• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI ZAT WARNA RHODAMIN B PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI KOTA MAUMERE DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ( KLT ) KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI ZAT WARNA RHODAMIN B PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI KOTA MAUMERE DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ( KLT ) KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

1

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun guna mencapai gelar Ahli Madya Farmasi

Disusun oleh

Nama : Yuheni NIM : 244816053

PROGRAM STUDI D - III FARMASI

AKADEMI FARMASI SANTO FRANSISKUS XAVERIUS MAUMERE

2019

(2)

IDENTIFIKASI ZAT WARNA RHODAMIN B PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI KOTA MAUMERE DENGAN METODE

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ( KLT ) Yuheni 1, Maria Evelina 2, Maria Dua Ona Keban 3

Abstrak

Kosmetik pada saat ini sudah menjadi kebutuhan penting bagi manusia.

Kosmetik tidak saja digunakan untuk fungsi estetika, tetapi memiliki peran dalam perawatan kulit. Lipstik adalah produk kosmetik yang paling luas digunakan.

Lipstik adalah salah satu sediaan kosmetika perona bibir yang sering digunakan perempuan yang bertujuan untuk menyempurnakan suatu penampilan. Salah satu komponen utama dalam pembuatan sediaan lipstik adalah zat warna. Salah satu zat warna yang paling sering disalah gunakan pemakaiannya adalah rhodamin B.

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, dan tidak berbau. Rhodamin B umumnya digunakan sebagai pewarna pada industri tekstil dan pembuatan kertas. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit, saluran pernafasan dan memiliki efek karsinogenik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya rhodamin B dalam lipstik yang beredar di kota Maumere.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium kimia. Sampel diambil secara purposive sampling yaitu dipilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti dan diambil 6 sampel lipstik berwarna merah untuk diidentifikasi. Untuk mengidentifikasi adanya Rhodamin B digunakan metode kromatografi lapis tipis dengan menggunakan Silika Gel G 60 F254 sebagai fase diam dengan menggunakan eluen sebagai fase gerak yaitu campuran Etil Asetat : N-Buthanol : Amoniak 25% ( 20: 55: 25 v/v/v). Bercak noda yang muncul pada plat KLT kemudian diamati secara visual dan dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm selanjutnya dihitung nilai Rf. Data hasil penelitian dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 sampel lipstik yang diidentifikasi, terdapat satu sampel lipstik yang teridentifikasi mengandung Rhodamin B yaitu lipstik dengan kode F.

Kata Kunci: Kosmetik, Lipstik, Rhodamin B, Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )

1 Mahasiswa Program Studi Diploma Farmasi, Akademi Farmasi St. Fransiskus Xaverius

2 Dosen Program Studi Diploma Farmasi, Akademi Farmasi St. Fransiskus Xaverius

3 Dosen Program Studi Diploma Farmasi, Akademi Farmasi St. Fransiskus Xaverius

(3)

At this time cosmetics has become an important needs for humanity.

Cosmetics were not only used for aesthetic functions but had a role in skin care.

Lipstick was the most widely used in cosmetic product. Lipstick was one of the lip blush cosmetics that was often used by women to perfecting appearance. One of the main component in making lipstick preparation was synthetic dyestuff subtances. One of the most dyestuff often misused was rhodamin B. Rhodamine B was a synthetic dyestuff in the form of crystal powder, green or reddish purple and odorless. In general rhodamine B used as dyestuff in textiles industry and make paper. Rhodamine B cold effect skin irritation, respiratory tract, and had carcinogenic effects. The purpose of this study was to determine whether or not Rhodamine B in a lipstick that circulated in Maumere city.

The kind of this research was Experimetal research conducted in chemical laboratory. The sample was taken by purposive sampling that obtained base on the researcher criteria, and take of 6 (six) samples of red lipsticks to identify. To identify Rhodamin B used Thin Layer Chromatography ( KLT ) with using G60 silica gel as stationary phase with eluents as a mobile phase there are mixture of ethyl acetate : N-butanol : ammonia ( 20 : 55 : 25 v/v/v ). The stains that appeared at KLT plat then observed as visually and under UV light at a wavelength 254 nm, and then Rf value is calculated. The Research result data were analyzed as descriptively.

The results showed that 6 lipsticks samples being identified, there were one sample that contained Rhodamine B namely code F of lipstick.

Keywords: Cosmetics, Lipstick, Rhodamin B, Thin Layer Chromatografi ( KLT )

1 Student of Pharmacy Study Program, Pharmacy Academy of St. Fransiskus Xaverius Maumere

2 Lecturer in Pharmacy Study Program, Pharmacy Academy of St. Fransiskus Xaverius Maumere

3 Lecturer Pharmacy Study Program, Pharmacy Academy of St. Fransiskus Xaverius Maumere

THIN LAYER CHROMATOGRAFIC ( KLT ) METHOD Yuheni 1, Maria Evelina 2, Maria Dua Ona Keban 3

ABSTRACT

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Ruang Lingkup ... 4

F. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kosmetik ... 8

B. Struktur Anatomi Bibir ... 13

(5)

C. Lipstik ... 15

D. Rhodamin B ... 26

E. Kromatografi Lapis Tipis ... 30

F. Uraian Bahan ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37

B. Waktu dan Tempat Penlitian ... 37

C. Objek Penelitian ... 37

D. Alat dan Bahan ... 37

E. Prosedur Penelitian ... 38

F. Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

B. Pembahasan ... 42

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 50

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pewarna yang dilarang penggunaannya ... 20

Tabel 2.2 Pewarna yang diizinkan penggunaannya ... 21

Tabel 2.3 Lipstik yang menandung bahan berbahaya ... 24

Tabel 2.4 Perkiran nilai Rf Rhodamin B ... 30

Tabel 5.1 Hasil Pengamatan ... 41

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Bibir ... 14

Gambar 2.2 Lacquer Lipstik ... 15

Gambar 2.3 Satin Lipstik ... 16

Gambar 2.4 Matte Lipstik ... 16

Gambar 2.5 Lip Care Lipstik ... 17

Gambar 2.6 Rhodamin B ... 26

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Perhitungan ... 50

Lampiran II Dokumentasi Penelitian ... 61

Lampiran III Surat Ijin Penelitian ... 67

Lampiran IV Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 68

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kosmetik pada saat ini sudah menjadi kebutuhan penting bagi manusia.

Kosmetik tidak saja digunakan untuk fungsi estetika, tetapi memiliki peran dalam penyembuhan dan perawatan kulit. Meski bukan kebutuhan primer, namun kosmetik merupakan salah satu produk yang digunakan rutin dan terus – menerus oleh manusia (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. 19 tahun 2015 tentang persyaratan teknis kosmetik, kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh mausia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Berdasarkan hasil investigasi badan POM tahun 2014, terdapat 9817 produk kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan yaitu produk yang diedarkan tidak memiliki izin edar dan produk dengan bahan yang berbahaya atau dilarang. Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di Indonesia, selama tahun 2017 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap 24.314 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 285 (1,17%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi: mengandung bahan aktif melebihi batas 59 (0,24%) sampel,

(10)

cemaran mikroba 99 (0,41%) sampel dan mengandung bahan dilarang 127 (0,52%).

