i
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII SETELAH MENGALAMI PROSES PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
UNTUK MATERI LUAS PERMUKAAN KUBUS DAN BALOK Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Rani Vegelia Sihombing NIM: 161414086
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2020
iv
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai saya selama penyusunan skripsi ini.
2. Orangtua saya yang selalu memberikan doa dan semangat untuk mendukung kelancaran skripsi ini.
3. Keluarga saya yang selalu memberikan motivasi untuk mendukung kelancaran skripsi ini.
4. Kekasih saya yang senantiasa mendukung selama proses studi saya.
5. Teman-teman yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada saya selama saya kuliah di Universitas Sanata Dharma.
6. Dosen-dosen yang selalu selalu membimbing dan mendidik saya selama kuliah di program studi matematika.
7. Keluarga besar Universitas Sanata Dharma yang memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu disini.
~ Doakan Apa Yang Kamu Kerjakan, Kerjakan Apa Yang Kamu Doakan~
vii ABSTRAK
Rani Vegelia Sihombing. 161414086. 2020. Analisis Kemampuan Literasi Matematis Siswa Smp Kelas VIII Setelah Mengalami Proses Pembelajaran dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Materi Luas Permukaan Kubus Dan Balok.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui bagaimana proses merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk membelajarkan luas permukaan kubus dan balok bagi siswa SMP kelas VIII. (2) mengetahui tingkat kemampuan literasi matematis siswa setelah mengalami model Pembelajaran Berbasis Masalah.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini yaitu siswa SMP kelas VIII. Total subjek ada 7 siswa, tiga siswa berasal dari SMP Negeri 1 Sijunjung, sedangkan 4 siswa lainnya berasal dari SMP Negeri 7 Sijunjung. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu catatan lapangan, tes tertulis, dan wawancara. Data catatan lapangan digunakan untuk mendeskripsikan setiap langkah-langkah model Pembelajaran Berbasis Masalah. Data tes tertulis dan wawancara diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu menurut indikator soal dan indikator literasi matematis. Kemampuan literasi matematis siswa diukur dengan menggunakan tingkatan literasi matematis siswa menurut PISA (2019) yaitu pada level 3, 4, dan 5.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa (1) rancangan dan proses membelajarkan siswa dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah terdiri dari empat langkah yaitu: a) Mengorientasi siswa pada masalah, b) Mengorganisasi siswa untuk belajar, c) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, e) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: (2) kemampuan literasi matematis siswa setelah melaksakan tes menunjukkan hasil sebagai berikut: (a) pada soal nomor satu bagian a dan b, 57,14% siswa memenuhi indikator literasi matematis pada level 4; (b) pada bagian c, 42,85% siswa memenuhi indikator literasi matematis pada level 5; (c) pada soal nomor dua bagian a, 57,14% siswa memenuhi indikator literasi matematis pada level 4; (b) pada bagian b, 0% siswa memenuhi indikator literasi matematis pada level 5; dan (c) pada bagian c, 57,14% siswa memenuhi indikator literasi matematis pada level 5.
Kata kunci: literasi matematis, kemampuan literasi matematis, dan model pembelajaran berbasis masalah.
viii ABSTRACT
Rani Vegelia Sihombing. 161414086. 2020. Analysis of Mathematics Literacy Skills of 8th Grade Sudents of Junior High School After Experiencing the Learning Process by a Problem Based Learning Model for the Area of Cube and Cuboid Materials.
This research aims were to: (1) describe the process of designing and implementing the learning process by using the Problem Based Learning model to learn the surface area of cubes and cuboids for VIII grade junior high school students; and (2) describe the level of students' mathematical literacy skills after experiencing a Problem Based Learning model.
The type of research used was a descriptive qualitative research. The subject of this research was the eighth grade junior high school students. There were three students from Sijunjung 1 Junior High School, while 4 other students came from Sijunjung 7 Junior High School. The methods used in collecting data were field notes, written tests, and interviews. Field note data was used to describe each step of the Problem Based Learning model. Written test data and interviews were classified into two categories, according to the questions and mathematical literacy indicators. Students' mathematical literacy skills were measured using students' mathematical literacy levels according to PISA (2019), which were at levels 3, 4, and 5.
Based on the analysis that has been done, the researcher concluded that (1) the design and process of teaching students with the Problem Based Learning model consists of five steps, namely: a) Orienting students to the problem, b) Organizing students to learn, c) Guiding individual and group investigations, d) Developing and presenting the work, e) Analyzing and evaluating the problem solving process: (2) students' mathematical literacy skills after conducting the tests show the following results: (a) in questions number one parts a and b, 57.14% of students meet mathematical literacy indicator at level 4; (b) in section c, 42.85% of students meet the mathematical literacy indicators at level 5; (c) in question number two part a, 57.14% of students meet the mathematical literacy indicator at level 4; (b) in section b, 0% of students meet the mathematical literacy indicators at level 5; and (c) in section c, 57.14% of students meet the mathematical literacy indicators at level 5.
Keywords: mathematical literacy, mathematical literacy skills, and problem based learning models.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atasa segala berkat dan karunia-Nya yang berlimpah dalam segala proses penyelesaian tugas akhir ini sehingga tugas akhir ini dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, doa, bimbingan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penlis mencucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr.Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Beni Utomo, M. Sc. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberi ijin untuk penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr.Hongki Julie, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang sudah meluangkan waktu dan pikiran serta memberi motivasi kepada peneliti.
4. Bapak Sabam Sihombing dan Ibu Henni Manurung, orangtua saya yang sudah memberikan doa, dukungan, dan motivasi demi kelancaran penyusunan tugas akhir ini.
5. Siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Sijunjung dan SMP Negeri 1 Sijunjung selaku subjek penelitian yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.
6. Teman-teman Pendidikan Matematika khususnya angkatan 2016 yang telah memberikan semangat dalam penyusunan tugas akhir ini.
7. Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung yang sudag membantu kelancaran proses penyusunan tugas akhir ini.
Penlis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tugas akhir ini.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman peneliti, maka peneliti mengaharapkan kristik dan saran atas tugas akhir ini.
Akhir kata, peneliti mengarapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan bagi para pembaca.
