ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan konsep diri pada remaja tuna rungu di SLB-B Yayasan Penyelenggara Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak Tuna Rungu 1 (YP3ATR 1) Bandung. Peneliti menggunakan rancangan penelitian deskriptif dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode “Purposive Sampling”.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur konsep diri adalah Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang disusun oleh William H. Fitts (1965). Validitas alat ukur diuji dengan menggunakan uji analisis item Spearman Ro dan hasilnya berkisar 0,758 sampai 0,993 yang berarti semua itemnya dapat dapat dipakai. Untuk reliabilitas alat ukur menggunakan Alpha Cronbach dan hasilnya adalah 0,939 yang berarti alat ukur ini reliable.
Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka diperoleh hasil bahwa sebagian remaja tuna rungu di SLB-B YP3ATR 1 Bandung memiliki konsep diri positif yaitu 52% dan memiliki nilai yang tinggi dalam semua aspek konsep diri, yaitu aspek kritik diri 54%, aspek keyakinan diri 85%, aspek integritas diri 54%, dan aspek harga diri 100%. Sedangkan sebagian sisanya 48% memiliki konsep diri negatif dan memiliki nilai yang rendah dalam semua aspek konsep diri, yaitu aspek kritik diri 58%, aspek keyakinan diri 67%, aspek integritas diri 58%, dan aspek harga diri 100%.
Dari hasil pembahasan, maka disimpulkan bahwa sebagian remaja tunarungu di SLB-B YP3ATR 1 Bandung memiliki konsep diri yang positif dan sebagian lagi memiliki konsep diri negatif, yang berarti remaja tunarungu ada yang sudah memiliki pandangan, penilaian, dan keyakinan yang positif terhadap dirinya, tetapi ada pula yang belum memiliki pandangan, penilaian, dan keyakinan yang positif terhadap dirinya. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain seperti pengalaman, kompetensi dan aktualisasi diri.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugrah dan kemurahanNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Psikologi di Universita Kristen Maranatha Bnadung. Peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan sangat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Kendala-kendala selama penulisan skripsi ini dapat dilalui oleh peneliti karena mendapat dukungan dari berbagai pihak, karena itulah peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Sanusi Soesanto Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.
2. Bapak Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia memberikan waktu dan perhatiannya dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih pak, atas masukan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat selesai.
3. Ibu Kristin Rahmani S.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan waktu dan masukan-masukan berharga dan semangat kepada peneliti dalam mengerjakan skripsi ini.
5. Ibu Lie Fun Fun M. Psi., selaku dosen wali selama peneliti kuliah yang telah memberi semangat dan membantu lancarnya perkuliahan.
6. Ibu Aida, Bapak David, Bapak Alex, Ibu Eulis, dan Ibu Agustina selaku petugas perpustakaan yang telah membantu menyediakan buku-buku referensi dalam menyusun skripsi.
7. Ibu Idah, Ibu Nelly, Ibu Tress, Bapak Yudi, Bapak Widi, Bapak Juhara yang telah membantu dalam urusan akademik dan surat menyurat selama kuliah. 8. Bapak Priyono S.Pd., selaku Kepala Sekolah SLB-B YP3ATR I Bandung
yang telah memberi ijin, waktu, dan keramahannya yang sangat membantu kelancaran selama pengambilan data kepada peneliti.
9. Bapak Aep Saefullah S.Pd., selaku guru dan HUMAS SLB-B YP3ATR I Bandung yang telah memberi ijin, waktu, dan masukan yang berharga bagi peneliti dari mulai observasi awal sampai pelaksanaan pengambilan data. 10. Ibu Yeyet Ruyati S.Pd., selaku guru SLB-B YP3ATR I Bandung yang telah
memberi pinjaman buku-buku, memberi masukan yang berharga, dan kerjasamanya dalam membuat modifikasi alat ukur.
11. Adik-adik SMPLB DAN SMALB SLB-B Yayasan Penyelenggara Pendidikan dan Pengajaran Bagi Anak Tuna Rungu I Bandung yang telah bersedia meluangkan waktu dan membantu peneliti untuk menyelesaikan data penelitian.
13. Buat rekan guru-guru Bina Iman Anak Gereja Katolik Santo Mikael Bandung : Cie Anna, Cie Anie, Cie Silvia, Cie Fanny, Cie Kristin, serta adik-adik PIA : Lucy, Sherlinta, Herlina, Gabriela, Melisa, Hanna, Ely, Vina. Terima kasih untuk kerjasamanya, dukungan doa dan semangat serta penghiburan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi.
14. Rekan-rekan anggota Koor Santo Mikael Gereja Katolik Santo Mikael Bandung. Terima kasih untuk kerjasamanya dan dukungan doa serta semangat kepada peneliti dalam penyusunan skripsi.
15. Romo Francis Neri Soejiwo SS.CC., Romo F.X. Sri Waluyo SS.CC., Romo Agustinus Suwondo SS.CC. Terima kasih untuk dukungan doa dan semangat serta penghiburan kepada peneliti dalam menyusun skripsi.
16. Buat keluargaku tercinta : Papie, Mamie, adikku tercinta dan sepupuku buat bantuan, dukungan, doa, penghiburan, dan semangatnya supaya peneliti cepat menyelesaikan skripsi ini.
Bandung, Desember 2006
DAFTAR ISI
JUDUL BAGIAN DALAM --- i
LEMBAR PENGESAHAN --- ii
ABSTRAK --- iii
KATA PENGANTAR --- iv
DAFTAR ISI --- vii
DAFTAR TABEL --- xi
DAFTAR BAGAN --- xii
DAFTAR LAMPIRAN --- xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah --- 1
1.2. Identifikasi Masalah --- 9
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian --- 9
1.4. Kegunaan Penelitian --- 9
1.5. Kerangka Pikir --- 10
1.6. Asumsi Penelitian --- 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diri --- 19
2.1.1. Definisi dan Pengertian Konsep Diri --- 19
2.1.2.1. Teori-teori tentang Perkembangan konsep Diri --- 20
2.1.2.2. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan konsep Diri --- 23
2.1.3. Pembentukkan dan Isi Konsep Diri --- 24
2.1.4. Aspek-aspek Konsep Diri --- 25
2.1.5. Dimensi-dimensi Konsep Diri --- 27
2.1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri --- 33
2.1.7. Konsep Diri dan Kepribadian --- 33
2.1.8. Konsep Diri dan Tingkah Laku --- 34
2.1.9. Pengukuran Konsep Diri --- 36
2.2. Tunarungu --- 38
2.2.1. Pengertian Tunarungu --- 38
2.2.2. Karakteristik Tunarungu --- 38
2.2.3. Klasifikasi Tunarungu --- 39
2.2.4. Faktor Penyebab Tunarungu --- 41
2.2.5. Identifikasi Tunarungu --- 43
2.2.6. Dampak Ketunarunguan --- 45
2.3. Masa Remaja dan Perkembangan --- 49
2.3.1. Batasan Masa Remaja --- 49
2.3.2. Karakteristik Masa Remaja --- 50
2.3.3. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja --- 53
2.4. YP3ATR 1 --- 54
2.4.1. Sejarah Pendirian YP3ATR 1 --- 54
2.4.3. Kurikulum dan Kegiatan --- 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian --- 58
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi operasional --- 58
3.2.1. Variabel Penelitian --- 58
3.2.2. Definisi Operasional --- 58
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian --- 60
3.3.1. Populasi sasaran --- 60
3.3.2. Karakteristik populas --- 60
3.3.3. Teknik penarikan sampel --- 61
3.4. Alat Ukur --- 61
3.4.1. Jenis Alat Ukur --- 61
3.4.2. Prosedur Pengisian --- 61
3.4.3. Sistem Penilaian --- 62
3.4.4. Data Penunjang --- 67