Jenis kosmetika dengan tujuan utama untuk memperbaiki penampilan adalah kosmetika dekoratif. Beberapa contoh kosmetika dekoratif yaitu bedak, pemerah pipi, eye shadow, dan lipstik ( Tranggono dan Fatma, 2007 ).

Lipstik adalah salah satu sediaan kosmetika perona bibir yang sering digunakan perempuan yang bertujuan untuk menyempurnakan suatu penampilan ( Sari, 2011 ).

Pewarna pada lipstik berdasarkan sumbernya ada 2 yaitu, pewarna alami merupakan zat warna yang diperoleh dari akar, daun, bunga, dan buah.

Sedangkan pewarna sintesis berasal dari reaksi antara dua atau lebih senyawa kimia contohnya seperti rhodamin B ( Lidya dan Fatimawali, 2013 ).

Rhodamin B adalah zat warna sintesis yang biasa digunakan untuk pewarna kertas, tekstil atau tinta. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat bersifat karsinogenik.

Pemeriksaaan rhodamin B dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Rhodamin B akan fluoresensi kuning jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan berwarna merah muda jika dilihat secara visual ( Arfina, 2012 ).

Berdasarkan hasil survei peneliti yang dilakukan di kota Maumere ditemukan masih terdapat lipstik yang dijual dengan harga murah dimana pada kemasannya tidak memiliki nomor batch atau nomor registrasi, dan di khawatirkan pada produk tersebut mengandung zat berbahaya yang digunakan khususnya rhodamin B dalam lipstik yang beredar di kota Maumere. Hal ini

(11)

mendorong peneliti untuk melakukan pengujian tentang ‟ Identifikasi Rhodamin B Yang Beredar di Kota Maumere Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis ˮ.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitiannya adalah apakah sediaan lipstik yang beredar di kota Maumere mengandung zat pewarna rhodamin B ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi pewarna sintetik rhodamin B pada sediaan lipstik yang beredar di kota Maumere.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah tentang ada atau tidaknya kandungan rhodamin B pada sediaan lipstik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Dinas Kesehatan

Dapat dijadikan sumber informasi bagi instansi terkait tentang ada atau tidaknya zat pewarna berbahaya dalam sediaan lipstik yang beredar di kota Maumere.

b. Bagi Institusi Akademi

Dapat menambah pustaka ilmiah di kampus Akademi Farmasi Santo Fransiskus Xaverius Maumere tentang identifikasi kandungan rhodamin B yang ada pada lipstik yang beredar di kota Maumere.

(12)

c. Bagi Peneliti selanjutnya

Dapat dijadikan literatur untuk penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup

1. Ruang lingkup materi

Lipstik adalahsediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada bibir ( Afriani, dkk , 2016 ).

Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis yang umumnya digunakan untuk kertas, tekstil atau tinta, berbentuk serbuk kristal, dan berwarna merah keunguan ( Fadhil, dkk, 2015).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan komponen – komponen atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam dibawah pengaruh gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur (Jayanti, 2011).

2. Ruang lingkup waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 3. Ruang lingkup tempat

Pengambilan sampel lipstik dilakukan di empat lokasi di kota Maumere yaitu dua lokasi di pasar tradisional dan dua lokasi di toko/swalayan dan penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Akademi Farmasi Santo Fransiskus Xaverius Maumere.

(13)

F. Keaslian Penelitian

Penelitian ini mengenai identikasi kandungan zat warna rhodamin B pada lipstik yang beredar di kota Maumere, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Berikut beberapa penelitian yang berhubungan dengan zat warna rhodamin B :

1. Abdurrahmansyah, Fitratul Aini dan Debby Chrisilla (2017), meneliti tentang ‟ Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang Beredar Di Kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah saus cabai yang beredar di kampus di kampus Universitas Negeri Islam (UIN) Raden Fatah Palembang mengandung zat pewarna rhodamin B. Hasilnya bahwa tidak terdapat rhodamin B didalam saus cabai yang beredar di kampus Universitas Negeri Islam (UIN) Raden Fatah Palembang.

2. Helmice Afriyeni dan Nila Wise Utari (2016), meneliti tentang

‟ Identifkasi Zat Warna Rhodamin B Pada Lipstik Yang Berwarna Merah Yang Beredar Dipasar Raya Padang ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah lipstik yang berwarna merah mengandung rhodamin B atau tidak. Metode yang digunakan untuk mengidentikasi rhodamin B adalah menggunakan KLT. Hasilnya bahwa dari 5 lipstik yang mempunyai nomor notivikasi yang diuji hanya 1 lipstik yang mengandung rhodamin B dan 5 lipstik yang mempunyai nomor notifikasi tidak mengandung rhodamin B.

(14)

3. Muji Rahayu dan Aisya Wahyuningsih (2016), meneliti tentang

‟ Identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B dan Methanyl Yellow Dalam Geplak Yang Beredar Di Beberapa Toko Oleh – Oleh Di Kota Yogyakarta Tahun 2016 ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui presentase penggunaan zat pewarna rhodamin B dan dan Methanyl Yellow pada geplak yang beredar dibeberapa toko oleh – oleh di Kota Yogyakarta yang terdiri dari 19 sampel yang berwarna merah dan 10 sampel berwarna kuning. Sampel itu diuji dengan menggunakan metode KLT. Hasilnya adalah 1 sampel geplak positif mengandung rhodamin B dan 10 sampel geplak berwarna kuning tidak ada yang mengandung methanyl yellow.

4. Syamsuri Syakri (2015), meneliti tentang ‟ Analisis Kandungan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Lipstik Impor Yang Beredar Di Makassar ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pewarna sintetik yang terdapat dalam lipstik impor yang beredar dikota Makassar.

Metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan rhodamin B pada lipstik impor adalah menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Hasil penelitiannya bahwa lipstik impor yang diperjual belikan di pasar Sentral Makassar dari 6 sampel yang diperiksa terdapat 1 sampel lipstik impor yang mengandung rhodamin B.