Penulis
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ………….i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... …………ii
HALAMAN PENGESAHAN ... ………...iii
MOTTO DAN PERSEBAHAN ... ………...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ………....v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ………...vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Batasan Masalah ... 5
E. Batasan Istilah ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 8
A. Kemampuan Literasi Matematika ... 8
B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 18
C. Luas Permukaan Kubus dan Balok ... 22
D. Penelitian yang Relevan ... 31
xi
E. Kerangka Berpikir ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
A. Jenis Penelitian ... 37
B. Subjek Penelitian ... 37
C. Objek Penelitian ... 38
D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38
E. Bentuk data penelitian ... 38
F. Keabsahan Instrumen Penelitian ... 38
G. Teknik Pengumpulan Data ... 38
H. Instrumen Pengumpulan Data ... 40
I. Teknik Analisis Data ... 47
J. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
A. Deskripsi Rancangan Pembelajaran dan Proses Merancang Pembelajaran ... 52
B. Deskripsi Proses Pembelajaran dan Pembahasan ... 61
C. Deskripsi Kemampuan Literasi Matematis Siswa Melalui Hasil Tes Literasi Matematis ... 130
D. Deskripsi Hasil Wawancara Terkait Tes Yang Dikerjakan Siswa ... 161
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 218
A. Kesimpulan ... 218
B. Saran ... 221
DAFTAR PUSTAKA ... 222
LAMPIRAN ... 224
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hubungan antara proses matematika dengan kemampuan dasar
matematika (OECD, 2019) ... ... 14
Tabel 2.2 Level kemampuan literasi matematika siwa (OECD, 2019) ... 16
Tabel 2.3 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Sugiyanto, 2010) ... 20
Tabel 3.1 Hubungan Indikator literasi matematika siswa dengan indikator soal ... 40
Tabel 3.2 Pedoman wawancara berdasarkan indikator kemampuan literasi matematika siswa dan indikator soal ... ... 43
Tabel 3.3 Format Catatan Lapangan ... ... 46
Table 4.1 Rangkuman Pertemuan Pertama dan Kedua ... ... 125
Tabel 4.2 Kode siswa ... ... 130
Tabel 4.3 kemampuan literasi siswa berdasarkan hasil tes .. ... 160
Tabel 4.4 kemampuan literasi siswa berdasarkan hasil tes dan wawancara ... 217
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ... 35
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 224
Lampiran 3.2 Lembar Wawancara ... 253
Lampiran 4.1 Lembar Jawaban Subjek A2 Pada Soal Tes ... 256
Lampiran 4.2 Lembar Jawaban Subjek B1 Pada Soal Tes... 258
Lampiran 4.3 Lembar Jawaban Subjek B2 Pada Soal Tes... 260
Lampiran 4.4 Lembar Jawaban Subjek C1 Pada Soal Tes... 262
Lampiran 4.5 Lembar Jawaban Subjek C2 Pada Soal Tes... 264
Lampiran 4.6 Lembar Jawaban Subjek C3 Pada Soal Tes... 266
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup manusia di berbagai bidang kehidupan. Memasuki abad 21 diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal untuk dapat bertahan dan bersaing di era informasi dan teknologi ini. Salah satu bidang yang kehidupan yang sangat berperan dalam mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Sebagaimana telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, pendidikan di Indonesia memiliki tujuan yang mendukung terciptanya kualitas SDM yang mumpuni. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan yang baik menjadi faktor pendukung terciptanya kualitas SDM yang baik pula.
Oleh karena itu, kualitas pendidikan mulai ditingkatkan melalui konsep pendidikan abad 21. Abad 21 dikenal dengan masa pengetahuan (knowledge age), dalam era ini semua alternatif upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis pengetahuan (Wijaya dkk, 2016:2).
Programm for Internasional Student Assessment (PISA) adalah merupakan survei Internasional 3 tahunan yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan di seluruh dunia dengan menguji keterampilan dan pengetahuan siswa 15 tahun,dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). PISA sudah berlangsung sejak tuh tahun 2000 sampai 2018 merupakan siklus ketujuh pelaksanaannya. Salah satu kecakapan siswa yang diukur oleh PISA adalah kemampuan literasi matematika.
Hasil Programme for Internasional Student Assessment (PISA) Indonesia menunjukkan hal yang tidak sejalan dengan tuntutan abad 21. Data dari PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2012, 2015, sampai 2018 menunjukkan hasil yang tidak banyak berubah bagi Indonesia dalam setiap keikutsertaan. Rata- rata skor prestasi literasi matematika pada PISA tahun 2015, Indonesia hanya
menduduki ranking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Tidak jauh berbeda dengan tahun selanjutnya yaitu pada siklus terakhir 2018, Indonesia memperoleh skor rata- rata 379, sementara skor rata-rata internasional adalah 489 dan menduduki rangking 72 dari 78 peserta (Kompas, 2019).
National council of teachers of mathematics (NCTM) tahun 2000 menetapkan 5 kemampuan matematis dalam pembelajaran matematika. lima kemampuan ini merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam mempelajari matematika, yakni penalaran matematis, representasi matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis, dan pemecahan masalah matematis. Kalimat kemampuan matematis tersebut harus sangat penting untuk dikuasai terkait dengan kebutuhan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena setiap aktivitas manusia selalu berhubungan dengan matematika.
Kemampuan literasi matematis adalah kemampuan yang mendukung pengembangan lima kemampuan matematis di atas (Yunus dkk, 2017:99).
Kemampuan literasi matematika memiliki peran yang sangat signifikan dalam penguasaan matematika. Oleh karena itu, literasi matematis disebut sebagai kemampuan minimal yang dimiliki seseorang di bidang matematika yang bisa digunakan untuk bertahan dalam menghadapi tugas-tugas sesuai bidang keahliannya. Literasi matematika dalam kerangka PISA dalam OECD (2013) diartikan sebagai berikut:
“Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a varity of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concept, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognizes the role that mathematics plays in the world ant to make the well-founded judgment and decision needed by constructive, engaged and reflective citizen”. (Literasi matematika merupakan kemampuan individu untuk memformulasikan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Hal ini meliputi penalaran matematika dan penggunaan konsep, prosedur, fakta dan alat matematika untuk mendeskripsikan. Menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena. Hal ini membantu individu untuk dalam menerapkan matematika kedalam
kehidupan sehari-hari sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang konstruktif dan reflektif).
Literasi matematika menekankan pada kemampuan literasi matematika siswa untuk menganalisis, memberi alasan dan mengkomunikasikan ide secara efektif pada pecahan masalah matematis yang mereka temui (OECD, 2009, P.19). Hal inilah yang menghubungkan matematika yang dipelajari di ruang kelas dengan berbagai macam situasi dunia nyata sehingga literasi matematika menjadi sangat penting keberadaannya.