3.5. Teknik Analisis --- 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Reponden Penelitian --- 69
4.1.1. Persentase Responden berdasarkan Jenis Kelamin --- 69
4.1.2. Persentase Responden berdasarkan Jenis Tunarungu --- 69
4.2.1. Persentase Konsep Diri Responden --- 70 4.2.2. Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Aspek Diri --- 70 4.2.3. Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Dimensi Konsep Diri ---- 72
4.2.3.1. Dimensi Eksternal --- 72 4.2.3.2. Dimensi Internal --- 72 4.2.4. Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Data Penunjang --- 73 4.2.4.1. Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Jenis Kelamin ---- 73 4.2.4.2. Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Jenis Tunarungu -- 73 4.3. Pembahasan Hasil Penelitian --- 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan --- 83 5.2. Saran --- 84
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. : Bobot Nilai Kuesioner --- 62
Tabel 3.2. : Interpretai Kritik Diri (SC) --- 63
Tabel 3.3. : Interpretasi Harga Diri (P) --- 64
Tabel 3.4. : Interpretai Integritas Diri (V) --- 65
Tabel 3.5. : Interpretasi Keyakinan Diri (D) --- 66
Tebel 4.1. : Gambaran responden berdasarkan Jenis Kelamin --- 69
Tabel 4.2. : Gambaran responden berdasarkan Jenis Tunarungu --- 69
Tabel 4.3. : Persentase Konsep Diri responden --- 70
Tabel 4.4. : Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Aspek Konsep Diri --- 71
Tabel 4.5. : Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Dimensi Eksternal --- 72
Tabel 4.6. : Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Dimensi Internal --- 72
Tabel 4.7 : Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Jenis Kelamin --- 73
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Tabel Karakteristik Responden Lampiran 2 : Tabel Skoring Kuesioner Konsep Diri
Lampiran 3 : Tabel Skoring Konsep Diri dan Aspek-aspek Konsep Diri Lampiran 4 : Tabel Skoring Dimensi Eksternal dan Internal Konsep Diri Lampiran 5 : Karakteristik Responden
Lampiran 6 : Persentase Konsep Diri dengan Data penunjang Lampiran 7 : Valiitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Lampiran 8 : Angket Identitas dan Data Penunjang
Tabel Karakteristik Responden Lampiran 1
Responden Nama Gender Usia Pendidikan Anak ke Agama Suku Bangsa Jenis Tuna Rungu Penyebab Tuna Rungu Pengobatan
1 A L 15 SMPLB 1 Islam Sunda - Jawa Tuli Campak Jerman Dokter
2 FM P 15 SMPLB 1 Islam Jawa Tuli Panas Tinggi Dokter
3 M P 14 SMPLB 1 Islam Sunda Kurang Dengar Panas Tinggi Tidak Pernah 4 MD P 15 SMPLB 1 Kristen Protestan WNI Keturunan Kurang Dengar Panas Tinggi Dokter 5 NR P 13 SMPLB 1 Islam Jawa Kurang Dengar Campak Jerman Tidak Pernah
6 NM P 13 SMPLB 1 Islam Sunda Tuli Jatuh Dokter
7 RS L 13 SMPLB 3 Islam Jawa Tuli Jatuh Dokter
8 AG L 15 SMPLB 1 Kristen Protestan Jawa Tuli Campak Jerman Dokter
9 FRG L 15 SMPLB 1 Islam Sunda Tuli Panas Tinggi Dokter
10 LW P 15 SMPLB 1 Islam Sunda Tuli Panas Tinggi Dokter
11 NAJ P 15 SMPLB 1 Islam Sunda Kurang Dengar Panas Tinggi Tidak Pernah 12 P P 15 SMPLB 1 Kristen Protestan Sunda Tuli Rubella Tidak Pernah
13 RGP P 16 SMPLB 1 Islam Sunda Tuli Campak Jerman Dokter
14 RA L 14 SMPLB 8 Islam Sunda Kurang Dengar Jatuh Dokter
15 SK P 14 SMPLB 2 Islam Jawa Tuli Campak Jerman Dokter
16 WTL P 14 SMPLB 2 Islam Jawa Kurang Dengar Campak Jerman Dokter
17 FAR L 14 SMPLB 1 Islam Jawa Kurang Dengar Rubella Alternatif
18 AMR L 17 SMALB 7 Islam Jawa Tuli Jatuh Alternatif
19 AC P 17 SMALB 1 Islam Jawa Kurang Dengar Panas Tinggi Alternatif 20 FRC L 17 SMALB 1 Islam Sunda Kurang Dengar Campak Jerman Dokter
21 HS L 17 SMALB 2 Islam Jawa Kurang Dengar Panas Tinggi Dokter
22 JCR P 15 SMALB 2 Islam Batak Tuli Campak Jerman Dokter
23 NK P 16 SMALB 1 Islam Sunda Tuli Campak Jerman Dokter
24 NKS P 17 SMALB 5 Islam Sunda Tuli Campak Jerman Dokter
Responden Masuk SLB sejak Tuna rungu sejak Memiliki banyak teman Kedekatan dengan teman Hubungan dengan saudara kandung Hubungan dengan orang tua
1 TK Lahir Ya Akrab Akrab Akrab
2 SMP Lahir Ya Akrab Akrab Akrab
3 TK Lahir Tidak Tidak Akrab Tidak Akrab Tidak Akrab
4 SD Lahir Ya Akrab Tidak Akrab Akrab
5 TK Lahir Ya Akrab Akrab Akrab
6 SMP TK Ya Akrab Akrab Akrab
7 TK Lahir Ya Tidak Akrab Tidak Akrab Tidak Akrab
8 TK Lahir Ya Ya Tidak Akrab Akrab
9 TK 8 bulan Ya Ya Akrab Akrab
10 TK Lahir Tidak Tidak Akrab Akrab Akrab
11 TK Lahir Ya Ya Akrab Akrab
12 TK Lahir Ya Ya Tidak Akrab Akrab
13 SD Lahir Ya Ya Akrab Akrab
14 TK TK Ya Ya Akrab Akrab
15 TK Lahir Ya Ya Akrab Akrab
16 TK Lahir Ya Ya Akrab Akrab
17 TK Lahir Ya Ya Akrab Akrab
18 TK Lahir Ya Tidak Akrab Akrab Akrab
19 SD TK Ya Tidak Akrab Akrab Akrab
20 TK Lahir Tidak Tidak Akrab Akrab Akrab
21 TK Lahir Ya Ya Akrab Akrab
22 SD Lahir Tidak Tidak Akrab Akrab Akrab
23 TK Lahir Ya Ya Akrab Akrab
24 TK Lahir Ya Tidak Akrab Akrab Akrab
Responden Yang menanamkan prinsip Kedekatan dengan keluarga ayah Kedekatan dengan keluarga ibu Yang berperan mengambil keputusan
1 Ibu Akrab Akrab Ibu
2 Orang tua Akrab Akrab Ayah
3 Orang tua Tidak Akrab Tidak Akrab Bersama
4 Orang tua Akrab Akrab Bersama
5 Orang tua Akrab Akrab Bersama
6 Orang tua Akrab Akrab Bersama
7 Ibu Akrab Tidak Akrab Bersama
8 Orang tua Akrab Akrab Bersama
9 Orang tua Akrab Akrab Bersama
10 Orang tua Tidak Akrab Akrab Ayah
11 Nenek-kakek Akrab Akrab Bersama
12 Orang tua Akrab Tidak Akrab Bersama
13 Ibu Tidak Akrab Akrab Ibu
14 Orang tua Akrab Akrab Ibu
15 Orang tua Tidak Akrab Akrab Bersama
16 Orang tua Tidak Akrab Tidak Akrab Ayah
17 Orang tua Akrab Akrab Bersama
18 Ayah Akrab Akrab Ibu
19 Paman Akrab Akrab Bersama
20 Ayah Akrab Akrab Ayah
21 Orang tua Akrab Akrab Ayah
22 Ibu Akrab Akrab Bersama
23 Orang tua Akrab Akrab Ayah
24 Ibu Tidak Akrab Akrab Bersama
Responden Masyarakat menerima Hubungan dengan sekitar Prestasi Keahlian Khusus Cita-cita Yang dilakukan untuk mencapai cita-cita
1 Ya Tidak Akrab Melukis Melukis Atlet Terus Berlatih
2 Ya Akrab Menari Menari Penari Terus Berlatih
3 Ya Tidak Akrab Tidak Ada Tidak Ada Penulis Banyak bertanya pada orang tua dan guru
4 Ya Akrab Juara Kelas Tidak Ada Belum Tahu Terus Berlatih
5 Ya Akrab Olahraga Olahraga Atlet Terus Berlatih
6 Ya Tidak Akrab Tidak Ada Tidak Ada Penari Tidak Ada
7 Tidak Tidak Akrab Tidak Ada Olahraga Atlet Banyak bertanya pada orang tua dan guru
8 Ya Akrab Juara Kelas Komputer Penulis Rajin Belajar
9 Ya Akrab Olahraga Olahraga Belum Tahu Tidak Ada
10 Ya Akrab Tidak Ada Olahraga Atlet Tidak Ada
11 Ya Akrab Juara Kelas Olahraga Atlet Banyak bertanya pada orang tua dan guru
12 Ya Tidak Akrab Juara Kelas Tidak Ada Belum Tahu Rajin Belajar
13 Tidak Tidak Akrab Juara Kelas Olahraga Atlet Terus Berlatih
14 Ya Akrab Olahraga Komputer Koki Rajin Belajar
15 Ya Tidak Akrab Tidak Ada Tidak Ada Atlet Tidak Ada
16 Ya Akrab Tidak Ada Tidak Ada Atlet Tidak Ada
17 Ya Akrab Olahraga Olahraga Atlet Rajin Belajar
18 Ya Akrab Olahraga Olahraga Atlet Rajin Belajar
19 Ya Akrab Juara Kelas Mebel Tukang mebel Rajin Belajar
20 Ya Akrab Tidak Ada Tidak Ada Sopir Taxi Tidak Ada
21 Ya Akrab Tidak Ada Tidak Ada Atlet Banyak bertanya pada orang tua dan guru