5. Aliya Nur Hasanah, Ida Musfiroh, Nyi Mekar Saptarini, dan Driyanti Rahayu (2014), meneliti tentang ‟ Identifikasi Rhodamin B pada Produk Pangan dan Kosmetik yang Beredar di Bandung ”. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan keberadaan rhodamin B didalam produk

(15)

Pangan dan Kosmetik menggunakan metode KCKT dan Spektrofotometri UV – Vis. Hasilnya menunjukan bahwa 4 sampel kerupuk dan 4 sampel terasi mengandung rhodamin B tetapi tidak ditemukan adanya rhodamin B pada produk kosmetik.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kosmetik

1. Pengertian Kosmetik

Kosmetika sudah dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu, dan baru abad ke 19 mendapat perhatian khusus, yaitu selain untuk kecantikan juga mempunyai fungsi untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke 20 dan kosmetik menjadi salah satu bagian dari dunia usaha. Penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar ultraviolet, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan, dan secara umum membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (Winda, dkk, 2013).

Kosmetika berasal dari bahasa Yunani “ kosmetikos” yang berarti menghias atau mengatur. Menurut peraturan Kepala BPOM RI nomor 19 tahun 2015 tentang persyaratan teknis kosmetika, kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau melindungi atau memelihara

(17)

tubuh pada kondisi baik. Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan

b) Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik

c) Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

2. Penggolongan Kosmetik

Adapun penggolongan kosmetik menurut Arfina (2012) terbagi atas beberapa golongan diantaranya :

a. Menurut Jellinek (1959) dalam Formulation and Function of Cosmetics membuat penggolongan kosmetika menjadi

1. Preparat pembersih

2. Preparat deodorant dan antiprespirant 3. Preparat protektif

4. Preparat dengan efek dalam 5. Emolien

6. Preparat dekoratif/superficial 7. Preparat dekoratif/dalam 8. Preparat buat kesenangan

(18)

b. Menurut Wells FV dan Lubowe-II (Cosmetics and The Skin, 1964), mengelompokkan kosmetik menjadi:

1. Preparat untuk kulit muka 2. Preparat untuk higienis mulut 3. Preparat untuk tangan dan kaki 4. Kosmetik badan

5. Preparat untuk rambut

6. Kosmetika untuk pria dan wanita

c. Menurut Brauer EW dan Principles of Cosmetics for The Dermatologist membuat klasifikasi sebagai berikut :

1. Toiletries : sabun, shampo, pengkilap rambut, dan kondisioner rambut.

2. Skin care : pencukur, pembersih, astringen, toner, pelembab, masker, krim malam, dan bahan untuk mandi.

3. Make up : foundation, eye make up, lipstick, rouges, blushers, enamel kuku.

4. Fragrance : perfumes, colognes, toilet waters, body silk, bath powders.

d. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 kelompok:

1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain - lain.

2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan lain - lain.

(19)

3. Preparat untuk mata.

4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain - lain.

5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain - lain.

6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.

7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dan lain - lain.

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dan lain-lain.

9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain -lain.

10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dan lain- lain.

11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih,pelembab, pelindung, dan lain-lain.

12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.

13. Preparat untuk xanthin dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dan lain-lain.

e. Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan:

1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara moderen (termasuk antaranya adalah cosmedics).

2. Kosmetik tradisional:

a. Betul-betul tradisional, misalnya manggir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun temurun.

(20)

b. Semi tradisional, diolah secara moderen dan diberi bahan pengawet agar tahan lama.

c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar - benar tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional

f. Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit 1. Kosmetik perawatan kulit (Skin Care Cosmetic)

Jenis ini berguna untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit termaksud didalamnya :

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mozturizer), misalnya mozturizer cream, night cream, anti wrincel cream.

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream, sunscreen foundation sunblock cream/lotion.

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengeplas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang beris butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver).

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make - up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikiologis yang baik, seperti percaya diri (self

(21)

confident). Dalam kosmetik riasan peran zat warna dan pewangi sangat

besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaian sebentar misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eyes shadow dan lain-lain.

b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya lama baru luntur misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut

Persyaratan kosmetik dekoratif : 1. Warna yang menarik

2. Bau harum yang menyenangkan 3. Tidak lengket

4. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau

5. Tidak merusak atau mengganggu kulit ( Tranggono, 2007 ).

B. Struktur Anatomi Bibir

Bibir atau disebut juga labia adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis

oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa (Hamzah, 2014).

Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial padas bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah

(22)

terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan kebagian mandibula pada bagian inferior (Hamzah, 2014).

Gambar 2.1 Anatomi Bibir (Sumber : Hamzah,2014 ) Anatomi bibir terdiri dari :

1. Philtrum

Adalah turunan / lekukan kecil vertikal yang dangkal di garis tengah hidung ke perbatasan vermilion atas.

2. Commisural lip pit

Adalah lekukan kecil ditengah – tengah comissura labial.

3. Vermillion zone

Yaitu bagian merah pada bibir yang disebabkan karena bagian ini kaya akan vaskularisasi yang dapat terlihat melalui epithelium tipis.

4. Vermillion border

Yaitu garis tepi zona vermillion yang merupakan btas antara zona vermilion dengan kulit.

(23)

5. Labial commissure

Adalah lipatan tipis jaringan yang mudah terlihat ketika bibir terbuka yang menghubungkan bibir atas dan bawah pada bagian lateral.

6. Labial tubercle

Adalah tonjolan berdaging tepat di bagian inferior dari philtrum.

C. Lipstik

Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah yang dikemas dalam bentuk batang padat. Hakikat fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik ( Aprilia, 2013 ).

1. Jenis – jenis lipstik

Lipstik terdiri dari beberapa jenis, yaitu : ( Mulyaningsih, 2008 )

1) Lacquer yaitu lipstik berbahan dasar gel, biasanya dikemas dalam botol atau wadah kecil, memberi kesan halus dan lembut pada bibir dalam berbagai nuansa warna.

Gambar 2.2 Lacquer Lipstik

( Sumber :http://gloucosmeticss.com/jenis-jenis-lipstik, 2014 )

(24)

2) Satin Lipstik yang bertekstur sangat lembut, dikemas dalam bentuk stik atau cairan dan tersedia dalam warna, bisa menutupi bibir dengan sempurna serta memberi efek kilap tanpa kesan minyak.

Gambar 2.3 Satin Lipstik

( Sumber : http://gloucosmeticss.com/jenis-jenis-lipstik, 2014 )

3) Semi - gloss Efeknya tidak begitu mengkilap dan berminyak seperti lip gloss, dikemas dalam bentuk stik atau krim padat.

4) Matte Lipstik yang tahan lama, tidak mengilap pada bibir, tapi mengandung pelembab dan memberi efek halus pada bibir, tersedia dalam bentuk stik.

