baik karena diciptakan oleh Allah, dan
karena Allah telah hidup di dalam diri.
g. Kesetiaan: kesetiaan adalah karunia yang diterima melalui disiplin bermeditasi
setiap hari. Menjadikan relasi hidup dan saling mencintai.
h. Kelemahlembutan: sikap tanpa kekerasan terhadap orang lain dan juga
terhadap diri sendiri.
i. Penguasaan diri: menikmati hidup dalam kebebasan.
Itulah buah-buah dari meditasi yang membuat perjalanan hidup dan karya
pelayanan menjadi bermutu. Seimbang di tengah-tengah yang berlebihan. Buah
tekun melaksanakan meditasi. Mengapa, karena mulai berpaling kepada kekuatan
cinta yang ada dalam diri. Semua karunia dapat diperoleh dengan belajar
bersyukur dalam keheningan, dalam meditasi. Menjauhkan dari
kelekatan-kelekatan diri. Sumber dari dalam diri, hati, adalah sumber yang menyembuhkan
dan membuat utuh. Menjadi utuh berarti menjadi kudus. Dengan meditasi, orang
dikuduskan karena disembuhkan (Freeman, 2014: 43).
Dengan meditasi yang rutin hari demi hari, seseorang akan menemukan
bahwa mantra yang diucapkan dalam meditasi berakar dengan sendirinya dalam
hati, sehingga menghidupi kesibukan dan istirahat sehari-hari dalam kesadaran
akan kehadiran Allah. Hidup menjadi lebih kontemplatif yakni lebih berakar
dalam “saat kini”, dengan penuh kesadaran dan lebih berbelas kasih (Freeman,
2014: 49-50).
4. Hidup Rohani Kongregasi Biarawati Abdi Kristus
Berikut ini adalah cara meditasi yang dilakukan oleh para suster Abdi
Kristus, yang tertuang dalam buku doa para suster Abdi Kristus.
Untuk bisa masuk ke dalam hati, aku bisa lewat beberapa pintu, misalnya: mata, bibir dan akal budi. Cara atau bentuk doa dipengaruhi oleh macam pintu itu.
Bila aku masuk lewat mata, yang memandang lama dan penuh kasih, lalu hati terkena dan berdoa, aku berkontemplasi.
Bila aku masuk lewat bibir, yang terus berkomat-kamit mengucapkan kata-kata atau kalimat singkat, dengan memperhatikan ritme, resonansi dan repetisi (irama, gema, dan pengulangan), aku berdoa “mantra” atau ber “doa Yesus”, yang keduanya adalah doa lisan.
Selagi berlatih melaksanakan meditasi, di antara tahap pendahuluan berupa mengheningkan diri dan memohon rahmat khusus dan tahap akhir berupa wawancara dan doa penutup hafalan, ada tahap pokok meditasi berupa pengamatan, pemahaman dan pengalaman (Buku Doa Kongregasi Biarawati Abdi Kristus 2014: 69).
Para suster Abdi Kristus yang masih menjalani tahap pembinaan di
postulat maupun novisiat melakukan kebiasaan meditasi pada pagi hari sebelum
merayakan perayaan Ekaristi. Sedangkan bagi para suster Abdi Kristus yang telah
berkarya, melakukan meditasi bisa pada pagi hari atau sore hari atau malam hari.
Waktu dan tempat disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi karya
masing-masing suster. Bahan yang direnungkan biasanya mengambil dari bacaan Injil
pada hari yang bersangkutan atau sesuai dengan kebutuhan masing-masing para
suster.
Hidup doa ditandai oleh suasana bakti pada kehadiran Allah sebagaimana
tampak dalam keheningan, doa pribadi, doa bersama sehingga dapat memperkaya
hidup batin dan rohani (Kons. 248). Hidup doa ini diupayakan terus-menerus
dengan memupuk keyakinan bahwa Bunda Maria pasti membawa manusia pada
putranya; Per Mariam ad Jesum (Kons. 249). Doa tidaklah mengurangi
keterlibatan pengabdian, bahkan akan menyuburkan hidup dan pengabdian
sebagaimana telah dinyatakan oleh Bunda Maria. Oleh karena itu diperlukan
keseimbangan antara hidup doa, karya dan bersama (Kons. 249).
