• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/ 1436 H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/ 1436 H"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

DisusunOleh :

Ahmad Masyhuri

1812011000035

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/ 1436 H

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Kec. Pondok Gede) tahun pelajaran 2015-2016, Skripsi Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Kata kunci: Strategi pembelajaran Contextua Teaching Learning (CTL), kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan strategi pembelajaran kontekstualterhadap kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD pada pembelajaran PAI. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Jatiwaringin III, Wilayah GugusIII, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi yang diperoleh menggunakan teknik cluster random sampling.Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain pretest-posttest control group

design.Instrumen yang digunakan adalah angket yang telah tervalidasi secara

teoretik dan empiris. Sebelum dilakukan uji-t, dilakukan uji normalitas dengan uji Lilliefors dan uji homogenitas dengan uji Bartlett.Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel pada α= 0,05 yaitu 6,39 > 1,67,

maka H0 ditolak dan H1 diterima, maka disimpulkan terdapat pengaruh yang

signifikan pada penerapan strategi pembelajaran kontekstual terhadap kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD. Hasil ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif upaya dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa pada pembelajaran PAI. Oleh karena itu, guru perlu mengetahui karakter yang dimiliki siswa agar dapat merancang pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD.

(7)

vii

Kec. Pondok Gede) Academic Year 2015-2016, Skripsi, Departement Of Islamic Education, The Faculty of Tarbiyah and Teacher’s Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2016.

Keywords: Contextual Teaching learning strategy implementation, Interpersonal intelligence of grade V students’ primary school

This research aims to determine any effect of the application of contextual Teaching learning strategy on interpersonal intelligence of grade V students’ primary school in learning religion. The samples in this research were students of grade V at SDN Jatiwaringin III, Wilayah Gugus III, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi obtained using cluster random sampling technique. The method used is an experimental method by pretest-posttest control group design. The instrument used was a questionnaire that has been validated theoretically and empirically. Before the t-test, normality test with Lilliefors test and the test of homogeneity

with Bartlett test. The results of this research indicate that the hypothesis of tcount

is greater than the ttable is 6.39> 1.67 by α = 0.05, then H0 is rejected and H1 is

accepted, it is concluded that there is a significant influence on the application of contextual learning strategy on students'interpersonal intelligence. These results indicate that contextual learning strategy can be used as an alternative strategy to develop students' interpersonal intelligence in learning religion education. Therefore, the teachers need to know the character of their students to design effective learning for developing students' interpersonal intelligence.

(8)

viii

Segala puji bagi Allah yang Maha Kuasa pemilik seluruh alam semesta.

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamiin, dan terimakasih kepadaNya, Yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang yang memberikan petunjuk yang tanpa ijin Nya penulis tidak bisa menyelesaikan penelitian ini secara tuntas. Sholawat serta salam yang begitu besar dihaturkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan kita dalam tiap bermuamalah di dunia, semoga Allah memberkahi.

Penelitian ini memaparkan tentang apakah ada pengaruh antara penerapan strategi pembelajaran “Contextual Teaching Learning terhadap Kecerdasan Interpersonal siswa kelas V pada embelajarn PAIdi SDN. Jatiwaringin I Pondok Gede Bekasi. Ditulis untuk memenuhi gelar sarjana pendidikan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan berharga ini, peneliti ingin mengucapkan banyak terimakasih pada pihak-pihak yang membantu terselesaikannya penelitian ini, baik berupa materil dan moral. Peneliti secara khusus mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thaib Raya, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta staff yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di UIN SyariF Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Dr. Zaimuddin, MA. Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan waktunya dan membimbing serta mengajarkan kepada penulis dengan sabar. Terima kasih yang seluas-luasnya penulis sampaikan atas apresiasi,

(9)

ix

6. Seluruh pegawai dan staff yang bertugas di perpustakaan, baik perputakaan Fakultas maupun perpustakaan Umum yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menggali ilmu, dan mencari referensi demi terselesaikannya penelitian ini.

7. Kepala sekolah Ibu Hj. Tuti Mulyati, S.Pd. beserta seluruh keluarga Besar Guru-guru SDN. Jatiwaringin I Rominah, S.Pd.I. selaku guru mata pelajaran PAI yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Teristimewa untuk ayahanda Nurdin, M.Pd.I. dan ibunda Halimah, S.Ag. yang selalu memberikan cinta kasih serta restu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Untuk kakak dan adik tercinta Tati Arifah Nurdin, S.Pd., Hani Afifah yang senantiasa mendukung dengan berbagai dukungannya yang tak terkira. Untuk Nenekku tercinta Hj. Anih yang selalu memotivasi dan mendoakan pula dalam penyusunan penulisan ini.

10. Untuk Bapak/Ibu Guru Arrohman (Grade 6) di SDIT Global Insani Islamic Shool Harapan Indah Kota Bekasi yang selalu memberi motivasi dan do’a yang selalu mengiringi dalam penyusunan penelitian ini. 11. dan teman-teman seperjuanganku di DMS A1 angkatan 2012 yang sangat

membantu. Terlebih untuk Sulaiman Rasyid, M. Luthfi Hammami, Ahmad Al Bari, dan Abdul Karim Tanpa kalian penelitian ini terasa hampa.

(10)

x

segala kritik dan saran yang membangun akan ditampung untuk menjadi bahan evaluasi pada penelitian selanjutnya.

Jakarta, Februari 2016 Penulis,

(11)

xi LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ………..………. vi

ABSTRACT ………..………. vii

KATA PENGANTAR ………..…………. viii

DAFTAR ISI ………..………. xi

DAFTAR GAMBAR ………....…………. xi

DAFTAR GRAFIK ………..………. xi

DAFTAR TABEL ...……… ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN ……...……… 1

A. Latar Belakang Masalah ..……….. 1

B. Identifikasi Masalah ...……… 5

C. Pembatasan Masalah ……..………...……… 6

D. Rumusan Masalah …...……….. 6

E. Tujuan Penelitian ...……… 6

F. Kegunaan Hasil Penelitian ...……….. 6

BAB II KAJIAN TEORITIK, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8

A. Deskripsi Teoritik...………..……….. 8

1. Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas V SD .……… 8

a. Hakikat Kecerdasan Interpersonal ……… 8

b. Karakteristik Kelas V SD ……….……… 14

2. Strategi pembelajaran Kontekstual ….………... 16

a. Pengertian Strategi Pembelajaran ……… 16

b. Hakikat Strategi Pembelajaran Kontekstual ……… 18

3. Hakikat Pembelajaran PAI ……… 22

a. Pengertian Pembelajaran ………. 22

(12)

xii

C. Kerangka Berpikir ...……… 28

D. Hipotesis Penelitian…...………... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...……….. 33

A. Tempat dan Waktu Penelitian ………...……… 33

B. Metode dan Desain Penelitian ………...………. 33

C. Populasi dan Sampel ……….……… 35

D. Teknik Pengumpulan Data ...………...… 38

E. Teknik Analisis Data ... 46

F. Hipotesis Statistik ……... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Gambaran Umum SDN JATIWARINGIN III Kota Bekasi…..… 51

B. Deskripsi Data ……...………...….. 51

C. Analisis Data dan Interpretasi Data ………...……. 51

1. Hasil Pretest ………... 52 a. Kelas Eksperimen ... 52 a. Kelas Kontrol ... 55 2. Hasil Postest ... 60 a. Kelas Eksperimen ... 60 b. Kelas Kontrol ... 64