Gambar 2.4 Matte Lipstik

( Sumber : http://gloucosmeticss.com/jenis-jenis-lipstik, 2014 )

5) Lip Care atau Lip Vitamin yaitu treatment campuran antara pewarna bibir dan vitamin bibir yang dikemas dalam bentuk stik, bertekstur lembut, mengandung pelembab dan memberi efek berkilau

(25)

Gambar 2.5 Lip Care Lipstik

( Sumber : http://gloucosmeticss.com/jenis-jenis-lipstik, 2014 ) 2. Persyaratan Lipstik

Persyaratan lipstik yang dituntut oleh masyarakat, antara lain : 1) Melapisi bibir secara mencukupi

2) Dapat bertahan di bibir selama mungkin

3) Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket 4) Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir 5) Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya 6) Memberikan warna yang merata pada bibir

7) Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya

8) Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal lain yang tidak menarik (Rosita,2015)

3. Komponen dalam Lipstik 1. Komponen utama

Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak, lilin , lemak dan zat warna.

(26)

1. Minyak

Minyak yang digunakan dalam lipstik harus memberikan kelembutan, kilauan, dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna. Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak, minyak mineral, dan minyak nabati lain. Minyak jarak merupakan minyak nabati yang unik karena memiliki viskositas yang tinggi dan memiliki kemampuan melarutkan staining-dye dengan baik. Minyak jarak merupakan salah satu komponen penting dalam banyak lipstik modern. Viskositasnya yang tinggi adalah salah satu keuntungan dalam menunda pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat pencetakan, sehingga dispersi pigmen benar benar merata.

2. Lilin

Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Campuran lilin yang ideal akan menjaga lipstik tetap padat setidaknya pada suhu 50 dan mampu mengikat fase minyak agar tidak keluar atau berkeringat, tetapi juga harus tetap lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan serendah mungkin. Lilin yang digunakan antara lain carnauba wax, candelilla wax, beeswax, ozokerites, spermaceti dan setil alkohol. Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang yang sangat keras karena memiliki titik lebur yang tinggi yaitu 85.

Biasa digunakan dalam jumlah kecil untuk meningkatkan titik lebur dan kekerasan lipstik.

(27)

3. Lemak

Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik, dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain- lain.

4. Zat warna

Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan pigmen. Staining dye merupakan zat warna yang larut atau terdispersi dalam basisnya, sedangkan pigmen merupakan zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi dalam basisnya. Kedua macam zat warna ini masing- masing memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya dicampur dengan komposisi sedemikian rupa untuk memperoleh warna yang diinginkan (Zahra, 2015).

Menurut keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 00386/C/SK/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika yaitu :

(28)

Tabel 2.1 Zat Warna Yang Dilarang Untuk Digunakan Pada Obat, Makanan dan Kosmetika

No Nama Nomor indeks warna

( C.I. No ) 1. Jingga K1 ( C.I. Pigment Orange 5,

D&C Orange no. 17

12075 2. Merah K3 ( C.I. Pigment Red 53, D&C

Red no. 8 )

15585 3. Merah K4 ( C.I. Pigment Red 53 : 1,

D&C Red no. 9 )

15585 : 1 4. Merah K10 ( Rhodamine B, D&C Red

no. 9, C.I. Food Red 15 )

45170

5. Merah K11 45170 : 1

( Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 00386/C/SK/90 )

Keterangan :

D&C : Drug and Cosmetic ( Obat – obatan dan kosmetik ) CI : Colour Index ( Indeks Warna )

Daftar bahan pewarna yang dizinkan digunakan dalam kosmetik menurut kepala badan POM RI nomor HK.00.05.42.1016 tentang bahan kosmetik, yaitu :

Area penggunaan :

Kolom 1 : Bahan pewarna yang diizinkan pada semua sediaan kosmetik

Kolom 2 : Bahan pewarna yang diizinkan pada semua sediaan kosmetik kecuali kosmetik yang digunakan disekitar mata, khususnya pada make up mata dan pembersih make up mata

(29)

Kolom 3 : Bahan pewarna yang dizinkan khusus pada sediaan kosmetik selama tujuan penggunaan kosmetik tidak kontak dengan membran mukosa

Kolom 4 : Bahan pewarna yang diizinjan khusus pada sediaan kosmetik yang tujuan penggunaannya kontak dengan kulit dalam waktu singkat

D & C : Drug and Cosmetic

Tabel 2.2 : Zat Warna yang diizinkan untuk digunakan sebagai bahan dasar kosmetika

N o

No colour index (CI)

Nama Bahan

Warna Area Pengunaan Kadar Maksimum dan

Persyaratan Lain 1 2 3 4

1 10006 Pigment Green

Hijau X

2 10020 D&C Green no. 1 Ext

Hijau X

3 10316(2) D&C Yellow No.7 Ext

Kuning X

4 11680 Pigment Yellow 1

Kuning X

5 11710 Pigment Yellow 3

Kuning X

6 11725 Pigment orange 1

Oranye X

7 11920 Solvent Orange 1

Oranye X 8 12010 Solven red

3

Merah X

9 12085(2) D&C Red no. 36

Merah X 10 12120 D&C Red

no. 35

Merah X

11 12370 Pigment Red 112

Merah X

12 12420 Pigment Red 7

Merah X

(30)

13 12480 Pigment Brown 1

Coklat X

14 12490 Pigment Red 5

Merah X 15 12700 Solvent

Yellow 16

Kuning X

16 13015 Acid Yellow 9

Kuning X 17 14270 Acid

Orange 6

Oranye X 18 14700 FD & C

Red no. 4

Merah X 19 14270 Acid red

no. 14

Merah X 20 14815 Food red 2,

disodium sulfat

Merah X

21 15510 (2) D&C orange no.

4

Oranye X

22 15525 Pigment red 68, calcium sodium salt

Merah X

23 15580 Pigment red 51

Merah X 24 15620 Acid red

88, monosodiu m salt

Merah X

25 15630 (2) Pigment red 49, monosodiu m salt

Merah X Kadar

maksimum 3% pada produk jadi 26 15800 D&C red

no. 31

Merah X

27 15850(2) D&C red no. 6

Merah X 28 15885(2) Pigment

red 48, disodium salt

Merah X

29 15880 D&C red no. 34

Merah X 30 20040 Pigment

yellow 16

Kuning X Kadar

maksimum 3,3′-

dimetilbenzi din dalam pewarna 5

(31)

ppm 31 21100 Pigment

yellow 13

Kuning X Kadar

maksimum 3,3′-

dimetilbenzi din dalam pewarna 5 ppm

32 Pigment

yellow 13

Kuning X Kadar

maksimum 3,3′-

dimetilbenzi din dalam pewarna 5 ppm

33 26100 D&C Red no. 17

Merah X Kriteria

kemurnian : Aniline ≤ 0,2

%

2-naphtol ≤ 0,2 % 4-

aminoazobe nzene ≤ 0,1

% 1-

(phenytazo)- 2-naphthol ≤ 3%

1-[2-

(phenylazo)p henylazo]-2- naphtalenol

≤ 2%

33 45396 Solvent orange 16

Oranye X Jika

digunakan pada lipstick, bahan pewarna yang diizinkan hanya dalam bentuk asam bebas dengan kadar maksimum 1%