Hidup doa para suster Abdi Kristus dijalankan dengan memupuk hidup
batin melalui latihan-latihan rohani, berusaha mengikuti Perayaan Ekaristi setiap
hari (Kons. 256-257), mendoakan secara bersama dan pribadi doa harian atau ofisi
adorasi Sakramen Maha Kudus, menerima sakramen tobat secara teratur setiap
bulan (Kons. 261), berdoa secara pribadi secara teratur haruslah menjadi
kerinduan para suster Abdi Kristus (Kons. 262), bimbingan rohani (Kons. 263),
ingkar diri atau penyangkalan diri (Kons. 266). Dalam Konstitusi No. 267-269
ditegaskan juga hidup doa yang diupayakan bersama berupa silentium dalam
biara, rekoleksi bulanan, retret tahunan dan pemeriksaan batin atau mawas diri
yang dilaksanakan baik secara pribadi maupun bersama dalam
komunitas-komunitas (Kapitel Umum V, 2008: 7-8).
Pembinaan melalui retret ditangani oleh Tim Spiritualitas. Retret
dilaksanakan dalam berbagai bentuk, misalnya pendalaman Konstitusi Tarekat
Abdi Kristus, penyegaran hidup doa. Pemandu retret selain dari Tim Spiritualitas,
juga mengundang pastor sebagai nara sumber utama. Retret dilaksanakan selama
8 hari di rumah retret yang dikelola oleh para suster AK atau di rumah retret
lainnya, sesuai dengan kondisi dan kesepakatan bersama antara para suster
pembimbing. Bahan retret yang didalami bersama biasanya telah disiapkan oleh
pembimbing dengan menggunakan sumber bahan Kitab Suci, Konstitusi
Biarawati Abdi Kristus, buku latihan rohani dan tayangan-tayangan atau materi
khusus yang disiapkan oleh pembimbing (Dewan Pimpinan Umum Kongregasi
Biarawati Abdi Kristus, 2007: 10).
Pelaksanaan rekoleksi setiap bulan diserahkan pengaturannya kepada
komunitas masing-masing. Bahan biasanya sudah disiapkan oleh tim spiritualitas
namun komunitas mempunyai kebebasan untuk menggunakannya, sesuai dengan
yang diambil sesuai dengan kebutuhan. Sumber bahan tambahan lainnya biasanya
diambil dari buku-buku bijak, buku inspiratif, atau pengalaman hidup dari salah
satu suster yang pernah tertuang dalam bentuk tulisan.
5. Rangkuman
Berdasarkan berbagai sudut pandang para ahli serta pengalaman penulis
dalam melakukan meditasi dapat disimpulkan bahwa meditasi merupakan salah
satu bentuk doa. Di mana dengan meditasi tersebut yang dijalankan dengan
kesungguhan hati, akan membawa manusia pada kedekatan dengan Allah.
Meditasi adalah suatu bentuk doa yang melibatkan seluruh jiwa dan raga. Doa
meditasi tersebut bukanlah doa yang hanya menggunakan hati, namun seluruh
pikiran, kesadaran, bahkan tubuh. Semua terarah kepada Allah.
Meditasi merupakan bentuk doa yang sederhana, tidak rumit, namun
membutuhkan kedisiplinan dari orang yang melakukan meditasi tersebut. Bagi
orang kristiani, khususnya para religius, meditasi menjadi sebuah sarana untuk
mendapatkan kekuatan dari Allah sendiri dalam menjalankan karya kerasulan.
Meditasi dilakukan dalam ketenangan, kedisiplinan, keseriusan serta keteraturan.