22 Ya Tidak Akrab Tidak Ada Tidak Ada Atlet Tidak Ada
23 Ya Tidak Akrab Olahraga Masak Atlet Banyak bertanya pada orang tua dan guru
24 Ya Akrab Olahraga Komputer Ahli Komputer Rajin Belajar
25 Tidak Tidak Akrab Tidak Ada Tidak Ada Belum Tahu Tidak Ada
Tabel Skoring Kuesioner Konsep Diri Lampiran 2
Responden SC P CA CB CC CD CE R1 R2 R3 V D Konsep Diri
1 25 244 52 54 44 49 45 78 89 77 50 87 N
2 24 302 54 69 51 65 63 109 102 91 47 146 P
3 31 344 51 74 76 76 67 116 117 111 53 143 P
4 13 199 47 45 36 38 33 55 82 62 51 113 N
5 23 270 51 53 50 61 55 89 92 89 37 99 N
6 27 270 53 59 50 54 54 76 111 83 65 137 N
7 18 260 49 49 59 68 35 94 85 81 73 113 N
8 20 230 50 48 35 49 48 69 86 75 57 128 N
9 24 214 39 48 50 42 35 68 77 69 28 102 N
10 24 293 55 58 51 69 60 89 110 94 58 101 P
11 34 356 77 62 67 75 75 117 126 113 44 138 P
12 20 177 36 42 32 33 34 55 60 62 41 134 N
13 21 297 55 62 55 66 59 90 105 102 62 132 P
14 17 299 57 60 45 66 71 88 115 96 66 160 P
15 22 228 48 42 44 47 47 71 79 78 59 105 N
16 27 246 49 49 48 53 47 83 82 81 44 71 N
17 19 267 64 55 45 63 40 91 91 75 47 104 N
18 31 340 60 67 54 88 71 112 121 107 70 133 P
19 18 303 59 68 51 67 58 98 110 95 39 115 P
20 28 251 39 57 53 50 52 81 95 75 62 135 N
21 19 351 69 66 70 83 63 110 129 112 54 162 P
22 19 309 59 65 59 64 62 99 120 90 55 146 P
23 27 297 61 59 53 72 52 85 120 92 87 142 P
24 14 313 51 66 63 72 61 99 120 94 72 155 P
25 28 292 75 47 54 59 57 88 112 92 76 182 P
Tabel Skoring Konsep Diri dan Aspek-Aspek Konsep Diri Lampiran 3
Responden Kritik Diri Nilai Positif Variabilitas Distribusi Konsep Diri 1 T R R R N 2 T T R T P 3 T T R T P 4 R R R T N 5 T R R R N 6 T R T T N 7 R R T R N 8 R R T T N 9 T R R R N 10 T T T R P 11 T T R T P 12 R R R T N 13 R T T T P 14 R T T T P 15 R R T R N 16 T R R R N 17 R R R R N 18 T T T T P 19 R T R R P 20 T R T T N 21 R T R T P 22 R T R T P 23 T T T T P 24 R T T T P 25 T T T T P
Tabel Skoring Dimensi Eksternal dan Internal Konsep Diri Lampiran 4
Responden Physical Self Moral-Ethical Self Personal Self Family Self Social Self Identity Self Judging Self Behavioral Self Nilai Positif Konsep Diri
1 N N N N N N R N R N
2 N P N P P P T P T P
3 N P P P P P T P T P
4 N N N N N N R N R N
5 N N N N P P R P R N
6 N P N N P N T N R N
7 N N P P N P R N R N
8 N N N N N N R N R N
9 N N N N N N R N R N
10 P P N P P P T P T P
11 P P P P P P T P T P
12 N N N N N N R N R N
13 P P P P P P T P T P
14 P P N P P N T P T P
15 N N N N N N R N R N
16 N N N N N N R N R N
17 P N N P N P R N R N
18 P P P P P P T P T P
19 P P N P P P T P T P
20 N P P N N N R N R N
21 P P P P P P T P T P
22 P P P P P P T P T P
23 P P P P N N T P T P
24 P P P P P P T P T P
Lampiran 5
Karekteristik Responden
Usia Jumlah Responden %
13 3 12
14 5 20
15 9 36
16 2 8
17 5 20
18 1 4
Total 25 100%
Pendidikan Jumlah Responden %
SMPLB 17 68% SMALB 8 32%
Total 25 100%
Penyebab Tuna Rungu Jumlah Responden %
Rubella 2 8%
Campak Jerman 11 44% Panas Tinggi 8 32%
Jatuh 4 16%
Total 25 100%
Pengobatan Jumlah Responden %
Dokter 18 72% Alternatif 3 12% Tidak Pernah 4 16%
Lampiran 6
Persentase Konsep Diri dengan Data Penunjang
Tabel lampiran 6.1
Konsep Masuk SLB Sejak Total Diri TKLB SDLB SMPLB
Positif 9 3 1 13 36% 12% 4% 52%
10 1 1 12
Negatif
40% 4% 4% 48%
Total 19 4 2 25 76% 16% 8% 100%
Tabel lampiran 6.2
Konsep Tuna Rungu Sejak Total Diri Lahir 8 Bulan TK Positif 11 0 2 13
44% 0% 8% 52%
10 1 1 12
Negatif
40% 4% 4% 48% Total 21 1 3 25
84% 4% 12% 100%
Tabel lampiran 6.3
Konsep Hubungan dengan orang tua Total Diri Akrab Tidak Akrab
Positif 12 0 12
48% 0% 48%
11 2 13
Negatif
44% 8% 52%
Total 23 2 25 92% 8% 100%
Tabel lampiran 6.4
Konsep Hubungan dengan saudara kandung Total Diri Akrab Tidak Akrab
Positif 12 1 13
48% 4% 52%
8 4 12
Negatif
32% 16% 48% Total 20 5 25
Tabel lampiran 6.5
Konsep Kedekatan dengan Keluarga pihak Ayah Total Diri Akrab Tidak Akrab Positif 9 4 13
36% 16% 52%
10 2 12
Negatif
40% 8% 48% Total 19 8 25
76% 24% 100%
Tabel lampiran 6.6
Konsep Kedekatan dengan keluarga pihak Ibu Total Diri Akrab Tidak Akrab
Positif 12 1 13
48% 4% 52%
9 3 12
Negatif
36% 12% 48% Total 21 4 25
84% 16% 100%
Tabel lampiran 6.7
Konsep Yang berperan mengambil keputusan Total Diri Ibu saja Ayah saja Bersama
Positif 3 4 6 13
12% 16% 24% 52%
1 2 9 12
Negatif
4% 8% 36% 48% Total 4 6 15 25
16% 24% 60% 100%
Tabel lampiran 6.8
Konsep Memiliki banyak teman Total Diri Ya Tidak Positif 10 3 13
40% 12% 52%
11 1 12
Negatif
44% 4% 48% Total 21 4 25
Tabel lampiran 6.9
Konsep Kedekatan dengan teman Total Diri Akrab Tidak Akrab Positif 6 6 12
24% 24% 48%
10 3 13
Negatif
40% 12% 52% Total 16 9 25
64% 36% 100%
Tabel lampiran 6.10
Konsep Penerimaan Masyarakat Total Diri Ya Tidak
Positif 11 4 15
44% 16% 60%
9 1 10
Negatif
36% 4% 40%
Total 20 5 25 80% 20% 100%
Tabel lampiran 6.11
Konsep Hubungan dengan sekitar Total Diri Akrab Tidak Akrab
Positif 8 5 13
32% 20% 52%
7 5 12
Negatif
28% 20% 48%
Total 15 10 25 60% 40% 100%
Tabel lampiran 6.12
Konsep Yang menenamkan prinsip hidup Total Diri Ibu Ayah Paman Nenek-Kakek Orang tua
Positif 3 2 1 1 6 13
12% 8% 4% 4% 24% 52%
2 1 0 0 9 12 Negatif
8% 4% 0% 0% 36% 48% Total 5 3 1 1 15 25
Tabel lampiran 6.13
Konsep Prestasi Total Diri Melukis Menari Juara Kelas Olah Raga Tidak Ada
Positif 0 1 3 4 5 13 0% 4% 12% 16% 20% 52%
1 0 3 3 5 12
Negatif
4% 0% 12% 12% 20% 48% Total 1 1 6 7 10 25
4% 4% 24% 28% 40% 100%
Tabel lampiran 6.14
Konsep Keahlian khusus Total Diri Melukis Menari Komputer Olah Raga Mebel Masak Tidak Ada
Positif 0 1 2 4 1 1 4 13
0% 4% 8% 16% 4% 4% 16% 52%
1 0 1 4 0 0 6 12 Negatif
4% 0% 4% 16% 0% 0% 24% 48% Total 1 1 3 7 1 1 10 25
4% 4% 12% 32% 4% 4% 40% 100%
Tabel lampiran 6.15
Konsep Cita - Cita Total
Diri Atlet Penari Penulis Koki
Tukang Mebel Sopir Taxi Ahli Komputer Belum Tahu Positif 7 1 1 1 1 0 1 1 13
28% 4% 4% 4% 4% 0% 4% 4% 52% 6 1 1 0 0 1 0 3 12 Negatif
24% 4% 4% 0% 0% 4% 0% 12% 48% Total 13 2 2 1 1 1 1 4 25
52% 8% 8% 4% 4% 4% 4% 16% 100%
Tabel lampiran 6.16
Konsep Yang dilakukan untuk mencapai cita-cita Total Diri Terus berlatih Rajin belajar Banyak bertanya Tidak Ada
Positif 2 4 4 3 13
8% 16% 16% 12% 52%
3 3 1 5 12
Negatif
12% 12% 4% 20% 48% Total 5 7 5 8 25
Tabel lampiran 6.17
Konsep Kepuasan dengan yang dilakukan untuk mencapai cita-cita Total Diri Puas Tidak Puas
Positif 8 5 13
32% 20% 52%
5 7 12
Negatif
20% 28% 48%
Lampiran 7
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
● Validitas
Validitas alat ukur bersifat factorial validity, yaitu untuk mengetahui apakah pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam kuesioner telah benar-benar dapat memenuhi fungsinya untuk mengukur factor-faktor yang dimaksudkan. Untuk tujuan tersebut diadakan uji analisa item dengan menggunakan Spearman Ro (rs) kemudian kriteria yang digunakan untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien korelasi adalah kriteria dari Cronbach (dalam Masri Singarimbun & Sofian Effendi, 1989) sebagai berikut :
rs < 0,2 maka item dibuang 0,2 ≤ rs ≥ 0,4 maka item direvisi
rs > 0,4 maka item dipakai
Setelah dilakukan analisa maka diketahui bahwa validitas alat ukur ini berkisar antara 0,758 – 0,993.