(32)

34 77288 Pigment green 17

Hijau X Bebas dari

ion kromat 35 77289 Pigment

green 18

Hijau X Bebas dari

ion kromat (Sumber : Badan POM RI Nomor HK.00.05.42.1016)

Hasil Investigasi Balai POM pada tahun 2018 terdapat beberapa lipstik yang mengandung bahan berbahaya yang beredar di masyarakat, yaitu :

Tabel 2.3 Beberapa lipstik yang mengandung bahan berbahaya yang beredar di Indonesia pada tahun 2018

No Nama Kosmetika Nomor izin edar/Notifikasi Nama dan Alamat Produsen/Importir/Distributor

( yang tercantum pada kemasan )

Kandungan Bahan Berbahaya

1 QL Matte

Lipstick 07 ( sunset orange )

NA 18161300294

Manufactured by: PT. Usaha Mandiri Makmur Komp.

Pergudangan Kosambi Permai Blok C No. 3A

Tangerang – Indonesia

Merah K3

2 QL Matte

Lipstick 08 ( flaming red )

NA 18161300295

Manufactured by: PT. Usaha Mandiri Makmur Komp.

Pergudangan Kosambi Permai Blok C No. 3A

Tangerang – Indonesia

Merah K3

3 QL Matte

Lipstick 09 ( preety peach)

NA 18151303969

Manufactured by: PT. Usaha Mandiri Makmur Komp.

Pergudangan Kosambi Permai Blok C No. 3A

Tangerang – Indonesia

Merah K3

4 QL Matte

Lipstick 10 ( lady red )

NA 18151303970

Manufactured by: PT. Usaha Mandiri Makmur Komp.

Pergudangan Kosambi Permai Blok C No. 3A

Tangerang – Indonesia

Merah K3

5 Mistine Super Matte Air Mattelip color

No. 18

Jiabao Dailyused Chemical CO,LTD. Thailand

Merah K10

(33)

6 Meiya Lipstick Essence Formulation

With Rich Vitamins and Fruity Nutrition

Manufactured by Yiwu Meishi Cosmetics Co.Ltd.

Thailand

Merah K10

( Sumber : Badan POM, 2018 ) 2. Komponen tambahan / Zat tambahan

Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu dengan cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, stabil, dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam formula lipstik. Zat tambahan yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet dan parfum.

1. Antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA dan vitamin E adalah antioksidan yang paling sering digunakan. Antioksidan yang digunakan harus memenuhi syarat :

a. Tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam kosmetika

b. Tidak berwarna c. Tidak toksik

d. Tidak berubah meskipun disimpan lama.

(34)

2. Pengawet

Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air.

Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben.

3. Parfum

Parfum digunakan untuk memberikan bau yang menyenangkan, menutupi bau dari lemak yang digunakan sebagai basis, dan dapat menutupi bau yang mungkin timbul selama penyimpanan dan penggunaan lipstik ( Zahra Hajil, 2015 ).

D. Rhodamin B

Gambar 2.6 : Rhodamin B

( Sumber : Uun Ardiyaningrum,2014 ) Rhodamin B ( FI Edisi IV 1979 hal. 1195 )

Nama resmi : TETRAETHYLRHODAMINE Nama lain : Rhodamin B

RM / BM : C28H31O3C1 / 479,02

(35)

Pemeriaan : Hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah kebiruan dan berflourosensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol , sukar larut dalam dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan dalam asam kuat, membentuk senyawa komplek antimony berwarna merah mudah yang larut dalam isopropyl eter

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : Sampel pembanding

Rhodamin B adalah zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan berwarna merah keunguan yang beredar di pasar untuk industri sebagai zat pewarna tekstil. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebakan kanker) serta rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati ( Lidya, dkk, 2013 ).

Rodamin B seringkali disalah gunakan untuk pewarna pangan dan kosmetik, misalnya : sirup, lipstik, dan lain - lain. Rhodamin B dilarang digunakan untuk produk kosmetika khususnya lipstik dan perona mata. Hal ini disebabkan pada lokasi pemakaian jenis kosmetika tersebut yaitu mulut dan kelopak mata, merupakan daerah yang paling sensitif terhadap pemakaian pewarna tekstil. Khususnya efek rhodamin B pada mulut dapat menimbulkan iritasi sampai dengan terjadi peradangan. Jika mulut mengalami peradangan, akan berpengaruh pada pengurangan asupan makanan dan minuman. Pada

(36)

akhirnya akan berpengaruh bagi buruknya kesehatan, antara lain dapat menimbulkan gangguan pada saluran pencernaaan. Kematian mungkin terjadi karena asupan gizi makanan dan minuman sudah tidak sesuai atau sangat sedikit dengan kebutuhan tubuh. Pengaruh atau efek samping yang ditimbulkan dapat dijelaskan karena proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan dengan pemberian asam sulfat atau asam nitrat sering terkontaminasi oleh logam berat yang bersifat racun. Di samping itu, perlu diingat dalam pembuatan zat warna organik sebelum mencapai produk akhir harus melalui senyawa-senyawa antara terlebih dahulu yang kadang- kadang berbahaya dan kadang-kadang tertinggal pada hasil akhir atau mungkin dapat terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Mulyaningsih, 2008).

Sedangkan efeknya jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah – pecah , kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas (Yulianti, 2007).

Ciri – ciri lipstik yang mengandung rhodamin b adalah : 1. Warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok 2. Terkadang warnanya terlihat tidak homogen 3. Adanya gumpalan warna pada produk

4. Tidak mencantumkan kode, label, merek, informasi kandungan atau identitas lengkap lainnya (Ni Ketut, dkk, 2015)

Menurut peraturan kepala BPOM RI tahun 2011 tengan metode analisis kosmetika, untuk mengidentifikasi rhodamin B pada kosmetik dapat dilakukan

(37)

dengan cara kromatografi lapis tipis ( KLT ) dan kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT ). Pereaksi yang digunakan adalah :

1. Air destilasi 2. Amonia 25%

3. Asam asetat glacial 4. Asam ortofosfat 85%

5. n-butanol 6. Diklorometan

7. N,N-dimetilformamida (DMF) 8. Etanol 96%

9. Etil asetat 10. n-heksan 11. Isobutanol 12. Isopropanol 13. Metanol

14. Petroleum eter (antara 40-60C atau 60-80C)

15. Pelarut campur: campuran N,N-dimetilformamida - asam ortofosfat (95:5) v/v yang dibuat baru.

16. Larutan pengembang:

Pewarna larut minyak dikembangkan dengan larutan pengembang Sistem A ( Jingga K 1 ) dan pewarna larut air dengan larutan pengembang lainnya.