D. Uji Persyaratan Analisis Data ……….. 68

1. Uji Normalitas …….…..……… 69

2. Uji Homogenitas ...…… ………. 65

E. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 71

F. Perbandingan Hasil Penelitian ... 74

G. Keterbatasan Penelitian ... 78

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN...…….. 81

(13)

xiii LEMBAR UJI REFERENSI

(14)

xiv

Gambar 4.3 Rentang Skor Kecerdasan Interpersonal Secara Teoretik ……..… 60 Gambar 4.4 Perbandingan Rentangan Skor Secara Teoritik dan Empiris…..… 61 Gambar 4.5 Rentang Skor Kecerdasan Interpersonal Secara Teoretik …...… 64 Gambar 4.6 Perbandingan Rentangan Skor Secara Teoritik dan Empiris…..… 65 Gambar 4.7 Rentang Skor Kecerdasan Interpersonal Secara Teoretik …...…. 68 Gambar 4.8 Perbandingan Rentangan Skor Secara Teoritik dan Empiris ….…. 68

(15)

xv

Grafik 4.1 Histogram Kecerdasan Interpersonal Kelas Eksperimen………….… 55 Grafik 4.2 Histogram Variabel Kecerdasan Interpersonal Kelas Kontrol …...… 59 Grafik 4.3 Histogram Kecerdasan Interpersonal Kelas Eksperimen ………....… 63 Grafik 4.4 Histogram Variabel Kecerdasan Interpersonal Kelas Kontrol …...… 67

(16)

xvi

Tabel 3.2 Perbedaan Perlakuan Pembelajaran ……….…………... 34

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba ………...………... 40

Tabel 3.4 Hasil Validitas ………..………... 41

Tabel 3.5 Klasifikasi Koiefisien Realibelitas ……….. 42

Tabel 3.6 Kisi-kisi Intrumen Final ………...……... 43

Tabel 3.7 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba ………...………... 44

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas ………....………... 46

Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Relibelita ………...……... 46

Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Relibelita ………...……... 47

Tabel 3.10 Kisi-kisi Instrumen Final ……….……...……... 47

Tabel 4.1 Fasilitas Sekolah ………...……….……...……... 51

Tabel 4.2 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen Secara Empiris (X1) .….... 53

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kecerdasan Interpersonal Kelas Eksperimen Pada Pembelajaran PAI ………...…………..……... 54

Tabel 4.4 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen Secara Empiris (X1) …….. 55

Tabel 4.5 Deskripsi Data Pretest Kelas Kontrol Secara Empiris (X2) ……..…... 58 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kecerdasan Interpersonal Kelas Kontrol Pada Pembelajaran PAI ………..………...…………..……... 58

Tabel 4.8 Deskripsi Data Pretest Kelas Kontrol Secara Empiris (X2) …….….... 62 Tabel 4.9 Deskripsi Data Posttest Kelas Kontrol Secara Empiris (X3) …...….... 62

Tabel 4.10 Deskripsi Data Posttest Kelas Kontrol Secara Empiris (X3) ….….... 64

Tabel 4.11 Deskripsi Data Posttest Kelas Kontrol Secara Empiris (X4) ….….... 66

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Skor Posttest Kecerdasan Interpersonal Kelas Kontrol Pada Pembelajaran PAI ……….….... 66

(17)

xvii

Tabel 4.14 Rangkuman Data Penelitian ………..….... 70 Tabel 4.18 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen Secara Empiris (X1) .…... 77

Tabel 4.19 Deskripsi Data Pretest Kelas Kontrol Secara Empiris (X2) .….….... 77

Tabel 4.20 Deskripsi Data Posttest Kelas Kontrol Secara Empiris (X3) .…….... 78

Tabel 4.21 Deskripsi Data Posttest Kelas Kontrol Secara Empiris (X4) .…….... 79

(18)

1

pengalaman dan tingkah laku. Salah satu tujuan adanya pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi generasi penerus bangsa sehingga yang bersangkutan mampu memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan secara berkesinambungan untuk menjawab perubahan zaman.

Allah Berfirman dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 :

ۖ

ۖ

Artinya :

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadalah : 11)1

Dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan proses pembelajaran yang berkualitas. Dikatakan berkualitas berarti proses pembelajaran tersebut dapat mengembangkan kemampuan siswanya baik secara kognitif, afektif, dan psikomotor. Sesuai dengan tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.2 Karena itulah, proses pendidikan di sekolah dasar sangatlah penting bagi siswa untuk menjadikannya

1 Deprtemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Surabaya : Pustaka Agung

Harapan, 2012)

2Elih Sudiapermana, Tujuan Pendidikan Dasar, 2013

(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/196111141987031.ELIH_SUD IAPERMANA/Tujuan_Pendidikan_Dasar.pdf) h. 1. Diunduh pada Sabtu, 04 Juli 2015.

(19)

sebagai siswa yang cerdas, terampil dan berkarakter. Untuk membentuk siswa yang cerdas, terampil dan berkarakter, hendaknya siswa tidak hanya dibekali ilmu pengetahuan semata, tetapi perlu mendapatkan pembelajaran efektif yang mampu membuat siswa dapat bersikap positif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, seorang guru perlu memahami sifat setiap siswanya dalam merencanakan proses pembelajaran.

Allah Berfirman dalam Surat Ali Imron ayat 103 :

Artinya :

“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk” (Q.S. Ali Imron ayat 103)

Sesuai dengan pernyataan Mustami’in, bahwa “karakter anak sekolah dasar itu berbeda-beda, dari siswa yang hobi berteriak sampai mengganggu temannya hingga menangis.”4 Ada siswa yang mudah bergaul dan ada pula siswa yang minder dengan teman-temannya. Adapun siswa yang malas bergabung dengan teman sebayanya karena sering kali diejek oleh teman-temannya. Hal ini dapat terjadi karena siswa tersebut kurang terampil dalam menghadapi konflik dengan temannya, sehingga siswa pun merasa tertekan dengan situasi tersebut.

3

Deprtemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Surabaya : Pustaka Agung Harapan, 2012)

4Anna Mustamiin, 300 Menit Menjadi Guru SD, 2013 (http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/21/300-menit-menjadi-guru-sd-530718.html), h.1. Diunduh pada Senin, 25 Agustus 2015.

(20)

Jika dibiarkan, siswa akan mengalami kebencian yang terpendam dan terjadilah pertengkaran. Dalam hal ini kecerdasan interpersonal sangat dibutuhkan oleh siswa sekolah dasar. Kecerdasan interpersonal merupakan salah satu kecerdasan dari kecerdasan ganda yang dimiliki manusia. Kecerdasan ini berupa kecakapan sosial seseorang dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain. Kecerdasan ini perlu dilatih sejak dini karena sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi, maka siswa tersebut akan berperilaku positif terhadap teman dan lingkungannya, sebaliknya jika kecerdasan interpersonal yang dimiliki rendah maka akan berakibat pertengkaran, permusuhan, atau sebaliknya siswa menjadi minder karena tidak memiliki teman.

Dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa diperlukan adanya pembelajaran yang memperhatikan kemampuan sosial antar siswanya. Namun, pada kenyataannya zaman sekarang ini kecerdasan interpersonal kurang diperhatikan, khususnya dalam bidang pendidikan. Prioritas utama pendidikan di sekolah dasar hanyalah untuk mengembangkan intelektual semata. Akibatnya, siswa tidak mampu bersikap positif terhadap lingkungannya. Berdasarkan pernyataan guru di salah satu SD Negeri di Wilayah Gugus III Kecamatan Pondok Gede yakni Bapak Ahmad Al Bari S.Pd.I. dan Ibu Rominah, S.Pd.I. menyatakan bahwa terdapat beberapa siswa dari sekolah yang berbeda terlibat pertengkaran akibat kurangnya komunikasi efektif antar siswa sehingga mengakibatkan terjadinya pertengkaran. Dari masalah tersebut membuktikan bahwa kecerdasan interpersonal siswa tersebut cukup rendah sehingga ia tidak mampu memecahkan masalahnya dengan baik. Oleh karena itu, kecerdasan interpersonal itu sangat penting ditanamkan bagi siswa sekolah dasar selain itu, sesuai pengamatan peneliti selama praktek keterampilan mengajar di salah satu sekolah dasar negeri di Kecamatan Jatiwaringin Pondok Gede, bahwa pembelajaran di sekolah tersebut lebih difokuskan pada hasil tanpa memperhatikan prosesnya sehingga guru lebih menuntut siswanya untuk mencapai standar nilai yang tinggi. Selain itu masih terdapat para pendidik yang belum menyadari pentingnya kecerdasan interpersonal bagi siswa. Akibatnya, proses pembelajaran di sekolah dasar masih mengutamakan aspek kognitif siswa.

(21)

Salah satunya pada mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) dimana PAI termasuk pelajaran yang berisi kumpulan pengetahuan agama berupa konsep dan hukum-hukum islam. Hal ini menjadikan pandangan terhadap pelajaran PAI sebagai pelajaran yang mengutamakan kemampuan kognitif siswanya saja tanpa memperhatikan aspek afektifnya. Padahal pada pelajaran PAI tidak hanya terdapat kumpulan pengetahuan yang harus dipahami siswa saja, tetapi yang terpenting dalam pembelajaran PAI adalah menanamkan nilai-nilai dan sikap yang positif bagi siswa. Salah satu tujuan pembelajaran PAI adalah menanamkan sikap ilmiah, dimana dalam sikap tersebut terdapat sikap menghargai pendapat orang lain, berbagi, terbuka, serta mau bekerja sama dengan orang lain. Hal tersebut merupakan bagian dari kecerdasan interpersonal. Oleh karena itu, kecerdasan interpersonal pun dapat dikembangkan pada pelajaran PAI.

Melihat kecerdasan interpersonal siswa yang kurang diperhatikan pada pembelajaran PAI, maka dibutuhkan suatu strategi pembelajaran yang mampu membuat anak aktif mengamati, melakukan praktik dan dapat berdiskusi atau berkerja sama dengan temannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini karena PAI selalu berkaitan dengan hukum-hukum Islam, Aqidah Akhlak, dan segala hal yang berhubungan dalam Pendidikan Agama Islam itu sendiri. Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat pada pembelajaran PAI dan dapat mempengaruhi kecerdasan interpersonal siswa. Ada banyak strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa. Salah satunya strategi pembelajaran kontekstual. Strategi pembelajaran kontekstual sangat cocok diterapkan pada pelajaran PAI. Dengan penerapan strategi pembelajaran kontekstual, siswa akan aktif mencari, menemukan, meneliti, berpikir dan berusaha memahami makna dalam pelajaran PAI.

Strategi pembelajaran kontekstual sangat sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar khususnya kelas V sekolah dasar. Pada masa ini, karakter siswa termasuk usia berkelompok dimana ia memiliki keinginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompoknya. Sesuai komponen pada strategi ini adalah masyarakat belajar. Dengan menerapkan komponen masyarakat belajar,

(22)

diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga dapat merangsang siswa untuk bekerja sama dengan baik. Melalui bekerja sama, siswa akan lebih mudah bersosialisasi dengan lingkungan sekitar termasuk teman-temannya. Selain itu, siswa akan menemukan kekuatan dan kelemahan dirinya karena ia belajar untuk menghargai orang lain, mendengarkan pendapat dan saran orang lain dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Dari kegiatan-kegiatan tersebut dapat mempengaruhi kecerdasan interpersonal siswa.

Pada strategi pembelajaran kontekstual proses pembelajarannya berorientasi pada siswa. Artinya siswa yang aktif membangun pengetahuannya dan guru hanya bersifat sebagai fasilitator dan organisator. Namun seringkali masih terdapat guru yang menerapkan strategi pembelajaran ini kurang tepat atau belum optimal. Guru belum membebaskan siswanya mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri sehingga proses pembelajaran masih bergantung pada guru.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengadakan penelitian mengenai pengaruh strategi pembelajaran kontekstual terhadap kecerdasan interpersonal siswa pada pembelajaran PAI, khususnya pada siswa kelas V SD Negeri di Wilayah Gugus III, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Proses Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM) masih didominasi aktivitas menghafal dan tugas,

2. Guru kurang memberikan inovasi dalam proses pembelajaran,

3. Siswa kurang memahami materi-materi dalam mata pelajaran PAI terlebih dalam materi Kitab-Kitab Allah,

4. Proses kegiatan belajar mengajar di kelas dengan metode ceramah dinilai kurang, dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa pada mata pelajaran PAI (Aqidah) terlebih kepada materi Kitab-kitab Allah,

(23)

5. Proses pembelajaran dengan metode contextual teaching learning (CTL) masih terbilang minim diaplikasikan dalam pembelajaran PAI (Aqidah) telebhih dalam materi Kitab-kitab Allah.

C. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh penerapan strategi pembelajaran kontekstual terhadap kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD pada pembelajaran PAI khususnya di SD Negeri di Wilayah Gugus III, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi. Agar penelitian lebih terfokus, maka materi PAI dibatasi pada standar kompetensi mengenal Kitab-kitab Allah SWT.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini yakni: “apakah terdapat pengaruh penerapan strategi pembelajaran kontekstual terhadap kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD Negeri di Wilayah Gugus III pada pembelajaran PAI, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan strategi pembelajaran kontekstual terhadap kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD pada pembelajaran PAI.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoretis maupun secara praktis yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukkan terhadap pembelajaran yakni dengan menerapkan strategi pembelajaran kontekstual pada pembelajaran PAI dapat mengoptimalkan kecerdasan-kecerdasan siswa baik kecerdasan intelektual, interpersonal dan kecerdasan lainnya.

2. Secara Praktis

(24)

a. Siswa

Penerapan strategi pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran PAI akan mempengaruhi kecerdasan interpersonal siswa. Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal, ia dapat menciptakan suatu hubungan baik dengan teman-temannya, peka terhadap perasaan dan reaksi-reaksi tertentu dari orang lain, berbuat sesuai etika, dan terampil berkomunikasi dengan orang lain. Dengan komunikasi antar pribadi yang berjalan baik dapat mempengaruhi perkembangan sosial siswa dan tentunya dapat mempermudah karirnya di masa depan.

b. Guru

Strategi pembelajaran kontekstual dapat dijadikan alternatif strategi pembelajaran dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal siswanya. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang manfaat penerapan strategi pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran PAI dan kecerdasan interpersonal siswa sehingga tidak menutup kemungkinan strategi pembelajaran ini dapat diterapkan untuk mata pelajaran lainnya dalam memaksimalkan kecerdasan siswa.

c. Sekolah

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan mutu sekolah, karena terciptanya suasana proses belajar mengajar yang aktif dan kreatif sehingga dapat berdampak dalam meningkatkan nama baik sekolah tempat diadakannya penelitian.

d. Peneliti

Adanya penelitian ini dapat memperluas wawasan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian dan dapat meningkatkan kualitas dan profesionalisme khususnya pada pembelajaran PAI.