ITEM VALIDITAS KETERANGAN
61 0,966 dipakai
62 0,951 dipakai
63 0,970 dipakai
64 0,952 dipakai
65 0,910 dipakai
66 0,968 dipakai
67 0,967 dipakai
68 0,957 dipakai
69 0,947 dipakai
70 0,846 dipakai
71 0,872 dipakai
72 0,862 dipakai
73 0,969 dipakai
74 0,878 dipakai
75 0,858 dipakai
76 0,862 dipakai
77 0,855 dipakai
78 0,921 dipakai
79 0,923 dipakai
80 0,946 dipakai
81 0,916 dipakai
82 0,970 dipakai
83 0,820 dipakai
84 0,898 dipakai
85 0,943 dipakai
86 0,950 dipakai
87 0,933 dipakai
88 0,776 dipakai
89 0,875 dipakai
90 0,876 dipakai
91 0,904 dipakai
92 0,817 dipakai
93 0,819 dipakai
94 0,853 dipakai
95 0,850 dipakai
96 0,828 dipakai
97 0,856 dipakai
98 0,853 dipakai
99 0,975 dipakai
100 0,850 dipakai
● Validitas
Reliabilitas alat ukur di uji dengan ‘Alpha Cronbach’. Tolok ukur untuk menafsirkan tingi rendahnya derajat reliabilitas alat ukur juga berdaarkan tolok ukur dari Cronbach, yaitu jika r ≥ 0,6 berarti alat ukur yang disusun reliabel. Pengujian reliabilita alat ukur menggunakan Spearman Ro (rs) dengan SPSS 11.5.
Lampiran 8
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini, kami meminta kesediaan saudara agar berkenan menyediakan waktu untuk mengisi angket yang nanti akan kami berikan.
Angket ini disusun dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan untuk tugas akhir menyelesaikan studi Strata 1 di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Adapun penelitian yang kami ambil adalah “Survei Mengenai Konsep Diri Pada Remaja Tuna Rungu di SLB-B YP3ATR 1
Bandung”.
Sesuai dengan maksud tersebut diatas, kami memberikan satu jenis angket yang perlu saudara isi sesuai dengan keadaan atau pendapat saudara sendiri. Dalam hal ini jawaban saudara tidak ada yang salah, semua jawaban adalah benar.
Isilah angket yang diberikan dengan membaca petunjuk cara pengisisan sebaik-baiknya dan usahakanlah jangan ada satu nomor yang terlewati.
Atas bantuan dan kerjasama anda, kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
DATA PENUNJANG
# DATA PRIBADI
1. Nama (Inisial) : __________________________________________ 2. Jenis kelamin : laki-laki / perempuan
3. Anak ke : ______ 4. Usia : ______ tahun
5. Kelas : ________
6. Agama : __________________________________________ 7. Suku bangsa : __________________________________________ 8. Tunarungu sejak : a. lahir c. usia SD e. ________
b. usia TK d. usia SLTP
9. Jenis tunarungu : a. tuli b. kurang dengar 10. Masuk SLB sejak : a. TK c. SLTP
b. SD d. ________
11. Penyebab tunarungu : a. Rubella c. Panas tinggi e. ____ b. Campak Jerman d. Jatuh / kecelakaan
12. Apakah anda pernah melakukan pengobatan ? A. PERNAH, seperti : a. Dokter
b. Alternatif (pijat)
c. ________
B. TIDAK PERNAH
13. Apakah anda memiliki banyak teman? A. Ya B. Tidak
14. Bagaimana hubungan kedekatan dengan teman ? A. Akrab B. Tidak Akrab 15. Bagaimana hubungan kedekatan dengan saudara kandung ?
A. Akrab B. Tidak Akrab
16. Bagaimana hubungan kedekatan dengan keluarga ayah ? A. Akrab B. Tidak Akrab
17. Bagaimana hubungan kedekatan dengan keluarga ibu ? A. Akrab B. Tidak Akrab
18. Siapakah yang menanamkan prinsip-prinsip hidup kepada anda ?
19. Siapakah yang berperan mengambil keputusan ?
A. Ayah saja B. Ibu saja C. Bersama 20. Apakah masyarakat disekitar dapat menerima anda ?
A. Ya B. Tidak
21. Bagaimana hubungan anda dengan orang lain disekitar anda ? A. Akrab B. Tidak Akrab
22. Apakah anda pernah berprestasi : A. Ya, sebutkan : _______ B. Tidak Ada
23. Apakah anda memiliki keahlian khusus ? A. YA, seutkan : _______ B. Tidak Ada
24. Apakah cita-cita anda ? ____________________________ 25. Apakah yang anda lakukan untuk mencapai cita-cita tersebut ?
A. Terus Berlatih B. Rajin Belajar
C. Banyak bertanya pada orang tua dan guru D. Tidak Ada
Lampiran 9
TENNESSEE SELF CONCEPT SCALE (TSCS)
Pernyataan-pernyataan berikut adalah untuk membantu saudara menggambarkan diri sendiri sebagaimana saudara melihat diri saudara sendiri. Jawablah pernyataan-pernyataan itu seakan-akan saudara sedang menggambarkan diri sendiri sebagaimana adanya.
Jawablah dengan spontan sesuai respon pertama saudara. Jangan melewati satu nomor-pun. Bacalah setiap pernyataan baik-baik, lalu pilihlah salah satu jawaban dari lima (5) pilihan jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda silang (X) pada kotak yang tersedia. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri saudara dan bukan apa yang menurut saudara paling benar. Keterangan yang saudara berikan bersifat rahasia dan hanya akan digunakan oleh peneliti.