1. Sistem A : diklorometan

(38)

2. Sistem B : campuran etil asetat-metanol-[amonia 25% - air (3:7)] (15:3:3) v/v/v yang dibuat baru.

3. Sistem C: campuran etanol-air-isobutanol-amonia 25% (31:32:40:1) v/v/v/v

4. Sistem D: campuran isopropanol-amonia 25% (100:25) v/v

5. Sistem E: campuran n-butanol - etanol - air - asam asetat glasial (60:10:20:0,5) v/v/v/v

6. Sistem F: campuran etil asetat - n-butanol - amonia 25 % (20:55:25) v/v/v Perkiraan nilai Rf pada sistem larutan pengembang :

Tabel 2.4 Perkiraan nilai Rf Nomor

CI

Nama pewarna

Warna bercak

Perkiraan nilai Rf pada sistem larutan pengembang

A B C D E F

CI 12075

Jingga K1

Jingga 0,4 - - - - -

CI 13065

Kuning Metanil

Kuning - 0,4 0,9 0,7 0,6 0,65 CI

45170

Merah K10

Pink cerah

- 0,8 0,8 0,7 0,4 0,88 ( Sumber : BPOM RI tahun 2011 )

Keterangan : CI : Colour Index

Hasil dinyatakan positif bila sampel dan larutan baku sama dan harga Rf antara sampel dan larutan baku sama atau saling mendekati dengan selisih harga ≤ 0,2 ( Sinurat, 2011 ).

E. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia yang didasarkan pada perbedaan distribusi molekul – molekul komponen diantara

(39)

dua fase ( fase gerak / eluen dan fase diam / adsorben ) yang berbeda tingkat kepolarannya. Prinsip dari pemisahan kromatografi lapis tipis adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yaitu kecenderungan dari molekul untuk melekat pada permukaan. Kromatografi lapis tipis pada hakikatnya melibatkan 2 peubah yaitu sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang ( Fitria, 2015 ).

Fase diam yang digunakan dalam KLT meupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10 – 30 µm. Semakin kecil ukuran rata- rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorbsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi (Gandjar, 2007)

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka. Berikut ini adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensiif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2 – 0,8 untuk menetukan pemisahan.

3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf.

(40)

4. Solut – solut ionik dan solut – solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu (Gandjar, 2007).

Pada metode analisis KLT, beberapa persiapan harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil pemisahan sampel yang baik meliputi preparasi sampel, penanganan lempeng KLT, penanganan eluen, penanganan chamber tempat

elusi, aplikasi sampel, proses pengembangan sampel dan evaluasi noda (Wulandari, 2011).

1) Preparasi sampel

Sebelum melakukan preparasi sampel terlebih dahulu ditentukan jenis sampel dan sifat fisika kimia analit yang akan dianalisis.

2) Penanganan lempeng KLT

Sebelum menggunakan lempeng KLT, pastikan dulu jenis lempeng yang digunakan (dapat dilihat dimacam – macam sorben) sehingga tidak terjadi kesalahan penanganan lempeng.

3) Penanganan eluen

Pemilihan eluen merupakan faktor yang paling berpengaruh pada sistem KLT. Eluen dapat terdiri dari satu pelarut atau campuran dua sampai enam pelarut. Campuran pelarut harus saling campur dan tidak ada tanda – tanda kekeruhannya.

4) Penanganan Chamber

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan chamber adalah kondisi chamber dan jenis chamber. Chamber harus dipastikan dalam

(41)

kondisi bersih (bebas dari kotoran). Jenis chamber yang digunakan yang harus diperhatikan untuk menentukan teknik pengembangan yang akan digunakan.

5) Elusi (Pengembangan) KLT

Elusi atau pengembangan KLT dipengaruhi oleh chamber yang digunakan dan kejenuhan dalam chamber.

6) Aplikasi Sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.

Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi.

7) Evaluasi Noda

Evaluasi lempeng KLT dapat dilakukan secara langsung maupun dengan instrument. Untuk noda yang berwarna, evaluasi noda dapat dilakukan dengan visualisasi menggunakan cahaya matahari, atau dapat dibantu dengan menggunakan lampu UV yang memberikan pencahyaan pada panjang gelombang tertentu.

8) Nilai Rf

Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh Karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentukmemiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menayatakan derajat retensi suatu

(42)

komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut : (Wulandari, 2011).

𝑅𝑓 = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

Nilai Rf terbaik antara 0,2 – 0,8 untuk deteksi UV dan 0,2 – 0,9 untuk deteksi visibel. Pada Rf kurang dari 0,2 belum terjadi kesetimbangan antara senyawa dengan fase diam dan fase gerak sehingga bentuk noda biasanya kurang simetris. Sedangkan pada Rf diatas 0,8 noda analit akan diganggu oleh absorbansi pengotor lempeng fase diam yang teramati pada visualisasi lampu UV(Wulandari, 2011).

Nilai Rf antara sampel dan larutan baku rhodamin B sama atau saling mendekati dengan selisih nilai ≤ 0,2 (Sinurat, 2011).

Identifikasi rhodamin B dengan KLT akan fluoresensi kuning dan orange jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm dan berwarna merah muda jika dilihat secara visual (Utami dan Suhendi, 2009).

F. Uraian bahan

1. Amonia ( FI Edisi III 1979 hal. 86 ) Nama resmi : AMMONIA Nama lain : Amonia

BM/RM : 0.892 – 0.901/NH4OH

Pemeriaan : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk kuat Kelarutan : Mudah larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di temapt sejuk Kegunaan : Sebagai zat tambahan

(43)

2. Asam klorida ( FI Edisi III 1979 hal. 53 )

Nama resmi :ACIDUM HYDROCHIORIDUM Nama lain : Asam klorida

BM/RM : 34,46 / HCl

Pemeriaan : Cairan tidak berwarna, berasap, berbau merangsang, jika diencerkan 2 bagian air, asap dan bau hilang.

Kelarutan : Larutan yang sangat encer, masih bereaksi dengan asam kuat terhadap kertas lakmus

Kegunaan : Sebagai zat tambahan 3. Etil asetat ( FI Edisi III 1979 hal. 673 )

Nama resmi : ACIDUM ACERICUM.

Nama lain : Cuka.

BM / RM : 60,05 / C2H4O2.

Pemeriaan : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, dan menusuk, rasa aman dan tajam

4. Methanol ( Depkes RI,Edisi III 1979 Halaman 706 ) Nama resmi : METHANOLUM

Nama Lain : Metanol BM/RM : 34,00/C3OH

Pemerian : Cairan tidak berwarna, gliserin, bau khas.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih tidak berwarna

(44)

5. N-buthanol ( FI Edisi III 1979 hal. 663 ) Nama resmi : BUTANOL

Nama lain : N – butanol , P – butanol, butyl alcohol Pemeriaan : Cairan jernih, tidak berwarna.