Pentingnya kemampuan literasi matematika siswa tidak sejalan dengan fakta yang seringkali terjadi di lapangan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika di SMP tentang kemampuan literasi siswa kelas VIII, guru menjelaskan bahwa kemampuan literasi matematika siswa secara umum masih kurang optimal dikembangkan, siswa masih sangat kurang kecermatannya dalam menganalisa suatu permasalahan, siswa mengalami kesulitan dalam merepresentasi suatu permasalahan ke dalam bentuk tulisan, gambar, diagram dan sejenisnya, serta langkah-langkah atau prosedur penyelesaian soal yang dilkakuan siswa juga tidak tepat. Hal itu menyebabkan siswa tidak dapat memberikan solusi atau penyelesaian dari permasalahan matematika itu sendiri. Guru juga menjelaskan bahwa sudah terdapat kegiatan literasi yang dilakukan di setiap kelas sebelum proses kegiatan belajar mengajar dimulai, namun kegiatan tersebut belum dilakukan secara berkala sehingga kemampuan literasi siswa tidak begitu berkembang dengan optimal. Padahal kemampuan literasi matematika sangatlah penting bagi siswa untuk semakin memahami peran dan kegunaan matematika didalam kehidupan sehari-hari serta menjadikan siswa mampu membuat keputusan berdasarkan pola berpikir matematis yang konstruktif.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa adalah dengan penerapan model pembelajaran masalah. Model pembelajaran masalah (PBM) adalah suatu model pembelajaran yang dirancang pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah agar siswa mendapat pengetahuan penting. Pembelajaran Berbasis Masalah dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog (Sani, 2014:127). Hal ini akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik dalam menuangkan ide-ide matematisnya, mengembangkan kemampuan berpikirnya, dan kesempatan untuk mengembangkan masalah. Pembelajaran tersebut dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan literasi matematikanya.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Nur indah,dkk (2016), model Pembelajaran Berbasis Masalah diuji dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa SMPN 5 Pallangga. Penelitian tersebut dilakukan karena rendahnya kemampuan literasi matematika dan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang bentuknya merumuskan, menerapkan, bahkan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Dari hasil wawancara dengan salah satu guru di SMPN 5, peneliti menyampaikan bahwa sebenarnya sekolah belum pernah melakukan pengujian khusus terhadap kemampuan literasi matematika di SMPN 5 Pallangga, tetapi guru yang diwawancarai mengatakan bahwa kemampuan literasi matematika siswa di SMP Negeri 5 Pallangga dapat dikatakan masih sangat rendah. Dalam melaksanakan penelitiannya, Nur indah,dkk menggunakan metode adalah kuantitatif dan jenis penelitian Quasy Eksperimen dengan desain penelitian one group pretest posttest design.
Desain eksprerimental semu bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan ekperimen yang sebenarnya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan literasi matematika siswa setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah di kelas VII SMP negeri Pallangga kabupaten Gowa.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Afit Istiandaru dkk Mulyono (2014) perangkat pembelajaran berbasis masalah dengan model realistik- saintifik dan asesmen beriorentasi PISA yang valid dan praktis digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa SMP secara efektif. hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran dinilai
valid oleh para ahli dengan kategori yang sangat baik. perangkat pembelajaran dapat dikategorikan praktis dengan merujuk pada siswa dan guru merespon positif, serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dikategorikan tinggi. Pembelajaran juga efektif meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi matematikanya. Oleh karena itu, peneliti akan menganalisis kemampuan literasi matematika siswa SMP kelas VIII pada pelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk materi kubus dan balok.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk membelajarkan luas permukaan kubus dan balok bagi siswa SMP kelas VIII?
2. Bagaimana tingkat kemampuan literasi matematika siswa setelah mengalami model Pembelajaran Berbasis Masalah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan bagaimana proses merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk membelajarkan luas permukaan kubus dan balok bagi siswa SMP kelas VIII.
2. Mendeskripsikan tingkat kemampuan literasi matematika siswa setelah mengalami model Pembelajaran Berbasis Masalah.
D. Batasan Masalah
Pada penelitian ini, subjek penelitian adalah 7 siswa kelas VIII SMP yang berasal dari SMP Negeri 1 Sijunjung dan SMP Negeri 7 Sijunjung. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena adanya wabah virus corona di Indonesia yang menyebabkan pemerintah diberbagai daerah memutuskan untuk menutup
sekolah selama waktu yang tidak ditentukan. Penelitian yang awalnya direncanakan disekolah tertentu dengan subjek yang sudah disepakati tidak dapat terealisasi sehingga peneliti dengan persetujuan dosen memutuskan untuk mengadakan penelitian dengan subjek dan keadaan yang terbatas.
E. Batasan Istilah
Agar tidak menimbulkan pengertian yang berbeda-beda didalam laporan ini terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan. Istilah-istilah tersebut antara lain:
1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran yang memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Literasi Matematika
Literasi matematika adalah kemampuan seorang siswa dalam menganalisa, memberikan alasan, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasikan masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi.
Termasuk didalamnya bernalar secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memprediksi suatu kejadian.
F. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi banyak orang khusunya bagi siswa, guru, sekolah, dan juga peneliti sendiri.
1. Bagi siswa
a. Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi matematisnya.
b. Membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman materi luas kubus dan balok.
c. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berosisalisasi khususnya dalam hal kerjasama serta meningkatkan kepercayaan diri siswa.
2. Bagi peneliti
a. Dapat memberi sumbangan pemikiran tentang model pembelajaran matematika yang lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika.
b. Peneliti mendapat pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mata pelajaran matematika dan merancang langsung model Pembelajaran Berbasis Masalah.
8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Literasi Matematika
1. Pengertian Literasi Matematika
Dalam PISA (OECD, 2013) literasi matematika diartikan sebagai berikut :
“Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a varity of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concept, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognizes the role that mathematics plays in the world ant to make the well-founded judgment and decision needed by constructive, engaged and reflective citizen”. (Literasi matematika merupakan kemampuan individu untuk memformulasikan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Hal ini meliputi penalaran matematika dan penggunaan konsep, prosedur, fakta dan alat matematika untuk mendeskripsikan. Menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena. Hal ini membantu individu untuk dalam menerapkan matematika kedalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang konstruktif dan reflektif).
Puji (2018:1) mengartikan literasi sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan dalam penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memperkirakan fenomena/kejadian.
Menurut Ojose (Dalam Indah dkk, 2016:2) literasi matematika merupakan sebuah pengetahuan dan menerapkan dasar matematika dalam kehidupan sehari-hari.Literasi tidak menyiratkan pengetahuan yang rinci melainkan sebuah pengertian secara luas tentang pengetahuan dan apresiasi matematika yang mampu dicapai.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa literasi matematika adalah kemampuan seorang siswa dalam menganalisa, memberikan alasan, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasikan masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi.
Termasuk didalamnya bernalar secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memprediksi suatu kejadian.
Pengertian-pengertian di atas mengisyaratkan literasi matematika tidak hanya pada penguasaan materi saja akan tetapi hingga kepada penggunaan penalaran, konsep, fakta dan alat matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari sehingga setiap individu dapat merefleksikan logika matematis yang berperan dalam kehidupannya.
Kemampuan literasi matematika siswa dapat dilihat dari cara siswa dalam menggunakan kemampuan matematikanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang situasinya berhubungan dengan tiap individu.
Secara khusus, literasi matematika dikategorikan kedalam tiga kata kerja yaitu merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan yang menjadi proses terlibat aktifnya siswa dalam pemecahan masalah(OECD, 2013).
a. Merumuskan siatuasi matematis
Meliputi identifikasi peluang untuk menerapkan dan menggunakan matematika yang memperlihatkan bahwa matematika dapat diterapkan untuk memahami atau memecahka suatu masalah tertentu, atau tantangan yang disajikan. Termasuk didalamnya mampu mengambil situasi yang disajikan dan mengubahnya kedalam bentuk solusi matematika, mengidentifikasi variabel dan membuat asumsi sederhana yang dapat membantu memecahkan masalah atau memenuhi tantangan, (EOCD, 2013).
b. Menerapkan matematika
Melibatkan penerapan penalaran matematika dan menggunakan konsep, prosedur, fakta dan alat-alat matematika untuk mendapatkan solusi. Hal ini meliputi pembuatan manipulasi ekspresi aljabar dan persamaan atau model matematika lainnya, menganalisis informasi secara matematis dari diagram dan grafik matematika, mengembangkan deskripsi dan penjelasan matematika, serta
menggunakan alat-alat matematika untuk memecahkan masalah, (OECD, 2013).
c. Menafsirkan Matematika
Menafsirkan matematika adalah merenungkan solusi matematika atau hasil matematis dan menafsirkan solusi tersebut kedalam konteks masalah atau tantangan. Termasuk didalamnya meliputi evaluasi solusi atau penalaran matematika dalam kaitannya dengan konteks masalah, dan menentukan apakah solusi yang dihasilkan wajar dan masuk akal, (OECD, 2013).