Arti dari lima pilihan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : JAWABAN : 1. SAMA SEKALI TIDAK SESUAI
2. SEBAGIAN BESAR TIDAK SESUAI
3. SEBAGIAN TIDAK SESUAI, SEBAGIAN SESUAI
4. SEBAGIAN BESAR SESUAI
NO P E R N Y A T A A N 1 2 3 4 5
1. Tubuh saya sehat
2. Saya senang jika tampak manis dan rapi sepanjang hari
3. Saya seorang yang menarik
4. Badan saya sering sakit
5. Saya merasa tidak rapi dalam berpakaian
6. Saya merasa sering sakit
7. Saya tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus 8. Saya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek 9. Saya menyukai kondisi fisik saya sebagaimana
adanya sekarang
10. Saya merasa tidak sesehat seperti yang seharusnya
11. Saya ingin memperbaiki beberapa bagian tubuh saya 12. Saya harus menarik bagi orang lain 13. Saya menjaga kesehatan tubuh saya dengan baik
14. Saya lebih sering merasa segar (fit) 15. Saya menjaga penampilan saya sebaik-baiknya
16. Saya kurang mampu dalam berolah raga
17. Saya sering merasa gugup
18. Saya tidak dapat tidur nyenyak
19. Saya seorang yang dapat tenggang rasa
20. Saya taat dalam menjalankan perintah agama
21. Saya seorang yang jujur
22. Saya kurang mampu melaksanakan aturan-aturan agama
23. Saya orang yang jahat
24. Saya bermoral rendah
25. Saya senang dengan tingkah laku saya 26. Saya mematuhi ajaran agama tanpa dipaksa
27. Saya merasa senang dengan hubungan saya dengan Tuhan
28. Saya berharap dapat lebih dipercaya 29. Saya harus lebih rajin beribadah
30. Saya tidak boleh berbohong
31. Saya taat beragama dalam kehidupan saya sehari-hari 32. Saya melakukan apa yang benar setiap saat
33. Jika saya melakukan kesalahan maka saya tidak akan mengulanginya
34. Saya menggunakan cara-cara yang tidak jujur agar dapat berhasil
35. Saya melakukan hal-hal yang jelek
36. Saya sulit untuk melakukan hal-hal yang benar
37. Saya orang yang gembira
NO P E R N Y A T A A N 1 2 3 4 5
39. Saya orang yang tenang dan santai
40. Saya orang yang pembenci
41. Saya orang yang tidak berarti
42. Saya mudah kehilangan akal
43. Saya merasa senang dengan keadaan saya 44. Saya orang yang cukup terampil
45. Saya seramah seperti yang seharusnya
46. Saya bukanlah orang seperti yang saya inginkan
47. Saya menyia-nyiakan diri sendiri
48. Saya berharap tidak mudah menyerah
49. Saya selalu dapat menjaga diri dalam situasi apa saja
50. Saya mudah menyelesaikan masalah
51. Saya dapat bertanggung jawab atas kesalahan saya 52. Saya sering mengubah pendirian saya 53. Saya melakukan sesuatu dengan ceroboh
54. Saya mudah menyerah pada masalah (putus asa)
55. Keluarga saya akan membantu dalam mengatasi masalah
56. Saya orang yang penting bagi teman-teman dan keluarga saya
57. Saya seorang anggota keluarga yang bahagia 58. Keluarga saya tidak menyayangi saya
59. Teman-teman saya tidak percaya kepada saya
60. Saya merasa bahwa keluarga tidak mempercayai saya 61. Saya senang dengan hubungan keluarga saya
62. Saya memperlakukan orang tua saya sebagaimana mestinya
63. Saya memahami keluarga saya dengan baik
64. Saya mudah tersinggung oleh komentar dari keluarga saya
65. Saya seharus lebih mempercayai keluarga saya 66. Saya harus lebih mencintai keluarga saya
67. Saya mencoba berkata jujur terhadap teman-teman dan keluarga saya
68. Saya membantu tugas dirumah
69. Saya menaruh perhatian sungguh-sungguh terhadap keluarga saya
70. Saya sering bertengkar dengan keluarga saya 71. Saya tidak lagi melawan orang tua
NO P E R N Y A T A A N 1 2 3 4 5
73. Saya orang yang suka berteman
74. Saya populer dikalangan wanita
75. Saya populer dikalangan pria
76. Saya marah pada seluruh dunia
77. Saya tidak tertarik pada hal-hal yang dilakukan oleh orang lain
78. Saya sukar berteman
79. Saya orang yang ramah
80. Saya merasa senang dengan cara saya memperlakukan orang lain
81. Saya senang dengan tingkah laku saya yang berusaha menyenangkan orang lain
82. Saya dapat lebih sopan dari orang lain 83. Menurut orang lain saya tidak baik
84. Saya seharusnya bergaul lebih baik dengan orang lain 85. Saya mencoba mengerti / mengetahui pendapat orang
lain
86. Saya melihat segi-segi yang baik dalam diri semua orang yang saya cintai
87. Saya bergaul baik dengan orang lain
88. Saya merasa tidak nyaman bergaul dengan orang lain
89. Saya tidak mudah memafkan orang lain 90. Saya merasa sulit berbicara dengan orang lain
91. Saya tidak selalu berterus terang 92. Saya berpikir hal-hal yang terlalu jelek untuk dikatakan 93. Saya menjadi marah tanpa alasan yang jelas
94. Kalau saya sedang sakit, saya mudah menjadi marah 95. Saya tidak suka pada semua orang yang saya kenal
96. Saya suka bergosip
97. Saya tertawa pada lelucon yang jorok 98. Saya merasa ingin memaki orang lain
99. Saya lebih suka menang daripada kalah dalam suatu permainan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja
yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja dianggap sebagai individu yang hampir dewasa
dan berada diambang perbatasan untuk memasuki dunia orang dewasa, karena itu
pada masa remaja seorang individu dituntut untuk meninggalkan sifat
kekanak-kanakan seperti sifat manja dan mulai untuk mengembangkan perspektif kearah
masa depan seperti mempunyai cita-cita yang sudah realistik. Bila diamati pada
masa remaja terjadi perubahan baik secara fisik, perasaan, cara pandang dan cara
menilai dirinya sendiri atau yang dikenal dengan istilah konsep diri (Fitts, 1971).
Konsep diri tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil proses
pembentukan yang berlangsung sejak masa kanak-kanak berdasarkan pengolahan
dari pengalaman yang didapat oleh individu melalui interaksinya dengan
lingkungan.
Proses perkembangan konsep diri membutuhkan suatu kondisi yang ideal
agar konsep diri dapat berkembang ke arah positif. Kondisi ideal yang diperlukan
seperti keutuhan atau hubungan keluarga yang harmonis, lingkungan sekolah yang
nyaman, teman sebaya yang baik (teman merupakan tempat remaja lebih banyak
mencurahkan isi hati baik di saat senang maupun sedih) dan adanya usaha dari
pihak sekolah untuk membantu mengembangkan kemampuan remaja dalam
2
bidang-bidang tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing. Hal ini
sesuai dengan Fitts (1971) yang mengungkapkan bahwa pembentukan konsep diri
pada masa remaja melibatkan identifikasi dengan orang lain, khususnya orang
yang dekat dengannya, seperti orang tua, guru, dan teman sebaya. Sejalan dengan
kondisi ideal diatas dalam proses pembentukan konsep diri terdapat hal-hal yang
mempengaruhinya, yaitu pengalaman interpersonal yang menghasilkan perasaan
positif dan dinilai berharga, kemampuan yang diakui oleh individu dan orang lain
serta aktualisasi diri atau pelaksanaan dan perwujudan dari potensi yang
dimilikinya.
Begitu pula pada remaja tunarungu, gambaran diri yang dimiliki remaja
tunarungu pada saat ini merupakan hasil pembentukan yang berlangsung sejak
masa kanak-kanak yang dipengaruhi oleh interaksi remaja tunarungu dengan
keluarga, lingkungan sekitar, teman, dan sekolah sehingga remaja tunarungu
memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkannya. Tidak berbeda
dengan remaja normal, remaja tunarungu yang memiliki konsep diri positif
diharapkan akan memiliki penerimaan yang tinggi terhadap keadaan diri,
memiliki keyakinan atau kepercayaan diri yang positif. Hal seperti ini dapat
membawa banyak manfaat bagi remaja tunarungu, misalnya mampu bersosialisasi
dengan baik terhadap lingkungan, mampu menghadapi persaingan, dan mampu
memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Semakin positif konsep diri individu
maka semakin positif juga pandangannya tentang orang lain (Fitts, 1971).
Sedangkan remaja tunarungu yang memiliki konsep diri negatif tidak dapat
3
merasa rendah diri, dan hal ini tentunya akan menghambat proses perkembangan
diri remaja tunarungu, misalnya menarik diri dari pergaulan karena merasa malu,
merasa dirinya tidak berguna karena tidak mengenal dan mengembangkan
potensi-potensi yang dimilikinya.
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari, remaja tunarungu tidak dapat
menerima stimulus dari lingkungan dengan menggunakan indera pendengar
karena melalui indera pendengaran individu dapat menangkap dan menyadari
suara-suara disekelilingnya, seperti suara orang berbicara, suara musik, suara air
mengalir, suara hewan, dan suara-suara lainnya. Secara psikologis suara-suara
akan memberikan rasa aman pada individu dan merasa adanya kontak yang
terus-menerus dengan orang dan benda yang berada disekelilingnya namun hal ini tidak
dapat dirasakan oleh remaja tunarungu. Pendengaran juga merupakan media untuk
berkomunikasi secara lisan, karena dapat mendengar dan mengerti pesan yang
disampaikan pembicara, dapat menerima berbagai informasi baik tentang hal-hal
yang terjadi di sekitar kita ataupun kejadian-kejadian yang jauh dari tempat kita,
yang dapat diketahui dari melalui radio, televisi, dan sebagainya.
Ketunarunguan dapat disebabkan oleh kelainan kromosom, infeksi, tulang
tengkorak yang retak, mendengar suara yang keras, saat hamil ibu terkena virus
rubella yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan bicara dan bahasanya
karena tidak dapat mendengar sehingga remaja tunarungu mengalami kesulitan
untuk mengungkapkan pikiran dan keinginannya melalui ucapan atau bicara
(Somad, 1996). Pemahaman bahasanya sangat terbatas, sehingga mengalami
4
berfungsinya pendengaran, remaja tunarungu kurang dapat menguasai atau
memahami hal-hal yang tidak terdengar olehnya karena remaja tunarungu
berusaha memahami lingkungan melalui penglihatannya. Dengan demikian
pemahaman terhadap lingkungan menjadi lebih sempit dibandingkan individu
yang mendengar. Remaja tunarungu memiliki kekakuan karakteristik, egois,
kurang kreatif, kurang dapat mengontrol diri, impulsif, sugesti, dan kurang dapat
berempati (Meadow 1975, dalam Kirk 1979).
Remaja tunarungu mengalami kerentanan secara psikologis yaitu
pengembangan potensi remaja tunarungu yang tidak berkembang, kurang percaya
diri, cenderung sensitif sehingga terasing dari lingkungannya, tertutup, mudah
curiga, memiliki mekanisme pertahanan diri yang kuat, tidak puas, timbul inner
conflict dalam dirinya dan self-centered (Gamayanti, dalam Harian Umum Suara Merdeka 1 April 2004). Apabila hal tersebut berlanjut maka akan mempengaruhi
konsep diri remaja tunarungu, yaitu bagaimana remaja tunarungu menerima
cacatnya dan memahami diri beserta kekurangan dan kelebihannya, serta
menganggap diri berarti. Dampak psikologis yang negatif ini akan menyebabkan
menurunnya konsep diri remaja tunarungu ke arah negatif sehingga untuk
memperbaikinya perlu dukungan dari lingkungan dan kesadaran diri remaja
tunarungu sendiri untuk lebih dapat memahami dan menerima keadaan dirinya.