Kelarutan : Larut dalam II bagian air pada suhu 15,5%.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai zat tambahan

6. Natrium sulfat anhidrat ( FI Edisi III 1979 Hal.716 ) Nama resmi : NATRIUM SULFAT ANHIDRAT Nama lain : Natrium sulfat anhidrat

BM/RM : 322,24/Na2SO4

Pemeriaan : Serbuk hablur atau butiran, putih. Higroskopik Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, praktis tidak larut

dalam etanol 96%

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : Sebagai zat tambahan

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan pemeriksaan laboratorium, yakni untuk mengidentifikasi zat warna rhodamin B pada lipstik yang beredar dikota Maumere.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu Penelitian : Pada bulan Oktober 2019

Tempat Penelitian : Laboratorium Kimia Akademi Farmasi Santo Fransiskus Xaverius Maumere

C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah sediaan lipstik yang beredar di kota Maumere D. Alat dan Bahan

1. Alat – alat yang digunakan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah chamber, batang pengaduk, Erlenmeyer ( 50 ml dan 100 ml ), gelas kimia ( 50 ml dan 100 ml ), gelas ukur ( 10 ml, 25 ml, dan 50 ml ), kertas saring merk Whatman nomor 42, lempeng kromatografi lapis tipis, labu ukur ( 100 ml ), lampu UV 254 nm, mistar / penggaris, mikropipet 10-100 µl, neraca analitik, oven, pensil, dan pipet tetes.

(46)

2. Bahan – bahan yang akan digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah amonia, asam klorida pekat, etil asetat, lipstik padat, methanol, N-butanol, natrium sulfat anhidrat, dan senyawa baku Rhodamin B.

3. Sampel

Sampel yang digunakan adalah lipstik padat yang beredar dikota Maumere dengan merek yang berbeda

E. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel

Sampel diambil di dua tempat berbeda yaitu dipasar tradisional ( pasar A dan pasar B ) dan ditoko ( toko A dan toko B ). Kemudian diambil 6 sediaan lipstik padat. Teknik pengambilan sampel secara Purposif sampling didasarkan pada tujuh kriteria yaitu:

a) Berwarna cerah mengkilap dan lebih mencolok b) Warnanya terlihat tidak homogen

c) Adanya gumpalan warna pada produk

d) Komposisi bahan tidak dicantumkan secara jelas terutama kode bahan pewarna

e) Pada kemasan produk tidak tertulis nomor registrasi dan izin edar BPOM

f) Nama brand lipstik yang kurang terkenal g) Harganya murah

(47)

2. Pembuatan Larutan Uji ( Larutan A )

Sejumlah 500 mg sampel ditambahkan HCl 4 N 0,5 ml ditambah 1 ml parafin cair, ditambahkan sedikit natrium sulfat anhidrat, dilelehkan pada penangas air, ditambahkan 2,5 ml metanol sambil diaduk, dan disaring dengan kertas saring.

3. Pembuatan Larutan Baku ( Larutan B )

Dibuat dengan menimbang 25 mg zat warna baku rhodamin B, dilarutkan dalam 25 ml metanol.

4. Identifikasi dengan KLT

Larutan A dan Larutan B masing – masing ditotolkan pada lempeng silika gel secara terpisah. Kemudian lempeng silika gel dimasukan kedalam bejana yang berisi eluen yang telah dijenuhkan. Eluen dibuat dari Etil asetat : Methanol : Amoniak 9% dengan perbandingan 15:3:3 dan Etil asetat : N-Buthanol : Amoniak dengan perbandingan 20 : 55 : 25. Bejana ditutup rapat. Lempeng dikeluarkan, lalu diamati secara visual.

Penampakan bercak berwarna merah muda bila sampel positif mengandung rhodamin B. Kemudian diamati dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm, penampakan bercak bewarna kuning atau orange bila sampel mengandung rhodamin B. Hasil dinyatakan positif bila sampel dan larutan baku sama mempuyai warna yang sama dengan warna larutan baku rhodamin B dan harga Rf antara sampel dan larutan baku sama atau saling mendekati dengan selisih harga ≤ 0,2 ( Sinurat, 2011 ).

(48)

F. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil identifikasi dibuat dalam bentuk tabel kemudian dideskripsikan hasilnya.

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 : Hasil Pengamatan Sampel Sampel

Deteksi Nilai Rf Hasil

Visual Lampu

UV 254 nm

Eluen

Etil Asetat : N – Buthanol : Amoniak 25%

20 : 55 : 25

A A1 Merah Muda Biru Tua 0,5 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,6

A2 Merah Muda Biru Tua 0,42 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,42

A3 Merah Muda Biru Tua 0,49 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,50

B B1 Orange Biru Tua 0,25 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,77

B2 Orange Biru Tua 0,44 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,42

B3 Orange Biru Tua 0,47 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,58

C C1 Orange Biru Tua 0,51 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,61

C2 Orange Biru Tua 0,50 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,45

C3 Orange Biru Tua 0,56 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,6

D D1 Orange Biru Tua 0,5 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,6

D2 Orange Biru Tua 0,51 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,42

D3 Orange Biru Tua 0,50 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,49

E E1 Orange Biru Tua 0,45 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,60

E2 Orange Biru Tua 0,5 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,46

E3 Orange Biru Tua 0,51 -

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,55

F F1 Merah Muda Orange 0,56 +

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,56

(50)

F2 Merah Muda Orange 0,48 + Rhodamin B Merah Muda Orange 0,46

F3 Merah Muda Orange 0,5 +

Rhodamin B Merah Muda Orange 0,6 Keterangan :

A : Sampel A 1 : Replikasi 1 B : Sampel B 2 : Replikasi 2 C : Sampel C 3 : Replikasi 3

D : Sampel D + : Positif ( Mengandung Rhodamin B ) E : Sampel E - : Negatif ( Tidak Mengandung Rhodamin B ) F : Sampel F

B. Pembahasan

Rhodamin B adalah zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan berwarna merah keunguan yang beredar di pasar untuk industri sebagai zat pewarna tekstil. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada kosmetik . Hal tersebut telah tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 00386/C/SK/90.

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menganalisis Rhodamin B yang diduga terkandung dalam lipstik yang banyak beredar di kota Maumere.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis. Sampel lipstik yang digunakan adalah lipstik yang beredar di kota Maumere dengan nama brand lipstik yang kurang terkenal dan harga yang relatif murah. Analisis Rhodamin B dalam lipstik ini dilakukan karena rhodamin B dalam kosmetik terutama lipstik perlu diawasi keberadaanya sebab rhodamin B merupakan pewarna sintesis yang biasa digunakan pada industri tekstil bukan industri kosmetik sehingga penggunaan rhodamin B dalam suatu sediaan dilarang karena dapat menimbulkan dampak yang tidak diharapkan bagi kesehatan seperti gangguan ginjal, hati dan kanker.