Meditasi memampukan seseorang memiliki pengalaman batin yang menjadikan ia
semakin dekat dengan penciptanya. Buah-buah dalam kerutinan, kebiasaan dan
kesungguhan melakukan meditasi tidak hanya dirasakan oleh orang yang tekun
dan setia melakukan meditasi, melainkan juga mampu dirasakan oleh orang-orang
yang ada di sekitarnya. Penulis sendiri memiliki pengalaman, bahwa setelah
melakukan meditasi dengan sungguh-sungguh, merasakan kesegaran jiwa, ada
B. Karya Pelayanan Kongregasi Biarawati Abdi Kristus 1. Latar Belakang Kongregasi
Ada beberapa bentuk khusus hidup religius, dan Kongregasi Biarawati
Abdi Kristus (AK) merupakan hidup lembaga religius aktif-apostolik. Kongregasi
Biarawati Abdi Kristus lahir atas prakarsa Mgr. Petrus Willekens, SJ yang pada
waktu itu menjabat sebagai Vikaris Apostolik Batavia. Keinginan beliau untuk
memajukan orang-orang pribumi dan memperkembangkan kebudayaan pribumi,
terwujud dengan mendirikan Kongregasi Biarawati Abdi Kristus yang pada waktu
pendiriannya diberi nama “Kongregasi Abdi Dalem Sang Kristus”, di Ambarawa
pada 29 Juni 1938 (Darminta, 2008: 11-12).
Dalam mengikuti Kristus pergi kepada Bapa, Kongregasi Biarawati Abdi
Kristus terpanggil untuk menyebarluaskan karya penyelamatan Kristus, yang
datang untuk membawa tahun rahmat Tuhan Allah bagi bangsa manusia, terutama
yang miskin dan tertindas (Luk 4:18-19). Lewat hidup dan karya-karya,
Kongregasi Biarawati Abdi Kristus ingin menyatakan bahwa Allah menyertai
mereka, membawa perukunan dan perdamaian di dunia, serta mengangkat hidup
dan budaya mereka untuk berbakti kepada Allah (Kons. 31).
a. Tujuan Didirikan
Tarekat Abdi Kristus menyediakan dan mempersembahkan diri kepada
karya pewartaan Gereja lewat kegiatan-kegiatan pengabdian kepada Gereja
maupun masyarakat. Hidup rasuli merupakan inti hakekat Tarekat. Dengan
mewartakan Kabar Gembira untuk menyelamatkan umat manusia. Kerasulan
secara religius dibaktikan kepada Gereja dan Allah, bagi Tarekat merupakan jalan
menuju kepada Allah Bapa dengan mengikuti Kristus. Dengan bantuan rahmat
Allah, Tarekat bertujuan ikut serta mengakarkan iman kristiani dalam budaya
setempat baik lewat hidup Tarekat maupun lewat karya-karyanya (Kons. 29).
Panggilan Tarekat terutama ditujukan kepada masyarakat pedesaan dan
kota-kota kecil. Pelayanan Tarekat terutama ditujukan kepada mereka yang
memerlukan pendidikan dasar dan karya kasih lainnya baik rohani dan jasmani
pada tingkat awal. Dengan karya itu Tarekat ingin menanamkan nilai-nilai dasar
hidup berdasarkan iman kristiani. Sebagian besar karya dan pelayanan Tarekat ini
adalah masyarakat menengah ke bawah (Kons. 32).
b. Cita-cita Khas dan Kharisma Tarekat
Tarekat ini bercita-cita untuk mencintai dan menghayati hidup sederhana,
sesuai dengan masyarakat di mana berada. Hidup sederhana yang dicita-citakan
ialah hidup yang penuh kerelaan dalam berbagi kekayaan baik rohani maupun
jasmani sebagai wujud dari rasa seperasaan dan sepenanggungan dengan mereka
yang miskin. Kemiskinan Tarekat ialah kemiskinan orang bekerja keras untuk
memperoleh nafkahnya, bahkan dari kekurangannya berani membagikan kepada
sesama. Lewat itu Tarekat ingin menyebarkan pola hidup sederhana kepada
masyarakat (Kons. 33).
Dengan ingin memupuk hidup seturut teladan Bunda Maria Hamba Allah
untuk diperjuangkan dan dihayati, yaitu kesederhanaan iman. Itu berarti
penyerahan diri secara total kepada Allah dan karya penyelamatan-Nya. Allahlah
yang merupakan tumpuan harapan satu-satunya, sebab sadar bahwa Allah yang
mampu mengangkat kaum hina-dina (Kons. 35).
c. Spiritualitas Tarekat
Bersama Maria, yang menghambakan diri untuk menyambut kedatangan
Sang Penebus dan demi terlaksananya karya penebusan-Nya dengan menyebut
dirinya Hamba Allah, Tarekat menyambut rahmat panggilan untuk ikut serta di
dalam karya penyelamatan-Nya. Maria Hamba Allah merupakan spiritualitas
Tarekat. Maka Tarekat mau meneladan Maria dalam pengabdiannya kepada
Gereja dan masyarakat kecil (Kons. 34).