Dalam kompleks SLB-B terdapat dua YP3ATR, yaitu YP3ATR I
menangani anak-anak yang murni tunarungu, sedangkan YP3ATR II menangani
anak-anak tunarungu plus cacat yang yang lain (seperti tunarungu dan tunanetra,
5
guru SLB-B YP3ATR I Bandung, orang tua rata-rata sudah dapat menerima
bahwa anak mereka menderita tuna rungu, karena dapat terlihat dari peran serta
orang tua dalam kegiatan sekolah dan dalam memperhatikan pendidikan remaja
tunarungu sehingga mereka dapat mengetahui kemampuan dan dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki anak-anak tersebut secara optimal. Secara
fisik sangat sulit untuk membedakan anak yang tuli dan kurang dengar, tetapi
dapat diketahui ketika melihat reaksi mereka bila mendengar panggilan nama.
Pada umumnya mengajar remaja tunarungu tidak berbeda jauh dengan mengajar
remaja yang normal, mungkin kesulitan yang dialami adalah dalam menjelaskan
maksud atau makna dari suatu kata, karena remaja tunarungu membutuhkan
penjelasan yang lebih mendetail hingga remaja tunarungu mengerti perbedaan
kata yang satu dengan kata yang lain, hal ini dikarenakan terhambatnya
perkembangan bicara dan bahasa yang mereka miliki.
SLB-B YP3ATR I Bandung memberikan kesempatan kepada remaja
tunarungu untuk mengembangkan diri seperti memberikan keterampilan untuk
bekerja sehingga mereka aka merasa lebih berharga, mampu untuk menilai
dirinya, merasa didukung serta diterima oleh lingkungan, dan pada akhirnya akan
mempengaruhi konsep diri mereka. Pengalaman yang diberikan di SLB-B
YP3ATR I tidak selalu dapat membentuk konsep diri positif karena hal tersebut
bukan saja dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh dari sekolah namun dari
lingkungan sekitar dan keluarga, serta dipengaruhi juga oleh kompetensi dan
aktualisasi diri yaitu bila tidak disertai dengan penerimaan diri remaja tunarungu
6
membentuk konsep diri yang negatif. Diharapkan dari pendidikan di SLB-B
YP3ATR I remaja tunarungu dapat memiliki bekal keterampilan atau keahlian
khusus untuk menjalani hidupnya sehingga mereka akan merasa dirinya lebih
berharga, mandiri, dan dapat diterima oleh lingkungannya dengan kekurangan
yang dimilikinya sehingga diharapkan akan memiliki konsep diri yang positif.
Dari hasil survei awal dengan remaja tunarungu di YP3ATR I Bandung
terungkap bahwa JC seorang remaja tunarungu anak ke-2, tunarungu sejak TK
merasa bahwa dirinya tidak menarik termasuk penampilan fisiknya, merasa
kurang dapat memahami orang lain sehingga merasa menyesal menjadi remaja
tunarungu yang mengakibatkan mudah menyerah bila menghadapi suatu masalah,
merasa tidak bangga dengan kemampuan yang dimilikinya walaupun pernah
berprestasi dalam pertandingan olah raga, hubungan dengan orang tua dan saudara
kandung juga kurang akrab, merasa tidak nyaman bila berada bersama-sama
dengan orang yang normal, oleh karena itu selalu berhati-hati ketika bergaul
dengan orang lain terutama dengan orang yang normal. Dari pernyataan di atas
JC menilai dan memandang dirinya secara negatif, penghayatan diri JC
memungkinkan pembentukkan konsep diri yang negatif.
Begitu pula dengan A seorang remaja tunarungu merupakan anak ke-5,
tuna rungu sejak lahir walaupun bangga dengan kemampuan yang dimiliki dalam
bidang olah raga, tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah, berusaha
tidak selalu mengalah terhadap saudara-saudaranya yang normal, tapi merasa
dirinya tidak menarik termasuk penampilan fisiknya, merasa menyesal menjadi
7
dirinya tidak berguna, merasa bahwa orang tuanya tidak dapat menerima keadaan
dirinya sehingga hubungan dengan orang tua menjadi kurang akrab, merasa
kurang nyaman bila berada bersama-sama dengan orang yang normal sehingga
selalu bersikap hati-hati ketika bergaul dengan orang lain terutama dengan orang
yang normal. Dari pernyataan di atas A juga menilai dan memandang dirinya
secara negatif, sehingga penghayatan diri seperti ini dapat membentuk konsep diri
yang negatif.
Lain lagi menurut JA seorang remaja tunarungu anak ke-1, tunarungu
sejak TK, merasa menyesal karena menjadi seorang tunarungu, walaupun merasa
bahwa dirinya tidak menarik karena tunarungu tapi merasa cukup percaya diri
dengan penampilan fisiknya. JA bangga dengan kemampuan yang dimiliki dan
pernah meraih prestasi dibidang model dan tidak mudah menyerah dalam
menghadapi suatu masalah, bila berada di rumah berusaha untuk tidak selalu
mengalah terhadap adiknya yang normal, walaupun tidak merasa nyaman bila
berada bersama dengan orang-orang normal tapi mudah untuk bergaul dengan
siapapun, merasa bahwa orang tuanya tidak malu memiliki anak yang tunarungu
sehingga hubungan merka menjadi akrab. Dari pernyataan di atas JA memandang
dan menilai dirinya positif, sehingga penghayatan seperti ini akan membentuk
konsep diri yang positif.
Begitu pula dengan HS seorang remaja tunarungu merupakan anak ke-2,
tunarungu sejak lahir, merasa walaupun tunarungu tapi tetap percaya diri, merasa
tidak menyesal menjadi seorang yang tunarungu, merasa bangga dengan
8
tidak mudah menyerah dalam menghadapi suatu masalah, berusaha untuk tidak
selalu mengalah terhadap saudara-saudaranya yang normal, tapi merasa bahwa
memiliki tubuh yang terlalu kurus, merasa kurang nyaman bila berada bersama
dengan orang yang normal sehingga selalu bersikap selalu hati-hati bila bergaul
dengan orang lain walaupun demikian tetap bergaul dengan teman-temannya yang
normal di rumah. Dari pernyataan di atas, HS memandang dan menilai dirinya
secara positif, sehingga penghayatan seperti ini menunjukkan bahwa HS memiliki
konsep diri yang positif.
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka ada remaja tunarungu yang
memandang dan menilai dirinya sebagai remaja tunarungu yang diterima,
disayangi oleh keluarga, berarti bagi lingkungan keluarga maupun lingkungan
sosial, menghayati dirinya memiliki kelebihan dibanding remaja lainnya, merasa
dirinya cukup pintar, merasa tampan atau cantik, cukup berprestasi, pintar
bergaul, memiliki keyakinan diri atau kepercayaan diri yang tinggi sehingga
mereka memiliki konsep diri yang positif sehingga mampu menghadapi
persaingan serta mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Tetapi ada pula
remaja tunarungu yang merasa dirinya tidak berarti, baik dalam lingkungan
keluarga maupun dalam lingkungan sosial, tidak disayang, memiliki kekurangan
dibandingkan remaja lainnya, merasa tidak tampan atau cantik, merasa tidak
pintar, memandang orang lain selalu dapat melakukan yang lebih baik dari
dirinya, memiliki keyakinan diri atau rasa percaya diri yang rendah sehingga
9
tunarungu menarik diri dari pergaulan karena merasa malu, merasa dirinya tidak
berguna, serta merasa rendah diri.
Berdasarkan fakta diatas maka peneliti merasa tertarik ingin mengetahui
lebih lanjut bagaimana konsep diri pada remaja tunarungu di SLB-BYP3ATR I
Bandung.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Pada penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran konsep diri
remaja tunarungu di SLB-B YP3ATR I Bandung.
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Maksud penelitian
Untuk mengetahui gambaran tentang konsep diri remaja tunarungu di
SLB-B YP3ATR I Bandung.
1.3.2. Tujuan penelitian
Untuk memperoleh gambaran yang mendalam dan rinci tentang konsep
diri remaja tunarungu.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
1.4.1. Kegunaan teoritis
● Memberi masukan bagi peneliti lain yang ingin mengetahui atau meneliti
10
● Memberikan informasi dalam bidang psikologi perkembangan yang
berkaitan dengan konsep diri remaja tunarungu.
1.4.2. Kegunaan praktis
● Memberi informasi mengenai konsep diri kepada tunarungu dalam rangka
meningkatkan keyakinan diri dan sikap optimis dalam bergaul, juga
pengembangan diri remaja tunarungu secara optimal..
● Memberi informasi bagi guru SLB-B YP3ATR yang dapat dijadikan
umpan balik untuk merencanakan program selanjutnya dalam usaha
mengembangkan konsep diri yang positif pada remaja tunarungu.