(25)

8

1. Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas V SD a. Hakikat Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan /ke·cer·das·an/ secara bahasa ialah perihal cerdas, perbuatan mencerdaskan, dan atau kesempurnaan perkembangan akal budi.5 Sedangkan Interpersonal (Pronunciation: /ɪntəˈpəːs(ə)n(ə)l/) is Relating to

relationships or communication between people.6 yang berarti menjalin

hubungan baik atau membuat komunikasi baik dengan relasi atau dengan orang lain.

Kecerdasan dapat dilihat dari kemampuan bersikap dan berbuat cepat untuk mengatasi suatu situasi atau untuk memecahkan masalah.7 Dapat dikatakan bahwa orang yang cerdas merupakan orang yang mampu bertindak cepat dan tepat dalam menghadapi masalahnya. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Alder yang menyatakan bahwa “ kecerdasan merupakan kecakapan untuk bertindak secara sengaja, berpikir secara rasional, dan berhubungan secara efektif dengan lingkungan.”8 Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kecerdasan seseorang dapat dilihat dari kemampuannya dalam berpikir, membuat suatu keputusan, bertindak secara tepat dalam berhubungan dengan orang lain ataupun untuk mengatasi masalah hidupnya.

Kecerdasan manusia terdiri dari beberapa jenis. Menurut Gardner yang dikutip Johnson, “kecerdasan seseorang meliputi kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan

5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008)

6 Oxford University, Oxford Learner's Pocket Dictionary, (Cambridge: Oxford

University, 1998)

7Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 176.

8Harry Alder, Boost Your Intelligence: Pacu EQ dan IQ Anda terjemahan Christina

(26)

intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.”9 Pendapat tersebut membuktikan bahwa dalam diri manusia itu memiliki kecerdasan ganda yang dapat dikembangkan. Salah satu kecerdasan yang tak kalah pentingnya adalah kecerdasan interpersonal. Manusia sebagai makhluk sosial dimana mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Akan tetapi, tidak semua individu dapat menjalin hubungan yang baik dengan individu lain. Oleh karena itu, untuk mendukung terjalinnya hubungan baik tersebut diperlukan kecerdasan interpersonal yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kecerdasan interpersonal ini menjadi penting karena pada dasarnya banyak kegiatan manusia yang membutuhkan orang lain.

Kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan untuk memahami dan membina hubungan dengan orang lain.10 Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal, ia akan terampil menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain khususnya dalam menjaga keutuhan hubungan tersebut dari segala permasalahan yang ada. Hal ini karena ia memiliki keterampilan memecahkan suatu masalah sehingga hubungan antar pribadinya dapat terjaga dengan baik. Selain itu, orang yang memiliki kecerdasan interpersonal, maka ia mudah menjalin relasi sosial dengan orang lain.11 Dengan demikian, orang yang memiliki kecerdasan interpersonal termasuk orang yang pandai bergaul dan memiliki banyak teman.

Kecerdasan interpersonal disebut juga kecerdasan sosial.12 Maksudnya kecerdasan ini berupa kemampuan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun hubungan dan mempertahankan relasi sosialnya dengan orang lain sehingga tercipta hubungan yang harmonis. Sesuai dengan pendapat Richards yang menyatakan bahwa, “interpersonal

9Elaine Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna terjemahan Ibnu Setiawan (Bandung: Mizan Learning Center, 2007), h. 251.

10Thomas R.Hoerr, Buku Kerja Multiple intelligences:Pengalaman New City School di St. Louis, Missouri, AS, dalam Menghargai Aneka Kecerdasan Anak terjemahan Ary Nilandari

(Bandung:Kaifa, 2007), h. 15.

11

Reza Prasetyo dkk., Multiply Your Multiple Intelligences Melatih 8 Kecerdasan

Majemuk pada Anak dan Dewasa (Yogyakarta: ANDI, 2009), h. 75.

12Hamzah B Uno dkk., Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran (Jakarta: Bumi

(27)

intelligence: the ability to be able to work well with people”.13

Hal ini berarti bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk dapat bekerja baik dengan orang lain. Pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki kecerdasan interpersonal maka ia akan menjaga hubungan baiknya dengan orang lain baik dalam bekerja maupun berinteraksi sosial dengan orang lain.

Kecerdasan interpersonal dapat dikembangkan dengan aktivitas yang melibatkan kelompok belajar, proyek kelompok, penyelesaian konflik, mencapai kesepakatan, tanggung jawab organisasi sekolah, empati, dan kehidupan sosial.14 Didukung oleh pendapat Yaumi yang mengatakan bahwa “untuk dapat mengembangkan dan mengkontsruksi kecerdasan interpersonal bagi siswa, maka hendaknya siswa harus dibiasakan belajar berkelompok, mengajar teman sebaya, berkomunikasi dengan orang, melakukan simulasi, dan membuat proyek kelompok.”15 Hal ini dikarenakan adanya belajar bersama, siswa dapat menjalin hubungan komunikasi yang efektif dengan orang lain. Selain itu, mereka akan menunjukkan kegembiraan dalam berteman dan kesenangan dalam berbagai macam aktivitas sosial serta ketidaknyamanan dalam kesendirian. Disamping itu dalam bekerja sama, siswa akan menemukan konflik yang terjadi akibat perbedaan pendapat antara anggota kelompoknya Dengan begitu, mereka akan terlatih untuk terampil memecahkan masalah dalam kelompok dan akan saling menghargai untuk mencapai kesepakatan bersama.

Menurut Amstrong, “Interpersonal intelligence: the ability to

perceive and make distinctions in the moods, intentions, motivations, and

feelings of other people”.16 Amstrong menyatakan bahwa “kecerdasan

interpersonal adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

13Jack C. Richards, et al., Approaches and Methods in Language Teaching (New York:

Cambridge University Press, 2002), h. 116.

14Julia Jasmine, Metode Mengajar Multiple Intelligences terjemahan Purwanto (Bandung:

Nuansa Cendekia, 2012), hh. 26-27.

15

Muhammad Yaumi, Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Jakarta: Dian Rakyat, 2012), h. 149.

16Thomas Amstrong, Multiple Intelligences in The Classroom (United States of America:

(28)

mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, dan perasaan orang lain.” Dengan kata lain orang yang memiliki kecerdasan interpersonal, maka ia cenderung menghargai perasaan orang lain. Pendapat di atas mengatakan bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan seseorang dalam menjalin kerjasama dengan orang lain dan mampu menanggapi ekspresi wajah, suara dan gerak isyarat orang lain sehingga ia dapat mengetahui apakah orang tersebut sedang dalam keadaan sedih atau senang.

Pendapat Amstrong didukung oleh pernyataan Gardner yang mengatakan bahwa “kecerdasan antar pribadi dibangun antara lain kemampuan inti untuk mengenali perbedaan dalam suasana hati, temperamen, motivasi, dan kehendak.”17 Dengan demikian, orang yang memiliki kecerdasan interpersonal maka ia dapat mengenali perbedaan suasana hati, motivasi melalui perubahan perilakunya. Jika seseorang telah mampu mengenali karakter orang lain, maka ia akan mudah mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu sehingga kecerdasan ini hendaknya dimiliki oleh para pemimpin.