Konstitusi Tarekat Abdi Kristus No. 251-255 memaparkan tentang jiwa
Bunda Maria yang selayaknya menjadi jiwa para suster Abdi Kristus. Bunda
Maria berdoa, karena menyadari kekecilan dan kemiskinan berhadapan dengan
sapaan Allah, ia menyebut dirinya Hamba, Maria mampu memuji dan meluhurkan
Allah, selalu menggantungkan diri pada kuasa dan rencana Allah. Kesadaran
bahwa Allah mencintai dan karena itu dia membuat dirinya yang hina pantas
dicintai itulah yang menjadi kenyataan yang dialami dalam jiwa Bunda Maria.
Kesadaran bahwa Tuhan adalah penyelenggara utama membuat beban menjadi
ringan dan menghantar orang selalu menghadap hadirat-Nya (Kons. 251).
Dalam doa berada di hadirat Allah seperti itu, ia merasa ditemani semua
miskin yang semakin dipupuk dan disuburkan lewat doa itu menjamin sikap
miskin, yaitu orang merasa bebas terhadap keterbatasan dalam hidup, latar
belakang, kesehatan, lanjut usia, ketidakmampuan untuk menyelesaikan apa yang
diinginkan, ketergantungan kepada orang lain. Ia dibebaskan dari rasa takut dan
putus asa. Maka juga tidak mudah goyah oleh godaan, tidak mau
membesar-besarkan penderitaan. Semua hanya didasarkan atas kepercayaan bahwa Tuhan
sendirilah yang akan menyempurnakan segala-galanya (Kons. 253).
Jiwa kemiskinan itulah yang selayaknya mendorong para suster Abdi
Kristus dalam berdoa secara benar dan dibenarkan oleh Allah (Luk 18: 13-14),
berdoa bersama umat Allah, baik dalam Ekaristi, doa ibadat harian serta doa-doa
lainnya. Selain itu, jiwa kemiskinan ini pula yang mendorong para suster Abdi
Kristus untuk berdoa bagi kepentingan-kepentingan orang-orang lain dan mereka
yang dilayani, supaya terjadi menurut rencana Allah. Secara khusus dalam doa
mohon kekuatan dan keberanian seperti wanita-wanita dalam Injil diperkenankan
bersama Maria di hadapan salib (Kons. 254).
Dijiwai oleh semangat Bunda Maria, yang mengharapkan agar Sabda
Allah terjadi pada dirinya, para suster Abdi Kristus yang hidup dalam
komunitas-komunitas sangat diharapkan merenungkan Sabda Allah sebagai sumber
kehidupan, seperti yang terungkap dalam Kitab Suci. Sabda Allah yang menjadi
sumber hidup berkomunitas ini ditegaskan dengan jelas dalam Konstitusi Tarekat
Abdi Kristus no. 260-261.
Penulis meringkas demikian: Dalam merenungkan Kitab Suci menuntut
menyesal menanggapi sentuhan dan ajakan Sabda untuk bertobat. Rahmat tobat
yang ditawarkan oleh Kitab Suci mengundang para suster untuk memperbaharui
diri dengan menyesali dosa dan kekurangan. Pertobatan ini merupakan jalan
pemurnian jiwa dan kemerdekaan dalam pelayanan kepada Tuhan.
Sejalan dengan teladan Bunda Maria, para suster Abdi Kristus ingin
menyerahkan diri agar digunakan oleh Allah, terutama untuk menyapa yang
lemah, tersisih dan kurang diperhatikan (Kons.199). Pelayanan Abdi Kristus lebih
mementingkan dan mendahulukan mereka kalangan kecil. Bunda Maria menjadi
pola pelayanan Abdi Kristus. Melayani dengan kesederhanaan namun
sungguh-sungguh sangat dibutuhkan oleh orang-orang kecil.