1.5. KERANGKA PIKIR
Masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan dimana seseorang
mulai memikirkan tentang cita-cita, harapan, dan keinginan-keinginannya, tetapi
sekaligus yang paling membingungkan karena mulai mengintegrasikan antara
keinginan diri dan keinginan orang-orang disekitarnya. Menurut Hurlock (1980)
ciri-ciri masa remaja adalah sebagai periode yang penting, sebagai periode
peralihan, sebagai periode perubahan, sebagai usia bermasalah, sebagai masa
mencari identitas, sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, sebagai masa yang
tidak realistik, dan sebagai ambang masa dewasa.
Tidak semua remaja memiliki panca indera yang dapat berfungsi dengan
baik, diantaranya adalah remaja tunarungu. Remaja tunarungu mengalami
11
suara yang berasal dari lingkungan sekitar. Menurut Moores (1978, dalam Kirk
1979) tunarungu di klasifikasikan menjadi dua jenis yaitu deaf (tuli) dan hard of
hearing (kurang dengar). Orang yang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO (International Standard
Organization) atau lebih sehingga tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar.
Orang yang kurang dengar adalah seseorang yang kehilangan kemampuan
mendengar pada tingkat 35 dB sampai 69 dB ISO sehingga mengalami kesulitan
untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa
atau dengan alat bantu mendengar.
Fitts mendefinisikan konsep diri sebagai diri yang diobservasi, dialami
dan dinilai oleh individu itu sendiri. Konsep diri tidak dibawa sejak lahir
melainkan merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya
terutama dengan keluarga. Menurut Taylor (dalam Fitts 1971 : 28) mengatakan
bahwa konsep diri muncul pada usia enam atau tujuh bulan dan akan terus
berkembang seiring dengan bertambahnya nilai-nilai yang diperoleh oleh individu
dari interaksinya dengan lingkungan.
Fitts (1971) membagi konsep diri ke dalam empat aspek diri, yaitu aspek
kritik diri, aspek keyakinan diri, dan aspek integritas diri, aspek harga diri. Aspek kritik diri yaitu bagaimana remaja tunarungu menggambarkan dirinya serta pribadinya dan menyadari serta menerima segala kekurangan dan kelebihan yang
ada pada dirinya, aspek keyakinan diri yaitu kemantapan atau keyakinan diri
12
aspek integritas diri yaitu kemampuan remaja tunarungu untuk menyatakan seluruh aspek konsep diri menjadi satu kesatuan yang utuh dan konsisten dalam
memandang dirinya, aspek harga diri yaitu bagaimana remaja menilai dan
menghargai dirinya sendiri serta memiliki kepercayaan diri sehingga dapat
bertindak sesuai dengan keyakinannya, didalamnya terdapat dua dimensi yaitu
dimensi internal dan dimensi eksternal.
Dimensi internal adalah penilaian remaja terhadap diri sendiri berdasarkan dunia batinnya sendiri, begitupula pada remaja runarungu mereka
menilai dirinya berdasarkan dunia batinnya. Dimensi internal terdiri atas diri
identitas, diri pelaku, dan diri penilai. Diri identitas adalah untuk menjawab pertanyaan “siapa saya?” dan sebagai label atau simbol untuk membentuk
identitas diri. Penilaian yang positif terhadap diri dan usaha untuk mengatasi
kekurangan ditemukan pada remaja tunarungu dengan konsep diri yang positif
sebaliknya perasaan bahwa dirinya serba kekurangan akibat cacat yang
dideritanya akan ditemukan pada remaja tunarungu dengan konsep diri yang
negatif.
Diri pelaku adalah gambaran remaja tunarungu mengenai tingkah lakunya meliputi tingkah laku yang dipertahankan atau yang diabaikan. Diri identitas
berkaitan erat dengan diri pelaku. Sejak kecil setiap orang termasuk remaja
tunarungu cenderung untuk menilai atau memberikan label kepada orang lain
maupun dirinya sendiri berdasarkan tingkah laku yang ditampilkan dan akan
13
Snygg dalam Fitts 1971), dengan kata lain tingkah laku akan sejalan dengan
konsep diri.
Diri penilai merupakan penilaian remaja tunarungu akan interaksi diri identitas dengan diri pelaku. Peran remaja tunarungu pada diri penilai adalah
sebagai pengamat, penetap standar, pembanding, mediator antara identitas dan diri
pelaku sambil menilai diri dalam kategori baik, memuaskan atau buruk. Sejalan
dengan yang telah diungkapkan sebelumnya, penilaian yang positif tentang diri
akan ditemukan pada remaja tunarungu yang memiliki konsep diri positif dan
sebaliknya penilaian yang negatif tentang diri akan ditemukan pada remaja
tunarungu yang memiliki konsep diri yang negatif.
Dimensi eksternal adalah penilaian tentang diri sebagai hasil interaksi dengan dunia diluar diri, termasuk pengalaman dan hubungan interpersonalnya.
Dimensi eksternal terdiri atas diri sosial, diri fisik, diri keluarga, diri personal,
dan diri moral etik. Diri sosial yaitu yang menyangkut kesesuaian remaja tunarungu berinteraksi dengan masyarakat atau lingkungan sosial yaitu bagaimana
remaja tunarungu menerima perlakuan dari lingkungan sosial. Perasaan bahwa
dirinya sama dengan orang lain yang normal ditemukan pada remaja tunarungu
dengan konsep diri positif sehingga mereka tidak sulit berinteraksi baik dengan
lingkungan keluarga maupun lingkungan yang lebih luas, sedangkan perasaan
yang lebih mudah tersinggung dan sulit untuk menjalin interaksi yang baik karena
ada perasaan berbeda dengan orang lain akan ditemukan pada remaja tunarungu
14
Diri fisik adalah bagaimana remaja tunarungu mempersepsi keadaan fisik yaitu gangguan pada telinga, kesehatan tubuh dan penampilannya. Remaja
tunarungu yang berusaha untuk mencari kelebihan pada bagian tubuhnya yang
lain berarti memandang dirinya secara positif dan berarti pula mereka memiliki
konsep diri yang positif.
Diri keluarga adalah hubungan pribadi remaja tunarungu dengan keluarga serta perasaannya sebagai anggota keluarga yaitu bagaimana penerimaan dan
perlakuan orang tua remaja tunarungu. Merasa dirinya tetap berharga dalam
keluarga walaupun dengan kekurangannya ditemukan pada diri remaja tunarungu
dengan konsep diri positif sedangkan yang merasa malu dengan kekurangan yang
dimiliki akan muncul pada remaja tunarungu yang memiliki konsep diri negatif.
Diri personal adalah sejauhmana remaja tunarungu puas terhadap diri pribadi atau merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. Remaja tunarungu yang
berusaha mengembangkan sisi lain yang merupakan kelebihan dirinya untuk
mengimbangi kekurangan yang dimilikinya adalah ciri dari remaja tunarungu
dengan konsep diri yang positif, sedangkan remaja tunarungu yang sulit untuk
menerima diri dengan kekurangan yang dimilikinya merupakan hal yang
ditemukan pada remaja tunarungu dengan konsep diri negatif.
Diri moral etik adalah bagaimana remaja tunarungu mempersepsi hubungannya dengan Tuhan, kepuasan mengenai kehidupan agamanya, nilai
moral yang dipegang meliputi batasan baik atau buruk. Sikap berusaha mengambil
15
diri yang positif, sedangkan remaja tunarungu yang menyesali keadaan dirinya
dan menyalahkan Tuhan menunjukkan konsep diri negatif.
Dari keempat aspek tersebut diharapkan remaja tunarungu mampu
menggambarkan diri serta pribadinya, menyadari serta menerima segala
kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya, mampu menilai dan menghargai
diri sendiri serta memiliki kepercayaan diri sehingga dapat bertindak sesuai
dengan keyakinannya, mampu menyatakan seluruh aspek konsep diri menjadi satu
kesatuam, serta memiliki keyakinan diri karena merasa puas pada dirinya.
Ada tiga faktor menurut Fitts (1971) yang mempengaruhi konsep diri,
yaitu pengalaman, konpetensi, dan aktualisasi diri. Pengalaman yaitu bagaimana
lingkungan mempersepsi individu terutama pengalaman interpersonal yang dapat
meningkatkan perasaan-perasaan positif yang berharga. Vargas (1968 dalam Fitts
1971) juga mengatakan bahwa konsep diri yang positif dilandasi oleh pengalaman
masa kanak-kanak yang lebih positif dibandingkan individu dengan konsep diri
yang negatif. Remaja tunarungu yang hidup di lingkungan (orang tua, saudara,
teman-teman, guru, masyarakat) yang mendukung dirinya cenderung akan
memiliki konsep diri yang positif. Perasaan rendah diri karena mengalami
kecacatan banyak ditemukan pada remaja tunarungu yang hidup di lingkungan
yang kurang memberikan dukungan sehingga mereka memiliki konsep diri
negatif, namun tidak menutup kemungkinan remaja tunarungu yang hidup di
lingkungan yang mendukungnya dan memberikan pengalaman yang positif
16
karena konsep diri dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain seperti kompetensi dan
aktualisasi diri.