Menurut Anderson yang dikutip Wahyudi, menyatakan bahwa “kecerdasan interpersonal mempunyai tiga dimensi utama, yaitu social

sensitivity, social insight, dan social communication.”18 Social sensitivity

atau kepekaan sosial dapat dikatakan kemampuan menyadari reaksi-reaksi tertentu atau perubahan perilaku orang lain. Sifat tersebut dapat dikatakan empati dengan perasaan orang lain. Selain itu, adanya kepekaan sosial dapat menjadikan seseorang bersikap prososial seperti membantu orang lain yang membutuhkan dan bekerja sama dengan orang lain.19 Hal ini karena orang yang memiliki kepekaan sosial tinggi akan berempati dengan perasaan

17Howard Gardner, Multiple Intelligences: Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek

terjemahan Alexander Sindoro (Batam: Interaksa, 2003), h. 45.

18 Deddy Wahyudi, Pembelajaran IPS Berbasis Kecerdasan Intrapersonal, Interpersonal dan Eksistensial,2011(http://jurnal.upi.edu/file/4-Deddy_Wahyudi.pdf), h. 37. Diunduh pada Rabu, 04 September 2015 pukul 20.00 WIB.

19Elok Puspita, “Efektivitas Permainan Aktif Dalam Meningkatkan Kecerdasan

Interpersonal Anak Di SDN Merjosari I Malang” Skripsi (Malang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim, 2009), h. 32.

(29)

orang lain dan dari situlah ia cenderung untuk membantunya saat orang lain mengalami kesulitan.

Dengan demikian dapat dikatakan, social sensitivity atau kepekaan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam menunjukkan sikap empati dan prososial terhadap orang lain. Hal ini dapat dilihat dari sikap tanggap terhadap perubahan perilaku orang lain, peduli dengan orang lain, membantu orang yang membutuhkan dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu, orang yang memiliki kepekaan sosial biasanya ia mudah bergaul dan disenangi banyak teman karena ia dapat menyesuaikan dirinya dalam bergaul dengan teman-temannya.

Social insight atau kesadaran sosial merupakan kemampuan

seseorang untuk mengatasi masalah dalam suatu hubungan.20 Orang yang memiliki social insight, maka ia mudah memahami situasi sosial dan etika sosial sehingga ia mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi tersebut. Saat seseorang memahami situasi dan etika sosial, maka ia akan bertindak dan bertingkah laku sesuai etika yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikemukakan social insight merupakan kemampuan menciptakan interaksi sosial yang baik dengan orang lain dengan bertindak sesuai dengan situasi dan etika sosial yang dipahaminya. Dengan begitu, ia akan memiliki keterampilan memecahkan masalah dalam hidupnya.

Social communication atau komunikasi sosial merupakan

kemampuan individu dalam berkomunikasi sehingga dapat menjalin dan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Orang yang memiliki kemampuan komunikasi sosial, maka ia dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Komunikasi yang efektif dapat digambarkan saat orang memberikan umpan balik, mengungkapkan perasaan, mendukung dan menanggapi orang lain serta menerima diri dan orang lain.

20

(30)

Perlu diingat bahwa ketiga dimensi di atas merupakan satu kesatuan utuh dan ketiganya saling mengisi satu sama lain.21 Maksudnya jika salah satu dimensi saja tidak seimbang, maka akan melemahkan dimensi yang lainnya. Contohnya saja dalam mempertahankan hubungan relasi yang baik (social insight), maka seseorang harus menunjukkan sikap empati, prososial (social sensitivity) dan harus menguasai komunikasi yang efektif (social

communication). Dengan sikap prososial seperti sikap berbagi, terbuka,

membantu orang yang membutuhkan dan perbuatan positif lainnya akan membuat hubungan semakin akrab. Dengan bersikap empati terhadap orang lain, maka ia akan mengetahui perbedaan perilaku orang lain melalui ekspresinya saat berkomunikasi ataupun saat melakukan perbuatan. Dalam hal ini kemampuan komunikasi efektif merupakan unsur dari social

communication atau komunikasi sosial. Dengan demikian ketiga dimensi di

atas tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung dan mengisi satu sama lainnya. Oleh karena itu dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal orang perlu memperhatikan ketiga dimensi tersebut.

Menurut Porter yang dikutip Suparlan, “orang yang memiliki kecerdasan interpersonal cenderung memiliki sifat pintar dalam memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, berbagi, menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, bermain dalam kelompok, dan klub.”22 Dengan demikian, orang yang memiliki kecerdasan ini, ia akan disenangi oleh teman-temannya dan lingkungannya. Hal ini karena ia mudah bergaul, berinteraksi, dan dapat menciptakan hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.

Dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal, diperlukan pelatihan dan proses pembelajaran yang berkesinambungan. Menurut Amstrong, “ada beberapa cara mengembangkan kecerdasan interpersonal seseorang antara lain mengajarkan kepada orang lain, bekerja sama, dan

21

Safaria, Interpersonal intelligence: Metode Pengembangan Interpersonal Anak (Yogyakarta: Amara Books, 2005), h. 24.

22Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dari Konsepsi sampai dengan Implementasi (Yogyakarta: Hikayat, 2004), h. 47.

(31)

berinteraksi dengan orang lain.”23 Dapat dikatakan bahwa pembelajaran secara kelompok akan merangsang siswa dalam mengembangkan kecerdasan interpersonalnya. Hal ini karena siswa akan terlatih untuk menghargai pendapat temannya, saling berbagi ilmu, dan saling berdiskusi untuk mencapai kecepakatan bersama. Dengan begitu, kecerdasan interpersonal siswa akan berkembang.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kecakapan sosial seseorang dalam membedakan maksud, suasana hati, perasaan dan gagasan orang lain melalui sifat empati dan prososial (social sensitivity) dan mampu menciptakan relasi sosial yang baik dengan bertindak sesuai situasi dan etika sosial (social insight) serta dapat menguasai komunikasi efektif (social communication).

b. Karakteristik Siswa Kelas V SD

Menurut Nasution yang dikutip Bahri menyatakan “bahwa masa usia sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua fase yaitu (1) masa kelas rendah sekolah dasar, kira- kira 6 atau 7 tahun sampai usia 9 atau 10 tahun; (2) masa kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira usia 9 atau 10 tahun sampai usia 12 atau 13 tahun.”24 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa siswa kelas V termasuk masa kelas tinggi karena usianya kira-kira 11 sampai 12 tahun.

Perkembangan sosial pada siswa seusia ini ditandai dengan adanya perluasan hubungan dari keluarga dengan membentuk ikatan baru terhadap teman sebayanya sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.25 Maksudnya jika pada awalnya siswa hanya bergaul di lingkungan keluarga saja, maka saat siswa masuk ke dalam lingkungan pendidikan formal, ia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebayanya atau

23Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas : Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligencenya terjemahan Rina Buntaran (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2005), h. 222.

24Syaiful Bahri, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 123.

25Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT Remaja

(32)

teman sekelasnya. Dengan begitu, ia akan belajar untuk menjalin hubungan baik dengan teman-temannya. Didukung oleh pendapat Hurlock bahwa pada masa usia sekolah dasar, siswa gemar membentuk kelompok sebaya dalam berteman sehingga usia ini dikenal sebagai usia berkelompok.26 Maksudnya, siswa memiliki keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok dan dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.