Bunda Maria yang menjadi teladan dan pola hidup Kongregasi Abdi
Kristus dalam melaksanakan karya penyelamatan Allah bukanlah melalui
perbuatan-perbuatan atau karya-karya besar tetapi iman yang penuh penyerahan
diri. Hal itulah yang memberi bobot kepada segala pengabdian dan pelayanan para
suster Abdi Kristus, betapa pun nampaknya tak berarti dan kecilnya, tetapi
pelayanan itu sangat dibutuhkan oleh orang-orang kecil yang tidak terjangkau
oleh Kongregasi-kongregasi besar (Kons. 200).
d. Lambang dan Semboyan
Tarekat ini dimeteraikan dengan lambang Salib Berbentuk Jangkar, yang
bertuliskan Ecce Ancila Domint, sebagai tanda pengakuan iman Tarekat. Sebagai
Abdi Kristus, Sang Penebus yang memanggul salib, dalam kesederhanaan iman
bersemboyan PadaMu Ya Tuhan Aku Berharap (Maz 38: 16), karena dari
pengalaman hanya Tuhanlah yang kuasa melangsungkan Tarekat ini (Kons. 37).
2. Pelayanan Suster-suster Abdi Kristus
Dalam Konstitusi Tarekat Abdi Kristus No 32, dikatakan bahwa pelayanan
Tarekat terutama ditujukan kepada mereka yang memerlukan pendidikan dasar
dan karya kasih lainnya baik rohani dan jasmani pada tingkat awal. Pelayanan
Kongregasi Abdi Kristus lebih mengutamakan mereka yang kecil, pendidikan
menengah ke bawah. Pelayanan tidak hanya dalam bidang pendidikan, melainkan
pelayanan apa saja dalam hal rohani maupun jasmani, misalnya asrama atau panti
asuhan, rumah bersalin, balai pengobatan, dan lain sebagainya.
Cita-cita khas Tarekat adalah mencintai dan menghayati hidup sederhana,
sesuai dengan masyarakat di mana berada. Hidup sederhana yang dicita-citakan
ialah hidup yang penuh kerelaan dalam berbagi kekayaan baik rohani maupun
jasmani sebagai wujud dari rasa seperasaan dan sepenanggungan dengan mereka
yang miskin (Kons. 33).
Pengalaman rohani penulis sebagai anggota Abdi Kristus merasakan
bahwa mutu pelayanan suster Abdi Kristus adalah suatu karya kerasulan yang
dilakukan oleh para suster Abdi Kristus, bukan berdasarkan kewajiban dan tugas
saja melainkan karena semangat yang didapatkan dari buah hasil sebuah doa yakni
salah satunya adalah doa dalam bentuk meditasi. Meditasi menjadi bagian yang
sangat penting dalam kehidupan para suster Abdi Kristus. Buah-buah yang
diperoleh dari ketekunan untuk bermeditasi mampu memberi kekuatan serta
Doa bukanlah pengganti pelayanan. Begitu pula pelayanan yang penuh
semangat, bukanlah sebagai pengganti doa. Keduanya sangatlah penting bagi
kehidupan setiap religius. Mutu pelayanan setiap suster Abdi Kristus tidaklah
hanya nampak dalam sikap lahiriah sehari-hari, melainkan juga tentunya
dirasakan dalam kedalaman hati setiap suster Abdi Kristus. Mengenai pengabdian
para suster Abdi Kristus juga terungkap dalam Konstitusi Tarekat yakni:
Kerja kita dan semua pelayanan kita haruslah kita hayati sebagai tugas yang menjadikan kita dan sesama manusiawi, sebagai manusia yang bermartabat karena Tuhan tinggal. Dalam bekerja yang kita cari bukanlah keuntungan pribadi, kepuasan diri, apalagi balas jasa berlebihan, kecuali yang layak diterima, karena setiap pekerja layak mendapat upahnya. Kita perlu selalu mencamkan, bahwa masyarakat memerlukan orang-orang yang merdeka tidak terikat dan terhambat oleh benda materi. Masyarakat sederhana sangat memerlukan orang-orang yang tanpa pamrih mengabdi mereka, berbagi rasa dengan penderitaan mereka. Oleh karena itu mewartakan Injil dalam kemiskinan bagi kita berarti bahwa kita ingin dengan merdeka dan rela ikut menanggung beban hidup dan derita orang-orang kecil dan sederhana dalam bergulat untuk menyambung hidup mereka. Kadang kala kitapun harus rela bersama mereka mengalami ketakberdayaan di dalam hidup, sehingga hanya pada Tuhanlah bertumpu harapan kita (Kons.186).