Kompetensi yaitu kemampuan dalam lingkup yang dihargai oleh individu dan orang lain. Remaja tunarungu yang memiliki keahlian khusus seperti
menjahit, mengetik, komputer, sablon, tata boga, atau memiliki prestasi dalam
bidang olehraga dan kesenian dapat memiliki konsep diri yang positif karena
dengan keahlian tersebut remaja tunarungu diharapkan dapat mengembangkan
dirinya secara optimal walaupun memiliki kekurangan dalam segi pendengaran
sehingga dapat terjun ke masyarakat. Remaja tunarungu yang memiliki keahlian
dibidang tertentu cenderung menunjukkan penerimaan diri dan konsep diri yang
positif dibandingkan yang tidak memiliki keahlian tertentu.
Aktualisasi diri merupakan upaya merealisasikan potensi-potensi individu. Kata aktualisasi mengacu pada proses untuk membuat sesuatu menjadi nyata atau
proses mengimplementasikan potensi yang dimiliki individu dalam kehidupan
nyata. Remaja tunarungu yang memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan
potensi yang dimilikinya akan memiliki konsep diri yang positif sedangkan
remaja tunarungu yang tidak memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan
potensi yang dimilikinya akan memiliki konsep diri yang negatif.
Untuk lebih lanjutnya kerangka pikir tersebut dapat digambarkan dalam
17
Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsep diri : - Pengalaman - Kompetensi
- Aktualisasi diri
Positif
Remaja Tuna Rungu : - Deaf (tuli) Konsep Diri
- Hard of Hearing Negatif (kurang dengar)
Aspek-aspek Konsep Diri : 1. Aspek Kritik Diri 2. Aspek Keyakinan Diri 3. Aspek Integritas Diri
4. Aspek Harga Diri, dibagi dalam : ● Dimensi Internal :
- diri identitas - diri pelaku - diri penilai
● Dimensi Eksternal : - diri sosial
- diri fisik - diri keluarga - diri personal - diri moral etik
Bagan 1. 5. Bagan Kerangka Pikir
1.6. ASUMSI PENELITIAN :
● Konsep diri remaja tunarungu tidak dibawa sejak lahir melainkan
18
(orang tua, saudara, teman-teman, guru atau tetangga) sehingga akan
berpengaruh terhadap semua aspek dalam konsep diri.
● Pandangan, penilaian dan keyakinan diri memiliki peranan penting
dalam pembentukan konsep diri remaja tunarungu.
● Konsep diri pada remaja tunarungu tergantung pada pengalaman yang
dihayati dalam kehidupannya, kompetensi dan aktualisasi diri dalam
aspek harga diri, integritas diri, keyakinan diri, kritik diri, serta dalam
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh melalui pengumpulan data
terhadap remaja tunarungu di SLB-B YP3ATR 1 Bandung yang berjumlah 25 orang,
maka dapat ditarik kesimpulan :
● Sebagian remaja tunarungu di SLB-B YP3ATR 1 Bandung memiliki konsep diri yang
positif berarti mereka yakin akan dirinya, memandang serta menilai dirinya secara
positif hal ini dipengaruhi faktor-faktor seperti pengalaman, kompetensi, dan
aktualisasi diri yang positif karena mereka mendapat perhatian dan kasih sayang dari
orang tua, saudara kandung, masyarakat serta sadar akan kemampuan yang dimiliki,
sehingga mampu merealisasikan potensi dan kemampuan diri secara optimal. Namun
ada sebagian remaja tunarungu yang memiliki konsep diri yang negatif berarti mereka
belum yakin akan dirinya, memandang serta menilai diri secara negatif karena kurang
mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua, saudara kandung, masyarakat
serta kurang sadar akan kemampuan yang dimiliki, sehingga kurang mampu
merealisasikan potensi dan kemampuan secara optimal.
● Remaja tunarungu di SLB-B YP3ATR 1 Bandung yang memiliki konsep diri positif
memiliki aspek-aspek konsep diri yang tinggi, yaitu : aspek kritik diri, aspek
integritas diri, aspek keyakinan diri dan aspek harga diri yang tinggi berarti remaja
tunarungu menyadari, menerima diri apa adanya, yakin dalam mempersepsi diri, pasti
dan mantap dalam menilai diri, merasa dirinya berharga sehingga menyadari
kemampuan yang dimiliki dan berusaha untuk dikembangkan dengan bantuan orang
84
tua (dukungan, perhatian, kasih sayang, kritik, saran) dan arahan dari pihak sekolah,
sehingga konsep diri remaja tunarungu terintegrasi dengan baik. Begitu pula pada
remaja tunarungu yang memiliki konsep diri negatif memiliki aspek-aspek konsep
diri yang rendah berarti remaja tunarungu kurang menyadari, kurang dapat menerima
diri apa adanya, kurang yakin dalam mempersepsi diri, tidak pasti dan tidak mantap
dalam menilai dirinya sehingga merasa diri kurang berharga karena kurang mendapat
bantuan dari orang tua sehingga konsep diri kurang terintegrasi dengan baik.
● Remaja tunarungu di SLB-B YP3ATR 1 Bandung yang memiliki konsep diri positif
memiliki dimensi eksternal dan dimensi internal positif berarti remaja tunarungu
memandang, menerima diri apa adanya (kecacatan), bertingkah laku positif sehingga
mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial, tidak minder ikut kegiatan di
lingkungan sekitar, merasa diterima oleh keluarga tanpa perbedaan perlakuan, tetap
percaya pada Tuhan. Begitu pula pada remaja tunarungu yang memiliki konsep diri
negatif memiliki dimensi eksternal dan dimensi internal yang negatif berarti remaja
tunarungu memandang dan bertingkah laku negatif, kurang dapat menerima diri apa
adanya (kecacatan), kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial, merasakan
perbedaan perlakuan dalam keluarga, cenderung menyalahkan Tuhan atas
kecacatannya.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan oleh peneliti
sebelumnya, banyak ditemukan kekurangan dan keterbatasan. Akhirnya peneliti
85
5.2.1. Saran Praktis
● Sekolah dan guru-guru SLB-B YP3ATR 1 Bandung agar terus membantu remaja
tunarungu baik yang sudah memiliki konsep diri positif maupun yang masih memiliki
konsep diri negatif sehingga dapat mengembangkan konsep diri secara optimal
dengan memberi dukungan bahwa kecacatan bukan penghalang untuk meraih
cita-cita, memberi kesempatan untuk meningkatkan potensi dan kemampuan yang dimiliki
remaja tunarungu, memperluas serta memperdalam pelatihan dalam bidang
keterampilan, dan meningkatkan fasilitas pendukung belajar.
● Bagi orang tua agar menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman dan menerima
keadaan anak mereka yang tunarungu dengan memberi dukungan, perhatian, kasih
sayang, kritik, saran yang membangun sehingga mereka dapat hidup mandiri dan
mengoptimalkan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh mereka.
5.2.2. Saran Penelitian Lanjutan
● Bila dilakukan penelitian lanjutan mengenai konsep diri pada remaja tunarungu, maka
dapat disarankan untuk mengembangkan penelitian ini secara mendalam melalui studi
kasus tentang konsep diri remaja tunarungu dengan dukungan orang tua (bagaimana
derajat dukungan orang tua terhadap remaja tunarungu).
● Untuk penelitian lebih lanjut, dapat meneliti konsep diri remaja Tunanetra,
DAFTAR PUSTAKA
Fitts, William H. 1971. The Self Concept and Delinquency. California : Western
Psychological Service.
Fitts, William H. 1971. The Self Concept and Self Actualization. California :
Western Psychological Service.
Fitts, William H. 1971. The Self Concept and Behavior : Overview and
Supplement. California : Western Psychological Service.
Fitts, William H. 1971. The Self Concept and Psychology. California : Western
Psychological Service.
Gunarsa, Singgih D. dan Ny. 2001. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta.
PT. BPK Gunung Mulia.
Hallahan, Daniel P. and James M. Kauffman. 1988. Exceptional Children.
Fourth edition. New Jersey : Prentice – Hall.
Hurlock, Elizabeth E. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Fifth edition. Erlangga. Jakarta.
Kirk, Samuel A. and James J. Gallagher. 1979. Educating Exceptional
Children. Third edition. Houghton Mifflin Company.
Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. LPSP3
Universitas Indonesia.
Santoso, Singgih. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS
versi 11.5. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
87
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2001. Psikologi Remaja. P.T. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Singarimbun M. dan Sofian Effendi. 1989. Metoda Survai. LP3ES. Jakarta.
88
DAFTAR RUJUKAN
Gianti Gunawan. 2004. Studi deskriptif mengenai Konsep Diri pada Tuna Netra
di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung. Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Grace C. D. 2005. Studi Deskriptif mengenai Konsep Diri Remaja yang
mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Bandung. Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Kristina Dewi. 2005. Suatu Penelitian Deskriptif mengenai Learning Approach
pada siswa Tunarungu yang berada di kelas lanjutan SLB-B ’X’ Bandung. Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Profil SLB-B Yayasan Penyelenggara Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak Tuna Rungu I Bandung.