2. Programm for Internasional Student Assessment (PISA)
Programm for Internasional Student Assessment (PISA) adalah merupakan survei internasional 3 tahunan yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan di seluruh dunia dengan menguji keterampilan dan pengetahuan siswa 15 Tahun dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). PISA sudah berlangsung sejak tahun 2000 sampai 2018 merupakan siklus ke-7 pelaksanaannya. Salah satu kecakapan siswa yang diukur oleh PISA adalah kemampuan literasi matematika. Tujuan dari tes literasi matematis dari PISA adalah mengukur bagaimana siswa mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk menyelesaikan sekumpulan masalah dalam berbagai konteks nyata. Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, para siswa harus mengerahkan sejumlah kompetensi matematikanya.
Menurut Jan de Lange (dalam Marpaung & Hongki, 2012), kompetensi-kompetensi berikut akan membentuk literasi matematis : 1. Kompetensi berpikir dan beralasan secara matematis.
a. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang karakateristik- karakteristik matematika, seperti apakah hal tersebut ada? Jika demikian, berapa banyak? Bagaimana kita membuktikannya?
b. Mengetahui macam-macam jawaban dari pertanyaan-pertanyaan matematika.
c. Membedakan antara jenis-jenis pernyataan yang berbeda, yaitu definisi, teorema, konjektur, hpotesis, contoh-contoh, dan pernyataan bersyarat.
d. Memahami dan memegang keluasan dan keterbatasan konsep- konsep matematika.
2. Kompetensi berargumentasi secara logis.
a. Mengetahui apa yang dibuktikan secara matematis dan bagaimana pembuktian tersebut berbeda dari pembuktian-pembuktian secara matematis yang lainnya.
b. Mengikuti dan menilai rangkaian argumen-argumen secara matematis dari tipe-tipe yang berbeda.
c. Memiliki suatu perasaan yang heuristik, yaitu apa yang dapat terjadi, apa yang tidak dapat terjadi, dan mengapa.
d. Membuat argumen-argumen secara matematis.
3. Berkomunikasi secara matematis.
a. Mengekspresikan ide-ide dalam komponen-komponen matematika dengan berbagai cara, dalam bentuk lisan sama baiknya dengan dalam bentuk tertulis.
b. Memahami pernyataan-pernyataan lisan dan tertulis yang dibuat oleh orang lain.
c. Mengetahui tentang dan dapat menggunakan berbagai bantuan dan alat-alat (termasuk di dalamnya alat-alat teknologi informasi) yang dapat membantu terjadinya kegiatan matematika.
d. Mengetahui tentang keterbatasan berbagai bantuan dan alat.
4. Kompetensi dalam memodelkan.
a. Menstrukturkan lapangan atau situasi yang akan dimodelkan.
b. Matematisasi, yaitu menterjemahkan realitas ke matematika.
c. Dematematisasi, yaitu mengintepretasikan model-model matematika ke realistas.
d. Memodelkan (bekerja dalam domain matematika).
e. Memvalidasi model.
f. Merefleksikan, menganalisis, dan memberikan kritik terhadap model-model, dan hasil-hasil model.
g. Mengkomunikasikan model dan hasil-hasilnya (termasuk keterbatasan hasil dari model).
h. Memonitor dan mengontrol proses pemodelan.
5. Kompetensi mengajukan dan menyelesaikan masalah.
a. Mengajukan, memformulasikan, dan membuat masalah-masalah matematika yang berbeda-beda jenis secara tepat, misal: masalah matematika murni, aplikasi,
terbuka, dan tertutup.
b. Menyelesaikan berbagai macam masalah matematika dengan cara yang berbedabeda.
6. Kompetensi merepresentasi ide.
a. Memahami, menginterpretasikan, dan membedakan bentuk-bentuk representasi yang berbeda dari objek-objek dan situasi-situasi matematika, dan memahami hubungan timbal balik antar berbagai bentuk representasi.
b. Memilih dan mengubah bentuk-bentuk representasi yang berbeda menurut situasi dan tujuan.
7. Kompetensi menggunakan simbol dan bahasa formal.
a. Memahami dan menginterpretasikan bahasa simbolik dan formal dan memahami hubungannya dengan bahasa yang biasa dipakai.
b. Menterjemahkan dari bahasa yang digunakan sehari-hari ke bahasa simbolik atau formal.
c. Memahani pernyataan-pernyataan dan ekspresi-ekspresi yang memuat simbolsimbol dan rumus-rumus.
d. Menggunakan variabel, menyelesaikan persamaan, dan melakukan perhitungan.
Dalam PISA, terdapat 7 kemampuan dasar matematika yang menjadi pokok dalam proses literasi matematika (OECD, 2019), yaitu meliputi:
1. Komunikasi
Literasi matematis melibatkan proses komunikasi, sebab dalam proses pemecahan masalah siswa perlu mengutarakan atau mengemukakan gagasan ketika melakukan penalaran terhadap soal maupun langkah langkah penyelesaiannya,selain itu siswa juga perlu menjelaskan hasil pemikiran atau gagasannya kepada orang lain agar orang lain juga dapat memahami hasil pemikirannya.
2. Matematisasi
Kemampuan literasi matematis juga melibatkan kemampuan matematisasi, yakni kemampuan dalam menerjemahkan bahasa sehari- hari dalam bentuk matematika, merupakan konsep, struktur, membuat asumsi atau pemodelan.
3. Representasi
Kemampuan representasi disini adalah kemampuan dalam merepresentasikan objek-objek matematika secara grafik, tabel, diagram, gambar, persamaan, rumus dan bentuk-bentuk konkret lainnya.
4. Penalaran dan argument
Kemampuan penalaran dan argumen adalah akar dari proses berpikir logis yang dikembangkan untuk menentukan suatu kesimpulan yang dapat memberikan pembenaran terhadap suatu solusi permasalahan.
5. Merancang strategi untuk memecahkan masalah
Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
6. Penggunaan simbol, bahasa formal dan teknis, dan penggunaan operasi Kemampuan ini melibatkan pemahaman, penafsiran,kemampuan memanipulasi suatu konteks matematika yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan terkait matematika.
7. Penggunaan alat matematika
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk mampu menggunakan berbagai macam alat yang dapat membantu proses matematisasi, dan mengetahui keterbatasan dari alat-alat tersebut.