Menurut Sunarto dan kawan-kawan, “perkembangan sosial siswa usia sekolah dasar yakni ia telah belajar mengembangkan interaksi sosial dengan menerima pandangan masyarakat, memahami tanggung jawab, dan berbagai pengertian dengan orang lain.”27 Pada usia ini siswa telah memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya. Siswa dapat mengendalikan egonya dan berkembang menjadi sikap mau bekerja sama dan mau memperhatikan kepentingan orang lain. Dalam hal ini kecerdasan interpersonal sangat dibutuhkan oleh siswa sekolah dasar. Kecerdasan ini merupakan kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain. Oleh karena itu, dalam pembelajaran hendaknya dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa kelas V SD termasuk ke dalam usia berkelompok dimana perkembangan sosialnya yakni siswa telah dapat mengendalikan egonya menjadi sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Disamping itu, siswa kelas V SD memiliki sikap ingin tahu dan amat realistis. Oleh karena itu, proses pembelajarannya pun perlu mengaitkan materi dengan kehidupan nyata siswa agar pembelajaran lebih bermakna. Dengan kata lain, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa dan mampu memanfaatkan kematangan perkembangan sosial siswa.

Strategi pembelajaran kontekstual sangat tepat bagi siswa seusia ini. Strategi ini mengutamakan keterkaitan antara materi pembelajaran dengan

26Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo (Jakarta: Erlangga, 1980), h.155.

27

(33)

kehidupan sehari-hari siswa dan menuntut siswanya aktif mengamati, bekerja sama, dan bereksplorasi sehingga pembelajaran menjadi konkret dan bermakna. Dengan beragamnya aktivitas, siswa dapat menerapkan rasa ingin tahu mereka dengan mengalaminya secara langsung. Disamping itu adanya tugas kelompok, siswa akan belajar tentang sikap dan kebiasaan bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan bertanggung jawab. Dengan begitu, kecerdasan interpersonal mereka akan terlatih dan berkembang.

Berdasarkan uraian mengenai kecerdasan interpersonal dan karakter siswa kelas V SD, dapat dikemukakan bahwa kecerdasan interpersonal siswa kelas V SD adalah kecakapan sosial siswa dalam membedakan maksud, suasana hati, perasaan dan gagasan teman melalui sifat empati dan prososial (social sensitivity) dan mampu menciptakan relasi sosial yang baik dengan bertindak sesuai situasi dan etika sosial (social insight) serta dapat menguasai komunikasi efektif (social communication).

2. Strategi Pembelajaran Kontekstual a. Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran dikatakan sebagai cara guru dalam mengefektifkan, mengefisiensikan, serta mengoptimalkan fungsi dan interaksi antara siswa dengan komponen pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran.28 Pernyataan tersebut didukung oleh David yang dikutip Sanjaya menyatakan bahwa “strategi pembelajaran adalah a plan, method, or series of activities designed to

achieves a particular educational goal".”29 Hal tersebut diartikan bahwa

strategi pembelajaran adalah rencana, metode, atau bagian dari pembelajaran yang dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa strategi pembelajaran

28

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran : sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta: Kencana, 2010), h. 131.

29Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:

(34)

merupakan suatu prosedur kegiatan yang sengaja dipersiapkan guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, adanya strategi pembelajaran dapat dijadikan pedoman guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih terarah dan terencana sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Berdasarkan bagan hierarki komponen proses pembelajaran, strategi pembelajaran terletak pada urutan setelah pendekatan pembelajaran. Agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 30

Hierarki Komponen Proses Pembelajaran

Gambar 2.1

Sesuai dengan gambar di atas, strategi pembelajaran terletak di urutan setelah pendekatan pembelajaran dimana pendekatan merupakan sudut pandang seseorang terhadap suatu proses pembelajaran dan sifatnya masih sangat umum. Saat pandangan tersebut telah dijadikan sebagai suatu prosedur pembelajaran maka akan menghasilkan suatu strategi pembelajaran. Oleh karena itu strategi pembelajaran dapat bersumber pada pendekatan tertentu. Dengan demiikian, strategi pembelajaran merupakan

30Indrawati Sutarto, Strategi Belajar Mengajar “Sains” (Jember: Jember University

(35)

suatu prosedur pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Hakikat Strategi Pembelajaran Kontekstual

Salah satu jenis strategi pembelajaran adalah strategi pembelajaran kontekstual. Dikatakan strategi, karena pembelajaran kontekstual diterapkan sebagai suatu prosedur kegiatan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengefektifkan pembelajaran agar mencapai tujuan yang diharapkan. Sesuai dengan pernyataan Kemp yang dikutip Sanjaya mengatakan bahwa “strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.”31 Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna.32 Oleh karena itu, kontekstual dijadikan sebagai strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi dan lingkungan dimana strategi itu dapat mengoptimalkan interaksi siswa dengan komponen pembelajaran seperti media, materi, dan bahan ajar melalui pengalaman yang nyata sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Secara bahasa Contextual (Pronunciation:/kənˈtɛkstʃʊəl/) is Depending on or relating to the circumstances that form the setting for an

event, statement, or idea.33 Yang berarti Tergantung pada atau yang

berkaitan dengan keadaan yang membentuk pengaturan untuk sebuah acara , pernyataan , atau ide. Teaching (Pronunciation: /ˈtiːtʃɪŋ/) is The occupation,

profession, or work of a teacher.34 Yang berarti pendudukan, profesi atau

pekerjaan sebagai guru. Learning is (Pronunciation: /ˈləːnɪŋ/) The

31Wina Sanjaya, loc.cit. 32

Yatim Riyanto, op.cit., h. 160.

33 Oxford University, Oxford Learner's Pocket Dictionary, (Cambridge: Oxford

University, 1998)

34

Oxford University, Oxford Learner's Pocket Dictionary, (Cambridge: Oxford University, 1998)

(36)

acquisition of knowledge or skills through study, experience, or being

taught.35 Yang berarti akuisisi pengetahuan atau keterampilan melalui

proses belajar, pengalaman, atau yang diajarkan.

Menurut Spring, “Contextualized Teaching and Learning (CTL) is

identified as a promising strategy that actively engages students and promotes improved learning and skills development. CTL helps students find and create meaning through experience, drawing from prior knowledge

in order to build upon existing knowledge”.36 Pernyataan tersebut

mengatakan bahwa strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu strategi yang menjanjikan secara aktif melibatkan para siswa serta mempromosikan peningkatan pengembangan pembelajaran dan keterampilan. CTL membantu siswa menemukan dan menciptakan makna melalui pengalaman, mengaitkan dari pengetahuan sebelumnya dalam rangka untuk membangun pengetahuan yang ada. Dari pernyataan tersebut telah jelas bahwa pembelajaran kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang menjanjikan untuk meningkatkan berbagai keterampilan. Hal tersebut karena siswa terlibat aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya seperti melakukan pengamatan, percobaan, proyek kelompok, dan lain-lain. Dari aktivitas-aktivitas tersebut, siswa akan terlatih untuk terampil bekerja sama, terampil memecahkan masalah, menghargai pendapat teman, terampil berkomunikasi, dan terampil dalam membangun kesepakatan bersama.