Menurut pemahaman dan pengalaman penulis sebagai anggota Abdi
Kristus, pelayanan yang dihayati oleh para suster Abdi Kristus adalah pelayanan
yang mengutamakan orang-orang kecil dan sederhana, sebagaimana yang menjadi
cita-cita Tarekat Abdi Kristus adalah lebih mengutamakan pelayanan pada
orang-orang kecil dan sederhana, bukan pada karya-karya yang besar seperti
Kongregasi-kongregasi besar lainnya.
Dalam pertemuan para suster yunior Abdi Kristus, Rm. Krispurwana
Cahyadi, S. J. menuliskan dalam diktatnya demikian:
Abdi Kristus adalah pelayan Gereja, sebagai sakramen keselamatan Allah. Di sini tidak dipisahkan, apalagi dibedakan, antara pengabdian kepada Kristus dengan pengabdian kepada Gereja. Pengabdian kepada Kristus tersebut justru ada di dalam Gereja (Krispurwana Cahyadi: 2015).
Sejalan dengan teladan Bunda Maria, para suster Abdi Kristus ingin
menyerahkan diri agar digunakan oleh Allah, terutama untuk menyapa yang
lemah, tersisih dan kurang diperhatikan (Kons.199). Pelayanan para suster Abdi
Kristus lebih mementingkan dan mendahulukan mereka kalangan kecil. Bunda
Maria menjadi pola pelayanan para suster Abdi Kristus. Melayani dengan
kesederhanaan namun sungguh-sungguh sangat dibutuhkan oleh orang-orang
kecil.
Bunda Maria yang menjadi teladan dan pola hidup Kongregasi Abdi
Kristus dalam melaksanakan karya penyelamatan Allah bukanlah melalui
perbuatan-perbuatan atau karya-karya besar tetapi iman yang penuh penyerahan
diri. Hal itulah yang memberi bobot kepada segala pengabdian dan pelayanan para
suster Abdi Kristus, betapa pun nampaknya tak berarti dan kecilnya, tetapi
pelayanan itu sangat dibutuhkan oleh orang-orang kecil yang tidak terjangkau
oleh Kongregasi-kongregasi besar (Kons. 200).
3. Karya Pelayanan para Suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta Beberapa komunitas para suster Abdi Kristus Regio Yogyakarta:
a. Komunitas Postulat Condronegaran: Komunitas ini merupakan komunitas
pendidikan. Dimana para suster yang tinggal di komunitas ini adalah para
postulan serta para suster yang sedang menjalani perutusan untuk studi di
b. Komunitas Wates: Komunitas dengan karya pelayanan yakni: playgroup, TK
serta karya pastoral, di paroki Wates.
c. Komunitas Wonosari: Komunitas dengan karya pelayanan yakni: panti
asuhan (di Ngawen), TK, SMP, SMK serta karya pastoral lainnya.
d. Komunitas Wedi: Komunitas dengan karya pelayanan TK, SD, dan balai
pengobatan serta karya pastoral.
e. Komunitas Sangkal Putung: Komunitas dengan karya pelayanan rumah retret,
sebagai penanggungjawab bagian dapur dan ruangan-ruangan, bekerja sama
dengan para pastor Jesuit dan karyawan rumah retret lainnya.
f. Komunitas Seminari Tinggi Kentungan: Karya sebagai staff seminari tinggi.
Bertanggungjawab di bagian dapur dan kapel seminari.
g. Komunitas Sumber, yang terletak di paroki Sumber dengan karya pastoral
yakni: SD, Rumah Retret dan karya pastoral Gereja lainnya yakni
mendampingi kegiatan-kegiatan pasca erupsi Merapi.
Itulah beberapa karya pastoral komunitas para suster Abdi Kristus Regio
Yogyakarta.