Selain ketujuh hal di atas, adapun proses matematika yang menjadi dasar penilaian kemampuan literasi matematis siswa menurut OECD (2019) adalah:
1. Memodelkan soal ke bentuk matematika
2. Menerapkan konsep matematika, fakta, prosedur, dan penalaran 3. Menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil yang diperoleh
Berdasarkan uraian tentang 7 kemampuan dasar matematika dalam literasi matematis dan tiga proses matematika yang menjadi dasar penilaian kemampuan literasi matematis, maka berikut hubungan antara keduanya:
Tabel 2.1 Hubungan antara proses matematika dengan kemampuan dasar matematika (OECD, 2019)
Memodelkan soal kebentuk
matematika
Menerapkan konsep matematika,
fakta, prosedur, dan
penalaran
Menafsirkan, menerapkan, dan
mengevaluasi hasil yang
diperoleh
Komunikasi Membaca, membaca sandi, dan dapat mengerti terhadap pernyataan, pernyataan objek, gambar, atau amunisi
Mengutarakan sebuah solusi, menunjukkan hasil kerjanya dalam
menemukan solusi.
Menggunakan pemahaman
Merancang dan memberikan penjelasan serta alasan terkait penyelesaian yang diberikan.
Memahami tingkat dan batas
konsekuensi
yang diberikan.
Mengidentifika si pokok variabel matematika dari
permasalahan yang
diberikan.
akan konteks yang mengarah pada
penyelesaian masalah.
terhadap model matematika yang dikerjakan.
Representasi Membuat sebuah representasi matematika dari Bahasa sehari-hari.
Membuat pengertian, relasi, dan menggunakan beragam representasi ketika
menyelesaikan masalah.
Menginterpretasika n hasil matematika ke dalam sebuah variasi format yang terkait dengan permasalahan.
Penalaran dan argument
Menjelaskan, mempertahank an, atau memberikan sebuah kebenaran untuk
diidentifikasi atau
merancang representasi sebuah
permasalahan.
Menyambungka n beberapa informasi yang mengarah kepada penyelesaian matematika.
Menggambarkan solusi matematika dan membuat penjelasan serta alasan yang mendukung, menyanggah, atau mengisyaratkan sebuah
permasalahan matematika kebentuk masalah kontekstual.
Merancang strategi untuk memecahka n masalah/
Memilih atau merancamg sebuah strategi dalam
matematisasi sebuah masalah kontekstual.
Mengaktifkan mekanisme control yang efektif dan berkelanjutan diseluruh prosedur yang mengarah pada
Merancang dan mengimplementasi kan strategi dalam rangka
menafsirkan, mengevaluasi, dan memvalidasi sebuah solusi
solusi matematika, kesimpulan, dan generalisasi.
matematika ke dalam masalah kontekstual.
Penggunaan symbol , Bahasa formal dan teknis, dan penggunaan operasi
Menggunakan variabel, symbol, diagram, dan model standar yang tepat dalam
merepresentasi kan masalah yang
menggunakan Bahasa formal.
Memahami dan memanfaatkan bentuk dasar defenisi, aturan dan bentuk system sebaik menggunakan algoritma.
Memahami hubungan antara konteks masalah dan representasi dari solusi matematika.
Penggunaan alat
matematika
Menggunakan alat
matematika untuk mengenali struktur atau untuk
menggambarka n hubungan matematika.
Mengetahui dengan tepat menggunakan variasi alat yang dapat membantu dalam
mengimplemeta sikan proses dan prosedur untuk menemukan solusi matematika.
Menggunakan alat matematika untuk memastikan kebenaran dari solusi matematika yang diberikan.
Berdasarkan PISA, kemampuan literasi matematika dibagi berdasarkan 6 level atau tingkatan. Berikut 6 level kemampuan literasi matematika siswa yang diadopsi dari PISA (OECD,2019).
Tabel 2.2 Level kemampuan literasi matematika siwa (OECD, 2019)
Level Aktivitas Siswa
6 Siswa dapat melakukan pengonsepan, generalisasi,dan menggunakan informasi berdasarkan penelaahan dan pemodelan dalam suatu situasi yang kompleks dan dapat menggunakan pengetahuan di atas rata-rata.
Menghubungkan sumber informasi berbeda dan menerjemahkan di antara keduanya dengan fleksibel. Siswa pada tingkatan ini memiliki kemampuan berpikir dan bernalar matematika yang tinggi. Menerapkan pengetahuan, penguasaan, dan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi yang baru. Merefleksikan tindakan mereka dan merumuskan serta mengkomunikasikan tindakan mereka dengan tepat dan menggambarkan sehubungan dengan penemuan mereka, penaksiran, pendapat, dan kesesuaian dengan situasi nyata.
5 Siswa dapat mengembangkan dan bekerja dengan model pada situasi kompleks, mengidentifikasi masalah, menetapkan asumsi. Siswa memilih, membandingkan,dan mengevaluasi dengan tepat strategi pemecahan masalah terkait dengan permasalahan kompleks yang berhubungan dengan model. siswa bekerja secara strategis dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan representasi & karakteristik formal dan pengetahuan yang berhubungan dengan situasi.
Melakukan refleksi dari pekerjaan mereka dan dapat merumuskan dan mengkomunikasikan penafsiran dan alasan mereka.
4 Siswa dapat bekerja secara aktif dengan model dalam situasi yang konkrit tetapi kompleks yang mungkin melibatkan pembatasan untuk membuat asumsi. Memilih dan menggabungkan representasi yang berbeda, termasuk pada simbol, menghubungkannya dengan situasi nyata.
menggunakan berbagai keterampilannya yang terbatas dan mengemukakan alasan dengan beberapa pandangan di konteks yang jelas. memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka.
3 Siswa dapat melaksanakan prosedur dengan jelas,termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara berurutan.
Memecahkan masalah, dan menerapkan strategi yang sederhana. menafsirkan dan menggunakan representasi berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan kemukakan alasannya secara langsung.
Mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka.
2 Siwa dapat menafsirkan dan menganalisis situasi dengan konteks yang memerlukan kesimpulan langsung. Memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal, dan menggunakan cara penyajian tunggal. Mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur atau kesepakatan. Memberi alasan secara tetap dari hasil penyelesaiannya.
1 Siswa dapat menjawab pertanyaan dengan konteks umum serta semua informasi yang relevan telah tersedia dengan pertanyaan yang jelas. mengidentifikasi informasi dan melakukan cara-cara yang umum berdasarkan instruksi yang jelas. Menunjukkan suatu tindakan sesuai dengan stimulasi yang diberikan.
Menurut OECD (2013), soal literasi matematika level 1 dan 2 termasuk kelompok soal dengan skala rendah. Soal-soal disusun berdasarkan konteks yang cukup dikenal oleh siswa dengan operasi matematika yang sederhana. soal literasi matematika level 3 dan 4 termasuk kelompok soal dengan skala menengah. Soal-soal dengan skala menengah memerlukan interpretasi siswa karena situasi yang diberikan tidak dikenal atau bahkan belum pernah dialami siswa. Sedangkan soal literasi matematika level 5 dan 6 termasuk kelompok soal dengan skala tinggi. Soal-soal ini menuntut penafsiran tinggi dengan konteks yang sama sekali tidak terduga oleh siswa.