Menurut Dharma Kesuma dalam bukunya yang berjudul Contextual

Teaching And Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM

“Strategi pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

35

Oxford University, Oxford Learner's Pocket Dictionary, (Cambridge: Oxford University, 1998)

36Spring, Contextualized Teaching & Learning: A Faculty Primer A Review of Literature and Faculty Practices with Implications for California Community College Practitioners

(37)

mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkannya melalui situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupannya.”37 Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa strategi pembelajaran kontekstual menuntut siswanya untuk aktif terlibat dalam proses mengkontruksi pengetahuan. Dalam hal ini, guru perlu mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata agar pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Sesuai dengan pernyataan Lestari bahwa “strategi pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada pengalaman secara langsung.”38 Dengan demikian, pada strategi pembelajaran kontekstual, siswa terlibat secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya melalui pengalamannya baik dengan melakukan pengamatan, diskusi, percobaan dan kegiatan lainnya.

Menurut Johnson, “CTL an educational process that aims to help

student see meaning in the academic material. They are studying by

connecting academic subjects with the context of their daily lives”.39

Johnson mengemukakan bahwa “pembelajaran kontekstual adalah proses pembelajaran yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual materi pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri karena pembelajaran disajikan secara konkret.

Dalam strategi pembelajaran kontekstual terbentuk oleh tujuh komponen yang melibatkan proses berbeda-beda, yang ketika digunakan secara bersama-sama dapat membuat hubungan yang menghasilkan makna.

37Dharma Kesuma, Contextual Teaching And Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM (Yogyakarta: Rahayasa, 2010), h. 5.

38Ika Lestari, Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi Sesuai Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Padang: Akademia Permata, 2013), h. 48.

39

(38)

Komponen pembelajaran kontekstual antara lain (1) konstruktivisme, (2) bertanya, (3) menemukan, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian yang sebenarnya.40 Konstruktivisme berarti pengetahuan adalah hasil konstruksi siswa sendiri. Dalam hal ini, guru memberikan kegiatan dimana siswa dapat mempunyai pengalaman langsung berkenaan dengan konsep tersebut seperti melalui percobaan, pengamatan, proyek kelompok dan sebagainya. Jadi, melalui strategi pembelajaran kontekstual siswa diharapkan belajar melalui mengalami, bukan menghafal. Pada komponen bertanya berarti dalam strategi pembelajaran kontekstual, perlu adanya proses tanya jawab baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Kegiatan bertanya ini berguna untuk menggali informasi, mengukur pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, dan memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu. Adapun dalam komponen menemukan, siswa diajak untuk melakukan observasi, bertanya, mengajukan dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkan. Dalam hal ini siswa dituntut untuk mencari pengetahuan melalui kegiatan-kegiatan yang telah dirancang untuk menemukan konsep itu sendiri.

Pada komponen masyarakat belajar, siswa dituntut dapat berinteraksi sosial, menghargai pendapat teman, dan bekerja sama dalam melakukan pengamatan. Hal tersebut membuat siswa berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan temannya. Sesuai dengan pendapat Shawn M. Glynn dan Linda K. Winter yang mengatakan bahwa “The conditions that fostered

the implementation of CTL strategies were a collaborative interaction with

students."41 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kondisi yang

diharapkan dalam pelaksanaan strategi CTL adalah interaksi antar siswa. Dari pernyataan tersebut dikatakan bahwa dalam pelaksanaan strategi kontekstual, yang terpenting dalam proses pembelajarannya adalah interaksi

40Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2008), hh.

88-91.

41Shawn M. Glynn and Linda K. Winter, Contextual Teaching and Learning of Science in Elementary Schools (United States of America: Department of Science Education Western Illinois

(39)

antar siswa dimana dengan adanya interaksi tersebut dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Budiningsih yang dikutip Muchits menyatakan bahwa “keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran sosial yang ada di dalam diri siswa”.42 Artinya di dalam situasi sosial akan terjadi situasi saling berhubungan, terdapat tata hubungan, dan tata tingkah laku sehingga siswa akan memiliki keterampilan untuk beradaptasi dengan cepat.

Pemodelan berarti dalam strategi pembelajaran kontekstual, berarti terdapat model yang dapat ditiru. Guru bukanlah satu-satunya model, tetapi siswa pun dapat dijadikan model bagi siswa lainnya dalam hal belajar. Jadi, dalam strategi pembelajaran kontekstual, siswa diberikan kesempatan untuk saling berbagi ilmu kepada teman-temannya baik melalui kegiatan diskusi dan tanya jawab. dengan begitu, siswa dapat mentransfer pengetahuan yang ia miliki kepada teman yang membutuhkannya. Adapun refleksi berarti cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari.43 Maksudnya di sini, siswa merespons segala pengetahuan yang baru ia terima menjadi pengetahuan yang bermakna bagi kehidupannya. Realisasinya berupa siswa mengemukakan apa yang diperolehnya hari itu, kesan dan saran mengenai pembelajaran itu dan sebagainya. Adapun penilaian sebenarnya berarti proses penilaian yang dilakukan untuk mengetahui gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam hal ini, tes bukanlah satu-satunya tolak ukur perkembangan siswa, tetapi untuk menilai siswa, perlu adanya data-data dari segala aktivitas siswanya baik tes, non tes maupun hasil kinerja siswa. Oleh karena itu, guru perlu mengumpulkan data-data seperti tes, hasil karya, portofolio, dan lainnya yang dapat dijadikan acuan untuk menilai perkembangan siswa.

Komponen-komponen di atas dapat dijadikan sebagai langkah pembelajaran dalam strategi pembelajaran kontekstual. Hal ini karena pada pembelajaran kontekstual, guru hendaknya dapat menjadikan pembelajaran

42Saekhan Muchits, Pembelajaran Kontekstual (Semarang: Rasail Media Group, 2008),

h. 72.

43

(40)

lebih bermakna karena siswanya dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri baik dengan melakukan berbagai aktivitas inquiry dan tanya jawab secara berkelompok. Selain itu pada pembelajaran kontekstual selalu terdapat pemodelan, refleksi pada akhir pertemuan, dan penilaian yang dilakukan merupakan penilaian secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat diasumsikan jika seluruh komponen dilakukan dengan maksimal, maka akan menghasilkan pembelajaran kontekstual yang utuh dan bermakna.

Dengan demikian, strategi pembelajaran kontekstual dapat diartikan sebagai strategi pembelajaran yang menghubungkan isi pelajaran dengan lingkungan serta kehidupan yang dialami siswa melalui pengalaman, kerjasama, percobaan dan kegiatan lainnya.

3. Pembelajaran PAI

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan serta pelaksanaannya terkendali.44 Pernyataan di atas menyatakan bahwa pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang sengaja dirancang atau diprogramkan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran memiliki dua karakteristik, yaitu (1) pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal dan (2) pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.45 Artinya dalam pembelajaran, guru tidak hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi memfasilitasi aktivitas siswa dalam proses berpikir untuk memperoleh pengetahuan yang mereka kontruksi sendiri.

Dalam pembelajaran, sebaiknya guru berperan sebagai (motivator) yakni motor penggerak terjadinya aktivitas belajar dengan cara memotivasi siswa, memfasilitasi belajar dengan segala media dan bahan ajar yang telah

44Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010), h. 12.

45

(41)

dirancang (fasilitator) dan mampu mengorganisasi kelas (organisator) untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa sehingga pembelajaran menjadi aktif dan efektif.