C. Mutu Pelayanan
Para pelayan kristiani mulai merasa bahwa doa semakin dialami sebagai
pelarian ke dalam hidup batin yang aman dan sebagai jalan untuk menghindarkan
diri dari masalah-masalah yang seharusnya mengusik suara hati kristiani dan
merupakan tantangan untuk melibatkan diri dalam tindak yang kreatif dalam
buah kalau tidak diimbangi dengan menggunakan waktu secara lebih baik untuk
melatih ketrampilan yang perlu dan mempelajari teknik-teknik yang membantu
untuk dapat melayani sesama dengan sungguh-sungguh. Tidak mengherankan
bahwa kapel menjadi tempat yang makin tidak populer untuk dikunjungi,
pembimbing rohani semakin jarang didatangi. Sebaliknya semakin banyak
perhatian diberikan kepada latihan-latihan pastoral di rumah sakit, penjara, paroki
dan proyek-proyek khusus (Nouwen, 1986: 17).
Doa bukanlah persiapan sebelum bekerja atau syarat yang tidak dapat
diabaikan kalau pelayanan mau berhasil, doa adalah bagian dari hidup orang
beriman. Doa dan pelayanan adalah sama dan tidak dapat dipisahkan. Kalau
keduanya dipisahkan, seorang pelayan kristiani akan menjadi seorang tukang dan
imamat tidak lebih dari sebuah cara lain untuk meringankan penderitaan hidup
sehari-hari. Kalau keinginan untuk hening, untuk berkontemplasi dan bermeditasi
tidak muncul dari keterlibatan terhadap dunia ini, akan segera menjadi bosan
karena tidak tahu mengapa harus menjalani latihan-latihan rohani yang begitu
banyak. Kalau Allah tidak semakin menjadi Allah yang hidup, manipulasi bagi
mereka yang melayani umat Allah setiap hari, Dia tidak akan ditemukan di gurun,
di biara atau pun pada saat-saat diam. Kalau profesionalisme pelayanan tidak mau
merosot menjadi satu bentuk manipulasi klerikal, haruslah profesionalisme itu
dilandaskan pada hidup rohani pelayan kristiani sendiri yang mengakar begitu
dalam, karena profesionalisme itu berkembang dari perhatiannya yang
Keutamaan kerja keras dan mutu adalah tuntutan profesionalitas sekaligus
tuntutan totalitas. Kerja keras mengindikasikan kemauan untuk mencurahkan
seluruh tenaga dan waktu, sementara mutu mengindikasikan kemauan untuk
memberikan semua kemampuan dan potensi diri. Kerja keras dan mutu hendak
menunjuk pada pribadi yang tidak setengah-setengah. Ia punya sikap magis, yaitu
melakukan yang lebih baik dengan cara memberikan waktu, tenaga maupun
pikiran dan talenta diri. Keutamaan kerja keras dan mutu dilakukan sebagai
penghayatan iman bahwa ia melakukan semua itu karena ingin dipersatukan
bersama Allah sendiri, yang di dalam Yesus Kristus telah bekerja keras demi
kebahagiaan dan keselamatan umat manusia seluruhnya (Mintara, 2014: 78).
Motivasi sejati dalam pelayanan dimurnikan dan dijernihkan dalam doa.
Begitu banyak motifasi yang tidak sehat menentukan pemikiran dan tindakan dan
semuanya itu membutakan sehingga tak dapat lagi membedakan motifasi-motifasi
yang sesungguhnya (Stockman, 2005: 39).
Efektivitas karya pelayanan ikut terpengaruh oleh bagaimana cara
melayani. Sebaik dan semutu apapun pelayanan kita, tetapi bila diberikan dengan
tidak rela, maka buah dan efektivitas pelayanan menjadi lain, yakni kurang baik.
Pelayanan yang murah hati tampak dalam pelayanan yang membebaskan.
Pelayanan yang membebaskan tampak dari buah pelayanan yang membawa orang
kepada suasana ringan, enak dan gembira. Entah bagaimana kehadiran kita
membuat orang lain merasa dibantu, dibebaskan dari belenggu atau tekanan
tertentu. Kehadiran dan pelayanan kita selalu dinantikan, diharapkan, dan