(51)

Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode Kromatografi Lapis Tipis yang merupakan salah satu teknik pemisahan senyawa dengan prinsip adsorpsi dan koefisien partisi. KLT dilakukan karena pengujian menggunakan metode ini mudah dilakukan dan murah. Prinsip kromatografi lapis tipis yaitu perbedaan kepolaran ‘like dissolve like” dimana pelarut yang bersifat polar akan berikatan dengan senyawa yang bersifat polar juga dan sebaliknya, semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi larutan sampel.

Preparasi sampel dilakukan untuk memperoleh larutan rhodamin B dalam sampel sehingga bisa dianalisis dengan KLT dimana sampel yang diuji harus berbentuk larutan. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak 500 mg lalu dimasukan kedalam cawan porselin, kemudian ditambahkan HCl 4 N 0,5 ml. Larutan HCl 4 N ini digunakan untuk mendestruksi senyawa – senyawa yang ada didalam sampel lipstik.

Ditambahkan 1 ml parafin cair dan ditambah sedikit natrium sulfat anhidrat untuk memurnikan hasil hasil yang diinginkan. Lalu dilelehkan diatas penangas air, kemudian ditambahkan 2,5 ml methanol sambil diaduk setelah itu disaring dengan kertas saring, lalu filtratnya diambil untuk identifikasi. Fungsi methanol ini yaitu sebagai pelarut karena rhodamin B bersifat sangat mudah larut dalam alkohol. Lakukan langkah – langkah tersebut untuk semua sampel. Setelah itu, buat larutan baku ( Larutan Rhodamin B ) dengan cara menimbang 25 mg zat warna rhodamin B kemudian dilarutkan dalam 25 ml methanol.

(52)

Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari sistem kromatografi lapis tipis ini. Fasa diam yang digunakan adalah plat silika gel.

sedangkan fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini Etil asetat : N- Buthanol : Amoniak dengan perbandingan 20 : 55 : 25%.

Sebelum mempartisi sampel, awalnya eluen terlebih dahulu dijenuhkan dengan tujuan untuk memastikan partikel fasa gerak terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot di atas fasa diam oleh fasa gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk mengotimalkan naiknya eluent dan untuk menghindari hasil tailing pada pelat KLT. Selama proses penjenuhan, dilakukan persiapan fase diam yakni plat tersebut diberi batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm. Selanjutnya dilakukan identifikasi dengan KLT dimulai dengan sampel ditotolkan pada plat KLT dan totolkan larutan baku rhodamin B. Plat KLT yang mengandung cuplikan keudian dimasukkan kedalam chamber yang telah dijenuhkan. Biarkan hingga lempeng terelusi sempurna kemudian plat KLT diangkat dan dikeringkan.

Amati warna yang muncul pada plat KLT secara visual dan dibawah sinar lampu UV 254 nm. Jika secara visual noda sampel berwarna merah muda dan dibawah sinar UV 254 nm warna kuning atau orange, hal ini menunjukan adanya rhodamin B. Setiap sampel dilakukan replikasi 3 kali

Berdasarkan hasil identifikasi pada 6 sampel lipstik, ditemukan adanya pewarna rhodamin B pada kode sampel F ( Yandri Lipstik ), dimana pada pengamatan secara visual noda yang muncul pada lempeng KLT berwarna merah mudah dan di bawah lampu UV 254 nm menunjukkan Sampel

(53)

berflourosensi orange, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa rhodamin B akan memberikan flourosensi kuning atau orange jika diamati pada sinar UV 254 nm dan berwarna merah mudah jika dilihat secara visual.

Selanjutnya nilai Rf (retention factor / waktu rambat) sampel lipstik dengan kode F sebesar adalah 0,56 sama dengan nilai Rf dari larutan baku rhodamin B yang juga sebesar 0,56 dan untuk nilai Rf sampel F ketika dilakukan replikasi ke dua dan ke tiga adalah 0,48, dan 0,5 sedangkan nilai Rf dari larutan baku rhodamin B adalah 0,46, dan 0,6; selisih antara nilai Rf sampel F dengan baku rhodamin B ≤ 0,2. Hasil dinyatakan positif jika warna bercak antara sampel dan baku sama atau saling mendekati dengan selisih harga Rf ≤ 0,2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel dengan kode F positif mengandung rhodamin B. Dimana pada kosmetik tersebut tidak terdapat nomor registrasi dari BPOM dalam kemasannya, berwarna merah harganya juga sangat murah, dan dalam kemasannya juga tidak mencantumkan bahan yang digunakan.

Sedangkan pada sampel lipstik dengan kode A, B, C, D, dan E, tidak mengandung pewarna rhodamin B, dilihat dari hasil uji secara visual bercak noda yang muncul tidak berwarna merah mudah dan pada lampu UV 254 nm tidak menunjukkan adanya flourosensi kuning atau orange.

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Bibir  (Sumber   : Hamzah,2014 )    Anatomi bibir terdiri dari :
Tabel 2.1 Zat Warna Yang Dilarang Untuk Digunakan Pada Obat,  Makanan dan Kosmetika
Tabel  2.2  :  Zat  Warna  yang  diizinkan  untuk  digunakan  sebagai  bahan dasar kosmetika
Tabel  2.3  Beberapa  lipstik  yang  mengandung  bahan  berbahaya  yang beredar di Indonesia pada tahun 2018
+4

Referensi

Dokumen terkait

Ada juga studi yang menolak setiap jenis perubahan posisi dalam mandibula dengan FR .Sejauh ukuran mandibula yang bersangkutan, beberapa penulis menunjukkan

Motivasi belajar mahasiswa psikologi unnes yang bekerja paruh waktu berada dalam kategori tinggi dan ada pengaruh stres kerja terhadap motivasi belajar pada mahasiswa psikologi

Hak dari penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Begitu pula hak dari

Aktivitas guru dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan tanya jawab masih kurang bisa mengaktifkan siswa, karena ada

Adapun kelebihan pendekatan inkuiri adalah: 1) siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir bagaimana cara memecahkan masalah dan menggunakan kemampuan untuk

Nilai pemepatan adalah berupa nilai normal seri data (rata- rata atau median) atau dapat berupa nilai yang mewakili kebutuhan air seperti kemungkinan 10% atau 20%, untuk

Dari data engine envelope diatas maka dapat di hitung interaksi antar lambung kapal dengan propeller nya dengan mengeplot hasil KT desain kedalam diagram open water yang telah

o Siswa dapat Memahami sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhah manusia meliputi tumbuhan, hewan dan bahan alam tidak hidup. o Siswa dapat Mengelompokkan benda