Dengan demikian, pembelajaran dapat dikatakan seperangkat kegiatan yang sengaja dirancang secara sistematis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Hakikat PAI

Pendidikan Islam hendaklah ditanamkan sejak ia dalam lahir terlebih pada masa kandungan. Sebab pendidikan pada masa kanak-kanak adalah masa yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya untuk mencapai cita-cita yang diinginkan sesuai dengan bakat dan minat anak itu sendiri.

Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah “upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragam hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.”46

Zakiyah Daradjat menyatakan sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani bahwa “Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran agam Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.”47

“Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten (competence), tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.”48

46Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 130.

47 Ibid.

48Muhaimin, Haji, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Perkembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo

(42)

Pendidikan atau pembelajaran adalah salah satu wahana yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik.49 Jadi dalam konteks pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada hakikatnya tidak seorang pun yang dapat membuat seseorang menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas dan lain-lain. Akan tetapi seseorang itu sendiri yang memilih, memutuskan dan mengembangkan jalan hidupnya atas izin Allah SWT.

Berdasarkan dari pengertian-pengertian diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan melalui pengajaran bimbingan atau pelatihan bagi peserta didik untuk menyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

c. Ruang Lingkup Mata Pelajaran PAI

Secara nasional untuk satuan pendidikan sekolah terdiri atas: Al-Quran dan Hadist, Akidah Akhlak, Fiqih serta Tarikh dan kebudayaan Islam. Sedangakan “ruang lingkup pendidikan agama Islam di Madrasah meliputi bidang studi atau mata pelajaran: Al-Qur’an Hadist, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.”50

Kurikulum 1994 menyatakan sebagaimana dikutip oleh Muhaimin, dkk, bahwa “ruang lingkup materi Pendidikan Agama Islam pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu al-Qur’an Hadist, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembagan politik. Dan pada kurikulum tahun 1999 menyatakan sebagaimana dikutip oleh Muhaimin, dkk, bahwa dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqih dan bimbingan ibadah, serta

tarikh atau sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan

ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.”51

49

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam upaya mengefektifkan Pendidikan Agama

Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 184. 50Ibid., h. 31.

51

(43)

Dengan demikian, ruang lingkup pembelajaran PAI, yaitu: Al-qur’an hadist, akidah akhlak, fiqih dan sejarah (tarikh). Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi. Peneliti membatasi penelitian ini dengan memilih salah satu dari bidang studi Pendidikan Agama Islam, yakni materi pelajaran Aqidah.

d. Materi Pendidikan Agama Islam Kelas V SD

Materi pelajaran yang diampu oleh kelas V pada semester I : a. Surat pendek pilihan (QS. Surat al-Lahab dan al-Kaafirun) b. Kitab-kitab Allah

c. Kisah-kisah Nabi (Nabi Ayyub AS, Nabi Musa AS, dam Nabi Isa AS)

d. Perilaku Terpuji e. Adzan dan Iqomah

Materi Pelajaran yang diampu oleh kelas V pada semester II : a. Surat pendek pilihan (QS. al-Ma’un dan al-Fiil)

b. Rasul-rasul Allah SWT

c. Kisah Sahabat Nabi (Abu Bakar r.a. & Umar bin Khottob r.a) d. Sikap Sahabat (Abu Bakar r.a. & Umar bin Khottob r.a) e. Puasa Romadlon

e. Strategi Pembelajaran Ekspositori

Pada subbab ini akan dijelaskan strategi pembelajaran ekspositori yang akan dijadikan sebagai perlakuan pembelajaran pada kelas kontrol. Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.52 Pendapat di atas menyatakan bahwa strategi ini bertujuan untuk menguasai materi pelajaran melalui penyampaian secara verbal.

52

(44)

Pada penerapan strategi ekspositori, terdapat langkah-langkah yang harus diperhatikan antara lain (1) persiapan, (2) penyajian, (3) menghubungkan, (4) menyimpulkan, (5) penerapan.53 Pada persiapan, guru berusaha membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan apersepsi dan mengemukakan tujuan pembelajaran. Pada penyajian, guru dapat menjelaskan materi dengan metode ceramah. Pada saat ceramah, guru hendaknya memperhatikan bahasa dan intonasi suara agar mudah dipahami siswa. Begitupun dalam hal korelasi dan menyimpulkan, guru dapat memberikan makna materi kepada siswa agar tidak terjadi kesalahpahaman. Setelah siswa memahami pelajaran, siswa diminta untuk menyimpulkan. Pada tahap penerapan, siswa diminta untuk mengaplikasikan apa yang dia ketahui. Hal yang dapat dilakukan antara lain mengerjakan soal yang diberikan guru.

Pada penerapan strategi ekspositori menunjukkan bahwa guru berperan lebih aktif melakukan aktivitas dibandingkan siswanya.54 Dalam hal ini guru telah mengelola dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas sehingga ia dapat menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur agar dapat dikuasai siswa dengan baik. Pada strategi pembelajaran ekspositori penyampaian materi pelajaran dilakukan secara lisan dimana tujuan pokok pembelajarannya adalah penguasaan materi pembelajaran itu sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir, siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. Strategi ini memfokuskan pada kemampuan akademik siswa. Jadi melalui strategi ini siswa akan lebih mudah mengingat dan menghafal materi pelajaran sehingga mendapatkan nilai yang memuaskan.

Dengan demikian, dapat dikatakan strategi pembelajaran ekspositori ini adalah strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru, mengutamakan penyampaian materi secara verbal kepada siswa dan terfokus pada kemampuan akademik siswa tersebut.

53Ibid., h. 183. 54

Gambar

Gambar  4.3 Rentang Skor Kecerdasan Interpersonal  Secara Teoretik ……..… 60  Gambar  4.4  Perbandingan Rentangan Skor Secara Teoritik dan Empiris…..… 61  Gambar  4.5  Rentang Skor Kecerdasan Interpersonal  Secara Teoretik ….....… 64  Gambar  4.6  Perbandin
Grafik 4.1 Histogram Kecerdasan Interpersonal Kelas Eksperimen………….… 55  Grafik 4.2 Histogram Variabel Kecerdasan Interpersonal Kelas Kontrol …...… 59  Grafik 4.3 Histogram Kecerdasan Interpersonal Kelas Eksperimen ………....… 63  Grafik 4.4 Histogram Variabe
Tabel 4.14 Rangkuman Data Penelitian …………………………………..….... 70  Tabel 4.18 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen Secara Empiris (X 1 ) .…..
Tabel 3.4  Hasil Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

stimulus alat indra.. 10 dahulu mengolah dan memikirkan kebenarannya secara logis dari sebuah obyek yang ditangkap. Dari kajian perspektif model persepsi menurut Devito,

2.  Dapat  menjadi  acuan  dalam  meningkatkan  citra  seragam  Batik  khas  Kota  Batu  dikalangan  warganya  sendiri,  untuk  diharapkan  memiliki  banyak 

Single-mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan multi-mode fiber optik, tetapi teknologi ini membutuhkan sumber cahaya dengan

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya, dalam usaha memenuhi

Dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan salah satu faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa adalah metode yang digunakan guru kurang

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan wacana baru dalam bidang psikologi pendidikan terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan siswa ditinjau

KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI”. Penulis memilih judul tersebut berdasarkan keprihatinan penulis terhadap kurangnya minat kaum muda untuk ikut terlibat ambil