B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Pengertian model pembelajaran berbasis masalah
Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi matematika yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (Madyaratria dkk, 2019). Pembelajaran Berbasis Masalah sudah dirintis sejak tahun 1950-an dan secara formal baru diterapkan di Mcmaster University Kanada tahun 1970-an (Yani&Ruhimat, 2018:71).
Menurut Sani (2014:127) Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara
menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan konstekstual yang ditemukan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan Bahasa yang sedikit berbeda, Yani & Ruhimat (2018:71) mengatakan bahwa PBL juga diartikan sebagai model pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar memecahkan masalah yang menantang.
Ibrahim (dalam Siti & Rohadi, 2014) mengatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, memecahkan masalah dan keterampilan intelektual.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai permasalahan yang autentik dan bermakna bagi siswa sebagai landasan bagi investigasi siswa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar.
2. Proses Pembelajaran Berbasis Masalah
Proses Pembelajaran Berbasis Masalah diawali dengan menghadirkan masalah. Masalah yang diangkat biasanya menyangkut kehidupan nyata dilingkungan siswa, ada yang bersifat kasus nyata yang terjadi dimasyarakat dan atau bersifat hipotetik yaitu dipilih dan direkayasa agar memenuhi tujuan dan kriteria Pendidikan.
Menurut Rusman (dalam Indah dkk, 2016:5) kegiatan pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah mempertimbangkan Sembilan karakteristik yaitu:
1. Pembelajaran menjadi starting pint dalam belajar.
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple prespective).
4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.
7. Pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
8. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrase dari sebuah proses belajar,.
9. PBM melibatkan evaluasi dari riview pengalaman siswa dan proses belajar.
Dalam proses Pembelajaran Berbasis Masalah, terdapat lima tahapan pembelajaran yang dapat diterapkan. Menurut Sugiyanto (2010:159), tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu:
Tabel 2.3 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Sugiyanto, 2010)
Fase Perilaku Guru
Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa
Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan mengorganisasi tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
Fase 3: membentuk investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan serta solusi.
Fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan hasil
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil- hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model yang
membantu mereka untuk
menyampaikan kepada oranglain.
Fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Huda (dalam Rosmalasa, 2018) juga mengemukakan tahapan dari model Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu sebagai berikut:
a. Menyajikan suatu masalah
Tahap awal pembelajaran, guru menyajikan suatu masalah untuk diselesaikan oleh siswa. Masalah yang disajikan kepada siswa merupakan masalah konkret, yakni masalah yang terdapat dalam kehidupan siswa dengan demikian siswa dapat mengalami masalah tersebut.
b. Mendiskusikan masalah
Pada tahap ini siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil guna mendiskusikan masalah meliputi penggalian fakta-fakta yang terdapat dalam masalah, serta menyadari adanya masalah yang harus diselesaikan. Setelah itu siswa mengidentifikasi kebutuhan untuk proses pemecahan masalah sehingga dapat dirancang suatu tindakan pemecahan masalah.
c. Menyelesaikan masalah diluar bimbingan guru
Pada tahap ini siswa diberikan kebebasan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sumber. Siswa dapat mencari informasi dalam menyelesaikan masalah dari perpustakaan, internet, observasi lapangan, dan lain-lain.
d. Berbagi informasi
Setelah mencari berbagai sumber informasi dalam proses pemecahan masalah siswa melakukan kegiatan berbagi informasi melalui kegiatan diskusi kelompok. Siswa mengemukakan ide dalam proses pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah yang telah diperoleh oleh siswa didiskusikan dengan teman sekelompok agar dapat dipahami dengan
baik dan menerapkannya dalam proses pemecahan masalah yang sedang dihadapi.
e. Menyajikan solusi
Tahap menyajikan solusi yakni tahap dimana siswa menuliskan proses pemecahan masalah hasil dari diskusi kelompok dengan pertimbangan dari berbagai macam sumber yang ditemukan. Setelah itu mempresentasikan hasil tersebut kepada kelompok lain.
f. Merefleksikan
Tahap refleksi merupakan tahap meriview seluruh proses pembelajaran yang telah dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah. Siswa mengemukakakan kembali materi pembelajaran dan merefleksikan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Sehingga dalam penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan oleh peneliti yaitu mengadopsi tahapan pembelajaran yang dikemukakan oleh Sugiyanto yaitu: 1) orientasi siswa pada masalah; 2) mengorganisasi siswa untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok;
4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahapan ini dipilih karena pada setiap langkahnya disajikan lebih mendetail/ terperinci.
C. Luas Permukaan Kubus dan Balok Kubus
Misalkan dua persegi kongruen terletak pada bidang sejajar sedemikian sehingga sisi yang bersesuaian (dua persegi) juga sejajar. Jika sudut yang sesuai dari dua persegi ini (seperti A dan A’ pada gambar 2.1) dihubungkan dengan segmen garis, maka “padatan” yag dihasilkan adalah sebuah kubus.
C D
A B
C’ D’
A’ B’
ABCD A’B’C’D’
Gambar 2.1 Kubus A’B’C’D’ .ABCD
Pemberian nama kubus di urutkan menurut titik sudut setiap sisi alas dan sisi atapnya dengan menggnakan huruf capital. Setiap persegi pembentuk kubus masing-masing akan berpotogan tegak lurus dengan persegi lainnya pada tepinya. Perhatikan gambar! Sisi alas dari kubus disamping adalah ABCD dan sisi atapnya adalah EFGH sehingga kubus tersebut kita namakan kubus ABCD.EFGH.
Unsur-unsur kubus
Gambar 2.2 kubus ABCD.EFGH
Sumber: https://bengkelilmupersevera.wordpress.com/2016/01/31/kubus-dan- balok-membuat-jaring-jaring-kubus-latihan/
Kubus mempunyai beberapa unsur utama. Unsur-unsur utama itu adalah sisi, rusuk, dan titik sudut.
1. Sisi kubus
Sisi kubus adalah suatu bidang persegi (permukan kubus) yang membatasi bangun ruang kubus. Kubus terdiri dari enam sisi yang bentuk dan ukurannya sama. Sisi kubus dikelompokkan kedalam dua bagian besar yaitu:
a. Sisi datar
Sisi datar terdiri atas sisi datar bawah yang disebut sisi alas dan sisi datar atas disebut sisi tatap (tutup), seperti terlihat pada Gambar 2.2, alas kubus yaitu ABCD dan atap kubus yaitu EFGH saling sejajar.
b. Sisi tegak
Sisi tegak kubus terdiri atas sisi depan, belakang, kiri, dan sisi kanan, seperti terlihat pada Gambar 2.2, Sisi depan yaitu ABFE dan belakang DCGH saling sejajar, ditulis ABFE//DCGH. Sisi kiri ADHE dan sisi kanan BCGF saling sejajar, ditulis ADHE//BCGF.
2. Rusuk kubus
Rusuk kubus adalah ruas garis yang merupakan perpotongan dua bidang sisi pada sebuah kubus. Rusuk kubus dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
a. Rusuk datar
Rusuk datar terdiri dari rusuk alas dan rusuk atas. Rusuk alas kubus ada 4 buah dan rusuk atas kubus ada 4 buah. Pada Gambar 2.2, rusuk alasnya adalah AB, BC, CD, dan DA, sedangkan rusuk atasnya adalah EF, FG, GH, dan HE.
b. Rusuk tegak
Rusuk tegak adalah rusuk yang diperoleh dari pertemuan sisi depan dengan sisi kiri/kanan. Pada Gambar 2.2, rusuk tegaknya adalah AE, BF, CG, dan DH.
Pada rusuk datar, rusuk-rusuk yang saling sejajar yaitu AB//DC//EF//HG dan AD//BC//EH/FG. Sedangkan pada rusuk tegak, rusuk-rusuk yang saling sejajar yaitu AE,//BF//CG//DH.
3. Titik sudut
Tiga buah rusuk kubus yang berdekatan akan bertemu pada satu titik.
Titik pertemuan itu disebut titik sudut kubus. Pada Gambar 2.2, titik- titik sudut kubus adalah A, B, C, D, E, F, G, H. Titik-titik sudut tersebut semuanya ada 8 buah. Titik sudut sering juga disebut titik pojok.
Diagonal kubus
1. Diagonal sisi (diagonal bidang)
Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa kubus mempunyai 6 buah persegi sebagai sisi kubus. Masing-masing sisi kubus mempunyai dua buah diagonal. Diagonal itu disebut sebagai diagonal bidang, yang banyaknya 6 x 2 = 12 buah. Semua diagonal sisi kubus mempunyai panjang yang sama. Pada Gambar 2.3 dibawah, BE merupakan salah satu diagonal sisi kubus ABCD.EFGH. Diagonal sisi lainnya pada kubus yaitu AF, CH, DG, AC, D, EG, FH, AH, DE, BG, dan CF.
Gambar 2.3 Diagonal sisi kubus
Sumber: https://www.zenius.net/prologmateri/matematika/a/1372/panjang- diagonal-sisi-kubus
2. Bidang diagonal kubus
Bidang diagonal kubus berbentuk persegi panjang dan dibatasi oleh empat garis lurus yaitu dua rusuk kubus dan dua diagonal bidang yang saling sejajar. Sebuah kubus mempunyai 6 buah bidang diagonal. Pada Gambar 2.4 dibawah, sisi BCHE merupakan salah satu bidang diagonal kubus. Bidang diagonal kubus lainnya antara lain sisi ACGE, ADGF, DCFE, ABGH, dan BDHF.
Gambar 2.4 Bidang diagonal Kubus
Sumber: https://krisna8.wordpress.com/2011/04/08/kubus/
3. Diagonal ruang
Kubus ABCD.EFGH mempunyai titik-titik sudut yang berhadapan yaitu, A dengan G, B dengan H, C dengan E, dan D dengan F. Diagonal ruang berbentuk ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang tidak terletak pada sisi kubu yang sama. Ruas garis AG, BH, CE, dan DF disebut diagonal ruang kubus ABCD.EFGH. Pada Gambar 2.5 dibawah, ruas garis BH merupakan salah satu diagonal kubus.
Gambar 2.5 Diagonal ruang kubus
Sumber: https://www.madematika.net/2015/11/diagonal-bidang-diagonal- ruang-dan.html
Luas permukaan kubus
(a) (b)
Gambar 2.6 Kubus dan jaring-jaring kubus
mencari luas permukaan kubus dapat menggunakan jaring-jaring kubus (gambar 2.6). misalkan panjang rusuk kubus adalah r.
luas permukaan kubus ABCD EFGH
= luas ABCD + luas EFGH + luas ABFE + luas DCGH + luas ADHE + luas BCGF
= luas persegi + luas persegi + luas persegi + luas persegi + luas persegi + luas persegi
= (rxr) + (rxr) + (rxr) + (rxr) + (rxr) + (rxr)
= r2 + r2 + r2 + r2 + r2 + r2
= 6 r2
Jadi, luas permukaan kubus adalah r2.
Balok
Misalkan dua persegi panjang kongruen terletak pada bidang sejajar sedemikian sehingga sisi yang bersesuaian (dua persegi panjang) juga sejajar. Jika sudut yang sesuai dari dua persegi panjang ini (seperti A dan A’ pada gambar 2.7) dihubungkan dengan segmen garis, maka “padatan”
yag dihasilkan adalah sebuah balok. Balok mempunyai nama dengan penamaan diurutkan menurut nama sisi alas dan sisi atasnya seperti penamaan pada kubus.
D C
A B
D’ C’
A’ B’
Gambar 2.7 Kubus A’B’C’D’.ABCD ABCD A’B’C’D’
Unsur-unsur balok
Gambar 2.8 Balok ABCD EFGH Sumber: https://brainly.co.id/tugas/19011073
Seperti halnya kubus, balok juga mempunyai tiga unsur utama yang merupakan pembentuk balok tersebut. Unsur-unsur utama itu adalah sisi balok, rusuk balok, dan sudut balok.
1. Sisi balok
Balok mempunyai tiga pasang sisi, yang masing-masing pasang berbentuk persegi panjang yang saling sejajar dan kongruen. Sisi balok dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu:
a. Sisi datar, terdiri atas sisi alas pada Gambar 2.7 (ABCD) dan sisi atas (EFGH) yang saling sejajar.
b. Sisi tegak, terdiri atas sisi depan pada Gambar 2.7 (ABFE) sejajar dengan sisi belakang (DCGH), sisi kiri (ADHE) sejajar dengan sisi kanan (BCGF).
2. Rusuk
Sebuah balok mempunyai 12 rusuk. Rusuk-rusuk tersebut terbagi dalam tiga bagian yang masing-masing terdiri atas empat rusuk yang sejajar dan sama panjang. Bagian pertama terdiri dari atas rusuk-rusuk terpanjang, yaitu rusuk AB, DC, EF, dan HG, bagian ini disebut panjang balok. Bagia kedua terdiri atas rusuk-rusuk tegak, yaitu AE, BF, CG, dan DH, bagian ini disebut tinggi balok. Bagian ketiga terdiri atas rusuk-rusuk miring (rusuk nonfrontal), yaitu AD, BC, EH, dan FG, bagian ini disebut lebar balok.
3. Titik sudut
Perhatikan rusuk-rusuk balok pada gambar disamping. Sebuah rusuk akan bertemu dengan dua rusuk lainnya. Tiga buah rusuk balok yang
berdekatan akan bertemu pada satu titik. Titik pertemuan itu disebut titik sudut balok. Pada Gambar 2.7 titik-titik sudut balok adalah titik sudut A, B, C, D, E, F, G, H. Titik sudut pada balok seluruhnya 8 buah. Sudut A berhadapan dengan sudut G, sudut B dengan sudut H, sudut C dengan sudut E, dan sudut D dengan sudut F.
Diagonal balok
Seperti halnya ada pembahasan kubus, balok pun mempunyai diagonal sisi (diagonal bidang), bidang diagonal, dan diagonal ruang.
1. Diagonal sisi (diagonal bidang)
Balok mempunyai 12 buah diagonal sisi.
Dari gambar balok PQRS.TUVW di bawah, ruas garis TQ merupakan diagonal sisi balok. Diagonal sisi balok lainnya yaitu ruas garis PR, QS, TV, UW, PW, ST, QV, RU, TV, UW, dan PU.
Gambar 2.9 Diagonal sisi balok PQRS.TUVW
Sumber: https://www.madematika.net/2015/11/diagonal-bidang-diagonal- ruang-dan.html
2. Bidang diagonal
Bidang diagonal balok merupakan bidang di dalam balok yang dibuat melalui dua buah rusuk yang saling sejajar tetapi tidak terletak pada satu sisi. Bidang diagonal balok berbentuk persegi panjang. Pada Gambar 2.9 di bawah, bidang ABGH merupakan salah satu bidang diagonal balok ABCD.EFGH. Bidang diagonal balok lainnya yaitu DCFE, BCHE, AFGD, ACGE, dan DBFH.
Gambar 2.10 Bidang diagonal balok ABCD.EFGH Sumber: https://brainly.co.id/tugas/10460272
3. Diagonal ruang
Balok mempunyai 4 diagonal ruang. Dari Gambar 2.10 balok ABCD.EFGH dapat dilihat bahwa ruas garis EC merupakan salah satu diagonal ruang balok ABCD.EFGH. Diagonal ruang lainnya yaitu AG, DF, dan BH.
2.11 Diagonal ruang balok ABCD.EFGH Sumber: https://rumushitung.com/2015/10/31/bangun-ruang-balok/
Luas permukaan balok
(a) (b)
Gambar 2.11 Balok dan jaring-jaring balok
Mencari luas permukaan balok dapat menggunakan jaring-jaring balok (gambar 2.2).
Luas permukaan balok ABCD EFGH
= luas 1 + luas 2 + luas 3 + luas 4 + luas 5 + luas 6
= (pxl) + (pxt) + (lxt) + (pxl) + (lxt) + (pxt)
= 2 x (pxl) + 2 x (pxt) + 2 x (lxt)
= 2 (p.l) + 2(p.t) + 2(l.t)
= 2 (p.l + p.t + l.t)
Jadi, luas permukaan balok adalah 2 (p.l + p.t + l.t)
D. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nur Indah, Sitti Mania, dan Nursallam (2016) melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuam literasi matematika siswa sebelum dan setelah melalui penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah di kelas VII SMPN 5 Pallangga Kabupaten Gowa. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan literasi matematika siswa SMPN 5 Pallangga. Hal ini ditunjukkan dari ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang bentuknya merumuskan, menerapkan, bahkan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan jenis penelitian Quasy Eksperimen dengan desain penelitian one group pretest posttest design. hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan literasi matematika siswa setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah di kelas VII SMP negeri Pallangga kabupaten Gowa. hal ini berdasarkan hasil analisis data menggunakan statistik deskriptif untuk kemampuan literasi matematika siswa sebelum penerapan model pembelajaran berbasis masalah memiliki persentase 50% dan untuk kategori sedang dan 50% berada pada kategori rendah.
Kemudian untuk kemampuan literasi matematika siswa setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah memiliki persentase 5% untuk kategori rendah, 90% berada pada kategori sedang, dan 5%
berada pada kategori tinggi. Adapun hasil analisis statistik inferensia
(paired sample T-test) diperoleh nilai signifikansi< 0,05. artinya terdapat peningkatan kemampuan literasi matematika siswa setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah di kelas VII SMPN 5 Pallangga kabupaten Gowa.
2. Afit Istiandaru, Wardono, dan Mulyono (2014) melakukan penelitian untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah dengan model realistik-saintifik dan asesmen beriorentasi PISA yang valid dan praktis untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa SMP secara efektif. masalah pokok dalam penelitian ini adalah bahwa guru masih kesulitan dalam menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif. padahal kurikulum 2013 mendorong guru menerapkan pembelajaran dengan model saintifik (Kemendikbud,2013 b), salah satunya melalui pembelajaran berbasis masalah. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi: silabus, RPP, LKS, buku siswa, dan tes kemampuan literasi matematika siswa berorientasi PISA.
Proses pengembangan perangkat merujuk pada model Plomp yang meliputi: investigasi awal, desain, konstruksi, tes, evaluasi, dan revisi.
Uji coba perangkat pembelajaran melibatkan siswa kelas VIII-B SMPN 5 Semarang tahun ajaran 2013/2014 dengan menggunakan desain penelitian non-randomized pretest-posttest control group design. hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran dinilai valid oleh para ahli dengan kategori yang sangat baik. perangkat pembelajaran dapat dikategorikan praktis dengan merujuk pada siswa dan guru merespon positif, serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dikategorikan tinggi. Pembelajaran juga efektif meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa.
E. Kerangka Berpikir
Data Programm for Internasional Student Assessment (PISA) tahun 2000, 2003, 2006, 2009,2012, sampai 2018 menunjukkan hasil yang tidak banyak berubah bagi Indonesia dalam setiap keikutsertaan. Rata-rata skor prestasi literasi matematika PISA pada tahun 2009, Indonesia hanya
menduduki ranking 61 dari dari 67 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Tidak jauh berbeda dengan tahun selanjutnya dan pada siklus terakhir pada tahun 2018 dimana Indonesia memperoleh skor rata-rata 379, sementara skor rata-rata Internasional adalah 489 dan menduduki ranking 72 dari dari 78 peserta (Kompas, 2019).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru matematika SMP yang terdapat pada latar belakang masalah, ditemukan beberapa masalah yang terjadi pada kemampuan literasi siswa kelas VIII yaitu: siswa masih sangat kurang kecermatannya dalam menganalisa suatu permasalahan, siswa mengalami kesulitan dalam merepresentasi suatu permasalahan kedalam bentuk tulisan, gambar, diagram dan sejenisnya, serta langkah- langkah atau prosedur penyelesaian soal yang dilakukan siswa juga tidak tepat. Masalah-masalah diatas menunjukkan bahwa kemampuan literasi matematis siswa masih tergolong rendah. Padahal kemampuan literasi matematika sangatlah penting bagi siswa untuk semakin memahami peran dan kegunaan matematika didalam kehidupan sehari-hari serta menjadikan siswa mampu membuat keputusan berdasarkan pola berpikir matematis yang konstruktif.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa adalah dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah.
Pembelajaran Berbasis Masalah dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada yang seluas-luasnya kepada dalam menuangkan ide-ide matematisnya, mengembangkan kemampuan berpikirnya, dan diberi kesempatan untuk mengembangkan masalah. Pembelajaran yang demikian dapat dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan literasinya, Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Indah dkk menunjukkan bahwa dengan penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Afit Istiandaru
dkk juga menunjukkan hasil yang sangat baik pada saat siswa menggunakanperangkat pembelajaran Berbasis Masalah.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah, dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi matematikanya. Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang bentuknya merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika. Oleh karena itu, peneliti akan menganalisis kemampuan literasi matematis siswa SMP kelas VIII TAHUN AJARAN 2019/2020 pada pembelajaran matematika yang menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk materi kubus dan balok.
Berikut disajikan dalam bentuk diagram tentang gambaran umum Bagaimana kemampuan literasi matematika siswa SMP kelas VIII tahun ajaran 2019/2020 dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah.